Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
HALAMAN JUDUL
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL TOILI BATURUBE (UNIT XIX) DI KABUPATEN BANGGAI, KABUPATEN MOROWALI UTARA DAN KABUPATEN TOJO UNA UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH
Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor Tanggal
: SK.6522/Menhut-II/Reg.4-1/2014 : 24 Oktober 2014
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
i
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
HALAMAN JUDUL
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL TOILI BATURUBE (UNIT XIX) DI KABUPATEN BANGGAI, KABUPATEN MOROWALI UTARA DAN KABUPATEN TOJO UNA UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
ii
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL TOILI BATURUBE (UNIT XIX) DI KABUPATEN BANGGAI, KABUPATEN MOROWALI UTARA DAN KABUPATEN TOJO UNA UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH
Palu,
September 2014
Disusun Oleh : KEPALA UPT. KPHP MODEL TOILI BATURUBE
CECENG SUHANA, S.Hut.T. MM. NIP. 19721117 199203 1 004
Diketahui Oleh : KEPALA DINAS KEHUTANAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH,
Ir. H. NAHARDI, MM NIP. 19621231 198703 1 006
Disahkan PADA TANGGAL : .................................... Oleh : An. MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL IV,
Dr. Ir. M. FIRMAN, M.For.Sc. NIP. 19590225 198603 1 002
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
iii
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ini merupakan acuan dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka pendek/tahunan, diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi produksi dan jasa sumberdaya hutan dan lingkungannya, baik produksi kayu, produksi bukan kayu, maupun jasa-jasa lingkungan, melalui kegiatan pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat, perlindungan dan pengamanan hutan serta pelestarian lingkungan yang merupakan satu kesatuan kegiatan. Penyusunan RPHJP KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dimaksudkan agar proses pembangunan KPH dapat berjalan secara sistimatis dan terarah menuju pencapaian target pembangunan KPH. Tujuan penyusunan RPHJP KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah untuk memberikan arahan kegiatan pembangunan KPH berupa rencana kelola berjangka sepuluh tahun, dan juga acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek pembangunan KPH. RPHJP ini disusun berdasarkan data Hasil Inventarisasi Hutan KPH Tahun 2014, data Hasil Inventarisasi Sosial Budaya Masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan KPH Tahun 2014, Buku Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014 serta data-data pendukung lain yang relevan. RPHJP KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dalam sepuluh tahun ke depan diarahkan pada pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung, baik pada hutan lahan kering maupun pada hutan mangrove. Pemanfaatan hutan pada hutan produksi dan hutan lindung serta ekosistem mangrove meliputi : (a) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dan hutan tanaman; (b) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; (c) Pemanfaatan jasa lingkungan; dan (d) Pemungutan hasil hutan bukan kayu. Disamping itu, juga direncanakan, pemberdayaan masyarakat, pembinaan dan pemantauan areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan hutan di wilayah KPH, juga direncanakan sistem koordinasi, sinergitas, sinkronisasi, baik antar pemegang izin usaha maupun dengan instansi dan para stakeholder terkait. Untuk memberdayakan KPH, juga direncanakan pengembangan/peningkatan kapasitas SDM pengelola KPH, rencana pendanaan, dan pengembangan database KPH. Untuk mengantisipasi perkembangan dinamika sosial kemasyarakatan dan pembangunan ekonomi daerah serta kemungkinan terjadinya perubahan kebijakan pemerintah dalam rentang waktu sepuluh tahun ke depan, juga direncanakan adanya peluang rasionalisasi wilayah kelola dan review rencana pengelolaan hutan minimal lima tahun sekali. Dalam dokumen RPHJP ini juga dipaparkan beberapa peluang investasi pemanfaatan hasil hutan kayu, bukan kayu dan jasa lingkungan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
iv
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Rencana pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), didasarkan pada potensi dan kondisi yang ada di wilayah KPH yang dianalisis menggunakan pendekatan SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threats), yaitu dengan strategi memaksimalkan pemanfaatan potensi peluang dan kekuatan yang dimiliki KPH serta meminimalkan kelemahan dan ancaman dari luar KPH. Potensi yang dimiliki KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) saat ini adalah : Luas kawasan ± 259.192 Ha, yang terdiri dari Hutan Lindung (HL) seluas 126.457 Ha (48,79%), Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 88.242 Ha (34,05%) dan Hutan Produksi (HP) seluas 44.493 Ha (17,17%). Wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berada dalam Kelompok Hutan (KH) Batui, KH. Morowali, KH. Kintom, KH. Ulubongka dan KH. Pagimana. KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) didominasi hutan lahan kering sekunder seluas 120.196 Ha (46,37%) dan hutan lahan kering primer 105.553 Ha (40,72 %). Selain itu terdapat hutan mangrove primer seluas 15 Ha (0,01%) dan hutan mangrove sekunder seluas 717 Ha (0,28%). Hasil inventarisasi hutan Tim BPKH Wilayah XVI Palu Tahun 2014 bersama UPT. KPHP Toili Baturube, KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) memiliki potensi tegakan, di hutan alam untuk seluruh jenis (dbh>20 cm) rata-rata pada kelas penutupan hutan lahan kering primer adalah 61 batang/Ha dengan volume rata-rata 96,49 m3/Ha. Sedangkan pada penutupan hutan lahan kering sekunder adalah 53 batang/Ha dengan volume rata-rata 74,50 m3/Ha. Berdasarkan hasil Enumerasi/Re-enumerasi, KPHP Model Toili Baturube memiliki potensi tegakan (dbh>20 cm) dengan volume rata-rata 160,40 m3/Ha. Secara administratif, KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berada pada 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Banggai, Kabupaten Morowali Utara dan Kabupaten Tojo Una Una. Di Kabupaten Banggai terdapat sebanyak 8 (delapan) kecamatan, meliputi ; Kecamatan Luwuk Selatan, Nambo, Kintom, Batui, Batui Selatan, Moilong, Toili dan Toili Barat). Di Kabupaten Morowali Utara terdapat 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Bungku Utara dan Mamosalato. Di Kabupaten Tojo Una Una terdapat 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Ampana Tete dan Ulubongka. Jumlah desa/kelurahan seluruhnya mencapai 180 buah. Tingkat pertumbuhan penduduk 1,09 – 1,20% per tahun. Hingga akhir tahun 2013 tercatat sebanyak 200.274 jiwa atau sebanyak 51.027 KK., sex rasio 104, rata-rata penduduk per RT sebanyak 4 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk 23 jiwa/km2. Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi dan budaya BPKH Wilayah XVI Palu tahun 2014, tingkat tekanan penduduk dalam 10 tahun ke depan sebesar 0,82 (kategori rendah). Meskipun demikian, di wilayah ini terdapat 2 (dua) desa dengan tingkat tekanan penduduk tinggi yaitu Desa Salubiro 3,80 (tinggi) dan Desa Babang Buyangge 2,84 (tinggi). Desa dengan tingkat tekanan penduduk terendah (0,01) adalah Desa Lembah Keramat. Berdasarkan rata-rata luasan lahan yang diasumsikan dapat hidup layak adalah 0,65 Ha/jiwa, dimana nilai tertinggi dicapai oleh Desa Hanga-hanga, Nambolempek, Lembah Keramat dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
v
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Lemowalia. Nilai terendah dicapai oleh Desa Kolo Atas dan Desa Lemo yakni sebesar 0,50 Ha/jiwa. Tingginya tekanan penduduk pada kawasan hutan dalam sepuluh tahun ke depan pada desa-desa tersebut, disebabkan oleh banyaknya penduduk yang berprofesi petani, sementara lahan pertanian yang tersedia sangat terbatas. Sebaliknya tekanan penduduk dikategorikan rendah apabila profesi penduduk petani sedikit, sementara ketersediaan lahan pertanian luas. Desa-desa di sekitar wilayah KPH didominasi matapencaharian petani sebesar 85,48%. Tingkat pendapatan masyarakat, dominan Rp. 300.000 s/d Rp. 2.500.000 perbulan (pra sejahtera). Tingkat pendidikan penduduk di sekitar KPH dominan tidak tamat SD dan tamat SD yaitu 61,44%. Penduduk umur produktif (16-55 tahun) di sekitar wilayah KPH 65,73% dari total jumlah penduduk. Berdasarkan hasil tata hutan, wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terbagi menjadi : Blok HL-Inti seluas ± 67.488 Ha, Blok HL-Pemanfaatan seluas ± 58.969 Ha, Blok HP-Perlindungan seluas ± 3.571 ha, Blok HPPemanfaatan HHK-HA seluas ± 97.903 Ha, Blok HP-Pemanfaatan HHK-HT seluas ± 24.856 Ha serta Blok Pemberdayaan Masyarakat seluas ± 6.405 Ha. Dalam blok-blok tersebut terdapat izin pemanfaatan hasil hutan seluas 66.083 Ha, yaitu IUPHHK-HA seluas ± 51.139 Ha, IUPHHK-HTI seluas ± 14.609 Ha, IUPHHK-HKm seluas ± 246 Ha dan IUPHHK-HTR seluas ± 89 Ha. Dalam blok-blok KPH, juga disediakan wilayah tertentu untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh KPH seluas ± 105.481 Ha untuk kegiatan pemanfaatan HHKHA, HHK-HT, HHBK, pemanfaatan kawasan hutan, pemungutan hasil hutan bukan kayu dan Jasa lingkungan. Dalam rangka pemulihan lahan kritis di wilayah kerjanya, KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) merencanakan penyelenggaraan kegiatan RHL di dalam wilayah tertentu KPH secara bertahap seluas 3.366,70 Ha. Untuk periode tahun 2014-2018 sesuai arahan RPRHL, direncanakan kegiatan RHL di wilayah tertentu seluas 1.956 Ha, dengan rincian HL seluas 1.481 Ha, HPT seluas 355 Ha dan HP seluas 120 Ha. Selanjutnya rencana RHL tahun 2019-2023 mencapai luas 1.411 Ha, terdiri dari HPT seluas 282 Ha dan HP seluas 1.129 Ha. Adanya blok inti di kawasan hutan lindung dan blok perlindungan di kawasan hutan produksi dimaksudkan untuk melindungi dan menyelamatkan flora dan fauna hutan yang ada beserta habitatnya. Khusus pada blok inti dan blok perlindungan, karena lokasinya berada pada morfologi hulu maka lokasi ini menjadi areal yang tidak dapat dimanfaatkan, baik bagi pemanfaatan HHK, HHBK maupun Jasa Lingkungan. Dalam rangka pengelolaan hutan oleh KPH, direncanakan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan serta jasa lingkungan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung dalam wilayah tertentu KPH periode tahun 2014-2023 seluas 105.481 Ha. Skema-skema rencana pemanfaatan kawasan dan hasil hutan dalam wilayah tertentu KPH terdiri dari : Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (HHK-HA) seluas 26.499 Ha; Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
vi
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Ekosistem (HHK-RE) seluas 21.109 Ha, Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (HHK-HT) seluas 2.866 Ha; Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seluas 47.290 Ha, Pemanfaatan Jasa Lingkungan (Wisata Alam, Aliran Air, dan Karbon Hutan) seluas 4.075 Ha, Pemanfaatan Kawasan Hutan (Silvopastural dan Silvofishery) seluas 275 Ha serta Rehabilitasi Lahan Kritis seluas 3.367 Ha. Blok pemberdayaan masyarakat dialokasikan seluas 6.405 Ha, terdiri dari : Rencana Pengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 1.509 Ha, Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 2.770 Ha dan Pengembangan Hutan Desa (HD) seluas 2.126 Ha. Memperhatikan Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 13 tahun 2012 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat suku Wana (Taa) yang berada di dalam wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), maka perlu diberikan akses pemungutan hasil hutan bukan kayu bagi masyarakat hukum adat tersebut melalui skema Kemitraan Kehutanan. Wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube yang telah ada izin usaha pemanfaatan hutan (IUPHHK-HA dan IUPHHK-HTI), yaitu PT. Berkat Hutan Pusaka seluas 9.782 Ha, PT. Palopo Timber Company seluas 13.611 Ha, PT. Bina Balantak Raya seluas 37.528 Ha, PT. Wana Rindang Lestari seluas 4.827 Ha serta IUPHHK-HTR seluas 89 Ha dan IUPHHK-HKm seluas 246 Ha, pihak Pengelola KPH akan melakukan pembinaan dan pemantauan serta evaluasi/penilaian atas segala aktifitas yang dilakukan oleh pemegang hak tersebut. Terhadap wilayah KPH yang telah ada penggunaan lahan pertanian (perkebunan, pertanian lahan kering, sawah) dan permukiman oleh masyarakat yang seluruhnya mencapai luas 32.711 Ha, pengelola KPH akan melakukan pembinaan agar lahan-lahan hutan tersebut dapat dimanfaatkan sesuai fungsi dan peruntukannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan pengelolaan/pemanfaatan hasil hutan di wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) selama sepuluh tahun ke depan, perlu didukung sarana-prasarana, peningkatan kapasitas SDM, serta pembiayaan yang memadai, baik yang bersumber dari dana-dana APBD, APBN maupun dari hasil kerjasama kemitraan yang sah. Selama jangka waktu pengelolaan periode sepuluh tahun ke depan, diharapkan KPH ini sudah dapat menjadi KPH yang mandiri dalam bentuk Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPKBLUD). Untuk mewujudkan harapan tersebut, akan diselenggarakan skema kelola hutan yang dinilai mampu mempercepat harapan tersebut, seperti pengembangan usaha hutan tanaman berdaur pendek (Jabon), pengembangan usaha hutan tanaman berdaur sedang (Nyatoh, Palapi dan Meranti), pengembangan usaha hutan tanaman dalam program RHL di kawasan hutan lindung, seperti tanaman Pinus dan Agathis, pengembangan silvofishery (integrasi program RHL Mangrove dengan budidaya kepiting bakau), pengembangan jasa wisata alam, jasa aliran/pemanfaatan air, dan jasa karbon hutan, pengembangan tanaman Gaharu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
vii
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
dan tanaman Karet, serta pengembangan silvopastural (perpaduan pakan dan ternak sapi unggul). Untuk merealisasikan rencana kegiatan pengelolaan hutan di wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) selama 10 tahun ke depan dibutuhkan input biaya sebesar 351,17 milyar rupiah. Biaya tersebut sudah termasuk biaya penunjang seperti pengadaan sarana prasarana serta pengembangan SDM KPH. Selama masa pengelolaan jangka panjang periode tahun 2014-2023, diharapkan KPH mampu meraih keuntungan yang tidak kecil dari berbagai skema hasil kegiatannya dengan perolehan keuntungan dengan B/C = 7,10 dan IRR = 26,98%. Untuk menarik minat investor berinvestasi di KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), terdapat beberapa skema kelola usaha kehutanan yang dinilai cukup menarik, yaitu usaha hutan tanaman Jabon (hasil kayu) dengan kelayakan finansial (B/C = 2,15; IRR = 22,32%), usaha silvofishery (hasil kepiting bakau) dengan kelayakan finansial (B/C = 3,14; IRR = 31,69%), usaha hutan tanaman pinus dan tanaman agatis (hasil getah/resin: gondrukem, terpentin, damar kopal) dengan kelayakan finansial (B/C = 2,15; IRR = 20,83%), usaha hutan tanaman kayu-kayuan berdaur sedang dengan perpaduan tanaman kemiri (hasil kayu dan buah/biji) dengan kelayakan finansial (B/C = 2,00; IRR = 22,55%), usaha hutan tanaman Gaharu (hasil resin gaharu) dengan kelayakan finansial (B/C = 9,96; IRR = 23,91%), usaha hutan tanaman Karet (hasil getah lateks dan kayu) dengan kelayakan finansial (B/C = 4,68; IRR = 24,07%), dan usaha silvopastural (hasil ternak sapi potong) dengan kelayakan finansial (B/C = 1,19; IRR = 29,04%). RPHJP KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berjangka sepuluh tahun ini memiliki peluang adanya review rencana kelola minimal lima tahun. Rencana ini perlu segera ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka pendek dan rencana strategi bisnis KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
viii
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
ix
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Morowali Utara dan Tojo Una Una Provinsi Sulawesi Tengah dapat tersusun. Sistematika Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.5/VII-WP3H/2012 tanggal 14 Mei 2012, dengan susunan : Pendahuluan, Deskripsi Kawasan, Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, Analisis dan Proyeksi, Rencana Kegiatan, Pembinaan Pengawasan dan Pengendalian, Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan serta Penutup. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik material maupun spritual mulai dari pengumpulan data/informasi sampai dengan tersusunnya RPHJP-KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ini diucapkan terima kasih. Dokumen perencanaan ini diharapkan dapat menjadi acuan utama dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Demikian semoga bermanfaat. Palu,
September 2014
KEPALA UPT. KPHP MODEL TOILI BATURUBE,
CECENG SUHANA, S.Hut.T, MM. NIP.19721117 199203 1 004
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
x
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
DAFTAR ISI Halaman
SAMPUL ……………………………………………………………......... HALAMAN JUDUL …………………………………………………....... LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………........ RINGKASAN EKSEKUTIF …………………………………………...... PETA SITUASI ………………………………………………………....... KATA PENGANTAR ………………………………………………......... DAFTAR ISI …………………………………………………………....... DAFTAR TABEL ……………………………………………………....... DAFTAR GAMBAR …………………………………………………...... DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….......
i ii iii iv ix x xi xiii xviii xix
BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………. A. Latar Belakang ……………………………………........ B. Maksud dan Tujuan ………………………………......... C. Sasaran ……………………………………………........ D. Ruang Lingkup ……………………………………........ E. Batasan Pengertian ………………………………..........
I–1 I–1 I–7 I–8 I–9 I – 11
BAB II
DESKRIPSI KAWASAN ………………………………….. A. Risalah Wilayah KPH ……………………………......... B. Potensi Wilayah KPH ……………………………......... C. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ......... D. Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan ………………....................................................... E. Posisi KPHP dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah ……………………………......... F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ……...............
II – 1 II – 1 II – 24 II – 55
VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN …………….... A. Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan ......................... B. Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................. C. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................... D. Capaian Utama yang Diharapkan ……...........................
III – 1 III – 1
III – 10 III – 15
ANALISIS DAN PROYEKSI ……………………………... A. Analisis ................................……………..…………...... B. Proyeksi .............................………………..…………....
IV – 1 IV – 1 IV – 17
BAB III
BAB IV
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
II – 74 II – 76 II – 81
III – 6
xi
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
RENCANA KEGIATAN …………………………………... A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutannya ………………………………......................... B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu ……............ C. Rencana Pemberdayaan Masyarakat ………………....... D. Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) yang telah ada Ijin Pemanfaatan Hutan maupun Penggunaan Kawasan Hutan ……………………............................... E. Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan pada Areal di Luar Ijin …………………………………………................... F. Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal yang sudah ada Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutannya …………......................................................... G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam …………………………………............................ H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar Pemegang Ijin ………………………………................. I. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder Terkait ………………………………............................. J. Penyediaaan dan Peningkatan Kapasitas SDM ............... K. Penyediaan Pendanaan …………………………............ L. Pengembangan Database ………………………............. M. Rasionalisasi Wilayah Kelola ……………………......... N. Review Rencana Pengelolaan (Minimal 5 tahun sekali) .......................................................................................... O. Pengembangan Investasi …………………………......... PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ................................................................................................. A. Pembinaan Aparat Teknis dan Aparat Terkait Pengelolaan KPH ............................................................ B. Pengawasan dan Pengendalian …...................................
V–1 V–2 V – 13 V – 43
V – 59 V – 63
V – 70 V – 71 V – 75 V – 79 V – 82 V – 89 V – 100 V – 103 V – 106 V – 107
VI – 1 VI – 1 VI – 2
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN ……... A. Prinsip Pemantauan dan Evaluasi …............................... B. Pengukuran/Penilaian Kinerja KPH ………………........ C. Rencana Pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan ……………………………………….............
VII – 1 VII – 1 VII – 2 VII – 10
PENUTUP ………………………………………………….
VIII – 1
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………..
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
xii
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4
Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10
Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 2.16 Tabel 2.17 Tabel 2.18
Fungsi Kawasan Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................................... Tingkat Aksesibilitas Kawasan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........................ Pembagian Blok di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................... Pembagian Blok Pengelolaan Per-Kelompok Hutan dan Per-Fungsi Hutan Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................................... Wilayah Tertentu di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................... Jenis Tanah di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................................... Wilayah DAS di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................................... Luas Penutupan Lahan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................................... Potensi Tegakan tiap Kelas Diameter di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) pada Hutan Primer .... Potensi Tegakan tiap Kelas Diameter di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) pada Hutan Sekunder .......................................................................................... Jenis-jenis Hasil Hutan Non-Kayu di Kawasan Hutan Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ......... Jenis-jenis Flora Langka, Endemik, Dilindungi di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ......... Jenis-jenis Mamalia, Reptilia, Amphibia di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........................ Jenis Burung di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................................... Potensi Lahan Pertanian di Sekitar Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................... Potensi Peternakan dan Perikanan di Sekitar Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........................ Keadaan Penduduk Kecamatan di Sekitar Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........................ Ketersediaan Lahan Garapan terhadap Jumlah Penduduk di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) .......................................................................
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
II – 2 II – 5 II – 13
II – 14 II – 23 II – 28 II – 34 II – 38 II – 40
II – 40 II – 45 II – 48 II – 49 II – 49 II – 53 II – 54 II – 57
II – 65
xiii
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 2.19 Tabel 2.20 Tabel 2.21 Tabel 2.22 Tabel 2.23 Tabel 2.24 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4
Tabel 5.1 Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Jenis dan Jumlah Sarana dan Prasarana Perekonomian di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ..... Data Sarana/Prasarana Kesehatan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................... Data Sarana/Prasarana Pendidikan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................... Jenis Kelembagaan Sosial di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ............................................... Perambahan/Penggunaan Lahan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........................ Luas Pemanfaatan Kawasan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................... Matriks Analisis SWOT .................................................. Matriks Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........ Koherensi Antara Visi, Misi, Tujuan, Kombinasi Faktor (Strategi) dan Sasaran Program Indikatif ........................ Misi, Sasaran, Program dan Kegiatan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................... Rencana Penataan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................... Rencana Kegiatan dan Tata Waktu Pelaksanaan Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 20142023 ................................................................................. Deskripsi dan Luas Kawasan Hutan Pada Rencana Kegiatan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam/Restorasi Ekosistem (UPHHK-HA/RE) pada Hutan Produksi di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................... Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (HHK-HA) pada Blok/Petak Pemanfaataan HHK-HA di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................... Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hasil Restorasi Ekosistem (HHK-RE) pada Blok Pemanfaatan HHK-HA di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........................ Deskripsi dan Luas Lokasi Rencana Kegiatan Pemanfaatan HHK-HT/RE di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ...................................
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
II – 68 II – 69 II – 69 II – 70 II – 71 II – 75 IV – 3 IV – 5 IV – 19
IV – 24 V–6
V – 16
V – 24
V – 25
V – 25
V – 27
xiv
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11 Tabel 5.12
Tabel 5.13 Tabel 5.14
Tabel 5.15 Tabel 5.16
Tabel 5.17
Tabel 5.18 Tabel 5.19
Tabel 5.20 Tabel 5.21
Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hasil Hutan Tanaman (HHK-HT) pada Blok Pemanfaatan HHK-HT di Kawasan Produksi (HP) di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................................................................ Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hasil Restorasi Ekosistem (HHK-RE) pada Blok Pemanfaatan HHK-HT di Kawasan Produksi Terbatas (HPT) di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................................................... Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Jasa Lingkungan pada Blok Pemanfataan HL di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........................ Rencana Kegiatan Tahunan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Blok Pemanfaatan HL di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ......... Arahan Rencana Pengelolaan Hutan pada Penggunaan Lahan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube ............. Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Blok Pemanfaatan HL dan HHK-HT di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................................................................ Rencana Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................... Lokasi Rencana Pembinaan dan Pemantauan IUPHHKHTI, IUPHHK-HA, IUPHHK-HTR dan IUPHK-HKm di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ..... Rencana Kegiatan Rehabilitasi Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................... Data Lahan Kritis Hasil Review BPDAS Palu Poso di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................................................................ Rencana Kegiatan Tahunan Kegiatan RHL di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Hasil Penyesuaian RPRHL dengan Hasil Review Lahan Kritis .......................................................................................... Jenis Kegiatan Perlindungan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................... Rencana Blok Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ................................................................................ Sistem Koordinasi dan Sinergi Pengelola KPH dengan Instansi dan Stakeholder Terkait ..................................... Rencana Wilayah Kerja Resort di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ...................................
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
V – 28
V – 29
V – 31
V – 38 V – 39
V - 43 V – 47
V – 60 V – 65
V – 67
V – 69 V – 73
V – 73 V – 81 V – 85
xv
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.22 Tabel 5.23 Tabel 5.24 Tabel 5.25
Tabel 5.26
Tabel 5.27
Tabel 5.28
Tabel 5.29
Tabel 5.30
Tabel 5.31
Tabel 5.32
Tabel 5.33
Tabel 5.34
Sarana dan Prasarana UPT KPHP Model Toili Baturube .......................................................................................... Rencana Pembiayaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 2014-2023 ............................ Rencana Pendapatan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 2014-2023 ...................................... Taksiran Pendapatan Nominal Unit Usaha HutanTanaman (Per Hektar): Kayu, Buah/Biji, Getah, Kepiting, Sapi unggul ...................................................... Tingkat Keuntungan Unit Usaha Hutan Tanaman (Per Hektar) : Kayu, Buah/Biji, Getah, Kepiting, Sapi unggul .......................................................................................... Tingkat Keuntungan Nominal Unit Usaha Hutan Tanaman (Per Hektar): Kayu, Buah/Biji, Getah, Kepiting, Sapi unggul ...................................................... Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman untuk Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/Meranti/dll.) dan MPTS 10% (Kemiri/dll.) Per Hektar Pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi tanaman 1.100 Btg/Ha. (dalam rupiah) ............ Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman untuk Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/Meranti/dll.), dan MPTS 10% (Kemiri/dll.) Per Hektar Pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi tanaman 500 Btg/Ha. (dalam rupiah) ............... Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman Melalui Program RHL untuk Jenis Kayukayuan Penghasil Getah 100% (Pinus dan Agatis) Per Hektar Pada Kawasan Hutan Lindung: Populasi tanaman 625 Btg/Ha (dalam rupiah) .............................. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanamanuntuk Jenis Kayu-kayuan 100% (Jabon) Per Hektar Pada Kawasan Produksi: Populasi tanaman 625 Btg/Ha (dalam rupiah) ..................................................... Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Silvofishery (Mangrove-Kepiting Bakau: 50%:50%) Per 2 Hektar Pola RHL Mangrove Pada Kawasan Hutan Lindung (dalam rupiah) ................................................................. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Tanaman Gaharu: 100% Per 1 Hektar Pada Kawasan Hutan Produksi (dalam rupiah) .................................................. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Tanaman Karet: 100% Per 1 Hektar Pada Kawasan Hutan Produksi (dalam rupiah) ..................................................
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
V – 89 V – 92 V – 96
V – 123
V – 124
V – 125
V – 128
V – 128
V – 129
V – 129
V – 130
V – 130
V – 131
xvi
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.35
Tabel 5.36
Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Silvopastural Per 1 ekorTernak Sapi Unggul Pada Kawasan Hutan Lindung Per 6 bulan, Dua Kali Per tahun (dalam rupiah) .......................................................................................... Cash Flow Analisis Kelayakan Finansial KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 2014-2023 (x Rp 1.000) .........................................................................
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
V – 131
V – 132
xvii
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 5.1 Gambar 6.1
Gambar 7.1 Gambar 7.2 Gambar 7.3
Curah Hujan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode 2009-2013 (Stasiun Metereologi Geofisika Bubung) ......................................................... Prosentase Matapencaharian Penduduk di Sekitar Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ........ Peta Perambahan/Penggunaan Lahan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ....................... Struktur Organisasi UPT. KPHP Toili Baturube ........... Model Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ......................................................................................... Sistem Tujuan Pembangunan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ...................................................... Mekanisme Penilaian Kinerja KPH ............................... Capaian Pembangunan KPH dan Tingkatan Intervensi yang diperlukan ..............................................................
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
II – 25 II – 62 II – 72 V – 83
VI – 5 VII – 5 VII – 6 VII – 9
xviii
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Peta Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah .......................................................................................... Peta Penutupan Lahan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................................. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................. Peta Sebaran Potensi dan Aksesibilitas KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ..................................... Peta Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................................. Peta Penggunaan Lahan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................................. Peta Keberadaan Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................. Peta Jenis Tanah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................................. Peta Curah Hujan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah .............................................................................
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
LP – 1
LP – 2
LP – 3
LP – 4
LP – 5
LP – 6
LP – 7
LP – 8
LP – 9
xix
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 17
Peta Geologi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah .......................................................................................... Peta Lahan Kritis KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................................. Peta Kelas Lereng KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................................. Peta Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ..................................... Peta Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................................. Peta Rencana Kegiatan Tahunan KPHP Model Toili Baturube ..........................................................................
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube
LP – 10
LP – 11
LP – 12
LP – 13
LP – 14 LP – 17
xx
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tak ternilai harganya, sehingga perlu dikelola secara bijak, terencana, optimal dan bertanggung jawab sesuai dengan daya dukungnya dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup agar dapat terjamin pemanfaatannya secara berkelanjutan dan berkeadilan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya alam hutan mempunyai karakteristik yang tidak sama dengan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam lainnya. Pengelolaan sumberdaya hutan ditujukan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya serta tidak mengubah fungsi pokoknya, yaitu; konservasi, lindung dan produksi. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan dalam pengelolaannya agar ketiga fungsi tersebut dapat berjalan secara simultan sebagai pendukung dalam pembangunan ekonomi melalui produksi hasil hutan kayu dan bukan kayu, perlindungan wilayah melalui konservasi tanah dan air serta pelestarian keanekaragaman hayati guna kepentingan jangka panjang bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Untuk dapat mewujudkan kelestarian fungsi dan peranan hutan diperlukan dukungan kebijakan yang tepat melalui penerapan pengelolaan hutan dengan pendekatan ekosistem (resource based management) yang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-1
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
mengedepankan keseimbangan ekosistem, dimana pola pengelolaan hutan lebih berorientasi pada proses yang melihat keragaman dari elemen pembentuk hutan. Unsur penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah memastikan fungsi-fungsi penyelenggaraan pengelolaan hutan dapat terlaksana dengan tetap berpegang pada prinsip kelestarian hutan, melalui penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak dalam bentuk unit pengelolaan hutan atau Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Kementerian Kehutanan memacu KPH sebagai bagian dari upaya pemantapan kawasan hutan. KPH disiapkan menjadi pengelola hutan di tingkat tapak yang bukan hanya tahu potensi wilayah hutan yang dikelolanya tetapi juga dapat merancang pemanfaatannya secara seimbang dan berkelanjutan. Pembentukan KPH merupakan serangkaian proses perencanaan/ penyusunan desain kawasan hutan, yang didasarkan atas fungsi pokok dan peruntukannya, dalam upaya mewujudkan pengelolaan hutan lestari. KPH menjadi bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, provinsi dan kabupaten yang pembentukannya ditujukan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari. Sebagai pengelola hutan di tingkat tapak, KPH mempunyai peran yang sangat strategis dalam konteks pembangunan kehutanan secara nasional. Amanah dan peran strategis KPH tersebut telah menjadikan pembangunan KPH sebagai salah satu prioritas Pembangunan Nasional.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-2
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Dalam penyusunan draft RPJMN Subsektor Kehutanan , Bappenas telah menetapkan pembangunan KPH sebagai Prioritas Nasional dan telah dijelaskan bahwa latar belakang pembangunan KPH menjadi Prioritas Nasional
adalah
dalam rangka menyiapkan Integrated Forest Base
Clustering Industry, yang diharapkan dapat lebih mendistribusikan usahausaha kehutanan (mengurangi praktik monopoli dan oligopoli). Bappenas memandang bahwa KPH yang operasional dapat menjadi pengungkit dalam membangkitkan kembali industri kehutanan hulu-hilir pada
ruang yang efektif, sehingga dapat memacu perkembangan
perekonomian lokal. Pembangunan KPH diprioritaskan pada
Pemerintah
Daerah yang telah siap dan berkomitmen untuk membangun KPH dan pada wilayah yang diprioritaskan sebagai lokasi penurunan emisi gas rumah kaca. Konsekuensi dari pencapaian indikator beroperasinya KPH adalah pemenuhan syarat beroperasinya KPH, yaitu : ditetapkannya wilayah KPH dan terbentuknya kelembagaan KPH yang meliputi terbentuknya organisasi KPH, tersedianya sarana prasarana pendukung operasional dan tersedianya SDM profesional serta telah dimulainya aktivitas pengelolaan hutan antara lain penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan. Direktorat WP3H (2014), sampai dengan Januari 2014 KPH yang berhasil direalisasikan dalam bentuk penetapan wilayah KPH model adalah sebanyak 120 unit dengan rincian; sebanyak 42 KPHL dengan luas 3.990.456
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
ha dan sebanyak 78 KPHP dengan luas 12.367.820 ha sehingga jumlah keseluruhan mencapai luas 16.358.276 ha. Dari 120 unit, belum seluruhnya dapat beroperasi. Sampai dengan Januari 2014, kelembagaan sebagai indikator terbentuknya organisasi KPH baru terealisasi sebanyak 9 Peraturan Daerah dan 103 Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Walikota. Dokumen tata hutan yang berhasil diselesaikan adalah sebanyak 87 draf dan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) sebanyak 82 draf serta 17 dokumen yang telah disahkan. Dari 120 unit, belum seluruhnya dapat beroperasi. Sampai dengan Januari 2014, kelembagaan sebagai indikator terbentuknya organisasi KPH baru terealisasi sebanyak 9 Peraturan Daerah dan 103 Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Walikota. Dokumen tata hutan yang berhasil diselesaikan adalah sebanyak 87 draf dan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) sebanyak 82 draf serta 17 dokumen yang telah disahkan. Provinsi Sulawesi Tengah adalah merupakan salah satu provinsi yang cukup berhasil dalam menyelenggarakan pembangunan KPH. Sampai dengan bulan Januari 2014, di Sulawesi Tengah telah berhasil dibentuk kelembagaan (organisasi) KPHP sebanyak 7 unit, terdiri dari 3 unit KPH Provinsi, yaitu ; KPHP Model Dampelas Tinombo, KPHP Model Dolago Tanggunung dan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) serta sebanyak 4
unit KPH
kabupaten, yaitu ; KPHP Model Sintuwu Maroso (Kabupaten Poso), KPHP
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-4
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Model Pogogul (Kabupaten Buol), KPHP Model Balantak (Kabupaten Banggai) dan KPHP Model Sivia Patuju (Kabupaten Tojo Una Una). Dari 7 KPH tersebut, sampai dengan bulan Agustus 2014 terdapat sebanyak 3 KPH yang telah menyusun dokumen tata hutan dan telah memperoleh pengesahan RPHJP serta sebanyak 4 KPH telah menyusun dokumen tata hutan dan diharapkan telah memperoleh pengesahan RPHJPnya pada akhir tahun 2014. Kebijakan penetapan wilayah KPH di Sulawesi Tengah tersebut, telah memberikan ruang pengelolaan yang secara spasial relatif cukup efektif sebagai satu kesatuan wilayah kelola secara teritorial oleh suatu kelembagaan yang khusus dan spesifik dalam bentuk KPH, sehingga dapat memberi dampak terhadap pengelolaan hutan yang lebih optimal sesuai dengan amanat yang diemban dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kehutanan
Nomor
:
SK.
967/Menhut-II/2013 tanggal 27 Desember 2013, telah ditetapkan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Toili Baturube (Unit XIX) yang terletak di Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah seluas ± 276.636 (dua ratus tujuh puluh enam ribu enam ratus tiga puluh enam) hektar. Mempedomani Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2008, disebutkan bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi KPH adalah menyelenggarakan pengelolaan hutan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-5
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
berupa tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan. Selanjutnya sesuai pasal 13 Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa Kepala KPH menyusun rencana pengelolaan hutan berdasarkan hasil tata hutan dengan mengacu pada rencana kehutanan nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota dengan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, kondisi lingkungan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kehutanan serta harus diselaraskan dengan kebijakan pembangunan nasional dan daerah yang telah dituangkan dalam bentuk perencanaan berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sebagai langkah awal mulai beroperasinya KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) harus mempunyai rencana pengelolaan yang merupakan roh penggerak seluruh kegiatan yang mengarahkan pada pencapaian tujuan dari pengelolaan hutan yang telah ditetapkan. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (RPHJP-KPHP) Model
Toili Baturube merupakan pedoman pelaksanaan yang sekaligus
sebagai standar penilaian kinerja pembangunan KPH di masa yang akan datang. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), yang diarahkan
untuk
mengoptimalkan
fungsi-fungsi
produksi
dan
jasa
sumberdaya hutan dan lingkungannya, baik produksi kayu, produksi bukan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-6
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kayu, maupun jasa-jasa lingkungan, melalui kegiatan pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat, serta pelestarian lingkungan yang merupakan satu kesatuan kegiatan. Dengan demikian rencana pengelolaan hutan jangka panjang KPH ini diharapkan dapat memberi arah pengelolaan hutan dan kawasannya, yang melibatkan semua pihak terkait dalam upaya pengembangan KPH. B. Maksud dan Tujuan 1.
Maksud Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) ini dimaksudkan untuk mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari pada tingkat KPH.
2.
Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dengan disusunnya Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) ini adalah : a.
Mewujudkan
suatu
rencana
pengelolaan
hutan
yang
mempertimbangkan dan memperhatikan potensi dan kekhasan KPH; b.
Mewujudkan pengelolaan hutan yang efektif dan efisien.
c.
Menjamin terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan yang optimal.
d.
Memudahkan sinergi, koordinasi dan sinkronisasi antar organisasi kehutanan, baik pemerintah pusat, daerah,
masyarakat maupun
pengusaha dalam kegiatan pengelolaan hutan pada tingkat KPH. e.
Dapat dihasilkannya rencana-rencana yang dapat mendukung :
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-7
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1) Peningkatan mutu dan produktifitas sumberdaya hutan di KPH. 2) Peningkatan
konstribusi
sektor
kehutanan
terhadap
perekonomian daerah dan nasional serta pendapatan masyarakat. 3) Peningkatan peranserta masyarakat secara aktif dalam menjaga kelestarian sumberdaya hutan. 4) Peningkatan daya dukung DAS/sub DAS di wilayah KPH. C. Sasaran 1.
Tersusunnya arahan rencana pengelolaan wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang memuat tujuan pengelolaan yang akan dicapai secara jelas berdasarkan kondisi-kondisi yang dihadapi melalui : a.
Penelaahan kondisi terkini wilayah KPH dari aspek ekologi yang berkaitan dengan ; 1). kondisi fisik wilayah antara lain : jenis tanah, iklim, geomorfologi, kelerengan, penutupan vegetasi, 2). kondisi hutan yang meliputi : jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi non kayu, dan 3) kondisi sumberdaya air dan Daerah Aliran Sungai (DAS).
b.
Penelaahan kondisi ekonomi yang berkaitan dengan ; 1). aksesibilitas wilayah, 2). potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPH, antara lain meliputi : peluang ekonomi yang dapat dikembangkan, 3). batas administrasi pemerintahan, dan 4). nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu, termasuk karbon dan jasa lingkungan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-8
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
c.
Penelaahan kondisi sosial yang berkaitan dengan ; 1). perkembangan demografi
sekitar
kawasan,
2).
pola-pola
hubungan
sosial
masyarakat dengan hutan, 3). keberadaan kelembagaan masyarakat, 4). pola penguasaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dan 5). Potensi konflik sekitar kawasan. 2.
Tersusunnya arahan rencana yang memuat strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi rancangan tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan, konservasi alam, pengembangan dan penguatan kapasitas masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan lokal untuk mendukung pengelolaan kawasan hutan KPH.
3.
Tersusunnya arahan rencana pengembangan kelembagaan KPH yang memuat pengembangan SDM, pengadaan sarana dan prasarana, pembiayaan kegiatan, dan kegiatan lainnya menuju lembaga pengelolaan hutan yang profesional, efektif dan efisien.
D. Ruang Lingkup Ruang Lingkup RPHJP-KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), meliputi : 1.
Pendahuluan, berisi ; latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, ruang lingkup, dasar hukum dan batasan pengertian.
2.
Deskripsi Kawasan, terdiri dari : a). Risalah Wilayah b). Potensi Wilayah, c). Data dan informasi sosial budaya masyarakat, d). Data dan Informasi Ijin-ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, e). Kondisi Posisi KPHP Toili Baturube dalam Perspektif Tata Ruang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-9
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Wilayah dan Pembangunan Daerah, dan f). Isu strategis, kendala dan permasalahan. 3.
Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, berisi ; a). Gambaran KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) 10 Tahun ke depan dan b). Capaian Utama yang Diharapkan.
4.
Analisis dan Proyeksi, meliputi : a). Analisis data dan informasi yang tersedia saat ini (baik data primer maupun data sekunder), b). Proyeksi kondisi wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) di masa yang akan datang.
5.
Rencana Kegiatan, terdiri dari : a). Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutannya, b). Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu, c). Pemberdayaan Masyarakat, d). Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) yang telah ada Ijin Pemanfaatan Hutan maupun Penggunaan Kawasan Hutan, e). Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan pada Areal di Luar Ijin, f). Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal yang sudah ada Ijin Pemanfaatan
Hutan
dan
Penggunaan
Kawasan
Hutannya,
g).
Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, h). Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar Pemegang Ijin, i). Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder Terkait, j). Penyediaaan
dan
Peningkatan
Kapasitas
SDM,
k).
Penyediaan
Pendanaan, l). Pengembangan Database, m). Rasionalisasi Wilayah
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-10
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kelola, n). Review Rencana Pengelolaan (Minimal 5 tahun sekali) dan o). Pengembangan investasi. 6.
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian, terdiri dari : a). Pembinaan, b). Pengawasan dan c). Pengendalian.
7.
Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan , terdiri dari : a). Prinsip dan Model Pemantauan dan Evaluasi, b). Pengukuran/Penilaian Kinerja KPH dan c). Rencana Pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan.
8.
Penutup.
9.
Lampiran, meliputi : a). Peta Wilayah KPH; b). Peta Penutupan Lahan; c). Peta Daerah Aliran Sungai (DAS); d). Peta Sebaran Potensi Wilayah dan Aksesibilitas; e). Peta Tata Hutan (Blok, Petak), f). Peta Penggunaan Lahan; g). Peta Keberadaan Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan; h). Peta Jenis Tanah; i). Peta Iklim; j). Peta Geologi; k). Peta Lahan Kritis; l). Peta Kelas Lereng; m). Peta Rencana Pengelolaan Hutan; dan n). Peta Wilayah Tertentu.
E. Batasan Pengertian 1.
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
2.
Kawasan Hutan adalah Wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-11
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
3.
Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
4.
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
5.
Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.
6.
Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. 7.
Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi yang selanjutnya disingkat HTHR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-12
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
8.
Hutan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.
9.
Hutan Desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
10. Penataan Hutan (Tata Hutan) adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan
untuk
memperoleh
manfaat
yang
sebesar-besarnya
bagi
masyarakat secara lestari. 11. Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaran hutan yang meliputi : perencanaan
kehutanan,
pengelolaan
hutan,
penelitian
dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan. 12. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan; penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan reklamasi hutan; perlindungan hutan dan konservasi alam. 13. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-13
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
14. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disebut KPHP adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan produksi. 15. KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak. 16. Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disebut Organisasi KPHP adalah organisasi pengelolaan hutan produksi yang wilayahnya sebagian besar terdiri atas kawasan hutan produksi yang dikelola Pemerintah Daerah. 17. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPH yang merupakan bagian dari wilayah KPH yang dipimpin oleh Kepala Resort dan bertanggungjawab kepada Kepala KPH. 18. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. 19. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. 20. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. 21. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan. 22. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-14
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. 23. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. 24. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH. 25. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak/blok. 26. Inventarisasi Hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap. 27. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala yang selanjutnya disebut IHMB adalah kegiatan pengumpulan data dan informasi tentang kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock), yang dilaksanakan secara berkala 1 (satu) kali dalam 10 (sepuluh) tahun pada seluruh petak di dalam kawasan hutan produksi setiap wilayah unit pengelolaan/manajemen.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-15
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
28. Tata Batas dalam Wilayah KPH adalah melakukan penataan batas dalam wilayah kelola KPH berdasarkan pembagian Blok dan petak. 29. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan. 30. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur yang sama. 31. Wilayah Tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya. 32. Perlindungan Hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit,
serta
mempertahankan
dan
menjaga
hak-hak
negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. 33. Penggunaan Kawasan Hutan adalah penggunaan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 34. Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-16
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 35. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. 36. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. 37. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 38. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan dengan
berupa bukan kayu
tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi
pokoknya. 39. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan/atau Bukan Kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu. 40. Izin Pemanfaatan Hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-17
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan. 41. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan yang selanjutnya disingkat IUPK adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan kawasan pada hutan lindung dan/atau hutan produksi. 42. Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan yang selanjutnya disingkat IUPJL adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan jasa lingkungan pada hutan lindung dan/atau hutan produksi. 43. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disingkat IUPHHK dan/atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disebut IUPHHBK adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran. 44. IUPHHK Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-18
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
45. IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran. 46. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disingkat IPHHK adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan, pengangkutan, dan pemasaran untuk jangka waktu dan volume tertentu. 47. Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat IPHHBK adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa bukan kayu pada hutan lindung dan/atau hutan produksi antara lain berupa rotan, madu, buah-buahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan, untuk jangka waktu dan volume tertentu. 48. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang bersifat menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan. 49. Lahan Kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-19
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
50. Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. 51. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 52. Reboisasi adalah upaya pembuatan tananam jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/terbuka, alang-alang atau semak belukar dan hutan rawang untuk mengembalikan fungsi hutan. 53. Penanaman Pengkayaan Reboisasi adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada areal hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon 200-400 batang/ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik kualitas maupun kuantitas sesuai fungsinya. 54. Sistem Silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem teknik bercocok tanaman hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan memanen. 55. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan adalah dokumen-dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-20
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
56. Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi meliputi peralatan perkantoran, peralatan transportasi dan peralatan lainnya. 57. Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi antara lain tanah, bangunan, ruang kantor. 58. Fasilitasi Sarana dan Prasarana adalah bentuk dukungan Pemerintah kepada KPHP berupa sarana dan prasarana. 59. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan teratur, hasilnya digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan perencanaan selanjutnya. 60. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian kegiatan. 61. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 62. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
I-21
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB II DESKRIPSI KAWASAN A. Risalah Wilayah KPH 1.
Letak dan Luas Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kehutanan
Nomor
:
SK.
967/Menhut-II/2013 tanggal 27 Desember 2013, telah ditetapkan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Toili Baturube (Unit XIX) yang terletak di Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah seluas ± 276.636 (dua ratus tujuh puluh enam ribu enam ratus tiga puluh enam) hektar. Sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 635/MenhutII/2013 tanggal 24 September 2013, telah ditetapkan Perubahan Peruntukkan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan seluas ± 94.759 (Sembilan Puluh Empat Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Sembilan) hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas ± 8.409 (Delapan Ribu Empat Ratus Sembilan) hektar dan Penunjukan bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan seluas ± 91 (sembilan puluh satu) hektar di Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan hasil kompilasi antara peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 967/Menhut-II/2013 tanggal 27 Desember 2013 dengan peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 635/Menhut-II/2013, di dalam wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat kawasan hutan yang telah berubah fungsinya menjadi bukan kawasan hutan (APL) seluas ± 17.444 Ha, sehingga wilayah KPHP Model
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-1
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Toili Baturube (Unit XIX) yang semula seluas ± 276.636 Ha berkurang menjadi seluas ± 259.192 Ha. Berdasarkan koordinat geografis, KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terletak pada kedudukan geografis : 121° 35’ 0,00” s.d 122° 50’ 0,00” BT dan 0° 55’ 0,00” s/d 1° 45’ 0,00” LS. Sedangkan sesuai pembagian wilayah administratif pemerintahan, KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berada dalam wilayah Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah. Rincian fungsi kawasan hutan wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) diuraikan sebagaimana Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Fungsi Kawasan Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Fungsi Hutan
1 2 3
Hutan Lindung (HL) Hutan Produksi Terbatas (HPT) Hutan Produksi (HP) Jumlah
Luas Sesuai Kepmenhut No. : SK. 967/Menhut-II/2013 (Ha) 126.447 94.800 55.389 276.676
Luas Sesuai Hasil Kompilasi dengan Kepmenhut No. SK.635/Menhut-II/2013 (Ha) 126.457 88.242 44.493 259.192
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014
Gambaran spasial fungsi kawasan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX0 sesuai hasil kompilasi antara peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 967/Menhut-II/2013 tanggal 27 Desember 2013 dengan peta lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 635/Menhut-II/2013 tersaji pada peta terlampir. 2.
Aksesibilitas Kawasan Lokasi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang memanjang dari
Kota Luwuk Kabupaten Banggai di bagian Timur sampai dengan Ibu Kota
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-2
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara di bagian Barat, melintasi sebanyak sepuluh kecamatan dengan aktivitas penduduk yang tinggi di sektor pertanian. Lokasi KPH di bagian Utara berbatasan dengan empat desa (Bulan Jaya, Wanasari, Girimulya dan Uematopa) Kecamatan Ampana Tete dan Ulubongka Kabupaten Tojo Una Una. Di bagian Tengah lokasi KPH terdapat sebanyak enam desa (Salubiro, Lemowalia, Sea, Winangabino, Lijo dan Rompi). Lokasi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dapat ditempuh melalui jalur darat dan jalur laut. Wilayah KPH yang terdekat dengan ibu kota Kabupaten Banggai (Kota Luwuk) adalah Desa/Kelurahan Hanga-hanga dan Bubung Kecamatan Luwuk Selatan, serta Desa Koyoan dan Nambolempek Kecamatan Nambo di bagian Timur. Lokasi desa yang terjauh adalah Desa Tirongan Atas Kecamatan Bungku Utara (di bagian Barat) apabila ditempuh dari Kota Luwuk memerlukan waktu 9 jam. Wilayah KPH dapat juga ditempuh melalui jalur laut dari ibu kota Kabupaten Morowali Utara (Kolonodale) dengan waktu tempuh 8 jam menggunakan kapal ferry menuju Ibu Kota Kecamatan Bungku Utara (Baturube). Dari arah Utara yaitu ibu kota Kabupaten Tojo Una Una (Ampana) dapat ditempuh melalui jalur darat menuju Desa Bulan Jaya, Wanasari, dan Dataran Bulan, Kecamatan Ampana Tete. Selanjutnya untuk menuju lokasi KPH di kawasan permukiman masyarakat adat suku Wana Taa (Desa Lijo) serta desa sekitarnya yaitu Desa Winangabino, Sea, Rompi, Salubiro, dan Lemowalia, dapat ditempuh melalui jalan darat dari Desa
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pandauke dan Desa Lemo menggunakan kendaraan roda dua dengan waktu tempuh 2 jam. Keberadaan permukiman dengan aktivitas penduduk yang tinggi di sektor pertanian di sekitar wilayah KPH, secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh bagi eksistensi potensi kawasan hutan di wilayah KPH. Eks. jalan HPH yang terhubung dengan lokasi permukiman penduduk dan jalan raya, memberikan akses bagi penduduk yang akan mengambil hasil hutan serta bercocok tanam di kawasan hutan. Berdasarkan hasil analisis spasial kondisi aksesibilitas kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), diidentifikasi tiga kategori kelas akses, yaitu (1) aksesibilitas tinggi dengan potensi hutan rendah; (2) aksesibilitas sedang dengan potensi hutan sedang; (3) aksesibilitas rendah dengan potensi hutan tinggi. -
Kondisi lokasi KPH yang memiliki aksesibilitas tinggi dengan potensi hutan rendah, umumnya dijumpai pada lokasi KPH yang berbatasan langsung dengan lahan pertanian penduduk dan keberadaan jalan yang melintas di wilayah KPH. Lahan-lahan KPH umumnya dimanfaatkan sebagai lahan usaha tani lahan kering seperti bercocok tanaman tahunan dan palawija. Tidak sedikit pula lahan telah diolah secara intensif.
-
Kondisi lokasi KPH yang memiliki aksesibilitas sedang dengan potensi hutan sedang, umumnya dijumpai pada lokasi KPH yang berjauhan dengan lokasi permukiman dan jalan raya. Lahan-lahan KPH umumnya merupakan lahan perladangan berpindah yang tidak luas.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-4
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
-
Kondisi lokasi KPH yang memiliki aksesibilitas rendah dengan potensi hutan tinggi, umumnya dijumpai pada lokasi KPH yang berjauhan dengan lokasi permukiman dan jalan raya. Lahan-lahan KPH umumnya masih berhutan dengan pemanfaatan hasil hutan berupa getah damar, madu hutan, buah/biji, dan rotan. Keberadaan eks. jalan logging di wilayah kerja IUPHHK-HA PT.
Bina Balantak Raya dan PT. Palopo Timber Company tidak sedikit pula dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk melakukan aktivitas illegal di dalam kawasan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Selain itu keberadaan jalan lintas di kawasan hutan lindung dan hutan produksi di desa Pandauke-Winangabino, menjadikan wilayah tersebut rawan perambahan hutan. Berdasarkan hasil analisis
penyebaran
potensi
kawasan
dan
aksesibilitas sebagaimana peta terlampir, diketahui titik lokasi dengan tingkat aksesibilitasnya seperti Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2
Tingkat Aksesibilitas Kawasan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
Lokasi Akses (Kecamatan/Desa) 1 2 KABUPATEN BANGGAI 1. Kecamatan Luwuk Selatan Hanga-hanga 2. Kecamatan Nambo Koyoan, Nambo Lempek 3. Kecamatan Kintom Solan-Babang Buyangge 4. Kecamatan Batui Ondoondolu, Ondoondolu I 5. Kecamatan Batui Selatan Sukamaju, Sukamaju I 6. Kecamatan Moilong Toili No.
Fungsi Hutan
Jenis Kegiatan
Tingkat Akses
3
4
5
HL
Pertanian lahan kering
Tinggi
HPT
HKm dan HTR
Tinggi
HPT
Pertanian lahan kering
Tinggi
HPT
Pertanian lahan kering
Sedang
HPT
Pertanian lahan kering
Sedang
HPT
Pertanian lahan kering
Sedang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-5
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1 7.
2 Kecamatan Toili Toili Piondo-Bukitjaya Tohitisari-Topo
3
4
5
HPT HP*)
Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering PermukimanPertanian
Rendah Tinggi
Mangrove
Tinggi
8.
Kecamatan Toili Barat Uwelolu-Makapa-BukitmakartiPasirlamba Gunung keramat-Lembah keramat Rata-Mentawa-KamiwangiDongin-Pandansari KABUPATEN MOROWALI UTARA 1 Kecamatan Mamosalato Tambale-Pandauke-TansumpuTanakuraya-Girimulyo-MomoKolo atas-Kolo bawah-BobaPombero Lijo-Sea-Rompi-SalubiroWinangabino 2 Kecamatan Bungku Utara Kolo atas, Uemasi, Tirongan atas, Lemo-Lemowalia. KABUPATEN TOJO UNA UNA 1 Kecamatan Ampana Tete Wanasari-Bulan jaya-Girimulya 2 Kecamatan Ulubongka Uematopa
HP*) HP*) Mangrove
Pertanian Lahan Kering Sawah, Perkebunan Permukimanpertanian
Tinggi Tinggi Tinggi
HP
Pertanian lahan kering
Sedang
HP-HPT-HL
Pertanian lahan kering
Sedang-Tinggi
HP-HPT-HL
Pertanian lahan kering, Perkebunan
Sedang-Tinggi
HL
Pertanian lahan kering
Rendah-sedang
HL/HPT
Pertanian lahan kering
Rendah-sedang
Keterangan: *) Wilayah Kerja HTI PT. Berkat Hutan Pusaka. Sumber: Hasil Survei Tim BPKH, 2014 dan Peta Penggunaan Lahan BPKH Wilayah XVI Palu Tahun 2014
3.
Batas-batas KPH KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) (Unit XIX), memiliki batas-
batas wilayah : -
Sebelah Utara berbatasan dengan KPHP Unit XVII Kabupaten Tojo Una Una dan KPHP Unit XVIII Kabupaten Banggai.
-
Sebelah Timur berbatasan dengan KPHP Unit XVIII dan Kota Luwuk.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan APL di Kecamatan Luwuk, Kintom, Batui, Batui Selatan, Moilong, Toili dan Toili Barat serta SM. Bakiriang di Kabupaten Banggai dan APL di Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-6
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
-
Sebelah Barat berbatasan dengan CA. Morowali dan APL di Kabupaten Morowali Utara.
4.
Sejarah Wilayah KPH Sejarah Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Provinsi
Sulawesi Tengah dapat diuraikan sebagai berikut : a.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 757/Kpts-II/1999 tanggal 23 September 1999, telah ditunjuk Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Sulawesi Tengah seluas 4.394.932 Ha atau sekitar 64,6 % dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, dengan rincian : -
Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam (darat dan perairan) seluas 676.248 Ha
b.
-
Hutan Lindung seluas 1.489.923 Ha
-
Hutan Produksi Terbatas seluas 1.476.316 Ha
-
Hutan Produksi seluas 500.589 Ha
-
Hutan Produksi yang dapat Dikonversi seluas 251.856 Ha
Mempedomani Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/MenhutII/2009, Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dengan memperhatikan
pertimbangan
teknis
Bupati/Walikota
se-Provinsi
Sulawesi Tengah telah menyampaikan Rancang Bangun KPHL dan KPHP
kepada
Gubernur
Sulawesi
Tengah
untuk
memperoleh
persetujuan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-7
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
c.
Berdasarkan Rancang Bangun KPHL dan KPHP yang telah disepakati di daerah,
Gubernur Sulawesi Tengah telah menyampaikan Rancang
Bangun KPHL dan KPHP tersebut kepada Menteri Kehutanan untuk memperoleh arahan pencadangan KPHL dan KPHP. d.
Berdasarkan hasil penyempurnaan Arahan Pencadangan KPHL dan KPHP,
Gubernur
Sulawesi
Tengah
melalui
surat
Nomor
:
522/53/DISHUTDA tanggal 18 Januari 2010 telah menyampaikan Usulan Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) di Provinsi Sulawesi Tengah kepada Menteri Kehutanan. e.
Berdasarkan Usulan Gubernur Sulawesi Tengah, maka sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 79/MENHUT-II/2010 tanggal 10 Februari 2010, telah ditetapkan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 21 Unit KPH dengan luas ± 3.199.086,00 Ha yang terdiri dari :
f.
-
KPHL sebanyak 5 Unit dengan luas ± 717.427 Ha
-
KPHP sebanyak 16 Unit dengan luas ± 2.481.659 Ha.
Dari 21 Unit KPHL dan KPHP yang telah ditetapkan Menteri Kehutanan di Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah tersebut, salah satunya adalah Wilayah KPHP Toili Baturube (Unit XIX) seluas 280.293 Ha, yang merupakan KPH lintas Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah, terdiri dari : -
Hutan Lindung (HL) seluas 134.699 Ha
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-8
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
g.
-
Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 89.539 Ha
-
Hutan Produksi (HP) seluas 56.055 Ha
Berdasarkan hasil analisis spasial peta dalam rangka penyelarasan peta RKTN/RKTP, RTRWP, Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Tengah dan Peta Penetapan Wilayah KPHL dan KPHP di Provinsi Sulawesi Tengah serta untuk mendukung operasionalisasi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), maka dengan mempedomani Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.41/Menhut-IV/2011 tentang Standarisasi Fasilitasi Sarana dan Prasarana KPHL Model dan KPHP Model, Gubernur Sulawesi Tengah melalui surat Nomor : 522/117/DISHUTDA tanggal 13 Maret 2013 mengusulkan kepada Menteri Kehutanan untuk dapat menetapkan KPHP Toili Baturube (Unit XIX) sebagai KPHP Model dengan luas ± 276.228,63 Ha yang terdiri dari : -
Hutan Konservasi seluas ± 1.532,50 Ha
-
Hutan Lindung seluas ± 123.668,77 Ha
-
Hutan Produksi Terbatas seluas ± 95.239,17 Ha
-
Hutan Produksi seluas ± 55.788,19 Ha.
Perubahan luasan areal yang diusulkan Gubernur Sulawesi Tengah untuk ditetapkan menjadi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dengan luasan areal KPHP Toili Baturube (Unit XIX) yang telah ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.79/MENHUT-II/2010 terjadi disebabkan sesuai hasil analisis ulang terdapat penyesuaian luas berdasarkan fungsi hutan dan adanya pengurangan berupa APL dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-9
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kawasan hutan yang telah dilepaskan untuk lokasi perkebunan seluas 4.064,37 Ha. Apabila dicermati dari areal KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai KPHP Model seluas ± 276.228,63 Ha masih terdapat areal seluas ± 1.532,50 Ha yang mempunyai fungsi hutan konservasi yang harus dikeluarkan, sehingga wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang efektif untuk dikelola adalah seluas ± 274.696,13 Ha. h.
Berdasarkan usulan Gubernur Sulawesi Tengah tersebut, maka sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.967/Menhut-II/2013 tanggal 27 Desember 2013, wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) telah memperoleh penetapan sebagai KPHP Model yang terletak di Kabupaten Banggai, Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah seluas ± 276.636 Ha yang terdiri dari Hutan Lindung (HL) seluas 126.447 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 94.800 Ha dan Hutan Produksi (HP) seluas 55.389 Ha.
i.
Mempedomani Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 635/MenhutII/2013 tanggal 24 September 2013, telah ditetapkan perubahan peruntukkan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas ± 94.759 Ha, perubahan fungsi kawasan hutan seluas ± 8.409 Ha dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas ± 91 Ha di Provinsi Sulawesi Tengah.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-10
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
j.
Berdasarkan hasil kompilasi/sinkronisasi antara lampiran peta penetapan KPHP Model Toili Baturube
(Unit XIX) dengan peta lampiran
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 635/Menhut-II/2013, di dalam wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat kawasan hutan yang telah berubah fungsinya menjadi bukan kawasan hutan (APL) seluas ± 17.444 Ha, sehingga wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) menjadi ± 259.192 Ha, terdiri dari Hutan Lindung (HL) seluas 126.457 Ha (48,79%), Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 88.242 Ha (34,05%) dan Hutan Produksi (HP) seluas 44.493 Ha (17,17%). k.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 45 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 05 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis pada Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, telah ditetapkan Organisasi UPT. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Toili Baturube yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, yang terdiri atas ; Kepala KPH, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Perencanaan KPH, Kepala Seksi Pengelolaan KPH, Resort KPH dan Kelompok Jabatan Fungsional.
l.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor: 821.24/256/BKD-G.ST/2013 tanggal 30 Desember 2013 dan Nomor: 821.24/257/BKD-G.ST/2013 tanggal 30 Desember 2013, telah dilakukan pengisian pejabat struktural pada UPT. KPHP Model Toili Baturube,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-11
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
yang telah diikuti dengan pengisian beberapa staf pendukung administrasi dan teknis. m. Sejak Januari 2014, UPT KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) melalui APBD Provinsi Sulawesi Tengah telah melakukan beberapa aktivitasnya.
Beberapa
kegiatan
yang
dilakukan
diantaranya
:
Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RPRHL) Periode tahun 2014-2018; Penyusunan Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTnRHL) Tahun 2015; serta Penyusunan Rancangan Kegiatan RHL (RKRHL) Tahun 2014 dan Tahun 2015 masing-masing seluas 100 ha dan 283 ha. Dokumen kegiatan tersebut telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang. Khusus untuk kegiatan RPRHL telah dinilai oleh Kepala BPDAS Palu Poso dan disahkan oleh Gubernur Sulawesi Tengah. n.
Selain itu, pada tahun 2014 KPHP Model Toili Baturube memperoleh fasilitasi dari Kementerian Kehutanan melalui BPKH Wilayah XVI Palu berupa ; fasilitasi pembangunan Kantor KPH di Desa Sidomakmur Kecamatan Moilong Kabupaten Banggai, fasilitas peralatan perkantoran, kendaraan operasional dan sarana prasarana kerja lainnya serta fasilitasi penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPH.
5.
Pembagian Blok Wilayah KPH Pembagian blok wilayah KPH merupakan bagian dari kegiatan tata
hutan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor : P.5/VII-WP3H/2012, yang menyebutkan bahwa tata Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-12
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Berdasarkan batasan tersebut, kegiatan tata hutan di KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdiri atas : (a). inventarisasi hutan; (b). pembagian blok dan petak; (c). tata batas dalam wilayah KPH berupa penataan batas blok dan petak; dan (d). pemetaan. Hasil kegiatan tata hutan disusun dalam bentuk buku dan peta tata hutan. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh KPH melalui fasilitasi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XVI Palu..
Sesuai hasil tata hutan KPHP Model Toili
Baturube (Unit XIX) tahun 2014 dengan luas wilayah ± 259.192 ha, dialokasikan sebanyak enam blok pengelolaan hutan, yaitu (1) blok inti di kawasan hutan lindung, (2) blok pemanfaatan di kawasan hutan lindung, (3) blok perlindungan di kawasan hutan produksi, (4) blok pemanfaatan HHKHA di kawasan hutan produksi, (5) blok pemanfaatan HHK-HT di kawasan hutan produksi, dan (6) blok pemberdayaan masyarakat di kawasan hutan produksi. Deskripsi luasan masing-masing blok disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Pembagian Blok di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Nama Blok
1 2 3 4 5 6
HL- Inti HL- Pemanfaatan HP- Perlindungan HP- Pemanfaatan HHK HA HP- Pemanfaatan HHK HT HP- Pemberdayaan Masyarakat Jumlah
Jumlah Petak 573 490 72 2.032 527 131 3.825
Luas (Ha)
Persentase (%)
67.488 58.969 3.571 97.903 24.856 6.405 259.192
26,04 22,75 1,38 37,77 9,59 2,47 100,00
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-13
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Berdasarkan Tabel 2.3 dapat dijelaskan bahwa hutan lindung di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) didominasi oleh Blok Inti yaitu seluas ± 67.488 ha, sedangkan pada hutan produksi didominasi oleh Blok Pemanfaatan HHK-HA yaitu seluas ± 97.903 ha. Blok pengelolaan didominasi oleh Blok Pemanfaatan HHK-HA dan HHK-HT disebabkan adanya IUPHHK-HA PT. Bina Balantak Raya dan PT. Palopo Timber Company serta IUPHHK-HTI PT. Berkat Hutan Pusaka dan PT. Wana Rindang Lestari. Selain itu terdapat IUPHHK-HTR dan IUPHHK-HKm. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan dan sosial budaya masyarakat diperoleh informasi tentang keberadaan suku wana, namun sulit dipetakan karena masyarakat suku wana memiliki kebiasaan hidup berpindah-pindah tempat mengikuti aliran sungai, oleh karena itu tidak ada blok khusus. Selain itu, diperoleh informasi juga tentang potensi air terjun di Hanga-hanga dimana saat ini sudah dimanfaatkan untuk PDAM yang berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata. Hulu sungai air terjun tersebut berada di kawasan hutan lindung sehingga diarahkan menjadi Blok Pemanfaatan. Tabel 2.4 Pembagian Blok Pengelolaan Per-Kelompok Hutan dan Per-Fungsi Hutan Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No. 1 A. 1 1 2 3 B. 1 2
Blok Pengelolaan (Per-Kelompok Hutan dan Per-Fungsi Hutan) 2 KH. BATUI Hutan Lindung (HL) HL-Blok Pemanfaatan Hutan Produksi (HP) HP-Blok Perlindungan HP-Blok Pemanfaatan HHK-HA HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT KH. MOROWALI Hutan Lindung (HL) HL-Blok Inti HL-Blok Pemanfaatan
Luas (Ha)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
3 23.256 1.276 1.276 21.980 168 9.059 12.753 93.782 48.305 15.319 32.986
Persentase (%) 4 8,97 0,49 0,49 8,48 0,06 3,50 4,92 36,18 18,64 5,91 12,73 II-14
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1 1 2 3 1 2 3 4 C. 1 2 D. 1 2 1 2 3 4 E. 1 2 F. 1
2 Hutan Produksi Terbatas (HPT) HP-Blok Perlindungan HP-Blok Pemanfaatan HHK-HA HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT Hutan Produksi (HP) HP-Blok Perlindungan HP-Blok Pemanfaatan HHK-HA HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT HP-Blok Pemberdayaan KH. GUNUNG LUMUT Hutan Lindung (HL) HL-Blok Inti HL-Blok Pemanfaatan KH. KINTOM Hutan Lindung (HL) HL-Blok Inti HL-Blok Pemanfaatan Hutan Produksi Terbatas (HPT) HP-Blok Perlindungan HP-Blok Pemanfaatan HHK-HA HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT HP-Blok Pemberdayaan KH. PAGIMANA Hutan Lindung (HL) HL-Blok Inti HL-Blok Pemanfaatan KH. ULUBONGKA Hutan Lindung (HL) HL-Blok Pemanfaatan JUMLAH (A S/D F)
3 22.964 1.244 18.852 2.868 22.513 281 10.904 6.982 4.346 39.701 39.701 23.432 16.269 83.379 18.101 13.227 4.874 65.278 1.878 59.088 2.253 2.059 16.749 16.749 15.510 1.239 2.325 2.325 2.325 259.192
4 8,86 0,48 7,27 1,11 8,69 0,11 4,21 2,69 1,68 15,32 15,32 9,04 6,28 32,17 6,98 5,10 1,88 25,19 0,72 22,80 0,87 0,79 6,46 6,46 5,98 0,48 0,90 0,90 0,90 100,00
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014
Deskripsi Blok 1) Kelompok Hutan Batui Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang termasuk dalam wilayah Kelompok Hutan Batui adalah seluas ± 23.256 ha atau 8,97% dari total luas wilayah KPH. Gambaran blok pengelolaan dalam wilayah kelompok hutan ini adalah : a.
Blok HL Pemanfaatan -
Arahan pada RKTN adalah hutan alam dan usaha skala kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-15
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam
b. Blok HP Perlindungan
c.
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil dan APL
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam
Blok HP Pemanfaatan HHK-HA -
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d sedang
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan datar s/d agak curam.
d. Blok HP Pemanfaatan HHK-HT -
Terdapat IUPHHK-HT a.n PT. Berkat Hutan Pusaka
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil, konservasi dan APL
-
Kondisi penutupan lahan adalah non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d sedang
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan datar s/d agak curam.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-16
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
2) Kelompok Hutan Morowali Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang termasuk dalam wilayah Kelompok Hutan Morowali adalah seluas ± 93.782 ha atau 36,18% dari total luas wilayah KPH. Gambaran blok pengelolaan dalam wilayah kelompok hutan ini adalah : a.
b.
c.
Blok HL Inti
-
Arahan pada RKTN adalah masuk hutan alam
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah
-
Memiliki kelerengan datar s/d sangat curam.
Blok HL Pemanfaatan
-
Arahan pada RKTN adalah hutan alam dan usaha skala kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam.
Blok HP Perlindungan
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil dan APL
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-17
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
d.
e.
Blok HP Pemanfaatan HHK-HA
-
Terdapat IUPHHK-HA a.n PT. Bina Balantak Raya
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d sedang
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan datar s/d agak curam.
Blok HP Pemanfaatan HHK-HT
-
Terdapat IUPHHK-HT a.n PT. Wana Rindang Lestari
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil, konservasi dan APL
f.
-
Kondisi penutupan lahan adalah non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d sedang
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan datar s/d agak curam.
Blok HP Pemberdayaan Masyarakat
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil dan APL
-
Kondisi penutupan lahan adalah non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d sedang
-
Perambahan oleh masyarakat sangat tinggi
-
Memiliki aksesibilitas sedang s/d tinggi
-
Dekat dengan pemukiman
-
Memiliki kelerengan datar s/d agak curam
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-18
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
3) Kelompok Hutan Gunung Lumut Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang termasuk dalam wilayah Kelompok Hutan Gunung Lumut adalah seluas ± 39.701 ha atau 15,32% dari total luas wilayah KPH. Gambaran blok pengelolaan dalam wilayah kelompok hutan ini adalah: a.
b.
Blok HL Inti
-
Arahan pada RKTN adalah masuk hutan alam
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah
-
Memiliki kelerengan datar s/d sangat curam.
Blok HL Pemanfaatan
-
Arahan pada RKTN adalah hutan alam dan usaha skala kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam
4) Kelompok Hutan Kintom Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang termasuk dalam wilayah Kelompok Hutan Kintom adalah seluas ± 83.379 ha atau 32,17% dari total luas wilayah KPH. Gambaran blok pengelolaan dalam wilayah kelompok hutan ini adalah : a.
Blok HL Inti
-
Arahan pada RKTN adalah masuk hutan alam
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-19
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
b.
c.
d.
