BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan ysng paling indah
dan tinggi derajatnya. Mereka diciptakan untuk menjadi
kha-
lifah atau pemimpin di permukaan bumi bahkan di seluruh alam
ciptaan Tuhan. Untuk dapat mencapai derajat manusia yang pa
ling
indah dan paling tinggi itu maka setiap individu
lahir
ke
dunia
memerlukan
pengasuhan,
yang
pembinaan
dan
pengembangan melalui upaya-upaya pendidikan sehingga segenap potensi
yang
dibawanya sejak lahir itu
berkembang
secara
optimal.
Di
negara kita Republik Indonesia tercinta ini
pengasuhan,
pembinaan, dan pengembangan melalui
tugas
pendidikan
tersebut tercermin dalam TAP MPR No. II/MPR/ 1993 yaitu pada Garis-garis Besar Haluan Negara 1993 sebagai berikut :
Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkeperibadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Dalam
rangka mengembangkan potensi individu
optimal tersebut, layanan bimbingan dan konseling
bagian
yang
pendidikan
tidak
terpisahkan
dalam
secara
merupakan
keseluruhan
khususnya di lembaga-lembaga sekolah mulai
upaya dari
tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Tuntutan akan perlunya
pendidikan
layanan
telah
bimbingan
dan
konseling
banyak dikemukakan
oleh
dalam
beberapa
sistem
ahli.
Dchman Natawidjaja (1990:16) menyatakan sebagai berikut:
Bimbingan dan konseling memiliki fungsi dan posisi kunci dalam pendidikan di sekolah yaitu sebagai pendamping fungsi utama sekolah dalam bidang pengajaran dan perkembangan intelektual siswa menangani ihwal sisi sosial pribadi siswa.
Lebih etapa
lanjut
MD.
Dahlan
(1988:26-27)
pentingnya pelayanan bimbingan dan
dalam
mengemukakan
konseling
dalam
istem pendidikan. Beliau mengungkapkan hal tersebut sebagai erikut.
...bimbingan
Ilmu
Mendidik....
penyuluhan selalu merupakan
ilmu
pendidikan
dan
momen
bimbingan
penyuluhan sebagai hal-hal yang esensial untuk
umat
manusia masa kini dan masa mendatang. Dalam kerangka pemikiran itulah dapat ditandaskan betapa disiplin
ilmu mendidik dan bimbingan dan penyuluhan tempat
yang
bukan saja wajar, akan
mendapat
tetapi
bahkan
esensial dalam pendidikan.
Sebenarnya jauh sebelum kedua ahli di atas
mengemuka-
an bagaimana peranan bimbingan dan konseling dalam
endidikan, akan
Mortensen dan Schmuller (1964:7)
telah
bahwa ada tiga bidang kegiatan proses
ingkungan
idang
persekolahan
yang saling kait
konteks
menya-
pendidikan
mengait.
itu adalah : (1) bidang administrasi dan
di
Ketiga
supervisi;
ang wujud nyatanya dalam bentuk penyelenggaraan dan
penge-
olaan
kepala
administrasi
ekolah, 2)
dan supervisi di sekolah
oleh
guru, pegawai, dan pihak-pihak lain yang
bidang
enggaraan
kurikuler; yang wujud nyatanya mata-mata pelajaran, dan (3)
terkait,
melalui
bidang
bimbingan;
ang wujud nyatanya berupa pemberian layanan bantuan
iswa-siswa
enyataan
dengan memperhatikan berbagai
penyekepada
kemungkinan
tentang adanya masalah, baik di dalam dua
dan
bidang
egiatan pendidikan di atas atau masalah lain di luar bi-
dang
tersebut. Bahkan Belkin (1975:437) mengemukakan tiga
sumbangan
pelayanan
bimbingan dan konseling
itu
upaya
pendidikan di sekolah. Ketiga sumbangan
sudkan
adalah
a.
terhadap
yang
dimak
:
Memberi kesempatan dalam memperkaya dan
me-
numbuhkan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan kemampuannya secara penuh. b.
Menyajikan intervensi dengan kekuatan
peutik sehingga dapat dan kekuatan-kekuatan
tera-
mengatasi gangguan-gangguan yang melawan produktifitas
serta yang menghambat pendidikan
c. Menyediakan suatu pelayanan kelompok bagi guru-guru, siswa-siswa, dan para administrator yang di dalamnya termasuk kegiatan penilaian, pemberian informasi, referal, dan sebagainya.
Dalam sistem pendidikan di negara kita pelayanan
bim
dan konseling yang bersifat terpadu ke dalam
sistem
bingan
pendidikan
lebih
tersebut telah dirintis dan dikembangkan
dari tiga dasawarsa terakhir ini (Prayitno,
selama
1990:1).
Usaha-usaha yang bersifat rintisan telah dimulai sejak tahun 1960-an,
sewaktu
didirikannya
jurusan
BP
di
FKIP-UNPAD
Bandung, yang kemudian diikuti oleh gerakan memasukkan prog ram
layanan
jenjang
bimbingan
dan
konseling
ke
sekolah-sekolah
SMA. Selanjutnya usaha yang bersifat
rintisan
itu
secara lebih gencar dikembang kan melalui dimasukkannya
pe
layanan bimbingan dan konseling ke dalam kurikulum 1975
dan
kurikulum 1984.
bimbingan yang
dan
Pada dua jenis kurikulum tersebut,
konseling telah benar-benar
layanan
menjadi
integral dengan kesemua upaya pendidikan
di
bagian sekolah,
mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah
Lan-
jutan Atas.
