1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian terintegrasi dalam pembangunan nasional yang penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, antara lain dalam penyerapan
tenaga
kerja,
peningkatan
pendapatan
masyarakat,
pemicu
pertumbuhan ekomomi perdesaan, dan perolehan devisa. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah telah menempatkan pembangunan sektor pertanian dalam prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu. Pembangunan sektor pertanian periode tahun 2010-2014, disebutkan bahwa pemerintah akan lebih fokus
pada peningkatan 39 komoditas unggulan nasional, 10 diantaranya
merupakan komoditas hortikultura yang meliputi buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias. Berdasarkan awal perkembangannya, komoditas hortikultura di Indonesia cenderung lambat dibandingkan dengan komoditas tanaman pangan, karena pada setiap tahapan pembangunan lima tahunan, pemeritah selalu menekankan pada pembangunan pertanian tanaman pangan. Akan tetapi setelah tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 dan meningkatnya apresiasi terhadap sayuran serta buah-buahan daerah tropis di negara-negara maju, perhatian pemerintah mulai diarahkan pada pengembangan tanaman hortikultura. Oleh karenanya, secara nasional produksi buah dan sayur selama Pelita IV (1983-1987) cenderung 1
2
meningkat dengan persentase pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 4,8% (Ashari, 1995). Hingga saat ini komoditas hortikultura di Indonesia masih memiliki pertumbuhan produksi dan prospek yang sangat baik apabila dikembangkan secara bersungguh-sungguh, dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif melalui berbagai kebijakan, baik yang bersifat ekonomi makro maupun mikro (Sumarno, 2003). Pada saat ini kebutuhan konsumsi akan sayuran di Indonesia mencapai 80% dari ketentuan yang dianjurkan, sehingga masih banyak peluang untuk mengembangkannya (Ruslanjari, 1999). Namun dalam upaya praktek pengembangan produksi tanaman sayur selalu dijumpai berbagai masalah, salah satu yang terpenting dan selalu dihadapi adalah kerusakan tanaman oleh hama (Rusanjari, 1999). Oleh karena itu, upaya pengembangan dan peningkatan produksi sayuran di Indonesia sejak adanya Revolusi Hijau pada tahun 1970 dilakukan melalui program intensifikasi dengan penggunaan varietas unggul, masukan pupuk dan pestisida. Penggunaan pestisida sebagai faktor produksi telah membuktikan bahwa, pestisida dengan cepat dapat menurunkan populasi hama hingga serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil panen dapat dikurangi (Sudarmo, 1988). Mengingat perannya yang sangat besar, perdagangan pestisida makin lama makin meningkat. Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat (1986 dalam Sudarmo,1988), terdapat lebih dari 2.600 bahan aktif pestisida yang beredar di seluruh dunia dan dipergunakan aktif oleh petani.
3
Menurut Martono (2001 dalam Rario, 2004) pestisida merupakan pilihan utama cara mengendalikan hama, penyakit, dan gulma, karena membunuh langsung jasad pengganggu. Penggunaan pestisida dalam bidang pertanian telah menunjukkan hasil dalam menanggulangi merosotnya produksi akibat serangan jasad pengganggu. Manfaat pestisida memang terbukti, bahkan penggunaannya mampu menyelamatkan paling tidak sepertiga dari kehilangan hasil akibat penyakit. Keberhasilan kegiatan usahatani yang tinggi karena penggunaan pestisida serta ketersediaannya yang mencukupi dan mudah didapatkan di pasaran, memunculkan ketergantungan di kalangan pengguna pestisida khususnya petani. Hal ini tercermin dari setiap program kegiatan pertanian yang selalu mengikutsertakan pestisida sebagai salah satu input produksi. Disamping pestisida dapat membantu manusia dalam mengatasi gangguan hama, ternyata penggunaan pestisida dapat menimbulkan dampak negatif berupa gangguan terhadap ekosistem, adanya residu pestisida pada produk pertanian yang dihasilkan dan bahan olahannya, degradasi dan pencemaran lingkungan.. Penggunaan pestisida juga berdampak negatif tak terkecuali terhadap manusia yang dapat mengganngu kesehatan seperti keracunan bahkan kematian. Pestisida sebagai salah satu agen pencemar dalam lingkungan baik melalui udara, air, maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan, dan manusia. Gangguan pestisida akibat residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida per satuan volume tanah (http://fredatorinsting.blogspot.com, diakses tanggal 17 Desember 2012 pukul