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah
-
Memiliki kelerengan datar s/d sangat curam
Blok HL Pemanfaatan
-
Arahan pada RKTN adalah hutan alam dan usaha skala kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam.
Blok HP Perlindungan
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil dan APL
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam.
Blok HP Pemanfaatan HHK-HA
-
Terdapat IUPHHK-HA a.n PT. Bina Balantak Raya dan PT. Palopo Timber Company
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d sedang
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan datar s/d agak curam.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-20
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
e.
Blok HP Pemanfaatan HHK-HT
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil, konservasi dan APL
f.
-
Kondisi penutupan lahan adalah non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d sedang
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan datar s/d agak curam
Blok HP Pemberdayaan Masyarakat
-
Terdapat Pencadangan HTR dan HKm
-
Arahan pada RKTN adalah arahan usaha skala besar/kecil dan APL
-
Kondisi penutupan lahan adalah non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d sedang
-
Perambahan oleh masyarakat sangat tinggi
-
Memiliki aksesibilitas sedang s/d tinggi
-
Dekat dengan pemukiman
-
Memiliki kelerengan datar s/d agak curam
5) Kelompok Hutan Pagimana Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang termasuk dalam wilayah Kelompok Hutan Pagimana adalah seluas ± 16.749 ha atau 6,46% dari total luas wilayah KPH. Gambaran blok pengelolaan dalam wilayah kelompok hutan ini adalah : a.
Blok HL Inti
-
Arahan pada RKTN adalah masuk hutan alam
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-21
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
b.
-
Potensi tegakan termasuk kategori tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah
-
Memiliki kelerengan datar s/d sangat curam.
Blok HL Pemanfaatan
-
Terdapat air terjun Hanga-hanga
-
Arahan pada RKTN adalah hutan alam dan usaha skala kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam.
6) Kelompok Hutan Ulubongka Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang termasuk dalam wilayah Kelompok Hutan Ulubongka adalah seluas ± 2.325 ha atau 0,90% dari total luas wilayah KPH. Blok pengelolaan dalam wilayah kelompok hutan ini seluruhnya merupakan Blok HL Pemanfaatan, dengan deskripsi : -
Arahan pada RKTN adalah hutan alam dan usaha skala kecil
-
Kondisi penutupan lahan adalah berhutan dan non hutan
-
Potensi tegakan termasuk kategori rendah s/d tinggi
-
Memiliki aksesibilitas rendah s/d sedang
-
Memiliki kelerengan yang bervariasi dari datar s/d agak curam.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-22
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Wilayah Tertentu Berdasarkan analisis SIG bahwa wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berada di Kelompok Hutan Morowali, Gunung Lumut, Kintom, Pagimana, Batui dan Ulubongka yaitu seluas ± 105.481 ha. Jumlah petak wilayah tertentu tersebut adalah 1.547 petak yang mencakup Blok HL Pemanfaatan, HP Pemanfaatan HHK-HA dan HP Pemanfaatan HHK-HT. Sebagian wilayah tertentu pada Blok HL Pemanfaatan berada di dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (PIPPIB) Revisi VI. Deskripsi wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) secara detail disajikan pada Tabel 2.5 di bawah ini. Tabel 2.5. Wilayah Tertentu di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No
Fungsi Kawasan
1
Hutan Lindung
2
Hutan Produksi Terbatas
HL Blok Pemanfaatan
HP Blok Pemanfaatan HHK HA HP Blok Pemanfaatan HHK HT HP Blok Pemanfaatan HHK HA
3
Nama Kawasan/ Kelompok Hutan
Nama Blok
Hutan Produksi HP Blok Pemanfaatan HHK HT
KH Batui KH Morowali KH GN Lumut KH Pagimana KH Ulubongka KH Morowali KH Kintom KH Morowali KH Kintom KH Batui KH Morowali KH Batui KH Morowali
Jumlah
Luas (Ha) 1.276 31.967 16.269 1.239 2.325 2.731 22.879 1.877 2.253 8.684 10.622 1.118 2.241 105.481
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014
Untuk lebih jelasnya, wilayah tertentu di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) tersaji pada peta terlampir.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-23
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
B. Potensi Wilayah KPH 1. Iklim Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dipengaruhi oleh dua musim yang tetap yakni musim Barat dan musim Timur dengan iklim tropis. Dari hasil analisis Peta Curah Hujan RTkRHL BPDAS Palu Poso Tahun 2009, curah hujan rata-rata tahunan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berkisar 1.200 – 2.800 mm/tahun, dominan berkisar 1.800 - 2.200 mm/tahun. Gambaran spasial kondisi iklim di wilayah KPHP Model Toili Baturube sebagaimana tersaji pada peta terlampir. Dari data BPS Kabupaten Banggai tahun 2013, curah hujan bulanan selama 5 tahun (2009-2013) berkisar 55,56 mm – 179,16 mm. Curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Juli dan terendah jatuh pada bulan Oktober. Bulanbulan dengan curah hujan tinggi (91,86-179,16 mm) dari Desember sampai Agustus, dan curah hujan rendah (55,56-63,38 mm/bln) dari September sampai Nopember. Curah hujan rata-rata tahunan selama lima tahun (20092013) sebesar 1.263 mm/thn dengan jumlah bulan kering 1 bulan dan bulan basah 7 bulan atau nilai Q = 14,29. Dengan demikian type iklim menurut Schmith dan Ferguson adalah type A. Grafik Curah Hujan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode 2009-2013 tersaji pada gambar 2.1 di bawah ini.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-24
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang ((RPHJP)
1,600
1,460
1,498 1,412
1,400
mm/thn
1,200 933
1,000
1,013
800 600 CH (mm/thn)
400 200 2009
2010 2011 Tahun
2012
2013
Gambar 2.1 Curah Hujan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode 2009-2013 2009 (Stasiun Metereologi Geofisika Bubung)
Suhu uhu udara rata rata-rata dalam lima tahun terakhir (2009-2013) 2013) berkisar 27,40-28,20°C. 28,20°C. Suhu terendah bulan Juli 26,260C dan tertinggi bulan Nopember 28,74°C. Kelembaban K udara pada kisaran 72% - 81%. Kecepatan angin berada pada kisaran 4-6 4 knot. Tahun 2009 curah hujan rata-rata rata rata yang tercatat di Stasiun Beteleme terendah berkisar 2.280 mm, dan tertinggi 3.513 mm. Berdasarkan klasifikasi Schmidt-Fergusson,, wilayah Kabupaten Morowali Utara tergolong iklim A atau sangat basah dengan suhu udara rata rata-rata bulanan berkisar antara 25,80o C sampai 28,40 oC. 2.
Tanah dan Geologi Uraian tanah dan geologi pada bagian ini dijelaskan dalam arti luas
yang mencakup jenis tanah, geologi, dan geomorfologi.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-25
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
a.
Jenis Tanah Tanah-tanah di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
diklasifikasikan berdasarkan sistem soil taksonomi (Soil Survei Staff USDA, 1999). Klasifikasi dibuat pada kategori great-group. Pengklasifikasian ini didasarkan atas data laboratorium dan sifat-sifat morfologi tanah dan petapeta yang telah dibuat sebelumnya. Di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) ditemukan dua order utama tanah diantaranya adalah Entisols (Hydraquents), dan Inceptisols (Endoaquepts, Haplusteps). Ordo Entisols menempati wilayah dataran dan lembah dengan variasi sifat-sifat kimia tanah yang cukup beragam, sedangkan Inceptisols penyebarannya cukup luas dengan variasi sifat-sifat tanah yang relatif kecil. Ordo Entisols
dengan great group
Hydroquents umumnya
berbahan induk aluvium dataran pasang surut, dengan relif datar. Demikian juga Ordo Inceptisols dengan great group Endoaqueps, bahan induknya aluvium, dataran aluvial, dengan relif datar. Jenis tanah di daerah perbukitan dan pegunungan dari bagian tengah sampai hulu wilayah DAS di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) umumnya didominasi jenis-jenis tanah latosol dan mediteran merah kuning serta podsolik merah kuning dan brown forest soils. Inceptisols adalah jenis tanah yang belum matang (immature) yang mempunyai horizon kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dan batas bawahnya pada kedalaman 25 cm atau lebih dari permukaan tanah mineral, atau tidak terdapat bahan sulfidik di dalam 50 cm dari permukaan tanah
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-26
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
mineral, memiliki epipedon histik, molik atau umbrik. Tanah ini tergolong masih muda, sifat tanahnya sangat bervariasi bergantung pada bahan induknya, antara lain: tekstur lebih halus dari pasir halus berlempung, sangat masam sampai netral, tergantung dari sifat bahan asal dan keadaan lingkungannya. Beberapa Inceptisol terdapat dalam keseimbangan dengan lingkungan dan tidak akan matang bila lingkungan tidak berubah. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor, Inceptisol digolongkan ke dalam jenis Aluvial, Kambisol, Regosol, dan Gleisol. Berdasarkan klasifikasi FAO/UNESCO, Inceptisol digolongkan kedalam Cambisol, Fluvisol, Litosol, Regosol dan Acrisol. Ultisol adalah tanah dengan horizon argilik atau kandik yang umumnya berkembang dari bahan induk tua dan bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman 125 cm atau lebih di bawah batas atas horizon argilik atau kandik kurang dari 35 persen. Tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut dan terjadi translokasi lempung pada bahan induk yang umumnya terdiri dari bahan yang kaya aluminium-silika dengan iklim basah. Sifat utamanya mencerminkan kondisi telah mengalami pelindian intensif, diantaranya miskin unsur N, P, dan K, sangat masam sampai masam, miskin bahan organik, lapisan bawah kaya aluminium (Al), dan peka terhadap erosi. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor, Ultisol digolongkan ke dalam jenis Latosol, dan Podsolik. Sedang berdasarkan sistem klasifikasi FAO/UNESCO, Ultisol digolongkan ke dalam Nitosol dan Acrisol.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-27
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Berdasarkan uraian di atas, jenis tanah yang mendominasi wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yaitu latosol, mediteran merah kuning dan podsolik merah kuning. Jenis tanah yang lainnya dengan hamparan tidak luas yaitu litosol, brown forest soil, rendzina, dan aluvial. Jenis tanah latosol dominan dijumpai di wilayah KPH bagian Barat, sedangkan jenis tanah mediteran merah kuning dominan dijumpai di wilayah KPH bagian Timur. Luas per-jenis tanah di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dirinci sebagaimana Tabel 2.6 di bawah ini. Tabel 2.6. Jenis Tanah di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis Tanah Aluvial, Aluvial Hidromorf, Brown Forest Soil Brown Forest Soil, Aluvial, Aluvial Brown Forest Soil, Litosol Brown Forest Soil, Mediteran Merah Kuning Latosol Mediteran Merah Kuning, Brown Forest Soil Mediteran Merah Kuning, Latosol Mediteran Merah Kuning, Rendzina Mediteran Merah Kuning, Rendzina, Mediteran Merah Kuning Mediteran Merah Kuning, Rendzina, Brown Forest Soil Podsolik Merah Kuning Podsolik Merah Kuning, Litosol Rendzina, Mediteran Merah Kuning Jumlah
Luas
Prosentase
(Ha)
(%)
716 1.295 251 7.333 113.842 9.970 28.215 22.831 48 40.980 4.183 17.230 12.298 259.192
0,28 0,50 0,10 2,83 43,92 3,85 10,89 8,81 0,02 15,81 1,61 6,65 4,74 100,00
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014
b. Geologi Berdasarkan peta Geologi Bersistem Indonesia (Lembar Batui) skala 1:250.000, struktur geologi yang mempengaruhi dan mengontrol kondisi geologi dan geomorfologi wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah jenis batuan berumur kuarter (Qa dan Ql) dan berumur tersier (Tmpb, Tems). Pada daerah pegunungan dari Barat ke Timur didominasi oleh jenis batuan Ku (ultramafic complex & mafic), Tmpk (formasi kintom), Tomp Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-28
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
(formasi poh), km (formasi matano), TrJT (formasi tolako), Jm (formasi manaka) dan Tems (formasi salodik). Di daerah lembah hingga perbukitan didominasi oleh jenis Qa (aluvial), dan Ql (reef coral), Jum (formasi nambo), dan Tmpb (formasi bongka). Jenis batuan sedimen formasi bongka (Tmpb) tersusun atas lempung pasiran, napal pasiran dan batu pasir. Jenis ini dijumpai lokasinya menyebar dengan cakupan yang tidak luas di wilayah KPH bagian Utara (LijoParambah dan Wanasari-Dataran Bulan), bagian Selatan (Nambo-KintomBatui) dan bagian Barat (Uemasi). Jenis Qa (aluvial) adalah jenis sedimen aluvium dan endapan pantai di wilayah KPH dengan hamparan tidak luas di wilayah pesisir pantai, bataran sungai dan lembah-lembah sempit di daerah perbukitan. Jenis ini menyebar dari wilayah Bungku Utara, Mamosalato, Toili sampai dengan Batui. Jenis sedimen ini berupa kerikil, pasir, lumpur dan setempat trumbu. Jenis Ql (reef coral) adalah batu gamping koral (terumbu setempat napal) yang dominan dijumpai di wilayah perbukitan Kecamatan Luwuk Selatan (Maahas dan Hanga-hanga). Jenis batuan Kompleks ultramafik (Ku) tersusun atas serpentinit, harsburgit, dunit. Formasi salodik (Tems) tersusun atas batugamping bersisipan napal. Formasi kintom (Tmpk) tersusun atas napal pasiran dan batupasir. Formasi manaka (Jn) tersusun atas konglomerat, batupasir mikaan, seprih dan lensa batubara. Formasi nambo (Jum) tersusun atas napal pasiran, napal dengan belemnit. Formasi matano (Km) tersusun atas Batugamping
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-29
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
terhablur ulang dan terdaunkan, rijang radiolaria, kalsilutit dan batusabak. Formasi tolako (TrJT) tersusun atas batugamping malih, pualam dan filit. Formasi poh (Tomp) tersusun atas napal bersisipan batugamping.Jenis aluvial (Qa) tersusun atas bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur. Jenis terumbu koral (Ql) tersusun atas terumbu koral,konglomerat dan batupasir. Selanjutnya jenis-jenis batuan penyusun formasi jenis geologi di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dijelaskan seperti berikut:
-
Serpentinit; warna hijau kehitaman, tekstur granoblastik, struktur nonfoliasi penyebaran cukup luas, asosiasi dengan bijih besi.
-
Konglomerat; merupakan batuan sedimen yang tersusun oleh berbagai ukuran material hasil rombakan batuan yang lebih tua. Deskripsi batuan; warna putih abu-abu, tekstur klastik kasar, struktur berlapis. Fragmen yang menyusun konglomerat didominasi oleh batuan beku.
-
Batupasir; memiliki ciri fisik antara lain berwarna abu-abu - agak hitam, tekstur klastik kasar, struktur berlapis. Tersebar mengikuti sebaran batuan sedimen.
-
Batulempung, mempunyai ciri fisik yang berwarna abu-abu, tekstur klastik halus, struktur berlapis. Terdapat sebagai lapisan pada batuan sedimen.
-
Napal, berwarna abu-abu terang, tekstur non klastik, struktur berlapis. Terdapat pada bagian bawah lapisan batuan sedimen, umumnya menunjukkan lingkungan pengendapan laut dalam.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-30
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
-
Endapan Alluvial: Dijumpai sebagai endapan pantai dan sungai, material penyusunnya berukuran bongkah hingga lempung. Untuk lebih jelasnya, kondisi geologi di wilayah KPHP Model Toili
Baturube (Unit XIX) tersaji pada peta terlampir. c.
Geomorfologi Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terbagi atas tiga
satuan geomorfologi seperti pada uraian berikut :
-
Satuan geomorfologi dataran dan pantai; Umumnya tersusun oleh endapan sungai (aluvial), rawa dan endapan pantai. Satuan geomorfologi ini dipengaruhi oleh erosi dan pengendapan. Terletak di bagian Selatan wilayah KPH, tepatnya di wilayah kecamatan Bungku Utara, Mamosalato dan Toili Barat. Satuan batuan yang menyusun wilayah ini didominasi oleh Qa (aluvial). Wilayah KPH yang bersinggungan dengan pantai adalah kawasan hutan lindung mangrove di wilayah Kecamatan Toili Barat.
-
Satuan
geomorfologi
perbukitan
bergelombang
sedang;
Satuan
geomorfologi ini terletak di bagian Selatan wilayah KPH, memanjang dari Timur ke Barat.
Satuan batuan yang menyusun wilayah ini
didominasi oleh batuan Ql (reef coral) di wilayah Kecamatan Luwuk Selatan, Tmpk (formasi kintom), Jum (formasi nambo) dan satuan batuan formasi Bongka (Tmpb) di wilayah Kecamatan Nambo, Kintom dan Batui. Tingkat pelapukan sedang hingga tinggi.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-31
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
-
Satuan
geomorfologi
pegunungan
bergelombang
kuat;
Satuan
geomorfologi terletak di bagian Selatan wilayah KPHP yang memanjang dari Timur ke Barat, Satuan ini dikontrol oleh struktur geologi, tersusun batuan kompleks ultramafic (Ku) dan batuan formasi Salodik (Tems). Dari peta morfologi lahan BPDAS Palu Poso Tahun 2009, diketahui wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) memiliki tiga kelas morfologi lahan berbasis DAS yaitu hulu, tengah dan hilir. Jenis morfologi lahan yang mendominasi wilayah KPH ini adalah morfologi hulu dan tengah (pegunungan dan perbukitan). Morfologi hulu dominan terdapat di kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas. 3.
Topografi dan Lereng Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) didominasi
pegunungan dan perbukitan. Adapun topografi dataran, berombak dan bergelombang hanya dijumpai pada lembah-lembah sempit diantara perbukitan dan pegunungan serta bantaran sungai di daerah hilir. Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) merupakan daerah berbukit dan bergunung terutama pada bagian tengah yang memanjang dari Timur ke Barat. Sedangkan daerah dataran rendah ditemukan pada bagian Barat wilayah KPHP yang berbatasan dengan kawasan permukiman dan pertanian di APL. Ketinggian wilayah berkisar antara 50 m – 2.200 m di atas permukaan laut. Gunung tertinggi adalah Buyu Julutumpu yang berada di hulu DAS Batui. Wilayah terendah terdapat di wilayah DAS Salato desa
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-32
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Woomparigi Kecamatan
Bungku Utara. Di kawasan hutan Mangrove
Kecamatan Toili Barat memiliki ketinggian 0-5 m.dpl. Karena sebagian besar wilayah ini merupakan pegunungan maka kemiringan lahan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), mulai kelas lereng datar sampai dengan sangat curam. Dengan demikian yang mendominasi wilayah KPH ini adalah kelas lereng landai sampai agak curam. Adapun gambaran mengenai distribusi kelas-kelas lereng di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) seperti pada peta terlampir. Berdasarkan peta kelas lereng wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) seluas 259.192 ha, diketahui 25,75% merupakan kelas lereng datar (0-<8%); 32,85% kelas lereng landai (8-<15%), 29,54% kelas lereng agak curam (15-<25%), 11,24% kelas lereng curam (25-<45%) dan 0,62% kelas lereng sangat curam (>45%). (Sumber BPKH Wil. XVI Palu, 2014). 4.
Hidrologi dan DAS Di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat tiga
DAS besar dengan wilayah cakupan >10% dari luas wilayah KPH yaitu DAS Bongka (35,39%), DAS Batui (13,42%), dan DAS Toili (10,97%). Terdapat tiga belas DAS prioritas I yaitu DAS Bongka, DAS Toili, DAS Batui, DAS Maahas, DAS Sinorang, DAS Tirongan, DAS Kolo Atas, DAS Kolo Bawah, DAS Boba, DAS Salato, DAS Dongin, DAS Mantawa dan DAS Tanasumpu. Sedangkan DAS lainnya termasuk dalam prioritas II dan III. Adapun wilayah DAS yang masuk dalam prioritas II adalah DAS Boba, DAS Pareoti, DAS Kayowa, DAS Bakung, DAS Kintom dan DAS Mendono. Wilayah DAS
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-33
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
prioritas III yaitu: DAS Nambo, DAS Buk, DAS Lambangan, DAS Damar, DAS Wine, DAS Omolu dan DAS Rata. Di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat sebanyak 37 wilayah DAS. Untuk jelasnya seperti pada Tabel 2.7. Tabel 2.7. Wilayah DAS di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No 1 1
Nama DAS 2 Bakung
Luas (Ha) 3 3.741
Prosentase (%) 4 1,44
2
Balingara
435
0,17
3
Bangketa
301
0,12
4
Batui
34.773
13,42
5
Boba
489
0,19
6
Bongka
91.730
35,39
7
Buk
332
0,13
8
Bunta
41
0,02
9
Damar
2.911
1,12
10
Dongin
9.543
3,68
11
Karya Makmur
163
0,06
12
Kayowa
4.654
1,80
13
Kintom
6.327
2,44
14
Kolo Atas
59
0,02
15
Kolo Bawah
16
Lambangan
17
Lobu
18
Maahas
19
Mantawa
20
406
0,16
1.108
0,43
275
0,11
6.507
2,51
11.239
4,34
Manyulak
84
0,03
21
Mendono
13.498
5,21
22
Nambo
1.919
0,74
23
Omolu
296
0,11
24
Pareoti
5.742
2,22
25
Rata
1.468
0,57
26
Salato
1.080
0,42
27
Sinorang
9.052
3,49
28
Soka
7.330
2,83
29
Tambale
234
0,09
30
Tanasumpu
5.183
2,00
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-34
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
31
Tangkinang
32
Tg. Lemo
33
Tirongan
3
4 1.913
0,74
13
0,01
5.948
2,29
Toili
28.434
10,97
Topo
254
0,10
6
0,00
1.704 259.192
0,66 100,00
34 35 36
Uso
37
Wine Jumlah
Sumber : Peta RTk-RHL BPDAS Palu Poso, 2009
Umumnya sungai-sungai utama di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) memiliki pola aliran dendritik dan paralel yang seluruh sungai utama dan anak sungainya mengalirkan air ke arah Selatan (Teluk Tolo dan Selat Peleng). Air sungai di wilayah KPH ini sebagian besar dimanfaatkan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan irigasi pertanian. Daerah irigasi yang tersebar di sekitar wilayah KPH ini terdiri atas irigasi teknis, irigasi setengah teknis dan irigasi sederhana. Daerah Irigasi yang ada di wilayah ini adalah Daerah Irigasi Toili dan Batui, di Kecamatan Toili dan Batui. Selanjutnya wilayah pengembangan pangan potensial untuk padi sawah di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah DAS Toili, DAS Sinorang, dan DAS Batui. Selanjutnya penyuplai air bersih melalui PDAM Luwuk adalah DAS Maahas. Sungai-sungai penyumbang banjir dan sedimentasi terbesar di wilayah KPH ini adalah Sungai Toili, Sungai Bongka, Sungai Sinorang, Sungai Batui, Sungai Dongin, dan Sungai Mantawa. Adapun DAS rawan longsor adalah DAS Kolo Atas dan Kolo Bawah. Kedua DAS ini telah mengakibatkan alam
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-35
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
longsor dan banjir yang menelan tidak sedikit jiwa manusia serta rusaknya pemukiman warga dan jalur transportasi darat tertimbun lumpur. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terus berupaya memulihkan lahan-lahan kritis di wilayah DAS melalui program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) agar bencana banjir, kekeringan dan sedimentasi pada aliran sungai dapat dikendalikan. Upaya Pemulihan Lahan Kritis di Wilayah DAS Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang pernah dilakukan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dan sekitarnya meliputi : rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) berupa kegiatan reboisasi dan pembangunan hutan rakyat (HR). Sasaran kegiatan RHL adalah lahan-lahan di kawasan hutan yang termasuk dalam kategori kelas sangat kritis, kritis dan agak kritis. Sesuai data BPDAS Palu Poso Tahun 2009, di wilayah Kecamatan Bungku Utara pernah dilaksanakan kegiatan RHL pada empat wilayah desa sasaran yiatu : Desa Lemo (reboisasi 100 ha), Desa Boba (reboisasi 150 Ha), Desa Ueruru (rehabilitasi pantai 10 ha) dan Desa Woomparigi (Hutan Rakyat 170 ha). Selanjutnya di Kecamatan Mamosalato pernah dilaksanakan kegiatan RHL berupa reboisasi 100 ha di Desa Momo dan reboisasi 200 ha di Desa Tambale. Berdasarkan hasil review peta lahan kritis pertengahan Agustus 2014 oleh BPDAS Palu Poso di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat lahan kritis seluas 18.959,43 Ha, terdiri atas ; sangat kritis (SK)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-36
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
seluas 1.122,15 Ha (5,92%), kritis (K) seluas 5.238,05 Ha (27,63%) dan agak kritis (AK) seluas 12.599,23 Ha (66,45%). Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.9/Menhut-II/2013 tentang rehabilitasi hutan dan lahan, lahan dengan kelas agak kritis menjadi sasaran prioritas II kegiatan rehabilitasi hutan, sedangkan lahan dengan kelas sangat kritis dan kelas kritis menjadi prioritas I sasaran kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Dari hasil analisis spasial peta erosi BPDAS Palu Poso Tahun 2009 diketahui penyebaran tingkat erosi ringan, sedang, berat dan sangat berat. Kelas-kelas erosi sedang-sangat berat tersebut dominan dijumpai di wilayah DAS Bongka, DAS Tirongan, DAS Mentawa, DAS Dongin, DAS Damar, dan DAS Toili, sedangkan kelas erosi ringan-sedang dijumpai di wilayah DAS Mendono. Dari hasil analisis data peta RTk-RHL DAS Palu Poso Tahun 2009 serta hasil review tahun 2014, diketahui bahwa kondisi erosi tanah di wilayah DAS KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) seluas 259.192 ha terdiri atas : Kelas erosi sangat berat (SB) seluas 553 ha (0,21%), erosi berat (B) seluas 6.598 ha (2,55%), erosi sedang (S) seluas 9.683 ha (3,74%) dan erosi ringan seluas 242.358 ha (93,51%). 5.
Penutupan Vegetasi/Lahan Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit tahun 2013 oleh BPKH
Wilayah XVI Palu, secara umum wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) didominasi oleh hutan lahan kering sekunder seluas 120.196 ha (46,37%) dan hutan lahan kering primer seluas 105.553 ha (40,72%). Selain
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-37
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
itu terdapat hutan mangrove primer seluas 15 ha (0,01%) dan hutan mangrove sekunder seluas 717 ha (0,28%). Lebih lanjut dijelaskan bahwa terdapat beberapa perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat lokal di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dengan luas seluruhnya 32.711 ha (12,62%). Hal ini diasumsikan bahwa semua penutupan lahan berupa non-hutan dan di luar tubuh air dianggap sebagai perambahan. Dalam KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) juga terdapat lahan budidaya yang dikelola oleh masyarakat setempat, seperti perkebunan dan lokasi pemukiman masyarakat. Luas kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berdasarkan kelas penutupan lahan disajikan pada Tabel 2.8. Tabel 2.8. Luas Penutupan Lahan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kelas Penutupan Vegetasi/Lahan Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Semak belukar Perkebunan Pemukiman Lahan terbuka Tubuh air Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering campur semak Sawah Jumlah
Luas (Ha)
Prosentase (%)
105.553 120.196 15 717 23.773 1.696 58 589 101 2.226 4.169 99
40,72 46,37 0,01 0,28 9,17 0,65 0,02 0,23 0,04 0,86 1,61 0,04
259.192
100,00
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014
Gambaran spasial kondisi penutupan lahan di wilayah KPHP Model Toili Baturube, tersaji pada peta terlampir. 6.
Potensi Kayu/Non Kayu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah salah satu wilayah
KPH di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki keanekaragaman hayati Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-38
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
(flora dan fauna) yang cukup tinggi. Di wilayah ini terdapat hutan pegunungan/hutan dataran tinggi, hutan dataran rendah, yang kaya jenis-jenis vegetasi berkayu dan vegetasi tak berkayu baik komersial dan non komersial. Jenis-jenis flora yang cukup dikenal masyarakat bernilai komersial tinggi di pasar Internasional maupun domestik, khususnya dari jenis kayu adalah Kayu Agatis/Damar (Agathis spp.), Meranti (Shorea spp.), Palapi (Heriteria sp.), Nyatoh (Palaqium spp.), Bintangur (Calophyllum sp.), Binuang (Octomeles sumatrana), dan lain-lain. Selanjutnya dari jenis flora berupa jenis non-kayu adalah Rotan (Calamus spp.), Bambu (Bambusa spp.), Aren (Arenga pinnata) dan jenis palma lainnya. Dari jenis flora tersebut beberapa jenis yang dikategorikan sebagai jenis tanaman multiguna seperti Agatis (penghasil kayu dan getah damar), Durian (penghasil kayu dan buah), Aren (penghasil nira, ijuk, pati, lidi, buah), dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei Sosekbud Tim BPKH wilayah XVI Palu, dilaporkan bahwa di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat potensi pemanfaatan madu alam dan getah damar di wilayah Desa Lijo, Lemowalia, Tambale. Getah damar yang dikumpulkan masyarakat dijual ke pedagang pengumpul. Potensi Tegakan Berdasarkan hasil inventarisasi hutan Tim BPKH Wilayah XVI Palu Tahun 2014, KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) memiliki potensi tegakan (dbh>20 cm) rata-rata pada kelas penutupan lahan hutan lahan kering primer adalah sebanyak 61 batang/Ha dengan volume rata-rata sebesar 96,49
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-39
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
m3/Ha. Sedangkan pada penutupan lahan hutan lahan kering sekunder adalah sebanyak 53 batang/Ha dengan volume rata-rata sebesar 74,50 m3/Ha. Berdasarkan hasil Enumerasi/Re-enumerasi di Unit KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) memiliki potensi tegakan (dbh>20 cm) dengan volume rata-rata sebesar 160,40 m3/Ha, dengan potensi tiap plot inventarisasi hutan pada hutan primer tersaji pada Tabel 2.9. Tabel 2.9.
Potensi Tegakan tiap Kelas Diameter di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) pada Hutan Primer Kelas Diameter (cm)
Fungsi Hutan/Plot
20-29
30-39
40-49
50-59
60 up
Jumlah
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
HL1
13
4,58
14
11,04
12
17,32
5
11,57
18
169,88
62
214,39
HL2
18
7,74
27
21,19
13
19,13
2
4,55
5
20,55
65
73,16
HL3
22
9,1
29
23,34
11
15,9
2
4,9
3
12,66
67
65,9
HL4
24
16,62
22
22,2
17
35,46
1
2,77
0
0
64
77,05
HL6
11
4,03
23
21,24
18
41,42
1
2,26
0
0
53
68,95
HL7
18
7,34
16
12,48
14
29,51
3
7,04
2
24,03
53
80,4
Jumlah
106
49,41
131
111,49
85
158,74
14
33,09
28
227,12
364
579,85
Rata
18
8,24
22
18,58
14
26,46
2
5,52
5
37,85
61
96,64
Sumber: Dokumen Tata Hutan BPKH Wil. XVI Palu, 2014. Keterangan: HL1-3 = Desa Bubung Kec. Luwuk Selatan Kab. Banggai (Kelompok Hutan Pagimana); HL4-7 = Desa Honbola Kec. Batui Kab. Banggai (Kelompok hutan Kintom).
Selanjutnya potensi tiap plot inventarisasi hutan pada hutan sekunder adalah sebagaimana dirinci pada Tabel 2.10. Tabel 2.10.
Potensi Tegakan tiap Kelas Diameter di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) pada Hutan Sekunder Kelas Diameter (cm)
Fungsi Hutan/Plot
20-29
30-39
40-49
50-59
60 up
Jumlah
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
N/ha
m3/ha
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
HPT7
36,0
11,6
23,7
1,0
4,0
26,2
71,00
78,72
HPT8
15,0
8,1
HP9
19,0
7,4
HL10
67,0
26,7
HL11
22,0
9,0
15,0
14,4
15,0
2,8
8,0
6,2
4,0
4,2
1,0
1,8
1,0
2,9
29,00
23,17
14,0
10,1
9,0
14,5
7,0
18,5
1,0
6,3
50,00
56,81
36,0
30,2
14,0
20,6
13,0
26,9
18,0
106,9
148,00
211,21
13,0
12,9
6,0
9,1
3,0
11,0
5,0
31,3
49,00
73,35
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-40
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
9
10
11
12
13
HL12
28,0
9,0
23,0
18,1
18,0
30,6
10,0
21,0
19,0
136,0
98,00
214,75
HPT13
6,0
1,7
4,0
2,4
-
-
1,0
1,6
-
-
11,00
5,57
HPT14
5,0
1,2
5,0
2,4
-
-
-
-
-
-
10,00
3,62
HPT15
10,0
2,4
1,0
0,9
-
-
-
-
-
-
11,00
3,24
Jumlah
208,0
77,0
119,0
97,6
66,0
102,7
36,0
83,5
48,0
309,6
477,0
670,4
23
8,56
13
10,84
7
11,41
4
9,28
5
34,40
53
74,49
Rata
3
4
5
6
7
8
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014 Keterangan: HPT/HP 7-9 = Desa Tambale Kec. Mamosalato Kab. Morut (Kelompok Hutan Morowali); HL 10-12 = Desa Uepakato Kec. Mamosalato Kab,. Moru (Kelompok Hutan Morowali); HPT 13-15 = Desa Bulan jaya Kec. Ampana tete Kab. Tojo Una Una (Kelompok hutan Gunung Lumut).
Potensi Jenis Kayu Dari hasil survei tim BPKH Wilayah XVI Palu tahun 2014 di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dilaporkan sebanyak 259 jenis vegetasi (kelompok jenis kayu). Diketahui jenis kelompok kayu-kayuan yang dominan adalah Nantu (Ediandra sp.), Kume (Palaquium quercifolium de. Vriese Burck.), Dara-dara (Eugenia sp), Bintangur (Calophyllum spp.), Meranti (Shorea spp), Kaumama Putih/Jabon Putih (Anthocephalus
cadamba). Potensi jenis kayu berdasarkan kelompok kelas kayu perdagangan dilaporkan sebanyak empat jenis dari kelompok meranti/kelas komersial satu yaitu : Damar (Agathis celebica), Meranti (Shorea spp.), Meranti merah (Shorea lepidota Bl.), Palapi (Heritiera littoralis Dryand.). Selanjutnya untuk jenis dari kelompok rimba campuran/kelas komersial dua sebanyak empat jenis yaitu : Bayur (Pterospermum spp.), Bintangur (Calophyllum spp.), Binuang (Octomeles sumatrana Miq), Jambu-jambu (Eugenia spp.). Selain itu, juga terdapat jenis kayu indah/Kelompok indah dua yaitu jenis Cempaka (Elmerillia spp.). Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-41
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Selain jenis-jenis komersial ekspor, di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) juga banyak dijumpai jenis-jenis komersial lokal, seperti : Andolia (Cananga odorata), Damar babi (Dacryodes rostirata), Dara-dara (Eugenia sp.), Jambu-jambu (Eugenia sp.), Gofasa (Vitex cofassus), Jongi (Dellinia serrata), Kaumama putih/merah (Anthocephalus marcophyllyus/
chinensis), Kamoro (Metrosideros vera), Kayu besi (Diospyros rumphii), Kayu cina (Podocarpus nerifoliun), Kesambi (Sechleisera oleosa), Kolaka (Parinari corymbosa), Koyo (Eucalyptus deglupta), Kume vuni (Manilkara spp.), Langori (Haplolobus celebicus), Lara (Metrosideros sp.), Lau (Myristica fatua var.affinis), Lero (Petrospermum celebicum), Lotu (Duabanga moluccana), Mandula (Garcinia sp.), Mangga hutan (Mangifera
foetida), Nantu (Endiandra spp.), Pangi (Pangium edule), Ponto (Myristica koordersii), Rau (Dracontamelon mangiferum), Siuri (Koordersidendron pinnatun), Sobu (Sterculia macrophylla), Tao (Pometia pinnata), Tea (Arthocarpus
tyesmanii),
Toiti
(Dysoxylum
sp.),
Ula
(Diospyros
macrophylla), Palado (Alstonia scholaris), Suren (Toona sureni), Pakanangi (Cinnamomum porrectumBlanco), Manggis hutan (Garcinia mangostana L.), Lebanu (Neonauclea celebica (Havil.) Merr.(A).), Polo (Celtis philipinensis), Kume batu (Manilkara fasculata), dan lain-lain. Dari hasil survei Tim Sosekbud BPKH wilayah XVI Palu di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) tahun 2014, dilaporkan bahwa penduduk di beberapa desa memungut juga hasil hutan kayu dengan frekuensi jarang dengan volume <2 m3 untuk keperluan sendiri. Desa-desa dimaksud
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-42
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
adalah Desa Wanasari, Sukamaju, Kolo Atas, Tanasumpu, Salubiro, Tanakuraya, Lemowalia, dan Lemo. Jenis kayu yang dimanfaatkan seperti ; Jati hutan (Vitex sp.), Kumea bakal (Manilkara sp.), Nantu (Ediandra sp.), Kayu Inggris (Eucalyptus deglupta), Laban, Cempaka (Elmerillia sp.) dan Kayu Mangrove.
Potensi di Kelompok Hutan Lindung Pagimana Di kelompok Hutan Lindung Pagimana Desa Bubung Kecamaan Luwuk Selatan terdapat jenis-jenis tumbuhan berkayu dengan potensi hutan alam. Potensi seluruh jenis diameter >60 cm sebanyak 9 btg/ha dengan volume 67,70 m3/ha; diameter 20-59 cm sebanyak 56 btg/ha dengan volume 50,12 m3/ha.
Potensi di Kelompok Hutan Lindung Kintom Di kelompok Hutan Lindung Kintom Desa Honbola Kecamaan Batui terdapat jenis-jenis tumbuhan berkayu dengan potensi hutan alam. Potensi seluruh jenis diameter >60 cm sebanyak 1 btg/ha dengan volume 8,01 m3/ha; diameter 20-59 cm sebanyak 56 btg/ha dengan volume 67,46 m3/ha.
Potensi di Kelompok Hutan Produksi Morowali Di kelompok Hutan Produksi Morowali Desa Tambale Kecamaan Mamosalato terdapat jenis-jenis tumbuhan berkayu dengan potensi hutan alam. Potensi seluruh jenis diameter >60 cm sebanyak 2 btg/ha dengan volume 11,80 m3/ha; diameter 20-59 cm sebanyak 48 btg/ha dengan volume 41,10 m3/ha.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-43
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Di kelompok Hutan Lindung Morowali Desa Uepakatu Kecamaan Mamosalato terdapat jenis-jenis tumbuhan berkayu dengan potensi hutan alam. Potensi seluruh jenis diameter >60 cm sebanyak 14 btg/ha dengan volume 91,40 m3/ha; diameter 20-59 cm sebanyak 84 btg/ha dengan volume 75,04 m3/ha.
Potensi di Kelompok Hutan Produksi Gunung Lumut Di kelompok Hutan Produksi Gunung Lumut Desa Bulanjaya Kecamaan Ampana Tete terdapat jenis-jenis tumbuhan berkayu dengan potensi hutan alam. Potensi seluruh jenis diameter >60 cm sebanyak 0 btg/ha dengan volume 0,00 m3/ha; diameter 20-59 cm sebanyak 11 btg/ha dengan volume 4,14 m3/ha. Potensi Jenis Non-Kayu Jenis-jenis hasil hutan bukan kayu dan tumbuhan bawah lainnya yang terdapat juga di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Jenis-jenis yang dinilai memiliki nilai komersial atau dapat dikomersialkan seperti Rotan Tohiti (Calamus inops), Rotan Batang (Calamus zollingerii), Ronti (Calamus
minahassae), Bambu (Bambusa spp.), Pinang hutan (Areca sp.), Aren (Arenga pinnata), Gaharu (Girinops vertigi Gilg Domke) dan lain-lain. Adapun jenis-jenis hasil hutan non-kayu di wilayah KPH (pepohonan dan tumbuhan bawah) antara lain seperti pada Tabel 2.11.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-44
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 2.11. Jenis-jenis Hasil Hutan Non-Kayu di Kawasan Hutan Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Sirih hutan Rotan nook Telang Tohiti Ronti Paku siatea Anggrek tanah Sirih-sirih Angrek bulan Pakis Aren Pandan hutan Paku pohon Rotan batang Akar kuning Bambu jalar Kembang doa Gadung Paku liti Palem Pinang hutan Bambu Gaharu Jamur Durian Melinjo Manggis hutan Duku hutan
Nama Ilmiah Piper decumanum Daemonorop robusta Clitorea ternatea Calamus inops Calamus minahassae(A) Cyathea amboinensis Spathoglotis plicata Hockeria peltata Paraphalaenopsis sp. Parkia sp. Arenga pinnata (Wurb.) Merr. Pandanus sarasinorum Warb. Cyathea amboinensis Blume Calamus zollingerii Smilax leucophylla Dinochloa barbata(A) Asplenium sp. Dioscorea penthaphylla Lygodium circinnatum (Burm) SW Palmae Areca sp Bambusa spp. Girinops vertigi (Gilg) Domke Durio zibethinus Genetum genemon Garcinia mangostana L Baccaurea spp.
Potensi
Sedang Tinggi Tinggi
Sedang Sedang
Sedang
Rendah
Rednah Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang
Keterangan BK BK K K K BK BK BK K BK K BK BK K BK BK BK K BK BK K K K BK K K K K
Keterangan: K = Komersial BK = Belum Komersial
Berdasarkan hasil inventarisasi Tim BPKH wilayah XVI Palu tahun 2014, dilaporkan hasil perhitungan indeks nilai penting jenis vegetasi yang memberikan gambaran kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Jenis vegetasi tingkat pohon (trees) didominasi jenis Nantu dengan jumlah 78 batang dan nilai INP 21,85%. Jenis vegetasi tingkat tiang (poles) didominasi jenis Dara-dara dengan jumlah 52 batang dan nilai INP 13,69%. Jenis vegetasi tingkat pancang (sapling) didominasi jenis Tapongan dengan jumlah
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-45
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
37 batang dan nilai INP 6,25%. Jenis vegetasi tingkat semai (seedling) didominasi jenis Dara-dara dengan jumlah 78 batang dan nilai INP 13,21%. Potensi permudaan alam di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) pada kawasan hutan lahan kering primer (hutan lindung) rata-rata 53 batang/ha untuk tingkat semai dan 27 batang/ha untuk tingkat pancang. Di kawasan hutan lahan kering sekunder (hutan produksi dan hutan lindung) rata-rata 69 batang/ha untuk tingkat semai dan 58 batang/ha untuk tingkat pancang. Hasil Tim inventarisasi BPKH Wilayah XVI tahun 2014 mengenai jenis-jenis vegetasi alami, tampaknya relatif sama dengan hasil zona benih tanaman hutan regional Sulawesi. Dari laporan BPTH Makassar tahun 2012, diketahui bahwa wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) termasuk dalam zona musim dataran rendah, ultrabasa dan zona batu kapur. Pada zona ultrabasa di wilayah Sulawesi Tengah (termasuk wilayah KPH Model Toili Baturube) terdapat jenis-jenis vegetasi/pepohonan seperti
Agatis celebica, Calophyllum celebicum, Garcinia celebica, Heriteria trifoliolata, Hope celebica, Kjelibergiodendron celebicum, Lithocarpus celebica, Mengifera sulavesiana, Metrosidores vera, Litsea sp, Palaquium spp, Quercus sp, Manilkara fasciculata, Castanopsis buruana, Knema laurina, Canarium asperrum, Syzygium sp, dan Aporosa symplocosifloia. Pada zona batu kapur dilaporkan jenis-jenis seperti Bischofia sp,
Eugenia sp, Podocarpus sp, Vernonia sp, Polyalthia sp, Antideama sp, Homalanthus sp, Lagerstromia sp, Ptrerospermum sp, Tectona grandis,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-46
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Nephalium sp, Lantana sp, Villebrunea sp, Eupatorium sp. Pada zona musim dataran rendah dilaporkan jenis-jenis seperti Terminalia sp, Hibiscus sp,
Alstonia sp, Vitex cofassus, Arthocarpus sp, Fiscus variegata, Dracontamelon dao, Canaga odorata, Anthocephalus cadamba, Eucalyptus sp, Pangium sp, Aleuretes moluccana, dan lain-lain. Dari hasil survei Tim Sosekbud BPKH wilayah XVI Palu di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) tahun 2014, dilaporkan bahwa penduduk di beberapa desa melakukan juga pemungutan hasil hutan non kayu dari hutan alam, seperti ; Gaharu, Madu hutan, Getah Damar, Sarang Burung Walet, Nira Aren, Buah-buahan (Durian, Melinjo, Manggis hutan, Duku hutan), Rotan (datu putih, datu teras, batang, tohiti, lambang), Kulit kayu (Dakahangi/Jalapary), Jamur, Bambu, dan tumbuhan obat (Pakanangi, Akar kuning), Maleo dan Ayam hutan. Selanjutnya di kawasan Mangrove terdapat jenis bernilai komersial seperti kepiting bakau dan beberapa jenis ikan. Penduduk di sekitar wilayah KPH yang biasa memungut hasil hutan non kayu : Untuk jenis Gaharu ada di Desa Tambale, Kolo Atas, Lijo, dan Nambolempek. Untuk jenis sarang Burung Walet di Desa Tambale, Lijo, Hanga-hanga. Untuk jenis getah Damar di Desa Wanasari, Sukamaju, Tambale, Kolo Atas, dan Lijo. Untuk jenis rotan di Desa Tambale, Lijo, dan Kolo Atas. Untuk jenis Maleo/Ayam hutan di Desa Tambale dan Kolo Atas. Untuk jenis Madu hutan di Desa Hanga-hanga dan Wanasari. Untuk jenis buah Durian dan Melinjo di Desa Ondo-Ondolu.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-47
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Memperhatikan kondisi tutupan hutan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi di wilayah KPHP Model Toili Barutube (Unit XIX) yang masih didominasi tutupan vegetasi dengan kerapatan rata-rata sedang (hasil analisis citra Landsat tahun 2013), serta mengacu pada laporan BPTH Makassar tahun 2012 (zona benih tanaman hutan regional Sulawesi), dan hasil survei tim tahun 2014, menunjukkan bahwa kawasan hutan yang ada di KPH ini masih memiliki potensi kayu dan bukan kayu yang dapat dikelola dalam skala usaha besar dan skala usaha kecil oleh KPH bersama mitranya. 7.
Keberadaan Flora dan Fauna Langka Di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat beberapa
jenis flora dan fauna langka, tergolong endemik dan dilindungi. Jenis-jenis flora endemik/langka dan dilindungi diantaranya jenis Kayu Bayur, Durian, Agatis, Angrek bulan (Paraphalaenopsis sp.), dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya seperti pada Tabel 2.12. Tabel 2.12. Jenis-jenis Flora Langka, Endemik, Dilindungi di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Angrek bulan Aren Bayur Durian hutan Pangi Agatis Rotan batang Rotan endemik Sulawesi Rotan endemik Sulawesi
Nama Ilmiah Paraphalaenopsis sp. Arenga pinnata (Wurb.) Merr. Pterospermum celebicum Miq Durio zibethinus Pangium edule Agathis celebica Calamus zollingerii Calamus ornatus var. celebicus Korthalsia celebica
STS
B
B B B B
Keterangan Dilindungi (1) Dilindungi (1,2) Dilindungi (1,2) Langka Langka Langka Langka Langka Langka
Keterangan: STS : Status A= Endemik Sulawesi; B = Endemik Sulawesi ( Kessler et al. 2002); C = EndemikWallacea (Flora Malesiana). 1 : Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, 2 : Dilindungi, SK Mentan No.54/Kpts/Um/2/1972 Dilarang melakukan penebangan pohon berdiameter < 40 cm. 3 : Permenhut No: P. 57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-48
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), juga kaya jenisjenis fauna dari jenis mamalia, reptilia, dan amphibi sebagaimana tersaji pada Tabel 2.13 di bawah ini. Tabel 2.13. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Jenis-jenis Mamalia, Reptilia, Amphibia di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
Nama Anoa dataran rendah Anoa Pegunungan Yakis Rusa Babi hutan Kuskus Tikus Musang sulawesi Kelelawar Ular sawa Kobra hitam Biawak Katak Monyet Sulawesi Babirusa Bajing/Tupai tanah
Nama ilmiah Bubbalus depresicornis Hamilton-Smith, 1827 Bubalus quarlesi Macaca tonkeana Mayer, 1899 Cervus timorensis de Blainville, 1822 Sus celebensis Ailurops ursinus Temminck, 1824 Rattus argentXIXenter Macrogalidea musschenbroeki Pteropus vampyrus Phyton reticulatus Linnaeus, 1758 Ophiophagus hannah Varanus salvator Rana spp. Macaca maura dan Macaca brunnescens Babyrousa babyrussa Lariscus insignis
Status Dilindungi (A, B) Dilindungi (A, B) Dilindungi (B, D) Dilindungi (A, B) Dilindungi (B,C) Dilindungi (B)
Dilindungi (A, B) Dilindungi (A, B) Dilindungi ( B)
Keterangan : A : Peraturan Perlindungan Binatang liar 1931 B : Peraturan Pemerintah No.7 tahun1999 C : SK Mentan No.247/Kpts/Um/4/1979 D : SK Mentan No.90/Kpts/Um/2/1977
Selain itu, di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) juga terdapat jenis fauna langka dan dilindungi seperti Anoa, Babirusa, Burung Maleo, Burung Rangkong, dan Burung Nuri. Tabel 2.14. Jenis Burung di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama 2 Elang bondol Kekep babi Burung Madu sri ganti Tekukur Sri gunting jambul rambut Tiong lampu Sulawesi Maleo Cekakak sungai Layang-layang batu Elang hitam Kaca mata laut Bondol rawa Raja udang meninting Gagak hutan
Nama Ilmiah 3 Haliastur Indus Artamus leucorhynchus Nectarinia jugularis Streptopelia chinensis Dicrurus hottentottus Coracias teminckii Macrocephalon maleo Halcyon chloris Hirundo tahitica Ictinaetus malayensis Zosterops chloris Lonchura malacca Alcedo meninting Corvus enca
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
STS
Keterangan*
4
5 Dilindungi (2,5) Dilindungi (1,2)
E E
e
Dilindungi (1,2) Dilindungi (1,2) Dilindungi (2,3) Dilindungi (2) Dilindungi (1,2)
II-49
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
2 Kepudang sungu tunggir putih Serindit Sulawesi Kareo padi Trinil pantai Kepodang kuduk hitam Ayam hutan merah Betet kepala punggung biru Kacamata dahi hitam Bondol peking Bubut alang-alang Cabai panggul kuning Jalak tunggir merah Nuri Rangkong Sulawesi Julang Sulawesi Ekor Putih Walet
3 Coracina leucopygia Loriculus stigmatus Amaurornis phoenicurus Actitis hypoleucos Oriolus chinensis Gallus-gallus Tanygnathus sumatranus Zosterops atrifrons Lonchura punctulata Loriculus exilis Centropus bengalensis Dicaeum aureolimbatum Eos histrio Rhyticeros Cassidix Penelopides exarhatus Collocalia sp.
4 E E
5 Dilindungi (2)
M Dilindungi (2,4)
E E E E
Dilindungi (2) Dilindungi (2) Dilindungi (2) Dilindungi (2)
Keterangan : STS : Status E = Endemik Sulawesi; e = Endemik Indonesia; M = Burung migran 1 : Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 2 : Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 3 : SK Mentan Nomor : 421/Kpts/Um/8/1970 4 : SK Mentan Nomor : 757/Kpts/Um/12/1979 * : Berdasarkan buku Jenis-Jenis Hayati yang dilindungi Perundang-undangan Indonesia (Mas Noerdjito,2001)
8.
Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat areal
kawasan hutan yang dapat menjadi potensi dalam pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam. Sesuai blok-blok kelola kawasan hutan maka areal-areal dimaksud untuk pengembangan jasa lingkungan adalah blok pelestarian tata air dan area konservasi. Peluang pengembangan wisata alam hutan lindung di wilayah Kelurahan Hanga-Hanga Kecamatan Luwuk Selatan Kabupaten Banggai cukup menjanjikan, mengingat kawasan ini merupakan salah satu daerah tujuan wisata (DTW) di Kabupaten Banggai. Lokasi tersebut berdekatan dengan ibu kota Kabupaten Banggai (Kota Luwuk). Berdasarkan hasil tata hutan, lokasi dimaksud termasuk dalam blok pemanfaatan pada hutan lindung.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-50
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Potensi air terjun juga dijumpai di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Desa Lemo dan Desa Lijo. Potensi air terjun di Desa Lijo memiliki debit yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembangunan PLTA. Meskipun berada di luar wilayah KPH, namun sumber air utama berasal dari wilayah KPH. Dengan demikian, apabila pembangunan PLTA berhasil dibangun di Desa Lijo dan Wisata air terjun di Desa Lemo, pihak pengelola KPH dapat mengembangkan program imbal jasa lingkungan air. Potensi pengelolaan jasa lingkungan air dalam bentuk imbal jasa lingkungan, juga dapat dilakukan oleh pengelola KPH di wilayah Daerah Tangkapan Air (DTA) DAS Toili, DAS Dongin dan DAS Mantawa dalam wilayah kerja KPH. DTA tersebut merupakan sumber-sumber air utama bagi keperluan irigasi pertanian di wilayah Kecamatan Toili, Moilong, dan Toili Barat. Selain jasa lingkungan air dan wisata alam yang dapat dikembangkan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), juga dapat dikembangkan pemanfaatan potensi karbon hutan. Pemanfaatan potensi karbon hutan dapat dilakukan melalui pengembangan hutan tanaman ataupun pembinaan hutan alam penghasil karbon di kawasan hutan lindung ataupun kawasan hutan produksi di wilayah kerja KPH. Dari data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2012, dilaporkan bahwa potensi karbon yang bersumber dari hutan alam, hutan tanaman, tanaman perkebunan dan pertanian serta vegetasi lainnya di Kabupaten Tojo Una Una mencapai total
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-51
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
stok karbon 107.457.903,56 ton dengan potensi per hektar 203,30 ton; di Kabupaten Banggai mencapai total stok karbon 185.694.495,22 ton dengan potensi per hektar 220,66 ton; di Kabupaten Morowali (termasuk Morowali Utara) mencapai total stok karbon 342.611.086,41 ton dengan potensi per hektar 265,48 ton. Dalam Dokumen Strategi Daerah (STRADA) REDD+ Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2012, telah dipersiapkan mekanisme implementasi REDD+ dengan daerah prioritas pada lima kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Tolioli, Parigi Moutong, Sigi dan Tojo Una Una. Dokumen STRADA REDD+ adalah bagian tak terpisahkan dari Dokumen Perencanaan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Masuknya Kabupaten Tojo Una Una sebagai kabupaten prioritas STRADA REDD+, menjadikan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) memiliki peluang untuk ikut berpartisipasi dalam program tersebut. Wilayah KPH yang masuk wilayah Kabupaten Tojo Una Una adalah kawasan Hutan Lindung di Desa Wanasari, Girimulyo dan Bulanjaya di kawasan Dataran Bulan Kecamatan Apana Tete. Di wilayah yang masuk dalam KH Gunung Lumut DAS Bongka bagian hulu ini, terdapat blok pemanfaatan hutan lindung dalam wilayah tertentu seluas ± 11.621 ha dan blok inti seluas ± 674 ha. Dalam pemanfaatan hutan lindung direncanakan untuk pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan. Selanjutnya, meskipun Kabupaten Banggai dan Kabupaten Morowali Utara belum masuk skala prioritas dalam dokumen STRADA REDD+
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-52
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Sulawesi Tengah, namun wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) pada dua wilayah kabupaten tersebut memiliki potensi karbon yang tidak sedikit. Karena itu, KPH ini perlu mempersiapkan diri dalam 10 tahun ke depan dalam rangka pengembangan partisipasi implementasi REDD+. Sebagai langkah awal dapat dibangun plot-plot percontohan dalam bentuk
demonstrasi activities REDD+. 9.
Potensi Pertanian, Peternakan dan Perikanan Potensi pertanian tanaman pangan dan perkebunan di sekitar wilayah
KPH tergolong besar. Berdasarkan data lahan pertanian dari dua wilayah kabupaten, pertanian sawah irigasi potensial mencapai luas 20.327 ha dan fungsional 12.841 ha. Selanjutnya untuk lahan perkebunan, kelapa sawit menempati areal terluas yaitu mencapai luas 28.836 ha, diikuti areal perkebunan kakao seluas 9.957 ha dan kelapa dalam dengan luas 6.410 ha. Untuk lebih jelas seperti pada Tabel 2.15 di bawah ini. Tabel 2.15.
No.
1.
2.
Potensi Lahan Pertanian di Sekitar Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
Kabupaten Banggai Toili Toili Barat Moilong Batui Batui selatan Luwuk selatan Nambo Kintom Jumlah (1) Morowali Utara Mamosalato Bungku Utara Jumlah (2) Jumlah (1+2)
Sawah Irigasi (Ha) PotenFungsial sional
Perkebunan (Ha) Kelapa dalam
Kelapa hibrida
Kelapa Sawit
Kakao
Cengkeh
Jambu mete
Kemiri
Kopi
Sagu
5.193 6.081 3.417 1.200 3.588 19.479
3.568 3.398 1.777 890 2.359 11.993
333 146 181 1.366 666 213 1.951 1.182 6.038
290 37 327
8.153 3.362 2.733 10.833 25.081
2.016 285 273 1.370 3.070 18 412 299 7.743
18 3 1 4 9 26 15 76
24 80 6 43 2 20 288 463
77 105 182
40 10 8 4 168 6 51 19 306
3 12 29 44
257 591 848 20.327
257 591 848 12.841
111 261 372 6.410
327
2.744 1.011 3.755 28.836
515 1.699 2.214 9.957
130 130 206
12 12 475
182
64 6 70 376
44
Sumber: BPS Kabupaten Tahun 2014
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-53
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada Tabel 2.15 tampak bahwa daerah irigasi sawah terluas berada di wilayah Kabupaten Banggai. Daerah irigasi di wilayah tersebut adalah irigasi Singkoyo, Tolisu, Sindangsari, Moilong, Toili, Topo, Mantawa, Rata, Bakung dan Sinorang. Umumnya irigasi tersebut memanfaatkan aliran air dari kawasan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Selanjutnya potensi peternakan dan perikanan di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) sebagian besar besar berada di wilayah Kabupaten Banggai. Untuk bidang peternakan, jenis ternak besar yang banyak diusahakan penduduk adalah Sapi. Untuk bidang perikanan darat, jenis usaha yang ada adalah usaha pertambakan udang dan ikan, sedangkan pada usaha perikanan kolam banyak diusahakan penduduk jenis ikan mas dan ikan nila. Untuk jelasnya seperti pada Tabel 2.16. Tabel 2.16. No.
1
2
Potensi Peternakan dan Perikanan di Sekitar Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
Kabupaten Banggai Toili Toili Barat Moilong Batui Batui selatan Luwuk selatan Nambo Kintom Jumlah (1) Morowali Utara Mamosalato Bungku Utara Jumlah (2) Jumlah (1+2)
Sapi 6.004 6.132 3.518 2.224 1.578 247 626 1.310 21.639 2.445 1.839 4.284 25.923
Kuda 2 -
Peternakan (Ekor) Kambing Babi
Unggas
Perikanan darat (Ha) Tambak Kolam
36 38
489 3.954 258 531 937 450 1.141 2.387 10.147
3.660 14.146 2.062 215 392 107 271 567 21.420
199.276 113.005 86.511 67.107 182.197 77.017 195.192 408.467 1.328.772
1 218 2 220
3 8 1 11
38
522 1.516 2.038 12.185
300 965 1.265 22.685
10.753 21.322 32.075 1.360.847
220
11
Sumber: BPS Kabupaten Tahun 2014.
Pada Tabel 2.16 tampak bahwa jenis ternak besar yang ada di sekitar wilayah KPH adalah Sapi, Kuda, Kambing, Babi dan Unggas. Jenis unggas terdiri atas ; Ayam buras, Ayam ras dan Itik. Potensi pengembangan ternak Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-54
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Sapi terbesar berada di Kecamatan Toili, Toili Barat dan Moilong. Sedangkan usaha tambak terluas berada di Kecamatan Batui. Memperhatikan
potensi
ternak
yang
ada,
tampaknya
belum
terdistribusi merata di setiap wilayah kecamatan. Demikian juga untuk usaha perikanan darat. Kondisi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengelola KPH terutama pada wilayah kecamatan yang masih sedikit usaha peternakan dan perikanan darat. Untuk usaha peternakan KPH dapat memanfaatkan lahanlahan hutan gundul untuk pengembangan usaha silvopastural, sedangkan usaha perikanan darat dapat mengembangkan usaha silvofisheri di kawasan mangrove di dalam wilayah tertentu KPH. C. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat 1.
Kependudukan Secara administratif KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berada
pada tiga wilayah kabupaten yaitu ; Kabupaten Banggai, Kabupaten Morowali Utara dan Kabupaten Tojo Una Una. Di Kabupaten Banggai terdapat sebanyak 8 (delapan) kecamatan yaitu ; Kecamatan Luwuk Selatan, Nambo, Kintom, Batui, Batui Selatan, Moilong, Toili dan Toili Barat. Di Kabupaten Morowali Utara terdapat 2 (dua) kecamatan yaitu ; Kecamatan Bungku Utara dan Mamosalato. Sedangkan di Kabupaten Tojo Una Una meliputi 2 (dua) kecamatan, yaitu : Kecamatan Ampana Tete dan Ulubongka. Jumlah desa/kelurahan seluruhnya mencapai 180 buah. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan desa dalam wilayah Kabupaten Tojo Una Una, di wilayah KPH bagian Utara terdapat empat desa Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-55
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
yang berbatasan langsung dengan wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yaitu ; Desa Uematopa (Uetangko), Bulan jaya, Girimulyo dan Wanasari. Di Kabupaten Morowali Utara terdapat 37 desa/kampung/UPT transmigrasi, dan sebanyak 6 desa/kampung/UPT transmigrasi yang berada diantara wilayah KPH yaitu Winangabino, Sea, Lijo (parambah), Rompi dalam wilayah Kecamatan Mamosalato, serta Salubiro dan Lemowalia yang berada di dalam wilayah Kecamatan Bungku Utara. Di wilayah Kabupaten Banggai sebanyak 139 desa/kelurahan yang tersebar pada delapan wilayah kecamatan (Luwuk Selatan, Nambo, Kintom, Batui, Batui selatan, Moilong, Toili dan Toili Barat). Tidak semua desa/keluruhan tersebut berbatasan langsung dengan wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), namun memiliki ketergantungan terhadap sumbersumber air yang bersumber dari wilayah KPH. Desa-desa/perkampungan yang berbatasan langsung dengan wilayah KPH yaitu : Rata, Mantawa, Dongin, Kamiwangi, Tolisu, Makapa, Singkoyo, Toili, Tumpujaya, Ombolu, Ondo-Ondulu, Kalalos, Padang, Kintom, Mendono, Nambo, Maahas, Hanga-hanga dan Bubung. Desa-desa yang berbatasan langsung/berdekatan dengan wilayah KPHP Model Toili Barutube (Unit XIX) dalam wilayah Kabupaten Morowali Utara : (1) Di wilayah Kecamatan Bungku Utara yaitu; Baturube, Siliti, Ueruru, Tirongan Atas, Tirongan Bawah, Woomparigi, Tambarobone, Uemasi, Kalombang, Tanakuraya, Opo, dan Boba. (2) Di wilayah Kecamatan Mamosalato seperti Kola Atas, Kolo Bawah, Tanasumpu, Pandauke,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-56
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tambale, Girimulya, Momo, Parangisi, Uepakatu, dan Tananagaya. Keadaan jumlah dan kepadatan penduduk pada dua wilayah kabupaten disajikan pada Tabel 2.17 di bawah ini. Tabel 2.17. Keadaan Penduduk Kecamatan di Sekitar Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Kecamatan
I.
Kabupaten Banggai Luwuk dan hasil pemekaran, Nambo (37 desa/kelurahan) Kintom (19 desa) Batui (14 desa) Batui selatan (10 desa) Toili (25 desa) Moilong (17 desa) Toili barat (17 desa) Kabupaten Tojo Una Una Ulubongka*: Uematopa* Ampana Tete: Bulan jaya*, Girimulyo*, Wanasari Kabupaten Morowali Utara Bungku Utara (20 desa) Mamosalato (14 desa) Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 II. 1 2
III. 1 2 Sumber
:
Luas Wilayah (Km²)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Jumlah KK
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²)
518.40
75.271
19.107
145
518.72 1063,36 327,97 761,31 221,62 993.67
13.264 14.997 13.085 31.287 18.432 21.091
3.300 3.697 3.232 7.933 4.592 5.072
26 14 40 41 83 21
360,00
2.649
480
7
108,00
3.224
849
30
2.406,00 1.480,00 8.758,55
15.252 10.656 219.208
3.636 2.644 54.542
6 7 25
Dianalisis dari Data BPS Kabupaten Banggai, Tojo Una Una, Morowali Utara Tahun 2013/2014. *) Desa dan kecamatan yang berada di luar wilayah KPH berdasarkan administrasi kabupaten, namun memiliki pengaruh cukup besar bagi eksistensi kawasan hutan di bagian Utara KPH.
Data pada Tabel 2.17 dihitung dari tingkat pertumbuhan penduduk kabupaten sejak tahun 2006 sampai tahun 2010. Dari perhitungan tingkat pertumbuhan diketahui terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 1,2% per tahun untuk Kabupaten Banggai dan 1,09% untuk Kabupaten Morowali Utara. Dari hasil perhitungan jumlah penduduk di sekitar wilayah KPH hingga akhir tahun 2013 tercatat sebanyak 200.274 jiwa
atau sebanyak
51.027 KK., sex rasio 104, rata-rata penduduk per RT sebanyak 4 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk 23 jiwa/km2.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-57
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
a.
Tekanan Penduduk Tekanan
penduduk
adalah
indeks
yang
dimaksudkan
untuk
menghitung dampak penduduk di lahan pertanian terhadap lahan tersebut. makin besar jumlah penduduk makin besar pula kebutuhan akan sumberdaya, sehingga tekanan terhadap sumberdaya juga meningkat. Dengan kualitas penduduk yang rendah, kenaikan tekanan terhadap sumberdaya akan meningkat sebanding dengan kenaikan jumlah penduduk. Salah satu permasalahan kependudukan adalah ledakan penduduk yang akan dapat berakibat timbulnya permasalahan pemukiman, lapangan kerja, pendidikan, pangan dan gizi, kesehatan dan mutu lingkungan. Berdasarkan hasil survei Sosekbud Tim BPKH Wilayah XVI Palu tahun 2014, dilaporkan bahwa tingkat tekanan penduduk dalam 10 tahun ke depan sebesar 0,82 (kategori rendah). Di wilayah ini terdapat dua desa dengan nilai tekanan penduduk tinggi yaitu Desa Salubiro 3,80 (tinggi) dan Desa Babang Buyangge 2,84 (tinggi). Desa dengan tingkat tekanan penduduk terendah (0,01) adalah Lembah Keramat. Selanjutnya berdasarkan rata-rata luasan lahan yang diasumsikan dapat hidup layak adalah 0,65 ha/jiwa, dimana nilai tertinggi dicapai oleh Desa Hanga-hanga, Nambolempek, Lembah Keramat dan Lemowalia. Nilai terendah dicapai oleh Desa Kolo Atas dan Desa Lemo yakni sebesar 0,50 ha/jiwa. Tingginya tekanan penduduk pada kawasan hutan wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dalam sepuluh tahun ke depan, disebabkan oleh banyaknya penduduk yang berprofesi petani sementara lahan pertanian
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-58
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
yang tersedia sangat terbatas. Sebaliknya tekanan penduduk dikateogrikan rendah apabila profesi penduduk petani sedikit, sementara ketersediaan lahan pertanian luas. b. Daya Dukung Lahan Daya dukung lahan berbanding terbalik dengan tekanan penduduk terhadap lahan pertanian. Dari hasil survei Tim Sosekbud BPKH wilayah XVI Palu tahun 2014, diketahui desa-desa di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) memiliki daya dukung lahan tinggi dan rendah. Secara umum daya dukung lahan memiliki nilai daya dukung lahan tinggi yaitu sebesar 10,26. Desa Lembah Keramat memiliki daya dukung tertinggi yaitu 151,77. Desa dengan daya dukung lahan terendah dengan nilai 0,26 adalah Desa Salubiro, diikuti Desa Babang Buyangge dengan nilai 0,35, Desa Tanakuraya (0,88) dan Desa Kolo Atas (0,96). c.
Kegiatan Dasar Wilayah Indeks kegiatan dasar wilayah digunakan untuk menentukan sektor
ekonomi yang paling berpengaruh terhadap penduduk di wilayah tertentu. Indeks kegiatan dasar wilayah menggunakan rumus : LQi
: (Mi/M)/(Ri/R)
Keterangan : LQi
: Koefisien Lokasi;
Mi
: Jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalam sektor I pada satu wilayah pengembangan;
M
: Jumlah tenaga kerja yang ada di satu wilayah pengamatan tersebut;
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-59
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Ri
: Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sektor i pada seluruh wilayah pengamatan;
R
: Jumlah tenaga kerja yang ada di seluruh wilayah pengamatan (R = R1 + R2 + R3 ..........+ Rn). LQi dapat bernilai <1 atau >1, apabila LQ untuk sektor pertanian
ternyata >1 berarti sektor pertanian sangat penting dan masyarakat sangat tergantung pada sektor tersebut. Dari hasil analisis nilai LQ wilayah kecamatan di sekitar KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dalam sepuluh tahun ke depan, diketahui bahwa sektor pertanian masih akan menjadi sangat penting dengan nilai LQ = 1,05, sedangkan sektor bukan pertanian nilai LQ = 0,78. Meskipun demikian, kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai dalam sepuluh tahun ke depan kemungkinan sektor pertanian akan digantikan posisinya oleh sektor bukan pertanian karena nilai LQ sektor bukan pertanian (1,04) dan sektor pertanian (0,99). Adapun kecamatan pada dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Tojo Una Una dan Kabupaten Morowali Utara, sektor pertanian dalam sepuluh tahun ke depan masih menjadi sektor sangat penting karena nilai LQ (1,051,11) dan sektor bukan pertanian LQ (0,52-0,78). Adanya beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai dengan nilai LQ<1 bagi sektor pertanian antara lain disebabkan oleh masuknya Kecamatan Luwuk Selatan yang merupakan pengembangan Kecamatan Luwuk (ibu kota kabupaten), hadirnya beberapa perusahaan berskala nasional dan internasional seperti usaha pertambangan LNG Donggi Sinoro, perusahaan perkebunan kelapa sawit, perusahaan perkayuan dan perikanan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-60
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
yang kemungkinan dalam sepuluh tahun ke depan akan bergeser ke sektor bukan pertanian seperti perdagangan, jasa dan industri, dan lain-lain. d. Matapencaharian dan Pendapatan Matapencaharian penduduk yang dimaksud adalah mata pencaharian utama (penduduk usia produktif) yang merupakan sumber penghidupan pokok penduduk yaitu dengan sumber penghasilan penduduk minimal 50% dari keseluruhan penghasilan mereka. Dengan mengetahui matapencaharian penduduk yang bermukim pada satu wilayah akan memudahkan pula untuk mengetahui tingkat pendapatannya. Dari data hasil survei Tim Sosekbud BPKH wilayah XVI Palu tahun 2014 yang diolah kembali datanya, diketahui desa-desa di sekitar wilayah KPH didominasi matapencaharian petani sebesar 85,48%. Dari jumlah tersebut sebesar 31,33% petani sawah, sebesar 49,61% petani kebun/ladang, dan sebesar 4,55% buruh tani. Dengan demikian sebesar 14,52% memiliki matapencaharian bukan petani, seperti pegawai pemerintah dan swasta, wirausaha, buruh bangunan/tukang/nelayan dan lain-lain. Prosentase tersebut dihitung dari 20 desa sampel dari sebanyak 8.446 orang. Desa-desa sampel adalah Kolo Atas, Tanasumpu, Lijo, Tambale, Tanakuraya, Lemo, Lemowalia, Salubiro, Hanga-hanga, Nambolempek, Sukamaju, Wanasari, Kamiwangi, Pasirlamba, Gunung Keramat, Lembah Keramat, Bukitjaya, Babang Buyangge, Ondo-ondolu dan Samadoya. Untuk jelasnya disajikan pada Gambar 2.2.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-61
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang ((RPHJP)
Jenis mata pencaharian
Persentase Mata pencaharian Penduduk
Lain-lain Buruh tani Petani kebun/ladang Petani sawah Tenaga medis Guru swasta Guru honor PNS guru PNS umum Buruh bangunan/tukang/Nelayan Swasta Wiraswasta
000 005 050 031 000 000 001 001 001 002 001
%
007 -
010
020
030
040
050
Jumlah Penduduk (%)
Gambar 2.2.
