BAB IV PENUTUP
Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan perdagangan lokal dan global masa lalu. Adanya kapal karam dengan muatannya (BMKT) yang ditemukan di wilayah perairan Laut Kabupaten Jepara, menjadi salah satu indikasi ramainya jalur laut yang melewati wilayah Jepara ini. Hal ini menunjukkan pula keberadaan pusat-pusat kontak pertemuan pedagang antar daerah/lintas wilayah yang dikunjungi oleh pedagang lokal maupun internasional. Sekaligus sebagai salah satu pembuktian bahwa Jepara pada masa berikutnya berkembang menjadi kota pelabuhan yang besar di pesisir utara Pulau Jawa. Keberadaan kapal karam bermuatan barang berharga di wilayah Jepara menunjukkan juga sebagian kecil dari kebudayaan manusia sepanjang sejarahnya pada saat itu. Secara umum potensi BMKT tersebar luas dan melimpah di seluruh perairan Indonesia. Namun, perhatian pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan BMKT ini sangat rendah serta hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu. Untuk itu, usaha pengelolaan benda berharga muatan kapal yang tenggelam di Indonesia memiliki aturan yang harus dilakukan dengan baik yang bertujuan untuk usaha-usaha pelestarian. Secara ringkas, perkembangan mengenai pengelolaan BMKT ini dapat diikuti melalui perkembangan ketentuan perundangan yang melingkupinya. Pertama diawali dengan terbitnya Keppres No. 43 Tahun 1989 tentang Pembentukan PANNAS BMKT, kemudian muncul UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Keppres tersebut di atas dirubah menjadi Keppres No. 107 Tahun 2000 tentang PANNAS Pengangkatan
128
129
dan Pemanfaatan BMKT. Selanjutnya, tujuh tahun berikutnya direvisi ke dalam Keppres No. 19 Tahun 2007 tentang PANNAS BMKT yang disempurnakan lagi pada tahun 2009 menjadi Keppres No. 12 Tahun 2009. Setahun kemudian terbit UU No. 12 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebagai pengganti UU No. 5 Tahun 1992. Berdasarkan ketentuan perundangan diatas yang memuat mengenai prinsip
pengelolaan
BMKT
maka
PANNAS
BMKT
mempunyai
tugas
menyelenggarakan pengelolaan BMKT yang efektif, transparan, dan akuntabel dengan mempertimbangkan kepentingan ekonomi dengan pelestarian nilai-nilai sejarah, ilmu pengetahuan & kebudayaan bangsa Indonesia untuk meningkatkan penerimaan negara dan/atau sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Sementara itu, prinsip dasar pengelolaan BMKT adalah pelaksanaan survei dan pengangkatan mengikuti kaidah ilmiah/arkeologis; dan pemanfaatan yang mempertimbangkan
kepentingan
ekonomi
dengan
kepentingan
ilmu
pengetahuan, kebudayaan dan sejarah serta lingkungan. Dengan mengacu pada ketentuan perundangan yang berlaku dan memahami mengenai prinsip dasar pengelolaan BMKT tersebut, nantinya akan diterapkan sebagai bahan evaluasi pada kegiatan pengelolaan pengangkatan BMKT di Jepara. Setelah dilakukan analisis dan kajian evaluatif terhadap pengelolaan BMKT di Jepara menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, kegiatan survei dan pengangkatan yang telah dilakukan oleh PT AKS selaku pihak perusahaan pemegang izin telah memenuhi semua ketentuan persyaratan kualifikasi sebagai perusahaan pengangkatan BMKT. Kedua, kegiatan pengangkatan yang telah dilakukan pada konteks waktu pelaksanaan
2007--2008
telah
menyelesaikan
tahapan
pengangkatan,
130