4
11.30). Unsur hara alami pada tanah semakin terdesak dan sulit melakukan regenerasi
sehingga mengakibatkan tanah tidak produktif. Degradasi tanah
pertanian akibat mengendapnya pestisida yang cukup lama, dewasa ini sudah semakin parah. Hal ini ditandai dengan menurunnya produktivitas tanah karena hilangnya kemampuan tanah untuk memproduksi nutrisi. Pengaruh penggunaan pestisida tidak hanya terbatas pada daerah dimana pestisida tersebut digunakan, tetapi bisa melalui rantai makanan. Penderita kelompok tingkat samar/akut memperoleh residu pestisida dari lingkungan atau dalam makan, seperti air susu ibu, air, sayuran, hortikultura dan produk lainnya. Menurut Mc Even dan Stephenson (1978 dalam Harun, 1995), kualitas hasil panen akibat residu pestisida khususnya sayuran, selain dari yang langsung diaplikasikan pada tanaman dapat juga karena terkontaminasi atau karena tanaman ditanam pada tanah yang mengandung residu persisten yang tidak mengalami degradasi dalam tanah, tetapi justru akan berakumulasi. Jumlah residu yang tertinggal pada tanaman ditentukan oleh cara, waktu, dan banyaknya aplikasi dan dosis tiap aplikasi. Pada sayuran, yang salah satunya adalah kubis, dosis penggunaan pestisida terbilang cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Widodo et al.(1986), residu pestisida dalam kubis dari daerah Pacet Jawa Barat, disebutkan bahwa beberapa residu pestisida seperti Karbaril, Metidation, Aldikarb dan Fentoat dalam kubis yang diambil pada musim kemarau dan musim penghujan telah melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh WHO (Ilyas dkk, 1986). Hasil deteksi ini bila dikaitkan dengan masalah mutu produk tanaman
5
segar yang merupakan syarat utama dalam perdagangan ekonomi bebas, akan menjadi masalah berat. Keamanan produk pertanian segar merupakan tuntutan globalisasi. Berdasarkan putaran Uruguay (1994), WTO (World Trade Organization) dengan perjanjian Sanitary Phyto Sanitary (SPS), menginginkan adanya jaminan kualitas dan keamanan produk segar dan hak untuk menerapkan aturan dalam rangka melindungi manusia, hewan dan lingkungan. Negara-negara eksportir dan importir produk pertanian misalnya Uni Eropa juga menempatkan keamanan sebagai syarat utama, dan mengharuskan pengendalian mutu produk pertanian segar berdasarkan deteksi hasil residu pestisida untuk memberikan jaminan kualitas produk segar, terutama jaminan terhadap keamanan konsumen (Firdaus, 2008). Di Indonesia, jaminan mutu dan keamanan produk pertanian dilakukan melalui Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia (SiSakti) yang merupakan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang mencakup praktek-praktek budidaya yang harus diikuti pada produksi primer, untuk memastikan produk yang aman dan utuh, juga meminimalkan dampak negatif dari praktek-praktek budidaya tersebut terhadap kesehatan pekerja dan lingkungan (Sulaiman, 2007 dalam Firdaus 2008). Selain itu, perlindungan konsumen dari bahaya keracunan pestisida telah dilakukan dengan menetapkan Batas Maksimum Residu Pestisida (BMRP) di dalam produk pertanian oleh pemerintah. Kandungan residu pestisida di atas BMRP dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi atau terpapar oleh produk pertanian tersebut (Untung, 2007).
6
Kerusakan lingkungan pada lahan pertanian tentunya tidak dapat dilepaskan dari perilaku manusia. Pendekatan masalah lingkungan pertanian haruslah beranjak dari konsep budaya, baik persepsi budaya mengenai lingkungan yang menjadi dasar bagi perilaku individu atau masyarakat, maupun pengembangan teknologi yang merupakan bagian dari kebudayaan (Keraf, 2002 dalam Rario 2004). Mengingat peranan manusia yang sangat besar dalam mempengaruhi hubungan tanah dengan lingkungan terkait dengan penggunaan pestisida, maka pemahaman dan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida dan dampaknya terhadap lingkungan menjadi faktor penting dalam meminimalisir dampak lingkungan yang dapat berakibat bagi lingkungan fisik, biologi dan manusia itu sendiri.