Proosentase sentase Matapencaharian Penduduk di Sekitar Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
Salah satu indikator kemakmuran atau kesejahteraan adalah besarnya pendapatan masyarakat. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang umumnya dapat dilihat melalui jenis matapencaharian atau pekerjaannya. Dengan melihat tingkat pendapatan masyarakat dapat diukur tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara ekonomi ini akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan non ekonomi, yang antara lain dapat ditunjukkan melalui kondisi bangunan rumah, perabotan rumah tangga, kondisi pendidikan anggot anggota keluarga dan lain sebagainya. Dari hasil survei Tim Sosekbud BPKH wilayah XVI VI Palu tahun 2014 pada 20 desa sampel, dilaporkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki penghasilan dari sektor pertanian, dengan jumlah anggota keluarga 3-4 org/kk dapat memperoleh penghasilan sebesar Rp Rp. 300.000 s.d. Rp. 2.500.000 per bulan. Kondisi seperti itu menggambarkan masyarakat tergolong sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-62
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
masyarakat pra sejahtera. Penghasilan mayarakat tersebut setara dengan Rp.3.600.000 s.d. Rp.30.000.000 pertahun per-KK. Apabila disetarakan penghasilan perorang pertahun maka setiap orang akan memperoleh penghasilan sebesar Rp.900.000 s/d Rp.7.500.000 per-tahun. Masyarakat dapat dikatakan sejahtera apabila dalam setahun memiliki pendapatan perkapita setara dengan 640 kg beras/orang/tahun (Otto Soemarwoto, 1984). Dengan demikian, apabila harga beras Rp.7.000/kg berarti masyarakat akan sejahtera, karena memiliki pendapatan perkapita sebesar Rp.4.480.000 perorang pertahun atau sekitar Rp.17.920.000 pertahun per-KK. Tentunya selain kebutuhan makan, masyarakat juga harus memenuhi kebutuhan hidupnya seperti biaya pendidikan, kesehatan, sandang dan lainlain. e.
Pendidikan Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, peranan pendidikan
tidak dapat dilepaskan dari rangkaian proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Karena itu setiap warga negara di Republik ini berhak mendapatkan pendidikan yang layak sebagai bekal dalam mempertahankan hidupnya serta modal investasi manusia bagi kepentingan pembangunan Nasional. Namun demikian tidak semua warga negara di Republik ini sempat memasuki bangku sekolah dasar (sekolah formal) karena ketidakmampuan orang tua dalam menyekolahkan anak-anaknya. Banyak anak-anak di daerah pedesaan bahkan di daerah perkotaan tidak dapat melanjutnya sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi misalnya Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-63
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
sekolah lanjutan pertama dan lanjutan atas, lebih-lebih ke perguruan tinggi. Akibatnya banyak masyarakat terutama di daerah pedesaan hanya sampai tingkat sekolah dasar bahkan tidak tamat sekolah dasar. Kondisi seperti ini juga banyak dijumpai di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Dari hasil survei Tim Sosekbud BPKH wilayah XVI Palu, keadaan pendidikan masyarakat di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) umumnya didominasi tingkat sekolah dasar bahkan tidak tamat sekolah dasar. Penduduk dengan pendidikan tidak tamat sekolah dasar (SD) sebanyak 14,27%, tingkat sekolah dasar (tamat SD) 47,17%, tingkat SLTP sebanyak 21,54%, tingkat SLTA sebanyak 14,93%, Diploma (D1-D3) dan Sarjana (S1S2) sebanyak 2,08%. Persentase tersebut dihitung dari 20 desa sampel dengan total jumlah penduduk 14.972 orang. Dari 20 desa sampel di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), desa dengan jumlah penduduk terbesar tidak tamat SD warganya adalah Desa Lemowalia (78,98%) dan Desa Salubiro (71,52%). Desa dengan tingkat pendidikan penduduk terbanyak tamat SD adalah Desa Pasirlamba (79,04%), Desa Bukit Jaya (75,83%) dan Desa Nambo Lempek (73,44%). Desa dengan tingkat pendidikan penduduk terbanyak tamat SLTP adalah Desa Kamiwangi (41,53%) dan Desa Tambale (40,91%). Desa dengan tingkat pendidikan penduduk terbanyak tamat SLTA adalah Desa Samadoya (40,94%). Desa dengan tingkat pendidikan penduduk terbanyak sarjana (S0, S1, S2) adalah Desa Samadoya (25,98%) dan Desa Lemo (19,74%). Perlu
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-64
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
dijelaskan bahwa keberadaan tenaga kerja berpendidikan diploma dan sarjana di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) umumnya merupakan tenaga kerja di perusahaan LNG dan usaha Perkebunan. Kondisi pendidikan masyarakat seperti dijelaskan di atas tentunya akan berpengaruh langsung dalam pembinaan masyarakat serta input teknologi dan manajemen di daerah pedesaan. Daya serap ilmu pengetahuan dan keterampilan yang disampaikan kepada masyarakat akan terkendala oleh rendahnya tingkat pendidikan. 2.
Luas Pemilikan Lahan Hasil analisis data spasial dan hasil pengumpulan data di lapangan
diketahui bahwa keluarga yang bermukim di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) mempunyai lahan garapan rerata >2 Ha per-KK (3,41 Ha/KK). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.18. Tabel 2.18. Ketersediaan Lahan Garapan terhadap Jumlah Penduduk di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Kecamatan
1 Banggai (8 kec) 2 Morowali Utara (2 kec) 3 Tojo Una Una (4 desa) KPHP Model Toili Baturube
Lahan Garapan (Ha) 140.936 28.000 16.800 185.736
Jumlah (KK) 46.933 6.280 1.329 54.542
Lahan Garapan (Ha/KK) 3,00 4,46 12,64 3,41
Sumber: Data BPS Kecamatan Tahun 2013/2014diolah kembali Tahun 2014.
Berdasarkan data pada Tabel 2.18 dapat diketahui bahwa kepemilikan lahan di sekitar wilayah KPH bervariasi dari 3 Ha/KK s/d 12,64 Ha/KK. Perhitungan luas lahan garapan per-KK mengacu pada luas lahan APL dan HPK dalam wilayah kecamatan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-65
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Berdasarkan hasil survei Tim Sosekbud BPKH wiayah XVI Palu tahun 2014 dilaporkan bahwa penduduk pada 20 desa sampel di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) rata-rata memiliki luas lahan garapan 0,66 ha/jiwa. Desa-desa dengan luas lahan garapan 0,50-0,55 ha/jiwa penduduk per jiwa adalah Desa Kolo Atas, Desa Lemo, Desa Kamiwangi dan Desa Gunung Keramat. Desa-desa dengan luas lahan garapan 0,70-0,76 ha/jiwa adalah Desa Tanasumpu, Lijo, Tanakuraya, Lemowalia, Salubiro, Hanga-hanga, Nambo Lempek, dan Samadoya. Apabila luasan lahan garapan penduduk seluas 0,50 s/d 0,76 ha/jiwa dikalikan dengan jumlah anggota keluarga 4 orang per KK maka luas lahan garapan penduduk di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah 2 ha/KK s/d 3,04 ha/KK dengan rata-rata 2,64 ha/KK. Jika data pada Tabel 2.17 dibandingkan dengan hasil perhitungan lahan garapan tersebut, terdapat selisih rata-rata sebesar 0,74 ha/KK atau seluas 1 ha/KK s/d 9,6 ha/KK. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan adanya perubahan fungsi kawasan hutan menjadi non kawasan hutan (APL) sesuai SK Menhut Nomor SK.635/Menhut-II/2013, masyarakat di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) masih memiliki peluang mengembangkan lahan usahataninya tanpa harus merambah kawasan hutan negara, minimal untuk 10 tahun ke depan. 3.
Keadaan Tenaga Kerja Tenaga kerja atau angkatan kerja yang dimaksud adalah setiap
penduduk yang berusia antara 16-55 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-66
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Klasifikasi umur tersebut dikategorikan sebagai angkatan kerja produktif. Sedang yang berumur di bawah 16 tahun dan di atas 55 tahun dikategorikan sebagai angkatan kerja tidak produktif. Karena keadaan tersebut berada dalam satu wilayah, maka tenaga kerja tidak produktif secara konsumtif menjadi beban tanggungan tenaga kerja produktif untuk menopang kehidupannya. Hasil analisis data BPS Kabupaten/Kecamatan Tahun 2013 terhadap desa/kecamatan di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) diketahui bahwa penduduk umur produktif (16-55 tahun) sebanyak 144.085 jiwa atau sebesar 65,73% dari total jumlah penduduk 219.208 jiwa pada tahun 2013. Selanjutnya hasil perhitungan nilai beban tanggungan penduduk dengan membandingkan antara seluruh penduduk (laki-laki dan perempuan) tidak/belum produktif sebanyak 74.924 jiwa dengan penduduk produktif (laki-laki dan perempuan) sebanyak 144.085 jiwa, diperoleh nilai sebesar 0,52 atau 52%, yang berarti setiap 100 orang tenaga kerja produktif menopang kehidupan 52 orang tenaga tidak produktif atau belum produktif disamping dirinya sendiri. 4.
Tingkat Upah Upah tenaga kerja terdiri atas upah harian dan/atau bulanan. Informasi
tentang besarnya upah, harga barang dan bahan setempat sangat diperlukan dalam
perhitungan
pembiayaan
kegiatan.
Besarnya
biaya
tersebut
menggunakan HSPK yang berlaku di masing-masing daerah atau yang telah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-67
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Upah tenaga kerja/upah harian yang berlaku saat ini di wilayah Kabupaten Banggai, Tojo Una Una dan Morowali Utara secara umum berkisar antara Rp. 50.000.- s/d Rp. 100.000.- perhari. 5.
Sarana dan Prasarana Perekonomian Keberadaan sarana dan prasarana perekonomian di wilayah KPHP
Model Toili Baturube (Unit XIX) bertujuan untuk menunjang kelancaran kegiatan ekonomi.
Adapun kondisi sarana dan prasarana perekonomian
disajikan pada Tabel 2.19. Tabel 2.19.
Jenis dan Jumlah Sarana dan Prasarana Perekonomian di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Jenis Sarana dan Prasarana Perekonomian (buah)
No 1 2 3
Kabupaten (Kecamatan)
Pasar
Bank Pemerintah
Koperasi/KUD
Banggai (8 kec) Morowali Utara (2 kec) Tojo Una Una (4 desa)
8 8 2
9 2 -
175 11 1
KPHP
18
11
187
Sumber : BPS Kabupaten dan Kecamatan Tahun 2013/2014, diolah kembali tahun 2014
Data pada perekonomian
Tabel 2.19 terlihat jenis
untuk
menunjang
kelancaran
sarana dan prasarana aktivitas
perekonomian
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari di wilayah KPH yang meliputi ; jenis dan jumlah perbankan, jenis dan jumlah koperasi. Selain itu, juga terdapat pasar tradisional, toko, warung dan kios di setiap kecamatan/desa. 6.
Sarana dan Prasarana Kesehatan Sarana dan prasarana kesehatan di wilayah KPHP Model Toili
Baturube (Unit XIX), di setiap kecamatan telah tersedia. Untuk jelasnya disajikan pada Tabel 2.20. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-68
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 2.20.
Data Sarana/Prasarana Kesehatan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
No.
Kabupaten (Kecamatan)
1 2 3
Banggai (8 kec) Morowali Utara (2 kec) Tojo Una Una (4 desa)
KPHP
Rumah Sakit
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
5 5
9 2 1 12
41 10 2 53
Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder, Tahun 2014
7.
Sarana dan Prasarana Pendidikan Sarana dan prasarana pendidikan di wilayah KPHP Model Toili
Baturube (Unit XIX), di setiap kecamatan telah tersedia. Untuk jelasnya disajikan pada Tabel 2.21. Tabel 2.21.
Data Sarana/Prasarana Pendidikan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
No.
Kabupaten (Kecamatan)
1 2 3
Banggai (8 kec) Morowali Utara (2 kec) Tojo Una Una (4 desa)
KPHP
SD
SLTP
SLTA
PT
142 36 4 182
29 7 1 37
15 2 17
4 4
Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder, Tahun 2014
8.
Lembaga Formal dan Informal Desa-desa dan kelurahan di wilayah KPHP Model Toili Baturube
(Unit XIX) semuanya telah mempunyai kelembagaan masyarakat, baik yang bersifat formal maupun yang non formal sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan, antara lain Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan BPD. Selain itu, juga terdapat lembaga informal yang merupakan Lembaga/Badan/Organisasi yang dibentuk berdasarkan inisiatif kelompok/warga masyarakat tertentu dengan dana warga masyarakat bersangkutan, seperti kelompok tani, lembaga adat dan lainnya. Adapun jenis
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-69
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kelembagaan sosial desa-desa di sekitar wilayah KPH dapat dilihat pada Tabel 2.22. Tabel 2.22.
No 1 2 3
Jenis Kelembagaan Sosial di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
Kecamatan/ Desa
Mesjid
Banggai (8 kec) Morowali Utara (2 kec) Tojo Una Una (4 desa) KPHP
270
Peribadatan MusaGereja lah 137
Jenis Kelembagaan Sosial (Buah) Kelembagaan Formal dan Informal Pure/ BP BPD LKMD PKK KT LA Vihara 101 95 95 95 95 88
33
15
36
8
34
34
34
34
34
34
3
2
2
-
4
4
4
4
4
1
306
17
175
109
135
135
135
135
126
35
KLT RHL*)
Sumber: BPS Kabupaten/ Kecamatan Tahun 2013/2014.*) Data BPDAS Palu Poso Tahun 2009. Keterangan: BP = Balai Pertemuan, BPD = Badan Perwakilan Desa, LKMD = Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, PKK = Pedidikan Kesejahteraan Keluarga, KT= Karang Taruna, LA = Lembaga Adat, KLT RHL = Kelompok Tani Rehabiltasi Hutan dan Lahan.
9.
Perambahan dan Penggunaan Lahan Hutan Perambahan hutan dapat didefinisikan sebagai penggunaan lahan
hutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, segala aktivitas penggunaan lahan di wilayah KPH tanpa ijin dikategorikan sebagai aktivitas perambahan hutan. Informasi/data perambahan hutan suatu kawasan hutan sangat diperlukan untuk menentukan perlakuan apa yang akan diterapkan pada kawasan hutan yang memiliki potensi atau telah terjadi penggunaan lahan non kehutanan di dalamnya. Informasi/data yang diperlukan antara lain meliputi ; fungsi kawasan yang dirambah, luas hutan yang dirambah, siapa yang merambah, sudah berapa lama, penggunaan kawasan yang dirambah dan sebagainya. Dari hasil penajaman analisis spasial peta wilayah KPH dan hasil analisis citra Landsat tahun 2013 oleh BPKH wilayah XVI Palu serta Laporan Tim Sosekbud BPKH wilayah XVI Palu tahun 2014, diketahui kawasan hutan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-70
4
4
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
yang dirambah atau digunakan bagi kegiatan non kehutanan meliputi kawasan hutan produksi dan hutan lindung. Memperhatikan distribusi aktivitas penggunaan lahan hutan tanpa ijin, aktivitas terbanyak berada di wilayah Desa Hanga-Hanga Kecamatan Luwuk Selatan berupa pertanian lahan kering; Desa Bukitjaya dan Piondo Kecamatan Toili berupa pertanian lahan kering; Desa Uwelolu, Makapa, Pasirlamba, Gunung Keramat, Lembah Keramat, Rata, Mantawa, Kamiwangi di Kecamatan Toili Barat berupa sawah, pertanian lahan kering, perkebunan, dan pemukiman; Desa Tambale, Pandauke, Tanasumpu, Girimulyo, Kolo Atas, Lijo (kampung Parambah) Kecamatan Mamosalato berupa pertanian lahan kering dan ladang; Desa Lemo, Lemowalia, Tanakuraya dan Uemasi Kecamatan Bungku Utara berupa petanian lahan kering dan perkebunan; Desa Wanasari Kecamatan Ampana Tete berupa ladang. Tabel 2.23.
Perambahan/Penggunaan Lahan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
1
Jenis Perambahan/ Penggunaan Lahan Hutan Perkebunan (Pk)
2
Pemukiman (Pm)
0,82
0,01
3
Pertanian Lahan Kering (Pt)
2.104,67
27,39
4
Pertanian Lahan Kering Bercampur Semak (Pc)
4.088,31
53,21
5
Sawah (Sw)
99,09
1,29
7.683,01
100,00
No.
Jumlah
Luas (Ha) 1.390,12
Persentase (%) 18,09
Pada Tabel 2.23 tampak bahwa pertanian lahan kering bercampur semak yang terluas yaitu 53,21%, disusul petanian lahan kering 27,39%, perkebunan 18,09%, sawah 1,29% dan permukiman 0,01%. Gambaran spasial
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-71
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kegiatan perambahan/penggunaan lahan di wilayah KPHP Model Toili Baturube sebagaimana gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3.
Peta Perambahan/Penggunaan Lahan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
10. Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Masyarakat hukum adat di sekitar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang diketahui keberadaannya adalah masyarakat yang telah lama bermukim dan sudah turun-temurun di dalam kawasan hutan, yaitu komunitas Suku Wana yang berada di Kecamatan Ulubongka Kabupaten Tojo Una Una serta Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Utara. Oleh Pemerintah Daerah, komunitas masyarakat suku Wana dinamakan Kelompok Adat Terpencil (KAT) karena pola hidup dan pola pemukiman suku ini terpencil dan terpencar di dalam kawasan hutan. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-72
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Berbagai upaya telah dilakukan olem Pemerintah Daerah Kabupaten Tojo Una Una melalui Dinas Sosial diantaranya pembinaan dalam bentuk relokasi pemukiman dari kawasan hutan ke lokasi baru di luar kawasan hutan. Bentuk pembinaan yang pernah diberikan seperti pembuatan rumah-rumah tempat tinggal setiap kepala keluarga serta bantuan biaya hidup dalam waktu tertentu sampai dengan pembentukan desa definitif PMSKT Takibangke di Kecamatan Ulubongka. Dalam proses pembinaannya, tidak sedikit yang kembali ke hutan untuk
melangsungkan
penghidupannya
seperti
apa
yang
dilakukan
leluhurnya. Namun demikian ada pula yang menetap pada pemukiman barunya. Pola perilaku suku Wana dalam menjalani kehidupannya adalah mengelola dan memanfaatkan lahan dan hasil hutan secara tradisional, seperti merotan, mengumpulkan damar, berburu, dan bercocok tanam secara tradisional, dengan cara tebang bakar dalam bentuk perladangan. Memperhatikan kondisi pola penghidupan suku Wana seperti diuraikan di atas, yang masih sulit meninggalkan pola perilaku dan budaya leluhurnya maka pengelola KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) nantinya perlu mencari pola pendekatan yang lebih manusiawi untuk melakukan pembinaan secara in-situ. Artinya pola perilaku mereka untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya di kawasan hutan (tanah leluhurnya) perlu diposisikan menjadi potensi dan peluang, agar kehidupan mereka tidak terusik dengan berbagai aktivitas pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pengelola KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-73
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pendekatan pola pembinaan yang dapat diterapkan oleh pengelola KPH adalah menjadikan suku Wana sebagai salah satu asset dalam pengelolaan hutannya. Pengelola KPH dapat bekerjasama dengan Dinas Sosial dan LSM lokal yang memahami pola hidup komunitas Wana. Melalui pemahaman tersebut, menjadi acuan dalam pengembangan/pembinaan yang lebih baik bagi masyarakat suku Wana di masa mendatang. Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali tahun 2012 menetapkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Wana Desa Lijo sebagai Masyarakat Adat Wana Taa. Peraturan Daerah tersebut perlu menjadi perhatian khusus dalam penyusunan rencana pengelolaan jangka panjang KPH,
agar
program-program
KPH
yang
bermuatan
pemberdayaan
masyarakat dapat disinergikan dengan program pembinaan masyarakat adat Suku Wana Taa. D. Izin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dilakukan dalam bentuk izin usaha pemanfaatan hasil hutan. Saat ini izin pemanfaatan hasil hutan yang ada yaitu; IUPHHK-HA PT. Palopo Timber Company, IUPHHKA-HA PT. Bina Balantak Raya, IUPHHK-HTI PT. Berkat Hutan Pusaka dan IUPHHK-HTI PT. Wana Rindang Lestari. Selain itu terdapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK-HKm) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR). Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-74
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
IUPHHK-HTI PT. Wana Rindang Lestari merupakan perusahaan HTI-Karet yang baru memperoleh ijin dari Menteri Kehutanan (tahun 2014). Areal ijin usaha yang masuk dalam wilayah KPH seluas 4.827 ha yang berada di wilayah Desa Lijo Kampung Parambah. Kehadiran perusahaan ini, diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi KPH yaitu terbukanya akses jalan dibagian Utara KPH (dari pusat desa Lijo menuju kampung Parambah). Selain itu, dapat memberi lapangan kerja baru bagi penduduk Desa Lijo, Sea, Rompi, Winangabino, Lemowali dan Salubiro. Untuk lebih jelasnya izin pemanfaatan hutan yang berada di wilayah KPHP Model Toili Baturube sebagaimana Tabel 2.24 di bawah ini. Tabel 2.24 Luas Pemanfaatan Kawasan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No. 1 2 3 4
Jenis Pemanfaatan/ Nama Perusahaan IUPHHK-HA PT. Bina Balantak Raya IUPHHK-HA PT. Palopo Timber Company IUPHHK-HT PT. Berkat Hutan Pusaka IUPHHK-HT PT. Wana Rindang Lestari
5
IUPHHK-HTR
6
IUPHHK-HKm JUMLAH
No. SK/ Tanggal SK.334/Menhut-II/2004 31 Agustus 2004 SK.269/Menhut-II/2004 21 Juli 2004 SK.146/Kpts-II/1996 4 April 1996 SK.510/Menhut-II/2014 6 April 2014 SK.132/Menhut-II/2010 24 Maret 2010 SK.362/Menhut-II/2009 4 Agustus 2009
Luas sesuai SK (Ha)
Luas yang masuk dalam KPH (Ha)
95.270
37.528
38.250
13.611
13.400
9.782
59.920
4.827
665
89
500
246
208.005
66.083
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014
Sampai dengan saat ini belum ada izin penggunaan kawasan hutan (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-75
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
E. Posisi KPH dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP) Sulawesi Tengah Tahun 2000-2015, tujuan pengembangan tata ruang makro Provinsi Sulawesi Tengah adalah : 1.
Membuka wilayah Provinsi Sulawesi Tengah sebagai antisipasi dari kondisi keterisolasian antar wilayah guna menciptakan peluang percepatan pembangunan dan pemanfaatan potensi wilayah dalam hal investasi dan aktivitas perekonomian.
2.
Menjaga keamanan daerah perbatasan, untuk mengantisipasi adanya gangguan terhadap pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan potensi wilayah.
3.
Mengembangkan sistem interaksi ruang antar wilayah nasional, KTI dan antar wilayah dalam lingkup Pulau Sulawesi sehingga tercipta pemerataan pembangunan antar wilayah dan pemantapan wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dalam perannya sebagai pemasaran produk unggulan wilayah (kehutanan, perkebunan, perikanan dan pariwisata). Adapun tujuan pengembangan tata ruang mikro Provinsi Sulawesi
Tengah adalah : 1.
Mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah Provinsi Sulawesi Tengah terutama sumberdaya alam.
2.
Menjaga kelestarian lingkungan hidup.
3.
Memantapkan fungsi kawasan lindung untuk mendukung terhadap pengembangan pemanfaatan kawasan budidaya.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-76
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
4.
Mengembangkan kawasan-kawasan yang termasuk
strategis
dan
merupakan kawasan andalan baik lingkup nasional maupun provinsi. 5.
Mengembangkan sistem transportasi wilayah yang dapat menciptakan perkembangan perekonomian wilayah, kemudahan pergerakan barang dan manusia dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
6.
Mensinergikan fungsi dan peran sistem kota-kota, antar wilayah daratan utama (main land) dengan wilayah kepulauan dan antar pusat-pusat pertumbuhan. Berdasarkan tujuan pengembangan tata ruang makro dan mikro
Provinsi Sulawesi Tengah, maka arahan pengelolaan kawasan diatur sebagai berikut : Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung Arahan pengelolaan kawasan lindung Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas : (a) arahan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan
bawahannya; (b) arahan pengelolaan kawasan perlindungan
setempat; (c) arahan pengelolaan kawasan suaka alam; (d) arahan pengelolaan kawasan pelestarian alam; (e) arahan pengelolaan kawasan cagar budaya; (f) arahan pengelolaan kawasan rawan bencana alam; dan (g) arahan pengelolaan kawasan lindung lainnya. Arahan Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Arahan pengelolaan kawasan hutan produksi yang terdiri dari ; kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan yang dapat dikonversi, yaitu : (1) penetapan batas kawasan hutan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-77
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
produksi terutama yang belum ditata batas dalam rencana yang lebih rinci (RTRW kabupaten/kota); dan (2) pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan meliputi : (a) untuk pemanfaatan ruang yang dinilai tidak merusak dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan intensitas (limitasi) kegiatan, pelaporan, dan pengawasan/monitoring; dan (b) untuk pemanfaatan ruang yang dinilai dapat merusak dilakukan penutupan kegiatan, penertiban, penerapan sanksi, rehabilitasi apabila terjadi kerusakan. (3) peningkatan koordinasi antar sektor dan instansi dalam pengelolaan kawasan; (4) pemanfaatan potensi hasil hutan berprinsip konservasi sumberdaya alam secara berkelanjutan; (5) perizinan pemungutan hasil hutan diperketat; (6) penyelesaian masalah tumpang tindih (overlapping) pemanfaatan kawasan terutama dengan kawasan lindung dan kawasan budidaya lainnya; (7) peningkatan Inventarisasi dan Pemantapan Tata Guna Kawasan; dan (8) meningkatkan kesadaran dan keberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tengah Periode Tahun 2011-2016, isu strategis permasalahan pembangunan urusan kehutanan adalah : (1) Maraknya pencurian kayu di hutan negara, khususnya pada areal HPH; (2) Pemanfaatan jasa lingkungan (air, wisata, carbon trade) di hutan produksi dan hutan lindung masih rendah; (3) Pemanfaatan pembangunan non kehutanan
kawasan
hutan
untuk
belum optimal. Selanjutnya permasalahan
pemanfaatan sumberdaya alam hingga saat ini adalah tidak memperhatikan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-78
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kelestarian
fungsi
lingkungan
hidup
mengakibatkan
daya dukung
lingkungan menurun dan ketersediaan sumberdaya alam semakin menipis. Penurunan kualitas sumberdaya alam ditunjukkan dengan tingkat eksploitasi hutan yang semakin marak, akibat terjadinya pembalakan liar dan penambangan liar. Permasalahan tersebut menyebabkan pembangunan ekonomi tidak optimal. Misi pengelolaan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan sesuai RPJMD (2011-2016) adalah memanfaatkan SDA dan Lingkungan Hidup secara produktif, efisien, optimal berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian dan berkelanjutan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adapun sasarannya antara lain : 1.
Meningkatnya mutu dan produktivitas sumberdaya hutan serta luas hutan tanaman dalam rangka menurunkan laju degradasi hutan;
2.
Menurunnya
tingkat gangguan keamanan hutan dan
kerusakan
kawasan hutan strategi; 3.
Meningkatnya jumlah unit pengelolaan hutan pada tingkat tapak;
4.
Meningkatkan peranserta dan kesadaran masyarakat/para pemangku kepentingan untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya alam dan LH. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2011-2016 memprioritaskan pembangunan daerah sesuai visi dan misi. Pada misi (2) yaitu meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
pemberdayaan
ekonomi kerakyatan, yang diprioritaskan pada : (a) Pengentasan kemiskinan;
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-79
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
(b) Revitalisasi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan; (c) Iklim investasi dan iklim usaha. Pada misi (5) yaitu pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan, yang diprioritaskan pada lingkungan hidup dan pengelolaan bencana. Sesuai misi (2), strategi pembangunan kehutanan daerah adalah : (a) Meningkatkan nilai ekonomi hasil hutan; (b) Mengoptimalkan produksi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu; (c) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang berbasis sumberdaya alam; (d) Mendorong terciptanya pengembangan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Selanjutnya sesuai misi (5), strategi dan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam (SDA) adalah : (a) Mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan dengan melakukan penyediaan bibit tanaman kehutanan dan MPTS untuk penghijauan,
melaksanakan
rehabilitasi
dan
reklamasi
lahan;
(b)
Meningkatkan koordinasi pelaksanaan, pengamanan hutan oleh provinsi dan kabupaten/kota; (c) Mengembangkan Unit Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai Pengelola. Berdasarkan misi (2) dan misi (5), arah kebijakan pembangunan kehutanan daerah adalah : (a) Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan; (b) Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang berbasis SDA; (c) Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan; (d) Rehabilitasi hutan; (e) Perlindungan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Alam; dan (f) Pemantapan Kawasan Hutan. Dari tujuan pengembangan tata ruang provinsi dan arahan pengelolaan kawasan lindung dan hutan produksi serta RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-80
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
(2011-2016) seperti diuraikan sebelumnya, menggambarkan bahwa posisi KPH dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah adalah tergolong penting. Pentingnya KPH menjadi bagian dalam pengembangan tata ruang serta wadah bagi pengelolaan kawasan lindung dan hutan produksi. karena KPH telah menjadi bagian dari pembangunan nasional dan secara hirarkhi menjadi bagian dari pembangunan daerah. Selain itu, kehadiran KPH merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan dipertegas dalam RKTN Kementerian Kehutanan tahun 2011-2030. Adanya rencana pengelolaan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dan telah dibentuknya organisasi KPH dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pada Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, menunjukkan besarnya perhatian dan dukungan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan KPH di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan 1.
Isu Strategis Untuk tetap menjaga serta meningkatkan keberlanjutan pembangunan
kehutanan, sepuluh tahun ke depan pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kehutanan dengan enam program prioritas : (1) Pemantapan Kawasan Hutan; (2) Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung Daerah Aliran Sungai (DAS); (3) Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan; (4) Konservasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-81
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Keanekaragaman Hayati; (5) Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri Kehutanan; (6) Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan. Implementasi program-program prioritas tersebut, pengelolaan Hutan di Indonesia saat ini diarahkan kepada teknik/cara kelola yang efisien dan lestari. Untuk mencapai efisiensi dan kelestarian pengelolaan sumberdaya hutan diwujudkan ke dalam unit-unit pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi dan peruntukannya yang disebut Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Pembentukan KPH Provinsi Sulawesi Tengah bertujuan agar pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung dapat dilakukan secara efisien dan lestari. Disamping itu, pembentukan unit KPH merupakan strategi penataan hutan untuk mencapai kemantapan kawasan. Dengan demikian, KPH dalam jangka panjang diharapkan mampu memproduksi hasil hutan kayu dan hasil hutan lainnya secara lestari, mampu memberi keuntungan kepada masyarakat, dan organisasi KPH dapat mandiri. Pembentukan KPH sebagai strategi penataan hutan akan dapat menimbulkan konflik dengan aktivitas masyarakat yang saat ini telah ada di lapangan. Pembangunan KPH mengedepankan proses bottom up, sehingga bentuk pengelolaan yang akan dilakukan harus mempertimbangkan keberadaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Karena itu, pembentukan KPH harus dapat ditempatkan sebagai strategi penyelesaian konflik, termasuk penyelesaian masalah-masalah pemanfaatan secara illegal yang ada di dalam kawasan hutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-82
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang luasnya mencapai ± 259.192 ha, barang dan jasa yang dihasilkannya berperan dalam mendukung pembangunan nasional dan daerah sebagai: (1) konstributor terhadap pembangunan perekonomian; dan (2) penyangga keseimbangan sistem tata air, tanah dan udara. Posisi kawasan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) menjadi lebih penting karena penduduk dari dua belas wilayah kecamatan dari tiga kabupaten yang ada, tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan ini, dan secara struktural sebagian termasuk kategori miskin/tertinggal. Penduduk di sekitar kawasan hutan wilayah KPH, kurang lebih 86% penduduk merupakan petani lahan kering dan lahan basah. Petani lahan basah yang mengelola dan memanfaatkan lahannya berupa lahan sawah beririgasi, sumber air utamanya berasal dari kawasan hutan di wilayah KPH. Selain itu, kebutuhan air dimanfaatkan pula untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik secara perpipaan maupun melalui penggunaan sumur. Dengan demikian, tertanggunya ekosistem DAS di wilayah ini akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup di bawahnya. Selain kebutuhan air, sebagian penduduk di sekitar dan di dalam kawasan hutan di wilayah KPH menggantungkan hidupnya dari hasil hutan seperti mengumpulkan getah damar, rotan, lebah madu hutan dan sebagainya. Dalam pemanfaatan lahan hutan selain digunakan dalam bercocok tanam dan juga digunakan membangun tempat tinggalnya.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-83
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Memperhatikan kondisi kawasan hutan di wilayah KPH
saat ini
dinilai memiliki peran cukup penting dalam menyelamatkan asset negara berupa hutan dan ekosistemnya. Karena itu, prinsip pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah mengelola segala potensi sumberdaya hutan secara efisien dan lestari yang dimiliki kawasan hutan ini dengan tidak mengorbankan kepentingan masyarakat, baik yang ada di dalam maupun di sekitar wilayah KPH. 2.
Kendala dan Permasalahan Berdasarkan isu strategis kehadiran KPHP Model Toili Baturube (Unit
XIX), diidentifikasi beberapa kendala dan permasalahan dalam pengelolaan KPH. Hasil identifikasi tersebut digunakan untuk mendukung justifikasi penetapan tujuan, sasaran, kebijakan dan program kegiatan sesuai tujuan pengelolaan hutan. Berikut ini dikemukakan berapa kendala dan permasalahan yang diperkirakan akan berpengaruh dalam pembangunan KPH.
Kendala dalam Pembangunan KPH : 1.
Sebagai KPH baru yang mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.635/Menhut-II/2013, batas luar wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) menjadi bertambah panjang yang belum di tata batas. Panjang batas luar wilayah KPH mencapai 1.029,38 Km (termasuk mangrove 77,11 Km). Hasil perhitungan pada peta KPH diketahui 156 Km telah di tata batas yaitu di Desa Wanasari-Bulanjaya sepanjang 32 Km, Desa Tumpujaya sepanjang 28 Km, Desa Ondo-ondolu sepanjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-84
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
10 Km, Desa Hanga-hanga-Kampung Buton sepanjang 7 Km, Desa Piondo-Bukitjaya
sepanjang 5
Km,
Desa
Sea-Lijo-Winangabino
sepanjang 52 Km, Salubiro-perbatasan CA. Morowali sepanjang 22 Km. Dengan demikian sepanjang 873,38 km belum di tata batas. Tidak adanya tanda batas fisik yang tampak di lapangan, menjadikan areal kerja KPH rawan konfliks dan perambahan lahan hutan. 2.
Adanya aktifitas illegal logging dan perambahan hutan yang telah berlangsung cukup lama, sehingga dengan kehadiran KPH akan terhenti segala aktifitasnya. Keadaan ini dapat membuat tidak nyaman bagi pelaku illegal sesuai Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan serta peraturan-peraturan turunannya (Peraturan Pemerintah, Peraturan/Keputuran Presiden dan Peraturan Menteri Kehutanan).
3.
Peluang terjadinya benturan kepentingan cukup besar antara pengelola KPH dengan masyarakat setempat, instansi non kehutanan dan para stakeholder calon pengguna kawasan hutan yang terkait dengan pembangunan ekonomi daerah dan sosial kemasyarakatan..
4.
Masih terbatasnya kapasitas SDM baik dalam jumlah maupun kualifikasinya dalam mengawal pelaksanaan pembangunan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), khususnya di tingkat tapak.
5.
Masih terbatasnya sarana dan prasarana yang akan mendukung kelancaran aktifitas dalam melaksanakan tugas-tugas rutinitas di lapangan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-85
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
6.
Areal KPH yang sangat luas (259.192 ha), yang berada pada 3 (tiga) wilayah kabupaten dan sebanyak 12 (dua belas) wilayah kecamatan, dukungan akses jalan darat yang terbatas untuk menjangkau seluruh lokasi serta dana dan tenaga jagawana yang terbatas, menjadi faktor penghambat utama dalam melakukan aktifitas pelindungan dan pengamanan hutan.
Potensi Masalah dalam Pembangunan KPH 1.
Hamparan lahan kritis yang cukup luas di wilayah KPH yang mencapai luas ± 6.360,20 ha (sangat kritis dan kritis), akan mengganggu berfungsinya ekosistem DAS sebagai pengatur tata air.
2.
Adanya kasus-kasus dan dampak negatif berupa kerusakan hutan yang ditimbulkan oleh pemanfaatan hasil hutan kayu berskala usaha (HPH) di masa lalu, dapat berkembang menjadi issu tidak perlunya pembangunan KPHP Model Toili-Baturube (Unit XIX).
3.
Dominannya penduduk di sekitar wilayah KPH yang masih tergolong miskin (pra sejahtera) dan berpendidikan SD/tidak tamat SD serta matapencaharian petani yang mencapai 86% (50% petani lahan kering, buruh tani 5%) dari total jumlah penduduk di sekitar wilayah KPH.
4.
Terdapat areal seluas ± 7.683,01 ha yang telah diusahakan penduduk menjadi lahan perkebunan (sawit), petanian lahan kering (kakao, kelapa, kemiri, kopi, dll.), lahan sawah dan pemukiman yang masuk dalam wilayah KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-86
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
5.
Adanya Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 13 tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Suku Wana, patut diperhitungkan Pengelola KPH dalam memanfaatkan kawasan hutannya, mengingat masyarakat adat suku Wana Taa yang bermukim di sekitar wilayah KPH saat ini (setelah SK. Menhut No. SK. 635/Menhut-II/2013), umumnya menggantungkan hidup pada hasil hutan (getah damar, buah/biji, rotan dan madu) yang berasal dari kawasan hutan KPH. Kendala dalam pengelolaan hutan lebih berkonotasi hambatan yang
dapat berarti dapat diantisipasi dengan melakukan tindakan-tindakan nyata secara langsung maupun tidak langsung, baik secara preventif maupun represif. Masalah lebih berkonotasi pada persoalan yang harus diselesaikan melalui pengkajian mendalam yang didasarkan pada hasil-hasil penelitian atau perencanaan berbasis ilmiah. Terlebih jika masalah itu terkait dengan persoalan kemiskinan dan konflik sosial. Untuk mengantisipasi kendala dan permasalahan dalam proses pembangunan KPH, dikemukakan beberapa upaya tindak lanjut sesuai hasil survei potensi hutan, sosekbud dan analisis spasial kawasan hutan wilayah KPH Pra Analisis SWOT : 1.
Upaya Mengatasi Kendala dalam Pembangunan KPH a.
Tata batas luar kawasan hutan di wilayah kerja KPH perlu segera dikerjakan dan diselesaikan dalam rentang waktu pengelolaan jangka panjang KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-87
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
b.
Illegal logging, illegal mining dan aktifitas perambahan hutan perlu segera dihentikan dan diselesaikan melalui penegakan supremasi hukum.
c.
KPH perlu membangun sistem koordinasi yang baik dengan masyarakat, sinergitas antar pemegang izin usaha, koordinasi dan sinergitas dengan instansi dan para stakeholder terkait dengan penggunaan kawasan hutan yang telah dan akan ada di wilayah kerja KPH.
d.
Peningkatan kapasitas SDM pengelola KPH perlu dilakukan secara bertahap sesuai ketersedian anggaran, dan diharapkan tercukupi selama rentang waktu pengelolaan 10 tahun ke depan, termasuk pengadaan sarana dan prasarana pendukung kelancaran aktifitas kerja.
e.
Memperhatikan kawasan hutan di wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang sangat luas dengan kondisi geografis wilayah yang sulit tercapai serta minimnya aksesibilitas di wilayah KPH, maka dalam rangka melindungi dan mengamankan kawasan hutan, pihak KPH dapat memanfaatkan teknologi satelit, dengan menggunakan citra satelit resolusi sedang seperti citra Landsat 8 (citra gratis), dan citra resolusi sangat tinggi seperti citra geo/rapid-
Eye (berakses gratis), quicbird (non-gratis atau berbeli). Dengan menggunakan citra secara multistage tersebut, pihak pengelola KPH akan dengan mudah melakukan pemantauan kawasannya dari
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-88
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
berbagai aktifitas legal maupun illegal. Melalui pemanfaatan teknologi satelit seperti itu, Pengelola KPH dapat memantau kawasannya setiap saat (mingguan, dua mingguan, dan bulanan). Terhadap areal kawasan yang terindikasi ada aktifitas illegal, pihak KPH dapat melakukan tindakan aksi pada tingkat lapangan. Sehubungan dengan itu, Kantor KPH perlu dilengkapi dengan fasilitas internet yang memadai, dan teknologi GIS yang kompatibel yang didukung tenaga operator profesional di bidangnya. 2.
Upaya Mengatasi Masalah dalam Pembangunan KPH a.
Lahan-lahan yang terindikasi sangat kritis dan kritis perlu segera dituntaskan
melalui
dukungan
dana
penyelenggaraan
RHL
Kementerian Kehutanan bagi lahan kritis dalam wilayah tertentu KPH. Sedangkan lahan kritis yang berada dalam wilayah kerja pemegang izin IUPHHK menjadi tanggungjawabnya untuk segera merehabilitasi lahan kritis di wilayah kerja usahanya. Pengelola KPH dapat melakukan evaluasi terhadap para pemegang izin sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. b.
Untuk mengatasi persepsi negatif masyarakat terhadap kasus-kasus perusakan hutan di masa lalu yang dilakukan beberapa pemegang IUPHHK yang kurang mengindahkan kaidah-kaidah kelestarian hutan, pihak pengelola KPH perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar wilayah kerja, bahwa KPH tidak sama dengan HPH. Terkait dengan permasalahan tersebut, pihak KPH dapat
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-89
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
membangun jaringan kemitraan dengan kelompok masyarakat dalam melakukan pengawasan bagi pemegang izin IUPHHK. c.
Dalam
penyelesaian
permasalahan
kemiskinan,
pendidikan
penduduk yang rendah, pihak KPH dapat melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat dan para pemegang izin usaha kehutanan dalam bentuk fasilitasi pengembangan sarana dan parasarana pendidikan dan perekonomian. Bagi KPH sendiri, dapat mempercepat pembangunan hutan tanaman dalam wilayah tertentu dengan melibatkan masyarakat sebagai mitra usaha. Selain itu, pihak KPH dapat memfasilitasi percepatan pembangunan blok-blok pemberdayaan masyarakat dalam skema HTR/HKm/HD. d.
Areal seluas ± 7.683,01 ha yang telah diusahakan penduduk menjadi lahan perkebunan (sawit), petanian lahan kering (kakao, kelapa, kemiri, kopi, dll.), lahan sawah dan permukiman yang masuk dalam wilayah KPH. Bagi areal yang berada dalam wilayah tertentu, baik pada blok HHK-HA maupun HHK-HT, pihak pengelola KPH dapat menerapkan pola pengkayaan tanaman kayu-kayuan dengan cara bermitra dengan petani pengguna lahan hutan.
e.
Kehadiran Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 13 tahun 2012 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat suku Wana Taa, pihak Pengelola KPH dapat menyikapinya dengan tetap memberi akses kepada masyarakat suku Wana untuk memanfaatkan HHBK (getah damar, rotan dan madu). Pemberian akses dimaksud
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-90
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
perlu dilakukan dalam skema pola kemitraan pemanfaatan HHBK dari hutan alam. Dengan demikian, antara kedua belah pihak dapat memperoleh manfaat dalam bentuk bagi hasil. Karena itu, pihak Pengelola KPH dapat berperan sebagai fasilitator dalam pemasaran hasil pemungutan HHBK.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
II-91
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB III VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN A. Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (RENSTRAK/L) Departemen Kehutanan Tahun 2010-2014 (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.08/Menhut-II/2010 tanggal 27 Januari 2010), telah ditetapkan visi penyelenggaraan pembangunan
kehutanan yaitu : Hutan
Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan. Guna mewujudkan visi tersebut
ditetapkan
beberapa
misi
Kementerian Kehutanan, dengan arah kebijakan prioritas pembangunan pada: (1) Pemantapan kawasan hutan; (2) Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung daerah aliran sungai (DAS); (3) Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan; (4) Konservasi keanekaragaman hayati; (5) Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan; (6) Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan; (7) Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan; (8) Penguatan kelembagaan kehutanan. Adapun uraian misi dan tujuan masing-masing misi ditetapkan sebagai berikut : 1.
Memantapkan kepastian status kawasan hutan serta kualitas data dan informasi kehutanan. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kepastian kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumber daya hutan secara lestari.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-1
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
2.
Meningkatnya Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) untuk memperkuat kesejahteraan rakyat sekitar hutan dan keadilan berusaha. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi pengelolaan hutan produksi.
3.
Memantapkan
penyelenggaraan
perlindungan
dan
konservasi
sumberdaya alam. Misi ini bertujuan menurunkan gangguan keamanan hutan dan hasil hutan dalam penyelenggaraan perlindungan dan konservasi sumberdaya alam. 4.
Memelihara dan meningkatkan fungsi dan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) sehingga dapat meningkatkan optimalisasi fungsi ekologi, ekonomi dan sosial DAS. Misi ini bertujuan meningkatkan kondisi, fungsi, dan daya dukung daerah aliran sungai (DAS), sehingga dapat mengurangi resiko bencana alam, dan dapat dikelola secara berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5.
Meningkatkan ketersediaan produk teknologi dasar dan terapan serta kompetensi SDM dalam mendukung penyelenggaraan pengurusan hutan secara optimal. Misi ini bertujuan untuk menyediakan informasi ilmiah dalam pengelolaan hutan lestari, baik dalam tatanan perumusan kebijakan maupun kegiatan teknis pengelolaan hutan di lapangan, serta tersedianya SDM kehutanan yang profesional melalui pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan kehutanan.
6.
Memantapkan kelembagaan penyelenggaraan tata kelola kehutanan Kementerian Kehutanan. Tujuan utama misi ini adalah penyediaan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-2
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
perangkat peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan hutan lestari, peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bidang kehutanan dan terlaksananya tertib administrasi pada Kementerian Kehutanan. Berdasarkan prioritas pembangunan di atas, Kementerian Kehutanan menetapkan sasaran strategis yang akan dicapai dalam pelaksanaan Renstra Tahun 2010‐2014, yaitu : (1) Penataan batas kawasan hutan (batas luar dan batas fungsi kawasan hutan); (2) Penetapan wilayah KPH di setiap provinsi dan pembentukan kelembagaan KPH; (3) Tersedianya data dan informasi sumberdaya hutan; (4) Bertambahnya areal tanaman pada hutan tanaman; (5) Ijin usaha pemanfaatan hutan alam dan restorasi ekosistem; (7) Meningkatnya produk industri hasil hutan yang bersertifikat legalitas kayu; (8) Menurunnya jumlah
hotspot
kebakaran
hutan, konflik, perambahan kawasan hutan,
illegal logging dan wildlife trafikcing sampai dengan di batas daya dukung sumberdaya hutan; (8) Pengelolaan konservasi ekosistem, tumbuhan dan satwa liar sebagai potensi plasma nutfah pada taman nasional dan unit kawasan konservasi lainnya; (9) Rencana pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu pada DAS prioritas; (10) Tanaman rehabilitasi pada lahan kritis di dalam DAS prioritas; (11) Fasilitasi pengelolaan dan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan (HKm); (12) Fasilitasi pengelolaan dan penetapan areal kerja hutan desa; (13) Penyediaan teknologi dasar dan terapan sulvikultur, pengolahan hasil hutan, konservasi alam dan sosial ekonomi guna mendukung pengelolaan hutan lestari; (14) Penyelenggaraan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pendidikan dan pelatihan teknis dan administrasi kehutanan bagi aparat Kementerian Kehutanan dan SDM kehutanan lainnya: (15) Rancangan undang‐undang dan rancangan peraturan pemerintah bidang kehutanan; (16) Laporan keuangan Kementerian Kehutanan dengan opini “wajar tanpa pengecualian” mulai ahun 2012; (17) Penyelenggaraan reformasi birokrasi dan tata kelola. Adapun uraian target capaian, selengkapnya ada pada Permenhut No. P.8/Menhut-II/2010 dan perubahannya No. P.15/MenhutII/2013. Sejalan dengan proses restrukturisasi program dan kegiatan dalam kerangka reformasi perencanaan, dan berdasarkan sasaran yang ingin dicapai
pada
Renstra
Tahun
2010‐2014, Kementerian Kehutanan
menyelenggarakan 7 (tujuh) program, yaitu: (1) Program Perencanaan Makro Bidang Kehutanan dan Pemantapan Kawasan Hutan; (2) Program Peningkatan Pemanfaatan Hutan Produksi; (3) Program Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan; (4) Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) Berbasis Pemberdayaan Masyarakat; (5) Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan; (6) Program Akuntabilitas Dukungan
Aparatur Manajemen
Negara dan
Pengawasan
dan
Peningkatan
Kementerian Kehutanan; (7) Program Pelaksanaan
Tugas
Teknis
Lainnya
Kementerian Kehutanan. Berdasarkan visi, misi, dan sasaran strategi yang akan dicapai dalam pelaksanaan pengelolaan hutan pada point (2) yaitu penetapan wilayah KPH
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-4
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
di setiap provinsi dan pembentukan kelembagaan KPH, diharapkan implementasi tujuh program kegiatan Kementerian Kehutanan dapat terselenggara dengan baik di wilayah kerja KPH. Pembentukan KPH merupakan serangkaian proses perencanaan/penyusunan desain kawasan hutan, yang didasarkan atas fungsi pokok dan peruntukannya, dalam upaya mewujudkan pengelolaan hutan lestari. KPH menjadi bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, provinsi dan kabupaten (RKTN, RKTP, RKTK) yang pembentukannya ditujukan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari. Pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun 2011-2030, ditetapkan arah pengurusan hutan 20 tahun ke depan melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara adil dan berkelanjutan, potensi multi fungsi hutan untuk kesejahteraan masyarakat serta untuk mencapai posisi penting Kehutanan Indonesia di tingkat nasional, regional dan global di tahun 2030, direncanakan implementasinya melalui optimalisasi dan pemantapan kawasan hutan, peningkatan produktivitas dan nilai sumberdaya hutan, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan, peningkatan riset dan teknologi kehutanan, mewujudkan kelembagaan bagi tata kelola kehutanan secara efisien dan efektif serta mengoptimalkan keunggulan komparatif kehutanan Indonesia. Kementerian Kehutanan memacu KPH sebagai bagian dari upaya pemantapan kawasan hutan. KPH disiapkan menjadi pengelola hutan di tingkat tapak yang bukan hanya tahu potensi wilayah hutan yang dikelolanya,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-5
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
tetapi juga bisa merancang pemanfaatannya secara seimbang. KPH sebagai pengelola hutan di tingkat tapak memiliki peluang untuk memanfaatkan potensi sumberdaya hutan di wilayah kerjanya dalam wilayah tertentu dalam bentuk hak pengelolaan hutan seperti HHK-HA, HHK-HT, HHBK, dan Jasa Lingkungan. B. Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah Berangkat dari kondisi sumberdaya hutan di Sulawesi Tengah, maka dalam Rencana Strategis Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016 telah ditetapkan visi yang ingin diwujudkan dalam lima tahun ke depan. Visi tersebut merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang ingin dicapai oleh Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah pada akhir tahun 2016. Dalam
rangka
menyelaraskan
penyelenggaraan
pembangunan
kehutanan yang menjadi bagian dari proses pembangunan nasional dan daerah, maka perumusan visi dan misi dinas kehutanan, mengacu pada kerangka umum pembangunan kehutanan nasional dan pembangunan daerah Sulawesi Tengah yang dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014, RPJMD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016 serta tugas pokok dan fungsi yang diemban Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan arahan umum kerangka pembangunan kehutanan nasional, kerangka pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tengah, tugas dan fungsi Dinas Kehutanan, serta permasalahan yang dihadapi dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-6
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pembangunan kehutanan dalam lima tahun ke depan, maka visi Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dalam penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sulawesi Tengah Tahun 2011-2016 adalah : “Pengelolaan Hutan Optimal Masyarakat Sejahtera”. Untuk mewujudkan visi di atas, maka misi pembangunan kehutanan Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2011-2016 adalah sebagai berikut : 1.
Peningkatan pengelolaan hutan produksi, hutan lindung dan Taman Hutan Raya.
2.
Mendorong percepatan terbentuknya Kelembagaan Pengelolaan Hutan Produksi dan Hutan Lindung.
3.
Peningkatan Rehabilitasi Hutan dan Perhutanan Sosial Berbasis Pemberdayaan Masyarakat.
4.
Peningkatan upaya pengamanan hutan produksi, hutan lindung dan Taman Hutan Raya serta Penegakan Supremasi Hukum.
5.
Penataan Kelembagaan, Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan dan Pelayanan Informasi Publik yang Akuntabel, Adil dan Transparan. Sehubungan dengan telah ditetapkannya arah pengurusan hutan
tingkat nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030, maka penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP), Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota (RKTK) dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-7
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Rencana Pengelolaan Hutan di Tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) mengacu pada RKTN. Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah telah menindaklanjuti RKTN dimaksud dengan tujuan agar arah pengurusan kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah searah dan seirama dengan arah pengurusan kehutanan tingkat nasional, termasuk periode waktu pelaksanaannya. Pada tahun 2013, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi telah menyusun Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Periode Tahun 2011-2030. Dalam penyusunan RKTP tersebut, telah diupayakan agar visi dan misi Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 20112016 tetap sinkron sampai dengan akhir tahun 2016, serta telah dilakukan penyelarasan dengan arahan pembangunan nasional dan kondisi pengelolaan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi sampai dengan akhir tahun 2030. Dokumen RKTP Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2030, telah memperhatikan potensi dan kondisi sumberdaya hutan saat ini, dinamika social, kebutuhan pembangunan ekonomi dan lingkungan serta tingkat pertumbuhan penduduk ke depan. Dengan demikian, dalam pembangunan kehutanan 20 tahun ke depan, harus mampu menjawab kondisi yang berkembang selama proses perjalanannya menuju pada pencapaian target pembangunan kehutanan secara optimal di akhir tahun 2030. Berkaitan dengan hal tersebut, telah dirumuskan visi pembangunan kehutanan hingga akhir tahun 2030 adalah “Pengelolaan Sumberdaya Hutan Adil Berkelanjutan, Masyarakat Sejahtera”.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-8
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Visi tersebut mengandung makna bahwa dalam meraih pembangunan kehutanan optimal di era kemajuan teknologi dan informasi serta perkembangan kemajuan pembangunan dan dinamika sosial yang tinggi dalam 20 tahun ke depan, bukan hanya hutan yang harus dikelola dan dijaga kelestariannya, tetapi kawasan yang menjadi tempat tumbuh (habitat) dari hutan itu menjadi sangat penting dijaga eksistensinya dan diposisikan sebagai sumberdaya biofisik yang mampu memberikan sumber-sumber kesejahteraan bagi masyarakat. Kehidupan masyarakat yang sejahtera dalam hal ini adalah memberikan ruang hidup yang layak dan adil bagi masyarakat yang telah lama hidup dan tinggal di kawasan hutan negara dengan tetap menjaga keberlanjutan pembangunan kehutanan yang dapat memberikan konstribusi ekonomi bagi pembangunan daerah. Untuk mewujudkan visi di atas, maka misi pembangunan kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Periode tahun 2017-2030 sebagaimana telah dirumuskan dalam dokumen RKTP adalah : 1.
Pembenahan sistem kelola hutan, pemantapan dan optimalisasi kawasan hutan, peningkatan koordinasi lintas sektor/kementerian, penguatan kelembagaan
penyuluhan
dan
pengembangan
SDM
Kehutanan,
peningkatan peran sektor kehutanan di tingkat regional dan global, serta komitmen dan konsistensi penegakan hukum bidang kehutanan. 2.
Penguatan pemanfaatan SDA di kawasan hutan konservasi untuk tujuan Perlindungan dan Pelestarian Alam.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-9
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
3.
Penguatan pemanfaatan SDA di kawasan perlindungan hutan alam untuk keseimbangan lingkungan global.
4.
Percepatan rehabilitasi hutan di kawasan hutan.
5.
Peningkatan produk hasil hutan dan peningkatan akses dan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan di kawasan pengusahaan hutan skala besar dan skala kecil.
6.
Optimalisasi distribusi fungsi dan manfaat kawasan hutan bagi sektor di luar kehutanan di kawasan non-kehutanan.
7.
Perwilayahan sentra-sentra produk hasil hutan.
C. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Sumberdaya hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Provinsi Sulawesi Tengah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan warisan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Karena itu perlu dikelola secara bijak, terencana, optimal dan bertanggung jawab sesuai dengan daya dukungnya, serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup guna menjamin pemanfaatan hutan berkelanjutan, yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan di masa kini dan masa mendatang. Pernyataan tersebut mengandung nilai-nilai yang menjadi azas pembangunan kehutanan sekaligus tujuan pemanfaatan sumberdaya hutan. Pemanfaatan sumberdaya hutan harus dilaksanakan berdasarkan rasionalitas dan optimalitas yang dilaksanakan secara bertanggung jawab guna menjamin
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-10
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kelestarian dan keseimbangan ekosistem, serta pembangunan berkelanjutan secara berkeadilan. Karena itu, sumberdaya hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) bukan hanya sekedar sekumpulan pepohonan yang mampu menyediakan kayu, akan tetapi sebagai ekosistem penyangga kehidupan. Karakter-karakter sumberdaya hutan di atas menunjukkan bahwa hutan mempunyai kedudukan, fungsi, dan peran yang sangat penting dan vital bagi kehidupan sosial budaya, perekonomian, serta kelestarian dan kualitas lingkungan hidup. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya hutan harus dilakukan secara lestari guna memenuhi fungsi sosial, ekonomi dan ekologi secara bersama-sama dan optimal. Mengacu pada visi, misi dan sasaran stategis pembangunan kehutanan di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, mempedomani arah pengurusan pembangunan kehutanan pada tingkat nasional dan tingkat provinsi, serta memperhatikan potensi dan kondisi sumberdaya hutan, dinamika sosial dan kebutuhan pembangunan ekonomi dan lingkungan, tingkat pertumbuhan penduduk ke depan, visi pengelolaan hutan UPT. KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014-2023 ditetapkan sebagai berikut : “TERWUJUDNYA PENGELOLAAN HUTAN OPTIMAL DAN KPH MANDIRI UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT” Visi tersebut mengandung pengertian : 1.
Pengelolaan Hutan Optimal dalam arti di tahun 2023 pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung yang berada di dalam wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dapat diselenggarakan secara optimal sesuai
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-11
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
fungsi dan peruntukannya, dimana dalam mencapainya diperlukan langkah konkret melalui sinerginitas pengelolaan antara pusat, provinsi, kabupaten dengan tingkat tapak/KPH serta berbagai sektor yang pada akhirnya dapat menghasilkan nilai tambah bagi negara, daerah dan masyarakat sekitarnya. 2.
KPH Mandiri, dalam arti di tahun 2023 UPT KPHP Model Toili Baturube diharapkan dapat berkembang menjadi organisasi yang mandiri dalam bentuk Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) yang mampu menyelenggarakan pengelolaan hutan secara optimal dan lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3.
Kesejahteraan Masyarakat adalah suatu kondisi dimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar yang bersifat material dan spiritual. Indikator yang dipergunakan untuk mengukur kesejahteraan diantaranya adalah tingkat pendapatan, lama sekolah, derajat kesehatan, angka kemiskinan, dan akses masyarakat terhadap layanan publik lainnya yang tersedia. Untuk mewujudkan visi tersebut, misi dan tujuan dari masing-masing
misi pengelolaan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 20142023 ditetapkan sebagai berikut : 1.
Memantapkan kepastian status kawasan hutan, batas wilayah, batas blok dan batas petak serta kualitas data dan informasi biofisik, sosial dan spasial. Misi ini bertujuan untuk memberikan kepastian legalitas dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-12
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
status kawasan hutan serta wilayah pengelolaan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari. 2.
Memantapkan dan mendorong efektivitas kelembagaan KPH. Misi ini bertujuan untuk peningkatan kapasitas SDM, sarana dan prasarana, pendanaan, standar operasional serta kejelasan tata hubungan kerja baik secara vertikal maupun horizontal.
3.
Peningkatan upaya pengamanan hutan produksi dan hutan lindung serta penegakan supremasi hukum. Misi ini bertujuan untuk meminimalisasi tingkat gangguan keamanan terhadap hutan produksi dan hutan lindung serta hasil hutan di wilayah KPH, sehingga kawasan hutan dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.
4.
Memantapkan
pengelolaan
hutan.
Misi
ini
bertujuan
untuk
mengoptimalkan pengelolaan hutan pada hutan produksi dan hutan lindung dalam wilayah KPH untuk kesejahteraan masyarakat. 5.
Memantapkan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan berbasis pemberdayaan masyarakat. Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi, fungsi dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan memberdayakan masyarakat sekitarnya.
6.
Memantapkan peran dan partisipasi para pihak dalam pengelolaan hutan. Misi ini bertujuan untuk mengoptimalkan keterlibatan para pihak dalam pengelolaan hutan.
7.
Pembenaan sistem kelola hutan. Misi ini bertujuan untuk memperkuat pengelolaan hutan dalam implementasi program-program pembangunan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-13
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kehutanan jangka panjang KPH, melalui : pembaharuan sistem kelola hutan, pemantapan dan optimalisasi kawasan hutan, pengembangan sistem insentif dan dis-insentif, penelitian dan pengembangan serta penguatan desentralisasi pengelolaan hutan. 8.
Penguatan Pemanfaatan SDA di Kawasan Perlindungan Hutan Alam untuk keseimbangan lingkungan global. Misi ini bertujuan untuk memperkuat pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) bagi keseimbangan lingkungan global dalam rangka mempercepat penyelesaian konflik penggunaan kawasan hutan, mencegah dan mengendalikan penggunaan kawasan hutan alam yang tidak relevan dengan fungsinya dan mempercepat implementasinya di tingkat lapangan, meningkatkan perlindungan dan pengamanan kawasan hutan, mendorong investasi hijau (green investment) melalui pemberian insentif-dis-insentif, menyusun dan
mengimplementasikan
strategi
nasional
REDD+
dan
mengembangkan pengelolaan hutan alam yang berkelanjutan. 9.
Peningkatan produksi hasil hutan dan peningkatan akses dan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan. Misi ini bertujuan untuk menumbuhkan kembali daya tarik investasi di sektor kehutanan melalui penyelesaian konflik pemanfaatan kawasan hutan di tingkat tapak, pengakuan hak-hak adat masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan produksi, adanya jaminan perlindungan dan pengamanan asset investor di kawasan hutan dari berbagai sumber potensi gangguan, percepatan investasi pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman (IUPHHK-HA/HT)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-14
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
oleh BUMN/BUMS, pembangunan industri-industri primer hasil hutan kayu, intensifikasi produksi hasil hutan kayu dan diversifikasi/ peningkatan nilai tambah hasil hutan, pengembangan pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat (HTR, HKm, Hutan Desa) dan percepatan kemandirian KPH dalam bentuk Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). D. Capaian Utama yang Diharapkan Berdasarkan rumusan visi dan misi di atas, capaian utama yang diharapkan dapat terpenuhi dari pengelolaan hutan oleh UPT. KPHP Model Toili Baturube selama kurun waktu 10 tahun (2014-2023) adalah sebagai berikut : 1.
Terselesaikannya penataan batas luar kawasan hutan di wilayah KPH.
2.
Tertatanya blok dan petak di dalam wilayah KPH.
3.
Terbentuknya organisasi KPH yang mandiri dalam bentuk PPK-BLUD.
4.
Terselenggaranya pengamanan hutan produksi dan hutan lindung secara partisipatif dalam skala prioritas.
5.
Terselenggaranya pengelolaan hutan secara optimal pada areal yang telah dibebani ijin.
6.
Terselenggaranya pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan secara optimal pada wilayah tertentu KPH.
7.
Terselenggaranya pengembangan usaha jasa lingkungan (Jasling)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-15
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
8.
Terselenggaranya
program
pemberdayaan
masyarakat
melalui
pengembangan hutan kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD) serta kemitraan kehutanan. 9.
Terbina, terpantau dan terevaluasinya kegiatan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan pada areal KPH yang telah dibebani ijin.
10. Terselenggaranya rehabilitasi hutan dan lahan melalui pemberdayaan masyarakat pada areal KPH yang belum dibebani ijin. 11. Terselenggaranya koordinasi yang sinergis antar pemegang ijin dan antar KPH dengan pemegang ijin dan stakeholders terkait. 12. Terlaksananya
upaya-upaya
resolusi
konflik
tenurial
yang
penanganannya dilakukan berdasarkan skala prioritas. 13. Terbangun dan terkelolanya database secara baik guna mendukung pengembangan sistem informasi kehutanan dalam rangka pengembangan sistem informasi KPH secara on-line.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
III-16
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB IV ANALISIS DAN PROYEKSI A. Analisis Berdasarkan kondisi saat ini, ruang lingkup tugas dan fungsi UPT. KPHP Toili Baturube serta kendala/permasalahan dalam pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), maka dapat dirumuskan analisis strategis dengan menggunakan Analisis SWOT yang merupakan analisis terhadap lingkungan strategis berupa lingkungan internal meliputi : kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta lingkungan eksternal meliputi : peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Kekuatan (Strength) adalah sumberdaya, keahlian atau keunggulan yang dimiliki oleh KPH. Kelemahan (Weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keahlian dan kemampuan yang mengganggu efektifitas kinerja KPH. Peluang (Opportunity) adalah situasi di luar KPH yang menguntungkan dan dapat membantu mencapai tujuan pengelolaan KPH. Ancaman (Threats) adalah situasi yang tidak menguntungkan di luar KPH yang dapat menghambat pencapaian tujuan pengelolaan KPH. Melalui analisis SWOT dapat ditentukan berbagai kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan dalam pengelolaan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Alternatif strategi tersebut dapat dihasilkan
dengan
memaksimalkan
kekuatan
dan
peluang,
serta
meminimalkan kelemahan dan ancaman secara bersamaan. Dalam proses
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-1
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
analisis akan teridentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat untuk mencapai tujuan pengelolaan KPH. Strategi merupakan tindakan untuk mencapai tujuan, melalui pendayagunaan dan alokasi semua sumberdaya yang penting sesuai dengan arah dan tujuan kegiatan pengelolaan hutan KPH. Perencanaan strategi selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari “apa yang terjadi”. Karena itu, untuk menyusun strategi pembangunan, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengkaji potensi dan masalah yang dimiliki kaitannya dengan kegiatan pengelolaan hutan. Potensi dan masalah dimaksud antara lain mencakup aspek-aspek biogeofisik, sosial, ekonomi dan budaya yang ada di masyarakat sekitar lokasi KPH. Untuk menyusun perencanaan strategis 10 tahun ke depan, dilakukan kombinasi diantara dua faktor sehingga menghasilkan empat macam strategi, sebagai berikut : 1.
Strategi Strength-Opportunity (S-O) yaitu strategi dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesarbesarnya.
2.
Strategi Strength-Threats (S-T) adalah strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.
3.
Strategi Weakness-Opportunity (W-O) adalah meminimalkan kelemahan untuk meraih peluang atau strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang dimiliki.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-2
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
4.
Strategi Weakness-Threats (W-T) adalah strategi yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Setelah menganalisis potensi dan permasalahan, tahap selanjutnya
adalah memanfaatkan semua informasi tersebut untuk menyusun matrik SWOT. Kisi-kisi yang terdapat pada matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi, dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal dalam pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Matriks SWOT menghasilkan empat kisi kemungkinan alternatif strategi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1. Matriks Analisis SWOT
Eksternal
Peluang (O)
Ancaman (T)
Strategi S – O
Strategi S – T
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk meminimalkan ancaman
Strategi W – O
Strategi W – T
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Internal
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Strategi S – O (Kekuatan – Peluang) Strategi ini dibuat berdasarkan keinginan agar kegiatan pengelolaan hutan di KPH dapat berhasil. Dalam merumuskan strategi ini, harus memanfaatkan seluruh kekuatan (potensi) baik yang dimiliki masyarakat, maupun pemerintah untuk merebut dan memanfatkan peluang sebesarbesarnya. Strategi S – T (Kekuatan – Ancaman) Strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki masyarakat dan pihak manajemen kegiatan untuk mengatasi ancaman yang dapat timbul dari luar kontrak pengelolaan. Strategi W – O (Kelemahan – Peluang) Strategi ini ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dalam mendukung keberhasilan pengelolaan hutan KPHP dengan cara meminimalkan kelemahan yang dimiliki masyarakat maupun pemerintah. Strategi W – T (Kelemahan – Ancaman) Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Dari hasil analisis kondisi dan potensi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), dapat diidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal dengan hasil sebagaimana Tabel 4.2 di bawah ini.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-4
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 4.2. Matriks Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Eksternal
Internal
Peluang (O)
Ancaman (T)
1. Adanya kearifan lokal masyarakat di sekitar wilayah KPH. 2. Adanya partisipasi masyarakat dalam mendukung keberadaan KPH. 3. Pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung dengan kebijakan pemerintah. 4. Dukungan para pihak (pemerintah pusat/propinsi/kab,/privat sektor, LSM, Masyarakat. 5. Kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH 6. Adanya kebijakan program RHL 7. Tersedianya tenaga kerja produktif di sekitar KPHP. 8. Adanya kebijakan pengembangan HTR, HKm, HD. 9. Adanya program peningkatan kapasitas staff KPH. 10. Berkembangnya bentuk-bentuk kerjasama dalam pemanfaatan jasa lingkungan dalam rangka kemandirian.
1. Kegiatan illegal logging dan illegal mining. 2. Penyerobotan lahan untuk kegiatan perladangan 3. Rendahnya pendidikan dan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan 4. Krisis ekonomi global berpotensi menambah masyarakat miskin. 5. Adanya dampak negatif HPH di masa lalu. 6. Adanya tanaman tahunan di kebun masyarakat dalam KPH. 7. Adanya Perda Adat Suku Wana. 8. Adanya jalan raya dan eks HPH yang melintas dalam areal KPH 9. Tingginya ketergantungan msyrkt terhadap sumberdaya hutan. 10. Adanya perburuan satwa liar. 11. Adanya pemanfaatan getah damar dan rotan secara ilegal. 12. Adanya aktifitas pertanian dan permukiman di kawasan mangrove.
Strategi S – O
Strategi S – T
Maksi (S)-Maksi (O):
Maksi (S)-Mini (T):
(S1)-(O3,O4,O10); (S2)-(O4,O9); (S3)(O2,O3,O8); (S4)-(O5,O8, O10); (S5)(O5,O7,O9); (S6)-(O3,O10); (S7)-(O2,O5); (S8)-(O1,O2,O6); (S9)-(O3); (S10)-(O3); (S11)-(O4,O8)
(S1)-(T1,T2,T3,T6,T10,T11,T12); (S2)(T1,T2,T3,T6,T10,T11,T12); (S3)(T1,T2,T3,T6,T10,T11,T12); (S4)(T1,T6,T7,T9,T10,T11,T12); (S5)(T3,T11); (S6)-(T3,T4); (S7)-(T3,T5).
Strategi W - O
Strategi W – T
Kekuatan (S) 1. Memiliki struktur organisasi yang jelas. 2. Mempunyai status hukum kelembagaan dan kawasan. 3. Adanya SOP pengelolaan KPH 4. Adanya blok/petak kelola hutan yang jelas 5. Adanya potensi kayu dan non-kayu yang tinggi dan bernilai komersial. 6. Adanya potensi jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, peneltian, DAS, air bersih). 7. Berfungsi sebagai penyangga kehidupan /penyeimbang ekosistem 8. Sebagai daerah tangkapan air untuk menyuplai air irigasi pertanian di sekitarnya. 9. Memiliki species langka dan endemik. 10. Tingginya potensi keanekaragaman hayati. 11. Adanya dua unit IUPHHK-HA, dua unit HTI, HTR dan HKm. Kelemahan (W) 1. Personil masih kurang (Jumlah personil & Kapasitas dibanding dengan luas kawasan) 2. Pendanaan belum memadai. 3. Data potensi kawasan belum lengkap. 4. Penataan batas wilayah KPH belum selesai 5. Sarana dan prasarana belum memadai 6. Akses (sulit) pada lokasi potensi hutan tinggi 7. Adanya kebijakan PIPPIB. 8. Hutan rusak dan Lahan kritis masih cukup luas. 9. Erosi dan sedimentasi masih tinggi. 10. Hamparan lahan semak belukar cukup luas.
