BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Tujuan
pembangunan
adalah
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
dan
kemakmuran masyarakatnya. Dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat tersebut, pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan tersebut dikelompokan menjadi pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pembangunan nasional. Pada umumnya pembangunan nasional dan pembangunan daerah di Negara-negara berkembang seperti Indonesia lebih dititik beratkan pada pmbangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi Indonesia masih menghadapi kenyataan bahwa masih banyak masyarakat miskin terutama di pedesaan. Masalah kemiskinan ini sangat berkaitan erat dengan tingkat pendapatan yang rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sangat sulit (Supadi,dkk 2007:1) Kemiskinan merupakan fenomena global yang sangat memprihatinkan, bagaimana tidak, dari tahun ketahun masalah kemiskinan ini tidak kunjung surut bahkan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat serta menurunnya kondisi perekonomian Negara Indonesia (Gustiana, 2008:1). Permasalahan kemiskinan di Indonesia, jelas tidak hanya menjadi “milik” pedesaan
1
(petani, buruh tani, buruh nelayan, dan sebagainya) tetapi juga merupakan masalah perkotaan (Harsono, 2005:2). Menurut hasil penelitian Susiana,(2007 : 1) permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani khususnya di wilayah perkotaan pinggiran. Salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan pemukiman yang jauh di bawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu. Kriteria yang paling mendekati mengenai penduduk miskin pada umumnya mereka tinggal di daerah-daerah pedesaan, terutama di pedesaan, yang tidak bisa lepas dari keadaan wilayah setempat dengan mata pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan lain-lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional (Faturochman dan Marcelinus Molo, 1994:2). Penduduk miskin masih manggantungkan kehidupan mereka dari pola pertanian yang subsisten, baik sebagai petani kecil atau buruh tani yang berpenghasilan rendah. Penduduk miskin kebanyakan tinggal di pedesaan dan mereka mengandalkan hidupnya dari usaha-usaha atau jasa kecil-kecilan, dan sebagaian lagi bertempat tinggal di daerah-daerah sekitar atau pinggiran kota atau kampungkampung di pusat kota dengan berbagai macam mata pencaharian yang tidak menetap seperti kuli kasar, pedagang asongan atau usaha kecil-kecilan. Banyak faktor penyebab kemiskinan, baik eksternal maupun internal. Kenaikan harga BBM yang memicu inflasi sangat menekan taraf hidup sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat miskin. Mereka yang dalam kondisi miskin dan 2
melarat menjadi menurun taraf hidupnya sebagai akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Rendahnya kualitas sumber daya manusia pada keluarga miskin juga tak memungkinkan mereka meraih berbagai fasilitas yang tersedia dipasaran Murjana Yasa (2000 : 86). Kemiskinan di Indonesia hampir semua ada di masingmasing propinsi, hal ini pun terdapat pada propinsi Bali. Untuk melihat lebih jelas dari persentase rumah tangga miskin yang terdapat pada kabupaten dan kota di propinsi Bali di perlihatkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 menunjukan, dari tahun 2006-2009 secara total jumlah rumah tangga miskin di propinsi Bali telah menurun, seperti tahun 2006 jumlah rumah tangga miskin sebesar 243,5 jiwa telah menurun menjadi 173,6 jiwa rumah tangga miskin pada tahun 2009.
3
Tabel 1.1 Jumlah Rumah Tangga Miskin menurut Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali Tahun 2006 -2009 (000 jiwa) No. Kabupaten/ Kota
2006
2007
2008
2009
Jumlah RTM
Jumlah RTM
Jumlah RTM
Jumlah RTM
1
Jembrana
26,3
25,0
20,4
17,6
2
Tabanan
31,8
30,2
28,5
20,8
3
Badung
18,2
17,4
13,7
14,0
4
Gianyar
27,1
25,8
28,9
25,5
5
Klungkung
15,7
15,0
11,7
8,8
6
Bangli
16,7
15,9
13,3
11,4
7
Karangasem
35,8
34,1
29,5
24,7
8
Buleleng
56,1
53,4
46,6
37,7
9
Denpasar
15,7
12,3
13,1
13,3
BALI
243,5
229,1
205,7
173,6
Sumber : BPS Provinsi Bali 2010 Pada Tabel 1.1 diketahui pula jumlah rumah tangga miskin di Provinsi Bali pada tahun 2009 terbesar di Kabupaten Buleleng dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 37,7 jiwa. Kabupaten Tabanan menempati urutan ke empat dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 20,8 jiwa. Untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai
upaya dengan mengeluarkan kebijakan dan
4
program
pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Berbagai upaya tersebut telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi kemiskinan tersebut sekaligus dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya-upaya tersebut seperti Program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Program Kredit Usaha Tani (KUT), Program Subsidi Langsung Tunai (SLT), Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Beberapa program penanggulangan kemiskinan tersebut terkait erat dengan konsep pembangunan wilayah yang berorientasi pada perbaikan hidup kelompok miskin. Argumentasi yang mendasari program-progam tersebut adalah pertama, peningkatan kesejahteraan hidup kelompok miskin tidak bisa dipisahkan dengan sumber daya yang mereka miliki. Oleh karena itu, program penanggulangan kemiskinan perlu berbasis pada optimalisasi sumber daya lokal. Atau dengan kata lain, program penanggulangan kemiskinan perlu mempertimbangkan kondisi dan potensi lokal dimana kelompok miskin berada. Kedua, permasalahan dasar kemiskinan adalah ketidakmampuan mereka menjangkau pelayanan-pelayanan dasar, baik pelayanan sosial maupun pelayanan ekonomi. Oleh karena itu, fasilitas-fasilitas pelayanan tersebut harus didekatkan pada mereka (Apri Astuti dan Muhammad Musiyam, 2009:72). Menurut hasil penelitian Novita (2009 : 4) sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menghasilkan input atau bahan baku bagi proses industrial. Keadaan seperti ini menuntut bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia harus dilandaskan 5