Pada saat sekarang keberadaan bimbingan dan konseling dalam konteks pendidikan telah dipertegas oleh kekuatan yang
bersifat
didikan
hukum.
UU No. 2 tahun 1989
tentang
Sistem
Pen
Nasional ( pasal 1 ayat 1 ) menyebutkan bahwa
pen
didikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan para didik
melalui kegiatan. bimbingan. penga.iaran
peserta
dan/atau
tihan bagi peranannya di masa datang. Upaya pendidikan
dasarkan yang
pengertian Undang-undang tersebut mencakup
amat luas dalam rangka pengembangan manusia
seutuhnya.
laber-
bidang
Indonesia
Dalam cakupannya yang amat luas itu, upaya
pen
didikan secara menyeluruh meliputi tiga bidang kegiatan yang saling
mengait, yaitu bidang bimbingan, pengajaran dan
la-
tihan. Suatu upaya pendidikan yang menyeluruh, lengkap,
dan
mantap
harus
meliputi secara terpadu
ketiga
bidang
yang
dimaksudkan.
Selanjutnya
berbagai perangkat
peraturan
pemerintah
yang mengatur pelaksanaan undang-undang tersebut, menjadikan
pelayanan bimbingan dan konseling benar-benar merupakan sua tu
tuntutan yang perlu diwujudkan dalam setiap
upaya
pen
didikan di sekolah-sekolah. Peraturan Pemerintah No.28 tahun
1990
Bab X ayat 1, 2 dan 3 mengemukakan secara
lunya
pelayanan
dikan
Dasar,
1990 soalan
bimbingan dan konseling itu
tegas untuk
sedangkan Peraturan Pemerintah No.
pada Bab dan ayat yang sama, juga
29
mengungkapkan
serupa untuk Pendidikan Menengah . Bab X dari
perPendi
tahun
perkedua
PP itu berbunyi :
(1). Bimbingan merupakan kepada siswa dalam
bantuan yang rangka upaya
pribadi, mengenal lingkungan, dan
diberikanmenemukan merencanakan
masa depart
(2). Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing
(3).
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) di atas diatur oleh Menteri.
Kekuatan hukum lain yang juga merangsang dilaksanakannya tugas pelayanan bimbingan dan konseling itu secara
man-
tap di sekolah-sekolah adalah keluarnya SK MENPAN No. 26/1989 tentang Angka Kredit Jabatan bagi Guru. Dalam SK yang di maksudkan, dinyatakan bahwa tugas mengajar setara dengan tu gas melakukan bimbingan dan penyuluhan. Meskipun di dalam SK
itu tidak dinyatakan secara tegas siapa yang berhak dan ber-
wenang
melakukan tugas bimbingan dan
penyuluhan
tersebut,
namun setidak-tidaknya memberi peluang yang cukup besar ter
hadap
terselenggaranya
proses layanan bimbingan
dan
kon
seling di sekolah-sekolah kita.
Sebagai suatu bagian yang terpadu dengan kegiatan pen
didikan,
pelayanan bimbingan dan konseling memuat
jenis-jenis pengembangan
layanan
dan
kegiatan
dalam
rangka
bingan
membantu
potensi siswa secara optimal. Jenis-jenis
yanan yang dimaksudkan adalah layanan orientasi,
diagnostik
sejumlah
kesulitan
kelompok,
belajar, pengajaran
dan layanan konseling (
la
informasi,
perbaikan,
bim
Prayitno,
1993,
Moh. Surya, 1988, dan Rochman Natawidjaja, 1984 ). Layanan konseling merupakan bentuk khusus dari
gai
layanaan bimbingan tersebut di atas. Dia
dengan yang
pelayanan
berba
juga
disebut
inti dari semua jenis
layanan
bimbingan
dimaksudkan. Sifat khusus dan inti
layanan
konseling
terletak
pada hubungan langsung tatap muka antara
konselor
dengan klien dalam rangka pemngembangan diri dan/atau entasan
masalah klien yang bersangkutan.
Begitu
peng-
khususnya
layanan
konseling
tersebut, Mortensen dan
Schmuller
(19-
84:30), dan Gibson dan Mitchel (1981:27) menyebutnya
dengan
:"....
Miller
dan otak
the heart of guidance program",
kawan-kawan dan
selanjutnya
(1978:15) menyebut konseling
jantung
hatinya
program
itu
bimbingan,
sebagai sementara
Borders dan Drury (1992:487) menyebutnya sebagai " the
sine
qua non of school counseling programs".
Ungkapan "jantung hati" terhadap layanan konseling
atas menurut penulis mengandung berbagai implikasi
di
terhadap
layanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Pertama.
layanan
konseling harus dilakukan secara
tenaga-tenaga harus
yang berkompeten. Artinya
dilakukan
lenggarakan
profesional
layanan
secara teratur, terarah
dan
secara acak atau apa adanya saja.
oleh
konseling
tidak
dise-
Tujuan
yang
ingin dicapai, kondisi dan suasana yang tercipta, dan
meto-
dologi penyelenggaraan di dalam layanan konseling itu
perlu
mengikuti (Prayitno,
aturan-aturan
yang
jelas
dan
bersifat
baku
1993:514-515).
