1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang World Health Organization (2007) menyatakan bahwa seseorang tidak bisa dikatakan sehat tanpa dinyatakan sehat jiwanya. WHO mendefinisikan sehat sebagai suatu keadaan sempurna fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sehat tidak hanya sekedar sehat fisik saja tetapi juga termasuk diantaranya sehat jiwa/mental serta sampai pada produktivitas secara sosial ekonomi. Kesehatan jiwa/mental merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kesehatan secara keseluruhan. Dewasa ini, masalah kesehatan jiwa sangat rawan terjadi. Ketidakstabilan kondisi sosial-ekonomi, kemiskinan dan pengangguran, orientasi individualisme dan kolektivisme merupakan realitas yang kini sering dijumpai (Sharma, et.al. 2007). Fenomena tersebut berpotensi menjadi sumber stres, dan jika stres itu cukup besar, lama atau spesifik maka akan mengganggu kesehatan jiwa individu (Maramis, 2010). Ketidakmampuan individu mengelola stres akan mengarahkan perilaku individu pada perilaku destruktif. Dimana puncak dari perilaku destruktif adalah bunuh diri (Stuart, 2006). Kini fenomena bunuh diri cenderung meningkat diberbagai belahan dunia. Laporan WHO yang dirilis pada tanggal 7 September 2012 menunjukkan rata-rata satu juta orang di seluruh dunia bunuh diri setiap tahun. Ini berarti satu kasus bunuh diri untuk setiap 40 detik. Jumlah percobaan bunuh diri tahun 2011 juga 20
2
kali lebih tinggi dari di tahun 2010. WHO melihat bahwa 5 % orang di seluruh dunia mencoba bunuh diri sekurangnya sekali selama hidup mereka. Tingkat bunuh diri tertinggi terjadi di negara-negara Eropa Timur seperti Lithuania dan Rusia. Sedangkan Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat dan Asia berada pada tingkat menengah. Tingkat bunuh diri terendah terjadi di Amerika Latin (Priscillia, 2012). Saat ini, bunuh diri menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di dunia pada kelompok usia 15-35 tahun (WHO, 2011). Selanjutnya WHO regional Asia Tenggara melaporkan adanya peningkatan angka bunuh diri dari 10 per 100.000 orang pada tahun 1950 menjadi 18 per 100.000 orang pada tahun 1995. Estimasi kejadian bunuh diri mencapai 10-20 juta percobaan bunuh diri pertahun. Sebanyak 73% kasus bunuh diri tersebut terjadi di negara berkembang (WHO, 2011). Saat ini belum ada data pasti mengenai angka kejadian bunuh diri di Indonesia. Berdasarkan data WHO (2001), angka rata-rata bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 orang. Menurut WHO (2005), angka tersebut terbilang kecil dibanding negara-negara berkembang lain di regional Asia Tenggara. Namun, Kantor WHO Regional Asia Tenggara melaporkan adanya peningkatan angka bunuh diri di Indonesia sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahu 19971998. Meninjau lebih jauh mengenai bunuh diri di Indonesia, Kabupaten Gunungkidul menempati peringkat tertinggi nasional (9 per 100.000), rata-rata tersebut lebih tinggi dibanding kota metropolitan Jakarta (1 per 100.000) (Rochmawati, 2009). Polres Gunungkidul medokumentasikan telah terjadi 250
3
kasus bunuh diri pada rentang tahun 2005 - 2012, artinya jika diambil rata-rata terjadi 31 kejadian bunuh diri per tahunnya. Sementara itu pada bulan Januari sampai Agustus 2013 sudah tercatat 15 kasus bunuh diri yang didominasi gantung diri. Angka tersebut didominasi oleh usia lanjut (65 tahun keatas), kemudian usia dewasa tengah (40 - 65 tahun), selanjutnya usia dewasa muda (20 - 40 tahun) dan sebagian kecil sisanya adalah usia remaja (12 – 19 tahun). Kejadian bunuh diri selama 8 tahun tersebut terjadi hampir merata di seluruh kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Jumlah kecamatan di Kabupaten Gunungkidul adalah 18 kecamatan. Secara umum Kecamatan Semin, Karangmojo, Wonosari dan Tepus mendominasi kejadian bunuh diri, yaitu sekitar 4-5 kejadian per tahun. Polres Gunungkidul juga mendokumentasikan data mengenai tindakan percobaan bunuh diri. Data percobaan bunuh diri pada tahun 2007-Agustus 2013 tercatat 13 kasus. Angka tersebut