1.2. Perumusan Masalah Penggunaan pestisida yang paling tinggi dan intensif dalam kegiatan pertanian adalah jenis kegiatan budidaya sayuran dan palawija (Abadi dkk, 1993 dalam Rario, 2004). Salah satu budidaya sayuran yang menggunakan pestisida cukup intensif adalah kubis. Budidaya kubis di Indonesia, salah satunya terletak di Desa Kalianyar, Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bondowoso, produksi sayuran Desa Kalianyar, Kecamatan Sempol, menurut jenisnya pada tahun 2011 meliputi sayur kubis dengan produksi 323 ton dan sayur kubis dengan produksi 5 ton.
7
Berdasakan data tersebut dapat diketahui bahwa kubis merupakan sayuran yang paling banyak diproduksi oleh petani di Desa Kalianyar. Budidaya kubis di Desa Kalianyar sudah berlangsung cukup lama dan merupakan pertanian lahan kering dan terletak pada ketinggian 1050-1650 meter dpl. Prospek pengembangan sayuran di lahan kering nampak cukup bagus karena semakin meningkatnya permintaan pasar terutama di kota-kota besar. Mengingat budidaya kubis dilakukan pada daerah pegunungan, yang mempunyai potensi curah hujan tinggi, intensitas cahaya rendah, serta kelembaban udara tinggi, merupakan tempat yang sangat disukai oleh hama tanaman, karena secara ekologis sesuai dengan syarat tempat tumbuh dan untuk perkembangbiakannya
(Ruslanjari,
1999).
Berdasarkan
wawancara
yang
dilakukan terhadap petani, untuk mengantisipasi serangan hama penyakit, petani kubis di Desa Kalianyar menggunakan pestisida dengan intensitas 6-12 kali penyemprotan
selama satu musim tanam (± 90 hari), sehingga diduga akan
mengakibatkan residu pada tanah dan diduga pula akan berpengaruh pada beberapa perubahan sifat tanah baik sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah. Selain itu, penggunaan pestisida diduga pula akan berdampak negatif yaitu berupa residu pada hasil produksi kubis yang melebihi batas ambang maksimum yang dapat dikonsumsi. Perilaku petani kubis dan pengetahuan tentang penggunaan pestisida serta resiko yang dapat ditimbulkan menjadi faktor penting dalam hal pengelolaan lingkungan pertanian yang berkelanjutan. Pengetahuan dan perilaku petani dalam penggunaan pestisida ini meliputi cara petani dalam menggunakan pestisida yaitu,
8
penggunaan alat-alat pelindung saat menyemprot, dosis dan frekuensi penggunaan pestisida, bahaya pestisida bagi lingkungan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan kajian kerusakan lingkungan usahatani tanaman kubis akibat penggunaan pestisida di Desa Kalianyar Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian berikut ini. (1)
Bagaimanakah pengaruh penggunaan pestisida pada usahatani tanaman kubis terhadap kerusakan lingkungan tanah jika ditinjau dari residunya?
(2)
Bagaimanakah pengaruh penggunaan pestisida pada usahatani tanaman kubis terhadap kualitas produk kubis?
(3)
Bagaimanakah perilaku petani kubis dan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida?
(4)
Bagaimanakah strategi pengelolaan lingkungan pada lahan pertanian kubis di daerah penelitian?
1.3. Keaslian dan Batasan Penelitian Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sekaligus sebagai perbandingan untuk menunjukkan keaslian penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.1.
9
Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No 1.