Implikasi kejdjia dari label "jantung hati" terhadap la yanan
konseling di atas adalah bahwa apabila
selor
telah
memahami, menghayati dan
seorang
menerapkan
kon
wawasan,
pengetahuan, dan keterampilan berbagai teknik layanan
seling tersebut, maka dapat diharapkan ia akan dapat
kon
menye-
lenggarakan layanan bimbingan lainnya dengan tidak mengalami kesulitan. Keadaan ini dapat dimengerti karena layanan
kon
seling yang tuntas telah mencakup semua fungsi-fungsi yang terdapat dalam bimbingan seperti fungsi pemahaman, pence-
gahan, pemecahan, pemeliharaan, dan pengembangan
(Prayitno,
1993:515).
Tuntutan
kegiatan
akan pentingnya pelayanan konseling
yang terpadu dengan upaya pendidikan
memerlukan
di
naga
kepentingan kependidikan
bingan
dan
Konselor
telah
layanan yang dimaksudkan.
konseling tersebut
di
dengan Guru Pembimbing).
layanan
sekolah-sekolah
28 dan PP No.
adalah
29 tahun
1990
Para konselor sekolah
ini
menjalani pendidikan pada jenjang D3 dan SI pada
Ju-
bingan
dan
Konseling di Lembaga Pendidikan
didikan (IKIP,
FKIP dan STKIP).
berkenaan
dengan
Tenaga
Bim Kepen
Dalam lembaga tersebut,
reka telah belajar berbagai konsep,
teori,
layanan konseling itu khususnya
secara teoritis para konselor ini
mampu
dan terampil menyelenggarakan
sebut
kepada siswa-siswa di sekolah.
uraian-uraian di atas
me
dan teknik-teknik
dan
jenis layanan bimbingan lainnya pada umumnya.
demikian
atau
tebim
rusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Program Studi
bagai
be-
tenaganya
Salah satu
yang sangat peduli dengan
Sekolah (dalam PP No.
disebut
sekolah,
tersedianya tenaga-tenaga kependidikan yang
nar-benar dapat mencurahkan segenap perhatian dan
untuk
sebagai
ber
Dengan
harusnya
layanan konseling
Dengan
telah ter
memperhatikan
, maka dapat dikatakan bahwa
berhasil
tidaknya pelayanan bimbingan dan konseling itu di
se
kolah banyak tergantung kepada tenaga kependidikan yang
di
sebut dengan konselor sekolah tersebut.
Masalahnya sekarang adalah bahwa keberadaan para
kon
selor (sebagaimana tuntutan di atas) belum mendapat sambutan yang
menggembirakan
(Prayitno,
1989:10). Orang
tua
belum
banyak yang memahami peran layanan bimbingan dan
konseling,
guru-guru juga belum banyak mendukung kegiatan layanan
dimaksudkan,
bahkan kepala sekolah banyak
yang
yang
memberikan
makna terhadap layanan bimbingan dan konseling dalam
bentuk
penegakan disiplin kepada siswa-siswa. Persoalan ini mungkin disebabkan
oleh karena pelayanan konseling
masih
terbatas
pada pelayanan terhadap kasus-kasus yang "menonjol" saja seperti kenakalan siswa, tidak membayar SPP, mencuri, membolos
dan
sejenisnya. Lebih lanjut Prayitno (1992:8)
mensinyalir
bahwa pelayanan terhadap kasus-kasus tersebut di atas sering kali masih bersifat "negatif-antagonistic, yaitu suatu
kap yang memandang masalah-masalah yang dialami siswa
gai suatu hal yang tidak boleh ada, harus diberantas
si-
seba
dengan
segera dan jika perlu dengan kekerasan.
Berdasarkan pengamatan penulis selama menjadi
pembim
bing mahasiswa dalam melaksanakan praktek lapangan bimbingan dan konseling di berbagai SMA Kota madia Padang, dialog dengan beberapa guru, kepala sekolah dan para siswa diperoleh suatu kesan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling itu masih jauh dari apa yang diharapkan oleh warga sekolah. Kebanyakan guru masih banyak yang menganggap bahwa konselor sekolah "bernasib baik" karena mereka tidak perlu berada di sekolah selama jam sekolah, tidak perlu menyiapkan materimateri yang perlu diajarkan kepada siswa, dan memeriksa tugas-tugas yang mereka kerjakan. Mereka lebih banyak ditu-
gasi mengurus pekerjaan yang mudah-mudah saja seperti mengurus absensi, memungut SPP, atau hanya mengajar Bimbingan
Karir. Para siswa banyak yang menganggap guru BP
(konselor)
mereka sebagai orang yang perlu diwaspadai, karena salah-sa-
lah
sedikit mereka bisa mendapat sanksi, atau
gilan
surat
orang tua dari guru BP. Para siswa di sekolah
pangbanyak
yang telah terlanjur menganggap konselor sekolah sebagai sosok yang menakutkan.
Isu
tentang
ketidakandalan
konselor
sekolah
juga
bergema di tempat-tempat lain, dan dikemukakan oleh para ahli yang berkepentingan dengan profesi tersebut. Konselor se kolah tidak siap pakai (Munandir, 1986:2), konselor
sekolah
dikatakan "polisi sekolah" (Prayitno,1987:14), Kegiatan kon
selor memberikan "pelajaran bimbingan" (Rochman Natawidjaja, 1989:8), konselor sekolah sebagai petugas acministrasi,
laksana koperasi sekolah, pelaksana presensi, dan masalah
(Thohari Musnamar, 1991:5), guru
"tidur"
(Prayitno,
1991, dalam Pelita
keranjang
bimbingan 19
pe-
sedang
Nopember
1991,
halaman 5), dan Iain-lain lagi.