didominasi oleh usia dewasa muda (20 - 40 tahun) sebanyak 8 kasus, selanjutnya dewasa tengah (40 - 65 tahun) sebanyak 2 kasus, kemudian usia remaja (12 – 19 tahun) sebanyak 2 kasus dan usia lanjut (diatas 65 tahun) sebanyak 1 kasus. Fenomena tersebut bahkan telah dibawa ke tingkat internasional. Pada tanggal 13-17 September 2011, Ida Rochmawati dkk mengangkat fenomena bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul sebagai bahan presentasi pada sebuah konferensi internasional yaitu Integrating Cultural perspective in the Understanding and Prevention of Suicide di Beijing (Rochmawati, et.al., 2011). Lebih jauh lagi, RSUD Kabupaten Gunungkidul bersama praktisi lainnya merencanakan akan
4
bekerja sama dengan WHO pada tahun 2012 untuk menekan angka kejadian bunuh diri di kabupaten tersebut (Muhammad, 2011). Fenomena bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul telah menarik perhatian banyak pihak. Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengangkat fenomena percobaan bunuh diri kedalam sebuah penelitian studi kasus. Percobaan bunuh diri merupakan salah satu kegawatdaruratan psikiatrik yang membutuhkan proses recovery cukup lama. Dalam proses recovery tersebut, individu terkait dituntut untuk memiliki koping yang efektif. Secara sederhana, koping adalah setiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres (Stuart, 2006). Koping yang efektif akan menghasilkan penyesuaian diri dan perbaikan masalah, sedangkan koping yang tidak efektif akan berakhir dengan respon maladaptif, yaitu perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain (Rasmun, 2009).
B. Rumusan Masalah Peneliti mengamati bahwa individu yang pernah melakukan percobaan bunuh diri pasti membutuhkan proses untuk bangkit dari keterpurukan. Proses tersebut akan berhasil jika individu tersebut memiliki koping yang efektif. Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah perlunya penelitian mengenai gambaran koping pada individu yang pernah melakukan percobaan bunuh diri.
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui gambaran koping pada pelaku percobaan bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui faktor-faktor predisposisi yang mendorong perilaku percobaan bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul. b. Mengetahui stresor presipitasi yang mencetuskan percobaan bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul. c. Mengetahui gambaran mekanisme koping : reaksi berorientasi ego dan reaksi berorientasi tugas pada pelaku percobaan bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul. d. Mengetahui gambaran strategi koping : strategi koping jangka pendek dan jangka panjang yang digunakan oleh pelaku percobaan bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu keperawatan jiwa berkaitan tentang penggunaan mekanisme koping, pendayagunaan sumber koping dan pemilihan strategi koping pada individu pelaku percobaan bunuh diri.
6
2. Manfaat praktis a. Bagi informan Menambah wawasan bagi informan berkenaan konsep kesehatan jiwa, khususnya berkaitan tentang penggunaan koping yang adaptif. b. Bagi keluarga informan Menambah wawasan bagi keluarga informan mengenai pentingnya kesehatan jiwa bagi setiap individu. Keluarga diharapkan memfasilitasi informan untuk menggunakan koping yang adaptif. c. Bagi masyarakat setempat Menambah wawasan dan meningkatkan pemahaman masyarakat setempat mengenai pentingnya kesehatan jiwa bagi setiap individu. Masyarakat diharapkan juga memahami bagaimana penggunaan koping yang adaptif. d. Bagi tenaga kesehatan setempat Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan setempat bahwa penggunaan koping yang adaptif perlu diupayakan untuk membantu proses pemulihan psikologis pada individu pelaku percobaan bunuh diri. e. Bagi pemerintah dan pemegang kebijakan Menjadi bahan masukan supaya pemerintah meningkatkan kerjasama lintas sektor guna menurunkan angka kejadian bunuh diri. Pemegang kebijakan setempat
diharapkan
memprioritaskan,
mendukung
berjalannya program-program pencegahan bunuh diri.