Peneliti, Tahun, Judul Yulius Harun,1995 Telaah tingkat jenis residu pestisida pada beberapa sayuran yang dijual di pasar swalayan dan pasar umum Bogor
Tujuan Utama Mengidentifikasi jenis dan banyaknya kandungan residu pestisida pada beberapa jenis sayuran yang dijual di swalayan dan pasar umum ditnjau dari perbedaan musim (hujan dan kemarau)
Metode
Hasil
Data penelitian: Residu pestisida pada beberapa sayuran di beberapa pasar dan swalayan. Metode: Survei dan analisis sampel di laboratorium. Analisis data:
Pestisida yang paling banyak digunakan petani sayuran adalah Ambush 2 EC, Padan 50 SP, Fanodan 35 EC, Dithene M-45, dan Daconil 75 WP. Pestisida jenis Ambush 2 Ec ditemukan telah melampaui ambang batas yang ditentukan oleh WHO dan residu pestida sayuran pada musim kemarau lebih tinggi dari pada musim hujan.
Perbandingan hasil analisis laboratorium dengan nilai ADI dan MRL. 2.
3.
Dina Ruslanjari,1999 Dampak perilaku petani kubis Brasisica oleracea L terhadap nilai residu insektisida curacron, pendapatan bersih, populasi nematode parisitik tumbuhan dan cacing tanah serta sifat kimia tanah (Studi kasus di Kec. Tawangmangu Prop. Jawa tengah) Setiowati,2002 Pengaruh aplikasi pestisida terhadap kelakuan beberapa unsur hara di dalam tanah dari Desa Srigading, Kec. Saden Kab. Bantul Propinsi DIY (Jenis komoditi bawang merah)
Mengetahui dampak perilaku petani dalam penggunaan insektisida curacron dengan dosis dan frekuensi tinggi terhadap residu curacron pada kubis serta pengaruh pemberian curacron terhadap pendapatan bersih petani, residunya dalam tanah dan populasi nematode parasitik tumbuhan.
Data penelitian: pendapatan bersih petani, perilaku petani, sifat kimia dan residu pada tanah, kualitas air, populasi nematoda parasitik dan non parasitik tumbuhan.
Mempelajari pengaruh kelas tekstur, jeluk tanah, dan takaran pemberian pestisida terhadap kadar bahan organik dan status beberapa unsure hara serta migrasi beberapa unsure hara antar lapisan tanah
Data penelitian:
Metode: Survei dan pengujian laboratorium.
Perilaku petani dalam aplikasi insektisida curacron dengan dosis dan frekuensi tinggi terjadwal menyebabkan residu yang besar pada kubis, menurunkan pendapatan bersih petani, menurunkan sifat kimia tanah, dan menurunkan populasi nematoda parasitik.
Analisis data: Rancangan acak lengkap dengan uji lanjut LSD 5%, perhitungan pendapatan bersih petani berdasarkan perilaku petani, perbandingan dari masing-masing indikator sifat kimia tanah.
Jenis takaran dan frekuensi penggunaan pestisida buldok, pergiliran tanaman, sifat fisik tanah. Metode: Survei lapangan laboratorium
dan
analisis
sampel
Duncan’s
Multiple
Analisis data: Analisis varian, Range Test.
analisis
Peningkatan takaran pestisida secara tidak signifikan pada murad 95%, meningkatkan kadar N-total, Ntersedia, K-tersedia, Fe-tersedia, Zn-tersedia, dan CUtersedia dalam semua kelas tekstur dan jeluk tanah, dan secara signifikan meningkatkan P-tersedia dalam tanahah, jeluk tanah. Interaksi kelas tanah, jeluk tanah dan takaran pestisda berpengaruh terhadap peningkatan kadar P, K, dan Cu terlindi meskipun tidak signifikan dan tidak berpengaruh terhadap kadar Fe dan Zn terlindi dalam tanah.
9
10
Lanjutan Tabel 1.1. No 4.
Peneliti, Tahun, Judul
Tujuan Utama
Firdayeni Firdaus, 2008 Studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai
Mengevaluasi kecukupan asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran dan mengevaluasi keamanan kimiawi sayuran
Metode
Hasil
Pola konsumsi sayuran, estimasi asupan vitamin dan mineral, jenis pestisida yang digunakan, residu pestisida pada sayuran, estimasi paparan terhadap pestisida.
Tingkat asupan vitamin A dan vitamin B1 responden masih jauh di bawah AKG. Begitu pula dengan tingkat asupan kalsium, fosofor dan zat besi responden masih jauh dari angka kecukupan mineral yang dianjurkan per hari. Sedangkan kadar residu pestisida pada sayuran di Kabupaten Banggai masih di bawah BMR.