Dalam pada itu, berbagai temuan penelitian juga meng-
indikasikan
belum mampunya konselor
menampiikan
kemampuan
profesional mereka. Ambo Enre Abdullah (1991:5) dalam litiannya
lawesi
pene-
tentang unjuk kerja Guru BP di SMTP dan SMTA
Selatan menemukan bukti bahwa pada umumnya guru
Su
BP
(konselor) cenderung menangani siswa-siswa pembolos, mengurus absensi, dan menangani siswa-siswa yang malas membayar SPP/BP3. Mereka tampaknya lebih disibuki oleh urusan-urusan disiplin, dan terbatas dalam melakukan fungsi bimbingan dan
konseling. Studi yang dilakukan oleh Bastiah Radam (1986:72) di SMA Negeri Samarinda menunjukkan masih baurnya tata kerja
10
konselor
dengan
guru bidang
studi,
sehingga
kerahasiaan
siswa belum dapat terjamin secara utuh. M. Asrori
(1990:80)
melalui penelitiannya terhadap unjuk kerja Petugas Bimbingan dalam melaksanakan konseling menemukan bahwa unjuk kerja Pe
tugas
Bimbingan baru dapat diklasifikasikan dalam
sedang. dan pada berbagai keterampilan seperti
kategori
mengkonkrit-
kan pembicaraan, membuka konseling, merumuskan tujuan, berikan
dorongan,
konseling, dari
wawancara
dan
menutup
b_e_Inm. memiliki kemampuan yang tinggi (garis bawah
penulis).
Murad
merangkum hasil
(1992)
Begitu pula studi yang dilakukan oleh tentang tingkat unjuk
menyelenggarakan
kerja
wawancara konseling awal
Abdul
konselor
dalam
menemukan
bukti
bahwa sekalipun unjuk kerja para konselor tergolong namun
tinggi,
penampilan unjuk kerja tersebut tidak berbeda
signifikan
berasal lalui
dengan
dengan unjuk kerja konselor
dari Jurusan BP. penelitiannya
bimbing
mem
SMA
secara
yang
bukan
Selanjutnya Dwi Yuwono (1992)
tentang profil unjuk kerja
di Kota madia Semarang menemukan
me
Guru
Pem
bahwa
unjuk
kerja mereka dalam melaksanakan jenis-jenis layanan bimbing an
masih berada pada taraf sedang.
sanakan
layanan
pada kategori
bahkan dalam hal
penilain program bimbingan masih
isu-isu
di
maka jelas sekali terdapat kesenjangan antara apa yang
diharapkan
dari para konselor sekolah dengan apa
temukan dalam kenyataan.
telah
termasuk
rendah.•
Berdasarkan berbagai temuan penelitian dan
atas,
melak
yang
Mereka (para konselor sekolah
dipersiapkan untuk tugas tersebut)
diharapkan
diyang
dapat
11
menampilkan
unjuk kerja profesionalnya yang
kenyataannya
bagai
mantap,
namun
mereka masih belum dapat membuktikan diri
petugas yang profesional dalam bidangnya yaitu
se
dalam
memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Berbagai pertanyaan dapat muncul dari keadaan tersebut
di
atas. Misalnya, bagaimana tingkat penguasaan
selor
para
terhadap berbagai konsep yang menyangkut
mampuan
profesioanalnya
itu ? Bagaimana pula
dengan
ke
tingkat
pe
nerapan konsep yang telah mereka miliki itu terhadap tugas
layanan
bimbingan dan konseling di
kon
tugas-
sekolah
?
terdapat kesenjangan antara tingkat penguasan konsep
Bila
mereka
dengan tingkat penerapan layanan konseling di sekolah,
fak-
tor-faktor apa yang menyebabkan keadaan itu ?
Berdasarkan
pertanyaan-pertanyaan tersebut
di
atas,
kiranya perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam
kenaan
dengan
tingkat penguasaan konselor
tentang
ber-
konsep
kemampuan profesional konseling dan penerapannya di sekolah, serta
berbagai faktor yang mempengaruhi kesenjangan
antara
kedua faktor tersebut.
B. Masalah, Wilayah
dan Pertanyaan Penelitian
Masalah belum terwujudnya unjuk kerja profesional kon
selor secara baik di sekolah dapat disebabka.i oleh
berbagai
faktor. Achmad Sanusi (1991:77-78) melihat persoalan itu da
lam
di
konteks ekologi perilaku profesional konselor, di
dalamnya tersangkut aspek-aspek (1)
ribadian,
pengetahuan,
pengalaman, keahlian, dan kemauan
konselor,
mana
kepe(2)
karakteristik klien, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya,
(3) tuntutan sekolah, (4) organisasi profesi, dan (5) pihakpihak
lain
yang terkait dengan perilaku
profesional
ter
sebut.
Penelitian
ini
ingin mengungkapkan
masalah
penguasaan konselor tentang berbagai konsep yang kemampuan profesional sep
tersebut
madia Padang.
lam
konseling dan
dalam praktek
menyangkut
bagaimana penerapan
layanan konseling di
SMA
kon Kota
Ditetapkannya layanan konseling perorangan da
fokus penelitian
layanan
tingkat
tersebut
ini didasarkan kepada pemikiran
adalah implikasi dari
bahwa
persyaratan
suatu
pekerjaan profesional konselor seperti yang dikemukakan oleh
Mc
Cully (1969:14), yaitu (1) dapat
sosial
yang
kerjaan
unik sehingga jelas
tenaga lain,
menampilkan
perbedaannya
(2) untuk mendapatkan
pelayanan dengan
kemampuan
pe
ter
sebut diperlukan pendidikan dan latihan dalam periode
waktu
yang
dalam
memadai,
pekerjaan
minimal
serta
itu
dan (3) para anggota yang termasuk
secara
tegas
dituntut
memiliki
melalui prosedur seleksi, pendidikan
lisensi
atau pun sertifikasi.
ke
Lebih
kemampuan
dan
latihan,
lanjut
dinya-
takannya bahwa satu-satunya keunikan pelayanan dari konselor
adalah menyelenggarakan konseling perorangan (Mc Cully, 69:16).