Mini (W)-Maksi (O): (W1)-(O1,O5, O9); (W2)-(O4,O5); (W3)(O2,O5); (W4)-(O4,O5); (W5)-(O4,O5); (W6)-(O4,O5); (W7)-(O6,O8); (W8)-(O6); (W10)-(O6,O8).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
Mini (W)-Mini (T): (W1)-(T1,T2); (W2)-(T1,T2); (W4)-(T2); (W5)-(T1,T2,T3,T4,T5,T6,T7,T8,T9, T10,T11, T12); (W6)-(T7,T8,T11); (W7)(T1,T2,T3); (W8)-(T1,T2,T12); (W9)(T1,T2,T3); (W10)-(T3,T7).
IV-5
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, diuraikan hasil rumusan strategis pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dengan uraian sebagai berikut : 1.
Memaksimalkan Kekuatan (S) dan Peluang (O) a.
Strategi
(S1)
(O1,O4,O10)
Strategi
ini
diharapkan
dapat
memaksimalkan peran UPT KPH dengan memanfaatkan peluang pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung kebijakan pemerintah; dukungan para pihak (pemerintah pusat/propinsi/ kabupaten/sektor privat, LSM/NGo, Masyarakat; berkembangnya bentuk-bentuk kerjasama dalam pemanfaatan jasa lingkungan dalam rangka kemandirian. b.
Strategi
(S2)
(O4,O9)
Strategi
ini
diharapkan
dapat
memaksimalkan penerapan aturan terkait status kelembagaan dan kawasan dengan memanfaatkan peluang berupa dukungan para pihak (pemerintah
pusat/propinsi/kabupaten/sektor
privat,
LSM/NGo,
Masyarakat; peningkatan kapasitas staf melalui kursus dan pelatihan. c.
Strategi (S3)
(O2,O3,O8) Strategi ini diharapkan adanya SOP
yang jelas dalam pengelolaan KPH guna meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung keberadaan KPH; pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung dengan kebijakan pemerintah; dan kebijakan pengembangan HTR, HKm, HD.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-6
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
d.
Strategi (S4)
(O5,O8,O10) Strategi ini diharapkan dengan adanya
blok/petak kelola hutan yang jelas, sesuai dengan kebijakan pengelolaan
hutan
berbasis
KPH
implementasi
kebijakan
pemberdayaan masyarakat berbasis HTR, HKm dan HD menjadi lebih terarah, serta bentuk-bentuk kerjasama dalam pemanfaatan jasa lingkungan menuju kemandirian KPH semakin berkembang. e.
Strategi (S5)
(O5,O7,O9) Strategi ini diharapkan dengan adanya
potensi kayu dan non-kayu yang tinggi dan bernilai komersial, atas dukungan kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH, dan potensi tenaga kerja produktif yang tersedia di sekitar KPH, serta dukungan kapasitas staf KPH yang memadai, potensi kayu dan non-kayu dapat terkelola dan termanfaatkan sesuai peraturan perundangan-undangan. f.
Strategi (S6)
(O3,O10) Strategi ini diharapkan dengan adanya
potensi jasa lingkungan di wilayah KPH, pengembangan jasa lingkungan (carbon trade, pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) yang didukung dengan kebijakan pemerintah dapat memacu berkembangnya bentuk-bentuk kerjasama dalam pemanfaatan jasa lingkungan menuju kemandirian KPH. g.
Strategi (S7)
(O2,O5) Strategi ini diharapkan kehadiran potensi
hutan di wilayah KPH berfungsi sebagai penyangga kehidupan/ penyeimbang ekosistem dalam meningkatkan partisipasi masyarakat mendukung keberadaan KPH sesuai kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-7
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
h.
Strategi (S8)
(O1,O2,O6) Strategi ini diharapkan kehadiran
potensi hutan di wilayah KPH berfungsi sebagai daerah tangkapan air untuk mensuplai irigasi pertanian di sekitarnya, sehingga meningkatkan
partisipasi
masyarakat
pengembangan
pemanfaatan jasa
mendukung
lingkungan (carbon
KPH, trade,
pariwisata, penelitian, DAS, air bersih) serta kebijakan program RHL yang mendukung percepatan pemulihan lahan kritis DAS. i.
Strategi (S9)
(O3) Strategi ini diharapkan species langka dan
endemik yang ada di wilayah KPH dapat mendukung pengembangan jasa lingkungan di bidang penelitian sesuai kebijakan pemerintah. j.
Strategi
(S10)
(O3)
Strategi
ini
diharapkan
potensi
keanekaragaman hayati yang tinggi di wilayah KPH dapat mendukung pengembangan jasa lingkungan di bidang penelitian sesuai kebijakan pemerintah. k.
Strategi (S11)
(O4,O8,O11) Strategi ini diharapkan kehadiran
IUPHHK-HA, unit HTI, HTR dan HKm, memperoleh dukungan para pihak (pemerintah pusat/propinsi/ kabupaten, sektor privat, LSM/NGo, masyarakat, serta posisi HTR, HKm, HD semakin kondusif perkembangannya. 2.
Memaksimalkan Kekuatan (S) dan Meminimalkan Ancaman (T) a.
Strategi (S1,S2,S3)
(T1,T2,T3,T6,T10,T11,T12) Strategi ini
diharapkan dapat memaksimalkan peran dan fungsi UPT KPHP Model Toili Baturube dan atas status hukum kelembagaan dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-8
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kawasan, serta dengan SOP yang jelas, mampu mengendalikan aktifitas ilegal logging dan ilegal mining di wilayah KPH. Pengelola KPH diharapkan pula dapat mengendalikan penyerobotan lahan seperti kegiatan perladangan; berperan aktif dalam peningkatan pendidikan dan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan; mengendalikan akitifitas perburuan satwa liar; mengendalikan pemanfaatan getah damar, madu hutan dan rotan secara ilegal; serta pengendalian aktifitas pertanian dan permukiman di kawasan mangrove. b.
Strategi (S4)
(T1,T6,T7,T9,T10,T11,T12) Strategi ini diharapkan
dengan adanya blok/petak kelola hutan yang jelas di wilayah KPH, mampu mengendalikan aktifitas ilegal logging dan ilegal mining di wilayah KPH; pemanfaatan tanaman tahunan di kebun masyarakat dalam KPH sesuai blok/petak kelola pemberdayaan masyarakat; mencegah terjadinya benturan kebijakan Perda Morowali atas pengakuan
KAT
Suku
Wana;
mengakomodir
kepentingan
masyarakat lokal yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya hutan; mencegah dan mengendalikan aktifitas perburuan satwa liar; memposisikan pemanfaatan getah damar dan rotan dari aktifitas ilegal menjadi legal; serta melakukan pembinaan kawasan mangrove sesuai fungsinya sebagai kawasan hutan lindung. c.
Strategi (S5)
(T3,T11) Strategi ini diharapkan keberadaan potensi
kayu dan non-kayu yang tinggi dan bernilai komersial, pihak
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-9
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pengelola KPH dapat meningkatan pengetahuan dan keterampilam masyarakat melalih pelatihan dan kursus dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dan non-kayu agar taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan menjadi lebih baik setelah adanya KPH. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang baik diharapkan dapat memahami pemanfaatan getah damar dan rotan secara legal sesuai peraturan perundang-undangan. d.
Strategi (S6)
(T3,T4) Strategi ini diharapkan potensi jasa
lingkungan (carbon trade, pariwisata, peneltian, DAS, air bersih), dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar melalui kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, serta mengurangi masyarakat miskin melalui kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan. e.
Strategi (S7) pemahaman
(T3,T5) Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan masyarakat
sekitar
KPH
melalui
peningkatan
pengetahuan dan pendidikan lingkungan serta perbaikan taraf hidup masyarakat untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan dalam peningkatan peran dan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan/ penyeimbang ekosistem. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap keberadaan KPH di wilayahnya, pihak KPH dapat melakukan kegiatan penyuluhan tentang keberadaan KPH tidak sama dengan HPH. Karena itu, setiap pemegang izin IUPHHK-HA, pihak KPH perlu melakukan pengawasan dan pemantauan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-10
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
3.
Meminimalkan Kelemahan (W) dan Memaksimalkan Peluang (O) a.
Strategi (W1)
(O1,O5,O9) Strategi ini diharapkan dengan
personil masih kurang (jumlah personil dan kapasitas dibanding dengan luas kawasan), pihak KPH dapat melibatkan masyarakat sekitar KPH sesuai kearifan lokalnya, serta memanfaatkan kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH untuk memperoleh dukungan peningkatan kapasitas staf KPH yang memadai sesuai kebutuhan pengelolaan hutan yang mendesak. b.
Strategi (W2)
(O4,O5) Strategi ini diharapkan dengan pendanaan
yang terbatas, pihak KPH dapat menggalang dukungan para pihak (pemerintah pusat/propinsi/kabupaten, sektor privat, LSM/NGo, masyarakat, yang disinkronkan dengan kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH. c.
Strategi (W3)
(O2,O5) Strategi ini diharapkan data potensi
kawasan belum lengkap, dapat dilengkapi dengan menggalang partisipasi masyarakat dalam pengumpulan data potensi sesuai dengan kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH. d.
Strategi (W4)
(O4,O5) Strategi ini diharapkan penataan batas
wilayah KPH belum selesai, dapat menggalang dukungan para pihak (pemerintah pusat/propinsi/kabupaten, sektor privat, LSM/NGo, masyarakat, yang disinkronkan dengan kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-11
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
e.
(O4,O5) Strategi ini diharapkan sarana dan
Strategi (W5)
prasarana belum memadai, dapat menggalang dukungan para pihak (pemerintah pusat/propinsi/kabupaten, sektor privat, LSM/NGo, masyarakat, yang disinkronkan dengan kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH. f.
Strategi (W6)
(O4,O5) Strategi ini diharapkan akses (sulit) pada
lokasi potensi hutan tinggi, dapat menggalang dukungan para pihak (pemerintah pusat/propinsi/kabupaten, sektor privat, LSM/NGo, masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (rotan, damar, madu hutan, dan lain-lain), yang disingkronkan dengan kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH. g.
Strategi (W7)
(O6,O8) Strategi ini diharapkan dengan adanya
kebijakan PIPPIB, pihak KPH dapat lebih fokus pada kegiatan RHL dan pengembangan hutan tanaman kayu berproduksi cepat serta pengembangan HTR, HKm, dan HD. h.
Strategi (W8)
(O6) Strategi ini diharapkan keberadaan hutan
rusak dan lahan kritis masih cukup luas., pihak KPH dapat lebih fokus pada kegiatan RHL dalam pengembangan hutan tanaman kayu berproduksi cepat. i.
Strategi (W10)
(O6,O8) Strategi ini diharapkan keberadaan
hamparan lahan semak belukar cukup luas, pihak KPH dapat lebih fokus pada kegiatan RHL dan pengembangan hutan tanaman kayu berproduksi cepat serta pengembangan HTR, HKm, dan HD.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-12
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
4.
Meminimalkan Kelemahan (W) dan Meminimalkan Ancaman (T) a. Strategi (W1,W2)
(T1,T2) Strategi ini diharapkan bahwa personil
yang masih kurang (jumlah personil dan kapasitas dibanding dengan luas kawasan), dan pendanaan yang terbatas, pihak KPH dapat mampu mengendalikan aktifitas illegal logging dan illegal mining dan penyerobotan kawasan hutan di wilayah KPH dengan cara melakukan koordinasi dan kerjasama yang baik dengan pihak pemerintah desa/kecamatan/kabupaten dan tokoh masyarakat. Pihak pengelola KPH dapat melakukan tindakan secara preventif melalui penyuluhan hukum dan lingkungan, serta sosialisasi tugas, fungsi serta tanggungjawab pengelola KPH
dalam perlindungan dan
pengamanan kawasan hutan. b. Strategi (W4)
(T2) Strategi ini diharapkan bahwa kegiatan
penataan batas wilayah KPH yang belum selesai di tata batas dapat lebih diprioritaskan. Pal-pal batas yang secara fisik nyata di lapangan dapat menjadi tanda peringatan para pelaku penyerobot kawasan hutan untuk tidak melakukan aktifitas perladangan. c. Strategi
(W5)
(T1,T2,T3,T4,T5,T6,T7,T8,T9,710,T11,T12)
Strategi ini diharapkan dengan sarana dan prasarana belum memadai selalu menjadi faktor pembatas dalam beraktifitas. Kawasan hutan di wilayah KPH yang diperhadapkan pada berbagai masalah illegal, hanya dapat diminimalkan dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana dimaksud antara lain:
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-13
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
perkantoran, transportasi, perlindungan dan pengamanan kawasan, komunikasi dan informasi.
Terdapat sebanyak 12 faktor-faktor
eksternal yang dinilai dapat mengancam dan menghambat programprogram pengelolaan hutan dalam 10 tahun ke depan apabila tidak ditunjang sarana dan prasarana yang memadai yaitu: Kegiatan illegal logging dan illegal mining; penyerobotan lahan untuk kegiatan perladangan; rendahnya pendidikan dan taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan; krisis ekonomi global berpotensi menambah masyarakat miskin; adanya dampak negatif HPH di masa lalu; adanya tanaman tahunan di kebun masyarakat dalam KPH; adanya KAT Suku Wana; adanya jalan raya dan eks HPH yang melintas dalam areal KPH; tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan;
adanya perburuan satwa liar; adanya
pemanfaatan getah damar dan rotan secara illegal; adanya aktifitas pertanian dan permukiman di kawasan mangrove. d. Strategi (W6)
(T7,T8,T11) Strategi ini diharapkan akses (sulit)
pada lokasi potensi hutan tinggi, pihak KPH dapat memanfaatkan jalan raya/eks. jalan HPH yang melintasi wilayah KPH (di kawasan hutan lindung dan hutan produksi) dalam mengelola dan memanfaatkan potensi hutannya. Pihak pengelola KPH dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat KAT Suku Wana dalam pemanfaatan getah damar, madu hutan dan rotan, terutama pada lokasi berakses sulit.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-14
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
e. Strategi (W7)
(T1,T2,T3) Strategi ini diharapkan dengan adanya
kebijakan PIPPIB berupa moratoium penebangan hutan, disatu sisi dapat menghambat percepatan KPH menjadi mandiri, namun disisi lain kebijakan ini dapat membantu pengelola KPH mengamankan areal hutannya dari kegiatan illegal logging dan illegal mining, serta penyerobotan lahan untuk kegiatan perladangan. Suatu strategi baru yang dapat dibangun dengan kondisi PIPPIB adalah membangun hutan tanaman penghasil getah dan buah/biji pada lahan-lahan yang telah diolah menjadi ladang, baik di kawasan hutan lindung ataupun hutan produksi di luar blok pemberdayaan masyarakat dengan cara memposisikan perambah yang telah terbina baik (telah dibekali pengetahuan dan keterampilan berusahatani hutan menetap) sebagai pelaku utama di lokasi rambahannya masing-masing. Strategi pemasaran hasil dikendalikan secara bersama-sama antara pengelola KPH dengan pihak petani hutan (perambah yang terbina). f. Strategi (W8)
(T1,T2,T12) Strategi ini diharapkan hutan rusak
dan lahan kritis masih cukup luas di wilayah KPH dapat segera dituntaskan dengan cara mengendalikan kegiatan illegal logging dan illegal mining, mengendalikan penyerobotan hutan/perlandangan, serta melakukan pembinaan kawasan hutan mangrove melalui pemulihan fungsi dan pemanfaatan jasa-jasa lingkungan mangrove bersama-sama dengan masyarakat setempat.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-15
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
g. Strategi (W9)
(T1,T2,T3) Strategi ini diharapkan erosi dan
sedimentasi masih tinggi di kawasan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), hanya dapat diminimalkan dengan cara menghentikan/mengendalikan kegiatan illegal logging dan illegal mining, serta penyerobotan hutan/perladangan. Disamping itu perlu juga ditunjang oleh bekal pengetahuan dan pendidikan masyarakat yang baik tentang dampak negatif yang akan ditimbulkan setiap kejadian erosi dan sedimentasi. Karena itu, pihak pengelola KPH dapat melakukan sosialisasi atau penyuluhan yang intensif serta bimbingan teknis tentang sistem bercocok tanam yang benar di kawasan hutan. h. Strategi (W10)
(T3,T7) Strategi ini diharapkan hamparan lahan
semak belukar yang cukup luas di kawasan hutan KPH hanya dapat diminimalkan dengan cara memberikan bekal pengetahuan dan pendidikan masyarakat secara baik, berupa bimbingan teknis sistem bercocok
tanam
(kayu-kayuan
dan
MPTS)
seperti
sistem
agroforestry, dan silvofisheri. Dalam upaya mencapai sasaran jangka panjang pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) di wilayah Kabupaten Banggai, Morowali Utara dan Tojo Una Una yang realistik dan proporsional, ditetapkan asumsiasumsi dasar. Asumsi tersebut dijadikan pertimbangan dalam menganalisis masing-masing strategi yang tertuang dalam SWOT. Asumsi dasar tersebut antara lain : Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-16
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1.
Rencana pengelolaan KPH mendapat dukungan dan komitmen dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten.
2.
SDM kehutanan dan pertanian yang kompeten tersedia dan dapat didayagunakan secara penuh.
3.
Regulasi dan kebijakan pengelolaan KPH mendukung program-program yang ditetapkan dalam rencana kelola KPH.
4.
Stakeholder dan sektor lain mendukung dan berpartisipasi secara penuh dalam pengelolaan KPH.
5.
Dana yang diperlukan untuk kegiatan rehabilitasi dan pengembangan hutan tanaman tersedia sesuai jadwal yang direncanakan.
6.
Monitoring dan evaluasi pengelolaan KPH berjalan efektif.
7.
Stabilitas politik, keamanan, ekonomi, dan sosial terjaga.
B. Proyeksi SWOT merupakan perangkat umum yang digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan perencanaan strategis dalam berbagai terapan. Analisis SWOT menjawab dua pertanyaan dimana organisasi saat ini dan ke arah mana organisasi ini akan dibawa. Jadi analisis SWOT dapat memproyeksikan situasi masa depan dan membantu organisasi dalam menentukan strategi yang tepat untuk memanfaatkan kemampuannya dalam meraih atau merespon peluang dan meminimalkan ancaman untuk mencapai tujuan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-17
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Analisis SWOT merupakan alat bantu analisis dalam menstrukturkan masalah untuk melakukan analisis terhadap lingkungan strategis, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Kombinasi dari faktor-faktor dalam lingkungan internal kepada faktor-faktor dalam lingkungan eksternal, akan menghasilkan strategi makro dalam pencapaian misi perencanaan jangka panjang. Strategi merupakan langkah-langkah yang berisikan programprogram indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Masing-masing misi akan memiliki tujuan yang memuat manfaat dan hasil capaian masa depan sehingga misi tersebut diperlukan. Cara-cara untuk pencapaian misi tersebut akan dirumuskan dalam strategi yang berisikan kebijakan. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan
dengan sasaran yang berisikan program-program indikatif jangka
panjang. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran maupun waktu pentahapan pekerjaan. Logika keterhubungan semua komponen tersebut, disajikan dalam tabulasi pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-18
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 4.3. Koherensi Antara Visi, Misi, Tujuan, Kombinasi Faktor (Strategi) dan Sasaran Program Indikatif Visi 1 Terwujudnya Pengelolaan Hutan Optimal dan KPH Mandiri untuk Kesejahteraan Masyarakat
Misi 2 1. Memantapkan kepastian status kawasan hutan, batas wilayah, batas blok dan batas petak serta kualitas data dan informasi biofisik, sosial dan spasial.
Tujuan 3 Untuk memberikan kepastian legalitas dan status kawasan hutan serta wilayah pengelolaan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari.
a.
b.
c. d.
2. Memantapkan dan mendorong efektivitas kelembagaan KPH.
Untuk peningkatan SDM, sarana dan prasarana, pendanaan, standar operasional serta kejelasan tata hubungan kerja baik secara vertikal maupun horizontal
a.
b.
c.
d.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
Kombinasi Faktor (Strategi) 4 Meningkatkan dukungan para pihak dan menggalang partisipasi masyarakat dalam penyelesaian batas kawasan dan penataan blok/petak kelola hutan. Meningkatkan koordinasi dengan para pihak, terutama dengan pihak BPKH Wilayah XVI Palu dalam penyelesaian penataan batas kawasan. Penguatan data potensi kawasan untuk menunjang kegiatan penanganan berbagai ancaman yang dihadapi Penyelesaian penataan batas dan penetapan blok/petak kawasan untuk memberikan kepastian hukum yang jelas dalam menangani segala ancaman. Pemantapan Struktur organisasi KPHP Model Toili Baturube dalam upaya meningkatkan dukungan para pihak dan mendorong pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan melalui kerjasama dengan para mitra dan investor. Meningkatkan jumlah dan kapasitas personil untuk mencegah dan mengurangi kegiatan perburuan liar serta mengawasi kawasan KPH Peningkatan kapasitas personil dengan memanfaatkan program peningkatan kapasitas staff sesuai kebijakan pengelolaan hutan berbasis KPH. Pemantapan status hukum kelembagaan dan kawasan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dan dukungan para pihak serta meningkatkan minat para ilmuwan untuk melakukan penelitian dalam mendukung keberadaan KPH.
Sasaran Program 5 1. Penyelesaian trayek tata batas kawasan 2. Penataan blok/petak kelola kawasan hutan 3. Membangun bank data/data base KPH.
1. Pemantapan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis KPHP Model 2. Pemantapan status legal formal terhadap kelembagaan dan kawasan 3. Meningkatkan kapasitas personil dengan memanfaatkan program peningkatan kapasitas SDM serta penambahan jumlah personil lapangan 4. Penyiapan prosedur kerja (SOP) sesuai bidang tugas dan kebutuhan 5. Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kelembagaan.
IV-19
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
3. Peningkatan upaya pengamanan hutan produksi dan hutan lindung serta penegakan supremasi hukum.
3
Untuk meminimalisasi tingkat gangguan keamanan terhadapa hutan produksi dan hutan lindung serta hasil hutan di wilayah KPH, sehingga kawasan tersebut dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
4 e. Menyediakan SOP dalam pengelolaan KPHP dalam upaya peningkatan pemahaman, pengetahuan dan partisipasi masyarakat meningkatkan pengembangan jasa lingkungan serta dukungan kegiatan penelitian akan keberadaan KPH. f. Meningkatakan koordinasi dengan para Pihak. a. Memberantas kegiatan illegal logging dan illegal mining, perburuan satwa liar, penyerobotan lahan dengan meningkatkan jumlah dan kapasitas personil, struktur organisasi yang jelas dan pegakan hukum b. Penyediaan SOP dalam pemberantasan kegiatan illegal logging dan illegal mining, perburuan satwaliar, penyerobotan lahan c. Mengurangi kegiatan perburuan satwa liar, pembakaran lahan dengan melibatkan masyarakat di dalam kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, agar potensi keanekaragaman hayati tetap terjaga c. Pengusulan penetapan spesies langka/endemik melalui peraturan/ kebijakan kehutanan d. Pendanaan yang memadai untuk mengatasi seluruh ancaman yang dihadapi. e. Meningkatkan pengetahuan, pendidikan, pemahaman dan taraf hidup masyarakat sekitar untuk mengurangi tekanan terhadap konservasi kawasan dalam menjaga fungsi penyangga kehidupan dan penyeimbang ekosistem.
5
1. Pemberantasan Illegal Logging 2. Pemberatasan Illegal Mining/ PETI 3. Pemberantasan perambahan kawasan 4. Penegakan supremasi hukum 5. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan 6. Perlindungan jenis-jenis species langka/endemik. 7. Penyuluhan masyarakat
IV-20
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2 4. Memantapkan pelaksanaan pengelolaan hutan.
3 Untuk mengoptimalkan pengelolaan hutan pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung dalam wilayah KPH untuk kesejahteraan masyarakat.
4 a. Mendorong pengembangan potensi jasa lingkungan, wisata alam b. Menjaga kelestarian potensi keanekaragaman hayati dengan partisipasi masyarakat dan kerjasama serta menakomodir kearifan lokal masyarakat c. Menggalang minat penelitian dan partisipasi masyarakat dalam mendukung pengumpulan data potensi kawasan d. Mengelola potensi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan untuk meningkatkan taraf hidup, tingkat pendidikan dan mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat sekitar kawasan
5. Memantapkan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Untuk meningkatkan kondisi, fungsi dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan memberdayakan masyarakat sekitarnya.
6. Memantapkan peran dan partisipasi para pihak dalam pengelolaan hutan.
Untuk mengoptimalkan keterlibatan para pihak dalam pengelolaan hutan.
a. Meningkatkan daya dukung DAS di wilayah KPH sebagai daerah tangkapan air untuk menyuplai air irigasi pertanian di sekitarnya, b. Meningkatkan partisipasi masyarakat mendukung keberadaan KPH, c. Percepatan pemulihan lahan kritis di wilayah DAS. d. Implementasi program RHL pada blok-blok pemberdayaan masyarakat. a. Meningkatan pengetahuan dan keterampilam masyarakat melalui pelatihan dan kursus dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dan non-kayu agar taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan menjadi lebih baik setelah adanya KPH. b. Mengakomodir kepentingan KAT Wana dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan non-kayu (getah damar dan rotan). c. Meningkatkan dukungan para pihak dalam penggalangan sumber-sumber dana alternatif, pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
5 Pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan 2. Penggalian potensi dalam pengembangan wisata alam 3. Peningkatan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan blok pemberdayaan masyarakat. 4. Pelestarian ekosistem mangrove berakses sedang dan rendah 5. Pemantapan implementasi kebijakan areal-areal PIPPIB di wilayah KPH 1. Percepatan RHL lahanlahan kritis di wilayah KPH. 2. Penyuluhan masyarakat. 3. Pengembangan hutan tanaman penghasil kayu dan non-kayu berorientasi pasar. 1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pemanfaatan getah damar dan rotan secara legal formal. 2. Peningkatan peran para pihak dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan sesuai peraturan perundang-undangan. 1.
IV-21
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
7. Pembenahan sistem kelola hutan
8. Penguatan Pemanfaatan SDA di Kawasan Perlindungan Hutan Alam untuk keseimbangan lingkungan global.
3
Untuk memperkuat pengelolaan hutan dalam implementasi program-program pembangunan kehutanan jangka panjang KPH, melalui: pembaharuan sistem kelola hutan, pemantapan dan optimalisasi kawasan hutan, pengembangan sistem insentif dan dis-insentif, penelitian dan pengembangan serta penguatan desentralisasi pengelolaan hutan. Untuk memperkuat pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) bagi keseimbangan lingkungan global dalam rangka mempercepat penyelesaian konflik penggunaan kawasan hutan, mencegah dan mengendalikan penggunaan kawasan hutan alam yang tidak relevan dengan fungsinya dan mempercepat implementasinya di tingkat lapangan, meningkatkan perlindungan dan pengamanan kawasan hutan, mendorong investasi hijau (green investment) melalui pemberian insentif-dis-insentif, menyusun dan mengimple-mentasikan strategi nasional REDD+ dan mengembangkan pengelolaan hutan alam yang berkelanjutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
4 d. Penguatan koordinasi dan perencanaan di dalam penyelesaian masalah illegal logging dan illegal mining, perburuan satwa liar, penyerobotan lahan e. Mengajak partisipasi para pemegang izin usaha kehutanan untuk mengembangkan usaha hutan tanaman di wilayah KPH selama kebijakan PIPPIB. f. Mengurangi masyarakat miskin melalui kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan. a. Pengembangan plot-plot uji coba pengelolaan hutan berbasis lanskap. b. Pengembangan sistem insentif dan dis-insentif pengelolaan hutan hasil hutan non-kayu. c. Penelitian dan pengembangan
3.
4.
1. 2.
3.
a. Mendorong para pemegang izin usaha kehutanan untuk mengembangkan investasi hijau . b. Menggalang para pihak untuk mempercepat penyelesaian konflik penggunaan kawasan hutan di wilayah KPH. c. Peningkatan kapasitas staf dalam mendukung investai hijau. d. Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan ailran air dan wisata alam.
5 Peningkatan partisipasi pemegang izin usaha kehutanan dalam pengembangan hutan tanaman produksi cepat. Pemanfaatan jasa lingkungan di wilayah KPH (air, karbon, wisata alam). Model-model kelola hutan berbasis lanskap. Sistem insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan hasil hutan non-kayu. Penelitian dan pengembangan hasil hutan
1. Uji coba implementasi REDD+ melalui kolaborasi internasional. 2. Koordinasi dan sinkronisasi program-progam pembangunan strategis yang bersentuhan langsung dengan wilayah KPH. 3. Peningkatan keterampilan staf KPH dalam mengawal pemanfaatan jasa lingkungan berbasis bisnis.
IV-22
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2 9. Peningkatan produksi hasil hutan dan peningkatan akses dan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan.
3 Untuk menumbuhkan kembali daya tarik investasi di sektor kehutanan melalui penyelesaian konflik pemanfaatan kawasan hutan di tingkat tapak, pengakuan hak-hak adat masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan produksi, adanya jaminan perlindungan dan pengamanan asset investor di kawasan hutan dari berbagai sumber potensi gangguan, percepatan investasi pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman (IUPHHK-HA/HT) oleh BUMN/BUMS, pembangunan industri-industri primer hasil hutan kayu, intensifikasi produksi hasil hutan kayu dan diversifikasi/ peningkatan nilai tambah hasil hutan, pengembangan pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat (HTR, HKm, Hutan Desa) dan percepatan kemandirian KPH dalam bentuk Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
4 a. Sinkronisasi Perda KAT Wana dengan program KPH berbasis hasil hutan non-kayu (getah damar dan rotan). b. Optimalisasi blok-blok pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan HTR, Hkm dan HD. c. Percepatan kemandirian KPH melalui pengembangan usaha kehutanan berbasis diversifikasi produk. d. Adanya jaminan keamanan aset para pemegang izin usaha kehutanan dalam berinvestasi.
5 1. Pengembangan HTR, HKm dan HD sesuai blok pemberdayaan masyarakat. 2. Diversifikasi produk hasil hutan di wilayah tertentu untuk mendukung percepatan kemandirian KPH. 3. Pemberian akses KAT Wana sesuai Perda Mayarakat adat wana dalam pemanfaatan hasil hutan. 4. Pelestarian ekosistem mangrove 5. Jaminan keamanan aset bagi investor hasil hutan di wilayah KPH.
IV-23
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 4.4. Misi, Sasaran, Program dan Kegiatan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Misi 1 1. Memantapkan kepastian status kawasan hutan, batas wilayah, batas blok dan batas petak serta kualitas data dan informasi biofisik, sosial dan spasial.
2. Memantapkan dan mendorong efektivitas kelembagaan KPH.
Sasaran 2 a. Penyelesaian trayek tata batas kawasan KPH.
1.
Program 3 Pengukuhan tata batas kawasan
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
b. Penataan blok/petak kelola kawasan hutan
2.
Pemantapan implementasi blok dan petak kelola KPH pada tingkat tapak.
c. Membangun bank data/data base KPH
3.
Membangun pusat data KPH
a. Pemantapan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis KPHP Model
1.
Pengembangan Organisasi Kelembagaan KPH.
1. 2. 3.
b. Pemantapan status legal formal terhadap kelembagaan dan kawasan
2.
Pemantapan kebijakan pengelolaan KPH
c. Meningkatkan kapasitas personil dengan memanfaatkan program peningkatan kapasitas SDM serta penambahan jumlah personil lapangan
3.
Peningkatan kapasitas personil
4.
Penambahan staf pengelola
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 1. 2.
d. Penyiapan prosedur kerja (SOP) sesuai bidang tugas dan kebutuhan
5. Penyusunan prosedur kerja (SOP) dan Petunjuk Teknis
3.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
Kegiatan 4 Sosialisasi tata batas kawasan KPH Pemeliharaan jalur batas Penanaman sepanjang jalur batas Orientasi tata batas Rekonstruksi batas Sosialisasi blok/petak kelola hutan Pengukuran dan pemetaan Penetapan blok/petak. Pelatihan data base bagi staf KPH Penyiapan perangkat data base Penyusunan dan pengelolaan sistem data base Membangun manajemen sistem pusat informasi Analisis beban kerja dan kebutuhan personil Analisis penyesuaian struktur organisasi KPH. Analisis kelayakan organisasi KPH yang mandiri dalam bentuk BLUD. Evaluasi kebijakan pengelolaan KPH Review RPHJP KPH Penyusunan RP Jangka Pendek/ tahunan Penyusunan rencana bisnis KPH Penyusunan RKA-KL. Perbaikan jenjang pendidikan Pemetaan kompetensi Diklat SDM Pengelola KPH Pertukaran kunjungan staf pengelola Studi perbandingan Magang pegawai Permohonan formasi pegawai Rekruitmen petugas lapangan. Penyusunan Prosedur Kerja Unit Penyusunan Prosedur Kerja Seksi Perencanaan dan Pengelolaan Penyusunan Juknis dan Juklak kegiatan
IV-24
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
3. Peningkatan upaya pengamanan hutan produksi dan hutan lindung serta penegakan supremasi hukum.
2
3 6. Monitoring dan evaluasi
e. Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kelembagaan.
7. Peningkatan sarana dan prasarana
a. Pemberantasan Illegal Logging b. Pemberatasan Illegal Mining/ PETI c. Pemberantasan perambahan kawasan
1. Pengamanan kawasan dari aktifitas illegal.
d. Perlindungan species langka/endemik.
1. Perlindungan species flora/fauna langka/endemik yang terdapat di wilayah KPH.
e. Penegakan supremasi hukum
2. Penegakan supremasi hukum
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
4 1. Membangun mekanisme pelaporan yang efektif dan efisien 2. Rapat pembinaan reguler Unit KPH 3. Sistem Pengawasan Internal Instansi 1. Pembangunan Kantor UPT KPHP Model Toili Baturube 2. Pembangunan rumah jabatan dan mess lapangan 3. Pembangunan kantor resort lapangan, pondok kerja, pondok jaga dan pos jaga 4. Pengadaan kendaraan roda 4 dan 2 5. Pengadaan alat transportasi air 6. Peningkatan peralatan kantor 7. Peningkatan perlengkapan kerja personil 8. Pengadaan peralatan komunikasi lapangan 4. Penyediaan sarana penunjang dan pelayanan pengelolaan wisata alam 9. Pembangunan mini hidro dan instalasi air bersih 10. Pemeliharaan, perbaikan dan rehabilitasi sarana dan prasarana 2. Operasi illegal logging 3. Operasi illegal mining/PETI 4. Operasi perambahan kawasan 5. Operasi perladangan liar 6. Operasi perburuan satwa liar 7. Patroli rutin 8. Operasi gabungan dan mandiri 9. Koordinasi perlindungan dan pengamanan 1. Riset species flora/fauna langka/endemik Di wilayah KPH. 2. Pengusulan penetapan species flora/fauna langka yang belum ditetapkan dengan keputusan menteri kehutanan. 1. Gelar perkara 2. Penyelesaian kasus 3. Penanganan barang bukti 4. Koordinasi para pihak/mitra, instansi
IV-25
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
4. Memantapkan pelaksanaan pengelolaan hutan.
2 f. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan
3 3. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan (PL) dan Tebang bakar (TB)
g. Penyuluhan masyarakat
4. Penyuluhan kehutanan
a.
1. Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan
Pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan
b. Penggalian potensi dalam pengembangan wisata alam
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
2. Pengembangan wisata alam
4 Pembentukan Tim PLTB Membangun sistem peringatan dini Penyadartahuan, kampanye Pembuatan film, brosur, leaflet, poster Kegiatan Masyarakat Peduli Api Sosialisasi PLTB Penyiapan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan dan lahan 8. Pemulihan dan rehabilitasi kawasan 1. Penyusunan program penyuluhan 2. Sosialisasi peraturan perundangan 3. Sosialisasi kawasan (HL, HPT, HP), termasuk mangrove. 4. Fokus group diskusi 5. Anjangsana 1. Identifikasi dan inventarisasi potensi jasa lingkungan 2. Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan jasa lingkungan 3. Pengembangan produk jasa lingkungan 4. Peningkatan investasi pengusahaan 5. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan jasa lingkungan 5. Pengembangan jaringan pengusahaan 6. Membangun mekanisme kontribusi pemanfaatan jasa lingkungan 7. Membangun sarana dan prasarana pemanfaatan jasa lingkungan 10. Pengembangan sistem informasi pelayanan publik 1. Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan wisata alam 2. Pengembangan produk dan pelatihan wisata alam 3. Pengembangan rambu-rambu dan jalur interpretasi 4. Peningkatan investasi pengusahaan 5. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan wisata alam
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
IV-26
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
5. Memantapkan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan berbasis pemberdayaan masyarakat.
2
3
c.
Peningkatan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan blok pemberdayaan masyarakat
3. Pengembangan pemberdayaan masyarakat dalam blok-blok pemberdayaan masyarakat
d.
Pelestarian ekosistem mangrove berakses sedang dan rendah
4. Pelestarian hutan mangrove alam.
e.
Pemantapan implementasi kebijakan areal-areal PIPPIB di wilayah KPH
5. Pemantapan implementasi areal PIPPIB
a.
Percepatan RHL lahan-lahan kritis di wilayah KPH.
1. Percepatan RHL pada lahan-lahan kritis di wilayah KPH
b. Pengembangan hutan tanaman penghasil kayu dan non-kayu berorientasi pasar.
2. Pengembangan tanaman kayu-kayuan dan MPTS
3. Rehabilitasi mangrove berbasis sistem silvofisheries
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
4 6. Pengembangan jaringan ekoturisme 7. Penyebaran informasi, promosi dan publikasi 8. Membangun fasilitas sarana dan prasarana wisata alam. 1. Peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan usaha-usaha ekonomi berbasis hasil hutan. 2. Pendampingan, pendidikan dan pelatihan masyarakat 3. Menyusun perencanaan dan kebutuhan melalui PRA 4. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan publik\ 5. Koordinasi dan sinkronisasi program dengan lembaga dan instansi lain. 1. Pemeliharaan vegetasi alam hutan mangrove asli (tajuk rapat, akses rendah). 2. Pengkayaan vegetasi hutan mangrove tajuk sedang, akses sedang. 3. Montoring dan evaluasi. 1. Pengawasan secara ketat areal-areal PIPPIB 2. Monitoring & evaluasi kelayakan areal PIPPIB 3. Penyusunan rencana pengelolaan RHL 4. Penyusunan rencana tahunan RHL 5. Penyusunan rancangan kegiatan RHL 6. Pembuatan dan pemeliharaan tanaman 7. Evaluasi dan monitoring. 1. Penyusunan rancangan teknis pembuatan tanaman kayu-kayuan dan MPTS (pola agroforestry, interplanting, dsb.) 2. Pembuatan dan pemeliharaan tanaman 3. Pemanfaatan dan pemasaran hasil. 4. Monitoring dan evaluasi 1. Penyusunan rancangan teknis pembuatan tanaman mangrove dan ikan/kepiting/udang (silvofisehries)
IV-27
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
6. Memantapkan peran dan partisipasi para pihak dalam pengelolaan hutan.
7. Pembenahan sistem kelola hutan
2
3
c.
Penyuluhan masyarakat/bimbingan teknis dan kelembangaan RHL dan hutan tanaman)
4. Bimbingan teknis dan kelembagaan kegiatan RHL dan hutan tanaman
a.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pemanfaatan getah damar dan rotan secara legal formal.
1. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan
b. Peningkatan peran para pihak dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan sesuai peraturan perundangundangan.
2. Peningkatan peran para pihak dalam pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan
c.
Peningkatan partisipasi pemegang izin usaha kehutanan dalam pengembangan hutan tanaman produksi cepat.
d.
Pemanfaatan jasa lingkungan di wilayah KPH (air, karbon, wisata alam).
3. Partisipasi pemegang izin usaha kehutanan dalam pengembangan hutan tanaman 4. Partisipasi para pihak dalam pemanfaatan jasa lingkungan
a.
Model-model kelola hutan berbasis landskap.
1. Pemodelan kelola hutan berbasis landskap.
b. Sistem insentif dan dis-insentif dalam pemanfaatan hasil hutan non-kayu.
2. Insentif dan dis-insentif
c.
3. Penelitian dan pengembangan hasil hutan
Penelitian dan pengembangan hasil hutan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
4 2. Pembuatan dan pemeliharaan tanaman dan tambak 3. Pemanfaatan dan pemasaran hasil. 4. Monitoring dan evaluasi 1. Sosialisasi program RHL 2. Bimbingan teknis RHL/hutan tanaman 3. Penguatan kelembagaan RHL/Hutan tanaman 4. Pendampingan teknis dan kelembagaan. 1. Pelatihan teknis, manajemen dan kelembagaan petani hutan (pemanenan, pengolahan, pemasaran) hasil hutan getah damar dan rotan. 2. Monitoring dan evaluasi 1. Pemberian akses secara legal formal kepada masyarakat pelaku bisnis hal dalam pemasaran hasil hutan sesuai program bisnis KPH. 2. Monitoring dan evaluasi. 1. Pengembangan hutan tanaman bagi pemegang izin usaha kehutanan 2. Monitoring dan evaluasi. 1. Pengembangan kerjasama kemitraan antara KPH dengan dengan pelaku bisnis jasa lingkungan. 2. Monitoring dan evaluasi 1. Pembuatan plot-plot permanen sistem kelola hutan berbasis landskap. 2. Monitoring dan evaluasi 1. Insentif dan dis-insentif dalam pengelolaan hutan lestari 2. Monitoring dan evaluasi 1. Penelitian dan pengembangan jenis-jenis tanaman kayu-kayu produksi cepat dan bernilai komersial. 2. Penelitian dan pengembangan jenis-jenis tanaman MPTS bernilai komersial.
IV-28
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1 8. Penguatan Pemanfaatan SDA di Kawasan Perlindungan Hutan Alam untuk keseimbangan lingkungan global.
9. Peningkatan produksi hasil hutan dan peningkatan akses dan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan.
a.
2 Uji coba implementasi REDD+ melalui kolaborasi internasional
3 1. Kolaborasi internasional dalam uji coba implementasi REDD+.
b. Koordinasi dan sinkronisasi programprogam pembangunan strategis yang bersentuhan langsung dengan wilayah KPH.
2. Koordinasi dan sinkronisasi programprogram pembangunan strategis
c.
3. Peningkatan profesionalisme personil staf KPH berbasis bisnis jasling
a.
Peningkatan keterampilan staf KPH dalam mengawal pemanfaatan jasa lingkungan berbasis bisnis Pengembangan HTR, HKm dan HD sesuai blok pemberdayaan masyarakat.
1. Pengembangan HTR, HKm dan HD dalam blok-blok pemberdayaan
b. Diversifikasi produk hasil hutan di wilayah tertentu untuk mendukung percepatan kemandirian KPH.
2. Diversifikasi produk KPH menuju kemandirian KPH (Kayu, non-kayu, jasling) di wilayah tertentu.
c.
Pemberian akses KAT Wana sesuai Perda Mayarakat adat wana dalam pemanfaatan hasil hutan.
3. Koordinasi, sinkronisasi, sinergitas kebijakan Perda Morowali (Masyarakat Adat Wana desa Lijo) dalam pemberian akses di wilayah KPH.
d.
Pemanfaatan berganda ekosistem mangrove berakses tinggi potensi rendah.
4. Pemanfaatan ekosistem mangrove secara berganda pada areal berkases tinggi potensi rendah dan telah lama dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kegiatan non-mangrove.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
4 1. Pembuatan plot-plot permanen implementasi REDD+. 2. Monitoring dan evaluasi 1. Koordinasi dan sinkronisasi programprogram pembangunan strategis (sapras wilayah: transpotasi, telekomunikasi, kelistrikan, irigasi, keamanan dan keagamaan). 2. Monitoring dan evaluasi 1. Pelatihan bisnis jasling bagi staf KPH . 2. Monitoring dan evaluasi 1. Pembuatan dan pengembangan HTR, HKm dan HD. 2. Monitoring dan evaluasi 1. Pemanfaatan hasil hutan kayu alam pasca PIPPIB. 2. Pembuatan hutan tanaman produksi cepat berorientasi pasar (kayu, getah, buah/biji). 3. Pemanfaatan getah damar dan rotan 4. Pemanfaatan madu hutan 5. Pemanfaatan jasling (air, karbon, wisata alam) 6. Kemitraan pemanfaatan dan pemasaran hasil hutan dari wilayah tertentu. 7. Monitoring dan evaluasi 1. Pemetaan wilayah akses Masyarakat adat Wana sesuai Perda Morowali di wilayah KPH dalam pemanfaatan hasil hutan. 2. Perumusan dan implementasi program kolaboratif kelola hutan. 3. Monitoring dan evaluasi 1. Re-model pengelolaan/pemanfaatan ekosistem mangrove kedalam pola pemanfaatan berganda 2. Monitoring dan evaluasi kelayakan sebagai areal mangrove.
IV-29
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1 e.
2 Jaminan keamanan asset bagi investor hasil hutan di wilayah KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
3 5. Jaminan aset pemegang izin usaha kehutanan di wilayah KPH.
4 1. Perlindungan dan pengamanan areal dan potensi hasil hutan di wilayah izin pihak ke-3 dalam wilayah KPH dari segala upaya-upaya ilegal. 2. Penegakan supermasi hukum kepada para pelaku ilegal di wilayah perizinan pihak ke-3. 3. Pembuatan surat kesepahaman penjaminan keamanan aset antara pemegang izin dengan pengelola KPH. 4. Monitoring dan evaluasi
IV-30
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Penjelasan Hasil Analisis dan Proyeksi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) 1.
Prinsip-Prinsip Perencanaan Hutan Perencanaan merupakan proses aktif yang memerlukan pemikiran
yang serius mengenai apa yang dapat atau sebaiknya ada dan terjadi di masa yang akan datang. Perencanaan hutan menyangkut kegiatan koordinatif dari semua elemen yang ada di dalam internal manajemen KPH maupun interelasinya dengan situasi external dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan hutan. Proses perencanaan hutan harus dirancang dan dilakukan untuk menjamin keseimbangan antara kenyataan di lapangan dengan kapasitas manajemen, dan antara prioritas ekonomi, ekologi, dan sosial serta prioritasprioritas pembangunan kehutanan lokal, regional dan nasional. Informasi-informasi yang ada harus dapat dimanfaatkan untuk (1) melandasi berbagai analisis yang diperlukan, (2) menjelaskan keuntungan dan kerugian yang potensial akan dialami oleh para pihak, menjadi alas rasional dalam menyeimbangkan negosiasi berbagai kepentingan para pihak, dan tolok ukur bagi kegiatan pemantauan dan evaluasi. Oleh karenanya, kelengkapan, akurasi, reliabilitas dan kemutakhiran informasi menentukan proses dan hasil perencanaan pengelolaan hutan. Terlebih pada implementasi programprogram REDD+ yang sangat memungkinkan dilaksanakan pada KPH, dimana syarat measurable, reportable and veriviable (MRV) diperlukan,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-31
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
maka kelengkapan, akurasi, reliabilitas dan kemutakhiran informasi menjadi sangat penting. Proyeksi kondisi wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) di masa yang akan datang adalah lebih baik dari kondisi saat ini. Kondisi KPH saat ini adalah kawasan hutan yang belum terkelola baik karena belum optimalnya pengelolaan hutan alam oleh dua IUPHHK-HA (PT. Palopo Timber Company dan PT. Bina Balantak Raya). Demikian pula pengelolaan hutan tanaman yang belum optimal yang disebabkan oleh masih rendahnya aktifitas IUPHHK-HTI yang ada serta masih adanya kawasan HP yang dapat diarahkan menjadi areal kelola HTI, termasuk HTR, HKm, dan Hutan Desa (HD) baik untuk hasil hutan kayu maupun MPTS (buah/biji, getah/karet, lebah madu, rotan, dll.) serta jasa lingkungan (wisata alam dan wisata budaya). Rencana pengelolaan hutan adalah konfigurasi peta situasi, visi, misi, tujuan dan sasaran yang dijabarkan ke dalam acuan atau arah manajemen strategis yang terpadu menyangkut kelola kawasan, kelola pemanfaatan hutan, kelola pasar, dan kelola rehabilitasi dalam kerangka pencapaian fungsi ekonomi, lingkungan, dan sosial yang optimal. Rencana
pengelolaan
hutan
jangka
panjang
adalah
rencana
pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH, memuat unsur-unsur: (a) tujuan yang akan dicapai KPH; (b) kondisi yang dihadapi; dan (c) strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan, yang meliputi; tata hutan,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-32
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan. 2.
Target dan Kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008, rencana pengelolaan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) meliputi : (a). Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang dan (b). Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek. a.
Tujuan yang ingin dicapai Tujuan yang ingin dicapai pada pengelolaan KPHP Model Toili
Baturube (Unit XIX) adalah : 1) Meningkatnya mutu dan produktifitas sumberdaya hutan di wilayah KPH. 2) Meningkatnya konstribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian daerah dan nasional serta pendapatan masyarakat. 3) Meningkatnya peran serta masyarakat secara aktif dalam menjaga kelestarian sumberdaya hutan. 4) Meningkatnya daya dukung DAS/sub DAS dalam wilayah KPH dan sekitarnya. b. Kondisi yang dihadapi Dalam rangka pencapaian target dan tujuan pengelolaan hutan jangka panjang KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), terdapat beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan : Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-33
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1) KPH yang direncanakan termasuk dalam kategori wilayah KPH besar yaitu dengan luas kawasan hutan 259.192 Ha. 2) Berdasarkan administrasi pemerintahan, lokasi KPH ini berada dalam delapan wilayah kecamatan di Kabupaten Banggai, dua wilayah kecamatan di Kabupaten Morowali Utara, serta dua wilayah kecamatan di Kabupaten Tojo Una Una. 3) Berdasarkan posisi geografis, lokasi KPH ini diapit oleh dua wilayah KPH, yaitu KPHP unit XVI dan KPHP unit XVIII serta kawasan CA. Morowali. 4) Berdasarkan administrasi pengelolaan hutan, KPH ini berada dalam wilayah kelola Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah karena wilayahnya melintasi tiga wilayah kabupaten. 5) Berdasarkan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), di wilayah KPH ini terdapat sebanyak 37 DAS besar dan DAS kecil. DAS-DAS besar seperti DAS Bongka, DAS Batui, dan DAS Toili. Dari 37 DAS tersebut, sebanyak 13 (tiga belas) DAS prioritas I dan sebanyak 24 (dua puluh empat) DAS prioritas II dan III. DAS besar tersebut merupakan penyumbang banjir terbesar di wilayah ini dan menjadi sumber air bagi irigasi pertanian subur bagi kawasan di bawahnya. 6) Berdasarkan fungsi kawasan hutan, KPH ini terdiri atas : Hutan Lindung (HL) seluas 126.457 Ha (48,79%), Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 88.242 Ha (34,05%) dan Hutan Produksi (HP) seluas 44.493 Ha (17,17%). Dari luas tersebut terdapat areal mangrove seluas 732 ha
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-34
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
(0,28%). Dengan demikian total luas hutan produksi mencapai luas 132.735 Ha (51,21%). Memperhatikan perbandingan luas hutan lindung dan hutan produksi yang tidak besar perbedaannya maka pengelolaan KPH ini perlu dikelola secara multimanfaat dengan menyeimbangkan antara aspek ekonomi dan aspek ekologis kawasan. Selanjutnya berdasarkan aktifitas kelola hutan, kegiatan-kegiatan berupa rehabilitasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada di KPH ini adalah merupakan salah satu parameter kondisi yang mendasari proses perencanaan jangka panjang pengelolaan hutan. Kegiatan dimaksud antara lain : pengelolaan hutan alam (IUPHHK-HA) dan hutan tanaman (IUPHHKHTI) skala besar serta HKm dan HTR skala kecil. Terkait dengan kondisi yang dihadapi dalam rangka pengelolaan KPH sepuluh ke depan, kondisi kawasan yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya, baik yang menguntungkan secara langsung maupun tidak langsung juga menjadi acuan perumusan target-target pengelolaan hutan sepuluh tahun ke depan. Dari hasil analisis
kondisi
potensi dan permasalahan yang
diperkirakan akan berpengaruh nyata selama sepuluh tahun ke depan pengelolaan hutan diuraikan sebagai berikut : 1) Kehadiran pengusahaan hutan skala besar seperti IUPHHK-HA (PT. Palopo Timber Company dan PT. Bina Balantak Raya), IUPHHK-HTI (PT. Berkat Hutan Pusaka dan PT. Wana Rindang Lestari) dapat diposisikan sebagai asset KPH dalam pemanfaatan hutan hasil hutan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-35
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kayu dan sebagai mitra usaha dalam pembangunan ekonomi KPH serta menjadi konstributor dalam pembangunan ekonomi daerah yang bersumber dari sektor kehutanan. 2) Kehadiran pengusahaan hutan skala kecil seperti HKm, HTR dan HD, dapat diposisikan sebagai asset KPH dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagai mitra usaha KPH dalam pembangunan sosial ekonomi rakyat di dalam dan di sekitar KPH. 3) Potensi hutan alam pada kawasan hutan lindung di wilayah KPH dapat dikelola KPH menjadi kawasan pelestarian sumberdaya genetik (flora dan fauna), kawasan perlindungan tata air dan pengendali bencana alam banjir, kawasan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (buah/biji, getah damar, rotan, madu alam, dsb.), kawasan pemanfaatan jasa lingkungan (penyerap/penyimpan karbon, wisata alam, dsb.). 4) Potensi hutan alam pada kawasan hutan produksi (HPT dan HP) yang belum terkelola atau termanfaatkan oleh pihak ketiga dapat dikelola KPH sebagai area perlindungan hutan alam dan pemanfaatan potensi kayu hutan alam dalam bentuk pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (HHK-HA). 5) Potensi hutan alam di kawasan hutan produksi (HP) yang belum termanfaatkan oleh pihak ketiga, dengan penutupan lahan berupa hutan sekunder jarang, semak belukar dan tanah-tanah terbuka dapat dikelola KPH dalam bentuk pengelolaan hutan tanaman (HHK-HT).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-36
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
6) Potensi sosial budaya KAT Wana yang bermukim di wilayah KPH dapat diposisikan sebagai asset KPH dalam pengembangan wisata budaya dalam kerangka pengelolaan kawasan hutan yang berbasis pada budaya lokal. 7) Aktifitas perladangan dan pemanfaatan kawasan hutan bagi kegiatan pertanian oleh beberapa kelompok masyarakat dapat dijadikan mitra KPH dalam pengembangan hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai bentuk kepedulian KPH dalam rangka pemberdayaan masyarakat lokal. c.
Strategi dan Kelayakan Pengembangan Pengelolaan Hutan Strategi dan kelayakan pengembangan pengelolaan hutan, meliputi
tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan dan konservasi alam. Strategi dan kelayakan pengembangan pengelolaan hutan ditinjau dari aspek kelola kawasan, kelola pemanfaatan hutan, kelola pasar, kelola rahabilitasi-restorasi dalam kerangka pencapaian fungsi ekonomi, lingkungan, dan sosial yang optimal. Pengembangan pengelolaan hutan diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi produksi dan jasa sumberdaya hutan dan lingkungannya, baik produksi kayu, produksi bukan kayu, maupun jasa-jasa lingkungan, melalui kegiatan pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat, serta pelestarian lingkungan yang merupakan satu kesatuan kegiatan. Dalam pengelolaan hutan jangka panjang KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang berbasis pada blok-blok pengelolaan, strategi dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-37
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kelayakannya dikaji sesuai kondisi dan potensi setiap blok pengelolaan dengan uraian : 1) Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan
adil
untuk
kesejahteraan
masyarakat
dengan
tetap
menjaga
kelestariannya. Selanjutnya penggunaan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. a) Pemanfaatan Hutan Kegiatan pemanfaatan hutan yang dinilai layak untuk dilaksanakan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah : (a) Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan; (c) Pemanfaatan hasil hutan kayu; (d) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan (e) Pemungutan hasil hutan bukan kayu. b) Penggunaan Kawasan Hutan Kegiatan penggunaan kawasan hutan yang dinilai layak untuk dilaksanakan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) masih perlu pengkajian terutama keberadaan potensi tambang di wilayah ini. Meskipun demikian, apabila di kawasan ini ditemukan adanya potensi tambang seperti
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-38
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
mineral tambang biji besi yang ada di wilayah KPH ini maka dapat dilakukan pengkajian kelayakan usahanya oleh pengelola KPH. Selain usaha pertambangan, di wilayah KPH ini, dimungkinkan pula dilakukan penggunaan kawasan hutan dengan tujuan strategis lainnya seperti: (a) Kepentingan religi; (b) Pembangunan jaringan telekomunikasi; (c) Pembangunan jaringan instalasi air, dan lain-lain. Selain penggunaan kawasan hutan di wilayah untuk tujuan strategis, dapat pula digunakan untuk kepentingan umum terbatas seperti: (a) Jalan umum; (b) Pengairan; (c) Bak penampungan air; (d) Fasilitas umum; (e) Repeater telekomunikasi. 2) Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Memperhatikan kondisi kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang sebagian wilayahnya memiliki penutupan lahan berupa tanah-tanah kosong/terbuka, semak belukar dan hutan rusak, maka diperlukan adanya kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lahan. Khusus reklamasi hutan dilakukan apabila ada kegiatan penambangan mineral di wilayah KPH ini. a) Rehabilitasi Hutan Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) meliputi: (a) Inventarisasi lahan kritis; (b) pengukuran dan pemetaan areal reboisasi; (c) reboisasi (penanaman); (d) pemeliharaan tanaman; (e) pengayaan tanaman; dan (f) penerapan teknis konservasi.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-39
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
b) Reklamasi Hutan Kegiatan reklamasi hutan dan lahan di wilayah KPHP Toili Baturube (Unit XIX) meliputi: (a) Inventarisasi lokasi; (b) penetapan lokasi (pengukuran dan pemetaan lokasi); (c) perencanaan, dan (d) pelaksanaan reklamasi. Kegiatan reklamasi hutan dilakukan apabila telah ada aktvitas penggunaan lahan non-kehutanan, seperti kegiatan pertambangan, dll. 3) Perlindungan dan Pengamanan Hutan Memperhatikan kondisi geografis kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang membentang dari daerah pegunungan sampai ke daerah pesisir (kawasan mangrove) yang terdiri atas kelompok hutan di kawasan HL, HPT dan HP, serta lokasinya dilintasi jalan raya dalam menghubungkan lokasi-lokasi pemukiman di bagian Barat KPH yaitu Desa Winangbino, Lijo, Sea, Salubiro, Rombi dan Lemowalia. Kehadiran desadesa tersebut yang sebagian penduduknya berpendidikan tidak tamat/tamat SD, menjadikan sistem perlindungan dan pengamanan hutan lebih kompleks. Kompleksnya sistem perlindungan dan pengamanan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), juga akan dipengaruhi oleh keberadaan masyarakat KAT Wana yang telah lama dan secara turun-temurun menggantungkan hidupnya dari hasil hutan (getah damar, madu hutan, buah/biji) serta pola berlandang secara berpindah dengan pemukiman terpencar. Selain itu, di wilayah pesisir yang memanjang dari Kota Luwuk (ibu kota Kabupaten Banggai) sampai di wilayah Kecamatan Bungku Utara Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-40
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kabupaten Morowali Utara yang umumnya dimukimi oleh penduduk asli dan pendatang (dominan penduduk transmigrasi), juga akan mempengaruhi kondisi potensi dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH ini. Dominasi pengaruh bagi perlidungan dan pengamanan hutan di wilayah pesisir antara lain disebabkan oleh semakin berkembangnya kegiatan usaha industri hasil hutan dan perkebunan dari tahun ke tahun, demikian pula industri migas, jasa dan perdagangan. Selain itu, di dalam wilayah KPH telah ada kegiatan PETI khususnya di daerah hilir dan hulu sungai Dongin dan Mantawa Kecamatan Toili Barat. Hutan mangrove yang berada di wilayah pantai Kecamatan Toili Barat sampai Kecamatan Toili tersisa 15 ha yang masih bervegetasi mangrove primer dan 717 ha berupa mangrove sekunder dan mangrove rusak/kritis. Umumnya mangrove yang rusak telah dimanfaatkan masyarakat seperti pemukiman, pertanian, pertambakan dan dermaga. Mangrove yang berada di muara sungai terancam rusak dan mati sebagai akibat besarnya sedimentasi lumpur yang masuk di muara sungai. Memperhatikan kondisi tersebut, Pengelola KPH dalam menyikapi setiap permasalahan tidak seharusnya dilakukan represif, melainkan dilakukan dengan cara membangun kemitraan dengan komunitas perambah dalam menemukan solusi terbaik, namun setiap solusi harus berada dalam koridor hukum perundang-undangan yang berlaku. Karena itu, kegiatan perlindungan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dapat disikapi dengan cara :
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-41
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
a) Sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan; b) Mendorong peningkatan produktivitas masyarakat; c) Memfasilitasi terbentuknya kelembagaan masyarakat tani hutan; d) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan; e) Melakukan kerjasama dengan pemegang hak atau izin, di dalam dan sekitar wilayah KPH; f)
Meningkatkan efektifitas koordinasi kegiatan perlindungan hutan;
g) Mendorong terciptanya mata pencaharian alternatif bagi masyarakat; h) Meningkatkan efektifitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan hutan; i)
Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan keamanan hutan. Sesuai peraturan perundang-undangan, tampaknya kegiatan illegal
logging (”pencurian kayu”) harus diberantas secara tuntas, namun aktifitas seperti pemanfaatan kawasan hutan untuk budidaya tanaman pertanian, pemukiman, pengumpulan rotan dan getah damar oleh sekelompok masyarakat masih memungkinkan untuk dibina menjadi pemanfaat hasil hutan dan pelestari kawasan hutan. Artinya dalam analisis SWOT, kendala dan ancaman yang ada, dirubah menjadi kekuatan dan peluang dalam membangun KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-42
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
d. Arahan Pembangunan Jangka Panjang KPH Mengacu pada uraian sebelumnya, arahan pembangunan jangka panjang KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dirumuskan : Arahan Perlindungan Hutan 1) Pembinaan areal hutan di daerah morfologi hulu ke dalam blok-blok perlindungan hutan bagi keperluan perlindungan tata air dan habitat flora dan fauna, serta pembinaan hutan alam di kawasan hutan lindung ke dalam blok-blok inti. Di wilayah pesisir berekosistem mangrove, diarahkan pada penyelamatan hutan mangrove dari kerusakan. 2) Penerapan PIPPIB (moratorium hutan) di kawasan hutan lindung dan hutan produksi secara konsisten. 3) Pengadaan sarana dan prasarana serta SDM perlindungan hutan yang memadai sesuai kebutuhan kawasan. 4) Pembinaan masyarakat adat suku Wana berbasis ekonomi produktif dengan tetap memperhatikan kearifan lokalnya. 5) Peningkatan/penyelenggaraan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan hukum dan kehutanan secara terprogram. Arahan Rehabilitasi Hutan Percepatan rehabilitasi lahan kritis di wilayah KPH dilaksanakan melalui kegiatan reboisasi hutan dan lahan serta pengkayaan tanaman hutan. Arahan Pemanfaatan Hutan 1) Pembangunan dan pengembangan hutan tanaman/hutan tanaman industri (HT/HTI).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-43
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
2) Pemanfaatan hasil hutan kayu alam dengan pendekatan Restorasi Eksositem dalam Hutan Alam (IUPHHK-RE) serta pembinaan IUPHHKHA pasca PIPPIB. 3) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (rotan, dan lain-lain) dan jasa lingkungan seperti karbon dan jasa wisata. Arahan Pemberdayaan Masyarakat 1) Pembangunan dan pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) 2) Pembangunan dan pengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm). 3) Penyelenggaraan Hutan Desa 4) Pemanfaatan terbatas hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan di Hutan Lindung (HL), seperti usaha pemungutan rotan, getah damar, buah/biji, lebah madu. Selain itu, dikembangkan pula usaha pemanfaatan jasa lingkungan seperti jasa aliran air, jasa wisata alam, jasa RAP-PAN Karbon. 5) Pelestarian ekosistem mangrove secara terpadu dengan memposisikan masyarakat pesisir setempat menjadi pelestari mangrove. Untuk mewujudkan program/rencana kegiatan yang telah dirumuskan maka diperlukan beberapa program pendukung dan penunjang dinilai penting dilakukan adalah : 1) Penguatan organisasi/kelembagaan KPH berbasis PPK-BLUD. 2) Penguatan kapasitas kelembagaan KPH serta peningkatan kapasitas SDM, termasuk pemantapan organisasi, sarana prasarana dan fasilitas penunjang.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-44
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
3) Penyenggaraan sistem koodinasi dan sinkronisasi yang baik antar pemegang izin di wilayah KPH. 4) Penyelenggaraan sistem koordinasi dan sinergisitas antara KPH dengan instansi dan stakeholder terkait dalam pembangunan KPH. 5) Penyediaan pendanaan kegiatan yang memadai sesuai kebutuhan. 6) Pengembangan database sampai dengan terbangunnya sistem informasi kehutanan KPH. 7) Pengembangan investasi dan rasionalisasi wilayah kelola serta review rencana pengelolaan KPH minimal 5 tahun sekali. 8) Penyelenggaraan pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang baik dan terukur sesuai peraturan perundang-undangan. 9) Pemantauan dan evaluasi yang beretika, serta sistem pelaporan yang baik. 10) Pembuatan dan pelaksanaan standar operasi dan prosedur (SOP) KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) menuju pengelolaan KPH berbasis kinerja dalam pengelolaan hutan yang mandiri. 11) Monitoring dan evaluasi.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
IV-45
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB V RENCANA KEGIATAN Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH. Memperhatikan kondisi KPHP Model Toli Baturube (Unit XIX) saat ini dan kondisi yang diharapkan sepuluh tahun mendatang maka rencana pengelolaan hutan pada areal seluas ± 259.192 Ha, memuat rencana strategis selama jangka waktu rencana pengelolaan hutan, baik di kawasan hutan produksi (HPT dan HP) maupun di kawasan hutan lindung (HL). Rencana pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dalam 10 (sepuluh) tahun ke depan diarahkan pada pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan pemanfaatan hutan di kawasan hutan lindung. Pemanfaatan hutan pada hutan produksi meliputi: (a) Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan; (c) Pemanfaatan hasil hutan kayu; (d) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan (e) Pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan di kawasan hutan lindung meliputi: (a) Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan; dan (c) Pemungutan hasil hutan bukan kayu. Rencana kegiatan strategis selama jangka waktu rencana pengelolaan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) 10 tahun ke depan diuraikan sebagai berikut :
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-1
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutannya 1. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Berdasarkan Pasal 73 dan 75 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) wajib menyusun Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Sepuluh Tahunan yang disusun berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Berkala Sepuluh Tahunan yang selanjutnya disebut Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB). Pada hutan alam, inventarisasi hutan merupakan kegiatan untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock), yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan RKUPHHKHA atau pada KPH untuk menyusun RPHJP sepuluh tahunan dan sebagai bahan untuk pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan. Pada hutan tanaman, inventarisasi hutan merupakan kegiatan pencatatan, pengukuran dan taksasi volume pohon yang akan ditebang di hutan tanaman dalam rangka pembukaan wilayah dan/atau penyiapan lahan. IHMB pada hutan alam dan hutan tanaman dilaksanakan
secara
berkala 1 (satu) kali dalam 10 (sepuluh) tahun pada seluruh petak di dalam kawasan hutan produksi setiap wilayah unit pengelolaan/manajemen. Berdasarkan RKUPHHK-HA dan RKUPHHK-HTI yang telah disetujui, setiap pemegang IUPHHK-HA dan IUPHHK-HTI wajib menyusun dan mengajukan usulan rencana kerja tahunan usaha pemanfaatan hasil hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-2
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kayu (RKTUPHHK-HA dan RKTUPHHK-HTI). Selanjutnya bagi pemegang IUPHHK-HA dan IUPHHK-HTI yang telah memperoleh izin, sebelum RKUPHHKHA dan RKUPHHK-HTI dinilai dan disetujui, menyusun dan mengajukan usulan bagan kerja usaha (BKUPHHKHA dan BKUPHHKHTI). Pada perencanaan pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam di kawasan hutan produksi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) diarahkan pada rencana pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam (HHK-HA) dan restorasi ekosistem pada hutan alam (HHK-RE). Rencana pemanfaatan hutan alam dalam bentuk HHK-RE bertujuan untuk mengakomodir peluang pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam primer. Dalam Permenhut No. P.19/Menhut-II/2014 pada Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa kawasan hutan produksi pada PIPPIB yang berupa hutan alam primer dan/atau gambut tidak termasuk dalam arahan pemanfaatan kecuali untuk IUPHHK-RE. Selanjutnya pada ayat (2) dalam hal
pengajuan
permohonan
untuk
izin
UPHHK-HA
atau
izin
UPHHKHTI atau izin UPHHK-RE belum diarahkan pemanfaatannya atau dicadangkan, kawasan yang dimohon wajib dilakukan analisis makro dan/atau analisis mikro. Berdasarkan penjelasan Pasal 3 ayat (2) Permenhut No. P.19/MenhutII/2014, dikaitkan dengan hasil tata hutan di wilayah KPH berupa blok pemanfaatan hutan produksi HHK-HA dan HHK-HT dalam wilayah tertentu, Pengelola KPH memiliki peluang pemanfaatan hasil hutan kayu selama tidak berada dalam PIPPIB.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Hasil stratifikasi tutupan hutan sementara akan divalidasi dengan data hasil IHMB. Pembuatan kelas-kelas tutupan hutan didekati dengan mengadopsi kelas-kelas tutupan hutan yang terdapat pada Lampiran Permenhut
No.
P.33/Menhut-II/2009.
Pembuatan
kelas-kelas
hutan
(stratifikasi) menurut kerapatan tegakannya dikelompokkan sebagai berikut: (1) Hutan lahan kering primer – kerapatan vegetasi jarang (HKp1), (2) Hutan lahan kering primer – kerapatan vegetasi sedang (HKp2), (3) Hutan lahan kering primer – kerapatan vegetasi rapat (HKp3), (4) Hutan lahan kering sekunder – kerapatan vegetasi jarang (HKs1), (5) Hutan lahan kering sekunder – kerapatan vegetasi sedang (HKs2), (6) Hutan lahan kering sekunder – kerapatan vegetasi rapat (HKs3). 2.
Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) ITSP
meliputi
pengumpulan
data,
pengolahan
data
dan
menggambarkan posisi pepohonan di dalam petak pada peta persebaran pohon. Pengumpulan data meliputi : Penetapan dan pengukuran koordinat petak kerja; Pemasangan dan penandaan pal-pal batas petak tebangan (100 Ha); Penandaan dan penomoran pohon-pohon yang akan ditebang, pohon inti, pohon induk, dan pohon yang dilindungi; Pengukuran diameter setinggi dada dan tinggi bebas cabang semua pohon berdiameter 20 cm ke atas; Pengukuran letak pohon; Pencatatan flora dan fauna yang dijumpai serta hasil hutan bukan kayu (HHBK); serta Pencatatan keadaan lapangan. Pengolahan data ITSP meliputi : Pemetaan letak pohon (tree location mapping); Pencacahan jumlah individu dan penjumlahan volume tiap jenis ; Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-4
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pengelompokan jenis menurut golongan jenis komersial, kayu indah, kayu yang dilindungi, dan jenis-jenis campuran, dirinci ke dalam jumlah individu dan jumlah volume. Hasil dari kegiatan ITSP adalah data potensi dan peta persebaran pohon. Data potensi digunakan untuk menentukan jatah pohon tebang (JPT) pada SK. RKT. Untuk keperluan penyusunan RKT, setiap tahun dilakukan inventarisasi 100% pada masing-masing areal tebangan untuk rencana penebangan jangka pendek (rencana penebangan tahunan). 3.
