BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari konteks pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Selama ini sektor pertanian di Indonesia masih belum ditangani secara optimal, baik dalam kerangka kebijakan makro maupun mikro. Dampak paling nyata dari kurang optimalnya penanganan sektor pertanian tersebut terlihat dari semakin menumpuknya angka kemiskinan di tingkat komunitas petani dan meningkatnya angka urbanisasi dari desa ke kota yang secara langsung berdampak pada meningkatnya masalah kerawanan sosial di kota-kota tersebut. Kurang terarahnya pembangunan sektor pertanian ini juga berpengaruh terhadap Indeks Nilai Petani (INP) terhadap barang-barang non pertanian yang semakin menurun, hal ini mengindikasikan bahwa posisi tawar petani (bargaining position) jauh di bawah sektor lainnya (Samsudin, 2008) Fenomena kemiskinan bagi masyarakat di daerah pedesaan umumnya dari sektor pertanian. Kurangnya dukungan pengetahuan tentang pemahaman masyarakat petani terutama di lahan marginal sebagai kantong kemiskinan selama ini, menyebabkan usaha pemerintah tampaknya masih belum terlaksana dengan sempurna, baik mengenai kesuburan lahan, infrastruktur maupun kelembagaan agribisnisnya (Irawati, 2006). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2004 mengungkapkan bahwa 58,8% dari penduduk miskin di Indonesia adalah petani yaitu kelompok 1
masyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4% dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80% berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Kemiskinan
di
perdesaan
merupakan
masalah
pokok
nasional yang
penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan
teknologi, serta organisasi
tani yang masih
lemah. Untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut Pemerintah menetapkan Program Jangka Menengah (2005-2009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan. Salah satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agrbisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan Kementerian Pertanian Republik Indonesia mencanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program PUAP ini merupakan salah satu program pembangunan yang didesain untuk membantu petani dalam membangun sistem agribisnis di lahan marjinal sebagai kantong kemiskinan. Upaya peningkatan pendapatan petani tersebut dilakukan dengan memberdayakan petani melalui mobilisasi kelompok dan perencanaan desa, pengembangan kelembagaan dan bisa berpartisipasi dalam menentukan sarana 2
dan prasarana desa yang dibutuhkan disertai dukungan teknologi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan terutama pada lahan-lahan marjinal serta memberikan akses yang luas kepada petani terutama dalam bidang informasi. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2008 dilakukan secara terintegrasi dengan program PNPM-M. Untuk
pelaksanaan PUAP di Departemen
Pertanian,
Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui
Keputusan
Menteri
Pertanian
(KEPMENTAN)
Nomor
545/Kpts/OT.160/9/2007. PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, GAPOKTAN didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. GAPOKTAN PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Untuk mencapai tujuan PUAP, yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan, PUAP dilaksanakan
secara terintegrasi
dengan
kegiatan
Kementerian Pertanian
maupun Kementerian/ Lembaga lain dibawah payung program PNPM Mandiri. Berdasar kondisi tersebut di atas mendorong penulis mengangkat dan mengkaji
program
pemerintah
tersebut
dengan
mengajukan
judul
“IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI PROGRAM
3
PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) (Suatu Studi di Kota Batu Jawa Timur)”. 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Permasalahan Permasalahan yang ada relevansi dengan judul yang dapat penulis identifikasikan adalah sebagai berikut: 1. Rendahnya tingkat Pemberdayaan Petani di Perdesaan dalam mengembangkan usaha pertanian melalui Gapoktan. 2. Belum maksimalnya program atau kegiatan pembangunan yang berorientasi pada pemberdayaan dan pengembangan usaha pertanian yang diluncurkan oleh pemerintah. 1.2.2. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka penulis mengadakan penelitian tentang implementasi Pemberdayaan Petani melalui Program PUAP dengan mengambil studi di wilayah Kota Batu. Untuk membatasi permasalahan maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat keberhasilan implementasi pemberdayaan Petani melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kota Batu? 2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap peningkatan pemberdayaan petani di Gapoktan?
1.2.3. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dari penelitian yang dilakukan, adalah sebagai berikut: 4
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tingkat keberhasilan implementasi Pemberdayaan Petani melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kota Batu. 2. Untuk mengetahui
faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
implementasi program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap peningkatan pemberdayaan petani di Gapoktan.
1.2.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan : 1. Menjadi masukan bagi Kementerian Pertanian, Pemerintah Kota Batu, Penyuluh Pendamping, Gapoktan dan petani yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap implementasi program PUAP, serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk melakukan evaluasi program pemberdayaan dan pengembangan usaha pertanian pada tahap yang telah ditentukan. 2. Untuk melihat kontribusi yang diperoleh melalui program PUAP bagi pemberdayaan dan pengembangan pertanian di Kota Batu. 3. Kegunaan Teoritis: a. Sebagai wacana yang dapat dikembangkan dan dikaji dengan pendekatan ilmiah. b. Untuk memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu sosiologi, terutama pada konsep-konsep yang menyangkut sosial kemasyarakatan.
5