dan
memfasilitasi
7
f. Bagi peneliti Menambah pengalaman dan wawasan peneliti mengenai penggunaan koping pada individu pelaku percobaan bunuh diri. Melalui penelitian ini, peneliti berkesempatan menganalisis fenomena bunuh diri secara langsung sehingga peneliti bisa membandingkan kesesuaian antara konsep teoritis dengan kondisi praktis di lapangan.
8
E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, penelitian mengenai ‘Studi Analisis Koping Pelaku Percobaan Bunuh Diri Usia Dewasa Muda di Kabupaten Gunungkidul’ belum pernah dilakukan sebelumnya. Ada beberapa penelitian terdahulu yang memilki keterkaitan dengan penelitian ini. Ringkasan penelitian tedahulu tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 : Tabel 1. Ringkasan Keaslian Penelitian
No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
1.
Anam, C.
Peran Keluarga dalam Kasus Bunuh Diri Anak dan Remaja.
Metode penelitian adalah metode kualitatif deskriptif. Teknik sampling adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan wawancara mendalam.
Variabel tunggal penelitian adalah peran keluarga. Sampel penelitian adalah pelaku percobaan bunuh diri rentang usia anak sampai remaja.
2.
Nazilla, Z.
Gambaran Mekanisme Koping Mengenai Efek Menopause pada Ibu-ibu di Dusun Mrisi Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul.
Variabel tunggal penelitian adalah mekanisme koping.
Metode penelitian adalah kuantitatif deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian adalah ibu-ibu menopause. Teknik sampling adalah cluster sampling.
3.
Permatasari, N.
Coping Pasien Kanker dalam Menghadapi Kematian
Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan rancangan studi kasus holistik. Variabel tunggal penelitian adalah koping. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan wawancara mendalam.
Sampel penelitian adalah pasien kanker terminal stadium akhir.
9 Lanjutan Tabel 1
No 4.
Nama Peneliti Rachmah, D.N.
Judul Penelitian Dinamika Strategi Koping Terhadap Tuntutan Belajar pada Mahasiswa Berperan Ganda dengan Indeks Prestasi (IP) Tinggi.
Persamaan Metode penelitian adalah metode kualitatif fenomenologi. Salah satu variabel penelitian adalah strategi koping. Teknik sampling adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan wawancara mendalam.
Perbedaan Sampel penelitian adalah mahasiswa berperan ganda dengan indeks prestasi tinggi.
5.
Setiawan, A.
Latar belakang keluarga pelaku bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul : studi kasus korban bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003.
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Metode penelitian adalah campuran (kualitatif dan kuantitatif) dengan pendekatan penelitian survey. Variabel tunggal penelitian adalah latar belakang keluarga pelaku tindakan bunuh diri.
6.
Sungkana, M.
Persepsi Keluarga Pelaku Bunuh Diri Tentang Stigma Sosial di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan rancangan studi kasus deskriptif eksploratif. Teknik sampling adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah wawancara mendalam. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Variabel penelitian adalah persepsi keluarga tentang stigma sosial. Sampel penelitian adalah keluarga pelaku tindakan bunuh diri.
7.
Suyanta
Pengalaman Emosi dan Mekanisme Koping Lansia yang Mengalami Penyakit Kronis.
Metode penelitian adalah metode kualitatif fenomenologi. Salah satu variabel penelitian adalah mekanisme koping. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan wawancara mendalam.
Sampel penelitian adalah lansia yang mengalami penyakit kronis.