Penataan Hutan Sesuai Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
tahun 2014; hasil inventariasi kondisi biogeofsisik dan sosekbud KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) tahun 2014 dan Permenhut Nomor P.6/MenhutII/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP); Arahan IHMB pada kegiatan HHKHA/RE dan HHK-HT/HTI; Juknis Penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang KPH tahun 2013, selanjutnya dirumuskan rencana-rencana penataan hutan berdasarkan fungsinya pada areal seluas ± 259.192 Ha, terdiri dari hutan lindung (HL) seluas ± 126.457 Ha (termasuk mangrove), hutan produksi terbatas (HPT) seluas ± 88.242 Ha dan hutan produksi (HP) seluas ± 44.493 Ha sebagaimana terinci pada Tabel 5.1.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-5
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.1. Rencana Penataan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Nama Kawasan
Nama Blok
Fungsi
Luas (Ha)
1
2
3
4
5
HL_Blok Pemanfaatan (Mangrove)
HL
HP_Blok Perlindungan 1
KH. Batui
HP_Blok Pemanfaatan HHKHA
1.276 168
HP
9.059
Lokasi Kab/Kec/Desa
Rencan IHMB
6
7
8
9
10
Pareoti, Mantawa, Dongin, Karya makmur, Topo Toili, Dongin, Mantawa Toili, Dongin, Mantawa Pareoti Toili, Dongin, Mantawa Pareoti, Rata
HMp2,HMs1, HMs2, Pm, Pt, T, B HKp1, HKs2, HKs3
Pemanfaatan blok/petak (HHBK, Jasling)
Banggai/Toili Barat-Toili/Lembah Keramat, Rata, Mantawa,Dongin, Pandasari, Topo
Perlindungan/pengamanan blok/petak
Hks1, HKs2, HKs3, Pc, B, T
Pemanfaatan blok/petak (HHK-HA)
Banggai/Toili barat/Piondo-UweloluGunung Keramat Banggai/Toili Barat-Toili/Lembah Keramat, Gunung Keramat,Pasirlamba, Makapa, Bukitmakarti, Uwelolu, Piondo Banggai/Toli Barat-Toili/ Gunung Keramat, B. Makarti, Wirabuana, Uwelolu, Piondo, Bukit Jaya Morowali Utara/Mamosalato/LijoWinangabino Morowali Utara/Bungku Utara/SalubiroLemowalia Mamosalato/Lijo-Rompi-Sea-Winangabino
12.753
HL_Blok Inti
15.319
Bongka
32.986
Bongka, Tirongan
HL
2
Jenis Kegiatan*)
HP_Blok Pemanfaatan HHKHT
HL_Blok Pemanfaatan
KH. Morowali
Kelas Tutupan Lahan Saat Ini
DAS/Sub DAS
HKs1, HKs2, Pt, Pc, Pk, Sw HKp2, HKp3, HKp1, Pc, B HKp2, HKp3, HKp1, HKs2, Pc, B HKs1, HKs2, HKs1 HKs1, HKs2, HKs1
Pemanfaatan blok/petak (HHK-HT) HTI PT. BHP Perlindungan dan pengamanan blok/petak Pemanfaatan blok/petak (HHBK, Jasling) Perlindungan dan pengamanan blok/petak Perlindungan dan pengamanan blok/petak
HP_Blok Pelindungan
HPT
1.244
Tambale, Pareoti
HP_Blok Pelindungan
HP
281
Tambale, Pareoti
Hks1, HKs2, HKs3, Pt, Pc, B, T
Pemanfaatan blok/petak (HHK-HA)
HP_Blok Pemanfaatan HHKHA
HP
10.904
Pareoti, Soka, Tanasumpu, Damar, Tirongan, Salato,Bongka
HP_Blok Pemanfaatan HHKHA
HPT
18.852
Pareoti, Soka, Tanasumpu, Damar, Tirongan, Salato,Bongka
Hks1, HKs2, HKs3, Pt, Pc, B, T
Pemanfaatan blok/petak (HHK-HA)
HP_Blok Pemanfaatan HHKHT
HPT
2.868
Bongka, Tirongan, Salato,Damar, Tanasumpu,
Hks1, HKs2, Pk, Pt, Pc, B, T
Pemanfaatan blok/petak (HHK-HT)
HP_Blok Pemanfaatan HHKHT
HP
6.982
Bongka, Tirongan, Salato,Damar, Tanasumpu,
Hks1, HKs2, Pk, Pt, Pc, B, T
Pemanfaatan blok/petak (HHK-HT), sebagian besar merupakan areal HTI PT. Wana Rindang Lestari
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
T+0; T+11; dst.. T+0; T+11; dst..
Marowali Utara/Mamosalato/Tambale Marowali Utara/Mamosalato/Tambale Morowali Utara/Mamosalato-Bungku Utara/Tambale, Pandauke, Tanasumpu, Tanagaya, Girimulyo,Uemasi, Tirongan Atas, Lemo, Salubiro, Sea, Lijo, Winangabino Morowali Utara/Mamosalato-Bungku Utara/Tambale, Pandauke, Tanasumpu, Tanagaya, Girimulyo,Uemasi, Tirongan Atas, Lemo, Salubiro, Sea, Lijo, Winangabino Morowali Utara/Mamosalato-Bungku Utara/Pandauke, Tanasumpu, Tanagaya, Girimulyo,Uemasi, Tirongan Atas, Lemo, Salubiro, Sea, Lijo, Winangabino Morowali Utara/Mamosalato-Bungku Utara/Pandauke, Tanasumpu, Tanagaya, Girimulyo,Uemasi, Tirongan Atas, Lemo, Salubiro, Sea, Lijo, Winangabino
T+0; T+11; dst..
T+0; T+11; dst..
T+0; T+11; dst..
T+0; T+11; dst..
V-6
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
3
7
8
9
10
4.346
Boba, Kolo atas, Tirongan, Kolo bawah, Wine, Damar
HKs3, HKs2, HKs1, Pc, Pt, B, T
Pemanfaatan blok/peta PBM (HTR, HKm,HD)
Morowali Utara/Bungku UtaraMamasosalato/Ueruru, Boba, Kolo Atas, Kolo Bawah, Momo, Girimulyo
23.432
Bongka
16.269
Bongka
2.325
Bongka
13.227
Batui, Lobu
HL_Blok Pemanfaatan
4.874
Bakung, Batui
HP_Blok Perlindungan
1.878
HKp2, HKp3, HKp1 HKs1, HKs2, HKp1, Pt, Pc, B HKp1, HKs2, Pt, Pc, B HKp1, HKp2, HKp3 HKp1, HKp2, HKp3 HKs3, HKs2, HKs1
Perlindungan dan pengamanan blok/petak Pemanfaatan blok/petak (HHBK, Jasling) Pemanfaatan blok/petak (HHBK, Jasling) Perlindungan dan pengamanan blok/petak Pemanfaatan blok/petak (HHBK, Jasling) Perlindungan dan pengamanan blok/petak
HKs3, HKs2, HKs1, B, Pc
Pemanfaatan blok/petak (HHK-HA)
HKs2, HKs1, Pt, B, Pc, T HKs2, HKs1, Pt, B, Pc, T
Pemanfaatan blok/petak (HHK-HT) Pemanfaatan blok/peta PBM (HTR, HKm, HD) Perlindungan dan pengamanan blok/petak Pemanfaatan blok/petak (HHBK, Jasling)
HP_Blok Pemberdayaan Masyarakat
3
4
KH. G. Lumut KH. Ulu Bongka
4 HP
HL_Blok Inti
6
HL HL_Blok Pemanfaatan HL_Blok Pemanfaatan
HL
HL_Blok Inti HL
5
KH. Kintom
HP_Blok Pemanfaatan HHKHA
59.088 HPT
HP_Blok Pemanfaatan HHK_HT HP_Blok Pemberdayaan Masyarakat 6
KH Pagimana
2.253
HL_Blok Inti
2.059
Mendono, Nambo
15.510
Mendono, Nambo, Maahas,Lambangan
HKp2, HKp3
Maahas
HKp1, HKp2, Pt, Pc, B, T
HL HL_Blok Pemanfaatan
Dongin, Toili Toili, Sinorang, Bakung, Bangketa, Batui, Omulu, Tangkiang, Manyulak, Kintom, Mendono, Nambo Toili, Batui, Omulu, Tangkiang
1.239
11
Tojo Una Una/Ampana Tete/Dataran Bulan, Wanasari, Girimulya Tojo Una Una/Ampana Tete/Dataran Bulan, Wanasari, Girimulya Tojo Una Una/Ulu Bongka/UematopaParambah Banggai/Batui-Kintom/Batui-Kintom Banggai/Batui-Kintom/OndoondoluManyulak Banggai/Toili Barat-Toili/Uwelolu-PiondoBukitjaya Banggai/Toili Barat-Toili-Batui SelatanBatui-Kintom-Nambo/ Bukit Jaya-Toili-Tumpujaya-SinorangOndoondolu-SP-BatuiUso-Tankiang, Manyulak-KintomNambolempek-Koyoan Banggai/Toili-Batui-Kintom/Toili-BatuiUso-Tangkiang
T+0; T+11; dst..
T+0; T+11; dst..
Banggai/Nambo/Nambolempek-Koyoan Banggai/Nambo-Luwuk Selatan/NamboKoyoan-Bubung Banggai/Luwuk Selatan/Hanga-Hanga
Keterangan : Seluruh Blok/Petak memerlukan perlindungan dan pengamanan dari Pengelola KPH HKp1 = Hutan lahan kering primer-kerapatan vegetasi jarang; HKp2 = Hutan lahan kering primer-kerapatan vegetasi sedang; HKp3 = Hutan lahan kering primer-kerapatan vegetasi rapat. HKs1 = Hutan lahan kering sekunder-kerapatan vegetasi jarang; HKs2 = Hutan lahan kering sekunder-kerapatan vegetasi sedang; HKs3 = Hutan lahan kering sekunder-kerapatan vegetasi rapat. HMs1 = Hutan mangrove sekunder-kerapatan vegetasi jarang. HMs2 = Hutan mangrove sekunder-kerapatan vegetasi sedang; HMp2 = Hutan mangrove primer kerapatan sedang Pt = pertanian lahan kering; Pc = pertanian lahan kering bercampur dengan semak; B = semak/belukar; T = tanah terbuka. Pm = Permukiman; Pk = Perkebunan; Sw = Sawah.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-7
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada Tabel 5.1 terdapat sebanyak empat blok pengelolaan hutan yaitu blok inti pada hutan lindung, blok perlindungan pada hutan produksi, blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan masyarakat pada hutan produksi dan hutan lindung. Keempat blok pengelolaan hutan tersebut, dibagi ke dalam petak-petak pengelolaan hutan, baik pada hutan lindung maupun pada hutan produksi. Blok/Petak pengelolaan tersebut dijabarkan menjadi rencana pengelolaan hutan : a.
Blok Inti pada Hutan Lindung terdapat pada 4 (empat) Kelompok Hutan yaitu ; KH. Morowali, KH. Gunung Lumut, KH. Kintom, dan KH. Pagimana. Blok inti di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berperan penting mengamankan dan melestarikan potensi hutan alam yang merupakan petak kelola untuk tujuan perlindungan tata air, habitat satwa, serta flora dan fauna asli. Blok/petak ini bukan untuk tujuan pemanfaatan. Blok inti di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) masuk dalam kebijakan moratorium hutan (PIPPIB). Berdasarkan landskap bentang lahan, blok inti ini memiliki peran stategis bagi perlindungan kawasan di bawahnya karena posisinya berada pada daerah topografi agak curam hingga sangat curam, curah hujan tinggi, tanah-tanah peka erosi, dan merupakan daerah tangkapan air bagi tujuh wilayah DAS prioritas I dan II.
b.
Blok Perlindungan pada Hutan Produksi terdapat pada 3 (tiga) kelompok hutan yaitu : KH. Batui, KH. Morowali dan KH. Kintom. Blok
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-8
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Perlindungan di kawasan hutan produksi di wilayah KPH mencakup 7 (tujuh) wilayah DAS di Kecamatan Mamosalato, Toili Barat dan Toili. Walaupun blok perlindungan di kawasan hutan produksi tergolong tidak luas, namun lokasinya yang cukup strategis, diharapkan mampu menjadi penyeimbang ekosistem hutan di daerah peralihan antara dataran tinggi (HL) dan dataran rendah (HPT/HP). c.
Blok Pemanfaatan pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi 1) Pada kawasan Hutan Lindung dikelompokkan ke dalam bentuk pemanfaatan/pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan alam (HHBK-HA) dan jasa lingkungan (jasling), seluruhnya masuk dalam moratorium hutan (PIPPIB). Berdasarkan ekosistem kawasan, blok pemanfaatan hutan lindung terbagi dalam 2 (dua) ekosistem, yaitu ekosistem hutan tanah kering dam ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove berada di wilayah Kecamatan Toili Barat dan Toili, yaitu dari Desa Lembah Keramat Kecamatan Toili Barat sampai dengan Desa Pandasari-Topo di Kecamatan Toili. 2) Pada Hutan Produksi dikelompokkan ke dalam bentuk pemanfaatan : (a) Hasil hutan kayu pada hutan alam dan/atau restorasi ekosistem (HHK-HA/RE) terdapat pada 3 (tiga) kelompok hutan yaitu : KH. Batui, KH. Morowali dan KH. Kintom. (b) Hasil hutan kayu pada hutan tanaman (HHK-HT) terdapat pada 3 (tiga) kelompok hutan yaitu ; KH. Batui, KH. Morowali dan KH. Kintom. Pada lokasi rencana blok HHK-HA dan HHK-HT telah ada Izin Usaha
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-9
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam sebanyak 2 (dua) perusahaan dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) sebanyak 2 (dua) perusahaan. Umumnya lokasi-lokasi HHK-HA masuk dalam kebijakan memoratorium hutan (PIPPIB). d.
Blok Pemberdayaan Masyarakat (PBM) pada Hutan Produksi meliputi rencana Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Blok PBM di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat pada 2 (dua) Kelompok Hutan yaitu ; KH. Kintom dan KH. Morowali. Seluruh rencana kegiatan PBM ini tidak masuk dalam PIPPIB (moratorium hutan). Hasil penataan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit
XIX) yang mengalokasikan areal hutan ke dalam blok-blok pemanfaatan di kawasan hutan lindung merupakan suatu strategi yang cukup baik dalam pengurangan konfliks dengan masyarakat setempat. Dalam sejarah peradaban suku Wana, pola hidup dan cara bermukim yang saling berjauhan, menjadikan sebagian besar kawasan hutan di wilayah DAS hulu sungai Bongka wilayah penghidupannya. Hidup dengan cara bercocok tanam secara tebang bakar merupakan adat kebiasaan mereka memulai dan menanam tanaman palawija, jagung dan pangan lainnya. Selain itu, dalam beinteraksi dengan masyarakat luar, mereka memanen getah damar alam dari pohon agatis untuk dijual ke pedagang pengumpul dengan sistem barter barupa bahan makanan, alat rumah tangga dan/atau pakaian.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-10
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Peluang hidup yang dapat diberikan kepada masyarakat adat Wana, khususnya yang masih bermukim di dalam hutan sehubungan dengan hadirnya pengelola kawasan (KPH) menjadi program yang perlu mendapat perhatian khusus. Disamping itu, adanya kebijakan SK Menhut No.: SK.635/Menhut-II/2013, telah memberikan pula akses hidup yang luas bagi warga adat Wana yaitu dirubahnya sebagian besar fungsi kawasan hutan produksi tetap menjadi non-kawasan hutan (Areal Penggunaan Lain/APL). Dengan demikian, konfliks land tanure terkait kawasan hutan di wilayah ini diharapkan semakin berkurang di masa-masa mendatang. Dalam upaya menghormati hak-hak pemungutan hasil hutan di kawasan hutan lindung, khususnya bagi suku Wana, pihak pengelola KPH perlu melakukan kerjasama kemitraan dengan kepala-kepala suku/adat wana setempat. Program kemitraan yang dapat dibangun diantaranya; pemungutan hasil hutan bukan kayu seperti getah damar, madu, buah, tumbuhan obat, sarang burung walet, kulit kayu, dsb. Selain itu, perlu juga diberikan akses untuk tetap hidup di dalam kawasan hutan, khususnya suku wana yang masih menetap di dalam kawasan hutan. Sehubungan dengan itu, implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 13 tahun 2012 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat suku Wana (Taa), perlu diupayakan adanya sinkronisasi kebijakan Kementerian Kehutanan terkait dengan pemanfaatan kawasan ataupun pemungutan hasil hutan di dalam kawasan hutan negara.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-11
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Untuk mempercepat KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) menjadi KPHP yang mandiri, maka di wilayah KPH ini dapat dialokasikan lahan hutan produksi (hutan alam primer dan hutan alam sekunder) untuk dimanfaatkan menjadi usaha hasil hutan kayu alam maupun restorasi ekosistem (UPHHK-HA/RE).
Untuk maksud yang sama KPH dapat
menyediakan pula lahan-lahan hutan untuk pengembangan usaha jasa lingkungan (Jasling) seperti usaha jasa wisata alam, usaha jasa penyerapan dan/atau penyimpanan karbon, dan jasa aliran/pemanfaatan air. Selain itu KPH dapat juga melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan tanaman (HHK-HT), pemanfaatan kawasan hutan seperti silvopastural atau silvofisheri, serta pemungutan hasil hutan dari hutan alam. Program-program kegiatan yang terkait dengan pemanenan hasil hutan alam, terutama kegiatan HHK-HA yang lokasinya masuk dalam kebijakan moratorium hutan, baru dapat dimanfaatkan setelah moratorium (PIPPIB) berakhir. Karena itu, pihak pengelola KPH selaku pemegang hak pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat menyikapinya melalui pemanfaatan HHK-HA di luar wilayah kebijakan PIPPIB. Untuk usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam atau restorasi ekosistem hutan alam, usaha hutan tanaman dan usaha jasa lingkungan, pengelola KPH dapat mempercepat impelementasinya melalui kerjasama dengan pihak ke-3 (Badan Usaha Milik Swasta/Koperasi/Badan usaha lainnya) dengan tetap memperhatikan kepentingan (nilai-nilai kearifan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-12
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
lokal) masyarakat setempat serta bekerja sesuai dengan rambu-rambu hukum/peraturan perundang-undangan. B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu Batasan mengenai pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu dalam perencanaan ini adalah blok-blok pemanfaatan hutan pada hutan produksi dan hutan lindung yang akan dikelola sendiri oleh KPH. Blok-blok tersebut selanjutnya
dijabarkan
menjadi
kelas-kelas
hutan
sesuai
arahan
pengelolaannya. Jabaran kelas-kelas hutan tersebut dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan “kelas perusahaan”. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.47/Menhut-II/2013, wilayah tertentu antara lain
adalah
wilayah hutan yang situasi dan
kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk
mengembangkan
pemanfaatannya berada di luar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Berdasarkan pasal 6 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.47/Menhut-II/2013, pemanfaatan hutan oleh KPH di wilayah tertentu dapat berupa kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil
hutan
kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Kepala KPH mengusulkan rencana pengelolaan hutan untuk disahkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Usulan Rencana Pengelolaan Hutan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-13
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
sekaligus sebagai usulan pelimpahan kewenangan dalam melakukan pemanfaatan wilayah tertentu. Pada Lampiran 3.1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P.5/VI-BPPHH/2014
tentang Standar dan Pedoman
Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK), dijelaskan bahwa Pemegang Izin adalah Pemegang IUPHHK-HA, IUPHHK-HT,
IUPHHKRE dan Hak
Pengelolaan. Dengan demikian, KPH adalah pemegang ijin pemanfaatan hasil hutan kayu dalam bentuk Hak Pengelolaan. Pemegang
Hak Pengelolaan adalah Badan Usaha Milik Negara
bidang kehutanan yang mendapat pelimpahan penyelenggaraan pengelolaan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini relevan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.47/Menhut-II/2014. Selanjutnya dalam P.5/VI-BPPHH/2014 dijelaskan bahwa Unit Kelestarian Hutan (UKH) adalah unit terkecil dalam pengelolaan hutan berdasarkan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) untuk IUPHHK atau Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk Hak Pengelolaan, yang menjamin terselenggaranya kegiatan
pemanfaatan hasil hutan kayu
dalam suatu siklus daur kayu yang dimanfaatkan atau tanaman pokok. Sesuai dokumen rencana tata hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) tahun 2014, teralokasi areal hutan seluas 105.481 Ha pada 1.547 petak kelola hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang termasuk dalam wilayah tertentu. Wilayah tertentu KPH ini berada pada enam
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-14
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kelompok hutan, yaitu KH Batui, KH Kintom, KH. Morowali, KH Pagimana, KH Gunung Lumut dan KH Ulubongka. Pada kawasan hutan produksi, direncanakan pemanfaatan hasil hutan kayu (HHK) baik pada hutan alam (HA) maupun hutan tanaman (HT). Pada hutan produksi dalam hutan alam ataupun hutan tanaman direncanakan juga pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti rotan, getah, buah/biji, dan lainlain. Pada hutan lindung direncanakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan, baik dari hutan alam maupun dari hasil hutan tanaman. Jenis HHBK yang direncanakan adalah pemanfaatan getah damar alam, buah/biji, lebah madu hutan, gaharu, serta hasil penanaman tanaman kayu-kayuan penghasil getah seperi Pinus dan Karet. Pada pemanfaatan kawasan hutan, direncanakan pemanfaatan kawasan pada hutan lahan kering seperti silvopastural dan pada kawasan hutan mangrove direncanakan silvofishery. Sasaran lokasi pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam adalah virgin forest dan LOA dengan sistem silvilkultur TPTI atau TP. Pada sasaran hutan tanaman dengan kondisi LOA potensi rendah direncanakan sistem silvikultur TPTJ dan pada lokasi kondisi lahan gundul/lahan terbuka serta semak/belukar
didekati
dengan
sistem
silvikultur
THPB.
Sasaran
pemanfaatan silvopastural dan silvofisheri adalah lahan-lahan hutan gundul/lahan terbuka dan semak/belukar. Adapun rencana pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu di KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) sebagaimana Tabel 5.2 di bawah ini.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-15
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.2. Rencana Kegiatan dan Tata Waktu Pelaksanaan Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 2014-2023 No. 1 A.
Nama Blok
Lokasi Blok/Petak
2 3 DALAM BLOK PEMANFAATAAN HL
1
KH BATUI
Pareoti-Rata-Mantawa-Topo/ Lembah kramat s.d. Pandasari-Topo
2
KH. MOROWALI
Bongka/Lijo-Sea-Rompi-Winangabino Salubiro-Lemowalia Salubiro-Lijo (Parambah)
3
KH GN LUMUT
Bongka/Bulan jaya, Wanasari
4
KH PAGIMANA
MaaHas/Hanga-Hanga/Kampung Buton
5
KH ULUBONGKA
B.
Bongka/Lijo (Parambah)
Rencana Kegiatan
Fungsi
Jumlah Petak*)
PIPPIB (Ha)
4
5
6
7
Mangrove (Silvofishery) HHBK : 1 Jasling (PPL Wisata) PK (Silvopastural) HHBK : 2 RHL : 2 HHBK : 3 RHL : 3 Strada REDD+ Jasling Wisata Jasling (Aliran Air) Jasling (Karbon) PK (Silvopastural) HHBK RHL*)
HL
HL
10
270
1.276
31.967
NON PIPPIB (Ha) 8
-
-
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
Jumlah (Ha)
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
1.276
31.967
HL
136
16.269
-
16.269
HL
8
1.239
-
1.239
HL
Jumlah A DALAM BLOK PEMANFAATAN HP DAN HPT
17
2.325
-
2.325
441
53.076
-
53.076
-
6.630
6.630
HHK-HA : 1 Lembah kramat, Gunung kramat, Pasirlamba, Uwelolu, Piondo, Bukitjaya
1
KH BATUI
RHL : 5
HP
191
HHK-RE : 1*)
2.054
-
2.054
2
KH. MOROWALI
Uemasi, Tirongan atas, Lemo, Salubiro, Lijo (Parambah), Rompi, Tambale, Pandauke, Tanasumpu, Girimulyo
-
-
15
15
15
15
15
15
15
15
120
-
-
-
-
-
-
-
-
25
185
210
-
-
100
100
100
100
100
100
100
196
896
-
-
5
5
5
5
5
5
10
10
50
-
-
3.500
3.500
3.500
4.000
4.000
4.000
4.500
4.847
31.847
-
120 75
1.650 250 146
1.650 365 250 -
1.650 250 -
1.650 250 -
-
1.650 698 250 -
250 -
1.650 250 -
1.656 250 -
120 13.206 1.063 2.000 221
-
-
-
200
250
283
-
-
-
-
733
-
-
-
-
-
-
50
50
50
75
225
-
-
5
5
5
5
10
10
10
10
60
-
195
298 5.969
6.423
6.140
6.308
500 6.580
500 6.580
500 7.110
527 7.771
2.027 298 53.076
-
600
600
600
600
600
600
600
1.200
999
6.399
-
-
-
-
-
-
-
-
-
231
231
-
-
-
-
-
-
-
-
745
1.054
1.799
1.650
RHL : 5
-
-
-
-
-
-
-
-
255
-
255
HHK-HT : 1
-
28
-
-
-
-
-
-
79
-
107
-
-
-
-
-
-
-
-
-
99
99
-
-
250
250
327
-
-
-
-
-
827
-
5
5
5
5
5
5
5
5
5
45
-
-
-
-
-
-
-
-
-
40
40
-
-
-
-
-
2.000
2.000
2.000
2.000
2.307
10.307
RHL : 5 Lembah Keramat, Gunung Keramat
Pelaksanaan Kegiatan (Ha)
Luas (Ha)
HHK-HT : 2 HHK-HT : 2 PK-BHMT RHL : 5 HHK-HA : 2 RHL : 1 HHK-HA : 3
HP
27
-
1.118
1.118
HP
220
-
10.622
10.622
HPT
57
-
2.731
2.731
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
100
-
-
-
-
103
112
-
-
-
315
-
-
-
-
-
500
500
500
500
731
2.731
V-16
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
KH. MOROWALI
3 Tanasumpu-Pandauke-Tambale-LemoSalubiro-Parambah Salubiro-Lijo (Parambah)
3.
KH KINTOM
Nambolempek-Solan-Kintom-TangkiangTumpujaya-Toili-Bukitajaya-PiondoUwelolu-Pasirlamba-Gunung Keramat Toili-Batui-Uso-Tangkiang
BLOK HHK-HA
BLOK HHK-HT
HHK-HA HHK-RE RHL HHK-HT PK-BHMT HHK-RE RHL JUMLAH B JUMLAH TOTAL
4 HHK-HT : 3,4,5 RHL : 1 HHK-RE : 3*) RHL : 2
5 HP
HPT
6
7 50
38
HHK-HA : 4 RHL : 4
HPT
RHL : 4
HPT
-
-
9
2.241
1.877
2.241
1.877
-
7.082
7.082
15.797
-
15.797
47
965
1.288
2.253
944
17.851
27.065
44.916
476
HHK-RE : 2 HHK-RE : 2*)
8
10
11
12
13
200
14
200
15
200
16
226
17
200
18
200
19
200
214
-
20
-
-
-
117
172
-
-
-
309
-
-
-
350
200
350
182
440
-
-
1.522
292
1.932
-
-
205
-
150
-
-
-
-
-
355
-
750
750
750
750
750
750
750
916
896
7.062
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20
20
-
-
-
2.250
2.250
2.250
2.250
2.250
2.250
2.297
15.797
-
-
-
-
-
200
269
300
257
965
1.991
100
1.350 242 5 20 1.617 1.812
1.350 450 5 205 2.010 7.979
1.350 2.250 450 5 350 4.405 10.828
1.350 2.250 527 5 200 150 4.482 10.622
240 3.850 2.250 103 226 5 550 357 7.341 13.649
22 3.850 2.250 112 200 5 451 194 7.062 13.642
3.850 2.250 200 5 740 7.045 13.625
4.616 2.995 255 279 5 257 8.407 15.517
4.933 3.351 251 292 5 965 139 9.936 17.707
262 26.499 17.596 821 2.866 45 3.513 1.065 52.405 105.481
162
965
6.524
7.489
-
1.107 1.547
18.816 71.892
33.589 33.589
52.405 105.481
100 100
Keterangan: *) HHK-RE pada Blok HHK-HT PK=Pemanfaatan Kawasan Hutan. Terlampir peta wilayah tertentu. Sumber data: Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube Tahun 2014. 1. Pada blok/petak pemanfaatan HHK-HA dengan fungsi HPT/HP-tutupan lahan hutan alam primer/hutan alam sekunder, direncanakan kegiatan pemanfaatan hasil hutan pada hutan alam. Sedangkan areal yang masuk kategori lahan kritis (sangat kritis dan kritis) sesuai peta hasil review lahan kritis BPDAS Palu Poso tahun 2014 direncanakan kegiatan RHL. Selanjutnya areal kawasan yang masuk dalam kebijakan PIPPIB direncanakan HHK-RE. Kehadiran kegiatan HHK-RE pada blok HHK-HA dimaksudkan untuk menjadi penyeimbang ekosistem lingkungan di kawasan hutan produksi. 2. Pada blok/petak pemanfaatan HHK-HT dengan fungsi HP-tutupan lahan berupa hutan jarang, semak/belukar serta tidak masuk dalam kategori lahan kritis direncanakan pengembangan hutan tanaman. Sedangkan pada fungsi HPT direncanakan kegiatan HHK-RE. Selanjuntya areal yang masuk dalam kategori lahan kritis direncanakan kegiatan RHL.Program kegiatan HHK-RE dalam blok pemanfaatan HHK-HT pada fungsi HPT didasarkan pada pertimbangan ilmiah dan teknis yaitu adanya faktor-faktor pembatas seperti kelas leteng-jenis tanah-intensitas hutan, sehingga walaupun keberadaannya di blok/petak HHK-HT tetap perlu dijaga keseimbangan ekosistem hutannya..Selain itu, blok/petak HHK-HT fungsi HPT di kelompok hutan Kintom sebagian besar arealnya masuk kedalam kebijakan PIPPIB. Pada Tabel 5.2 tampak kawasan hutan di wilayah tertentu yang luasnya mencapai 105.481 Ha, seluruhnya dialokasikan kegiatan pengelolaan hutan dalam 10 tahun ke depan. Meskipun demikian, areal kawasan hutan yang wilayah masuk dalam kebijakan PIPPIB, tentunya belum dapat dikerjakan, kecuali kegiatan yang terkait dengan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan. Kawasan hutan lindung di wilayah tertentu, seluruhnya masuk kebijakan PIPPIB (seluas 53.076 Ha), sedangkan di kawasan hutan produksi terdapat areal seluas 18.816 Ha dalam kebijakan PIPPIB dan seluas 33.589 Ha di luar kebijakan PIPPIB.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
20
-
V-17
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Uraian Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan di Wilayah Tertentu KPH Rencana pemanfaatan hutan di wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube dikelompokkan ke dalam pengusahaan skala kecil, baik pada pemanfaatan hutan alam maupun pada pemanfaatan hutan tanaman. Rencanarencana kegiatan pemanfaatan hasil hutan di wilayah tertentu dalam usaha skala kecil bertujuan untuk menghindari monopoli usaha dari setiap mitra usaha KPH. Sehingga mitra usaha yang bekerja di wilayah tertentu adalah mitra usaha yang memiliki kapabilitas sesuai bidang usahanya. Untuk
kegiatan
HHK-HA
ataupun
HHK-RE
direncanakan
berdasarkan kelompok hutan. Sehingga setiap kelompok hutan akan terdapat usaha mitra yang berbeda dan dapat bekerja sesuai jadwal tata waktu pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam. Dengan pendekatan seperti itu, tingkat partisipasi para pihak dapat menjadi lebih banyak yang diharapkan terjadinya perubahan ekonomi masyarakat ke arah yang lebih baik. Rencana pemanfaatan hutan alam di wilayah tertentu pada blok/petak pemanfaataan HHK-HA dikelompokkan ke dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam dan sistem restorasi ekosistem hutan (HHK-HA/RE). Pada
blok/petak
pemanfaatan
HHK-HT
dikelompokkan
ke
dalam
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman dengan fungsi HP dan pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem. Selain itu, di kawasan hutan produksi juga direncanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang bertujuan untuk memulihkan potensi sumberdaya lahan hutan sesuai fungsinya. Dengan demikian, selain kegiatan RHL di dalam blok/petak
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-18
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pemanfaatan HHK-HA, juga direncanakan pada blok/petak pemanfaatan HHK-HT yang lahan hutannya terkategori kritis sesuai peta hasil review lahan kritis oleh BPDAS Palu Poso Tahun 2014. Kelas-kelas lahan kritis yang direncanakan adalah lahan yang masuk dalam kelas sangat kritis dan kritis. Rencana pemanfaatan hasil hutan pada blok pemanfaatan HHK-HT dengan fungsi HP dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu pemanfaatan hasil hutan berbasis kayu yang berasal dari hutan tanaman, dan pemanfaataan hasil berbasis kayu-getah-resin. Jenis-jenis hasil hutan yang direncanakan adalah yang berdaur pendek dan berdaur sedang. Sedangkan pada hasil hutan ganda (kayu-getah-resin) direncanakan jenis-jenis tanaman berkayu seperti karet dan jenis kayu inang gaharu. Rencana pemanfaatan kawasan dan hasil hutan bukan kayu (HHBK), jasa lingkungan dan wisata di kawasan hutan lindung (HL) di wilayah tertentu meliputi : (1) rencana pemanfaatan HHBK (rotan, getah damar, getah pinus, buah/biji); (2) rencana pemanfaatan jasa lingkungan (wisata, aliran/sumber air, dan karbon). Mempedomani pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2014 ditegaskan bahwa kawasan hutan produksi pada PIPPIB yang berupa hutan alam primer tidak termasuk dalam arahan pemanfaatan kecuali untuk IUPHHK-RE. Pada ayat (2) dalam hal pengajuan permohonan untuk izin UPHHK-HA atau izin UPHHK-HTI atau izin UPHHK-RE belum diarahkan pemanfaatannya atau dicadangkan, kawasan yang dimohon wajib dilakukan analisis makro dan/atau analisis mikro. Pada ayat (3) analisis
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-19
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
makro dan atau analisis mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pelaksanaannya sesuai ketentuan perundang-undangan. Pada ayat (4) hasil analisis makro dan atau analisis mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat digunakan sebagai dasar arahan pemanfaatan atau pencadangan kawasan hutan secara parsial. Rencana-rencana pemanfaatan hasil hutan di wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 47/Menhut-II/2013 pasal 6 ayat (1), ayat (2) ayat (3) serta pasal 7 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5). Selanjutnya pada pasal 8 ditegaskan bahwa pemanfaatan hutan di wilayah tertentu oleh KPHP
dilaksanakan
setelah
pengelola
KPHP
menyusun
Rencana
Pengelolaan Hutan Jangka Pendek. Sehubungan dengan belum adanya petunjuk teknis pemanfaatan HHK-HA ataupun HHK-RE khusus bagi hak pengelolaan hutan oleh KPH, Pengelola KPH dapat memperhatikan subtansi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2014 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.47/Menhut-II/2013. Untuk implementasi penatausahaan hasil hutan pada HHK-HA, HHK-RE dan Hak Pengelolaan Hutan oleh BUMN atau KPH dapat mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P.5/VI-BPPHH/2014 dan Peraturan Perundangan lainnya yang berlaku. Terkait dengan Peraturan tersebut, KPH memiliki aspek legalitas pemanfaatan kawasan/hasil hutan dalam bentuk Hak Pengelolaan Hutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-20
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1.
Rencana Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam (HHK-HA/RE) Rencana pemanfaatan hasil hutan kayu (HHK) yang berasal dari hutan
alam pada hutan produksi dalam wilayah tertentu KPH diskemakan ke dalam dua pendekatan pemanfaatan, yaitu pemanfaatan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam yang disingkat HHK-HA dan pemanfaatan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam hasil restorasi ekosistem yang disingkat HHK-RE. Penerapan HHK-RE pada hutan produksi diarahkan pada areal hutan yang masuk dalam kebijakan PIPPIB. Hal ini dimaksudkan untuk memprakondisikan situasi sosial ke arah yang lebih kondusif di sekitar wilayah KPH guna mencegah terjadinya konfliks baru antara pengelola KPH dengan masyarakat sekitarnya. Restorasi ekosistem dimaksudkan pula untuk memberikan tanggung jawab kepada pemegang hak pengelolaan hutan (KPH) dalam bentuk pembinaan tegakan hutan sebelum dilakukan pemanenan hasil kayu. Penerapan skema kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem (HHK-RE) di wilayah KPHP Model Toili Baturube sangat kondisional.
Selama
masa
kebijakan
PIPPIB
areal
hutan
tersebut
dibina/dipelihara hingga mencapai keseimbangan ekosistem hutan. Pada kondisi tertentu bilamana kebijakan PIPPIB berakhir dapat dialihkan skema kegiatannya menjadi HHK-HA disaat ada review rencana kegiatan, ataupun tetap dipertahankan oleh pengelola KPH dalam bentuk HHK-RE untuk dijadikan penyeimbang ekosistem hutan dalam periode jangka panjang.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-21
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada blok/petak pemanfaatan HHK-HA fungsi HPT dan HP seluas 44.916 Ha di wilayah tertentu KPH, seluas 27.065 Ha tidak masuk kebijakan PIPPIB dan seluas 17.851 Ha masuk dalam kebijakan PIPPIB. Dari areal PIPPIB seluas 17.851 Ha, dimasukkan ke dalam skema kegiatan HHK-RE seluas 17.596 Ha, sedangkan areal non-PIPPIB seluas 27.065 Ha dimasukkan ke dalam skema kegiatan HHK-HA seluas 26.499 Ha dan seluas 821 Ha dimasukkan ke dalam program RHL, karena termasuk kategori lahan kritis. Dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu pada blok/petak pemanfaatan HHK-HA selama 10 tahun ke depan, perlu dijaga keseimbangan ekosistem dan pemulihan potensi hutan alam di kawasan hutan produksi. Pada areal tersebut, terdapat beberapa lokasi petak pemanfaatan hasil hutan kayu alam yang berbatasan langsung dengan blok inti dan blok perlindungan. Karena itu, setiap petak pemanfaatan hutan alam yang bersentuhan langsung dengan blok inti dan blok perlindungan perlu disisakan ruang sebagai areal buffer zone sesuai peraturan perundang-undangan. Rencana areal buffer zone tersebut perlu didetailkan pada peta rencana tahunan pengelolaan hutan. Rencana pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam oleh KPH, perlu disosialisasikan kepada masyarakat sekitar, terutama desa-desa yang diperkirakan akan menerima dampak dari kegiatan penebangan kayu. Hal tersebut dinilai penting, karena kondisi/situasi sosial kemasyarakatan di sekitar KPH, sebagian belum dapat menerima sepenuhnya sistem lama penebangan kayu. Mereka menilai bahwa KPH masih identik dengan HPH. Untuk mengurangi penilaian negatif tersebut, pengelola KPH dapat
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-22
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
membangun strategi yang bersifat lebih moderat yaitu memposisikan masyarakat sekitar sebagai bagian dari unit usahanya. Dalam dokumen rencana bisnis KPH, hal tersebut perlu dianalisis kelayakan ekonominya terkait dengan pola-pola kemitraan yang akan diterapkan. Perlu ditegaskan bahwa penyelenggaraan skema kegiatan HHK-RE dan HHK-HA di wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan alam produksi secara lestari (jangka panjang) dengan memperhatikan kelestarian usaha dan keseimbangan lingkungan, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat, sehingga operasionalisasi pemanfaatan hutan tahunan di lapangan dapat dilakukan secara rasional terukur sesuai dengan kemampuan regeneratif alami maupun buatan.Untuk menjawab hal tersebut, pembagian blok/petak pemanfaatan HHK-HA/RE selama 10 tahun ke depan didekati secara parsial sesuai kondisi biogeofisik lapangan (kelompok hutan, DAS/sub DAS, potensi tegakan hutan alam, kepekaan tanah terhadap erosi), pemerataan pengelolaan kawasan, dan kondisi sosial ekonomi wilayah. Pendekatan seperti itu dinilai cukup relevan dengan pengelolaan hutan berbasis landskap. Adapun lokasi skema rencana kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu (HHK-HA/RE) di wilayah tertentu KPH seperti disajikan pada Tabel 5.3.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-23
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.3. Deskripsi dan Luas Kawasan Hutan Pada Rencana Kegiatan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam/Restorasi Ekosistem (UPHHK-HA/RE) pada Hutan Produksi di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Kelompok Hutan
Fungsi Kawasan
Wilayah DAS Pareoti, Mantawa
1
2
3
KH. Batui
HP
Pareoti, Mantawa, Dongin, Toili
HP
Bongka, Tirongan, Soka, Damar
HPT
Bongka, Tirongan, Soka, Damar
HPT
Mantawa, Dongin, Toili, Sinorang, Batui, Kintom, Mendono
KH. Morowali
KH. Kintom
Lokasi Gunung Keramat, Pasirlamba Lembah Keramat, Gunung Keramat, Pasirlamba, Uwelolu, Piondo, Bukitjaya Uemasi, Tirongan Atas, Lemo, Salubiro, Lijo Parambah), Rompi,Tambale, Pandauke, Tanasumpu, Girimulyo Uemasi, Tirongan Atas, Lemo, Salubiro, Lijo Parambah), Rompi,Tambale, Pandauke, Tanasumpu, Girimulyo NambolempekSolan-KintomTangkiangTumpujaya-ToiliBukitajayaPiondo-UweloluPasirlambaGunung Keramat
Luas(Ha)
Kelas Lereng
Kelas Hutan
Nama Blok
Sistem Silvikultur
PIPPIB
NON PIPPIB
II, III, IV, V
Hkp-1, Hks-1, Hks2, B
HHK-RE1
TPTI/TR*)
2.054
-
II, III, IV, V
Hkp-1, Hks-1, Hks2, B
HHK-HA1
TPTI/TR
-
6.630
II, III, IV V
Hkp-1, Hks-1, Hks2, B, Pt, Pc, T
HHK-HA2
TPTI/TR
-
10.622
II, III, IV V
Hkp-1, Hks-1, Hks2, B, Pt, Pc, T
HHK-HA3
TPTI/TR
-
2.731
II, III, IV, V
Hkp-1, Hkp2, Hks-1, Hks-2, B, Pc
HHK-RE2
TPTI/TR*)
15.797
-
HHK-HA4
TPTI/TR
-
7.082
17.851
27.065
Jumlah
Keterangan: Prioritas pemanfaatan HHK untuk 10 tahun ke depan di wilayah tertentu adalah areal non-PIPPIB. Kelas lereng V tidak diarahkan untuk pemanenan kayu. TPTI = Tebang Pilih Tanam Indonesia, TR = Tebang Rumpan. *) sistem silvikultur disinkronkonkan dengan teknik penjarangan vegetasi hutan. Tutupan hutan diinterpretasi dari citra Landsat 8 perekaman tahun 2013.
Pada Tabel 5.3 skema kegiatan HHK-HA diarahkan pada kawasan hutan Non-PIPPIB, sedangkan UPHHK-RE diarahkan pada kawasan hutan dalam kebijakan PIPPIB sesuai pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/20014. Pada penyelenggaraan HHK-HA di wilayah tertentu KPH dibutuhkan rencana kerja berupa Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang disusun dengan memperhatikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2014 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-24
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
tentang IHMB dan Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam, serta Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.56/MenhutII/2009 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam, serta Peraturan Direktur Jenderal Bina
Usaha
Kehutanan
Kementerian
Kehutanan.
Rencana
tahunan
pemanfaatan HHK-HA di wilayah tertentu KPHP Model Baturube (Unit XIX) tahun 2014-2023 seperti pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (HHKHA) pada Blok/Petak Pemanfaataan HHK-HA di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Kelompok Hutan
1
KH. Batui
2
KH. Morowali
3
KH. Kintom
Fungsi Kawasan
Blok/ Petak
HP
HHK-HA1
HP
HHK-HA2
HPT
HHK-HA3
HPT
HHK-HA4
Lokasi L. .KeramatBukitjaya TambaleKolo atas TambaleKolo atas Toili-Kintom
Sistem Silvikul tur
Tahun Luas (Ha) 2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
-
600
600
600
600
600
600
600
1.200
999
-
-
-
-
-
2.000
2.000
2.000
2.000
2.307
-
-
-
-
-
500
500
500
500
731
-
750
750
750
750
750
750
750
916
896
-
1.350
1.350
1.350
1.350
3.850
3.850
3.850
4.616
4.933
TPTI/ TR TPTI/ TR TPTI/ TR TPTI/ TR
Jumlah
Keterangan : Pelaksanaan mengacu pada Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPH
Adapun rencana tahunan pemanfaatan HHK-RE di wilayah tertentu KPHP Model Baturube (Unit XIX) tahun 2014-2023 seperti pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hasil Restorasi Ekosistem (HHK-RE) pada Blok Pemanfaatan HHK-HA di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Kelompok Hutan
Fungsi hutan
Blok/ Petak
1
KH. Batui
HP
HHK-RE:1
2
KH. Kintom
HPT
HHK-RE:2 Jumlah
Lokasi L. .KeramatBukitjaya Nambolempe k- KintomTangkiang.
Sistem Silvikul tur
Tahun/Luas(Ha) 2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
TPTI/ TR
-
-
-
-
-
-
-
-
745
1.054
TPTI/ TR
-
-
-
2.250
2.250
2.250
2.250
2.250
2.250
2.297
-
-
-
2.250
2.250
2.250
2.250
2.250
2.995
3.351
Keterangan : Pemanfaatan HHK-RE dilaksanakan setelah PIPPIB selesai, mengacu Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPH
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-25
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
2.
Rencana Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Rencana pemanfaatan hasil hutan kayu dalam blok/petak pemanfaatan
hutan tanaman (HHK-HT) dan hasil restorasi ekosistem (HHK-RE) di wilayah KPHP Model Toili Baturube meliputi kegiatan : penyiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan
pemasaran. hasil hutan kayu yang berasal dari penyelenggaraan restorasi ekosistem
yang
telah
mencapai
keseimbangan
ekosistem,
meliputi
kegiatan : pemeliharaan, perlindungan, dan pemeliharaan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan,
penjarangan,
penangkaran satwa,
pelepasliaran flora dan fauna. Sebagaimana telah diuraikan pada Tabel 5.2, rencana pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan kawasan hutan dalam blok/petak pemanfaatan HHK-HT dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kegiatan yaitu pemanfaatan hasil hutan kayu dari hasil hutan tanaman (HHK-HT) dan pemanfaatan hasil hutan kayu dari hasil restorasi ekosistem (HHK-RE). HHK-HT dilaksanakan pada fungsi hutan produksi tetap (HP) seluas 2.911 Ha, sedangkan HHK-RE dilaksanakan pada fungsi hutan produksi terbatas (HPT) seluas 3.513 Ha. Selain itu, direncanakan pula kegiatan RHL seluas 1.065 Ha. Pada blok/petak HHK-HT yang luasnya mencapai 2.911 Ha direncanakan penggunaan kawasan untuk budidaya hijauan pakan ternak (PK-BHMT) seluas 45 Ha dan untuk kegiatan HHK-HT seluas 2.866 Ha. Pada kegiataan HHK-HT fungsi HP seluas 2.866 Ha, selain direncanakan pengembangan tanaman daur pendek seperti Jabon juga
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-26
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
direncanakan pengembangan jenis tanaman kayu-kayuan penghasil gaharu. Pada kegiatan HHK-RE dengan fungsi HPT di luar lokasi kebijakan PIPPIB dengan kondisi tutupan semak belukar dan tanah-tanah gundul direncanakan penanaman jenis tanaman kayu penghasil getah karet. Terhadap areal HHKRE dengan fungsi HPT dengan tutupan semak belukar dan hutan jarang dalam lokasi kebijakan PIPPIB direncanakan pengembangan tanaman daur sedang seperti palapi, nyatoh dan lain-lain. Adapun lokasi rencana kegiatan HHK-HT/RE di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Deskripsi dan Luas Lokasi Rencana Kegiatan Pemanfaatan HHK-HT/RE di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No
Kelompok Hutan
Fungsi Hutan
Wilayah DAS
Lokasi
1
KH Batui
HP
Pareoti
Lembah keramat, Gunung keramat
Tanasumpu, Damar
2
KH CA Morowali
HP
HPT
3
KH Kintom
HPT
Tanasumpu, Damar Tirongan, Salato Bongka Toili Batui, Omolu, Tangkiang
Jumlah 1 Tanasumpu, Tananagaya, Girimulyo Tanasumpu, Tananagaya, Girimulyo, Pandauke, Lemo, Tirongan atas Salubiro, Lijo Jumlah 2 Toili, Batui, Uso, Babang buyangge Tangkiang, Manyulak Jumlah 3 Jumlah (1+2+3)
Kelas Lereng I, II II, III, IV
Kelas Hutan B, Pc, Pt, Sw Hks-1, Hks-2
Nama Blok/Petak
Luas(Ha) NON PIPPIB
Sistem Silvikultur
PIPPIB
HHK-HT:1
TPHB
-
HHK-HT:2
TPTJ, TR
-
872
-
979
107
I, II, III, IV
Hks-1, Hks-2
HHK-HT: 3
TPTJ, TR
-
826
I, II, III
B, Pc, Pt, T, Pk
HHK-HT: 4,5
TPHB
-
1.106
I, II, III,IV
HKs1, B, Pc
HHK-RE:3
TPTI
-
1.522
-
3.454
965
1.026
965 965
1.026 5.459
I, II, III, IV
Hks-1, B, Pc, Pt
HHK-RE:2
TPTI
Keterangan:Kelas V tidak diolah dan dibina menjadi kawasan lindung. TPHB = Tebang Habis dengan Permudaan Buatan; TPTJ = Tebang Pilih Tanam Jalur, TR = Tebang Rumpang. Tutupan hutan diinterpretasi dari citra Landsat 8 perekaman tahun 2013.
Adapun rincian rencana alokasi tahunan kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu dari hasil hutan tanaman (HHK-HT/RE) seperti pada Tabel 5.7 dan 5.8.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-27
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.7. Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hasil Hutan Tanaman (HHK-HT) pada Blok Pemanfaatan HHK-HT di Kawasan Produksi (HP) di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
1
Klpk Hutan
Fungsi Hutan
KH. Batui
Blok/ Petak
Lokasi
Sistem Silvikul tur
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
HHK-HT:1
L.Keramat
TPHB
-
28
-
-
-
-
-
-
79
-
L.Keramat
TPTJ
-
-
250
250
327
-
-
-
-
-
TPTJ
-
-
200
200
200
226
-
-
-
-
HP HHK-HT:2 HHK-HT:3
2
KH. Morowali
Tahun Luas(Ha)
HP
HHK-HT:4 HHK-HT:5
Tanasumpu, Girimulyo Pandauke, Girimulyo Lemo, Uemasi
Jumlah
TPHB TPHB
214
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
200
200
200
292
-
242
450
450
527
226
200
200
279
292
Keterangan: Sistem silvikultur TPHB untuk jenis tanaman Jabon, dll. Sistem silvikultur TPTJ untuk tanaman kayu unggulan lokal (Nyatoh, Palapi, Meranti, dll.).
Rencana kegiatan HHK-HT meliputi : a.
Pengembangan tanaman inang Gaharu (Gyrinosop, sp.): Tahun 2015 seluas 28 Ha di petak HHK-HT 1; tahun 2016 seluas 50 Ha di petak HHK-HT 2; tahun 2017 seluas 50 Ha di petak HHK-HT 3, tahun 2018 seluas 50 Ha di petak HHK-HT 2; tahun 2019 seluas 50 Ha di petak HHK-HT 3; tahun 2022 seluas 79 Ha di petak HHK-HT 1.
b.
Pengembangan tanaman kayu daur pendek jenis Jabon (Anthocepalus spp.), dll:Tahun 2015 seluas 214 Ha di petak HHK-HT 4; tahun 2016 seluas 100 Ha di petak HHK-HT 2; tahun 2017 seluas 100 Ha di petak HKK-HT 3; tahun 2018 seluas 100 Ha di petak HHK-HT 2 dan tahun 2019 seluas 100 Ha di petak HHK-HT 2.
c.
Pengembangan tanaman kayu daur sedang jenis Nyatoh (Palaqium sp), Palapi (Herriteria sp.) dan Meranti (Shorea sp.):Tahun 2016 seluas 100 Ha di petak HHK-HT 2; tahun 2017 seluas 100 Ha di petak HHK-HT 3; tahun 2018 seluas 100 Ha di petak HKK-HT 2; tahun 2019 seluas 76 Ha di petak HHK-HT 3.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-28
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
d.
Pengembangan tanaman karet (Hevea braviliensis) penghasil getah karet dan kayu: Tahun 2020 seluas 200 Ha di petak HHK-HT 5; tahun 2021 seluas 200 Ha di petak HHK-HT 5; tahun 2022 seluas 200 Ha di petak HKK-HT 5; tahun 2023 seluas 292 Ha di petak HHK-HT 5.
Tabel 5.8. Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hasil Restorasi Ekosistem (HHK-RE) pada Blok Pemanfaatan HHK-HT di Kawasan Produksi Terbatas (HPT) di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
1
2
Klpk Hutan
Fungsi Hutan
KH. Morowali
HPT
KH. Kintom
HPT
Blok/ Petak
Lokasi
Sistem Silvikul tur
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
Salubiro
TPTI
-
-
-
-
-
-
-
440
-
-
Lijo
TPTI
-
-
-
350
200
350
182
-
-
-
Tahun Luas(Ha)
HHK-RE:3
HHK-RE:2
Jumlah
Toili
TPTI
-
-
-
-
-
200
269
-
-
-
Batui, Uso, Tangkiang
TPTI
-
-
-
-
-
-
-
300
257
965
-
-
-
350
200
550
451
740
257
965
Keterangan: Sistem silvikultur TPTI/sistem penjarangan sesuai P.47/Menhut-II/2013.
Rencana kegiatan HHK-RE di kawasan HPT dalam blok pemanfaatan HHK-HT meliputi kegiatan : pemeliharaan, perlindungan, dan pemeliharaan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna. Adapun jenis tanaman kayu-kayuan yang direncanakan antara lain : jenis unggulan lokal Nyatoh (Palaqium sp), Palapi (Herriteria sp.) dan Meranti (Shorea sp.), dll. Pengembangan tanaman Gaharu di wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube dalam blok/petak HHK-HT dengan fungsi HP untuk 10 tahun ke depan, direncanakan jenis tanaman Gaharu dari family Gyrinosop. Jenis Gaharu alam yang tumbuh di hutan-hutan alam Sulawesi Tengah adalah jenis Gyrinosopdecipiens. Karena itu, direkomendasikan jenis tersebut untuk dibudidayakan di wilayah KPH. Sasaran lokasi pengembangan tanaman
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-29
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
budidaya Gaharu dapat dilakukan pada blok/petak HHK-HT yang masih berhutan sekunder jarang mengingat tanaman ini membutuhkan naungan hingga umur 3 tahun. Penanaman dapat dilakukan pada daerah yang memiliki curah hujan 1.000-2.000 mm/thn, jenis tanah podoslik merah kuning, tekstur tanah berlempung, lempung berpasir atau liat dengan solum tanah >1 m atau sesuai dengan arahan rencana tahunan. 3.
Rencana Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Penyelenggaraan usaha pemanfaatan jasa lingkungan di wilayah
KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu kelompok jenis jasa wisata alam (WA), jenis jasa aliran air (JAL), dan jenis jasa penyerapan/penyimpanan karbon (RAP-KARBON dan/atau PAN-KARBON). Luas areal seluruhnya mencapai 4.075 Ha dengan rincian : di kawasan hutan lindung kelompok hutan lindung Pagimana Desa HangaHanga dan sekitarnya Kecamatan Luwuk Selatan Kabupaten Banggai serta seluas 1.179 Ha; di kawasan hutan lindung kelompok hutan Gunung Lumut Desa Wanasari, Bulanjaya dan Girimulyo Kecamatan Ampana Tete Kabupaten Tojo Una Una seluas 2.000 Ha; di kawasan hutan mangrove kelompok hutan Batui Desa Lembah Keramat s/d Topo Kecamatan Toli Barat dan Toili Kabupaten Banggai selua 896 Ha.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-30
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.9. Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Jasa Lingkungan pada Blok Pemanfataan HL di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kelompo k Hutan (Fungsi Hutan)
Fungsi Hutan
1
2
No.
3
Tahun Luas(Ha)
Blok/ Petak
Lokasi 2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
KH Batui
HL Mangrove
PPL/WA
Lembah kramat s.d. Topo
-
-
100
100
100
100
100
100
100
196
WA
Hanga-Hanga
-
75
146
-
-
-
-
-
-
-
KH. Pagimana
HL
JAL
Hanga-Hanga, Maahas
-
-
-
200
250
283
-
-
-
-
REDD+D
Kampung buton
-
-
-
-
-
-
50
50
50
75
Strada REDD+
Wanasari, Girimulyo, Bulanjaya
-
-
250
250
250
250
250
250
250
250
-
75
365
450
500
500
300
300
300
300
KH. G. Lumut
HL Jumlah
Keterangan: WA=Wisata Alam; JAL Jasa Aliran atau pemanfaatan air. REDD+D = REDD untuk demonstrasi program karbon. PPL-WA= penyelamatan dan perlindungan lingkungan diintegrasikan wisata alam mangrove
Pada Tabel 5.9 tampak bahwa kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan (wisata, air dan karbon) terdistribusi mulai tahun 2015 s/d tahun 2023. Program tersebut dapat dikerjakan setelah ada Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPH. Pemanfaatan jasa lingkungan berupa pemanfaatan jasa aliran air dan wisata alam telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 pasal 25 ayat (1) huruf (a) dan (c),
sedangkan
pemanfaatan
jasa
lingkungan
penyerapan
dan/atau
penyimpanan karbon pada hutan produksi dijelaskan dalam pasal 33 ayat (1) huruf (f). Pemanfaatan jasa lingkungan di wilayah tertentu KPH telah diatur juga dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.47Menhut-II/2013. Kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dilakukan dengan ketentuan tidak : (a). mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya; (b). mengubah bentang alam; dan (c). merusak keseimbangan unsur lingkungan. Pemegang izin, dalam melakukan kegiatan usaha
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-31
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pemanfaatan aliran air dan pemanfaatan air pada hutan lindung, harus membayar biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jangka waktu pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung, diberikan sesuai dengan kegiatan usahanya, yaitu untuk izin usaha : (a). pemanfaatan aliran air diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun; (b). wisata alam diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dengan luas paling banyak 10% dari luas blok pemanfaatan. Bagi KPH selaku pemegang hak pengelolaan, melakukan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan sesuai jangka waktu Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPH (10 tahun). a.
Rencana Kegiatan Pemanfaatan Jasa Wisata Alam Rencana kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan untuk wisata alam di
wilayah tertentu KPH di kawasan hutan lindung di wilayah Kelurahan HangaHanga dialokasikan seluas 221 Ha. Kegiatan ini direncanakan dimulai pengelolaannya tahun 2015 dengan areal sasaran seluas 75 Ha dan pada tahun 2016 direncanakan pengembangannya seluas 146 Ha. Objek wisata alam yang direkomendasikan adalah berbasis tanaman kehutanan dan hortikultura (buah-buahan) yang melibatkan kelompok masyarakat yang telah lama memanfaatkan lahan hutan lindung dalam bercocok tanam jenis tanaman kebun/ladang. Jenis tanaman yang akan diusahakan disesuaikan dengan konsep wisata alam berbasis tanaman agrowisata hutan. Untuk jenis tanaman kehutanan dianjurkan jenis-jenis tanaman unggulan lokal setempat yang memiliki keunggulan komparatif dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-32
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kompetitif. Untuk jenis tanaman MPTS dianjurkan jenis-jenis tanaman hortikulura penghasil buah seperti durian, nangka, mangga, langsat, duku, rambutan, dan lain-lain. Selain itu, dapat pula dikembangkan jenis-jenis tanaman hias, tumbuhan obat. Lokasi ini dapat pula didesain menjadi show windows jenis-jenis flora langka sulawesi bagian timur. Program sejenis dapat juga direncanakan di wilayah Desa Lemo Kecamatan Bungku Utara. Sesuai hasil survei tim Sosekbud BPKH Wilayah XVI Palu tahun 2014, dilaporkan bahwa di Desa Lemo terdapat air terjun yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam. Bagi KPH, potensi ini dapat direncanakan setelah dilakukan survei mendalam tentang potensi dan kelayakan usaha. Karena itu, pada penyusunan rencana bisnis KPH, dapat dianalisis kelayakan finansial dan ekonominya. b. Rencana Kegiatan Pemanfaatan Jasa Aliran/Pemanfaatan Air Urgensi penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan jasa aliran air/air (JAL-air) di wilayah DAS Maahas (Hanga-hanga) dimaksudkan untuk mengamankan daerah tangkapan air agar tetap berfungsi baik sebagai pengatur tata air dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota Luwuk. Untuk tahap awal program ini dilakukan uji coba di wilayah Desa Hanga-hanga dan Maahas seluas 200 ha dan direncanakan pengembangan areal seluruhnya seluas 733 ha. Program ini direncanakan kerjasama antara UPT KPH dengan PDAM Kota Luwuk. Program kerjasama yang dapat dibangun dengan PDAM kota Luwuk adalah program kemitraan dalam bentuk imbal jasa lingkungan. Karena itu,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-33
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pihak pengelola KPH perlu proaktif untuk membangun kerjasama yang dimulai dengan perhitungan potensi debit air yang berasal dari wilayah KPH, pertemuan dengan perusahaan PDAM untuk menyusun program imbal jasa lingkungan dalam bentuk standar dan kriteria serta mekanisme pembayaran, termasuk nilai rupiah jasa aliran air yang akan diterima KPH. Program sejenis dapat pula dikembangkan pada wilayah lain dalam KPHP Model Toili Baturube seperti pemanfaatan air terjun di Lijo untuk pembangunan PLTA, dan program imbal jasa lingkungan pemanfaatan air dengan masyarakat pemakai air irigasi pertanian di wilayah Kecamatan Toili, Toili Barat, Batui, Batui selatan dan Moilong. Di wilayah Desa Lijo Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Utara terdapat air terjun di daerah hulu sungai Bongka yang memiliki peluang untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Rencana pemanfaatan PLTA tersebut masih diperlukan pengkajian lebih mendalam terkait dengan potensi dan letaknya. Apabila selama masa proses pengelolaan hutan di wilayah KPH dalam 10 tahun ke depan, jasa aliran air tersebut memiliki potensi yang dapat memberikan nilai tambah bagi KPH dalam bentuk imbal jasa lingkungan, pihak KPH dapat melakukan review rencana pengelolaan hutan. Selain di kawasan hutan lindung, di wilayah KPH dalam wilayah tertentu pada kawasan hutan produksi, apabila terdapat potensi pemanfaatan jasa lingkungan, masih dimungkinkan juga dilakukan review rencana pengelolaan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-34
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
c.
Rencana Kegiatan Pemanfaatan Jasa Karbon Pada Tabel 5.9 diuraikan lokasi dan tata waktu rencana kegiatan
pemanfaatan jasa lingkungan hutan untuk penyerap dan/atau penyimpanan karbon (UP RAP-KARBON dan/atau UP PAN-KARBON) pada areal seluas 2.225 ha, yaitu seluas 225 ha di Kelompok Hutan Pagimana Kampung Buton Kecamatan Luwuk Selatan dan seluas 2.000 ha di kelompok hutan Gunung Lumut Dataran bulan Kecamatan Ampana Tete. Kedua rencana lokasi tersebut berada di kawasan hutan lindung dalam wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube. Rencana
pemanfaatan karbon di Kecamatan Luwuk Selatan
diskemakan dalam bentuk demplot demonstrasi (REDD+ D) yang rencananya dimulai tahun 2020 s/d tahun 2023 masing-masing seluas 50-75 ha per tahun. Sedangkan rencana pemanfaatan karbon di kawasan hutan lindung dataran bulan (KH Gunung Lumut) direncanakan mulai tahun 2016 s/d tahun 2023 dengan luas masing-masing 250 ha per tahun. Kondisi tutupan vegetasi hutan di kawasan hutan lindung Gunung Lumut yang diskemakan masuk kedalam program STRADA REDD+, umumnya masih didominasi tutupan hutan primer dan hutan sekunder. Sedangkan kondisi tutupan vegetasi hutan di kawasan hutan lindung Kecamatan Luwuk Selatan umumnya didominasi tutupan hutan jarang dan semak belukar, sehingga dinilai layak dijadikan lokasi demonstrasi REDD+ berbasis pada pengembangan hutan tanaman penghasil karbon tinggi seperti jenis kayu Trembesi (Samanea saman).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-35
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Adapun pertimbangan memasukkan kawasan hutan lindung Gunung Lumut ke dalam program pemanfaatan karbon yang berada di wilayah dataran bulan, karena Kabupaten Tojo Una Una masuk dalam program prioritas STRADA REDD+ Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan demikian, KPHP Model Toili Baturube memiliki posisi tawar yang cukup baik untuk ikut berpartisipasi dalam program berskala internasional terkait dengan perdagangan karbon (carbon trade). d. Rencana Kegiatan Pemanfaatan Jasa PPL-WA Mangrove Pada Tabel 5.9 diuraikan lokasi dan tata waktu rencana kegiatan penyelamatan dan pelestarian lingkungan yang diitengrasikan dengan wisata alam mangrove (PPL-WA). Luas areal yang direncanakan 896 Ha yang direncanakan mulai tahun 2016 s/d tahun 2023. Mulai tahun 2016 direncanakan areal seluas 100 Ha/tahun s/d tahun 2022, dan pada tahun 2023 direncanakan seluas 196 Ha. Rencana kegiatan PPL-WA di kawasan HL-mangrove KH. Batui, dalam implementasinya, pihak Pengelola KPH dapat merancang kerjasama dengan Pemerintah Kecamatan/Desa, Masyarakat, LSM setempat. Hal tersebut dipandang penting dilakukan karena lahan-lahan yang direncanakan umumnya telah lama dimanfaatkan masyarakat setempat. 4.
Rencana Pemanfaatan dan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu Rencana pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) di wilayah
tertentu KPHP Model Toili Baturube dalam 10 tahun ke depan (2014-2023), dibatasi pada hutan lindung. Dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-36
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, dijelaskan bahwa pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung, antara lain berupa : rotan; madu; getah; buah; jamur; atau sarang burung walet. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung dalam blok pemanfaatan dilakukan dengan ketentuan : (a) hasil hutan bukan kayu yang merupakan hasil reboisasi dan/atau tersedia secara alami; (b) tidak merusak lingkungan; dan; (c) tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung hanya boleh dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan. Pada hutan lindung, dilarang : (a) Memungut hasil hutan bukan kayu yang banyaknya melebihi kemampuan produktivitas kelestariannya; (b) Memungut beberapa jenis hasil hutan yang dilindungi oleh Undang-Undang. Rencana pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung, diarahkan pada lahan-lahan hutan lindung yang masuk dalam program HHBK dengan areal sasaran seluas 47.290 Ha, meliputi : KH. Morowali seluas 31.847
Ha; KH. Ulubongka seluas 2.027 Ha; KH. Gunung Lumut seluas
13.206 Ha, dan KH. Batui seluas 210 Ha. Khusus di KH. Batui, direncanakan pemungutan HHBK mangrove (buah, daun, dll.) dari beberapa jenis tumbuhan/tanaman yang ada di blok pemanfaatan HL mangrove. Terkait dengan pemungutan hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan lindung dalam wilayah tertentu KPH, telah pula diatur pada Permenhut
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-37
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. Pada Pasal 6 ayat (1) huruf (c) dijelaskan bahwa penyelenggaran pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung dapat berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pada ayat (3) pemungutan hasil hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung antara lain : rotan, madu, getah, buah, jamur atau sarang burung walet. Tabel 5.10.
Rencana Kegiatan Tahunan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Blok Pemanfaatan HL di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
No.
Kelompok Hutan
Fungsi Hutan HLMangrove
1
KH. Batui
2
KH. Morowali
HL
HHBK: 2
3
KH G.Lumut
HL
HHBK: 3
4
KH. Ulubongka
HL
HHBK: 4
Jumlah
Blok/ Petak HHBK: 1
Lokasi L. Kramat s.d. Topo Lemowalia, Winangabino, Rompi, Lijo Wanasari, Girumulyo, Bulanjaya Lijo/Parambah
Tahun/Luas(Ha) 2018 2019
2014
2015
2016
2017
2020
2021
2022
2023
-
-
-
-
-
-
-
-
25
185
-
-
3.500
3.500
3.500
4.000
4.000
4.000
4.500
4.847
-
-
1.650
1.650
1.650
1.650
1.650
1.650
1.650
1.656
-
-
-
-
-
-
500
500
500
527
-
-
5.150
5.150
5.150
5.650
6.150
6.150
6.675
7.215
Keterangan: Lokasi blok/petak HHBK seperti pada peta rencana tahunan terlampir.
Memperhatikan lokasi kegiatan rencana pemungutan HHBK yang dominan berada di wilayah komunitas suku adat Wana Taa, Pengelola KPH dalam pemungutan HHBK seperti getah damar agar memprioritaskan suku Wana. Hal tersebut penting diperhatikan, mengingat mereka telah lama menggantungkan hidupnya dari hasil getah damar alam. Selanjutnya untuk kegiatan pemungutan HHBK rotan alam, selain melibatkan suku Wana dapat juga mengikutsertakan masyarakat setempat sesuai keberadaan lokasi rencana pemungutan rotan. Hasil hutan lainnya yang direncanakan melalui kegiatan pemungutan hasil hutan adalah pemanenan madu hutan dan buah-buahan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-38
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
5.
Rencana Pemanfaatan Kawasan Hutan Berdasarkan hasil pendalaman analisis penggunaan lahan bagi
keperluan pertanian oleh masyarakat di wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube, diketahui terdapat kegiatan pertanian lahan kering, pertanian lahan basah (sawah), perkebunan, permukiman. Kegiatan tersebut tampak telah cukup lama berlangsung (tahunan hingga puluhan tahun). Pada penggunaan lahan perkebunan diketahui telah ada tanaman kelapa sawit. Pada pertanian lahan kering banyak dibudidayakan tanaman kakao. Luas areal seluruhnya mencapai 1.607 ha. Terkait penggunaan lahan pertanian oleh masyarakat di wilayah tertentu, Pengelola KPH perlu menyikapinya secara bijaksana dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah dilakukan analisis spasial secara mendalam, umumnya lahan-lahan tersebut berada di areal blok/petak HHK-HT (dominan) dan HHK-HA serta blok-blok pemanfaatan HL. Adapun sebaran lokasi dan luas masing-masing jenis penggunaan lahan pertanian serta kebijakan pengelolaannya, diuraikan pada Tabel 5.11. Tabel 5.11.
Arahan Rencana Pengelolaan Hutan pada Penggunaan Lahan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube
No.
Klpk Hutan
Fungsi hutan
Blok
Lokasi
1
KH. Batui
HL mangrove
Pemanfaatan HL
Rata, Matawa, Dongin, Pandasri, Topo
HP
2
KH. Morowali
HP
HHBK-HT
HHK-HT HHK-HA Jumlah
Lembah kramat Pandauke Tanasumpu Girimulyo Lemo Lemo
Jenis Penggunaan Saat Ini Pertanian
Luas (Ha)
Arahan Rencana Pengelolaan Hutan
185
HHBK; Silvpastur
Permukiman
57
HHBK
Sawah Kebun sawit Kebun Sawit Kebun Sawit Pertanian Kebun sawit Kebun sawit
99 79 100 50 20 667 350 1.607
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
RHL HHK-HT HHK-HT dan RHL HHK-HT dan RHL RHL HHK-HT HHK-HA
V-39
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Jenis-jenis penggunaan lahan pada Tabel 5.11 seluruhnya merupakan kegiatan non-kehutanan. Penggunaan lahan jenis kegiatan perkebunan sawit mencapai luas 1.266 ha, pertanian lahan kering seluas 205 ha, permukiman seluas 57 ha, sawah seluas 99 ha. Jenis-jenis penggunaan lahan non-kehutanan yang masih berstatus hutan negara, perlu dikembalikan kepada fungsi semula, yaitu fungsi hutan lindung dan hutan produksi. Rencana pembinaan dalam sepuluh tahun ke depan oleh Pengelola KPH, dapat dilakukan secara bertahap sesuai kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat setempat dengan program pembinaan sebagai berikut : a.
Bagi
lahan
persawahan
yang
telah
lama
menjadi
sumber
matapencaharian penduduk, dilakukan secara bertahap pengembangan tanaman kayu-kayuan sesuai kondisi lahan yang layak ditanami kayukayuan termasuk tanaman MPTS. Selama masa pembinaan, pihak KPH dapat memberikan peluang kepada petani sawah dalam skema kegiatan pemungutan HHBK hasil biji. Disamping itu, pihak KPH dapat memperhitungkan jasa pemanfaatan lahan hutannya dalam bentuk imbal jasa lahan. Paling lambat tahun 2023, wilayah tertentu KPH terbebas dari kegiatan penggunaan lahan sawah. b.