Data penelitian:
Metode: Survei, wawancara, dan uji laboratorium. Analisis data: Analisis multi residu pestisida, analisis paparan pestisida.
.5.
Elisabeth 2008
Srihayu,
Dampak penggunaan Insektisida terhadap kualitas lingkungan fisik dan produk bawang merah Allium ascolonicum,L, serta perilaku petani dalam usaha tani bawang merah (Desa Srigading, Kecamatan Saden, Kabupaten Bantul 6.
Vita Alusia Eris, 2013 Kajian Kerusakan Lingkungan Usahatani Tanaman Kubis akibat Penggunaan Pestisida dan Perilaku Petani Kubis di Desa Kalianyar, Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso.
Mengkaji pengaruh penggunaan insektisida pada tanaman bawang merah terhadap kualitas tanah dan air serta mengkaji pengaruh perubahan fisik terhadap kualitas produk bawang merah
Data penelitian: Residu pestisida pada tanah, air, dan produk; sifat fisik dan kimia tanah. Metode:
Penggunaan isnsektisida dapat mengubah kualitas lingkungan fisik tanah. Pemahaman petani dan kualitas produk tidak mempengaruhi petani dalam pengandalian hama dan penyakit pada usaha tani bawang merah di Desa Srigading Kecamatan Saden.
Survei dan analisis laboratorium Analisis data: Uji T dan analisis regresi.
Mengkaji pengaruh penggunaan pestisida pada tanaman kubis terhadap kerusaka tanah dan kualitas produk kubis, dan mengakaji perilaku petani kubis.
Data penelitian: Residu pestisida pada tanah dan tanaman kubis; sifat fisik, kimia, dan biologi tanah; perilaku petani kubis dalam menggunakan pestisida Metode: Survei, analisis laboratorium, wawancara Analisis data: Analisis deskriptif, analsis deskriptif kuantitatif.
10
Sumber: Telaah Pustaka dan Perumusan, 2012
11
Berdasarkan telaah pustaka hasil-hasil penelitian terdahulu, terdapat banyak penelitian yang membahas tentang dampak residu pestisida terhadap lingkungan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah, penelitian ini mempunyai batasan yaitu mengkaji pengaruh penggunaan pestisida pada kerusakan tanah yaitu sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, mengkaji pengaruh penggunaan pestisida terhadap kualitas produk kubis yang dihasilkan berdasarkan kemiringan lereng pada lahan pertanaman kubis, dan mengkaji perilaku petani dalam penggunaan pestisida pada usahatani tanaman kubis. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada daerah yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dengan pertimbangan bahwa, setiap daerah mempunyai karakteristik lingkungan tersendiri, sehingga akan berbeda pula dalam hal perlakuan dan strategi pengelolaannya.
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah: (1)
mengkaji pengaruh penggunaan pestisida pada tanaman kubis jika ditinjau dari residunya terhadap kerusakan lingkungan tanah;
(2)
mengkaji pengaruh penggunaan pestisida terhadap kualitas produksi kubis;
(3)
menganalisis perilaku dan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida; dan
(4)
merumuskan strategi pengelolaan lingkungan pertanian kubis di daerah penelitian.
12
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dalam penelitian ini mencakup manfaat praktis dan manfaat akademis. (1)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan pada pengguna pestisida khususnya petani tentang pengaruh pestisida terhadap kerusakan lingkungan tanah.
(2)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan informasi pada kepada semua pihak tentang kualitas produksi tanaman terutama kubis yang dipengaruhi oleh penggunaan pestisida
(3)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan pada pengguna
pestisida khususnya petani dalam hal pengetahuan tentang
penggunaan pestisida yang baik dan benar, sehingga dapat memperkecil dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. (4)
Membantu memberikan alternatif pengelolaan lingkungan pertanian terutama pertanian hortikultura terkait dengan penggunaan pestisida agar memperkecil dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
(5)
Di bidang akademis, penelitian ini diharapkan dapat memeberikan sumbangan pemikiran dan dapat dijadikan sumber referensi untuk penelitian selanjutnya