Keadaan ini juga diperkuat oleh
dengan menyatakan
Nugent
19-
(1981:241)
:" when counselors complete their
intern
ships in counseling, they just beginning professional".
Selanjutnya
penelitian
dipilihnya
didasarkan
kepada
konselor SMA
beberapa
sebagai
subjek
alasan.
Pertama,
siswa-siswa merupakan kelompok remaja yang sedang
mengalami
13
masa
transisi
dari masa kanak-kanak ke
masa
dewasa
tidak dapat terhindar dari berbagai masalah (Wren,
1962:5).
Masalah-masalah umum yang dihadapi para remaja seusia SMA
menurut
Shertzer
dan Stone
adalah : masalah-masalah transisi,
(1981:2-25)
identitas diri,
lain
ekonomis,
seringkali
tak dapat dihindari meski dengan pengajaran yang baik
ini
siswa
antara
sosial, dan pribadi. Masalah-masalah seperti itu
lipun
yang
seka-
(Prayitno, 1993:59). Oleh karenanya siswa-siswa memerlukan
spesialis (konselor)
yang
dapat
usia
membantu
mereka secara pribadi.
Alasan Para
konselor
kedua adalah alasan yang tamatan
LPTK lebih
bersifat
banyak
strategis.
ditempatkan
Sekolah-sekolah Menengah Atas dibandingkan sekolah
sehingga menjadi
penelitian terhadap kemampuan
di
lainnya,
profesional
mereka
lebih beralasan.
Kemampuan profesional konselor dalam konseling
perorangan
membangkitkan
menyelenggarakan
terbentang luas mulai
dari
serta membahas perlunya bantuan kepada
klien sampai kepada evaluasi hasil serta pengakhiran tersebut.
upayanya
Brammer
dan
Shostrom (1982:
99)
pihak proses
mengemukakan
tu-
juh tahap yang perlu dilalui konselor dalam melakukan proses konseling
perlunya
tersebut
bantuan,
yaitu (1)
membangkitkan
(2) membina hubungan,
dan
membahas
(3) menetapkan
tu-
juan konseling dan menjelajahi berbagai alternatif yang ada, (4)
bekerja dengan masalah dan tujuan-tujuan,
dan
mengembangkan kesadaran klien untuk dapat berubah,
merancang
suatu tindakan tertentu, dan
(5)
melakukan
membantu
(6)
evaluasi
14
serta mengakhiri proses konseling. Carckhuf (1977:5) mukakan
fase-fase bantuan yang perlu ada dalam proses
seling
tersebut adalah (1) involving , (2)
exploring.
understanding, dan (4) ajsiing., di mana setiap fase
diperlukan
Untuk
menge-
kemampuan
dapat
profesional tertentu
membantu klien terlibat dalam
kon
(3)
tersebut
dari
konselor.
proses
bantuan
konselor harus terampil menggunakan kemampuan attending, selanjutnya
untuk membantu klien dapat
menjelajahi
berbagai
pengalamannya konselor harus terampil menggunakan
kemampuan
responding, untuk membantu klien memahami dan mengerti
dan
lingkungannya
akhirnya
dituntut
kemampuan
personalizing,
agar klien dapat melakukan berbagai tindakan
dapat mengatasi masalahnya, konselor harus dapat kemampuan
garis
membagi proses konseling itu ke
dan
yang
menerapkan
initiating. Selanjutnya Munro, dkk (1979)
besar,
diri
secara
dalam
tahapan
yaitu (1) memulai hubungan konseling,
bangkan
hubungan konseling, (3) melakukan usaha pengubahan
tingkah
laku, dan (4) mengakhiri proses konseling.
Begitu
luasnya
kemampuan
profesional
(2)
empat
yang
mengem-
perlu
diperhatikan konselor dalam menyelenggarakan konseling per orangan
tersebut maka pertanyan yang ingin dijawab
melalui
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sampai pada tingkat mana penguasaan konselor terhadap berbagai konsep tentang kemampuan profesional konseling yang
mesti dimilikinya, khususnya dalam hal:
melibatkan
diri sendiri dan klien ke dalam suasana konseling, mem bantu klien mengeksplorasi dirinya, membantu klien mema hami dirinya sendiri, membantu klien mengambil tindakan
15
untuk keperluan proses dan
2.
hasil
pencapaian
tujuan
konselir.g,
dan
menilai
konseling ?
Sampai pada tingkat mana penerapan konselor tentang
ber
bagai konsep kemampuan profesional konseling seperti ter sebut
pada
butir
bimbingan dan
3. Apakah
1 di atas ke
dalam
praktek
layanan
konseling di sekolah ?
terdapat perbedaan tingkat penguasaan konsep
ke
profesional konseling antara konselor yang
ber-
mampuan
kualifikasi
pendidikan
S-l dengan
konselor
yang
ber-
konsep
ke
mampuan profesional konseling antara konselor
yang
ber-
kualifikasi
yang
ber-
kualifikasi pendidikan D-3 ?