Bagi lahan perkebunan kelapa sawit yang telah menghasilkan, dilakukan pembinaan secara bertahap ke dalam skema kegiatan pemanfaatan HHBK hasil buah. Sasaran akhir pembinaan adalah pengembalian fungsi hutan ke dalam skema HHK-HT ataupun HHK-HA. Selama masa
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-40
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pembinaan, pihak KPH dapat memperoleh jasa lahan atas penggunaan lahan hutannya. Bagi lahan yang masih dalam tahap persiapan, pihak KPH perlu menghentikan aktifitasnya. c.
Bagi lahan pertanian di kawasan HL mangrove dapat diarahkan ke dalam skema pemanfaatan HHBK mangrove.
d.
Bagi lahan permukiman di muara sungai Topo dalam kawasan HL mangrove, dapat dibina oleh pengelola KPH ke dalam skema pemanfaatan
jasa
lingkungan
dalam
bentuk
penyelamatan
dan
perlindungan lingkungan yang diintegrasikan dengan program wisata alam mangrove muara sungai. Jenis-jenis kegiatan penggunaan lahan non-kehutanan pada Tabel 5.11 sebagian besar telah direncanakan pada program-program pengelolaan sesuai arahan pengelolaannya. Sehingga jenis-jenis penggunaan lahan yang belum dialokasikan akan dimasukkan ke dalam program pemanfaatan kawasan hutan. Rencana pemanfaatan kawasan hutan dalam sepuluh tahun ke depan di wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube direncanakan dua skema kegiatan di kawasan hutan lindung yaitu silvopastural dan silvofisheri, dan satu skema kegiatan pada kawasan hutan produksi yaitu budidaya hijauan makanan ternak (BHMT). Rencana
pemanfaatan
kawasan
dalam
bentuk
silvopastural
(pakan+ternak sapi unggul) dialokasikan areal seluas 110 Ha, yaitu pada kawasan HL KH. Pagimana Desa Hanga-hanga Kecamatan Luwuk Selatan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-41
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
seluas 60 Ha dan HL KH. Batui seluas 50 Ha. Direncanakan pengembangan sapi unggul Bakalan jenis PO. Kegiatan penggemukan sapi dipelihara di kandang yang menyatu dengan areal padang rumput (range). Rencana silvopastural dimulai tahun 2016 dengan pengadaan sapi sebanyak 10-20 ekor yang dilakukan secara bersamaan dengan pembuatan kandang, pengadaan peralatan kandang serta pengukuran dan penyiapan lahan sumber pakan (hijauan makanan ternak), pengadaan konsentrat dan pakan tambahan. Kegiatan penggemukan sapi direncanakan selama 6 bulan (satu periode), sehingga dalam satu kegiatan dapat dilakukan dua kali kegiatan (dua periode). Mulai tahun tahun 2016 direncanakan pemeliharaan ternak sebanyak 15 ekor, sehingga pada tahun-tahun berikut bertambah sebanyak 5 ekor, dan pada akhir tahun 2023, jumlah sapi yang dapat dipelihara mencapai jumlah 60 ekor. Pada akhir tahun 2023 diharapkan juga lahan seluas 60 ha seluruhnya termanfaatkan menjadi lahan sumber hijauan makanan ternak (HMT). Hal yang sama direncanakan pula di KH. Batui dalam areal seluas 50 ha. Rencana pemanfaatan kawasan dalam bentuk silvofhisery (budidaya bakau+kepiting bakau) dialokasikan areal pada kawasan hutan lindung Mangrove KH. Batui di Desa Rata, Mantawa dan Kamiwagi Kecamatan Toili Barat seluas 15 Ha/thn mulai tahun 2016 s/d tahun 2023 dengan luas seluruhnya 120 Ha. Kegiatan silvofishery yang direncanakan merupakan perpaduan
kegiatan
penanaman
mangrove
dengan
pemeliharaan
(penggemukan kepiting bakau) dalam keramba. Penanaman mangrove
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-42
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
menggunakan jarak tanam 3 m x 1 m. Diantara setiap jarak tanam mangrove selebar 3 m diletakkan keramba kepiting. Dalam satu tahun direncanakan pemanenan kepiting sebanyak enam kali. Sumber pakan utama kepiting berasal dari mangrove dan ditambah dengan pakan tambahan. Rencana kegiatan pengembangan budidaya hijauan makanan ternak (BHMT) dialokasikan pada areal seluas 50 ha di kawasan hutan produksi Desa Lembah Keramat Kecamatan Toili Barat. Lokasi ini berada dalam blok/petak HHK-HT2 yang direncanakan mulai tahun 2015. Pemilihan lokasi di Desa Lembah Keramat karena diharapkan dapat menyuplai pakan ternak di wilayah Kecamatan Toili Barat dan Kecamatan Mamosalato. Jumlah populasi ternak sapi terbesar di sekitar wilayah KPH, berada di Kecamatan Toili Barat dan Toili, sehingga dinilai potensial bagi pemasaran hasil hijauan pakan ternak. Tabel 5.12.
No.
1
Klpk Hutan
KH. Batui
Rencana Kegiatan Tahunan Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Blok Pemanfaatan HL dan HHK-HT di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Fungsi Hutan
Blok/ Petak
2
Silvopastur
Hanga-hanga
Silvopastur
HP KH. Pagimana
HHK-HT: 2 (BMHT)
L. Kramat s.d. Topo RataMentawa Lembah kramat
Silvofisheri
HLMangrove
HL Jumlah
Lokasi
Tahun/Luas(Ha) 2018 2019
2014
2015
2016
2017
2020
2021
2022
2023
-
-
15
15
15
15
15
15
15
15
-
-
5
5
5
5
5
5
10
10
-
5
5
5
5
5
5
5
5
5
-
-
5
5
5
5
10
10
10
10
-
5
30
30
30
30
35
35
40
40
C. Rencana Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) meliputi rencana pemberdayaan masyarakat dalam bentuk penyerapan tenaga lokal, kemitraan, penyediaan akses usaha kehutanan dan ekonomi produktif lainnya. Dalam implementasinya, dapat dilakukan melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-43
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pemberian bantuan dana pembinaan, penyuluhan dan sosialisasi, bimbingan teknis dan pelatihan, serta pemberian akses kelola hutan di wilayah KPH. 1.
Rencana Pemberdayaan Tenaga Lokal Pemberdayaan tenaga lokal menjadi salah perhatian penting pada
pengelolaan/pemanfaatan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dalam 10 tahun ke depan. Tenaga kerja lokal adalah asset terpenting untuk diberdayakan sebagai salah satu program capaian pengelolaan hutan di KPH, yaitu terselenggaranya pemberdayaan masyarakat. Dari hasil analisis data diketahui bahwa penduduk di sekitar wilayah KPH didominasi mata pencaharian petani sebesar 85,48%. Dari jumlah tersebut sebesar 31,33% petani sawah, sebesar 49,61% petani kebun/ladang, dan sebesar 4,55% buruh tani. Dengan demikian, sasaran potensial pemberdayaan tenaga kerja adalah buruh tani yang jumlahnya mencapai 4,55% yang berarti jika jumlah penduduk sebanyak 54.542 KK di sekitar wilayah KPH maka akan terdapat sebanyak 2.482 KK. Desa-desa dengan penduduk yang banyak berprofesi buruh tani adalah Bukitjaya, Babang Buyangge, Ondoondolu, Tanasumu, dan Tanakuraya. Sehubungan dengan data/informasi di atas, pihak KPH dapat memprioritaskan rencana pemanfaatan hasil hutan kayu sesuai blok/petak kelola hutan yang tersedia di dalam dan di luar wilayah tertentu dengan uraian :
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-44
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1.
Di Desa Babang Buyangge : Pengembangan pemanfaatan hasil hutan kayu melalui pembangunan hutan tanaman, serta pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam.
2.
Di Desa Ondoondolu : Pengembangan pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam di wilayah IUPHHK PT. Palopo Timber Company. Karena itu pihak KPH dapat berkoordinasi dengan pihak perusahaan agar aktif kembali mengelola areal konsesinya di luar areal kebijakan PIPPIB. Disamping itu, pihak KPH dapat melakukan evaluasi eksistensi izin usaha PT. Palopo Timber Company terutama yang terkait dengan keseriusan perusahaan melanjutkan pengusahaan hutannya.
3.
Di Desa Bukit Jaya : Pengembangan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman dalam wilayah IUPHHK-HTI PT. Berkat Hutan Pusaka dan di wilayah blok/petak pemanfaatan HHK-HA dalam wilayah tertentu KPH. Disamping itu, pihak KPH dapat melakukan evaluasi kelayakan eksistensi izin usaha PT. Berkat Hutan Pusaka bagi keberlanjutan usaha hasil hutan tanaman industri.
4.
Di Desa Tanasumpu dan Tanakuraya : Pengembangan pemanfaatan hasil hutan kayu melalui pembangunan hutan tanaman (HHK-HT) serta pemanfaatan hasil hutan kayu (HHK-HA) dalam wilayah tertentu.
5.
Di Desa Lijo, Salubiro dan desa-desa sekitarnya : Pengembangan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (karet) dengan cara melakukan program kemitraan, antara UPT KPH dengan PT. Wana Rindang Lestari (WRL) dan masyarakat setempat. UPT KPH dapat mengembangkan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-45
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
hutan-hutan karet dalam bentuk sistem plasma dengan PT. WRL, demikian pula antara PT. WRL dengan masyarakat setempat. 2.
Rencana Kemitraan, Penyediaan Akses Usaha Kehutanan dan Ekonomi Produktif Lainnya Rencana kemitraan, penyediaan akses usaha kehutanan dan ekonomi
produktif lainnya di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) diprogram dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Sesuai target capaian utama KPH terkait pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD) serta Kemitraan Usaha Kehutanan. Sesuai alokasi blok/petak kelola hutan dalam blok pemberdayaan masyarakat direncanakan seluas 6.405 Ha (2,47%) dari seluruh areal KPH. Lokasi blok pemberdayaan berada di KH. Morowali seluas 4.346 Ha dan KH. Kintom seluas 2.059 Ha. Lokasi blok/petak tersebut berada di wilayah Desa Tanakuraya, Pombero, Boba, Kola Atas, Kolo Bawah, Momo dan Girimulyo Kabupaten
Morowali
Utara,
dan
di
Desa
Sayangbongin,
Lontio,
Nambolempek dan Koyoan Kabupaten Banggai. Pada Tabel 5.13 disajikan rencana pemberdayaan masyarakat di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-46
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.13. Rencana Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Nama Kawasan (Fungsi Hutan)
Fungsi Kawasan
Nama Blok
Jumlah Petak
Luas (Ha)
DAS/Sub DAS
Tirongan
Nomor Register Petak
Tanakuraya
HP93, HP96, HP104
HKs1, HKs2
Tanakuraya
HP104, HP114
HKs1, Pt, B, T
Tirongan
Boba
HP97, HP98, HP106, Hp107, HP109, HP110 HP112, HP115 HP86, HP87, HP88, HP89, HP90
Boba
Boba
HP91, HP94, HP99, HP105, HP108, HP111, H113
HKs1, B, T
Kolo atas
HP83, HP84, HP85, HP88, HP92, HP95, HP100, HP101, HP102, HP103
HKs1, B, Pc, T
Pombero
1
KH. Morowali (HP)
HP
Pemberdayaan Masyarakat
89
4.346
Kelas Tutupan Lahan
Desa
Boba, Kolo atas, Bongka Kolo atas, Kolo bawah
Kolo bawah Momo
Wine Momo Damar
Girimulyo
HP116, HP117, HP118, HP528, HP529, HP532, HP534, HP536, HP537, HP538, HP539, HP540 HP123, HP477, HP484, HP494, HP498,HP503, HP505, Hap508, HP509, HP510, HP513, HP514, HP515 HP119, HP120, HP122, HP511, HP516, HP517, HP518, HP520, HP521, HP522, HP523, HP524, HP525, HP526, HP527,HP530, HP531, HP533, HP535, HP537 HP121, HP125, HP479, HP481, HP485, HP492, HP495, HP496,HP497, HP499, HP501, HP504, HP507
HKs1, Pt, B, T HKs1, HKs2
Hks1, B, Pc, T
Jenis Kegiatan Hutan Desa (HD-1) Hutan Kemasyarakatan (HKm-1) Hutan Kemasyarakatan (HKm-2) Hutan Desa (HD-2) Hutan Kemasyarakatan (HKm-3) Hutan Tanaman Rakyat (HTR-1) Hutan Tanaman Rakyat (HTR-2)
Nambolempek Mendono Nambolempek 2
KH Kintom (HPT)
HPT
Pemberdayaan Masyarakat
42
2.059
Buk
Nambo
Koyoan
Koyoan
244 205 323 476 506
Hutan Desa (HD-3)
HKs1, B, Pc, T
Hutan Tanaman Rakyat (HTR-3)
1.129
HKs1, Pc, Pt, B, T
Hutan Tanaman Rakyat (HTR-4)
570
500
4.346 HKs1, Pc, B HKs1, Pc, B, T
HP1885, HP1886, HP1888
Hks1, Pc, B
HP1765, HP1770, HP1791, HP1798, HP1811, HP1822
HKs1
HP1789, HP1791, HP1800, HP1823, HP1832, HP1846
HKs1, Pc, B, T
HP1715, HP1746, HP1789, HP1800, HP1823
HKs1, Pc, B, T
Hutan Desa (HD-4) Hutan Kemasyarakatan (HKm-4) Hutan Kemasyarakatan (HKm-5) Hutan Desa (HD-5) Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) Hutan Tanaman Rakyat (IUPHTR)
Jumlah 2
770 383 170 401 246 89 2.059 6.405
Jumlah (1+2) Sumber: Buku/Peta Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) tahun 2014 dan citra Landsat 8 perekaman tahun 2013 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
250 143
HKs1, HKs2
Jumlah 1 HP1700, HP1706, HP1908, HP1909, HP1928, HP1929, HP1935,HP1936, HP1950, HP1951, HP1959, HP1962, HP1963, HP1983,HP1984, HP1991, HP1993, HP1999, HP2010, HP2014 HP1897, HP1918, HP1955, HP1977, HP1992, HP2003, HP2025
Luas (Ha)
V-47
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada Tabel 5.13 tampak sebanyak 3 (tiga) skema pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang layak dilakukan yaitu : hutan desa (HD), hutan kemasyarakatan (HKm) dan hutan tanaman rakyat (HTR). Berdasarkan buku Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), dilaporkan bahwa seluas 246 Ha telah memiliki izin pemanfaatan hutan (IUPHHK-HKm) yaitu di Desa Koyoan, dan seluas 89 Ha hutan tanaman rakyat (IUPHHK-HTR). Penunjukan areal HKm di Desa Tanakuraya, Boba dan Pombero didasarkan pada pertimbangan bahwa blok/peta kelola hutan untuk pemberdayaan masyarakat cukup jauh dari lokasi permukiman, akses untuk mencapai lokasi hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Selanjutnya penunjukan areal HKm di Desa Nambolempek dan Desa Koyoan masingmasing seluas 383 ha dan 170 ha, didasarkan pada sejarah pengelolaan hutan. Sejak tahun 1998/1999 pada kedua desa tersebut dimulai pembangunan HKm melalui proyek OECF oleh BPDAS Palu Poso. Luas lokasi areal HKm di Desa Nambolempek dan Desa Koyoan dinilai cukup reprsentatatif untuk saat ini, mengingat lokasi kedua desa sangat berdekatan dengan ibu kota kabupaten (Kota Luwuk) sehingga orientasi warga banyak yang mencari peluang kerja di Kota Luwuk. Penunjukan areal HTR pada beberapa desa di wilayah Kecamatan Mamosalato didasarkan pada kondisi areal yang sebagian besar kawasannya telah dimanfaatkan masyarakat berusahatani lahan kering namun kurang terpelihara baik, serta akses untuk mencapai lokasi cukup mudah karena
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-48
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
dilintasi jalan raya. Selanjutnya, untuk pencadangan HTR di wilayah desa Koyoan Kecamatan Nambo Kabupaten Banggai, dalam rencana ini hanya mempertahankan areal yang telah ada, mengingat fungsi kawasan hutan adalah HPT. Pada Permenhut No. P.19/Menhut-II/2014 Pasal 2 ayat (3), pembangunan HTR diarahkan pada kawasan hutan produksi (HP). Selanjutnya pada Pasal 3 ayat (2), pembangunan HKm dan HD diarahkan pada hutan produksi terbatas (HPT). Penunjukan hutan desa (HD) dalam rencana ini di wilayah Desa Tanakuraya, Desa Pombero dan Desa Boba masing-masing seluas 145 ha, 245 ha dan 325 ha didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi tersebut masih memiliki tutupan hutan yang cukup baik (dominan kerapatan sedang) dengan kondisi akses yang hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki. Adapun penunjukan hutan desa di wilayah Desa Nambolempek dan Desa Koyoan dengan luas masing-masing 770 ha dan 401 ha, didasarkan pada fungsi kawasan hutan yaitu hutan produksi terbatas (HPT). Uraian Skema Rencana Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah KPH Skema-skema rencana pengelolaan hutan berbasis masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat sebagaimana diuraikan sebelumnya, diharapkan dalam implementasinya dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan. Pihak pengelola KPH sesuai tugas dan fungsinya pokoknya selaku pemangku kawasan di tingkat tapak, berperan penting mulai tahap persiapan hingga pemanfaatan hasil. Dalam hal ini pengelola KPH melakukan fasilitasi setiap skema kelola hutan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-49
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Fasilitasi
pengelolaan/pemanfaatan
hasil
hutan
dalam
blok
pemberdayaan masyarakat oleh pengelola KPH, mengupayakan agar kelompok
masyarakat
memperoleh
kemudahan
dalam
mengelola/
memanfaatkan hasil hutan dalam blok kelolanya. Dengan adanya blok/petak yang disediakan di wilayah KPH, masyarakat dapat memperoleh status legalitas, pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha, bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, akses terhadap pasar, serta pembinaan dan pengendalian. Fasilitasi bertujuan untuk : (a). masyarakat
setempat
dalam
meningkatkan
kemampuan
mengelola organisasi kelompok; (b)
membimbing masyarakat mengajukan permohonan izin sesuai ketentuan yang berlaku; (c) meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam menyusun rencana kerja pemanfaatan hutan; (d) meningkatkan kemampuan masyarakat
setempat
dalam
melaksanakan budidaya hutan melalui
pengembangan teknologi yang tepat guna dan peningkatan nilai tambah hasil hutan; (e) meningkatkan
kualitas
sumberdaya
manusia
masyarakat
setempat melalui pengembangan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan; (f) memberikan informasi pasar dan modal dalam meningkatkan daya saing dan akses masyarakat setempat terhadap pasar dan modal; (g) meningkatkan kemampuan masyarakat setempat dalam mengembangkan usaha pemanfaatan hutan dan hasil hutan. Berdasarkan penjelasan di atas, pihak pengelola KPH dapat memfasilitasi kelompok masyarakat pengelola/pemanfaat hasil hutan yang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-50
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
meliputi : (a) pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat setempat; (b) pengajuan permohonan izin; (c) penyusunan rencana kerja; (d) teknologi budidaya hutan dan pengolahan hasil hutan; (e) pendidikan dan latihan; (f) akses terhadap pasar dan modal; (g) pengembangan usaha. Adapun skema-skema pemberdayaan masyarakat yang meliputi : Pengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seperti uraian berikut : 1.
Rencana Usaha Hutan Kemasyarakatan (HKm) Penyelenggaraan
hutan
kemasyarakatan
dimaksudkan
untuk
pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Ruang lingkup pengaturan hutan kemasyarakatan meliputi: a. penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan; b. perizinan dalam hutan kemasyarakatan; c. hak dan kewajiban; d. pembinaan, pengendalian dan pembiayaan; e. sanksi. Rencana pemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu pada hutan kemasyarakatan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) sesuai dengan blok pemberdayaan masyarakat, berada pada lima desa
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-51
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
yaitu : Desa Koyoan, Nambolempek, Tanakuraya, Boba dan Pombero. Lokasi HKm di Desa Tanakuraya, Boba dan Pombero berada di kawasan HP, sedangkan di Desa Koyoan dan Nambolempek berada di kawasan HPT. Kondisi tutupan rencana lokasi HKm umumnya didominasi pertanian lahan kering bercampur semak dengan diselingi hutan sekunder kerapatan jarang. Jenis tanaman tahunan yang banyak dibudidayakan pada rencana lokasi HKm di Desa Nambolempek dan Koyoan adalah Kemiri, Kakao, Cengkeh, Kelapa. Sedangkan di Desa Tanakuraya dan Boba yang terbanyak adalah Kakao. Berdasarkan pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2014, HKm yang berada pada fungsi HPT diarahkan budidaya hutan alam. Untuk menyikapi aturan tersebut, HKm di wilayah Desa Koyoan dan Nambolempek dapat dilakukan budidaya pengkayaan tanaman dengan menambahkan tanaman kayu-kayuan/MPTS penghasil kayu dan buah/biji. Selain itu dapat pula dikembangkan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan serta pemanfaatan kawasan untuk budidaya tanaman obat, lebah madu, dan hijauan makanan ternak. Adapun rencana HKm di Desa Tanakuraya, Boba dan Desa Pombero karena berada di kawasan HP dapat dilakukan budidaya tanaman kayu-kayuan dan MPTS, jasa lingkungan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Sasaran lokasi pengembangan HKm yang umumnya berupa lahanlahan pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur semak, direkomendasikan program pengembangan tanaman MPTS berkayu, yang ditanam diantara tanaman tahunan yang telah ada, sedangkan pada pertanian
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-52
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
lahan kering campur semak diupayakan adanya tanaman kayu-kayuan. Jenis tanaman MPTS yang dapat diusahakan seperti : Kemiri, Durian. Langsat, Duku, Melinjo, Nangka, Mangga, Sukun, Aren, Cengkeh, Jambu, dan lainlain. Untuk jenis tanaman kayu-kayuan dianjurkan adalah jenis tanaman kayu-kayuan untuk jenis kayu pertukangan, seperti : Nyatoh, Palapi, dan lainlain. 2.
Rencana Usaha Hutan Desa Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses
kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari. Penyelenggaraan hutan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan. Rencana penyelenggaraan hutan desa di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) mencapai luas 2.126 Ha pada 6 (enam) desa yaitu : Desa Tanakuraya, Pombero, Boba, Momo, Nambolempek dan Koyoan. Luas areal hutan desa yang dilokasikan pada setiap desa sasaran seperti pada Tabel 5.13. Fungsi hutan yang menjadi sasaran penyelenggaraan hutan desa adalah hutan produksi (HPT dan HP). Sesuai pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2014, pengembangan hutan desa pada fungsi HPT diarahkan untuk budidaya hutan alam. Mengingat kondisi tutupan hutan pada 5 (lima) desa yang umumnya masih didominasi hutan alam sekunder dengan kerapatan jarang hingga sedang (HKs1, HKs2) maka seluruhnya diarahkan untuk budidaya hutan alam. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-53
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
3.
Rencana Usaha Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Rencana usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat
(RUPHHK-HTR) di wilayah KPHP Toili Baturube mencapai luas 2.770 Ha. Rincian luas HTR per desa telah dijabarkan pada Tabel 5.13. Perlu dijelaskan bahwa areal HTR seluas 89 Ha yang masuk dalam wilayah KPH telah memiliki izin pencadangan areal sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.132/Menhut-II/2010 tanggal 24 Maret 2010. Luas seluruh HTR di wilayah KPH dan sekitarnya sesuai SK Menhut tersebut adalah 2.169,84 Ha yang terdapat di Desa Koyoan, Nambolempek dan Padangnyo. Sasaran lahan hutan pengembangan usaha hutan tanaman rakyat (HTR) di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah lahanlahan hutan yang telah lama diokupasi penduduk dalam bercocok tanaman semusim dan tahunan, serta lahan-lahan hutan produksi dalam kondisi rusak dengan penutupan vegetasi hutan jarang. Pengembangan usaha HTR diarahkan pada hasil hutan kayu pertukangan berumur sedang (15 tahun) seperti : Jati, Nyatoh, Jabon merah/putih, Malapoga, dan lain-lain. Jenis-jenis tersebut memiliki daya adaptasi tumbuh yang baik, dikenal masyarakat, dan pasar lokal/regional yang jelas. Pada lahan-lahan hutan yang telah dimanfaatkan penduduk dalam bercocok tanaman tahunan dan menjadi sasaran pengembangan HTR, dapat diterapkan pola pertanaman campuran dalam sistem agroforestry, sedangkan pada lahan-lahan hutan produksi dengan penutupan vegetasi jarang dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-54
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
semak belukar dapat diterapkan pola pertanaman secara monokultur (jenis kayu-kayuan). Dalam pengembangan program HTR, UPT. KPHP Model Toili Baturube bertindak selaku fasilitator dan pengembang HTR di wilayah kerja sesuai standar, norma dan kriteria yang belaku. Dalam rangka percepatan pembangunan HTR di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), pihak pengelola KPH dapat melakukan sosialisasi, penyuluhan dan bimbingan teknis serta pelatihan-pelatihan kepada calon peserta pembangunan HTR sesuai blok pemberdayaan masyarakat di wilayah desa-desa sasaran. Materi sosialisasi dan pembelajaran usaha HTR yang dinilai penting dan mendasar diberikan kepada calon peserta HTR, diantaranya adalah sistem pembiayaan, budidaya tanaman kehutanan (teknik/sistem silvilkultur), organisasi dan kelembagaan usaha kelompok, teknik-teknik kerjasama kemitraan dan pemasaran hasil hutan. Untuk meningkatkan minat masyarakat calon peserta HTR ikut dalam program HTR, pengelola KPH dapat mengembangkan sistem kemitraan dengan perusahaan perkayuan skala lokal dan atau nasional. Perusahaan perkayuan dimaksud seperti BUMN, BUMS, Koperasi yang bergerak dibidang industri sawmill, plywood dan perusahaan mebeul. 4.
Akses Pemungutan Hasil Hutan Bagi Komunitas Suku Adat Wana Pemberian akses pemungutan hasil hutan bagi suku Wana di wilayah
KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), dinilai penting untuk memberikan perHatian secara khusus mengingat ketergantungan mereka terhadap hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-55
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
cukup tinggi. Suku Wana bermukim dalam beberapa desa di wilayah DAS hulu Bongka dan DAS hulu Tirongan. Desa-desa dimaksud adalah Desa Lijo, Salubiro, Rompi, Sea, dan Lemowalia yang berbatasan langsung dengan wilayah KPH. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Morowali menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2012 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Suku Wana Taa, khususnya yang bermukim di wilayah Desa Lijo. Wilayah Desa Lijo tergolong luas yaitu sampai di kampung parambah perbatasan Kabupaten Tojo Una Una. Memperhatikan kehadiran komunitas adat Suku Wana Taa di sekitar dan di dalam wilayah KPH dapat menjadi ancaman dan kelemahan bagi pengelolaan hutan sepuluh tahun ke depan. Karena itu, ancaman dan kelemahan tersebut perlu dicari strategi agar dapat diminimalisasi dampak negatifnya dengan mengkombinasikan peluang dan kekuatan yang dimiliki KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Adanya Peraturan Daerah yang melindungi Suku Wana Taa dengan muatan pengakuan dan perlindungan merupakan suatu kekuatan hukum bagi Suku Wana Taa untuk hidup dan berkembang di wilayah desanya. Dibanding desa-desa di sekitarnya, Desa Lijo merupakan desa dengan cakupan wilayah yang cukup luas di dalam dan di luar wilayah KPH, karena umumnya masyarakat wana mencari hasil hutan seperti ; getah damar, rotan dan madu hutan di kawasan hutan yang saat ini masuk dalam wilayah KPH. Hasil panen getah damar, rotan dan madu umum dijual untuk memenuhi kebutuHan lainnya seperti pakaian, peralatan rumah tangga dan sebagainya. Bahkan yang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-56
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
sering dilakukan adalah dengan sistem barter hasil panen getah dengan peralatan rumah tangga, garam, dan lain-lain dengan pedagang pengumpul. Sehingga secara ekonomi masih sulit untuk memperbaiki kesejahteraannya. Di samping aktifitas tersebut, suku wana juga umumnya bercocok tanam di dalam dan di sekitar kawasan hutan dengan menanam tanaman semusim dan palawija, seperti jagung, padi ladang, umbi-umbian, dan lainlain. Mereka bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dalam menyambung hidupnya. Mereka umumnya berladang berpindah dengan penerapan sistem tebang-bakar-tanam. Sesuai dengan hasil tata hutan KPH, umumnya lahan-lahan tempat berladang suku wana masuk dalam wilayah tertentu. Karena itu, pengelola KPH
perlu
memperhatikan
kepentingan
suku
wana
dalam
mengelola/memanfaatkan hasil hutan dalam wilayah tertentu. Pengelola KPH dapat bermitra dengan suku wana dengan cara mengembangkan tanamantanaman produktif seperti tanaman MPTS dan kayu-kayuan bernilai komersial. Pola kemitraan yang dapat dibangun adalah dengan sistem bagi hasil sesuai porsi tenaga kerja yang diberikan suku wana, dan pengelola KPH menyiapkan
modal
kerja
seperti
benih/bibit
tanaman,
pupuk,
pestisida/insektisida serta memberikan pelatihan dan bimbingan teknis. Pengelola KPH dapat pula berperan bagi pemasaran hasil usahatani hutan yang meliputi ; hasil pemungutan getah damar, rotan, madu, dan buahbuahan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-57
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Keberadaan suku wana memiliki daya tarik tersendiri di bidang pariwisata budaya. Peluang ini dapat disikapi positip oleh pengelola KPH dalam hal promosi budaya adat lokal wana, sehingga usaha ekonomi kreatif dapat pula menjadi sumber penghasilan alternatif bagi KPH bersama-sama dengan masyarakat suku wana. Selain itu, pengelola KPH dapat bekerjasama dengan suku adat wana dalam perlindungan dan pengamanan hasil-hasil hutan di kawasan hutan lindung dari berbagai aktifitas pemanfaatan hutan illegal. Pengelola KPH dapat menyediakan insentif khusus masyarakat suku wana yang berpartisipasi aktif mengamankan hutan di wilayah KPH. Dalam beberapa tahun terakhir, isu masyarakat adat, mulai mendapat apresiasi politik di negeri ini, baik kalangan eksekutif maupun legislatif. Hal tersebut diindikasikan oleh 2 (dua) hal berikut : (1) sebutan negatif, seperti masyarakat terasing atau suku terasing, masyarakat terbelakang, peladang berpindah, perambah hutan, perlahan-lahan mulai ditanggalkan, diganti istilah yang lebih netral, seperti masyarakat hukum adat atau komunitas adat terpencil. (2) hak-hak masyarakat adat telah dimasukkan dalam sejumlah instrumen hukum nasional, yang secara garis besar menegaskan adanya kewajiban bagi negara untuk mengakui dan menghormati identitas dan hakhak tradisional masyarakat adat sepanjang kenyataannya masih ada dan selaras dengan perkembangan jaman (masyarakat). Berdasarkan uraian di atas, pengelola KPH dalam pemanfaatan wilayah tertentu di wilayah Desa Lijo dan pemungutan hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan lindung, serta kehadiran Peraturan Daerah Kabupaten
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-58
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Morowali Nomor 13 tahun 2012 yang telah mengakui keberadaan Suku Wana Taa, menjadi kewajiban KPH bersama-sama Pemerintah Daerah Morowali Utara untuk memberi akses pemungutan hasil hutan. Akses yang dapat diberikan kepada masyarakat suku wana dalam pemungutan hasil hutan bukan kayu, tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan. D. Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) yang telah ada Izin Pemanfaatan Hutan maupun Penggunaan Kawasan Hutan 1.
IUPHHK-HTI, IUPHKK-HA, IUPHHK-HTR dan IUPHHK-HKm IUPHHK-HTI yang ada di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit
XIX) sebanyak 2 (dua) unit usaha yaitu : (1). PT. Berkat Hutan Pusaka (PT. BHP), PT. BHP telah ada sejak tahun 1996 sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.146/Kpts-II/1996 dengan luas 13.400 Ha dan (2). PT. Wana Rindang Lestari (PT. WRL). PT. WRL adalah merupakan IUPHHKHTI baru sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.501/Menhut-II/2014 dengan luas 4.827 Ha. Ijin usaha PT. WRL khusus untuk HTI-Karet. Sasaran utama pembinaan dan pemantauan pemanfaatan hutan tanaman industri PT. BHP dan PT. WRL di wilayah KPH terkait dengan penerapan sistem silvikultur yang layak berdasarkan kondisi hutan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-59
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA), yaitu : PT. Palopo Timber Company dan PT. Bina Balantak Raya. IUPHHK-HA PT. Palopo Timber diterbitkan izinnya tanggal 21 Juli 2004 dengan Keputusan Menteri
Kehutanan
Nomor
:
SK.269/Menhut-II/2004
dengan
areal
pencadangan seluas 38.250 Ha. Sedangkan IUPHHK-HA PT. Bina Balantak Raya diterbitkan izinnya tanggal 31 Agustus 2004 dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.334/Menhut-II/2004 dengan areal pencadangan seluas 95.270 Ha. Namun demikian, kedua IUPHHK-HA tersebut hanya sebagian lokasinya masuk di dalam wilayah KPH. Lokasi IUPHHK-HTI, IUPHHK-HA, IUPHHK-HTR dan IUPHHK-HKm di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) seperti pada Tabel 5.14. Tabel 5.14.
Lokasi Rencana Pembinaan dan Pemantauan IUPHHK-HTI, IUPHHK-HA, IUPHHK-HTR dan IUPHK-HKm di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Masuk KPH (Ha)
No.
Nama Perusahaan
Wilayah DAS
Kelas lereng
Fungsi hutan
Tutupan Lahan
Status
1.
IUPHHK-HT PT. BHP
DAS Dongin, DAS Mantawa, DAS Rata
I, II, III, IV
HP
HKs1, B, T
RKT
13.400
9.782
2.
IUPHHK-HT PT. WRL
DAS Bongka
I, II, III
HP
B, T, Pc
Izin baru
59.920
4.827
3
IUPHHK-HA PT. PTC
I, II, III, IV, V
HPT
Hks-1, Hks-2
IHMB/ RKU
38.250
13.611
4
IUPHHK-HA PT. BBR
I, II, III, IV, V
HPT
Hks-1, Hks2, B, T, Pm, Pt, Pc
IHMB/ RKU
95.270
37.528
5
IUPHHK-HTR
DAS Mendono
I, II, III
HPT
Izin HTR
665
89
6
IUPHHK-HKm
DAS Mendono
I, II, III
HPT
Izin Hkm
500
246
208.005
66.083
DAS Batui, DAS Kintom DAS Batui DAS Toili, DAS Sinorang DAS Batui DAS Toili, DAS Sinorang DAS Bongka
Hks-1, Hks2, B, T, Pm, Pt, Pc Hks-1, Hks2, B, T, Pm, Pt, Pc
Jumlah
Luas (Ha)
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube Tahun 2014 dan Citra Landsat 8 Perekaman Tahun 2013
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-60
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada Tabel 5.14 terdapat juga Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Rakyat (IUPHK-HTR) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Kemasyarakatan (IUPHK-HKm) yang menjadi bagian dari kegiatan pembinaan dan pemantauan pengelola KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Keberadaan IUPHHK-HTR berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.132/Menhut-II/2010 tanggal 24 Maret 2010 sedangkan IUPHHK-HKm berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.362/Menhut-II/2009 tanggal 4 Agustus 2009. Kedua izin
usaha
tersebut berada
di
wilayah Desa
Koyoan
Kecamatan
Nambolempek Kabupaten Banggai. Pelaksanaan pembinaan dan pemantauan pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam dan dalam hutan tanaman (IUPHHK-HA dan IUPHHK-HTI) oleh pengelola KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.30/Menhut-II/2014 dan P.33/Menhut-II/2014. Pembinaan hutan berbasis sistem silvikultur mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.11/Menhut-II/2009 dan perubahan-perubahannya apabila telah ada selama perjalanan pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) selama 10 tahun ke depan. Demikian pula pengelolaan dan pemantauan lingkungan kegiatan kehutanan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.21/Menhut-II/2014. 2.
Penggunaan Kawasan Hutan Sesuai peta potensi tambang Provinsi Sulawesi Tengah, di wilayah
KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dalam wilayah Kecamatan Toili,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-61
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Toili Barat, Mamosalato dan Bungku Utara tersebar blok-blok tambang di kawasan hutan produksi dan hutan lindung, yaitu di wilayah IUPHHKHA/HTI : PT. Palopo Timber Company, PT. Bina Balantak Raya, PT. Berkat Hutan Pusaka. Sedangkan di luar areal izin usaha pemanfaatan hutan tersebut, menyebar pula di blok-blok tambang di kawasan hutan hutan produksi tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di wilayah Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Batui, Kecamatan Toili, Kecamatan Bungku dan Kecamatan Mamosalato. Berdasarkan wilayah DAS, terdapat di wilayah DAS Bongka, DAS Sinorang, DAS Dongin, DAS Makapa, DAS Pareoti, DAS Damar, dan DAS Tirongan. Di wilayah KPHP Toili Model Baturube (Unit XIX) saat ini terdapat pemanfaatan tambang emas yang masih dilakukan oleh sekelompok masyarakat penambang dalam bentuk penambangan emas tampa izin (PETI) yaitu di daerah hilir dan hulu sungai-sungai di KecamatanToili Barat, tepatnya di wilayah DAS Makapa. Kegiatan tersebut telah mencemari air sungai hingga berwarna coklat karena besarnya jumlah sedimen lumpur masuk di wilayah sungai. Adanya blok-blok tambang di wilayah KPH yang tumpang tindih dengan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu merupakan tantangan dan sumber permasalahan yang perlu diantisipasi oleh pengelola KPH. Bahkan blok-blok tambang di sekitar wilayah KPH tumpang tindih dengan kawasan pertanian dan permukiman penduduk.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-62
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Sehubungan dengan uraian di atas, pihak pengelola KPH dalam rencana kelola KPH sepuluh tahun ke depan perlu menyikapi secara hati-hati dan melakukan pengkajian yang mendalam bagi setiap permohonan izin usaha pertambangan yang akan berinvestasi di wilayah kerjanya. Karena dampak dari setiap aktivitas pertambangan akan berpengaruh negatif bagi kawasan pertanian dan permukiman penduduk di wilayah sekitar KPH. E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal di Luar Izin Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sisterm penyangga kehidupan tetap terjaga. Kegiatan Rehabilitasi Hutan (RH) di suatu wilayah diselenggarakan dengan mengacu pada jumlah luasan lahan kritis yang ada di wilayah tersebut. Dari dokumen RTkRHL DAS Palu Poso Tahun 2009 dan RPRHL DAS KPHP Model Toili Baturue Tahun 2014, serta hasil pengkajian kembali perkembangan lahan kritis di wilayah KPHP Toili Baturube diketahui memiliki lahan kritis yang perlu direhabilitasi seluas 6.360,20 Ha (sangat kritis seluas 1.122,15 Ha dan kritis seluas 5.238,05 Ha). Lahan kritis seluas 6.360,20 Ha terdapat di wilayah yang terbebani izin pengusahaan hutan (IUPHHK HA/HTI) seluas 2.877,91 ha dan di areal yang tidak dibebani perizinan seluas 3.482,29 Ha. Selain itu, di wilayah KPHP Model Toili Baturube terdapat pula kelas lahan agak kritis seluas 12.599,23 Ha. Adapun areal lahan kritis (sangat kritis Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-63
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
dan kritis) di wilayah yang terbebani izin pengusahaan hutan menjadi tanggung jawab pemegang izin untuk merehabilitasinya sesuai peraturan perundang-undangan. Perusahaan dimaksud adalah PT. Palopo Timber Company, PT. Bina Balantak Raya, dan PT. Berkat Hutan Pusaka. Sesuai dokumen RPRHL KPHP Model Toili Baturube tahun 2014 periode lima tahun ke depan (2014-2018), luas lahan kritis (sangat kritis dan kritis) menjadi sasaran rehabilitasi hutan oleh pengelola KPH adalah seluas 3.482,29 Ha. Dari luas tersebut, lahan kritis yang terdapat di kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 1.864,40 Ha, di kawasan hutan produksi (HPT, HP) seluas 1.617,89 Ha. Bagi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), untuk melakukan kegiatan RH di wilayah kerjanya, sebagai langkah awal perlu menyiapkan dokumen perencanaan Rehabilitasi Hutan (RH) secara hierarkis, yaitu penyusunan dokumen RPRH yang mengacu pada RTk-RHL BPDAS Palu Poso tahun 2009 dan perubahan-perubahannya, yang selanjutnya disusun rencana jangka pendek (RTnRH) yang mengacu pada dokumen RPRH. Selajutnya setiap dokumen RTnRH ditindaklanjuti dengan Rancangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan (RK-RH). Sesuai dokumen RPRH KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) priode 2014-2018, kegiatan RH tahun 2014 direncanakan seluas 109,73 Ha (efektif 100 Ha), tahun 2015 seluas 581,73 Ha (efektif 500 Ha), tahun 2016 seluas 877,97 Ha (efektif 850 Ha), tahun 2017 seluas 947,25 Ha (efektif 900 Ha), dan tahun 2018 seluas 965,55 Ha (efektif 900 Ha). Dengan demikian
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-64
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
areal efektif seluruh mencapai 3.250 Ha.
Adapun lokasi-lokasi sasaran
kegiatan RH di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang telah disinkronkan dengan rencana pengelolaan KPH disajikan pada Tabel 5.15. Tabel 5.15.
No.
Rencana Kegiatan Rehabilitasi Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Nomor, Nama Lokasi UTP/ Fungsi Kawasan
1 2 Tahun 2014 1 189829/PkR-TgHP/Pareoti-Gunung kramat*) 2
189738/PkR-DPn-TgHP-TgKB/Rata-Gunung kramat*)
Jumlah Tahun 2014 Tahun 2015 1 189572/PkR-HuHL/Bongka-Salubiru 2 189714/PkR-HuHL/Bongka-Salubiru***) 3 189714/PkR-HuHP/Bongka-Salubiru**) 4 189824-651/PkR-HuHP/Bongka-Salubiru**) 5 189486-494/PkR-HiHL/Bongka-Sea**) 187386-433/PkR-HuHP/Mendono-Nambo 6 lempek*) 7 190029/PkR-TgHP/Damar-Girimulyo***) 8 190199/PkR-TgHP/Wine-Momo*) 189996-190031-085-194/PkR-HuHL/ 9 Tirongan-Lemo walia**) 10 190194/PkR-HuHP/Tirongan-Lemo**) 11
190403/PkR-DPn-HuHP-KHuKL/SalatoTirongan atas**)
Jumlah Tahun 2015 Tahun 2016 1 188776/PkR-HiHL/Bongka-Perambah 2 188729-759/PkR-TgHL/Bongka-Perambah 3 188795/PkR-HiHL/Bongka-Perambah 4 188744/PkR-HiHL/Bongka-Perambah 5 188829/PkR-TgHL/Bongka-Perambah 6 188729-759/PkR-TgHP/Bongka-Perambah*) 7 189090/PkR-TgHP/Bongka-Perambah*) 8 188872/PkR-TgHP/Bongka-Perambah*) 9 188850/PkR-TgHP/Bongka-Perambah 10 188795/PkR-HuHP-TgHP/Bongka-Perambah 11 188828/PkR-HiHP/Bongka-Perambah*) 12 188828/PkR-TgHP/Bongka-Perambah*) 13 188922/PkR-HiHP/Bongka-Perambah*) 14 188921/PkR-HiHP/Bongka-Perambah*) 15 188744-776/PkR-TgHP/Bongka-Perambah 188829/PkR-HiHP-TgHP/Bongka-Perambah*) 16 Jumlah Tahun 2016 Tahun 2017 188943-873/PkR-HuHL/Bongka-Dataran 1 bulan
Jumlah Luas (Ha) 3
No. Blok RH 4
52,79
I
56,94
I
109,73 116,42 39,40 78,18 21,77 12,10
III III III III III
Luas Blok/ Areal efektif (Ha) 5
Jumlah Petak 6
Luas Per Petak (Ha) 7
Keterangan 8
50
2
25
PkR
25
PkR
25 35 35 15 10
PkR PkR PkR PkR PkR
50
2
100
4
100 35 70 15 10
4 1 2 1 1
10,34
I
8
1
8
PkR
75,28 16,62
II II
70 15
2 1
35 15
PkR PkR
91,53
II
72
2
35&37
PkR
6,64
II
5
1
5
PkR
113,52
II
100
4
25
PkR
500
20
105 15 100 60 18 1 3 87 135 50 115 20 46 25 20 50
4 1 4 2 1 1 1 3 5 2 4 1 1 1 1 2
25&30 15 25 30 18 1 3 29 25&35 25 25&40 20 46 25 20 25
PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR PkR
850
34
25
1
25
PkR
581,81 105,95 17,53 102,21 60,84 19,75 1,73 3,44 89,21 136,49 52,74 117,80 22,92 47,55 26,41 21,03 52,37
IV IV IV IV IV IV V V V V V IV V V V V
877,97 27,66
IX
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-65
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2 188722/PkR-HuHL/Bongka-Dataran 2 bulan**) 188708/PkR-HuHL/Bongka-Dataran 3 bulan**) 4 188943/PkR-HuHL/Bongka-Dataran bulan 5 188793/PkR-HiHL/Bongka-Dataran bulan 188583/PkR-HuHL/Bongka-Dataran 6 bulan**) 7 188 674/R-HuHL/Bongka-Dataran bulan 8 188705/PkR-HuHL/Bongka-Dataran bulan 188571/PkR-HuHL/Bongka-Dataran 9 bulan**) 10 188452/PkR-HuHL/Bongka-Dataran bulan 188423-443-609/R-HuHL/Bongka-Dataran 11 bulan**) 188626/R-PkR--HuHL/Bongka-Dataran 12 bulan 13 188705/R-HuHL/Bongka-Dataran bulan 14 188793/R-HuHL/Bongka-Dataran bulan 15 188709/PkR-HiHL/Bongka-Dataran bulan 188698/PkR-HuHL/Bongka-Dataran 16 bulan**) 16 188562/R-HuHL/Bongka-Dataran bulan**) 188563/PkR-HuHL/Bongka-Dataran 18 bulan**) Jumlah Tahun 2017 Tahun 2018 1 188897/PkR-TgHP/Bongka-Perambah*) 2 189016/PkR-HuHP/Bongka-Perambah 3 188897/R-HuHP/Bongka-Perambah 4 188897/PkR-TgHP/Bongka-Perambah*) 5 188993/PkR-HuHP/Bongka-Perambah*) 6 188897/PkR-TgHP/Bongka-Perambah*) 7 188897/PkR-TgHP/Bongka-Perambah*) 8 188468/R-HuHL/Bongka-Dataran bulan 9 188709/R-HuHL/Bongka-Dataran bulan Jumlah Tahun 2018 Total Keterangan :
3
4
5
6
7
8
37,06
IX
35
1
35
PkR
22,53
IX
20
1
20
PkR
24,18 161,52
IX IX
23 155
1 6
23 25&30
PkR PkR
47,14
IX
45
1
45
PkR
197,82 26,45
VI VI
190 25
8 1
25&35 25
R PkR
13,87
VIII
10
1
10
PkR
10,96
IX
10
1
10
PkR
27,86
VII
25
1
25
R
57,18
VIII
55
2
25&30
R,PkR
92,56 96,00 25,98
VIII VIII VIII
90 95 25
3 3 1
25&40 25&45 25
R R PkR
8,51
IX
8
1
8
PkR
65,64
VI
60
2
30
R
4,33
IX
4
1
4
PkR
900
36
60 85 45 55 35 20 235 200 165
2 3 1 2 1 1 9 8 6
30 25&40 45 25&30 35 20 25&35 25 25&40
PkR PkR R PkR PkR PkR PkR R R
900 3.250
33 127
947,25 65,92 93,05 48,27 63,37 36,08 22,58 253,66 209,97 172,65 965,55 3.482,29
X X X X X X X VII IX
Dari tabel tampak areal efektif untuk direboisasi/ditanami seluas 3.250Ha yang berarti terdapat areal tidak efektif (6,67%) dari total luas 3.482,29 Ha dalam kawasan hutan. Areal tidak efektif ini meliputi badan sungai, jurang terjal, alokasi untuk sapras lokasi, dll. R= Reboisasi, PkR = Pengkayaan Reboisasi.*) masuk dalam wilayah pemegang izin usaha kehutanan dan blok pemberdayaan masyarakat. **) tidak masuk lahan kritis sesuai Hasil review lahan kritis tahun 2014. ***) berkurang jumlahnya setelah review lahan kritis tahun 2014 Sumber: Dokumen RPRH KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014.
Pada Tabel 5.15, tampak bahwa luas efektif setiap petak penanaman 1-45 Ha. Kondisi tersebut disebabkan oleh letak lahan kritis yang terdistribusi tidak merata dan adanya fungsi hutan lindung berdampingan langsung dengan hutan produksi. Namun demikian kondisi tersebut dapat diantisipasi terutama
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-66
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
yang berdampingan langsung fungsi hutannya (HL dan HP/HPT) dengan pendekatan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan secara bersamaan. Sehubungan dengan hasil review lahan kritis pada pertengahan bulan Agustus 2014, jumlah lahan kritis di wilayah KPH bertambah luasannya, terutama di KH. Batui dalam wilayah kerja IUPHHK-HT PT. BHP, dan di KH. Morowali dalam wilayah kerja IUPHHK-HA PT. BBR dan IUPHHKHT PT. WRL. Lahan kritis di wilayah Desa Lijo (kampung Parambah) sebagian besar masuk dalam wilayah kerja IUPHHK-HT PT. WRL dan IUPHHK-HA PT. BBR. Dengan demikian, lahan kritis dalam wilayah tertentu KPH berkurang jumlahnya. Di wilayah IUPHHK-HT PT. BHP di KH. Batui hamparan lahan semakin luas. Lahan-lahan kritis di wilayah pesisir KPH, yaitu di KH. Marowali, KH. G. Lumut, KH. Batui dan KH. Kintom umumnya lahan kritis dominan berada dalam blok pemberdayaan masyarakat. Adapun lahan kritis yang tersisa dalam wilayah tertentu KPH seperti pada Tabel 5.16. Tabel 5.16.
Data Lahan Kritis Hasil Review BPDAS Palu Poso di Wilayah Tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
No.
Kelompok Hutan
1
KH. Morowali
Fungsi Hutan HL HPT
DAS/Sub DAS Bongka Bongka
HPT
Tanasumpu
2
KH. Ulubongka
HPT HL
Soka Bongka
3
KH. G. lumut
HL
Bongka
4
KH. Batui
HPT
Dongin
HP
Pareoti
5
KH. Kintom
HPT HPT
Mendono Batui Jumlah
Desa Kampung Salubiro Lijo/Parambah Pandauke, Tanasumpu Tambale Lijo/Parambah Wanasari/ Bulan jaya MakapaWirabuana Lembah kermat Nambolempek Batui-Uso
P-HL HHK-HT
Luas (Ha) 120,42 191,55
HHK-HT
471,89
HHK-HA P-HL P-HL dan INTI
331,72 282,70
Blok Hutan
1.020,33
HHK-HA
485,60
HHK-HT
179,23
HHK-HA HHK-HT
20,38 262,88 3.366,70
Sumber: BPDAS Palu Poso Tahun 2014 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-67
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada Tabel 5.16 tampak bahwa luas lahan kritis di wilayah KPHP Model Toili Baturube dalam wilayah tertentu mencapai 3.366,70 Ha dengan rincian ; seluas 1.052,94 Ha sangat kritis dan seluas 2.313,76 Ha kelas kritis. Dibandingkan luas lahan kritis sesuai RPRHL KPHP Model Toili Baturube priode 2014-2018 dengan luas lahan krtis hasil review BPDAS Palu Poso, menunjukkan adanya penurunan luas lahan kritis seluas 115,59 ha. Pada dokumen RPRHL yang mengacu pada dokumen RTkRHL tahun 2009, lahan kritis (kritis dan sangat kritis) seluas 3.482,29 ha dan tahun 2014 seluas 3.366,70 ha. Berdasarkan peta tata hutan KPH, penurunan luas lahan kritis terdapat di kawasan hutan lindung KH. Gunung Lumut, sedangkan di KH. Morowali, KH. Batui, KH. Kintom mengalami peningkatan, terutama di wilayah DAS Tanasumpu, DAS Soka, DAS Pareoti, DAS Dongin, DAS Batui dan DAS Mendono. Selanjutnya di KH. Ulubongka DAS Bongka di kawasan hutan lindung hanya mengalami pergeseran lokasi lahan kritis, sedangkan jumlahnya relatif sama dengan lahan kritis sebelumnya. Sehubungan dengan adanya pergeseran lokasi berapa lokasi lahan kritis (kritis dan sangat kritis) serta adanya perkembangan pemegang ijin IUPHHK-HT yang baru, yaitu PT. Wana Rindang Lestari maka pada penyusunan RPRH KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) periode tahun 2019-2023 diharapkan sebaran lahan-lahan kritis baru di wilayah tertentu KPH seluruhnya dapat terakomodir dalam dokumen RPRH. Hal tersebut dinilai penting, karena dokumen RPRH merupakan dasar bagi pengelola KPH
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-68
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
untuk menyelenggarakan kegiatan rehabilitasi hutan serta sebagai dasar penganggaran kegiatan rehabilitasi hutan di wilayah KPH. Memperhatikan perkembangan sebaran lahan kritis baru dengan tetap mengacu pada RPRH tahun 2014-2018, sasaran kegiatan RHL di wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube mencapai luas 1.956 Ha, dengan rincian HL seluas 1.481 Ha, HPT seluas 355 Ha dan HP seluas 120 Ha. Selanjutnya rencana RHL tahun 2019-2023 mencapai luas 1.411 Ha, meliputi HPT seluas 282 Ha dan HP seluas 1.129 Ha. Sasaran RHL diuraikan pada Tabel 5.17. Tabel 5.17.
No.
1
Kelompok Hutan
KH. Batui
Rencana Kegiatan Tahunan Kegiatan RHL di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) hasil Penyesuaian RPRHL dengan hasil Review Lahan Kritis KPH. Fungsi Hutan
HP
HL
2
KH. Morowali
HP
HPT 3 4
5
KH. Ulubongka KH G.Lumut
KH. Kintom
HL HL
HPT
Blok/ Petak
Lokasi
HHK-HA/ RE:1(RHL:5) HHK-HT:1 (RHL:5) HHK-HT:2 (RHL:5) HHBK2 (RHL:1) HHK-HA2 (RHL:1) HHK-HT3 (RHL:1)
Tahun/Luas(Ha) 2018 2019
2014
2015
2016
2017
Piondo, Uwelolu, Bukitmakarti
-
-
-
-
-
L Kramat
-
-
-
-
-
2020
2021
2022
2023
-
-
-
255
231
-
-
-
-
99
L Kramat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
40
Salubiro TambalePandauke
-
120
-
-
-
-
-
-
-
-
100*
-
-
-
-
103
112
-
-
-
-
-
-
Girimulyo
-
20
-
-
-
HHK-HT4-5 (RHL:1)
PandaukeTanasumpuLemo
-
-
-
-
-
117
172
-
-
-
HHK-RE:3 (RHL:2)
Lijo-paramhah
-
-
205
-
150
-
-
-
-
-
HHBK4 (RHL:2)
Lijo-paramhah
298
-
-
-
-
-
-
-
HHBK3 (RHL:3)
Wanasari Wanasari, Bulanjaya
-
-
-
698
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
365
-
-
-
-
-
HHK-HA:4 (RHL:4)
Nambolempek
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20
HHK-RE:2 (RHL:4)
ToiliBuayanggeTangkiang
-
-
-
-
-
240
22
-
-
-
100
140
503
698
515
460
306
0
255
390
HHBK3 (RHL:3)
Jumlah
Keterangan: *) Kegiatan pembangunan hutan tanaman Dishut Sulteng (KPH) APBD T.A, 2014
Pelaksanaan kegiatan RHL di kawasan HP Desa Tambale dikerjakan menggunakan dana APBD Provinsi Sulawesi Tengah. Kegiatan RHL ini diskemakan ke dalam bentuk pengembangan hutan tanaman Jabon. Untuk kegiatan RHL di kawasan HL KH. Gunung Lumut dan KH. Ulubongka Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-69
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
direkomendasikan mengembangkan tanaman Pinus. Untuk kegiatan RHL di kawasan HP Desa Lijo direkomendasikan mengembangkan tanaman Karet. Untuk kegiatan RHL di kawasan HP Desa Girimulya direkomendasikan mengembangkan tanaman Jabon dan MPTs. Untuk kegiatan RHL di kawasan HL Desa Salubiro direkomendasikan mengembangkan tanaman Agathis. F. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal Izin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal Izin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan oleh Pengelola KPH ditujukan pada areal IUPHHK berupa penamanan dan pemeliharaan tanaman, serta pada izin usaha pertambangan berupa reklamasi. Kegiatan pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) terdapat di wilayah kerja IUPHHK-HA PT. Bina Balantak Raya, IUPHHK-HT PT. Berkat Hutan Pusaka dan IUPHHK-HT PT. Wana Rindang Lestari. Selain itu, juga terdapat pada blok-blok pemberdayaan masyarakat (HKm dan HTR) di wilayah Desa Nambolempek, Desa Girmulyo, Momo, Kola Bawah, Kolo Atas, Boba dan Pombero. Luas lahan kritis (kritis dan sangat kritis) sesuai hasil review BPDAS Palu Poso tahun 2014 dalam wilayah KPH terbebani ijin pihak ketiga termasuk blok-blok pemberdayaan masyarakat, seluruhnya mencapai luas 6.393,69 Ha. Lahan kritis terluas berada di wilayah kerja IUPHHK-HT PT. Berkat Hutan Pusaka (BHP), disusul IUPHHK-HA PT. Bina Balantak Raya (BBR) dan IUPHHK-HT PT. Wana Rindang Lestari (WRL). Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-70
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Untuk mengendalikan berkembangnya luas lahan kritis di wilayah kerja pihak ketiga, pihak pengelola KPH perlu segera mengkoordinasikannya dengan ketiga pemegang ijin usaha. Sedangkan untuk lahan-lahan kritis di blok pemberdayaan masyarakat, pihak pengelola KPH dapat menfasilitasi percepatan pemanfaatan lahan HKm dan HTR. Khusus untuk IUPHHK-HT Karet PT. Wana Rindang Lestari, pihak pengelola KPH dapat memfasilitasi percepatan kegiatan penanaman karet di wilayah kerja perusahaan tersebut. G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Penyelenggaraan perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Prinsipprinsip perlindungan hutan meliputi : (a) mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan (b) mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-71
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Untuk mencegah, membatasi dan mempertahankan serta menjaga kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) seperti diuraikan pada prinsip-prinsip perlindungan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, maka pengelola KPH dan masyarakat perlu : 1.
Melakukan sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan;
2.
Melakukan inventarisasi permasalahan;
3.
Mendorong peningkatan produktivitas masyarakat;
4.
Memfasilitasi terbentuknya kelembagaan masyarakat;
5.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan;
6.
Melakukan kerjasama dengan pemegang hak atau izin;
7.
Meningkatkan efektifitas koordinasi kegiatan perlindungan hutan;
8.
Mendorong terciptanya alternatif mata pencaharian masyarakat;
9.
Meningkatkan efektifitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan hutan;
10. Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan keamanan hutan dan/atau; 11. Mengenakan sanksi terhadap pelanggaran hukum. Pada kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang telah ada izin pengelolanya (IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-HTR dan IUPHHK-HKm), perlindungan hutan menjadi tanggung jawab pemegang izin.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-72
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Dalam rangka pelaksanaan perlindungan hutan di wilayah KPH mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.6/Menhut-II/2010. Jenis kegiatan perlindungan hutan yang dapat dilakukan antara lain : patroli areal, operasi gabungan, penyuluhan dan sosialisasi serta proses hukum. Untuk jelasnya disajikan pada Tabel 5.18. Tabel 5.18. Jenis Kegiatan Perlindungan Hutan di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No.
Jenis Kegiatan
Satuan
1
Patroli Areal
2
Operasi Gabungan
3
Penyuluhan hukum/sosialisasi kebijakan
4
Proses hukum Perlindungan/konservasi flora dan fauna langka dan dilindungi
5
Keterangan
1 kali/bln
Rutin
Paket
Sesuai kondisi
1 kali/6 bln
Persemester
Paket
Sesuai kasus Sesuai kebutuhan
Seluruh wilayah KPH
Dalam rangka pemantapan perlindungan hutan berbasis kawasan, dialokasikan pula areal-areal yang dinilai penting untuk dilindungi, baik di kawasan hutan lindung maupun di kawasan hutan produksi. Di Kawasan hutan lindung dialokasikan blok-blok inti seluas 67.488 Ha (26,04%), sedangkan di kawasan hutan produksi dialokasikan blok-blok perlindungan seluas 3.571 Ha (1,38%) di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), dengan uraian seperti pada Tabel 5.19. Tabel 5.19.
Rencana Blok Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
No.
Kelompok Hutan (Blok/Petak)
Wilayah DAS
Desa
Kelas lereng
Fungsi hutan
Tutupan Lahan
Luas (Ha)
1
2
3
4
5
6
7
8
I.
Blok Inti I, II, III, IV,V
HL
Hkp3, Hkp2, B
15.319
I, II, III, IV
HL
Hkp3, Hkp2. Hkp1, B, T
23.432
1
KH. Morowali (Blok inti 1)
Bongka, Soka
2
KH GN Lumut (Blok inti 1)
Bongka, Toili
Winangabino, Lijo, Tambale Wanasari, Bulan jaya
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-73
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1 3 4
2 KH Kintom (Blok inti 2) KH Pagimana (Blok inti 3)
3
4
5
6
7
8
Batui
Batui-Uling
I, II, III
HL
Hkp3, Hkp2
13.227
MendonoLambanganMaaHas
KintomHanga Hanga
I, II, III
HL
Hkp3, Hkp2
15.510
Jumlah I II. 1 2 3
4
Blok Perlindungan KH. Morowali (Blok PL 1) KH. Morowali (Blok PL 1) KH Batui (Blok PL 2) KH Kintom (Blok PL 3)
67.488
Soka
Tambale
I, II, III
HPT
Soka
Tambale
I, II, III
HP
I, II, III, IV
HPT
I, II, III, IV
HPT
Mantawa, Toili Pareoti, Dongin, Mantawa, Toili
Uwewolu, Piondo Gunung keramat, Uwewolu, Piondo Jumlah II
Hks1, Hks2, B, T Hks1, Hks2, B, T Hks1, Hks2, Hk3 Hks1, Hks2, Hk3, B, T
1.244 281 168
1.878 3.571
Sumber : Dokumen Tata Hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Tahun 2014
Pengamanan Kawasan dari Aktifitas Illegal Pengamanan kawasan dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan dalam bentuk dan pelaksanaan yang berbeda-beda. Untuk mendukung program ini, beberapa kegiatan umum untuk jangka panjang dapat ditempuh dengan : (1) Patroli rutin; (2) Operasi illegal logging; (3) Operasi illegal minning/PETI; (4) Operasi perambahan kawasan; (5) Operasi perladangan liar; (6) Operasi perburuan satwa liar; (7) Operasi mandiri dan gabungan; (8) Koordinasi perlindungan dan pengamanan hutan serta konservasi alam. Penegakan Hukum Tindak lanjut dari upaya penanggulangan terhadap aktifitas illegal di dalam kawasan hutan dapat dilakukan dengan penegakan hukum. Upaya penegakan hukum ditempuh sehubungan dengan terjadinya tindak pidana kehutanan di dalam kawasan hutan karena pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang berlaku.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-74
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Ancaman lain sebagai gangguan terhadap kelestarian kawasan hutan akibat dari proses alam adalah seperti ; erosi, longsor dan kebakaran hutan. Ancaman secara alami ini sering terjadi sebagai akibat dampak dari aktifitas manusia yang tidak secara langsung merusak kawasan. Pada ancaman kebakaran hutan dan lahan, sumber api dapat berasal dari perladangan berpindah oleh masyarakat setempat yang menggunakan api untuk persiapan pembukaan lahan dan penanaman. Disamping itu, api juga dapat menjalar ke dalam kawasan yang bermula dari pembakaran padang ilalang yang berada di luar wilayah KPH. Kerjasama di bidang pengendalian kebakaran hutan dan lahan sangat penting, mengingat letak kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) banyak berbatasan langsung wilayah permukiman, pertanian dan/atau perkebunan. Kerjasama dan koordinasi dapat dilakukan dalam hal pengawasan, pamantauan, deteksi dini, pelatihan, pengadaan peralatan dan sebagainya yang berkaitan dengan kebakaran hutan termasuk pembangunan menara pengawas kebakaran pada lokasi yang rawan kebakaran di dalam kawasan hutan. H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemegang Izin Sinkronisasi adalah proses pengaturan jalannya beberapa proses pada saat yang bersamaan. Tujuan utama sinkronisasi adalah menghindari terjadinya inkonsistensi program karena pengaksesan oleh beberapa proses yang berbeda (mutual exclusion) serta untuk mengatur urutan jalannya Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-75
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
proses-proses sehingga dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari deadlock atau starvation. Sinkronisasi program dan kegiatan antar pemegang izin di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) bertujuan untuk meningkatkan keterpaduan program tahunan dan program jangka panjang di masing-masing unit usaha dalam rangka penyusunan kegiatan tahunan yang mengacu pada dokumen RPHJP KPH. Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin di wilayah KPH diharapkan adanya penyelarasan dan penajaman program/kegiatan pemanfaatan kawasan dan hasil hutan dengan memperhatikan berbagai kebijakan dan aturan terkait serta keterlibatan pelaksana di lapangan yaitu Pengelola KPH. Pengelola KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) memiliki peran penting sebagai fasilitator, motivator, katalisator setiap aktivitas kegiatan pengusahaan hutan di wilayah kerjanya. Dalam perannya sebagai fasilitator, pengelola KPH memiliki tugas dan tanggungjawab dalam memfasilitasi setiap rencana dan pelaksanaan pemanfaatan sumberdaya hutan (kawasan dan hasil hutan) oleh pemegang izin usaha. Sebagai motivator, pengelola KPH memiliki tugas dan tanggungjawab untuk memotiviasi para pemegang izin usaha untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan di wilayah kerjanya. Sebagai katalisator, pengelola KPH memiliki tugas dan tanggungjawab untuk mempercepat terkelolanya sumberdaya hutan pada setiap areal pemegang izin usaha di wilayah kerjanya.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-76
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, pengelola KPH bertugas memimpin setiap rapat-rapat koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin usaha, merupakan moment penting untuk membahas bersama beberapa hal yang menjadi titik fokus bersama untuk menyelaraskan program kegiatan, termasuk alokasi anggaran kegiatan yang relevan. Di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) saat ini terdapat 6 (enam) pemengang izin usaha kehutanan yaitu ; IUPHHK-HA (PT. Palopo Timber Company dan PT. Bina Balantak Raya), IUPHHK-HTI (PT. Berkat Hutan Pusaka dan PT. Wana Rindang Lestari), IUPHHK-HKm dan IUPHHK-HTR di Desa Koyoan dan Nambolempek. Selama 10 tahun ke depan perjalanan pengelolaan KPH diperkirakan akan berkembang, termasuk penggunaan kawasan hutan dari sektor pertambangan dan lainnya. Sektor pertambangan berpeluang ada dalam 10 tahun ke depan, karena di wilayah kerja KPH terdapat potensi mineral tambang seperti nikel dan emas dalam wilayah Kecamatan Toili dan Toili Barat. Sehubungan dengan banyaknya komponen kegiatan usaha dan unsurunsur pelaksana kegiatan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) maka sangat penting diselenggarakan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin usaha. Untuk mewujudkan terselenggaranya koodinasi dan sinkronisasi, pihak pengelola KPH bertugas memfasilitasi setiap kepentingan yang ada agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan antar pemegang izin usaha.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-77
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Sesuai Tupoksi pengelola KPH selaku pemangku kawasan hutan di wilayah kerjanya sekaligus selaku manajer kawasan hutan, pengelola KPH perlu
membangun
suatu
sistem
koordinasi
yang
solid
antar
pengelola/pemanfaat hasil hutan di wilayah kerjanya, serta antar/inter pelaku usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Karena itu direkomendasikan sistem koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin seperti berikut : 1.
Koordinasi dan sinkronisasi dalam penetapan batas dan pemancangan pal-pal batas persekutuan antar pemegang izin usaha.
2.
Koordinasi dan sinkronisasi program dalam pemanfaatan blok kelola hutan di wilayah KPH.
3.
Koordinasi dan sikronisasi program dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan.
4.
Koordinasi dan sinkronisasi dalam program pemanfaatan jaringan jalan angkutan lintas antar pemegang izin usaha.
5.
Koordinasi dan sinkronisasi program dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan.
6.
Koordinasi dan sinkronisasi program dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.
7.
Koordinasi dan sinkronisasi program pengembangan jenis-jenis tanaman kehutanan dan MPTs.
8.
Koordinasi dan sinkronisasi program pengembangan sistem pemasaran hasil tanaman kehutanan dan MPTs.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-78
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
I.
Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder Terkait Sinergi adalah kegiatan atau operasi gabungan, dengan demikian bersinergi memiliki makna melakukan kegiatan atau operasi gabungan. Menyinergikan setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan di wilayah KPH adalah upaya untuk menggiatkan program-program kelola hutan secara bersama-sama untuk meraih hasil kerja yang lebih baik. Dengan sinergitas kelola hutan, diharapkan pengelola KPH dengan instansi dan stakeholder terkait
tidak
terjebak
dengan
cara
pandang
dikotomis
dalam
mempertentangkan wewenang namun lebih ke arah pembagian peran sesuai kemampuan masing-masing. Sinergi antara UPT. KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dengan Instansi dan Stakeholder terkait dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH merupakan penentu utama kelancaran pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan KPH selama 10 tahun ke depan. Sinergi dapat dilakukan dari setiap proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pengedalian dan pengawasan yang terkait dengan tugas dan fungsi masingmasing. Instansi dan stakeholder terkait dengan pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dalam pemanfaatan kawasan dan hasil hutan seperti : 1.
UPT Kementerian Kehutanan : BP2HP Wilayah XIV Palu, BPKH Wilayah XVI Palu, BPDAS Palu Poso, dan BKSDA Sulawesi Tengah.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-79
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
2.
Instansi Kabupaten : Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Sosial, Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Koperasi dan Usaha Menengah, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Dinas Perindustarian dan Perdagangan, Pemerintah Kecamatan/Kelurahan/Desa.
3.
Stakeholder terkait : Lembaga usaha (Industri kayu dan rotan, furniture, anyaman hasil hutan), pedagang pengumpul (gaharu, getah damar, rotan, kepiting), Koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Adat serta Perguruan Tinggi dan lain-lain. Sinergi pembangunan KPH antara Pengelola KPH dengan Instansi
dan Stakeholder terkait diperlukan untuk : (1) memperkuat koordinasi antar pelaku pemanfaatan hasil hutan; (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antara UPT KPH dengan Instansi terkait maupun dengan stakeholder terkait di wilayah KPH; (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; serta (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya hutan secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Sinergi dalam perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan di wilayah
KPH
juga
dapat
dilaksanakan
untuk
mengoptimalkan
penyelenggaraan pengelolaan hutan di semua tingkatan pemerintahan (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional) sehingga terwujud sinkronisasi antara kebijakan, program dan kegiatan antar sektor, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-80
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
antar waktu, antar wilayah, dan antara pusat dan daerah. Selain itu, juga diharapkan dapat lebih mendorong terciptanya proses partisipastif semua pelaku usaha kehutanan dan berkembangnya transparansi serta akuntabilitas dalam penyelenggaraan pembangunan KPHP Model Toli Baturube (Unit XIX). Pengelola KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) bersama-sama dengan mitra usahanya dalam melakukan aktivitas diharapkan selalu berkoordinasi dan bersinergi dengan beberapa instansi dan stakeholder terkait. Untuk jelasnya disajikan pada Tabel 5.20. Tabel 5.20.
Sistem Koordinasi dan Sinergi Pengelola KPH dengan Instansi dan Stakeholder Terkait
B
Jenis Kegiatan Usaha 2 Rencana Pengusahaan HHK-HTI, HHK-HA, HKm, HTR IUPHHK-HTI, IUPHHK-HA, IUPHKm, IUPHTR Rencana Pemantapan Kawasan
1
Penataan batas wilayah KPH
No. 1 A 1
1 2 3 4
Rencana Pemanfaatan Wilayah Tertentu UPHHK-HA/RE UPHHK-HT UPHHBK-Rotan UPHHBK-HT Getah, Buah/biji, dll.
