BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Konflik merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat dihindarkan, khususnya dalam kehidupan bermasyarakat. Di Indonesia sendiri, banyak konflikkonflik bernuansa SARA yang cukup menarik perhatian media. Konflik serupa yang tidak kalah mencuri perhatian media adalah konflik antarwarga suku Sasak di Kabupaten Lombok Tengah. Konflik ini berawal dari konflik budaya yang kemudian menjadi konflik bernuansa SARA. Konflik selalu identik dengan pertentangan. Oleh karena itu dalam menganalisis konflik, kita perlu mengetahui latar belakang atau akar permasalahan dari konflik tersebut, pihak-pihak yang berselisih, struktur konflik, pemicu konflik, dinamika, dan resolusi konflik. Untuk resolusi konflik sendiri, para jurnalis dituntut untuk memberikan resolusi yang dapat mengarahkan pihak yang berkonflik menuju perdamaian. Oleh sebab itu, diperlukan adanya perspektif jurnalisme damai dalam setiap pemberitaan mengenai konflik. Apalagi jurnalisme damai mulai dipraktekan sejak terjadi konflik antaragama di Ambon, Maluku. Berbicara mengenai pemberitaan konflik antarwarga suku Sasak di Kabupaten Lombok Tengah, maka tidak bisa dilepaskan dari SKH Lombok Post yang sudah menjadi icon surat kabar di Pulau Lombok. SKH Lombok Post merupakan anak peruahaan dari Jawa Post, dan merupakan surat kabar pertama dan terbesar di NTB. Peneliti memilih media ini karena, SKH Lombok Post
149
memberitakan secara detail dan memberikan porsi yang cukup dalam pemberitaan mengenai konflik antarwarga suku Sasak di Kabupaten Lombok Tengah, dibandingkan dengan koran lain yang ada di Pulau Lombok. Selain itu, kedekatan psikologis antara SKH Lombok Post dengan masyarakat Lombok, menyebabkan masyarakat lebih banyak berlangganan SKH Lombok Post dibandingkan dengan surat kabar harian lainnya di Lombok. SKH Lombok Post juga lebih berpengalaman dalam memberitakan suatu konflik. Hal ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh induk perusahaannya yaitu Jawa Post yang selalu memberitakan konflik berskala nasional maupun internasional. SKH Lombok Post sangat concern memberitakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Pulau Lombok dan sekitarnya, dan NTB secara keseluruhan. Hal ini diperlihatkan dengan banyak ditampilkannya rubrik daerah untuk setiap Kabupaten di Pulau Lombok dan kotamadya Mataram. Setelah melakukan penganalisisan pada level teks dengan menggunakan empat perangkat Entman, peneliti mendapatkan beberapa frame besar dari setiap artikel berita yang dipilih. Pada frame pertama dari berita yang berjudul “ Ketare Bergolak, Lima Tewas”, yang diterbitkan pada tanggal 27 September 2009, dan masuk dalam sub kelompok konflik hingga pasca konflik, frame yang didapat yaitu SKH Lombok Post melihat bahwa konflik antarwarga suku Sasak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah merupakan aksi kriminalitas warga. Pemakaian kata, kalimat, dan atribut lainnya yang dipakai SKH Lombok Post dalam pemberitaannya mengarahkan konflik sebagai aksi kriminalitas. Pada frame kedua, yang masuk dalam sub kelompok perdamaian, peneliti memilih
150
berita “Rebile-Kelambi Berdamai” untuk dijadikan objek penelitian. Berita ini terbit pada tanggal 29 September 2009, dan frame yang didapat adalah perdamaian merupakan kesadaran dari warga, namun masih diwarnai perbedaan pendapat. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan mengenai proses hukum bagi para pelaku. Dimana ada pihak warga yang setuju proses hukum dilanjutkan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku. Namun, ada pihak warga yang tidak setuju proses hukum dilanjutkan, karena hal tersebut dapat menggangu kesepakatan perdamaian yang telah dilakukan. Frame ketiga, diambil dari berita “Gubernur Minta Polisis Usut Tuntas Kasus Ketare”, yang masuk dalam sub kelompok penyelesaian konflik, yang diterbitkan pada tanggal 30 September 2009. Pada sub kelompok ini, didapat Frame bahwa SKH Lombok Post memaknai peristiwa penyelesaian konflik ini sebagai penyelesaian konflik harus melalui jalur hukum. Dari awal konflik berlangung, peneliti sudah melihat bahwa, SKH Lombok Post lebih banyak menampilkan proses hukum sebagai cara untuk meredam dan menyelesaikan konflik, serta memberikan efek jera bagi para pelaku konflik. Frame Keempat, diambil dari artikel berita yang berjudul “Sidang Pembunuhan Kembali Gaduh”, yang diterbitkan pada tanggal 02 Februari 2010. Berita ini masuk dalam sub kelompok sidang kasus konflik antarwarga di Lombok Tengah. Frame yang didapat adalah SKH Lombok Post memaknai sidang kasus konflik ini banyak diwarnai aksi protes keluarga korban dan keluarga terdakwa. Protes tersebut disebabkan oleh tuntutan 11 tahun penjara para terdakwa pembunuhan, yang tidak dapat diterima oleh pihak keluarga korban dan keluarga terdakwa.