4. Apakah
terdapat perbedaan tingkat penerapan
pendidikan
S-l dengan
konselor
kualifikasi pendidikan D-3 ?
5. Seberapa besar korelasi dan kontribusi penguasaan
konsep
kemampuan profesional konseling terhadap penerapan konsep tersebut sekolah
ke
dalam layanan bimbingan
dan
konseling
di
?
6. Faktor-faktor apa saja yang menunjang dan menghambat kon selor dalam menerapkan konsep kemampuan profesional
seling kolah
ke dalam layanan bimbingan dan konseling
di
kon
se
?
Dengan
memperhatikan pertanyaan penelitian
di
atas,
maka dapat diidentifikasi dua variabel pokok yang dilibatkan dalam
penelitian
ini, yaitu variabel
penguasaan
konselor
tentang konsep kemampuan profesional konseling, dan variabel
penerapan
konsep tersebut dalam layanan konseling
terhadap
16
penerapan
konsep tersebut dalam layanan konseling
terhadap
siswa. Variabel pertama terdiri dari lima sub variabel yaitu konsep konselor tentang (1) pelibatan diri sendiri dan klien
dalam
suasana
konseling, (2) eksplorasi diri klien
, (3)
pemahaman diri kliien, (4) pengambilan tindakan oleh
klien,
dan (5) penilaian serta penutupan konseling. Variabel
juga
berisikan lima sub variabel yaitu
penerapan
kedua
konselor
tentang konsep kemampuan profesional konseling di atas yaitu kemampuan ke
dalam hal (1)
dalam
klien
mengeksplorasi dirinya, (3) membantu klien memahami
dirinya
(4)
konseling,
(2)
klien
membantu
sendiri,
suasana
melibatkan diri sendiri dan
membantu klien mengambil
tindakan,
dan
(5)
menilai proses serta menutup konseling. Di samping itu masih ada
yaitu
satu
variabel pelengkap dari ke dua variabel
variabel
tentang
faktor
penunjang
dan
di
atas
penghambat
penerapan konsep kemampuan profedsional konseling.
Untuk lebih jelasnya bagaimana hubungan antar variabel tersebut dapat dilihat pada gambar 1 halaman berikut ini.
17
, Kon
Kon
se
se
lor
lor
S-l
S-l
1. Melibatkan diri sendiri
1. Melibatkan diri sendiri
dan klien ke dalam suasana konseling
dan klien ke dalam suasana konseling
2.
2. Membantu klien mengeks plorasi dirinya
Membantu klien mengeks plorasi dirinya
3. Membantu klien memahami dirinya sendiri
3. Membantu klien memahami dirinya sendiri
4. 5.
PENERAPAN KONSEP KENAN PUAN PROF. KONSELING
Kon
Kon
Membantu klien mengambil
se
se
tindakan
lor
lor
Menilai proses dan menutup konseling
D-3
D-3
4. Membantu klien mengambil tindakan
5. Menilai proses dan menutup konseling
FAKTORFAKTOR PE NUNJANG DAN PENGHAMBAT
Gambar:
C.
1 Hubungan
antar variabel penelitian
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sejalan dengan rumusan dan pertanyaan penelitian
dikemukakan
memberikan
katan
di
atas,
maka penelitian ini
masukan-masukan yang berharga
bertujuan
terhadap
unjuk kerja profesional para konselor di
Kota madia Padang.
yang
SMA
untuk
pening-
Negeri
Untuk maksud tersebut perlu diukur, dide-
skripsikan, dan dianalisis bukti-bukti empirik tentang :
1. Tingkat tentang
penguasaan
konselor
terhadap
berbagai
kemampuan profesional konseling yang
konsep
mesti
di-
18
milikinya,
khususnya dalam hal:
dan
ke dalam suasana
klien
mengeksplorasi sendiri,
membantu
luan pencapaian hasil
dirinya,
melibatkan
konseling,
diri
membantu
nembantu klien memahami
klien mengambil
tujuan konseling,
sendiri klien dirinya
tindakan untuk dan
keper-
tienilai proses
dan
konseling
2. Tingkat
penerapan konselor tentang berbagai
konsep
ke
mampuan profesional konseling seperti tersebut pada butir
1
di
atas ke dalam praktek layanan bimbingan
dan
kon
seling di sekolah.
3. Perbedaan tingkat penguasaan konsep kemampuan profesional konseling antara konselor yang berkualifikasi
pendidikan
S-l dengan konselor yang berkualifikasi pendidikan D-3. 4. Perbedaan tingkat penerapan konsep kemampuan
konseling antara konselor
profesional
yang berkualifikasi pendidikan
S-l dengan konselor yang berkualifikasi pendidikan D-3.
5. Korelasi dan kontribusi penguasaan konsep kemampuan
pro
fesional konseling terhadap penerapan konsep tersebut
ke
dalam layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
6. Faktor-faktor konsep
yang
menunjang dan
menghambat
penerapan
kemampuan profesional konseling ke dalam
layanan
bimbingan dan konseling di sekolah.
Apabila
terdahulu
bukti-bukti empirik
sebagaimana
dapat terhim'pun melalui penelitian
dikemukakan
ini maka
ha-
sil-hasilnya akan dapat bermanfaat untuk hal-hal berikut.
a. Sebagai bangan
bahan masukan terhadap penyusunan model dan
peningkatan kemampuan
profesional
pengem konselor
19
sekolah yang ada di lapangan dengan menggunakan pola pen didikan dalam jabatan (in-service training).