5
UPJL-WA (jasa wisata alam)
C
6 7 8 D
UPJL-JA (jasling aliran air) UP RAP- KARBON dan/atau UP PAN-KARBON Pemanfaatan ekosistem mangrove (silvofisheri) Rencana Pemberdayaan Masyarakat
1
Akses kelola hutan sukuWana
2
HKm
3
Hutan Desa (HD)
4
Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
E
Rencana Rehabilitasi Hutan RH-HL (Reboisasi/Pengkayaan reboisasi)
1
Koordinasi KPH dengan.... 3
Sinergi KPH dengan..... 4
BPKH Wil. XVI Palu, BP2HP Wil. XIV Palu
Perusahaan Kehutanan dan Masyarakat petani hutan
Dana, Binwasdal
BPKH Wil. XVI Palu
BPKH Wil. XVI Palu, Konsultan Perencana
Dana, Binwasdal
BPKH, BP2HP, Dishut Kab. BPKH, BP2HP, Dishut Kab. Klpk Tani Hutan Klpk Tani Hutan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata PDAM, PLN BPKH, Bappeda Provinsi. LSM. Pemkab Dinas Perikanan/Lembaga usaha/Koperasi
BUMS BUMS Industri Pengolahan Rotan Industri Pengolahan Getah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Lembaga usaha wisata PDAM, PLN, Dinas Pengairan Lembaga Internasional & Masyarakat Dinas Perikanan/Lembaga usaha/koperasi
Kebutuhan 5
Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal
Dinas Sosial, Adat Wana/ Pemkab/Pemcam/Pemdes BPDAS, BPKH, Pemkab, Pencam, Pemdes/Petani Hutan BPDAS, BPKH, Penkap, Pencam, Pemdes BP2HP, BPKH, Pemdes/ Klpk Tani Hutan
Dinas Sosial Kabupaten dan Adat Wana
Dana, Binwasdal
BPDAS/DishutKabupaten
Dana, Binwasdal
BPDAS/Dishut Kabupaten
Dana, Binwasdal
BP2HP/Dishut Kabupaten
Dana, Binwasdal
BPDAS
BPDAS, Petani Hutan
Dana, Binwasdal
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-81
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1 2 3 4
2 RH-HL ekosistem mangrove RHL oleh pemegang izin IUPHH. Reklamasi hutan*) Rencana Perlindungan Hutan dan Pengamanan Hutan
F
Perlindungan/pengamanan seluruh kawasan Hutan di wilayah KPH
1
G
Perlindungan/pengamanan blok-blok inti dan perlindungan. Perlindungan/pengamanan ekosistem mangrove Rencana Penggunaan Kawasan
1
Izin Usaha Pertambangan (IUP)*)
2
Izin pinjam pakai kawasan untuk kegiatan stategis (trasnportasi, telekomunikasi, kelistrikan, dll.)*)
2 3
3 BPDAS Pemegang izin usaha, BPDAS Pemegang izin usaha, BPDAS
BKSDA, Dishut Kabupaten, Pemegang izin usaha, Kepolisian, Kejaksaan Pencam, Pemdes, Pemegang izin usaha Instansi/dinas terkait, Pencam, Pemdes, Masyarakat
4 BPDAS, Petani Hutan Pemegang izin usaha Pemegang izin usaha
BKSDA, Dishut Kabupaten, Pemcam, Pemdes, Masyarakat, Pemegang izin usaha Klpk masyarakat, Adat suku Wana
5 Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal Dana, Binwasdal
Dana, Binwasdal
Dana, Binwasdal
Klpk Masyarakat
Dana, Binwasdal
Dinas Pertambangan, perusahaan tambang
Perusahaan tambang
Dana, Binwasdal
Dinas Bina Marga, Telekomonikasi, PLN, dll
Dinas/instansi terkait dan pelaksana kegiatan
Dana, Binwasdal
Keterangan: Binwasdal = Pembinaan, Pengawasan, Pengendalian.Pengelola (UPT) KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah bagian dari Dishut Sulteng,.*) Apabila telah ada izin.
J.
Penyediaaan dan Peningkatan Kapasitas SDM 1.
Sumberdaya Manusia dan Kelembagaan KPH Berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 05 Tahun
2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis pada Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Organisasi Pengelola KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. Sesuai Peraturan Gubernur tersebut, Struktur Organisasi UPT. KPHP Toili Baturube terdiri atas : Kepala KPH, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Perencanaan KPH, Kepala Seksi Pengelolaan KPH, Resort KPH dan jabatan fungsional KPH. Berdasarkan
Keputusan
Gubernur
Sulawesi
Tengah
Nomor:
821.24/256/BKD-G.ST/2013 tanggal 30 Desember 2013 dan Nomor : 821.24/257/BKD-G.ST/2013 tanggal 30 Desember 2013, telah dilakukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-82
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pengisian pejabat struktural pada UPT. KPHP Model Toili Baturube. Adapun Stuktur Organisasi KPH Toili Baturube adalah sebagaimana Gambar 5.1 di bawah ini.
KEPALA UPT
KEPALA SUB BAGIAN TATA USAHA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KEPALA SEKSI PENGELOLAAN KPH
KEPALA SEKSI PERENCANAAN KPH
RESORT KPH
Gambar 5.1. Struktur Organisasi UPT. KPHP Toili Baturube
UPT. KPHP Toili Baturube mulai beroperasi melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sejak Januari 2014 di bidang perencanaan, diantaranya penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan (RPRH) periode 20142018, penyusunan Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan (RTnRH) tahun 2014 serta penyusunan rancangan teknis kegiatan pembuatan hutan tanaman Jabon tahun 2014.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-83
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan UPT KPH Toili Baturube menuju KPH yang mandiri dibutuhkan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) yang mengelolanya, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas. Kualitas SDM terutama yang terkait dengan kualifikasi dan kompetensi pejabat dan staf yang memiliki relevansi dengan komponenkomponen kegiatan yang akan ditanganinya. Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan KPH dalam menangani wilayah kelolanya, dinilai penting menyelenggarakan resort-resort di wilayah KPH. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.42/MenhutII/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, dijelaskan beberapa hal terkait dengan standar kompetensi SDM untuk pengelolaan KPH seperti berikut : Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang, mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya secara profesional, efektif dan efisien. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu organisasi. Pembentukan organisasi UPT. KPHP Toili Baturube pada Gambar 5.1 tampak telah mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.42/Menhut-II/2011 yang masuk dalam kategori type A. Pemerintah Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-84
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Provinsi Sulawesi Tengah telah mengacu pada Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, antara lain : Persyaratan Administrasi Minimal bagi Pegawai KPHP Type A. Selanjutnya berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah, pengangkatan jabatan dan pegawai UPT. KPHP Toili Baturube harus memenuhi standar kompetensi bidang teknis kehutanan. Adapun rencana lokasi dan wilayah kerja resort KPH dan UPT KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) disajikan pada Tabel 5.21. Tabel 5.21.
Rencana Wilayah Kerja Resort di Wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
Nama Organisasi
Nama/Lokasi Resort
1 UPT KPHP Toili Baturube
2
Rencana Penempatan
Jangkauan Wilayah Kerja
Keterangan
3
4
5
Kelurahan HangaHanga Kec. Luwuk Selatan Kab. Banggai Desa Nambolempek Kec. Nambo Kab. Banggai
Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Luwuk Selatan Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Nambo Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Kintom Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Moilong Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Batui Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Batui Selatan
Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn
1.
Resort Luwuk Selatan
2.
Resort Nambo
3.
Resort Kintom
Desa Kintom Kec. Kintom Kab. Banggai
4.
Resort Moilong
Desa Sido Makmur Kec. Moilong Kab. Banggai
5.
Resort Batui
Desa Batui Kec. Batui Kab. Banggai
6.
Resort Batui Selatan
Desa Sukamaju Kec. Batui Selatan Kab. Banggai
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-85
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
3
7.
Resort Toili
Desa Singkoyo Kec. Toili Kab. Banggai
8.
Resort Toili Barat
Desa Rata Kec. Toili Barat Kab. Banggai
9.
Resort Mamosalato
Desa Momo/Kolo Atas Kec. Mamosalato Kab. Morowali Utara Desa Baturube Kec. Bungku Utara Kab. Morowali Utara Desa Bulan Jaya Kec. Ampana Tete Kab. Tojo Una Una
10. Resort Bungku Utara 11. Resort Ampana Tete
12. Resort Ulubongka
Desa Uematopa Kec. Ulu Bongka Kab. Tojo Una Una
4
5
Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Toili Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Toili Barat Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Mamosalato
Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn
Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Bungku Utara Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Ampana Tete Wilayah KPH yang berada di Wilayah Kel/Desa se-Kec. Ulubongka
Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn Untuk 10 tahun ke depan dan dapat dievaluasi setiap 5 thn
Kantor KPH dibangun di Desa Sidomakmur, Kecamatan Moilong Kabupaten Banggai. Lokasi ini dinilai cukup representatif karena berada di bagian tengah, antara ibukota Kabupaten Banggai (Kota Luwuk) dengan ibukota Kecamatan Bungku Utara (Baturube). Dalam rangka menghindari terjadinya tumpangtindih kepentingan pengelolaan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), antara Dinas Kehutanan Kabupaten (Banggai, Morowali Utara dan Tojo Una Una) dengan UPT. KPHP Toili Baturube, maka rencana pembentukan Resort KPH tersebut perlu segera diwujudkan. Karena itu Kepala KPH dalam mempromosikan jabatan Kepala Resort tetap harus memperhatikan standar dan kriteria sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.43/MenhutII/2011.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-86
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Analisis kebutuhan tenaga teknisi lapangan termasuk Jagawana pada UPT KPHP Toili Baturube didasarkan pada pertimbangan bahwa setiap staf tenaga teknis pada tingkat seksi dengan kemampuan mengurus hutan adalah 10.000 Ha/orang, sedangkan pada tingkat lapangan (Jagawana) adalah 5.000 Ha/orang. Dengan perbandingan luas wilayah KPH 259.192 Ha, kebutuhan tenaga teknisi pada tingkat staf di Sub Bagian/Seksi minimal 25 orang dan kebutuhan tanaga jagawana minimal 50 orang. Penataan Personil Untuk memenuhi tenaga dengan persyaratan tersebut di atas, dapat dilakukan dengan cara : Penataan personil yang ada di lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Daerah Kabupaten wilayah KPH, Kabupaten lain dalam Provinsi Sulawesi Tengah, wilayah provinsi lainnya dan/atau dari Kementerian Kehutanan/Pusat. Pemenuhan kebutuhan tenaga kerja lingkup UPT. KPHP Toili Baturube dapat dilaksanakan sesuai kebutuhan minimal dalam rangka efisiensi dan efektif pelaksanaan pembangunan KPH. Pengembangan SDM Pengelola KPH Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) dimaksudkan untuk memenuhi kualifikasi SDM dan jumlah pengelola KPH sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008. Tujuannya adalah mempercepat berfungsinya KPH sebagai penguatan pengelolaan hutan di tingkat tapak. Kegiatan pengembangan SDM pengelola KPH di tingkat tapak meliputi ; pelatihan teknis pengelolaan hutan dan perencanaan hutan lingkup
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-87
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
KPH serta pelatihan manajerial KPH dalam hubungannya pemerintahan, dan lain-lain. Bagi pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dapat merekrut tenaga kerja sesuai kebutuhannya, namun tetap mengacu pada kententuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Sarana dan Prasarana Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.41/Menhut-II/2011
tentang Standar Fasilitasi Sarana dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, dijelaskan beberapa hal terkait dengan sarana dan prasarana KPHP seperti berikut : Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi meliputi peralatan perkantoran, peralatan transportasi dan peralatan lainnya. Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi antara lain tanah, bangunan, ruang kantor. Fasilitasi sarana dan prasarana adalah bentuk dukungan Pemerintah kepada KPHL dan KPHP berupa sarana dan prasarana. Fasilitasi sarana dan prasarana KPH diberikan oleh Pemerintah dan juga oleh Pemerintah Daerah guna mendorong beroperasinya KPH di lapangan. Pada tahap awal terbentuknya UPT KPHP Toili Baturube, berbagai fasilitasi yang perlu dimiliki seperti pada Tabel 5.22 di bawah ini.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-88
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.22. Sarana dan Prasarana UPT KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jenis Sarana dan Prasarana Bangunan : - Kantor KPH - Mess KPH - Kantor Resort - Rumah Dinas Kepala KPH - Rumah Dinas Pejabat Struktural KPH - Rumah Dinas Kepala Resort Kendaraan Dinas - Kepala KPH (Roda Empat) - Pejabat Struktural KPH (Roda Empat) Kendaraan Operasional: Roda empat Roda dua Peralatan Kantor: - Meja dan Kursi Kerja - Meja dan Kursi Tamu - Lemari Besi - Lemari Peta - Brankas - Pompa Air - Printer - Infocus - External Hardisk - Filling Cabinet - AC Plotter Scanner Mesin Fax Generator Mesin Potong Rumput Peralatan Operasional: - Personal Computer - Laptop Plotter Scanner Mesin Fax Komunikasi Perangkat Lunak Komputer GIS Perangkat Keras Komputer GIS GPS Altimeter Kompas Clinometer Haga Hypsometer Instalasi listrik, air dan Telepon: - Instalasi listrik - Instalasi air - Instalasi Telepon
Satuan
Volume Saat Ini (T+0)
Volume T+5 Berjumlah
Volume T+10 Berjumlah
Unit Unit Unit Unit Unit Unit
1 0 0 0 0 0
1 1 5 1 3 5
1 2 10 2 3 10
Unit Unit
0 0
1 3
2 3
Unit Unit
1 3
3 10
5 20
Set Set Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Unit Buah Buah Unit Buah
16 1 9 0 1 1 5 2 5 5 5 0 0 0 0 0
25 2 15 3 3 3 10 5 10 10 10 2 2 2 5 5
30 3 20 5 3 3 10 5 15 20 15 3 2 2 5 10
Buah Buah Unit Buah Buah Buah Unit Unit Buah Buah Buah Buah Buah
3 3 0 0 0 5 1 1 5 1 5 5 1
5 10 2 2 2 10 2 2 10 5 10 10 5
10 15 3 2 2 20 2 2 15 10 15 15 10
Unit Unit Unit
1 1 0
3 3 2
3 3 4
Sumber : UPT. KPHP Toili Baturube, Tahun 2014
K. Penyediaan Pendanaan Pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) membutuhkan dana yang tidak kecil dalam penyelenggaraan setiap jenis kegiatan usahanya.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-89
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Karena itu, sebagian jenis kegiatan usaha akan dilakukan kemitraan dengan berbagai pihak yang berminat berinvestasi di wilayah KPH. Untuk mencapai maksud tersebut, KPH menawarkan melalui promosi berbagai rencana kegiatan (produk) pemanfaatan kawasan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Dalam rencana sepuluh tahun ke depan, KPH menawarkan rencana usaha pemanfaatan hutan, yaitu rencana pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam dan hutan tanaman pada hutan produksi (HHK-HA/RE) di luar areal kerja IUPHHK-HA dan IUPHHK-HTI, rencana pemanfaatan jasa lingkungan (jasa wisata alam, jasa aliran air dan jasa karbon), dan rencana pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan lindung (HHBK-rotan/getah damar/madu). Rencana usaha pemanfaatan kawasan hutan dan hasil hutan tersebut diharapkan pendanaan bersumber dari pemegang izin usaha. Sampai dengan tahun 2014, luas areal kawasan hutan yang telah diusahakan oleh pihak ketiga (IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-HKm dan IUPHHK-HTR) mencapai 66.083 Ha atau 25,50% dari total luas areal KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Di wilayah KPH, dialokasikan pemanfaatan hutan dalam wilayah tertentu seluas 105.481 Ha yang diharapkan dapat mendukung percepatan kemandirian KPH. Selain itu, terdapat pula blok pemberdayaan masyarakat yang diharapkan dapat memberi kontribusi kepada KPH dengan luas 6.405 Ha. Tersedianya blok pemanfaatan di kawasan HL, blok pemanfaataan HHK-HA dan HHK-HT di kawasan HP/HPT, serta adanya IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-HKm,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-90
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
IUPHHK-HTR serta blok-blok pemberdayaan masyarakat diharapkan KPH mampu meraih keuntungan dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan. Kebijakan PIPPIB yang cukup luas di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dengan sendirinya akan menjadi faktor penghambat bagi rencana kemandirian KPH. Karena itu, Kepala KPH perlu melakukan upayaupaya positip yang memungkinkan pemanfaatan HHK, HHBK dan Jasling di wilayah kerjanya. Dalam pemanfaatan HHK pada hutan alam, tampak adanya peluang KPH untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dari hutan alam primer dengan penerapan sistem usaha IUPHHK-RE. Rencana pendanaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) periode 10 tahun ke depan diprediksi mencapai jumlah Rp. 351.166.891,37 yang meliputi pendanaan bagi keperluan kegiatan teknis dan kegiatan penunjang. Rencana pembiayaan dan pendapatan KPH disajikan pada Tabel 5.23 dan 5.24 di bawah ini.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-91
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.23. Rencana Pembiayaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 2014-2023 Lokasi: KH, Blok/Petak
Rencana Kegiatan
Fungsi
Volume
Satuan
1
2
3
4
5
A.
UMUM
a. Oprasional perkantoran UPTD KPHP
HL/HP
b. Operasional Kendaraan Roda 2 dan Roda 4
HL/HP
c. PemeliHaraan kantor (gedung dan Halaman kantor), termasuk pemeliHaraan Kantor Resort
No.
Wilayah KPH
Rencana Pengeluaran Tahun Ke-.. (x Rp.1000) 2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
Jumlah (Rp) x1000
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
259.192,00
Ha
56.000,00
56.000,00
56.000,00
56.000,00
56.000,00
112.000,00
112.000,00
112.000,00
112.000,00
168.000,00
896.000,00
10,00
thn
33.500,00
33.500,00
33.500,00
33.500,00
33.500,00
74.000,00
74.000,00
74.000,00
74.000,00
111.000,00
574.500,00
HL/HP
9,00
paket
-
139.000,00
139.000,00
139.000,00
139.000,00
139.000,00
139.000,00
139.000,00
139.000,00
139.000,00
1.251.000,00
d. Inventaris kantor
HL/HP
10,00
thn
19.200,00
19.200,00
19.200,00
19.200,00
19.200,00
28.840,00
28.840,00
28.840,00
28.840,00
78.840,00
290.200,00
e. Pengadaan kendaraan operasional kantor (roda 4= 8 unit, roda 2=30 unit)
HL/HP
38,0
unit
-
-
-
-
-
1.724.000,00
-
-
-
2.990.000,00
4.714.000,00
I. KEGIATAN PENUNJANG:
f. Penguatan Kelembagaan UPTD KPHP:
-
-Penyusunan SOP KPH
HL/HP
2,00
paket
-
65.200,00
-
-
-
97.800,00
-
-
-
-
163.000,00
-Penyusunan data dan statistik KPH
HL/HP
9,00
paket
-
2.925,00
2.925,00
2.925,00
2.925,00
14.625,00
14.625,00
14.625,00
14.625,00
29.250,00
99.450,00
-Pembangunan/Pengembangan SIMHUT KPH
HL/HP
8,00
paket
-
25.850,00
5.850,00
5.850,00
25.850,00
25.850,00
25.850,00
25.850,00
103.400,00
244.350,00
-Penyelenggaraan kegiatan litbang KPH
HL/HP
5,00
paket
-
38.675,00
193.375,00
193.375,00
193.375,00
193.375,00
386.750,00
1.198.925,00
-Penyusunan dokumen BLUD KPH
HL/HP
1,00
paket
-
-
-
-
100.775,00
-
-
-
-
-
100.775,00
-Penyusunan dokumen strategi bisnis KPH
HL/HP
1,00
paket
-
74.725,00
-
-
-
-
-
-
-
-
74.725,00
-Penyelenggaraan penjaminan mutu KPH
HL/HP
8,00
paket
-
-
5.300,00
5.300,00
5.300,00
5.300,00
26.500,00
26.500,00
26.500,00
53.000,00
153.700,00
-Sosialisasi program KPH
HL/HP
10,00
paket
7.220,00
7.220,00
7.220,00
7.220,00
7.220,00
7.220,00
7.220,00
7.220,00
7.220,00
7.220,00
72.200,00
-Pengembangan SDM pengelola KPH (aparat/klth): pelatiHan teknis kelola hutan, 30 org/angkt
HL/HP
1,00
angkt/thn
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Diklat Pimpinan
HL/HP
3,00
org/angkt
20.000,00
20.000,00
20.000,00
Basarhut (5 thn I 5 org; 5 thn II 5 org)
HL/HP
10,00
org
270.000,00
270.000,00
270.000,00
-
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
135.000,00
135.000,00
135.000,00
135.000,00
60.000,00 270.000,00
270.000,00
V-92
1.890.000,00
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
3
Wilayah KPH
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
;-Penyusunan rencana tahunan KPHP
HL/HP
10,00
paket
-
105.325,00
196.240,00
207.075,00
205.150,00
245.575,00
229.075,00
229.075,00
229.075,00
185.075,00
1.831.665,00
,-Penyusuanan rencana tahunan RH-KPH dan RP-RH KPH Priode I (2014-2018) dan II (2019-2023)
HL/HP
1.716,00
Ha
81.500,00
25.000,00
25.000,00
25.000,00
25.000,00
100.000,00
-
-
-
-
281.500,00
-Penyusunan rancangan kegiatan RH KPH
HL/HP
1.716,00
Ha
13.500,00
18.900,00
67.905,00
94.230,00
69.525,00
-
-
-
-
-
264.060,00
HPT
17.275,00
Ha
-
162.000,00
162.000,00
162.000,00
162.000,00
324.000,00
324.000,00
324.000,00
324.000,00
324.000,00
2.268.000,00
HL/HP
4.750,00
Ha
67.500,00
67.500,00
67.500,00
67.500,00
87.750,00
87.750,00
87.750,00
87.750,00
87.750,00
708.750,00
HP/HPT
7.100,00
Ha
67.500,00
121.500,00
121.500,00
135.000,00
121.500,00
175.500,00
108.000,00
108.000,00
-
958.500,00
HL
215,00
Ha
10.125,00
18.900,00
HPT/HP
17.275,00
Ha
700.000,00
-
HL
2.200,00
Ha
-
33.750,00
HL
750,00
Ha
-
-
HL
180,00
Ha
-
HL/HP
10,00
thn
37.500,00
g. Perencanaan teknis KPH:
-Penyusunan rencana pemanfaatan Hasil hutan hutan kayu (HA/RE) -Penyusunan rencana teknis pemanfaatan HHBK -Penyusunan rencana teknis pemanfaatan Hutan Tanaman Hasil Hutan Kayu (HHK-HT), termasuk Tanaman GaHaru, dll. -Penyusunan rancangan teknis kegiatan Pengembangan wisata alam -Penyusunan AMDAL KPH (HHK-HA) -Penyusunan rencana teknis pengelolaan jasa lingkungan (jasling): Karbon -Penyusunan rencana teknis pengelolaan jasa lingkungan (jasling): Aliran air -Penyusunan rencana teknis silvofisheri (120 Ha) dan silvopastural (60 Ha) h. Monitoring dan Evaluasi KPHP
-
-
-
29.025,00 -
-
-
-
-
-
700.000,00
33.750,00
33.750,00
33.750,00
40.500,00
40.500,00
40.500,00
40.500,00
297.000,00
-
33.750,00
33.750,00
33.750,00
2.025,00
10.125,00
2.025,00
2.025,00
2.025,00
2.025,00
2.025,00
2.025,00
2.025,00
26.325,00
37.500,00
37.500,00
37.500,00
37.500,00
37.500,00
37.500,00
37.500,00
37.500,00
37.500,00
375.000,00
101.250,00
i. Penilaian/Pengawasan/pengendalian pihak ke-III dan PBM oleh KPH:
-
-IUPHHK-HTI PT.BHP, PT. WRL, HTR dan HKm
HP
14.404,00
Ha
-
36.000,00
36.000,00
36.000,00
36.000,00
36.000,00
36.000,00
36.000,00
36.000,00
36.000,00
324.000,00
-IUPHHK-HA PT Palopo Timber dan PT. BBR
HPT
51.139,00
Ha
-
127.500,00
127.500,00
127.500,00
127.500,00
127.500,00
127.500,00
127.500,00
127.500,00
127.500,00
1.147.500,00
HPT/HP
8.008,00
Ha
-
20.000,00
20.000,00
20.000,00
20.000,00
20.000,00
20.000,00
20.000,00
20.000,00
20.000,00
180.000,00
210.920,00
1.912.145,00
1.347.915,00
1.371.825,00
1.498.145,00
3.918.860,00
2.028.760,00
1.961.260,00
1.941.260,00
5.309.310,00
21.500.400,00
-PBM (HKm, HTR, HD) dan pembinaan masyarakat pengguna lahan hutan JUMLAH I
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-93
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
Batas Luar wilayah KPH Wilayah KPH Wilayah KPH Wilayah KPH Wilayah KPH B.
1
2
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
HL/HP
873,38
km
-
485.200,00
485.200,00
485.200,00
485.200,00
485.200,00
485.200,00
485.200,00
485.200,00
485.200,00
4.366.800,00
HL/HP HL/HP
259.192,00 10,00
Ha kali/thn
-
129.060,00 7.220,00
129.060,00 7.220,00
129.060,00 7.220,00
129.060,00 7.220,00
129.060,00 7.220,00
129.060,00 7.220,00
129.060,00 7.220,00
129.060,00 7.220,00
129.060,00 7.220,00
1.161.540,00 64.980,00
HPT/HP
6
paket/thn
-
92.850,00
92.850,00
92.850,00
92.850,00
92.850,00
92.850,00
92.850,00
92.850,00
92.850,00
835.650,00
HL/HP
1,00
paket/thn
-
-
50.000,00
50.000,00
50.000,00
50.000,00
50.000,00
50.000,00
50.000,00
50.000,00
400.000,00
HL/HP
1.716,00
Ha
524.200,00
460.096,00
1.814.092,80
2.978.300,00
2.875.567,14
1.119.972,26
389.274,08
-
-
-
10.161.502,27
REHABILITASI HUTAN (RH) DAS di Wilayah KPH
C.
3 II. KEGIATAN TEKNIS: Pemantapan batas kawasan hutan wilayah KPH (tata batas sesuai SK.635/2013), Total 1.029,38 km, termasuk mangrove 77,11 km. Telah di tata batas 156 km. Perlindungan dan pengamanan KPH Bimbingan teknis kegiatan KPH Pendampingan kelompok tani kegiatan PBM (HKm, HTR, HD): 2 org per skema Pembinaan masyarakat adat Suku Wana (Insentif bagi masyarakat pelestari hutan)
PEMANFAATAN WILAYAH TERTENTU HHK-HT: Hutan Produksi KH Batui, KH. Morowali, KH Kintom KH Batui, KH. Morowali KH Batui, KH. Morowali, KH Kintom KH Batui, KH. Morowali, KH Kintom KH Batui, KH. Morowali, KH Kintom IUPHHK-HA: Hutan Produksi KH Batui, KH. Morowali, KH Kintom KH Batui, KH. Morowali, KH Kintom
ReHabilitasi Hutan (RH) sesuai araHan RPRHL (20142018)
-
Hutan Tanaman Baru (Sistem THPB): Kayu-kayuan (Jabon, dll.)
HPT/HP
1.145
Ha
-
Hutan Tanaman Baru (Sistem THPB): Karet
HPT/HP
1.162
Ha
-
Hutan Tanaman Baru (Sistem THPB): GaHaru; 22- 50 Ha/thn
HPT/HP
272
Ha
-
618.200,00
1.660.200,00
2.240.200,00
2.820.200,00
Hutan Tanaman (Sistem TPTJ)
HPT/HP
3.212
Ha
-
-
2.136.160,00
1.732.640,00
-
-
3.046.875,00
-
11.250.000,00 1.266.000,00
Biaya Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Sistem TPTJ
Pemanfaatan Hutan Alam/HHK-HA (Sistem TPTI/TR): HHK-RE (Opsional)
HPT/HP
16.800
Ha
Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (Rotan Alam)
HPT/HP
16.800
Ha
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
1.249.360,00
1.299.610,00
2.157.210,00
1.352.740,00
1.641.775,00
5.807.237,13
4.972.822,50
8.431.895,63
4.165.705,44
31.078.355,69
3.659.166,00
5.727.277,25
690.556,25
647.756,25
10.724.755,75
3.502.866,67
2.911.200,00
3.144.533,33
4.331.200,00
5.420.000,00
26.648.600,00
1.930.800,00
2.955.496,00
3.031.400,00
1.875.087,20
1.412.424,00
406.240,00
15.480.247,20
2.343.750,00
3.679.687,50
3.515.625,00
1.228.125,00
1.242.187,50
-
-
15.056.250,00
11.250.000,00
11.250.000,00
11.250.000,00
22.500.000,00
22.500.000,00
22.500.000,00
22.500.000,00
22.500.000,00
157.500.000,00
1.341.960,00
1.429.187,40
1.529.230,52
3.287.845,61
3.550.873,26
3.852.697,49
4.199.440,26
4.598.387,09
25.055.621,64
V-94
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
3
3
Pemanfaatan HHBK, Jasling: Hutan Lindung:
4
5
6
Pemungutan/Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu dan Jasling di Hutan Lindung: PH-HL Rotan alam
HL
2.000
PH-HL Getah Damar alam
HL
KH. Morowali
HHK-HT-HP Getah Karet Hasil RHL
HL
KH. Morowali
PH-HL Getah Pinus Hasil RHL
KH. GN. Lumut
PH HL Getah Damar Hasil RHL PH-HL Jasling Wisata Alam
KH. Morowali KH GN. Lumut dan KH. Ulubongka
KH Pagimana: DAS MaaHas, HangaHanga KH Pagimana: DAS MaaHas, HangaHanga KH Batui KH Pagimana dan KH. GN. Lumut KH Pagimana
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Ha
279.575,00
297.747,38
318.589,69
342.483,92
369.882,63
401.322,66
437.441,69
478.998,66
2.926.041,62
2.750
Ha
58.710,75
62.526,95
69.312,37
115.074,60
124.280,56
134.844,41
146.980,41
160.943,55
872.673,60
355
Ha
1.027.050,00
1.027.050,00
2.054.100,00
2.054.100,00
6.162.300,00
HL
500
Ha
302.400,00
731.520,00
HL
1.081
Ha
HL
215
Ha
HL
250
Ha
Mangrove
120
HL
HL
731.520,00
731.520,00
2.496.960,00
1.296.000,00
1.818.720,00
3.114.720,00
150.000,00
150.000,00
6.000,00
6.000,00
12.000,00
12.000,00
18.000,00
18.000,00
18.000,00
390.000,00
-
-
-
*)
*)
*)
*)
*)
*)
*)
*)
Ha
-
-
76.375,20
128.107,20
132.187,20
132.187,20
172.759,20
172.759,20
172.759,20
172.759,20
1.159.893,60
2.200
Ha
-
-
1.592.000,00
1.592.000,00
1.592.000,00
1.592.000,00
1.910.400,00
1.910.400,00
1.910.400,00
1.910.400,00
14.009.600,00
60
Ha
-
302.223,33
281.390,00
375.186,67
468.983,33
562.780,00
656.576,67
750.373,33
844.170,00
937.966,67
5.179.650,00
JUMLAH II
524.200,00
15.707.986,00
25.469.888,75
26.981.998,92
28.320.644,42
41.481.656,25
47.760.377,86
48.474.831,54
49.097.047,44
45.847.860,18
329.666.491,37
TOTAL PEMBIAYAAN
735.120,00
17.620.131,00
26.817.803,75
28.353.823,92
29.818.789,42
45.400.516,25
49.789.137,86
50.436.091,54
51.038.307,44
51.157.170,18
351.166.891,37
PH-HL Jasling Aliran Air: *) masih perlu kajian potensi air yang dimanfaatan dan kesepakatan dengan PDAM Luwuk PH-HL Silvofishery (integrasi RH mangrove 8 Ha + Teknik Keramba Kepiting Bakau 7 Ha) PH-HL Karbon (REDD+): Dishut Sulteng 2012, Potensi Karbon Kab. Tojo Una Una 200 ton/Ha (skala prioritas) PH-HL Silvopastural (Ternak Sapi Unggul): Direncanakan 10,15,20,25,30,35,40,45, 50 ekor s.d. Thn 2010
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-95
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.24. Rencana Pendapatan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 2014-2023 RENCANA PENDAPATAN 1 Pemanfaatan HHK-HA (TPTI/TR non PIPPIB) Nilai jual tkt. konsumen (asumsi rata-rata 50 m3/Ha dari Hasil inventarisasi tahun 2014) Harapan Keuntungan Pemanfaatan HHK-HT (THPB) Nilai jual tkt. konsumen (jenis Jabon) Harapan Keuntungan Nilai jual tkt. konsumen (jenis GaHaru) Harapan Keuntungan Pemanfaatan HHK-HT (TPTJ) Nilai jual tkt. konsumen (asumsi rata-rata 25 m3/Ha Hasil kayu alam; Hasil tanaman baru setelah 10 thn) Harapan Keuntungan Pemungutan HHBK Rotan alam HP/HPT Nilai jual tkt. konsumen (asumsi rata-rata 500 kg/Ha/thn; jenis komersial) Harapan Keuntungan Pemungutan HHBK Rotan alam HL Nilai jual tkt. konsumen (asumsi rata-rata 500 kg/Ha/thn; jenis komersial) Harapan Keuntungan Pemungutan HHBK Getah Damar alam Nilai jual tkt. konsumen (asumsi rata-rata 10 phn/Ha; panen 3-4 kali/bln) Harapan Keuntungan Pemnafaatan HHBK Getah Hasil RHL:
Rencana Pendapatan Tahun Ke-.. (x Rp.1000) 2018 2019 6 7
2014 2
2015 3
2016 4
2017 5
-
-
45.000.000,00
45.000.000,00
45.000.000,00
-
(11.250.000,00)
33.750.000,00
33.750.000,00
(524.200,00)
(1.249.360,00)
(1.299.610,00)
(618.200,00) -
Jumlah (Rp) x1000
2020 8
2021 9
2022 10
2023 11
45.000.000,00
90.000.000,00
90.000.000,00
90.000.000,00
90.000.000,00
540.000.000,00
33.750.000,00
22.500.000,00
67.500.000,00
67.500.000,00
67.500.000,00
67.500.000,00
326.250.000,00
(2.157.210,00)
5.192.775,00 3.840.035,00
11.943.382,50 10.301.607,50
10.385.550,00 4.578.312,88
18.174.712,50 13.201.890,00
(1.660.200,00)
(2.240.200,00)
(2.820.200,00)
(3.502.866,67)
(2.911.200,00)
(3.144.533,33)
8.568.078,75 136.183,13 66.660.000,00 62.328.800,00
11.943.382,50 7.777.677,06 151.500.000,00 146.080.000,00
66.207.881,25 34.605.325,56 218.160.000,00 191.511.400,00
-
9.375.000,00
9.375.000,00
14.718.750,00
14.062.500,00
4.912.500,00
4.968.750,00
-
-
57.412.500,00
-
4.191.965,00
5.298.610,00
9.108.262,50
7.591.379,00
652.975,00
1.851.475,30
(1.412.424,00)
(406.240,00)
26.876.002,80
3.798.000,00
4.025.880,00
4.287.562,20
4.587.691,55
9.863.536,84
10.652.619,79
11.558.092,47
12.598.320,79
13.795.161,27
75.166.864,91
2.532.000,00
2.683.920,00
2.858.374,80
3.058.461,04
6.575.691,23
7.101.746,53
7.705.394,98
8.398.880,53
9.196.774,18
50.111.243,28
12
838.725,00
893.242,13
955.769,07
1.027.451,75
1.109.647,89
1.203.967,97
1.312.325,08
1.436.995,97
8.778.124,86
559.150,00
595.494,75
637.179,38
684.967,84
739.765,26
802.645,31
874.883,39
957.997,31
5.852.083,24
156.562,00
166.738,53
184.833,00
306.865,59
331.414,84
359.585,10
391.947,76
429.182,80
2.327.129,61
97.851,25
104.211,58
115.520,62
191.790,99
207.134,27
224.740,69
244.967,35
268.239,25
1.454.456,00
3.919.200,00 2.892.150,00
5.244.000,00 4.216.950,00
10.600.240,00 8.546.140,00
13.735.600,00 11.681.500,00
33.499.040,00 27.336.740,00
1.008.000,00 705.600,00
2.438.400,00 1.706.880,00
2.438.400,00 1.706.880,00
2.438.400,00 1.706.880,00
8.323.200,00 5.826.240,00
Pemanfaatan HHBK Getah Karet Hasil RL Nilai jual tkt. konsumen (setelah 5 thn tanam, pemeliharaan intensif) Harapan Keuntungan
Pemanfaatan HHBK Getah Pinus Hasil RL Nilai jual tkt. konsumen (setelah 5 thn tanam, pemeliharaan intensif) Harapan Keuntungan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-96
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Pemanfaatan HHBK Getah Damar (Agatis) Hasil RL Nilai jual tkt. konsumen (asumsi setelah 5 thn tanam, pemeliharaan intensif) Harapan Keuntungan
4.320.000,00
6.062.400,00
10.382.400,00
3.024.000,00
4.243.680,00
7.267.680,00
Pemanfaatan Kawasan: Silvopastural Ternak Sapi Unggul Nilai jual tkt. konsumen (asumsi 2 kali Hasil per tahun) Harapan Keuntungan Pemanfaatan Jasling Wisata Alam Nilai jual jasa wisata Harapan Keuntungan Pemanfaatan Jasling Aliran Air*) Nilai jual jasa aliran air Harapan Keuntungan Pemanfaatan HHBK Mangrove (Silvofhiseries: RH+Penggemukan kepiting di karamba) Nilai Jual HHBK Kepting bakau (7-14-21 Ha/thn) Harapan Keuntungan Pemanfaatan Jaslling Karbon: Nilai Jual Karbon (250-300 Ha/thn) Harapan Keuntungan Kontribusi Pihak Ke-III dan PBM kepada KPH: IUPHHK-HTI (5%): PT. BHP, PT. WRL, HTR, HKm IUPHHK-HA (10%): PT. PTC dan PT. BBR PBM (HKm, HTR, HD) dan sewa lahan hutan (2,5%) Total pendapatan Keuntungan Kontribusi KPH kepada Pemda (10%) Keuntungan Bersih
244.640,00 (57.583,33)
366.960,00 85.570,00
489.280,00 114.093,33
611.600,00 142.616,67
733.920,00 171.140,00
856.240,00 199.663,33
978.560,00 228.186,67
1.100.880,00 256.710,00
1.223.200,00 285.233,33
4.158.880,00 969.793,33
-
-
10.000,00 4.000,00 -
20.000,00 8.000,00 -
20.000,00 8.000,00 *) *)
30.000,00 12.000,00 *) *)
30.000,00 12.000,00 *) *)
30.000,00 12.000,00 *) *)
150.000,00 60.000,00
-
10.000,00 4.000,00 -
-
(735.120,00)
4.042.640,00 (13.577.491,00)
82.800,00 6.424,80
165.600,00 37.492,80
165.600,00 33.412,80
165.600,00 33.412,80
248.400,00 75.640,80
248.400,00 75.640,80
248.400,00 75.640,80
248.400,00 75.640,80
1.573.200,00 413.306,40
(1.592.000,00)
3.980.000,00 2.388.000,00
3.980.000,00 2.388.000,00
3.980.000,00 2.388.000,00
4.776.000,00 2.865.600,00
4.776.000,00 2.865.600,00
4.776.000,00 2.865.600,00
4.776.000,00 2.865.600,00
31.044.000,00 17.034.400,00
192.444.352,38 141.406.044,94 14.140.604,49 127.265.440,45
182.026.332,96 1.898.535.375,00 4.592.581,75 2.369.037.412,24 2.317.880.242,06 231.788.024,21 2.086.092.217,85
59.845.927,00 33.028.123,25
64.367.422,86 36.013.598,93
75.407.018,62 45.588.229,20
87.103.256,69 41.702.740,44 4.170.274,04 37.532.466,39
124.300.372,52 74.511.234,66 7.451.123,47 67.060.111,19
134.736.468,04 84.300.376,49 8.430.037,65 75.870.338,84
182.026.332,96 1.898.535.375,00 4.592.581,75 3.108.838.470,34 2.757.671.578,97 275.767.157,90 2.481.904.421,08
Keterangan: Hasil analisis kelayakan finansial penyelenggaraan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 2014-2023 dihasilkan B/C = 7,10, IRR = 26,98%. (Cash flow pada Tabel 5.36). *) ditunda hingga ada kesepakatan antara Pengelola KPH dengan PDAM Kota Luwuk.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-97
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Berdasarkan Tabel 5.23 dan 5.24 di atas dapat dijelaskan bahwa rencana pembiayaan (input) kegiatan pengelolaan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) merupakan akumulasi dari biaya kegiatan teknis dan kegiatan penunjang. Kegiatan penunjang terdiri atas; operasional kantor KPH, penguatan kelembagaan KPH, perencanaan teknis KPH, pemeliharan/pengadaan sarana prasarana (sarpras) KPH, kewajiban kepada lingkungan seperti RKL/RP, monev, penilaian dan wasdal. Kegiatan teknis terdiri atas ; perlindungan dan pengamanan hutan (seluruh wilayah KPH), bimbingan teknis, pendampingan kelompok tani hutan kegiatan PBM, pembinaan Suku Adat Wana Taa terkait pemanfaatan hasil hutan. Di blok inti dan perlindungan mencakup kegiatan perlindungan tata air, habitat/potensi flora dan fauna. Di blok pemanfaatan (HP dan HL) mencakup kegiatan; (a) di kawasan Hutan Produksi (HPT/HP) meliputi ; pemanfaatan HHK-HA/RE, HHK-HT, HHBK (rotan, damar dll.); (b) di kawasan hutan lindung (HL) termasuk ekosistem mangrove meliputi pemanfaatan HHBK (Rotan, Getah, Kepiting bakau, dll.), Jasa lingkungan (Wisata alam, karbon, aliran/pemanfaatan air, dll.). Harapan hasil terbesar dari KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) bersumber dari kegiatan pemanfaatan hutan (HHK-HT, HHK-HA, Gaharu, Rotan, Getah, Karbon, Aliran/pemanfaatan air, Ternak Sapi unggul, dan Kepiting bakau). Selain itu, juga diharapkan bersumber dari konstribusi pihak pemegang ijin usaha hasil hutan tanaman industri (IUPHHK-HTI) sebesar 5% dan konstribusi hasil hutan alam (IUPHHK-HA) sebesar 10% dan dari usaha-
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-98
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
usaha hasil hutan PBM (HKm, HTR dan HD) dengan konstribusi sebesar 2,5%. Adapun pertimbangan konstribusi IUPHHK-HA sebesar 10% adalah lebih besar dari HTI yang hanya 5%, karena IUPHHK-HA tidak melakukan investasi awal berupa penanaman melainkan langsung memanfaatkan hasil hutan alam yang ada dan akan menjadikan potensi hutan alam rusak dan terganggunya ekosistem hutan. Selanjutnya hasil hitungan sebesar 2,5% bagi konstribusi PBM kepada KPH dengan pertimbangan bahwa masyarakat dalam mengelola HKm, HTR, dan HD dominan berbasis pada pemanfaatan secara tradisional dan semi mekanis. Selain itu, juga didasarkan pada pertimbangan bahwa masyarakat sekitar KPH perlu diberdayakan dengan harapan sumber-sumber konfliks dalam pemanfaatan hasil hutan dari masyarakat berkurang. Pada Tabel 5.23 dan Tabel 5.24, tampak adanya pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam dan tanaman jabon, pemanfaatan kawasan hutan serta pemungutan/pemanfaatan HHBK (gaharu, karet, rotan, getah pinus, getah damar, sapi unggul, kepiting bakau) serta Jasling (wisata, air dan karbon) dalam wilayah tertentu mulai tahun 2014. Hal ini dimaksudkan agar UPT. KPHP Toili Baturube dapat mengurangi beban biaya pemerintah/pemerintah daerah yang cukup besar dalam persiapan menjadi lembaga berbadan hukum PPK-BLUD mulai tahun 2019. Selain itu, KPH dapat pula memanfaatkan hasil hutan kayu alam (HHK-HA/RE) serta imbal jasa lahan hutan bagi
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-99
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pengguna lahan hutan di wilayah tertentu untuk meningkatkan pendapatan menuju kemandirian. Dengan demikian, mulai tahun 2019 ke depan, bentuk kelembagaan UPT dimungkinkan berubah menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Sebagai gambaran proses KPH menuju PPK-BLUD seperti pada road map di bawah ini. Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Tahun 2017
Periode Persiapan (UPT)
Tahun 2018 Periode Persiapan (PPK-BLUD)
PERIODE MANAJEMEN UPT
Tahun 2019
Tahun 2020
Tahun 2021
Tahun 2022
Tahun 2023
Periode Kemandirian (PPK-BLUD)
PERIODE PPK-BLUD
L. Pengembangan Database Di era teknologi informasi dan globalisasi saat ini, database akan menjadi sangat penting dan dibutuhkan, terutama pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan pengelolaan, dan tahap evaluasi dan pengendalian. Melalui penyajian database yang sistematis dan akurat, akan memberikan kemudahankemudahan bagi lembaga KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) melaksanakan sistem pelaporan yang cepat, promosi produk hasil hutan, dan pengembangan jaringan kerja usaha. Database kawasan dan potensi hutan KPH yang terkelola baik akan menjadi sistem informasi kehutanan yang memiliki “nilai jual” yang tinggi dan alat kontrol yang optimal dalam mengukur kinerja lembaga dan personil pengelolanya. KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) sebagai salah satu
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-100
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
KPH percontohan di Indonesia, sepantasnya membangun sistem database-nya lebih awal sebelum memasarkan produknya kepada publik. Karena sistem database yang on-line diharapkan KPH mampu menembus pasar internasional dalam menawarkan rencana produk pengelolaan hutannya. Sehubungan dengan uraian tersebut, dengan sistem database yang telah terbangun, dapat dikembangkan menjadi sistem informasi kehutanan KPHP Model Toili Baturube (SISHUT KPHP Model Toili Baturube). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.02/MenhutII/2010 tentang Sistem Informasi Kehutanan, terdapat standar, kriteria dan prosedur sistem informasi kehutanan yang dapat menjadi acuan bagi KPH dalam membangun dan mengembangkan sistem informasi kehutanan. Penerapan sistem informasi kehutanan pada KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dimaksudkan sebagai norma, standar, prosedur dan kriteria dalam penyelenggaraan sistem informasi kehutanan di tingkat KPH. Tujuan penerapan sistem informasi kehutanan KPH adalah terlaksananya penyelenggaraan sistem informasi kehutanan secara terkoordinasi dan terintegrasi sebagai pendukung dalam proses pengambilan keputusan serta peningkatan pelayanan bagi publik dan dunia usaha. Jenis data kehutanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan sistem informasi kehutanan pada KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) meliputi data-data ; (1). Kawasan dan potensi hutan; (2). Industri kehutanan; (3). Perdagangan hasil hutan; (4). Rehabilitasi lahan kritis; (5). Pemberdayaan masyarakat; dan (6). Tata kelola kehutanan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-101
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Data kawasan dan potensi hutan, meliputi : a). Luas kawasan hutan dan perairan; b). Tata batas kawasan hutan; c). Luas kawasan hutan yang telah ditetapkan; d). Luas dan letak perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan; e). Luas dan letak kesatuan pengelolaan hutan; f). Potensi hasil hutan kayu; g). Potensi hasil hutan bukan kayu; h). Luas areal yang tertutup dan tidak tertutup hutan; i). Luas dan letak areal penggunaan kawasan hutan; j). Jenis flora dan fauna yang dilindungi; k). Gangguan keamanan hutan; l). Lokasi dan luas areal kebakaran hutan; dan m). Perlindungan hutan. Data industri kehutanan meliputi : a). Jumlah dan luas izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu; b). Jumlah dan luas izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; c). Jumlah dan luas izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam; d). Jumlah izin pengusahaan tumbuhan dan satwa liar; e). Produksi kayu bulat dan kayu olahan (Produksi hasil hutan bukan kayu dan Pelaksanaan sistem silvikultur intensif); f). Jumlah dan kapasitas industri primer kehutanan; dan g). Sertifikasi pengelolaan hutan. Data perdagangan hasil hutan, meliputi : a). Volume dan nilai ekspor hasil hutan kayu dan bukan kayu; b). Volume dan nilai impor kayu bulat dan kayu olahan; c). Nilai perdagangan tumbuhan dan satwa liar; d). Potensi penyerapan dan perdagangan karbon; e). Nilai PNBP dari penggunaan kawasan hutan; dan f). Konstribusi sektor kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-102
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Data rehabilitasi lahan kritis, meliputi : a). Lokasi dan luas lahan kritis berdasarkan DAS; b). Laju deforestasi dan degradasi; c). Hasil kegiatan rehablitasi hutan dan lahan; d). Luas dan lokasi kegiatan reklamasi kawasan hutan; dan e). Pengembangan kegiatan perbenihan. Data pemberdayaan masyarakat, meliputi : a). Lokasi dan luas hutan desa; b). Jumlah, letak dan luas areal hutan tanaman rakyat; c). Letak dan luas areal hutan rakyat; d). Letak dan luas areal hutan kemasyarakatan; e). Pengelolaan Hutan Bersama masyarakat (PHBM); f). Pembangunan masyarakat desa hutan (PMDH); g). Peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi; dan h). Peningkatan usaha masyarakat di sekitar hutan produksi. Data tata kelola kehutanan, meliputi : a). Jumlah dan sebaran PNS instansi kehutanan; b). Alokasi dan realisasi anggaran; c). Sarana dan prasarana instansi kehutanan; d). Realisasi audit reguler dan khusus; e). Penyuluhan kehutanan; dan f). Teknologi produk dan informasi ilmiah. Dalam rangka penyajian data-data tersebut mengikuti format pada Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.02/Menhut-II/2010 atau perubahannya jika telah ada. M. Rasionalisasi Wilayah Kelola Rasionalisasi wilayah kelola KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) adalah penting bagi pengembangan manajemen kawasan. Mempedomani Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.79/Menhut-II/2010, penyiapan rencana pembentukan kelembagaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-103
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
antara lain : telah dilakukan kegiatan penyusunan naskah akademik KPH tahun 2012, telah dibentuk kelembangaan dan pelantikan personil pengelola KPH pada bulan Desember 2013, telah dilakukan penyusunan rencana pengelolaan rehabilitasi hutan dan lahan pada tahun 2014. Selain itu, juga telah dilaksanakan sosialisasi rencana penyelenggaraan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) di Kabupaten Banggai, Morowali Utara dan Tojo Una Una. Dalam
proses
perjalanan
KPH
ini
terbuka
peluang
untuk
merasionalisasi kawasan sesuai perkembangannya, baik yang terkait dengan kebijakan di bidang pengelolaan hutan maupun yang terkait dengan kondisi hutan di tingkat tapak. Sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.79/Menhut-II/2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Provinsi Sulawesi Tengah, telah ditetapkan KPHP Unit XIX dengan luas seluruhnya mencapai 280.293 Ha. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.967/MenhutII/2013, telah ditetapkan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model Toili Baturube (Unit XIX) di Kabupaten Banggai, Morowali Utara dan Tojo Una Una Provinsi Sulawesi Tengah seluas 276.636 Ha. Pada saat penyusunan RPHJP telah ada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.635/Menhut-II/2013, yang menyebabkan luas wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) berkurang seluas 17.444 Ha sehingga luasnya menjadi 259.192 Ha. Dengan demikian, telah terjadi pengurangan luas sebesar 21.101
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-104
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Ha sejak penetapan pertama tahun 2010 sampai dengan tersusunnya RPHJP tahun 2014. Terjadinya pengurangan luas areal kawasan hutan seluas 21.101 Ha menunjukkan bahwa Kementerian Kehutanan sangat peduli akan pentingnya mendukung program pembangunan di luar sektor kehutanan. Disamping itu, dalam perencanaan pengelolaan KPH jangka panjang telah pula dialokasikan blok-blok pemberdayaan masyarakat seluas 6.405 Ha. Sehubungan dengan perkembangan tersebut diharapkan dalam lima sampai dengan sepuluh tahun ke depan tidak lagi terjadi pengurangan (rasionalisasi) wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Meskipun demikian, dalam proses pengelolaan KPH selama 10 tahun ke depan, apabila dalam rentang waktu tersebut terdapat beberapa kegiatan strategis bagi pembangunan negara dan masyarakat yang membutuhkan lahan masih ada kemungkinan rasionalisasi wilayah kerja KPH. Tentunya setiap upaya rasionalisasi perlu diawali dengan studi-studi kelayakan terkait dengan aspek kebijakan, ekologi, sosial ekonomi dan budaya, serta aspek yuridis. Upaya-upaya seperti itu perlu berlandaskan pada dimensi aksiologi yaitu rasionalisasi wilayah kerja KPH yang berbasis nilai-nilai dan kemanfaatan bagi kepentingan orang banyak. Terkait dengan uraian di atas, penetapan batas-batas wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dinilai menjadi pekerjaan yang sangat mendesak dilakukan melalui pengukuran, pemetaan dan pemancangan pal-pal batas di lapangan. Adanya pal-pal batas yang jelas di lapangan akan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-105
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
memberi kemudahan bagi upaya penyelarasan/sinkronisasi batas-batas luar wilayah KPH, sehingga sektor di luar kehutanan menjadikan acuan dalam merencanakan pembangunan, dan masyarakat aman dari kasus penyerobotan kawasan dalam mengembangkan lahan usaha taninya. N. Review Rencana Pengelolaan (Minimal 5 tahun sekali) Review rencana pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) sangat dimungkinkan dilakukan selama proses dan maksud serta tujuan review sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Review memiliki makna merubah yang telah ada, agar menjadi lebih baik sesuai perkembangan kondisi di tingkat lapangan. Sebagai gambaran, apabila dalam proses pelaksanaan pengelolaan, di wilayah KPH ternyata terdapat potensi tambang tentunya dapat dilakukan review untuk mengakomodir rencana investasi tersebut setelah dilakukan studi kelayakan (ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, kebijakan dan aspek yuridis, serta kelayakan lingkungan). Namun demikian dalam merencanakan investasi tambang di wilayah KPH perlu dilakukan secara ekstra hati-hati oleh Pengelola KPH, karena wilayah KPH ini rentan terhadap bencana alam, yang mana kawasan hutan yang ada merupakan kawasan penyangga utama bagi permukiman dan lahan pertanian pada 12 (dua belas) kecamatan di bawahnya. Untuk mengantisipasi terjadinya konfliks sosial, setiap rencana pengelolaan kawasan hutan terkait dengan rencana investasi tambang perlu mendapat persetujuan tertulis dari kelompok-kelompok masyarakat yang akan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-106
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
terkena dampaknya, yang disaksikan oleh Pemerintah Desa, Kecamatan, LSM/NGo bersama-sama dengan pengelola KPH. Review rencana pengelolaan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) yang dapat dilakukan minimal lima tahun sekali adalah waktu yang cukup mengukur suatu kinerja pengelolaan hutan. Tentunya terhadap pengelolaan hutan yang dinilai menjadi penyumbang dampak negatif besar bagi lingkungan serta menjadi sumber potensi konfliks besar perlu dievaluasi kelayakan eksistensinya. Review dimaksudkan pula untuk mensinkronkan setiap perubahan kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan hutan yang mungkin terjadi selama jangka waktu tertentu pengelolaan hutan, seperti perubahan perundang-undangan di bidang kehutanan, perubahan peraturan pemerintah terkait pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan, dsb. Karena itu, review rencana pengelolaan hutan dapat pula terkait dengan blok-blok yang telah ditetapkan, disamping review bentuk/lokasi/model rencana pengelolaan hutan yang kurang relevan dengan perkembangan di tingkat lapangan. O. Pengembangan Investasi Rencana pengembangan investasi di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) didasarkan pada peluang, kekuatan, ancaman dan tantangan terhadap setiap rencana investasi di wilayah KPH. Untuk menyakinkan investor menanamkan modalnya di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) perlu dilakukan analisis kelayakan terhadap beberapa rencana usaha pemanfaatan hutan yang diselenggarakan oleh KPH. Rencana Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-107
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pengembangan Investasi di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) difokuskan pada perhitungan kelayakan usaha pemanfaatan hutan produksi melalui pembangunan hutan tanaman, seperti pembangunan hutan tanaman rakyat, hutan tanaman industri atau hutan tanaman lainnya, termasuk kegiatan pemanfaatan hutan alam dan restorasi ekosistem. Pembiayaan dan Tata Waktu Besarnya anggaran pembangunan hutan tanaman lima tahun terakhir dari berbagai sumber anggaran beserta realisasinya dijadikan acuan dalam merencanakan jumlah anggaran untuk lima tahun berikutnya. Rencana anggaran pada dasarnya merupakan terjemahan dari input menjadi unit uang dengan menggunakan satuan biaya (unit cost) yang berlaku serta asumsi-asumsi tertentu. Satuan biaya yang digunakan didasarkan pada hasil studi lapangan pada waktu dan tempat tertentu dan/atau ketetapan instansi-instansi yang berwenang. Pembiayaan kegiatan pembangunan hutan tanaman bersumber dari APBN/APBD dan sumber-sumber lain yang berpotensi membiayai kegiatan untuk masa lima tahun ke depan (masa review rencana pengelolaan hutan). Selain pembiayaan tersebut, pembiayaan kegiatan juga dapat berasal dari DBH DR, DAK Bidang Kehutanan, dan lain-lain termasuk pembiayaan secara swadaya masyarakat maupun kemitraan. Analisis finansial dilaksanakan untuk menentukan sampai seberapa besar suatu program/kegiatan dapat memberikan manfaat yang lebih besar dari
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-108
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
biaya (investasi) yang diperlukan dari sudut ekonomi maupun perbaikan kondisi lingkungan. Analisa finansial merupakan alat bagi pembuat keputusan untuk menetapkan layak atau tidaknya suatu program/kegiatan dilaksanakan. Keuntungan
atau
manfaat
dari
program/kegiatan
dapat
berupa
keuntungan langsung, atau tidak langsung dan tidak dapat dinilai dengan uang (intangable), misalnya perbaikan lingkungan hidup, perbaikan iklim mikro, meningkatkan stabilitas nasional dan sebagainya. Pendekatan kelayakan ekonomi digunakan untuk menilai kegiatan atau program dengan cara menghitung: a. Net Present Value (NPV); b. Internal Rate of Return (IRR); c. Benefit Cost Ratio (BCR); Analisis finansial hanya dilakukan untuk rencana usaha di kawasan hutan produksi, karena kegiatan pada hutan lindung lebih dititikberatkan kepada upaya konservasi dan perbaikan lingkungan. Dalam mewujudkan rencana investasi di wilayah KPH, baik dalam wilayah tertentu maupun di wilayah yang terbebani izin pihak ketiga serta blok pemberdayaa masyarakat, agar dapat dilaksanakan sesuai tata waktu yang direncanakan selama periode 10 tahun ke depan. Analisis Kelayakan Ekonomi Analisis kelayakan ekonomi bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomi dari kegiatan usaha yang akan dilaksanakan ditinjau dari segi ekonomi. Kriteria yang digunakan dalam analisis ekonomi ini adalah Net
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-109
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR). NPV merupakan keuntungan bersih di akhir tahun proyek yaitu jumlah benefit dikurangi biaya di akhir tahun proyek. Dengan kata lain NPV merupakan selisih antara “present value benefit” dan “present value” dari biaya yang dinyatakan dengan rumus : NPV merupakan tingkat keuntungan/profitabilitas relatif. n
t
NPV = ∑ [Bt – Ct] / [1+i] t-i
Keterangan : Bt = manfaat proyek pada tahun t Ct = biaya pada tahun t i = discount rate (tingkat bunga) t = umur proyek..
Kriteria penilaian: Bila nilai NPV < 1 dan positip berarti proyek dapat dilaksanakan, karena akan memberikan manfaat. Bilai nilai NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar biaya (cost) yang dilakukan. Bila nilai NPV < 0, berarti proyek tidak akan memberikan manfaat sehingga tidak layak dilaksanakan. IRR adalah nilai discount rate (i) sehingga NPV program/proyek sama dengan nol. NPV dapat dinyatakan dengan persamaan : n
t
IRR = ∑ [Bt – Ct] / [1+IRR] = 0 t-i
Kriteria penilaian : Bilai nilai IRR > social discount rate, maka program/proyek layak dilaksanakan. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-110
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Bilai nilai IRR < social discount rate, maka program/proyek tidak layak dilaksanakan. BCR adalah perbandingan antara benefit dan cost yang sudah disesuaikan nilai sekarang (present value). B/C ratio dapat dinyatakan dengan persamaan : n
B/C
tn t
= ∑ { [Bt]/[1+t]}
/ { ∑ { [Ct]/[1+i] }
t-it-i
Kriteria penilaian : Bila nilai BCR > 1 berarti proyek layak untuk dilaksanakan Bila nilai BCR < 1 berarti proyek tidak layak untuk dilaksanakan Beberapa asumsi yang dijadikan dasar dalam perhitungan analisis ekonomi proyek ini adalah : 1.
Pelaksanaan proyek ditetapkan minimal 10-15 tahun untuk jenis kayukayuan, sedangkan untuk jenis tanaman tahunan (buah-buahan) ditetapkan 5 tahun.
2.
Satuan harga diambil pada tahun berjalan.
3.
Tingkat suku bunga (interest) sama dengan tingkat suku bunga di bank. Penetapan angka suku bunga ini didasarkan pada kecenderungan yang tampak, bunga tabungan jangka panjang berdasarkan harga yang berlaku (nominal) di sektor moneter rerata diperkirakan berada di tingkat nilai bunga per tahun. Dengan perkiraan tingkat inflasi normal dalam jangka panjang per tahun selama sepuluh hingga limabelas tahun, maka tingkat suku bunga riil per tahun dapat ditentukan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-111
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
4.
Setiap kegiatan proyek dibebankan pada sumber dana APBN/APBD Provinsi, dan atau bantuan dana dari sumber-sumber sah lainnya. Hasil analisis kelayakan finansial pada kegiatan rencana usaha
pemanfaatan hutan tanaman dalam rangka pengembangan investasi di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), termasuk rehabilitasi hutan (reboisasi dan pengkayaan rebosiasi) pada kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung, baik dalam pola pertanaman campuran jenis kayu-kayuan dengan MPTs maupun dalam pola pertanaman monokultur kayu-kayuan dan non-kayu diuraikan sebagai berikut : Standar per hektar tanaman pada Hutan Produksi dalam hutan tanaman dengan jumlah tanaman 625 batang/hektar yang akan diterapkan dalam wilayah tertentu : Sebanyak 100% tanaman kayu-kayuan jenis Jabon (Anthocephalus, spp.) atau jenis kayu lainnya produksi cepat. Diusahakan pada lahan-lahan semak belukar dan lahan terbuka. Sistem silvikultur tebang habis dengan permudaan buatan (THPB). Pada lokasi yang masih berhutan (LOA) diterapkan sistem tebang pilih tanaman jalur (TPTJ) dengan jumlah tanaman 500 batang/Ha. Jenis yang diusahakan pada pola TPTJ adalah jenis-jenis ungulan lokal berorientasi pasar seperti Palapi, Nyatoh, Meranti, dan lain-lain. TPTJ lebih mirip dengan pola pengkayaan tanaman hutan, karena akan berpadu dengan kayu-kayu dari hasil budidaya alam. Pada lahan-lahan yang telah ada tanaman tahunan (pertanian) seperti kakao, kelapa, kopi, dll., diterapkan porsi minimal
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-112
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
50% tanaman penghasil kayu dan maksimal 50% tanaman MPTS dan tanaman tahunan. Standar per hektar tanaman hutan pada blok pemberdayaan masyarakat seperti HTR dan HKm, diterapkan pola pengkayaan pada Hutan Produksi dengan jumlah tanaman 400 batang/hektar, mengingat lahan-lahan hutan telah diusahakan petani dengan budidaya tanaman tahunan dan buahbuahan. Pola tanam dapat dipilih seperti pola sisipan (interplanting), pola jalur, dan lain-lain. Pada Blok Pemberdayaan ini diusahakan minimal 50% tanaman kayu-kayuan, dan maksimal 50% tanaman MPTs dan tanaman tahunan. Dengan demikian, minimal ada 200 btg/Ha jenis Tanaman Kayu-kayuan dan maskimal 200 batang/Ha tanaman MPTs dan tanaman tahunan (tanaman lama). Jenis tanaman kayu-kayuan seperti Jabon, Palapi, Nyatoh, dll., jenis tanaman MTPs (penghasil kayu, buah atau getah) seperti Kemiri, Durian, Sukun, Nangka, Mangga, Agathis, Pinus, dll. Standar per hektar tanaman pada Hutan Lindung penghasil getah (Agatis dan Pinus) dalam kegiatan rehabilitasi hutan pada lahan-lahan ktiris, ditetapkan 100% tanaman kayu-kayuan bagi lahan-lahan semak belukar dan tanah kosong. Pada lahan-lahan yang telah ada tanaman tahunan diterapkan porsi 80% : 20% (maksimal 80% kayu-kayuan dan minimal 20% tanaman MPTs dan tanaman tahunan (tanaman lama). Jumlah tanaman RHL di kawasan HL adalah minimal 500 batang/Ha s.d. 1.100 batang/Ha. Bagi lahan semak belukar dan tanaman kosong minimal 1.100
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-113
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
batang/Ha dan bagi lahan hutan rusak dan telah ada tanaman tahunan minimal 500 batang/Ha. Standar per hektar tanaman pada ekosistem hutan mangrove dalam hutan lindung dengan sistem silvofishery (bakau-empang-karamba kepiting) diterapkan porsi 50% bakau dan 50% kepiting bakau. Pola tanam mangrove dan kepiting bakau dibuat berdampingan atau pola jalur (disesuaikan kondisi lapangan). Penggunaan karamba kepiting dalam empang parit bertujuan untuk penggemukan kepiting bakau. Jarak tanam 1 m x 3 m (1 m dalam jalur dan 3 m antar jalur). Jarak antar jalur ditempatkan keramba kepiting bakau. Standar per hektar tanaman pada Hutan Produksi penghasil getah lateks (Hutan Tanaman Karet) dalam kegiatan pemanfaatan hutan tanaman, ditetapkan 100% tanaman kayu-kayuan penghasil lateks. Selain itu pada umur 28 tahun kayu tanaman karet dapat dipanen kayunya. Bagi lahan semak belukar dan tanaman kosong minimal 500 batang/Ha. Standar per hektar tanaman pada Hutan Produksi penghasil getah resin (Hutan Tanaman Gaharu) dalam kegiatan pemanfaatan hutan tanaman, ditetapkan 100% tanaman kayu-kayuan penghasil gaharu. Bagi lahan semak belukar dan tanaman kosong minimal 1.000 batang/Ha. Standar silvopastural pada Hutan Lindung yaitu perpaduan tanaman pakan (range) dan ternak sapi unggul (sapi potong), ditetapkan areal pengembangan seluas 60 Ha.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-114
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pendapatan Unit Kegiatan Rencana Usaha Kehutanan Pendapatan setiap unit kegiatan usaha diperoleh dari nilai output yang bisa dihasilkan unit kegiatan. Untuk kepentingan penyusunan dokumen rencana ini, pendapatan setiap unit kegiatan usaha diperoleh dari hasil penjualan hasil hutan kayu-kayuan dan MPTs. Harapan hasil kayu, buah/biji, getah, jasa lingkungan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dapat dirasakan manfaatnya mulai tahun 2016 apabila aktifitas kegiatan dilaksanakan sesuai jadwal. Hasil tanaman kayu-kayuan produksi cepat seperti tanaman Jabon (Antocephalus spp.) dapat dipanen pertama hasil penjarangan (t+5 dan t+10) dan pemanenan akhir (t+15), sedangkan jenis kayu-kayuan seperti Palapi, Nyatoh, Meranti peluang panen pertama pada t+10. Untuk jenis HHBK hasil tanaman baru diprediksi panen pertama t+5 dengan hasil berupa buah/biji kemiri, dan getah damar/pinus. Harapan
hasil
berupa
jasa
lingkungan
seperti
wisata
alam
direncanakan mulai t+4, jasa aliran air (kerjasama PDAM Kota Luwuk dengan KPH) diperkirakan t+6, dan jasa karbon t+8. Untuk hasil kepiting bakau direncanakan mulai t+3 atau t+4. Berikut ini diuraikan tahapan dan mekanisme perolehan hasil hutan (HHK dan HHBK) : Untuk jenis kayu Jabon kuning (Antocephalus cadamba), Jabon merah/putih (Antocephalus macrophylla) dengan maksud pemanfaatan seperti : Plywood, blockboard, particle board, hingga peti kemas. Pasar kayu Jabon diantaranya pabrik kayu lapis, industri meubel, pulp, mainan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-115
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
anak-anak, peti buah, alas sepatu, korek api, tripleks, bahan bangunan non konstruksi, dan banyak lagi yang lainnya. Kayu jabon juga mudah dibuat vinir dengan ketebalan 1,5 mm.
Pola tanam Jabon pada lereng datar
Jabon umur 5-7 thn, Dimeter >30 cm
Pola tanam 100% kayu Jabon berdaur pendek sebanyak 625 btg/Ha. Dalam wilayah tertentu dialokasikan areal hutan dengan tutupan vegetasi semak belukar dan tanah-tanah terbuka di luar sasaran kegiatan RHL di KH. Batui, KH. Kintom dan KH. Morowali, sistem silvikultur THPB. Diasumsikan persentase tumbuh 80%, pada panen pertama (t+5) sebanyak 150 phn/Ha (Ө=30 cm, P=7 m), panen kedua (t+10) sebanyak 150 phn/Ha (Ө=60 cm, P=10 m), dan panen ketiga (t+15) 200 phn/Ha (Ө=80 cm, P=12 m). Biaya investasi awal (t+0 s.d. t+5) sebesar 7,3 juta rupiah dengan keuntungan sebesar 33,8 juta/Ha. Harga Jabon di pasar lokal tahun 2009 sebesar 1 s.d. 1,1 juta rupiah per kubik untuk diameter batang 30-49 cm, dan 1,2 juta rupiah per kubik untuk diameter 50 cm up. B/C = 2,15 hingga panen akhir (akhir tahun ke-15) dengan IRR = 22,32. Untuk jelasnya pada Tabel cash flow.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-116
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada sasaran kegiatan RHL di kawasan HPT/HP untuk jenis kayu-kayuan berdaur sedang bagi pemenuhan kayu pertukangan, seperti Nyatoh, Palapi, Meranti, dll.) pola campuran (90% kayu-kayuan dan MPTs kemiri 10%) dengan populasi tanaman sebanyak 1.100 btg/Ha diasumsikan 80% tanaman berhasil tumbuh dapat diperoleh hasil kayu dari hasil pemanenan penjarangan tahun ke-10 dengan taksiran sejumlah 69,94 m³/Ha (setara 198 phn/Ha, Ө ≤30cm, P = 5 m). Selanjutnya pada panen akhir tahun ke-15 diasumsikan dapat diperoleh sejumlah 522,24 m³/Ha (setara 594 phn/Ha, Ө >30cm (40 cm), P = 7 m) sisa hasil penjarangan.