151
Dalam analisis level teks, peneliti hanya melihat bahwa SKH Lombok Post memberikan porsi sedikit untuk perspektif jurnalisme damai. SKH Lombok Post lebih banyak memperlihatkan pertentangan antara dua belah pihak, dan menyudutkan salah satu pihak sebagai penyebab konflik. Padahal dalam perspektif jurnalisme damai, sebisa mungkin jurnalis menghindari pemberitaan yang menyudutkan salah satu pihak sebagai penyebab konflik. Peneliti juga melihat bahwa, SKH Lombok Post banyak sekali menampilkan kata-kata ataupun kalimat yang dapat memicu terjadi konflik berkelanjutan di Kabupaten Lombok Tengah. Namun, bukan berarti SKH Lombok Post tidak memasukkan perspektif jurnalisme damai. Peneliti melihat bahwa jurnalisme damai lebih banyak terlihat pada perangkat treatment recommendation atau menekankan penyelesaian. Di perangakt ini terlihat, SKH Lombok Post mengemukakan alternatif untuk mendamaikan pihak yang berkonflik, walaupun tidak banyak alternatif-alternalif penyelesaian konflik yang dimasukkan. Pada bagian level konteks, peneliti melakukan wawancara dengan pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, dan seorang wartawan yang meliput langsung saat konflik berlangsung. Dalam wawancara tersebut peneliti mendapatkan bahwa banyak penyebab-penyebab seperti kesenjangan sosial, kemiskinan, rasa iri, pengangguran, bahkan tradisi setempat yang menyebabkan konflik sulit diredamkan. Berita mengenai konflik antarwarga suku Sasak di Kabupaten Lombok Tengah, merupakan berita yang kurang diminati masyarakat karena sudah terlalu sering terjadi. Itulah mengapa pemakaian judul, peletakan berita, kalimat, kata, gambar, dan sebagainya, dibuat semenarik mungkin untuk
152
menarik minat baca khalayak. Namun semua yang mereka lakukan ini tidak lepas dari profit atau pendapat untuk perusahaan mereka. Mengenai jurnalisme damai, mereka menyatakan telah mempraktekkannya dalam setiap tulisan mereka mengenai konflik. Walaupun saat penganalisisan di level teks, peneliti melihat bahwa jurnalisme damai hanya ditonjolkan sedikit dibandingkan dengan frame kekerasan.