). Sebagai bahan masukan bagi Jurusan PPB Program Studi Bim bingan
selor
dan Konseling dalam menyiapkan
yang profesional di sekolah,
calon-calon
khususnya
kon
konselor-
konselor yang akan bertugas di SMA.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola pendidikan (se perti Kanwil Depdikbud, Kandep, Kepala Sekolah, dan seba
gainya) dalam upaya peningkatan dan pengembangan
layanan
bimbingan di sekolah.
E. Defenisi Operasional
1. Penguasaan Konsep
Istilah konsep dapat dirujuk kepada teori-teori
jar
seperti dikemukakan oleh Gagne,(1970), dan
bela-
sebagainya.
Pada dasarnya konsep dapat diartikan sebagai suatu golongan, kategori,
peristiwa
kelas
yang
atau
dapat
kelompok
dipelajari
dari
suatu
oleh
benda
seseorang
atau
(Gagne,
1970:88-89). Konsep merupakan hasil proses kognitif yang ada pada
setiap
sehingga
Manfaat
dia
individu dapat
dalam
kerangka
memahami
membedakannya dengan
hal
konsep ini menurut Nasution (1988:84)
sesuatu
yang
lain.
adalah
agar
individu terbebas dari pengaruh stimulus yang spesifik serta dapat
digunakannya dalam segala macam situasi dan
stimulus
yang mengandung konsep tersebut.
Adapun penguasaan konsep yang dimaksudkan dalam litian
ini adalah sejumlah pengetahuan dan
pene
pemahaman
selor tentang berbagai fakta, metode dan prosedur,
kon
prinsip
20
;erta
teknik-teknik berkenaan dengan
chususnya liri
menyangkut kemampuan konselor
sendiri
tlien
dan klien dalam suasana
dalam mengeksplorasi dirinya,
nengambil
konseling
tindakan,
serta kemampuan
proses dan menutup konseling ;
dalam:
perorangan melibatkan
konseling,
memahami
membantu
dirinya,
konselor dalam
dan
menilai
yang dicerminkan oleh tinggi
rendahnya skor yang diperoleh responden berdasarkan jawaban-
jawaban
yang
diberikannya terhadap
alat
ukur
penguasaan
konsep kemampuan profesional konseling.
2.
Konselor
Istilah seseorang
berbagai
klien
konselor
menurut
yang mempunyai
ilmu
dalam
perkembangan
latar belakang
(1973:73)
membuat kehidupan
pilihan-pilihan
untuk
dalam
membantu
berkenaan
dan karirnya sehingga
penelitian
adalah
profesional
perilaku yang dipersiapkan
pada suatu lingkungan masyarakat
Dalam
Cottle
dengan
dapat
hidup
modern.
ini yang dimaksud
dengan
konselor
adalah tenaga kependidikan yang karena keahliannya
diangkat
sebagai tenaga kependidikan atau penyelenggaraan lainnya
untuk menjadi tenaga yang bertugas
pendidikan
memberikan
layanan bimbingan di sekolah. Kualifikasi pendidikan
adalah
yang telah menyelesaikan Program Diploma 3
pe
mereka
dan/atau
Sarjana dalam bidang bimbingan dan konseling. 3. Penerapan
Istilah taxonomy
penerapan (appliostinn^ berasal
ranah
dapatkannya
kognitif
Bloom
(1971)
yang
dari untuk
perlu didahului oleh pengetahuan dan
konsep men-
pemahaman
21
ikan sesuatu.
nenyatakan
Arends dalam menggambarkan makna aplikasi itu
bahwa individu dapat menerapkan
diketahuinya
lanjutnya
mengacu
kedalam
Gronlund
kepada
bentuk
tindakan
informasi
yang
(1978) juga menyatakan
kemampuan untuk
yang
konkrit.
bahwa
menggunakan
Se-
aplikasi
materi-materi
yang telah dipelajarinya ke dalam situasi baru dan konkrit. Dalam
adalah
penelitian ini yang dimaksud
dengan
upaya konselor dalam mempraktekkan
penerapan
berbagai
tentang kemampuan profesional konseling khususnya dalam
melibatkan
konseling,
diri
membantu
memahami
klien
dan
dalam
klien
kemampuan
dalam
mengeksplorasi
dirinya, dan mengambil tindakan, serta
konselor dalam
terungkapkan
suasana
dirinya, kemampuan
menilai proses dan menutup konseling ;
melalui
responden
terhadap
penerapan
kemampuan
4.
sendiri
konsep
tinggi rendahnya butir-butir profesional
skor
yang
pernyataan
yang
dicapai
alat
ukur
konseling.
Kenanpuan Profesional
Kemampuan tence .
dipandang sebagai ability
Bila kemampuan dipandang sebagai
(Klausmeier, operation, puan
dapat
1971:63) mengemukakan a content,
dipandang
bersifat
dioperasikan dikerjakan.
ability
integrated
and a product".
complex
Dalam hal dari
ini
an
kemam yang
isi (pengetahuan) dari apa yang
akan
Selanjutnya
...
Guilford
hal-hal
tersebut,
sebagai"
ability,
compe
:"ability as union of
sebagai suatu kesatuan
operasional,
dan
dan merupakan hasil dari Burton
(1962:98)
is generalized
of related
power
activities".
apa
yang
mendefenisikan
to
carry
Lebih
on
lanjut
22
likemukakannya
bahwa
lecuali
hal
dalam
iengan
"
ability
suatu ability
dirinya
sulit
sendiri.
diberi
Dia
to read, ability to
batasan
mencontohkannya
spell,
ability
to
^rite" .