Perkiraan
harga
jenis
komoditi
kayu
kelompok
meranti/rimba campuran yang berlaku sesuai peraturan pemerintah tahun 2012 dengan harga Rp. 650.000/m³ dan untuk hasil penjarangan t+10 dengan harga Rp. 360.000/m3. Tanaman kemiri, dipanen kayunya setelah berumur 70 tahun. Taksiran biji kemiri gelondongan di pasaran mulai hasil tahun ke-5 s/d tahun ke-15, dan setelah tahun ke-15 hingga umur kemiri 70 tahun (setelah umur 70 tahun kemiri menurun produksi bijinya). Mulai tahun ke-5 diasumsikan kemiri mulai memproduksi biji dengan taksiran sejumlah 75 kg/phn/thn, hingga tahun ke-15 sejumlah 125 kg/phn/thn. Harga biji kemiri gelondongan saat di pasaran berkisar Rp. 3.800/kg – Rp. 5.700/kg. Untuk keperluan perhitungan ini digunakan harga Rp. 5.000/kg. B/C = 2,02 hingga panen akhir (akhir tahun ke-15) dengan IRR = 22,67. Untuk jelasnya pada Tabel cash flow.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-117
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada sasaran kegiatan RHL di kawasan HPT/HP untuk jenis kayu-kayuan berdaur sedang bagi pemenuhan kayu pertukangan, seperti Nyatoh, Palapi, Meranti, dll.) pola campuran (90% kayu-kayuan dan MPTS kemiri 10%) dengan populasi tanaman sebanyak 500 btg/Ha diasumsikan 80% tanaman berhasil tumbuh dapat diperoleh hasil kayu dari hasil pemanenan penjarangan tahun ke-10 dengan taksiran sejumlah 35,33 m³/Ha (setara 100 phn/Ha, Ө ≤30cm, P = 5 m). Selanjutnya pada panen akhir tahun ke-15 diasumsikan dapat diperoleh sejumlah 263,76 m³/Ha (setara 300 phn/Ha, Ө >30cm (40 cm), P = 7 m) sisa hasil penjarangan. Perkiraan harga jenis komoditi kayu kelompok meranti/rimba campuran yang berlaku sesuai peraturan pemerintah tahun 2012 dengan harga Rp. 650.000/m³ dan untuk hasil penjarangan t+10 dengan harga Rp. 360.000/m3. Tanaman kemiri, dipanen kayunya setelah berumur 70 tahun. Taksiran biji kemiri gelondongan dipasaran mulai hasil tahun ke-5 s/d tahun ke-15, dan setelah tahun ke-15 hingga umur kemiri 70 tahun (setelah umur 70 tahun kemiri menurun produksi bijinya). Mulai tahun ke-5 diasumsikan kemiri mulai memproduksi biji dengan taksiran sejumlah 75 kg/phn/thn, hingga tahun ke-15 sejumlah 125 kg/phn/thn. Harga biji kemiri gelondongan saat di pasaran berkisar Rp. 3.800/kg – Rp. 5.700/kg. Untuk keperluan perhitungan ini digunakan harga Rp. 5.000/kg. B/C = 2,00 hingga panen akhir (akhir tahun ke-15) dengan IRR = 22,55. Untuk jelasnya pada Tabel cash flow.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-118
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pada sasaran kegiatan RHL di kawasan HL untuk jenis kayu-kayuan berdaur pendek-sedang bagi pemenuhan getah pinus dan getah damar, seperti Pinus (Pinus merkusii) dan Agatis (Agathis sp.) pola monokultur (100% kayu-kayuan pengHasil getah) dengan populasi tanaman sebanyak 625 btg/Ha diasumsikan 80% tanaman berhasil tumbuh dapat diperoleh hasil getah dari hasil pemanenan t+5 sebesar 0,6 ton/Ha/thn (setara 200 phn/Ha, Ө=10-15 cm, Hasil getah 3 kg/ph/bln), t+10 sebesar 1,5 ton/Ha/thn (setara 300 phn/Ha, Ө= 16-20 cm, hasil getah 5 kg/Ha/bln), t+15 sebesar 3,5 ton/Ha/thn (setara 500 phn/Ha, Ө≥ 21-30 cm, hasil getah 7 kg/Ha/bln). Harga getah Pinus maupun Damar kopal (getah Agathis) saat ini dipasaran lokal sebesar Rp. 8.000 per kg di Palu. Tujuan pasar untuk pengolahan getah Pinus menjadi Gondrukem dan Terpentin adalah industri getah Pinus di Pulau Jawa dengan tujuan pasar hasil pengolahan Negara India. B/C = 2,15 hingga panen akhir (akhir tahun ke15) dengan IRR = 20,83. Untuk jelasnya pada Tabel cash flow. Untuk pengembangan usaha silvofishery pada ekosistem mangrove di kawasan hutan lindung (HL) dengan sistem empang parit (bakaukeramba-kepiting). Pembuatan tanaman Mangrove dengan jarak tanam 1m x 3 m dan kepiting bakau (Scylla serrata) dipelihara dalam keramba di antara tanaman mangrove. Harga di pasaran saat ini, benih kepiting bakau betina sebasar Rp. 40.000/kg, benih jantan Rp. 30.000/kg. Pemeliharaan kepiting di keramba dimaksudkan untuk menambah berat melalui proses penggemukan selama 21 Hari, kepiting bakau bisa
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-119
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
mencapai harga kepiting bakau di pasaran saat ini sebesar Rp. 80.000 kg s/d Rp. 150.000/kg (rata-rata Rp. 115.000/kg). Pakan berasal dari tanaman bakau namun perlu diberi pakan tambahan (ikan, keong sawah, bekicot, wideng) 2 kg/keramba. Luas tiap keramba 22,4 m2, kepadatan benih kepiting 25 kg/keramba, jumlah tenaga kerja 15 orang, Tanaman Mangrove ditanam dalam jalur dengan jarak 1 m dan jarak antar jalur 3 m. Pada jarak antar jalur dibuat parit untuk tempat keramba. Hasil penelitian Dwi Aria Putranto di Pemalang tahun 2007 menunjukan bahwa pada areal 2 Ha mangrove dengan jumlah keramba 7 buah, diperoleh nilai B/C sebesar 1,95. Mengacu pada hasil penelitian tersebut dianalisis cash flow sistem silvofishery (bakau-kepiting) dengan teknologi input rendah untuk pelestarian ekosistem mangrove di wilayah tertentu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) untuk areal satuan produksi 2 Ha seperti berikut : Pada tahun I tanam mangrove 2 Ha pola rehabilitasi hutan (investasi 12,95 juta rupiah), tahun II masa pemeliharaan mangrove dimulai budidaya kepiting bakau sistem keramba (t+2 s.d. t+15) dengan investasi awal kepting bakau + pemeliharaan mangrove sebesar 40,39 juta rupiah (t+2) dam t+3 sebesar 38,62 juta rupiah, mulai t+4 s.d. t+15 investasi hanya pada budidaya kepiting. Harapan hasil kepiting bakau dengan 6 kali panen per tahun pada 7 unit kerambah t+2 s/d t+3 sebesar 93,48 – 101,93 juta rupiah, dan mulai t+4 s.d. t+15 sebesar 36,77 – 85,82 juta rupiah dengan asumsi kepiting bakau berada pada harga rata-rata Rp. 115.000 per kg. Nilai B/C rasio selama
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-120
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
15 tahun berinvestasi sebesar 3,14 dengan IRR sebesar 31,69. Untuk lebih jelas seperti pada tabel cash flow. Untuk pengembangan usaha tanaman Gaharu di kawasan hutan produksi (HP) Gaharu (Gyrinosp decipiens) pola monokultur (100% kayu-kayuan penghasil resin gaharu) dengan populasi tanaman sebanyak 1.000 btg/Ha diasumsikan 60% berhasil memproduksi gaharu dapat diperoleh hasil dari hasil pemanenan t+10 sebesar 300 kg/Ha gaharu kelas gubal, 6.000 kg/Ha gaharu kelas kemendangan, dan 3.000 kg/Ha gaharu kelas abu. Harga gaharu dipasaran sebesar Rp. 5.000.000 per kg untuk kelas gubal, Rp. 250.000 per kg untuk kelas kemendangan dan Rp. 10.000 per kg untuk kelas abu. B/C = 9,96 pada saat panen tahun ke-10) dengan IRR = 23,91. Untuk jelasnya pada Tabel cash flow. Untuk pengembangan usaha tanaman Karet (Hevea brasiliensis) di kawasan hutan produksi (HP) pola monokultur (100% kayu-kayuan penghasil lateks) dengan populasi tanaman sebanyak 500 btg/Ha diasumsikan produksi lateks dapat diperoleh hasil dari hasil pemanenan t+5 sebesar 1.136 kg/Ha sheet kering, t+6 s/d t+7 sebesar 1.520 kg/Ha,t+8 s/d t+9 sebesar 1.904 kg/Ha, dan t+10 sebesar 2.400 kg/Ha dengan harga lateks sheet kering Rp. 23.000 kg. B/C = 4,68pada saat panen tahun ke-10) dengan IRR = 24,07. Pemanfaatan getah karet hingga tanaman berumur 25 tahun, dan pada umur ke-26 dilakukan pemanfaatan kayu karet dengan taksiran 250 m3/Ha. Pada Tabel cash flow hanya dilakukan analisis kelayakan usaha hingga akhir tahun ke-15.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-121
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Untuk kegiatan usaha pengembangan silvopastural (pakan dan ternak sapi unggul) dilakukan analisis penggemukan Sapi Potong Bakalan jenis PO dengan asumsi perhitungan per ekor dipelihara selama 6 bulan sehingga dapat dilakukan dua kali (dua periode) kegiatan usaha penggemukan sapi setiap tahun. Diasumsikan pada awal periode penggemukan, sapi memiliki berat badan 126 kg/ekor/periode (selama 6 bulan) atau pertambahan berat 0,7 kg/Hari, setelah enam bulan berat badan sapi menjadi 376 kg/ekor. Harga awal sapi sebesar Rp. 7.000.000 per ekor. Kegiatan direncanakan berlangsung sepuluh tahun dengan B/C = 1,19 dan IRR = 29,04%. Untuk jelasnya pada Tabel cash flow. Harga komoditas di atas merupakan dasar dalam analisis finansial setiap unit usaha tanaman kayu-kayuan dan MPTs pada kegiatan usaha hutan tanaman termasuk kegiatan rehabilitasi hutan (reboisasi dan pengkayaan reboisasi) pada hutan produksi, serta HHBK (getah, buah/biji dan kepiting) seperti tercermin dalam dalam cash flow. Apabila harga tersebut di atas dikalikan dengan jumlah volume produksi (m³, kg atau ton) akan diperoleh perkiraan pendapatan untuk jenis komoditi yang diusahakan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) bersama-sama masyarakat pengguna lahan hutan. Adapun taksiran pendapatan selama 10-15 tahun kegiatan usaha kehutanan disajikan pada Tabel 5.25 di bawah ini.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-122
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.25.
Taksiran Pendapatan Nominal Unit Usaha Hutan Tanaman (Per Hektar): Kayu, Buah/Biji, Getah, Kepiting, Sapi unggul
No. 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Total Pendapatan (Rp.)
Jenis Unit Usaha Unit Usaha Hutan Tanaman Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/ Meranti/dll.) dan MPTS 10% (Kemiri, dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 1.100 Btg/Ha. Unit Usaha hutan Tanaman Jenis Kayu-kayuan 100% (/Jabon/dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 625 Btg/Ha. Unit Usaha Hutan Tanaman Pengkayaan Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/Meranti/dll.), dan MPTS 10% (Kemiri/ dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 500 Btg/Ha. Unit Usaha hutan Tanaman Jenis Kayu-kayuan Penghasil Getah (Pinus dan Damar Agatis) 100% Per Hektar pada Kawasan Hutan Lindung: Populasi Tanaman 625 Btg/Ha. Unit Usaha Silvofishery(Mangrove-Kepiting Bakau) 50%:50% Per 2 Hektar pada Kawasan Hutan Lindung: Populasi Tanaman Mangrove 3.300 Btg/Ha. Unit usaha hutan tanaman Gaharu di kawasan hutan produksi per hektar: 100% Gaharu. Populasi tanaman 1.000 btg/Ha. Unit usaha hutan tanaman Karet di kawasan hutan produksi per hektar, 100% tanaman karet. Populasi tanaman 500 btg/Ha. Unit usaha silvopastural (pakan+ternak sapi unggul). Perhitungan per ekor, lama penggemukan sapi potong bakalan jenis PO, 6 bulan, 2 kali per tahun.
852.888.780 1.639.197.750 384.161.000
112.000.000 1.666.350.000 3.030.000.000 514.832.000 244.640.000
Keuntungan Finansial (Commercial Profitability) Kriteria yang dipilih dalam analisis ini adalah berupa angka nilai sekarang netto (NPV) yaitu keuntungan dalam nilai rupiah dengan memasukkan biaya opportunitas modal (bunga), rasio pendapatan biaya terdiskon (BC ratio) yakni tingkat keterhubungan relatif terhadap biaya termasuk
biaya
bunga,
serta
prosentase
keuntungan
internal
(internal/financial rate of return atau IRR/FRR) yaitu tingkat keuntungan mutlak dinyatakan dalam prosentase biaya. Seperti telah dijelaskan bahwa perhitungan besarnya NPV dan BCR didasarkan biaya suku bunga riil sebesar modal yang menjadi beban investor kepada kreditor (seluruh biaya unit kegiatan dianggap berasal dari pinjaman) yaitu sebesar 9%. Demikian juga halnya dengan tingkat keuntungan yang digunakan sebagai angka pembanding IRR yang ditemukan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-123
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Cash flow untuk memperkirakan harapan NPV, BCR dan IRR unit kegiatan usaha secara rinci disajikan pada Tabel 5.28 s/d Tabel 5.36. Pada tabel tersebut dapat ditemukan tingkat keuntungan unit kegiatan usaha kehutanan selama 10-15 tahun diukur dari kriteria yang digunakan seperti pada Tabel 5.26 di bawah ini. Tabel 5.26. No.
1.
2.
3.
4.
5. 6. 7. 8.
Tingkat Keuntungan Unit Usaha Hutan Tanaman (Per Hektar) : Kayu, Buah/Biji, Getah, Kepiting, Sapi unggul Jenis Unit Usaha
Unit Usaha Hutan Tanaman Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/ Meranti/dll.) dan MPTS 10% (Kemiri, dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 1.100 Btg/Ha. Unit Usaha hutan Tanaman Jenis Kayu-kayuan 100% (/Jabon/dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 625 Btg/Ha. Unit Usaha Hutan Tanaman Pengkayaan Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/Meranti/dll.), dan MPTS 10% (Kemiri/ dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 500 Btg/Ha. Unit Usaha hutan Tanaman Jenis Kayu-kayuan Penghasil Getah (Pinus dan Damar Agatis) 100% Per Hektar pada Kawasan Hutan Lindung: Populasi Tanaman 625 Btg/Ha. Unit Usaha Silvofishery(Mangrove-Kepiting Bakau) 50%:50% Per 2 Hektar pada Kawasan Hutan Lindung: Populasi Tanaman Mangrove 3.300 Btg/Ha. Unit usaha hutan tanaman Gaharu di kawasan hutan produksi per hektar: 100% Gaharu. Populasi tanaman 1.000 btg/Ha. Unit usaha hutan tanaman Karet di kawasan hutan produksi per hektar, 100% tanaman karet. Populasi tanaman 500 btg/Ha. Unit usaha silvopastural (pakan+ternak sapi unggul). Perhitungan per ekor, lama penggemukan sapi potong bakalan jenis PO, 6 bulan, 2 kali per tahun.
NPV (Rp.)
BCR
IRR (%)
155.003.406
2,02
22,67
283.296.661
2,15
22,32
384.161.000
2,00
22,55
22.853.157
2,15
20,83
611.472.624
3,14
31,69
1.157.105.933
9,96
23,91
168.378.715
4,68
24,07
25.198.040
1,19
29,04
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5.26 di atas, diketahui bahwa pada tingkat suku bunga konstan yang menjadi beban program ini (9% konstan dan 17% nominal), dapat diharapkan bahwa program yang diusahakan bisa menunjukkan keuntungan relatif (NPV) positip, dan rasio pendapatan biaya (BCR) lebih besar dari satu. Sejalan dengan NPV dan BCR, demikian juga halnya pada sisi IRR-nya. Angka harapan IRR untuk unit kegiatan usaha hutan tanaman ternyata lebih dari nilai opportunitas kapital bagi unit kegiatan ini (9% konstan, atau 17% per tahun). Berdasarkan hasil Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-124
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
analisis ini dapat disimpulkan bahwa prospek finansial strategi unit usaha hutan tanaman di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) menurut nilai harapan keuntungan finansialnya adalah layak untuk dilaksanakan. Analisis selanjutnya adalah analisis biaya dan pendapatan nominal unit usaha hutan tanaman (tidak memasukkan unsur biaya bunga modal), dapat dikatakan bahwa unit kegiatan usaha yang diusulkan cukup prospektif. Hal ini ditunjukkan dari nilai keuntungan nominal yang positip dalam 10-15 tahun ke depan. Tingkat keuntungan nominal rencana umum ini disajikan pada Tabel 5.27. Tabel 5.27.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tingkat Keuntungan Nominal Unit Usaha Hutan Tanaman (Per Hektar): Kayu, Buah/Biji, Getah, Kepiting, Sapi unggul Jenis Unit Usaha
Unit Usaha Hutan Tanaman Jenis Kayukayuan 90% (Nyatoh/Palapi/ Meranti/dll.) dan MPTS 10% (Kemiri, dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 1.100 Btg/Ha. Unit Usaha hutan Tanaman Jenis Kayu-kayuan 100% (/Jabon/dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 625 Btg/Ha. Unit Usaha Hutan Tanaman Pengkayaan Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/Meranti/dll.), dan MPTS 10% (Kemiri/ dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi: Populasi Tanaman 500 Btg/Ha. Unit Usaha hutan Tanaman Jenis Kayu-kayuan Penghasil Getah (Pinus dan Damar Agatis) 100% Per Hektar pada Kawasan Hutan Lindung: Populasi Tanaman 625 Btg/Ha. Unit Usaha Silvofishery(Mangrove-Kepiting Bakau) 50%:50% Per 2 Hektar pada Kawasan Hutan Lindung: Populasi Tanaman Mangrove 3.300 Btg/Ha. Unit usaha hutan tanaman Gaharu di kawasan hutan produksi per hektar: 100% Gaharu. Populasi tanaman 1.000 btg/Ha. Unit usaha hutan tanaman Karet di kawasan hutan produksi per hektar, 100% tanaman karet. Populasi tanaman 500 btg/Ha. Unit usaha silvopastural (pakan+ternak sapi unggul). Perhitungan per ekor, lama penggemukan sapi potong bakalan jenis PO, 6 bulan, 2 kali per tahun.
Total Biaya (Rp.)
Total Pendapatan (Rp.)
Keuntungan (Rp.)
398.264.401
852.888.780
454.624.379
747.374.988
1.639.197.750
891.822.763
180.151.850
384.161.000
204.009.150
40.880.000
112.000.000
71.120.000
510.984.800
1.666.350.000
1.155.365.200
200.100.000
3.030.000.000
2.829.900.000
88.456.350
514.832.000
426.375.650
199.056.333
244.640.000
45.583.667
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-125
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan usaha hutan tanaman harus didukung dengan biaya yang cukup untuk menjamin ketersediaan sumberdaya yang diperlukan. Karena itu perlu dilakukan perhitungan yang cermat agar sumber daya yang dibutuhkan selalu tersedia. Dasar pertimbangan yang digunakan dalam menentukan pembiayaan kegiatan usaha hutan tanaman termasuk rehabilitasi hutan didasarkan kepada : a.
Keputusan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan tentang penetapan biaya satuan yang terbaru.
b.
Keputusan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial tentang penetapan biaya satuan bidang reboisasi dan rehabilitasi lahan yang terbaru.
c.
Standarisasi Kebutuhan Tenaga Kerja (HOK/Ha) dari pejabat berwenang.
d.
Standar biaya di wilayah kerja sasaran kegiatan dari hasil pengamatan lapangan dan konsultasi dengan instansi terkait.
e.
Harga satuan pokok kegiatan yang terbaru Provinsi Sulawesi Tengah atau Kabupaten.
f.
Kemungkinan kenaikan harga dalam kurun 5 (lima) tahun. Besar upah pekerja yang berlaku di Wilayah Kabupaten Banggai,
Morowali Utara dan Tojo Una Una berkisar antara Rp. 50.000,- s.d. Rp. 100.000.- per hari pada tahun 2014, dan pada tingkat Provinsi Sulawesi Tengah sebesar Rp. 50.000.- per hari. Dengan demikian dalam perhitungan kebutuhan biaya RH yang dimulai tahun 2014 digunakan standar upah pekerja Rp. 50.000.-. per hari.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-126
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Mengingat perencanaan ini masih semi definitif maka untuk harga bibit tanaman kayu-kayuan dan MPTs masih dapat disesuaikan dengan perkembangan harga dasar yang berlaku di Kabupaten Banggai, Morowali Utara dan Tojo Una Una sesuai dengan tahun penyelenggaraan kegiatan RH, termasuk harga bahan dan peralatan. Memperhatikan hasil analisis kelayakan usaha kehutanan sebagaiman diuraikan sebelumnya yang masih bersifat prediktif, diperlukan penyusunan rencana strategi bisnis usaha-usaha kehutanan yang lebih mendekati kondisi riil di lapangan. Selanjutnya sebagai gambaran bagi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dalam berinvestasi periode 10 tahun ke depan (2014-2023) disajikan pula laba arus kas (cash flow), NPV, B/C rasio dan IRR seperti pada Tabel 5.36.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-127
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.28. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman untuk Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/Meranti/dll.) dan MPTS 10% (Kemiri/dll.) Per Hektar Pada Kawasan Hutan Produksi : Populasi tanaman 1.100 Btg/Ha. (dalam rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun Projek Total Biaya Total nilai produksi Nilai sekarang total produksi Nilai sekarang Faktor diskonto 9% NPV 9 % B/C rasio Laba/Arus Kas 9 % Faktor diskonto 17% NPV 17 % IRR (%)
Tabel 5.29. No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
3
4
5
6
7
8
9
11
12
13
14
9.324.700
0
2.400.750
1
913.000
2
913.000
913.000
14.850.000
14.850.000
14.850.000
14.850.000
14.850.000
34.235.847
10
22.905.000
22.905.000
22.905.000
22.905.000
183.694.104
15
JUMLAH 398.264.401
-
-
-
-
-
33.000.000
33.000.000
33.000.000
33.000.000
33.000.000
76.079.660
50.900.000
50.900.000
50.900.000
50.900.000
408.209.120
852.888.780
-
-
-
-
-
21.483.000
19.701.000
18.084.000
16.615.500
15.246.000
32.295.816
19.825.550
18.222.200
16.746.100
15.346.350
113.073.926
306.639.442
9.324.700
2.202.688
768.290
705.293
647.317
9.667.350
8.865.450
8.137.800
7.476.975
6.860.700
14.533.117
8.921.498
8.199.990
7.535.745
6.905.858
50.883.267
151.636.036
1,00000
0,91750
0,84150
0,77250
0,70900
0,65100
0,59700
0,54800
0,50350
0,46200
0,42450
0,38950
0,35800
0,32900
0,30150
0,27700
9,08
(9.324.700) -
(2.202.688)
(768.290)
(705.293)
(647.317)
11.815.650
10.835.550
9.946.200
9.138.525
8.385.300
17.762.699
10.904.053
10.022.210
9.210.355
8.440.493
62.190.659
155.003.406 2,02
(9.324.700)
(2.400.750)
(913.000)
(913.000)
(913.000)
18.150.000
18.150.000
18.150.000
18.150.000
18.150.000
41.843.813
27.995.000
27.995.000
27.995.000
27.995.000
224.515.016
454.624.379
1,0000
0,8545
0,7305
0,6250
0,5340
0,4565
0,3900
0,3340
0,2855
0,2440
0,2090
0,1785
0,1525
0,1305
0,1120
0,0960
6,33
(9.324.700)
(2.051.441)
(666.947)
(570.625)
(487.542)
8.285.475
7.078.500
6.062.100
5.181.825
4.428.600
8.745.357
4.997.108
4.269.238
3.653.348
3.135.440
21.553.442
64.289.177 22,67
Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman untuk Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/Meranti/dll.), dan MPTS 10% (Kemiri/dll.) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi : Populasi tanaman 500 Btg/Ha. (dalam rupiah)
Tahun Projek Total Biaya Total nilai produksi Nilai sekarang total produksi Nilai sekarang Faktor diskonto 9% NPV 9 % B/C rasio Laba/Arus Kas 9 % Faktor diskonto 17% NPV 17 % IRR (%)
5
6
7
8
9
11
12
13
14
4.131.900 -
0
1.272.500 -
1
625.000 -
2
625.000 -
3
625.000 -
4
6.750.000 15.000.000
6.750.000 15.000.000
6.750.000 15.000.000
6.750.000 15.000.000
6.750.000 15.000.000
14.722.650 32.717.000
10
9.000.000 20.000.000
9.000.000 20.000.000
9.000.000 20.000.000
9.000.000 20.000.000
88.399.800 196.444.000
15
JUMLAH 180.151.850 384.161.000
-
-
-
-
-
9.765.000
8.955.000
8.220.000
7.552.500
6.930.000
13.888.367
7.790.000
7.160.000
6.580.000
6.030.000
54.414.988
137.285.855
4.131.900 1,00000 (4.131.900) (4.131.900)
1.167.519 0,91750 (1.167.519)
525.938 0,84150 (525.938)
482.813 0,77250 (482.813)
443.125 0,70900 (443.125)
4.394.250 0,65100 5.370.750
4.029.750 0,59700 4.925.250
3.699.000 0,54800 4.521.000
3.398.625 0,50350 4.153.875
3.118.500 0,46200 3.811.500
6.249.765 0,42450 7.638.602
3.505.500 0,38950 4.284.500
3.222.000 0,35800 3.938.000
2.961.000 0,32900 3.619.000
2.713.500 0,30150 3.316.500
24.486.745 0,27700 29.928.243
(1.272.500)
(625.000)
(625.000)
(625.000)
8.250.000
8.250.000
8.250.000
8.250.000
8.250.000
17.994.350
11.000.000
11.000.000
11.000.000
11.000.000
108.044.200
68.529.928 9,08 68.755.926 2,00 204.009.150
1,0000
0,8545
0,7305
0,6250
0,5340
0,4565
0,3900
0,3340
0,2855
0,2440
0,2090
0,1785
0,1525
0,1305
0,1120
0,0960
6,33
(4.131.900)
(1.087.351)
(456.563)
(390.625)
(333.750)
3.766.125
3.217.500
2.755.500
2.355.375
2.013.000
3.760.819
1.963.500
1.677.500
1.435.500
1.232.000
10.372.243
28.148.874 22,55
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-128
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.30. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman Melalui Program RHL untuk Jenis Kayu-kayuan Penghasil Getah 100% (Pinus dan Agatis) Per Hektar pada Kawasan Hutan Lindung: Populasi tanaman 625 Btg/Ha (dalam rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun Projek Total Biaya Total nilai produksi Nilai sekarang total produksi Nilai sekarang Faktor diskonto 9% NPV 9 % B/C rasio Laba/Arus Kas 9 % Faktor diskonto 17% NPV 17 % IRR (%)
0
1
5.432.000 -
2
927.000 -
3
307.000 -
4
307.000 -
10
11
12
13
14
307.000 -
1.440.000 4.800.000
5
1.440.000 4.800.000
6
1.440.000 4.800.000
7
1.440.000 4.800.000
8
1.440.000 4.800.000
9
3.600.000 12.000.000
3.600.000 12.000.000
3.600.000 12.000.000
3.600.000 12.000.000
3.600.000 12.000.000
8.400.000 28.000.000
15
JUMLAH 40.880.000 112.000.000
-
-
-
-
-
3.124.800
2.865.600
2.630.400
2.416.800
2.217.600
5.094.000
4.674.000
4.296.000
3.948.000
3.618.000
7.756.000
42.641.200
5.432.000 1,00000 (5.432.000)
850.523 0,91750 (850.523)
258.341 0,84150 (258.341)
237.158 0,77250 (237.158)
217.663 0,70900 (217.663)
937.440 0,65100 2.187.360
859.680 0,59700 2.005.920
789.120 0,54800 1.841.280
725.040 0,50350 1.691.760
665.280 0,46200 1.552.320
1.528.200 0,42450 3.565.800
1.402.200 0,38950 3.271.800
1.288.800 0,35800 3.007.200
1.184.400 0,32900 2.763.600
1.085.400 0,30150 2.532.600
2.326.800 0,27700 5.429.200
(5.432.000) 1,0000 (5.432.000)
(927.000) 0,8545 (792.122)
(307.000) 0,7305 (224.264)
(307.000) 0,6250 (191.875)
(307.000) 0,5340 (163.938)
3.360.000 0,4565 1.533.840
3.360.000 0,3900 1.310.400
3.360.000 0,3340 1.122.240
3.360.000 0,2855 959.280
3.360.000 0,2440 819.840
8.400.000 0,2090 1.755.600
8.400.000 0,1785 1.499.400
8.400.000 0,1525 1.281.000
8.400.000 0,1305 1.096.200
8.400.000 0,1120 940.800
19.600.000 0,0960 1.881.600
19.788.044 9,08 22.853.157 2,15 71.120.000 6,33 7.396.002 20,83
Tabel 5.31. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman untuk Jenis Kayu-kayuan 100% (Jabon) Per Hektar pada Kawasan Produksi : Populasi tanaman 625 Btg/Ha (dalam rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun Projek Total Biaya Total nilai produksi Nilai sekarang total produksi Nilai sekarang Faktor diskonto 9% NPV 9 % B/C rasio Laba/Arus Kas 9 % Faktor diskonto 17% NPV 17 % IRR (%)
0
1
5.432.000 -
2
927.000 -
3
307.000 -
4
307.000 -
5
307.000 -
23.367.488 51.927.750
6
7
8
9
307.000 -
307.000 -
307.000 -
307.000 -
171.679.500 381.510.000
10
11
12
13
14
307.000 -
307.000 -
307.000 -
307.000 -
542.592.000 1.205.760.000
15
JUMLAH 747.374.988 1.639.197.750
-
-
-
-
-
33.804.965
-
-
-
-
161.950.995
-
-
-
-
333.995.520
529.751.480
5.432.000 1,00000 (5.432.000) (5.432.000) 1,0000 (5.432.000)
850.523 0,91750 (850.523)
258.341 0,84150 (258.341)
237.158 0,77250 (237.158)
217.663 0,70900 (217.663)
15.212.234 0,65100 18.592.731
183.279 0,59700 (183.279)
168.236 0,54800 (168.236)
154.575 0,50350 (154.575)
141.834 0,46200 (141.834)
72.877.948 0,42450 89.073.047
119.577 0,38950 (119.577)
109.906 0,35800 (109.906)
101.003 0,32900 (101.003)
92.561 0,30150 (92.561)
150.297.984 0,27700 183.697.536
(927.000) 0,8545 (792.122)
(307.000) 0,7305 (224.264)
(307.000) 0,6250 (191.875)
(307.000) 0,5340 (163.938)
28.560.263 0,4565 13.037.760
(307.000) 0,3900 (119.730)
(307.000) 0,3340 (102.538)
(307.000) 0,2855 (87.649)
(307.000) 0,2440 (74.908)
209.830.500 0,2090 43.854.575
(307.000) 0,1785 (54.800)
(307.000) 0,1525 (46.818)
(307.000) 0,1305 (40.064)
(307.000) 0,1120 (34.384)
663.168.000 0,0960 63.664.128
246.454.819 9,08 283.296.661 2,15 891.822.763 6,33 113.191.375 22,32
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-129
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.32. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Silvofishery (Mangrove-Kepiting Bakau: 50%:50%) Per 2 Hektar Pola RHL Mangrove pada Kawasan Hutan Lindung (dalam rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun Projek Total Biaya Total nilai produksi Nilai sekarang total produksi Nilai sekarang Faktor diskonto 9% NPV 9 % B/C rasio Laba/Arus Kas 9 % Faktor diskonto 17% NPV 17 % IRR (%)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
12.950.800 -
40.394.000 111.090.000
38.624.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
32.232.000 111.090.000
510.984.800 1.666.350.000
-
101.925.075
93.482.235
85.817.025
78.762.810
72.319.590
66.320.730
60.877.320
55.933.815
51.323.580
47.157.705
43.269.555
39.770.220
36.548.610
33.493.635
30.771.930
897.773.835
12.950.800 1,00000 (12.950.800)
37.061.495 0,91750 64.863.580
32.502.096 0,84150 60.980.139
24.899.220 0,77250 60.917.805
22.852.488 0,70900 55.910.322
20.983.032 0,65100 51.336.558
19.242.504 0,59700 47.078.226
17.663.136 0,54800 43.214.184
16.228.812 0,50350 39.705.003
14.891.184 0,46200 36.432.396
13.682.484 0,42450 33.475.221
12.554.364 0,38950 30.715.191
11.539.056 0,35800 28.231.164
10.604.328 0,32900 25.944.282
9.717.948 0,30150 23.775.687
8.928.264 0,27700 21.843.666
(12.950.800) 1,0000 (12.950.800)
70.696.000 0,8545 60.409.732
72.466.000 0,7305 52.936.413
78.858.000 0,6250 49.286.250
78.858.000 0,5340 42.110.172
78.858.000 0,4565 35.998.677
78.858.000 0,3900 30.754.620
78.858.000 0,3340 26.338.572
78.858.000 0,2855 22.513.959
78.858.000 0,2440 19.241.352
78.858.000 0,2090 16.481.322
78.858.000 0,1785 14.076.153
78.858.000 0,1525 12.025.845
78.858.000 0,1305 10.290.969
78.858.000 0,1120 8.832.096
78.858.000 0,0960 7.570.368
286.301.211 9,08 611.472.624 3,14 1.155.365.200 6,33 395.915.700 31,69
Tabel 5.33. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Tanaman Gaharu: 100% Per 1 Hektar Pada Kawasan Hutan Produksi (dalam rupiah) No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun Proyek Total Biaya Total nilai produksi Nilai sekarang total produksi Nilai sekarang Faktor diskonto 9% NPV 9 % B/C rasio Laba/Arus Kas 9 % Faktor diskonto 17% NPV 17 % IRR (%)
0 28.100.000 28.100.000 1,00000 (28.100.000)
1 11.600.000 10.643.000 0,91750 (10.643.000)
2 11.600.000 9.761.400 0,84150 (9.761.400)
3 11.600.000 8.961.000 0,77250 (8.961.000)
4 16.266.667 11.533.067 0,70900 (11.533.067)
5 16.266.667 10.589.600 0,65100 (10.589.600)
6 16.266.667 9.711.200 0,59700 (9.711.200)
7 9.600.000 5.260.800 0,54800 (5.260.800)
8 9.600.000 4.833.600 0,50350 (4.833.600)
9 9.600.000 4.435.200 0,46200 (4.435.200)
10, 59.600.000 3.030.000.000 1.286.235.000 25.300.200 0,42450 1.260.934.800
(28.100.000) 1,0000 (28.100.000)
(11.600.000) 0,8545 (9.912.200)
(11.600.000) 0,7305 (8.473.800)
(11.600.000) 0,6250 (7.250.000)
(16.266.667) 0,5340 (8.686.400)
(16.266.667) 0,4565 (7.425.733)
(16.266.667) 0,3900 (6.344.000)
(9.600.000) 0,3340 (3.206.400)
(9.600.000) 0,2855 (2.740.800)
(9.600.000) 0,2440 (2.342.400)
2.970.400.000 0,2090 620.813.600
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
Jumlah 200.100.000 3.030.000.000 1.286.235.000 129.129.067 7,43 1.157.105.933 9,96 2.829.900.000 5,66 536.331.867 23,91
V-130
JUMLAH
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.34. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Tanaman Karet: 100% Per 1 Hektar pada Kawasan Hutan Produksi (dalam rupiah) No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun Proyek Total Biaya Total nilai produksi Nilai sekarang total produksi Nilai sekarang Faktor diskonto 9% NPV 9 % B/C rasio Laba/Arus Kas 9 % Faktor diskonto 17% NPV 17 % IRR (%)
0 10.164.350 -
1 803.750 -
2 723.750 -
3 723.750 -
4 723.750 -
5 6.847.000 26.128.000
6 6.847.000 34.960.000
7 6.847.000 34.960.000
8 6.847.000 43.792.000
9 6.847.000 43.792.000
10, 6.847.000 55.200.000
11 6.847.000 55.200.000
12 6.847.000 55.200.000
13 6.847.000 55.200.000
14 6.847.000 55.200.000
15, 6.847.000 55.200.000
Jumlah 88.456.350 514.832.000
-
-
-
-
-
17.009.328
20.871.120
19.158.080
22.049.272
20.231.904
23.432.400
21.500.400
19.761.600
18.160.800
16.642.800
15.290.400
214.108.104
10.164.350 1,00000 (10.164.350)
737.441 0,91750 (737.441)
609.036 0,84150 (609.036)
559.097 0,77250 (559.097)
513.139 0,70900 (513.139)
4.457.397 0,65100 12.551.931
4.087.659 0,59700 16.783.461
3.752.156 0,54800 15.405.924
3.447.465 0,50350 18.601.808
3.163.314 0,46200 17.068.590
2.906.552 0,42450 20.525.849
2.666.907 0,38950 18.833.494
2.451.226 0,35800 17.310.374
2.252.663 0,32900 15.908.137
2.064.371 0,30150 14.578.430
1.896.619 0,27700 13.393.781
(10.164.350) 1,0000 (10.164.350)
(803.750) 0,8545 (686.804)
(723.750) 0,7305 (528.699)
(723.750) 0,6250 (452.344)
(723.750) 0,5340 (386.483)
19.281.000 0,4565 8.801.777
28.113.000 0,3900 10.964.070
28.113.000 0,3340 9.389.742
36.945.000 0,2855 10.547.798
36.945.000 0,2440 9.014.580
48.353.000 0,2090 10.105.777
48.353.000 0,1785 8.631.011
48.353.000 0,1525 7.373.833
48.353.000 0,1305 6.310.067
48.353.000 0,1120 5.415.536
48.353.000 0,0960 4.641.888
45.729.389 9,08 168.378.715 4,68 426.375.650 6,33 78.977.397 24,07
Tabel 5.35. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Silvopastural Per 1 ekorTernak Sapi Unggul pada Kawasan Hutan Lindung Per 6 bulan, Dua Kali Per tahun (dalam rupiah) No, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tahun Proyek Total Biaya Total nilai produksi Nilai sekarang total produksi Nilai sekarang Faktor diskonto 9% NPV 9 % B/C rasio Laba/Arus Kas 9 % Faktor diskonto 17% NPV 17 % IRR (%)
0 11.463.000 -
1 18.759.333 24.464.000
2 18.759.333 24.464.000
3 18.759.333 24.464.000
4 18.759.333 24.464.000
5 18.759.333 24.464.000
6 18.759.333 24.464.000
7 18.759.333 24.464.000
8 18.759.333 24.464.000
9 18.759.333 24.464.000
10, 18.759.333 24.464.000
Jumlah 199.056.333 244.640.000
-
22.445.720
20.586.456
18.898.440
17.344.976
15.926.064
14.605.008
13.406.272
12.317.624
11.302.368
10.384.968
157.217.896
11.463.000 1,00000 (11.463.000)
17.211.688 0,91750 5.234.032
15.785.979 0,84150 4.800.477
14.491.585 0,77250 4.406.855
13.300.367 0,70900 4.044.609
12.212.326 0,65100 3.713.738
11.199.322 0,59700 3.405.686
10.280.115 0,54800 3.126.157
9.445.324 0,50350 2.872.300
8.666.812 0,46200 2.635.556
7.963.337 0,42450 2.421.631
(11.463.000) 1,0000 (11.463.000)
5.704.667 0,8545 4.874.638
5.704.667 0,7305 4.167.259
5.704.667 0,6250 3.565.417
5.704.667 0,5340 3.046.292
5.704.667 0,4565 2.604.180
5.704.667 0,3900 2.224.820
5.704.667 0,3340 1.905.359
5.704.667 0,2855 1.628.682
5.704.667 0,2440 1.391.939
5.704.667 0,2090 1.192.275
132.019.856 7,43 25.198.040 1,19 45.583.667 5,66 15.137.861 29,04
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
V-131
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Tabel 5.36. Cash Flow Analisis Kelayakan Finansial KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode Tahun 2014-2023 (x Rp 1.000) No.
Tahun Proyek/Kegiatan
(x Rp.1000) Tahun 2014
Tahun 2015
Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019
Tahun 2020
Tahun 2021
Tahun 2022
Tahun 2023
Jumlah
1
Total Biaya
735.120,00
17.620.131,00
26.817.803,75
28.353.823,92
29.818.789,42
45.400.516,25
49.789.137,86
50.436.091,54
51.038.307,44
51.157.170,18
351.166.891,37
2
Total nilai produksi
-
4.042.640,00
59.845.927,00
64.367.422,86
75.407.018,62
87.103.256,69
124.300.372,52
134.736.468,04
192.444.352,38
2.369.037.412,24
3.111.284.870,34
3
Nilai sekarang total produksi
-
3.709.122,20
50.360.347,57
49.723.834,16
53.463.576,20
56.704.220,10
74.207.322,39
73.835.584,48
96.895.731,42
1.094.495.284,45
1.553.395.022,99
4
Nilai sekarang
735.120,00
16.166.470,19
22.567.181,86
21.903.328,98
21.141.521,70
29.555.736,08
29.724.115,30
27.638.978,16
25.697.787,80
23.634.612,62
218.764.852,70
5
Faktor diskonto 9%
1,00000
0,91750
0,84150
0,77250
0,70900
0,65100
0,59700
0,54800
0,50350
0,46200
7,00
6
NPV 9 %
(735.120,00)
(12.457.347,99)
27.793.165,71
27.820.505,17
32.322.054,51
27.148.484,02
44.483.207,09
46.196.606,32
71.197.943,63
1.070.860.671,83
1.334.630.170,29
(735.120,00)
(13.577.491,00)
33.028.123,25
36.013.598,93
45.588.229,20
41.702.740,44
74.511.234,66
84.300.376,49
141.406.044,94
2.317.880.242,06
2.760.117.978,97
1,0000
0,8545
0,7305
0,6250
0,5340
0,4565
0,3900
0,3340
0,2855
0,2440
5,45
(735.120,00)
(11.601.966,06)
24.127.044,03
22.508.499,33
24.344.114,40
19.037.301,01
29.059.381,52
28.156.325,75
40.371.425,83
565.562.779,06
740.829.784,87
7
B/C rasio
8
Laba/Arus Kas 9 %
9
Faktor diskonto 17%
10
NPV 17 %
11
IRR (%)
7,10
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
26,98
V-132
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB VI PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Menteri Kehutanan melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan teknis atas penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan perlindungan hutan oleh KPH. Dalam hal ini, Menteri dapat menugaskan kepada Gubernur untuk melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan teknis. Dalam pelaksanaannya, Gubernur menugaskan kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Selanjutnya secara berjenjang, Kepala UPT KPHP Toili Baturube melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian di wilayahnya sesuai tugas pokok dan fungsinya. A. Pembinaan Aparat Teknis dan Aparat Terkait Pengelolaan KPH Pembinaan pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) bertujuan untuk meningkatkan pemahaman aparat serta kemampuan teknis dalam mendukung kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan perlindungan hutan oleh KPH di wilayahnya. Pembinaan antara lain, pembinaan aparat teknis KPH serta aparat desa setempat yang terkait dengan kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VI-1
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan perlindungan hutan. B. Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) bertujuan untuk meningkatkan ketertiban, ketaatan pada peraturan perundangundangan serta meningkatkan kinerja aparat serta masyarakat pelaksana kegiatan pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan perlindungan hutan. Pengawasan antara lain pengawasan fungsional oleh pusat dan daerah. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian kegiatan.
Bagi UPT KPHP Toili Baturube, pengawasan dan
pengendalian kegiatan pengelolaan hutan di wilayah kerjanya menjadi sangat penting
mengingat
dalam
pelaksanaannya
akan
melibatkan
banyak
stakeholder dalam pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, serta rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan. Karena itu, UPT KPH dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, perlu didukung standar operasi dan prosedur (SOP). Sesuai dengan blok dan petak serta rencana kegiatan pengelolaan hutan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), terdapat sebanyak 4 (empat) blok (Inti pada HL, Perlindungan pada HP, pemanfaatan pada HP dan HL
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VI-2
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
serta pemberdayaan masyarakat pada HP). Blok-blok tersebut dijabarkan ke dalam petak-petak pengelolaan hutan menjadi rencana pengelolaan hutan : 1.
Blok Inti pada Hutan Lindung terbagi ke dalam petak-petak kelola untuk tujuan perlindungan tata air, habitat satwa, serta flora dan fauna asli. Blok/petak ini bukan untuk tujuan pemanfaatan.
2.
Blok Perlindungan pada Hutan Produksi, diarahkan pada petak-petak perlindungan tata air dan habitat flora dan fauna di wilayah DAS.
3.
Blok Pemanfaatan pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi. a.
Pada kawasan Hutan Lindung dikelompokkan ke dalam 2 (dua) bentuk pemanfaatan yaitu : (a) rencana pemanfaatan/pemungutan hasil hutan bukan kayu (getah, rotan, buah, madu, sarang burung walet, tumbuhan obat), jasa lingkungan (wisata, aliran/pemanfaatan air dan karbon), dan (b) rencana pemanfaatan kawasan hutan (silvofisheri dan silvopastural).
b.
Pada Hutan Produksi dikelompokkan ke dalam bentuk pemanfaatan : (a) hasil hutan kayu pada hutan alam dan/atau restorasi ekosistem (HHK-HA/RE) sesuai petak/lokasi di wilayah tertentu serta pada Izin
Usaha
Pemanfaatan
Hasil
Hutan
Kayu
pada
Hutan
Alam/IUPHHK-HA (PT. Palopo Timber Company dan PT. Bina Balantak Raya); (b) hasil hutan kayu pada hutan tanaman (HHK-HT) sesuai petak/lokasi di wilayah tertentu, dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri/IUPHHK-HTI (PT. Berkat Hutan Pusaka dan PT. Wana Rindang Lestari). Selain itu,
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VI-3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
juga terdapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK-HKm) di Desa Koyoan Kecamatan Nambo Kabupaten Banggai. 4.
Blok Pemberdayaan Masyarakat (BPM) pada Hutan Produksi meliputi ; rencana hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), dan hutan tanaman rakyat (HTR). Pada pelaksanaan program/rencana kegiatan tersebut, UPT KPHP
Toili Baturube perlu menyiapkan SOP sebagai alat kontrol internal yang dapat dirumuskan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang telah ada sesuai jenis-jenis kegiatan usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan usaha dan non-usaha pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan di wilayah KPH
yang
dinilai
penting
dirumuskan
SOP
untuk
selanjutnya
diimplementasikan pada tingkat tapak adalah : 1.
Pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung sesuai jenis kegiatan usahanya.
2.
Pelaksanaan pemanfaatan hutan yaitu : IUPHHK di HPT/HP (HA/RE, HTR, HTI, HD dan HKm), PHHBK di HL (rotan, getah damar, buah/biji, lembah madu, dan lain-lain), IUPJL di HL/HPT/HP (WA, JA/P Air, PAN/RAP karbon).
3.
Pelaksanaan rehabilitasi hutan pada LMU-terseleksi pada lahan-lahan kritis di wilayah KPH (reboisasi dan pengkayaan tanaman).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VI-4
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Selanjutnya SOP yang disusun, minimal memuat hal-hal tentang : rentang kendali unit-unit kegiatan pengelolaan/pemanfaatan hutan, tata kelola administrasi dan keuangan UPT KPHP Toili Baturube, pendidikan-pelatihanpenyuluhan-bimbingan teknis, rekruitmen dan promosi staf, koordinasi dan sinkronisasi serta sinergitas, reward dan punishment, dan lain-lain. Kaitannya dengan pembuatan SOP untuk kegiatan usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, penyusunan SOP menggunakan skala prioritas, yaitu SOP disusun berdasarkan keberadaan jenis kegiatan usaha ataupun non-usaha di wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX). Pada pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan hutan di wilayah KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX), mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada, baik yang bersifat umum, khusus, administatif dan teknis. Meningkatkan: KetertibanKetaatan-Kinerja
Pembinaan
Menekan: Penyimpangan
Ka. KPH
Kadishut
Pengendalian
Pengawasan
Aparat+ Pelaku usaha
Gubernur
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Gambar 6.1. Model Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VI-5
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB VII PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Prinsip Pemantauan dan Evaluasi Sesuai dengan rencana kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang KPHP Model Toili Baturube (Bab V), selanjutnya disusun rencana pemantauan, evaluasi dan pelaporan pengelolaan KPH. Ketiga unsur tersebut merupakan proses dalam pengukuran/penilaian kinerja KPH. Karena itu, dalam pengukuran/penilaian kinerja, perlu digunakan prinsip akuntabilitas, transparansi, efektivitas, efisiensi, dan kesederhanaan/kemudahan. Akuntabel apabila hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Transparan apabila dapat diakses, dimengerti, dan dipantau oleh para pihak yang berkepentingan. Efektif apabila hasilnya mampu memperoleh pembelajaran dan memberikan rekomendasi perbaikan pengelolaan hutan. Efisien apabila korbanan sumberdaya (dana, SDM, sapras) dapat diminimalkan tanpa mengorbankan efektifitas penilaian. Sederhana/mudah apabila dilakukan dengan cara yang mudah namun akurat. Pada pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi dikaitkan dengan aspek aktor (pelaku), prosedur, orientasi, kepuasan dan sifat. Memperhatikan kondisi KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) periode sepuluh tahun ke depan seperti kondisi kawasan, sosial kemasyarakatan, dan sumberdaya, maka yang digunakan merupakan perpaduan antara konvensional dan partisipatif. monitoring dan evaluasi bagi KPH ini ditempuh dengan cara: 1.
Aktor (pelaku) oleh pihak ketiga.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-1
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
2.
Prosedur ditetapkan bersama dengan mengacu pada kriteria dan indikator yang sudah ditetapkan.
3.
Orientasi pada efisiensi penggunaan input dengan prinsip tidak mencari kesalahan melainkan untuk memperoleh informasi, serta berorientasi pemberdayaan, transparansi dan objektif.
4.
Kepuasan ada pada penilai dan yang dinilai dengan harapan memuaskan semua piha terkait.
5.
Sifat penilaian kinerja dipadukan antara tujuan dan proses.
B. Pengukuran/Penilaian Kinerja KPH Kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pengelolaan atau pelaksanaan kegiatan KPH sebagai suatu proses dalam dalam pengukuran/ penilaian kinerja KPH dibutuhkan kriteria dan standar kinerja, dan sistem penilaian kinerja. Dalam penilaian kinerja meliputi sistem penilaian, pelaku (aktor) penilaian, tahapan penilaian serta capaian dan intervensi. Pengukuran/penilaian kinerja KPH dilaksanakan oleh pengelola KPH secara internal dan oleh tim penilai independen secara eksternal. Karena itu, dalam pengukuran/penilaian kinerja KPH diperlukan kriteria dan indikator, mekanisme penilaian dan penjaminan mutu pengelolaan KPH. Untuk memudahkan pengukuran/penilaian kinerja, UPT. KPHP Toili Baturube perlu menyusun
standar
operating
and
procedur
(SOP)
dengan
tetap
mengakomodir kriteria dan standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan serta melakukan penyesuaian kondisi dan potensi yang dimiliki oleh KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-2
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
1.
Kriteria dan Indikator/SOP KPHP Model Toili Baturube Secara umum, kriteria dan indikator KPH telah ditetapkan oleh
Kementerian Kehutanan yang meliputi : (1) kemantapan kawasan, (2) tata hutan, (3) rencana kelola, (4) kapasitas organisasi, (5) hubungan antar strata pemerintahan dan regulasi, (6) mekanisme investasi, (7) ketersediaan akses dan hak masyarakat, dan (8) mekanisme penyelesaian sengketa kehutanan. Dalam implementasinya sesuai kondisi KPH, diperlukan ada SOP tersendiri yang dimiliki KPH sebagai dasar dalam pelaksanaan penjaminan mutu KPH, antara lain : a.
SOP Kemantapan Kawasan : Memuat dasar hukum yang kuat dan benar mengenai tata batas dan penataan hutannya; pengalokasian ruang untuk setiap pemanfaatan; kawasan bebas dari sengketa kehutanan (dengan kementerian lain dan dengan masyarakat); terdapat struktur organisasi berdasarkan penguasaan areal.
b.
SOP Tata Hutan : Memuat pelaksanaan penyiapan areal kerja (inventarisasi, tata batas dan penataan blok); pelaksanaan pembagian areal kerja sesuai fungsi hutannya pada tingkat tapak.
c.
SOP Rencana Kelola : Memuat ketersediaan dokumen rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan pendek KPH; dokumen rencana pemanfaatan hutan sesuai peruntukkan; dokumen program kerja rehabilitasi, reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam.
d.
SOP Kapasitas Organisasi : Memuat ketersediaan SDM yang memiliki keterampilan dan keahlian yang memadai di seluruh bidang kegiatan (tata
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
hutan, pemanfaatan, rehabilitasi, konservasi dan perlindungan hutan; memiliki sistem perencanaan dan pengelolaan yang memadai. e.
SOP Hubungan Pemerintahan dan Regulasi : Memuat keterjalinan koordinasi yang baik dalam alokasi penggunaan kawasan hutan; pemanfaatan sumberdaya hutan; alokasi dana rehabilitasi, konservasi dan perlindungan kawasan hutan; tersedianya peraturan-peraturan daerah yang mendorong keberadaan dan keberlanjutan KPH.
f.
SOP Mekanisme Investasi : Memuat penataan hutan yang memberikan ruang bagi berbagai jenis investasi yang tepat dan sesuai; terbangunnya mekanisme investasi bagi investor untuk memanfaatkan sumberdaya; tersedianya sistem sharing biaya-manfaat dalam pengelolaan hutan; memiliki program investasi dalam pengelolaan hutan yang dapat menjamin keberadaan dan keberlanjutan investasi yang ditanamkan.
g.
SOP Mekanisme Hak dan Akses : Memuat tersedianya ruang kelola bagi masyarakat secara jelas; tersedianya akses masyarakat dalam memperoleh hasil; terlibatnya masyarakat secara aktif dalam kegiatan rehabilitasi dan konservasi hutan; tersedianya sistem pemantauan dan pengendalian yang bersifat akuntabel dan transparan.
h.
SOP Mekanisme Penyelesaian Sengketa Kehutanan : Memuat uraian kesiapan
KPH
penyelesaiannya;
dalam
mengantisipasi
tersedianya
SDM
sengketa dan
kehutanan
perangkatnya
dan dalam
menyelesaikan sengketa kehutanan dengan pihak lain.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-4
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Selanjutnya kriteria dan indikator bagi Pemerintah Provinsi/ Kabupaten dalam mendukung pembangunan KPH, meliputi : (1) sistem pengurusan hutan, (2) dukungan regulasi, (3) internalisasi program pembangunan KPH, (4). mobilisasi sumberdaya, dan (5) percepatan berjalannya fungsi kawasan produksi. Implementasi terhadap kriteria dan indikator pengukuran kinerja KPH pada masing-masing jenis kegiatan, mengacu pada SOP KPH serta peraturan perundang-undangan, yang bersifat umum, khusus, administratif dan teknis. 2. Sistem Penilaian Kinerja KPH Dalam mencapai efektivitas dan efisiensi organisasi tidak terlepas dari adanya input, proses, output dan outcomes dari kegiatan pengelolaan hutan. Karena itu, tujuan pembangunan KPH merupakan suatu kesatuan sistem tujuan seperti pada gambar 7.1 di bawah ini. Input
Proses
Kawasan Hutan, Peta, Metode, SDM, Dana, Peraturan Perundangundangan, Teknologi
Koordinasi-sinkronisasi RTRW; sistem kelembagaan; mutu/kemampuan/skill rencana kelola hutan; kemampuan penataan hutan; perbaikan sistem evaluasi dan penilaian; perbaikan sistem RH, pemanfaatan hutan; konservasi; perlindungan hutan; peningkatan akuntabilitas dan transparansi kelola hutan
Output
Tata hutan terlaksana baik;hutan dimanfaatkan baik; RH meningkat; konservasi dilakukan dengan baik; perlindungan hutan meningkat; struktur organisasi pengelola KPH mantap; efisiensi kelola hutan dan pengguaan dana.
Outcome
Tata hutan; pemanfaatan; RH; perlindungan hutan dilaksanakan sesuai tipologi KPH.
Tujuan
KPH mampu melaksana-kan tupoksi-nya secara efektif dan efisien.
Tipologi KPH Toili Baturube adalah tipologi 2 (telah terbentuk dan memiliki potensi sumberdaya cukup.
Gambar 7.1. Sistem Tujuan Pembangunan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-5
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
3.
Mekanisme Penilaian KPH Mekanisme penilaian KPH dapat dilakukan sesuai Gambar 7.2 di
bawah ini.
PERANGKAT PERANGKAT K&I K&I
PROGRAM PENGUATAN
Independen
LAPANGAN
4 DINAS DINAS
3
TIM PENILAI
2 KPH KPH
DEPDAGRI, DEPDAGRI, DEPHUT, DEPHUT, PEMPROV PEMPROV PEMKAB PEMKAB
DOKUMEN
1
5 INTERVENSI INTERVENSI DAN DAN INSENTIF INSENTIF
MASYARAKAT MASYARAKATLUAS LUAS LEMBAGA LEMBAGALAIN LAIN Hariadi Kartodihardjo Jakarta, 20 September 2012
Gambar 7.2. Mekanisme Penilaian Kinerja KPH Pada Gambar 7.2, UPT KPHP Toili Baturube dapat mengukur kinerjanya secara internal, demikian pula tim penilai independen KPH dapat melakukan penilaian kinerja KPH sesuai arahan Hariadi Kartodihardjo (2012). Selanjutnya nomor urut menyatakan tahapan proses penilaian dengan uraian : a.
Nomor 1 : Mengkaji kecukupan persyaratan dan proses yang diharuskan dalam pembangunan KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-6
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
b.
Nomor 2 : Mengaji kepatuhan/keaktifan persyaratan dan proses yang dilakukan dalam pembangunan KPH.
c.
Nomor 3 : Mengkaji dan menilai seberapa baik sasaran/target rencana proses pembangunan KPH yang telah terpenuhi.
d.
Nomor 4 : Mengkaji keberadaan penyimpangan persyaratan, sasaran dan proses pembangunan KPH. Mekanisme penilaian seperti Gambar 7.2 cukup jelas menggambarkan
bahwa dalam implementasinya, pihak KPH dengan dokumen rencana pengelolaan KPH jangka panjang yang dimilikinya menjadi acuan tim penilai dalam mengukur kinerjanya. 4.
Tahapan Penilaian KPHP Model Toili Baturube Rentang waktu proses pembangunan KPH mulai dari penetapan unit
KPH oleh Menteri Kehutanan sampai dengan terbangunnya kapasitas dan kapabilitas KPH yang diharapkan. KPHP Model Toili Baturube yang direncanakan terbentuk kelembagaannya tahun 2013 melalui Peraturan Gubernur, sejak itu, KPH ini memiliki kapasitas sebagai lembaga UPT di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Mulai tahun 2019 diharapkan KPH ini memiliki kapabilitasnya sendiri sebagai lembaga usaha pemerintah daerah yang mandiri di bidang kehutanan. Dengan demikian penilaian pembangunan KPH ini terdiri atas : a.
Tahap awal penilaian kinerja KPH direncanakan akhir tahun 2017, dengan pertimbangan bahwa pada 2018 KPH ini berada pada masa
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-7
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
transisi yaitu masa dimana KPH mulai mempersiapkan diri menjadi PPKBLUD. b.
Tahap pertengahan penilaian pembangunan KPH yaitu penilaian kinerja pembangunan KPH direncanakan pada akhir tahun 2019, yang mana pada saat itu KPH ini telah mengimplementasikan PPK-BLUD selama satu tahun secara penuh. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memberi koreksi dan masukan atas kendala yang dihadapi serta melakukan perbaikan sistem yang dianggap perlu. Sehingga mulai tahun 2020 diharapkan KPH ini memiliki kapabilitas yang diharapkan yaitu sebagai KPH yang mandiri dan mampu secara penuh membiayai dirinya.
c.
Tahap akhir penilaian kinerja periode 10 tahun I direncanakan akhir tahun 2023. Setelah 4 tahun KPH ini mandiri diharapkan menjadi KPH yang lebih mantap dalam pengelolaan hutan lestari yang mampu menyeimbangkan antara aspek ekologis-ekonomi-sosial budaya.
5.
Capaian dan Intervensi Capaian atau kinerja pembangunan KPH menyatakan tingkat
pemenuhan KPH terhadap kriteria proses pembangunan yang telah ditetapkan. Capaian ini juga menunjukkan tingkat keberhasilan KPH dalam melaksanakan tupoksinya. Adapun intervensi adalah bukan merupakan sanksi, melainkan masukan sumberdaya dan insentif kepada KPH tertentu agar dapat mencapai kondisi yang diinginkan. Capaian-capaian tersebut meliputi empat tingkatan yaitu capaian I s/d capaian IV (kondisi ideal KPH). Untuk jelasnya disajikan pada Gambar 7.3 di bawah ini.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-8
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang ((RPHJP)
Hariadi Kartodihardjo Jakarta, 20 September 2012
Gambar 7.3. Capaian Pembangunan KPH dan Tingkatan Intervensi yang diperlukan
Pada Gambar 7. 7.3, KPHP Toili Baturube masih berada pada capaian I. Selanjutnya masing-masing masing capaian diuraikan sebagai berikut : a.
Capaian I : Kondisi KPH belum mampu melaksanakan proses pembangunan yang semestinya atau dengan kata lain baru mencapai ± 25% kriteria proses pembangunan KPH telah terpenuhi.
b.
Capaian II : Kondisi KPH baru mampu melaksanakan sebagian dari proses ses pembangunan yang seme semestinya atau dengan kata lain baru mencapai ± 50% kriteria proses pembangunan KPH telah terpenuhi.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-9
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
c.
Capaian III : Kondisi KPH telah mampu melaksanakan ± 75% kriteria proses pembangunan KPH telah terpenuhi.
d.
Capaian IV : Kondisi ideal KPH, yaitu KPH mampu melaksanakan proses pembangunan yang semestinya, dengan kata lain hampir semua kriteria proses pembangunan KPH telah terpenuhi (hampir 100%).
6.
Penjaminan Mutu KPH Dari hasil pengukuran/penilaian kinerja KPH sampai dengan
pengukuran capaian-capaian pengelolaan hutan di wilayah kerja KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dibutuhkan alat pengontrol kualitas dalam bentuk domumen jaminan mutu. Dokumen penjaminan mutu tersebut memuat standar operasi pelaksanaan (SOP) setiap kegiatan yang dilaksanakan, baik administrastif maupun teknis lapangan. SOP ini telah diuraikan pada Sub Bab sebelumnya yaitu minimal sebanyak 8 (delapan) standar mutu. Pelaksanaan penilaian mutu KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dilaksanakan setiap akhir tahun berjalan. Tujuannya untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor kendala (internal) dan faktor tantangan (eksternal) yang dihadapi KPH. Atas hasil kendala dan tantangan tersebut dianalisis untuk mencari upaya-upaya penyelesaiannya. Pelaksanaan penjaminan mutu disarankan dimulai tahun 2016 (penyiapan SOP) dan implementasinya dimulai tahun 2017. C. Rencana Pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pemantauan (Monitoring) dan evaluasi adalah merupakan rangkaian kegiatan pengendalian program. Kegiatan monitoring dilakukan untuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-10
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
memperoleh data dan informasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam yang dilakukan secara periodik. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan berbasis pada kegiatan yang dikerjakan, yang dilakukan setiap tahun. Dalam menentukan rencana pelaksanaan kegiatan pemantauan (monitoring) dan evaluasi, yang perlu ditetapkan adalah : 1.
Tim / pelaksana monitoring dan evaluasi;
2.
Waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi;
3.
Sasaran monitoring dan evaluasi;
4.
Metode monitoring dan evaluasi yang akan diterapkan;
5.
Pelaporan hasil monitoring dan evaluasi. Unsur-unsur
yang
di-monitoring
meliputi
kemajuan
atau
perkembangan fisik pekerjaaan, seperti : 1.
Untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam/restorasi sebelum tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya : (1) Tata Batas dan Pemblokan Areal, (2) Pembinaan Hutan, (3) Tenaga Kerja, (4) Perlindungan dan Pengamanan Hutan, (5) Kelola Sosial, (6) Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan, (7) Penelitian dan Pengembangan. Setelah tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya : (1) Tata Batas dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-11
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Pemblokan Areal, (2) Sistem Silvikultur, (3) Penggunaan dan Penjualan, (3) Tenaga Kerja, (4) Perlindungan dan Pengamanan Hutan, (5) Kelola Sosial, (6) Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan, (7) Penelitian dan Pengembangan. serta masalah yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan untuk
dijadikan
bahan
masukan
dalam
merumuskan
upaya
pemecahannya. Monitoring kegiatan pada hutan alam (HHK-HA) relatif sama dengan kegiatan pada hutan alam hasil restorasi (HHK-RE). Jika pada kegiatan pemanfaatan HHK-RE dilakukan restorasi atau perbaikan tegakan sebelum penebangan selama ± 2 tahun maka pada HHK-HA tidak ada restorasi. 2.
Untuk kegiatan hutan tanaman (HTR, HT/HTI, HTUL, HD, HKm) : penataan batas areal kerja, fisik tanaman, perlindungan dan pengamanan, pemanenan, dll. serta masalah yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan untuk
dijadikan
bahan
masukan
dalam
merumuskan
upaya
pemecahannya. 3.
Untuk kegiatan rehabilitasi hutan (RH) : fisik tanaman, bangunan konservasi tanah, sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan hutan tanaman RH serta masalah yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan untuk
dijadikan
bahan
masukan
dalam
merumuskan
upaya
pemecahannya. 4.
Untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan alam serta jasa lingkungan : fisik kegiatan, sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan, serta masalah yang timbul dalam pelaksanaan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-12
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
kegiatan untuk dijadikan bahan masukan dalam merumuskan upaya pemecahannya. 5.
Untuk kegiatan pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu : fisik kegiatan, sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan, serta masalah yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan untuk dijadikan bahan masukan dalam merumuskan upaya pemecahannya. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan pemantauan adalah kegiatan
evaluasi pengelolaan KPH berdasarkan jenis-jenis rencana kegiatannya. Evaluasi merupakan proses untuk menilai hasil akhir suatu tahapan kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta untuk memberikan masukan dalam penyempurnaan rencana kegiatan di masa mendatang. Evaluasi program/kegiatan mencakup evaluasi keluaran (output), hasil (outcome) dan dampak (impact). Evaluasi keluaran (output) kegiatan dilakukan dengan sasaran kegiatan tahun berjalan serta pemeliharaan. Untuk contoh, pada kegiatan hutan tanaman dan/atau rehabilitasi hutan (RH) meliputi : 1.
Penilaian tanaman (hutan tanaman dan RH) : kesesuaian dengan rancangan teknis, luas tanaman, jumlah dan jenis tanaman, prosentase tumbuh tanaman sehat dan keberhasilan.
2.
Penilaian bangunan konservasi tanah (khusus RH) : kesesuaian dengan rancangan teknis, jumlah bangunan, kondisi (baik/rusak), fungsi bangunan (berfungsi/kurang berfungsi/tidak berfungsi).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-13
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Evaluasi hasil (outcome) kegiatan : Untuk contoh, pada kegiatan rehabilitasi hutan misalnya, dilakukan dengan sasaran suatu UTP RH dengan indikator tata air dan sosial-ekonomi-budaya masyarakat. Indikator meliputi : erosi, sedimentasi, limpasan (run-off), pendapatan (income) masyarakat, dinamika kelembagaan dan lain sebagainya. Evaluasi dampak (impact) kegiatan pada kegiatan RH misalnya, dilakukan dengan sasaran pada UTP RH yang bersangkutan dan wilayah di sekitarnya. Evaluasi kegiatan pengelolaan KPH, termasuk jenis-jenis kegiatan yang ada di wilayahnya dilaksanakan sesuai ketentuan yang diatur oleh masing-masing Direktur Jenderal lingkup kementerian kehutanan berdasarkan jenis kegiatannya. Pelaporan kegiatan pengelolaan KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) dilaksanakan sesuai kebutuhan kegiatan masing-masing jenis usaha dan non-usaha di wilayah KPH. Namun demikian bagi UPT KPHP Toili Baturube perlu melaporkan aktivitas pengelolaan hutannya sesuai tupoksinya secara periodik (bulanan, triwulan, enam bulanan/semester, satu tahunan).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VII-14
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
BAB VIII PENUTUP Hutan dan kawasan hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Untuk itu hutan harus dikelola secara berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia. Dalam rangka pengelolaan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, pada prinsipnya kawasan hutan perlu dikelola dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya yaitu fungsi lindung dan produksi. Namun demikian, kondisi hutan belakangan ini cukup memprihatinkan yang ditandai dengan meningkatnya laju degradasi hutan, kurang berkembangnya
investasi
di
bidang
kehutanan,
rendahnya
kemajuan
pembangunan hutan tanaman, kurang terkendalinya illegal logging dan illegal mining, merosotnya perekonomian masyarakat sekitar hutan, meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik, sehingga perlu dilakukan upayaupaya strategis dalam pengelolaan hutan. Upaya-upaya strategis dapat ditempuh dengan cara meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan hutan untuk menjaga kelestariannya. Selain itu, juga diperlukan tata kelola yang baik sesuai perkembangan dan kemajuan bangsa. Suatu langkah maju yang telah dicapai Kementerian Kehutanan saat ini
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VIII-1
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
adalah dengan diselenggarakannya kesatuan pengelolaan pengelolaan hutan (KPH). KPH sebagai manajemen kelola hutan pada tingkat tapak diharapkan mampu melakukan pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukkan hutannya secara efisien dan lestari. Karena itu, setiap KPH yang diberi tugas untuk mengelola hutan, memiliki tugas pokok dan fungsi selaku penata hutan, perencana kelola hutan, pemanfaat hutan, pelindung dan pengaman hutan di wilayah kerjanya. Disamping itu, KPH juga memiliki tugas-tugas strategis pada tingkat manajemen tapak sebagai motivator, fasilitator dan katalisator. Sebagai motivator, Pengelola KPH memiliki tugas dalam memberikan dorongan kepada masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan hutan secara legal dan memotivasi kelompok-kelompok usaha kehutanan untuk berinvestasi di wilayah kerjanya. Sebagai fasilitator, bertugas dalam penyediaan fasilitas bagi setiap pelaku kegiatan atau usaha kehutanan di wilayah kerjanya. Sebagai katalisator, betugas dalam proses percepatan terjadinya perubahan pengelolaan hutan ke arah yang lebih baik. Unit Pengelola KPH dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya selaku manajer kehutanan di tingkat tapak, perlu didukung kapasitas SDM, sarana dan prasarana kerja dan pendanaan yang memadai. Disamping itu, setiap kegiatan kehutanan yang diusahakan harus sesuai kondisi dan potensi hutan yang ada. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut dibutuhkan perencanaan yang baik. Karena itu, KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) melakukan perencanaan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VIII-2
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
pengelolaan hutan jangka panjang (RPHJP) sebagai perangkat untuk mengarahkan setiap kegiatan pengelolaan hutan yang akan dilakukan di wilayah kerjanya. RPHJP KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) Periode 2014-2023, secara garis besar memuat rencana kegiatan kehutanan berupa : (a) rencana pemantapan pemanfaatan kawasan hutan (pemantapan batas kelola, penuntasan konfliks pemanfaatan lahan/hasil hutan, dan pemantapan perolehan hasil usaha), (b) rencana perlindungan dan pengamanan hutan serta konservasi alam (flora dan fauna), (c) rencana pembiayaan dan investasi, (d) rencana pengembangan fasilitas kerja perkantoran dan lapangan. Disamping itu, juga tersedia rencana-rencana pembinaan, pengawasan dan pengendalian, serta rencana pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Memperhatikan perkembangan kondisi yang terjadi di wilayah kerja KPHP Model Toili Batuture (Unit XIX) saat ini, seperti aktifitas illegal pemanfaatan kawasan hutan, seiring dengan perkembangan waktu akan berdampak negatif bagi eksistensi kawasan hutan dan potensinya. Karena itu, RPHJP ini perlu segera di sosialisasikan kepada publik dan memperoleh pengesahan dari Kementerian Kehutanan agar dapat difungsikan sebagai alat ukur bagi kinerja KPH. Keberadaan RPHJP juga berfungsi sebagai acuan bagi rencanarencana turunannya seperti rencana tahunan dan rencana kegiatan teknis lainnya. RPHJP KPHP Model Toili Baturube (Unit XIX) tentunya memiliki keterbatasan dalam mengungkap setiap perkembangan dinamika sosial dan politik, prediksi terjadinya bencana alam, dan kebijakan pemerintah yang seringkali berubah begitu cepat. Karena itu, RPHJP yang berdurasi sepuluh
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VIII-3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
tahunan ini tentunya belum sempurna. Berdasarkan hal tersebut dan sesuai petunjuk teknis RPHJP KPH, dalam dokumen perencanaan ini, juga disediakan ruang waktu untuk melakukan sinkronisasi program kegiatan untuk menyikapi setiap perubahan yang mungkin terjadi yaitu dalam bentuk review rencana pengelolaan hutan minimal lima tahun sekali. Hal-hal yang terkait dengan aspek lahan kawasan hutan, juga disediakan rencana berupa rasionalisasi wilayah kelola KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Toili Baturube (Unit XIX)
VIII-4