B.Saran Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan perangkat framing model Entman untuk menganalisis pada bagian level teks. Sedangkan pada bagian level konteks, peneliti memasukkan wawancara langsung dengan narasumber yang peneliti anggap paling berkompeten memberikan informasi mengenai konflik antarwarga suku Sasak di Kabupaten Lombok Tengah. Namun, peneliti melihat bahwa penelitian ini masih dapat dianalisis dengan menggunakan analisis framing model lain ataupun analisis isi. Peneliti, lebih banyak melihat bagaimana SKH Lombok Post membingkai berita mengenai konflik antarwarga suku Sasak di Kabupaten Lombok Tengah. Akan tetapi, peneliti melihat bahwa penelitian ini masih dapat dikembangkan dengan menggunakan sudut pandang atau batasanbatasan lain. Peneliti juga memasukkan unsur budaya atau tradisi suku Sasak yang melatarbelangi terjadinya konflik. Hanya saja belum dikembangkan secara menyeluruh. Peneliti juga menyadari ketidaksempurnaan dalam melakukan analisis pada level teks dan konteks serta penggabungan antara perspektif jurnalisme damai yang peneliti masukkan, dengan perangkat Entman yang peneliti
153
pakai. Untuk itu, peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat lebih disempurnakan kembali, pada penelitian-penelitian selanjutnya tentang konflik. Dalam penganalisisan level teks, peneliti melihat bahwa SKH Lombok Post kurang seimbang atau lebih banyak menyudutkan salah satu pihak sebagai pelaku atau penyebab konflik. Selain itu, SKH Lombok Post juga kurang menyeluruh memberitakan mengenai penyebab atau akar terjadinya konflik, sehingga terkadang yang nampak adalah konflik antarwarga suku Sasak, selalu terjadi tanpa ada penyebab yang pasti. SKH Lombok Post juga kurang mengembangkan alternatif-alternatif penyelesaian konflik, untuk mengarahkan pihak yang bertikai menuju perdamaian. Melihat hal ini, peneliti merasa bahwa, SKH Lombok Post harus lebih lagi mengembangkan kemampuan jurnalistiknya, khususnya dalam menuliskan pemberitaan mengenai konflik. Peneliti juga mengharapkan agar para jurnalis khususnya jurnalis yang sering meliput mengenai konflik antarwarga di Lombok Tengah, harus lebih dalam lagi mengenal atau mempelajari mengenai jurnalisme damai. Selain itu, peneliti menyarankan agar SKH Lombok Post lebih banyak mengembangkan alternatif-alternatif penyelesaian dalam setiap penulisan artikel berita tentang konflik. Sehingga, tidak hanya berfokus pada pertikaian kedua belah pihak yag berkonflik saja, atau aksi balas dendam kedua pihak tersebut, yang justru dapat memicu terjadinya konflik kembali. Peneliti juga mengaharapkan agar pihak SKH Lombok Post lebih kooperatif dengan mahasiswa yang akan melakukan penelitian, agar tercipta kerjasama yang baik. Namun, dari keseluruhan proses penelitian yang telah penliti
154
lakukan, peneliti melihat bahwa penelitian ini merupakan hasil yang paling maksimal. Untuk itu, peneliti mengharapkan penelitian ini dapat berguna bagi banyak pihak, khususnya pihak akademisi.
155
Daftar Pustaka
Buku Eriyanto. 2002. Analisis Framing. Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS.
Lukman, Lalu. 2003. Pulau Lombok dalam Sejarah (Ditinjau dari Aspek Budaya).
Martokusumo, Sudikno. 1991. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syahputra, Iswandi. 2006. Jurnalisme Damai. Meretas Jurnalisme Damai di Area Konflik.Yogyakarta: P_IDEA.
Shoemaker, Pamela J, Stephen D.Reese. 1996. Mediating The Message. New York:Longman.
Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sudibyo Agus, Ibnu Hamad, Muhammad Qodari. 2001. Kabar - Kabar Kebencian (Prasangka Agama di Media Massa). Jakarta: Institut Studi Arus Informasi (ISAI).
Yayasan KIPPAS. 2007. Meretas Jurnalisme Damai di Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
156
SKRIPSI Puspitasari, Risa. 2009. Profiling DPR dan KPK pada MBM TEMPO (Studi Analisis Framing Profiling DPR dan KPK dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di DPR oleh KPK pada Pemberitaan Majalah Tempo periode April 2008-Agustus 2008). Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Silviyani Dugis, Noveina. 2008. Pers dan Konflik Perang Suku diI Timika (Analisis Framing Tentang Pemberitaan Konflik Perang Suku di Kwamki Lama, Timika dalam SKH Lokal Radar Timika). Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Sita Permatasari, Anastasia. 2010. Profiling Israel dan Palestina (Studi Analisis Isi Kualitatif dan Kuantitatif mengenai Konflik Israel-Palestina Pasca Penyerangan di Jalur Gaza Desember 2008 pada Surat Kabar Harian Jawa Post). Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Media Massa Artikel: “ Mati Konyol di Ketare”. NTB Post. Edisi 30 September 2009.
Online http://purnawan.web.id/jurnalismedamai/agustus2008. Diakses 13 April 2010. 14.00 http://id.wikipedia.org. jumlah pulau di indonesia. Diakses 13 April 2010. 14.30 http://wiki.answers.com. jumlah penduduk indonesia. Diakses 13 April 2010. 14.50 http://lomboktengah.go.id. kabupaten lombok tengah. Diakses 31 Maret 2010. 15.00 http://bachtiarhakim.wordpress.com/2008/05/18/mengenal-jurnalisme-damai. Diakses 01 November 2010. 15.50 http://riskacorner.blogspot.com/2010/10/jurnalisme-damai.html.
Diakses
01
November 2010. 15.00 157