Bila Pilburd
kemampuan dipandang sebagai masalah
kompetensi,
(1985: 52) mengemukakan bahwa kompetensi
pengetahuan
yang telah ada, kemampuan untuk
merupakan
melakukan
se
suatu, termasuk juga kepada kemampuan seseorang untuk membedakan
mana
masuk
yang
termasuk .... dan mana
yang
tidak
ter
Kompetensi menurut Pilburd itu tampaknya mengan-
dung unsur pemahaman akan sesuatu dan penerapan hal tersebut ke
dalam
bentuk kegiatan.
Istilah kamus.
kemampuan juga dapat ditemukan dalam
Dalam
mampuan
itu berarti : (1) kesanggupan,
kekuatan, berarti Salim,
Kamus Besar Bahasa Indonesia
dan (1)
(4) kekayaan. keahlian,
dan
yaitu (1)
(2)
jaannya dan
beda
istilah
kecakapan,
(3)
istilah
dan (2)
kompetensi
wewenang
profesional merujuk
pada orang yang menyandang
pada penampilan seseorang dalam
(Peter
kepada
suatu
Dedi Supriadi,
antara
1990:3).
Dalam kaitan
penampilan seseorang yang
didasarkan
pada-
ini
prinsip-pr insip
peker-
1991:
akan
profesional
Kemampuan yang bersifat
dua
profesi,
melakukan
sesuai dengan profesinya ( Achmad Sanusi,
yang bukan profesional.
harus
ke
1990:372).
Selanjutnya hal,
kemampuan,
(1988:552)
(2)
Sedangkan
kamus-
19
terlihat
dengan
profesional
keilmuan
tertentu
serta pada alasan-alasan mengapa pekerjaan seperti itu perlu
23
dilakukannya untuk kepentingan orang lain.
juga
perlu
konselor yaitu
ciri-ciri
pekerjaan
(1)
dapat
menampilkan pelayanan
sosial
jelas perbedaannya dengan pekerjaan
untuk
didikan
mendapatkan kemampuan tersebut
(1969:14), yang
unik
tenaga
lain,
diperlukan
dan latihan dalam periode waktu yang
ini
profesional
seperti yang dikemukakan oleh Mc Cully
sehingga (2)
diperhatikan
Dalam kaitan
pen
memadai,
dan
(3) para anggota yang termasuk ke dalam pekerjaan itu secara
tegas
dituntut memiliki kemampuan minimal melalui
seleksi,
lanjut
dari
pendidikan dan latihan,
serta
prosedur
sertifikasi.
dinyatakannya bahwa satu-satunya keunikan
konselor adalah menyelenggarakan konseling
(Mc Cully,
Lebih
pelayanan
perorangan
1969:16)
Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan kemampuan profesional
konselor
adalah
berkenaan
pemahaman
dan
keterampilan
dengan penyelenggaraan
khusus
konseling
orangan di sekolah sesuai dengan tuntutan profesinya, dalam
hal melibatkan diri sendiri dan klien
konseling, membantu klien
membantu klien
klien
dalam
dalam memahami
mengeksplorasi
dirinya
dalam mengambil tindakan untuk
tujuan
konseling,
dalam
serta menilai proses
dan
yaitu suasana
dirinya,
sendiri,
keperluan
per
membantu pencapaian
menutup
kon
seling.
E.
Asumsi Penelitian
Penelitian
ini
diselenggarakan
berdasarkan
asumsi-
asumsi sebagai berikut. Pertama, Pada SMA Negeri Kota
Padang
diasumsikan
telah
dilaksanakan
kegiatan
madia
layanan
24
onseling.
Asumsi
ini didasarkan
atas
landasan
yuridis-
ormal pelayanan bimbingan dan konseling yang tertuang urikulum
alah
1984.
satu
Pada kurikulum tersebut
layanan dalam bimbingan dan
pada
dinyatakan
bahwa
konseling
di
SMA
kegiatan
program
dalah layanan konseling.
Kedua,
Konseling
merupakan
inti
imbingan dan konseling. Asumsi ini didasarkan atas aan-pernyataan
atar
para
ahli seperti dijelaskan
pernya-
pada
belakang di atas. Didasarkan atas beberapa
pandangan
.hli tentang bimbingan dan konseling, tampaknya tak ang
menolak bahwa layanan konseling merupakan
bagian
satupun
salah
satu
.ayanan yang penting dari program bimbingan di sekolah.
Ketiga, .enggarakan
lelainkan ?aktu
Kemampuan profesional konselor
dalam
layanan konseling tidak diperoleh secara
memerlukan
tertentu.
pendidikan dan latihan
Asumsi ini diperkuat oleh
dalam Dyer
menyealami
jangka
(1977:18)
lelalui pernyataannya sebagai berikut.
The counselor cannot naturally, according to
merely do what comes his own style". The counselor has learned specific skills and competencies which are employed in counseling for the results they are known to produce.
Keempat, can
keberhasilan konselor dalam
menyelengara-
layanan konseling secara profesional ditentukan
>anyak faktor yaitu faktor di dalam diri konselor
seperti /•ang
: penguasaan metode, teknik,
dan
sendiri
keterampilan, pribadi
kon
selor dan pemaknaan oleh konselor akan tugasnya, dan
ber
bagai
ditunjang oleh sikap, motivasi, nilai
oleh
faktor
(Munandir,
yang
1993:12).
terdapat
di
luar
dirinya
sendiri