pemindahan, dan penyimpanan BMKT. Kegiatan tersebut telah dilakukan dengan memenuhi standar minimal kegiatan eksplorasi arkeologi. Standar ideal prosedur ilmiah penangangan artefak bawah air belum dapat dipenuhi karena pada saat dilakukan pengangkatan BMKT di Perairan Laut Jepara pada kurun waktu 20072008 belum terdapat dokumen pedoman kaidah ilmiah mengenai pengangkatan peninggalan arkeologis di bawah air. Selain itu, PT AKS merupakan perusahaan komersial bertujuan profitabilitas pada pengelolaan BMKT sehingga telah cukup memenuhi standar minimal prosedur ilmiah penangangan artefak bawah air. Standar ideal prosedur ilmiah penangangan artefak bawah air hanya dapat terpenuhi apabila tanggung jawab tersebut dilaksanakan oleh Perusahaan pengangkatan dan pemerintah dalam hal ini yakni PANNAS BMKT sesuai dengan yang tertuang dalam UU No. 10 Tahun 2010 dan Permen Budpar No. PM.48/UM.001/MKP/ 2009. Dalam pelaksanaannya, pemerintah dapat pula menunjuk pendampingan dari lembaga riset profesional selama atau sebelum kegiatan pengangkatan berlangsung. Peran dari lembaga riset ini dapat sebagai asisten teknis atau sebagai tenaga ahli yang dapat memberikan saran rancangan kegiatan yang sesuai dengan prosedur ilmiah. Posisi lembaga riset pendamping ini dapat merupakan instansi unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Ketiga, berdasarkan hasil evaluasi tersebut jelas terlihat bahwa tahapantahapan kegiatan pasca pengangkatan seperti inventarisasi, konservasi, dan kegiatan pemanfaatan berupa penjualan belum selesai dilaksanakan. Hal ini disebabkan kurangnya pengawasan dan pedoman yang jelas mengenai prosedur konservasi seperti yang telah disebutkan diatas. Selain itu, tenaga ahli konservasi yang memiliki kompetensi dan kualifikasi dalam kegiatan konservasi
131
tinggalan artefaktual bawah air masih belum banyak tersedia di Indonesia. Sementara
itu,
pemanfaatan
berupa
penjualan
sepenuhnya
merupakan
wewenang PANNAS BMKT dan diatur dalam ketentuan perundangan. Dalam hal ini, kegiatan pemanfaatan berjalan berdasarkan kondisi kesiapan BMKT hasil pengangkatan dan keputusan mengenai pemanfaatan BMKT di Jepara apakah dimanfaatkan dengan cara penjualan melalui lelang atau akan dimanfaatkan dengan cara lain. Dengan memperhatikan beberapa hal di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian butir-butir tolok ukur pengelolaan BMKT telah terpenuhi dengan kualitas cukup memadai. Namun, sebagian tolok ukur pengelolaan BMKT belum selesai dilaksanakan dikarenakan kendala dari perusahaan pengangkatan maupun kurangnya kesinambungan pengawasan dari PANNAS BMKT, serta kurangnya ketentuan perundangan yang dapat mengakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan BMKT. Secara umum, pengelolaan BMKT telah dilakukan sesuai dengan prosedur ketentuan perundangan yang berlaku. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan pengelolaan BMKT di Jepara, maka dapat disusun strategi pengelolaan ke depan yang diharapkan mampu
menyempurnakan
keseluruhan
proses
kegiatan
pengelolaannya.
Keberadaan potensi sumber daya arkeologi BMKT di Jepara cukup ideal untuk dikembangkan serta dikemas untuk memenuhi kaidah yang ilmiah. Rangkaian kegiatan yang perlu dilakukan identifikasi ulang untuk mengevaluasi nilai penting yang ada pada BMKT hasil pengangkatan di Jepara. Kemudian dalam usaha melakukan kegiatan pengangkatan selanjutnya diperlukan kepastian ketentuan perundangan sebagai payung hukum kegiatan. Dengan demikian, kegiatan preservasi secara menyeluruh dapat dilaksanakan, karena kontribusi dari
132
kegiatan preservasi yang memadai ini akan memberikan hasil yang positif dalam mempertahankan nilai penting dari BMKT tersebut. Selanjutnya, untuk menjaga tranparansi dan mencegah kemungkinan penyimpangan data diperlukan pendokumentasian yang terperinci. Di samping itu, memberikan kesempatan pada masyarakat umum, masyarakat ilmiah dan pihak pemerintah daerah untuk mengeksplorasi sumber daya arkeologi, serta memberikan tanggapan yang positif terhadap hasil interpretasi yang telah dilakukan.