pada pembangunan berkelanjutan. Di saat semua sektor mengalami kontraksi pertumbuhan hingga mengalami pertumbuhan negatif, sektor pertanian mampu membuktikan diri sebagai penyangga ekonomi nasional, namun demikian sektor pertanian tidak mampu menjanjikan kesejahteraan yang merata kepada masyarakat yang bekerja di sektor ini. Salah satu sektor yang paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan di wilayah pedesaan adalah melalui peningkatan mereka yang bekerja di sektor pertanian dengan pola swadaya dan kerjasama antara petani dalam bentuk manajemen usaha bersama. Manajemen usaha bersama bertujuan mengurangi keterbatasan faktor produksi dan keahlian yang dihadapi petani sehingga efisiensi produksi dapat meningkat (Yusdja,dkk, 2004:2). Pertanian di Provinsi Bali sedang berada di persimpangan jalan. Sektor pertanian ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, sektor ini telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan secara drastis. Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian pada bahanbahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai. Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam dalam hasil produktivitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok, ditambah mayoritas petani yang bekerja di sawah kurang dari setengah hektar, aktivitas pertanian kehilangan potensi untuk menciptakan tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan. Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk pertanian dengan nilai tambah yang tinggi, pengaruh diversifikasi tetap 6
terbatas hanya pada daerah dan komoditas tertentu di dalam setiap sub-sektor Rosegrant,Hazell(2000 : 1). Kondisi dan permasalahan dalam pembangunan usaha pertanian di perdesaan secara umum dapat digambarkan, (1) belum tergarapnya potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara optimal; (2) belum berkembangnya diversifikasi usaha, baik intern sektor pertanian dan antar sektor pertanian dengan sektor lainnya sesuai potensi masing-masing wilayah; (3) belum terfokus dan terpadunya kegiatan baik antar sub sektor pertanian dan dengan sektor pendukungnya; (4) masih rendahnya insentif berusahatani karena belum diterapkannya rekomendasi teknologi dan sistim usahatani yang terintegrasi, efektif dan efisien. Pengembangan pembangunan pertanian di bali sudah dilakukan di lokasi Prima Tani oleh Pemda Bali dengan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal dengan inovasi diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani dengan memperhatikan berbagai aspek yaitu mampu menumbuhkan usaha tani produktif, tidak meninggalkan kearifan lokal (local genius) serta tidak melakukan eksploisasi yang dapat menguras keberadaan sumberdaya yang ada. Adopsi model Prima Tani ini juga ditindaklanjuti dengan nota kesepahaman (MoU) antara Badan Litbang Pertanian dengan Pemda Bali No:075/12/KB/B.PEM/2009 dan No:680/HM.240/I.10/09 pada tanggal 28 Oktober 2009 dengan tindaklanjut pengembangan Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara selanjutnya ditulis SIMANTRI Bali Mandara, secara berkelanjutan yaitu upaya terobosan dalam memepercepat adopsi teknologi pertanian dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Program 7
tersebut
memprioritaskan SIMANTRI Bali Mandara untuk menuju pertanian secara berkelanjutan, khususnya di Tabanan serta di Bali pada umumnya. SIMANTRI Bali Mandara tersebut diawali dengan pertanian terintegrasi yang menyasar tempat-tempat potensial pertanian dan komoditi unggulan. Selama ini hasil dari kotaran ternak belum dimanfaatkan secara maksimal, dengan adanya SIMANTRI Bali Mandara yang bertujuan mendorong pertanian terintegrasi, petani telah mampu menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah melalui pengolahan, serta mampu mengintegrasi sektor pertanian, peternakan dan sektor lainnya seperti sektor perikanan. Pengembangan pertanian dengan program Simantri Bali Mandara ini bertujuan mendukung berkembangnya divesifikasi usahatani secara terpadu terhadap potensi lokal, meningkatkan pendapatan sebagai salah satu penunjang program pemerintah mengentaskan kemiskinan, mengintergrasi usahatani tanaman pangan dan ternak, serta merintis pengembangan pertanian terintegrasi secara berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan. Adapun sasaran pelaksanaan pertanian terintegrasi ini, yaitu 1) meningkatkan luas tanaman pangan, meningkatkan populasi ternak, mengembangkan usahatani perikanan dan kualitas hasil; 2) tersedianya pakan ternak kualitas sepanjang tahun; 3) meningkatkan produksi pupuk dan pestisida organik serta biogas; 4) berkembangnya divesrifikasi usatani, yang mampu meningkatkan pendapatan. Program SIMANTRI Bali Mandara, mempunyai beberapa kriteria yang nantinya dapat mencapai tujuan dari program SIMANTRI Bali Mandara, yaitu 1) desa yang memiliki potensi pertanian dan memiliki komoditi unggulan sebagai titik 8
ungkit; 2) terdapat gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang mau dan mampu melaksanakan kegiatan terintegrasi; 3) dapat dilaksanakan pada desa dengan Rumah Tangga Miskin (RTM) yang memiliki SDM dan potensi untuk pengembangan agribisnis. Dengan adanya hal tersebut di Bali khususnya di Kabupaten Tabanan terdapat Gapoktan yang mau dan mampu melaksanakan kegiatan terintegrasi yang menjadi sasaran utama dari program SIMANTRI Bali Mandara, sebagai anggota SIMANTRI adalah Gapoktan. Anggota Gapoktan Simantri yang ada di Kabupaten Tabanan sejumlah 359 orang seperti Tabel 1.2. Tabel 1.2 menunjukan bahwa di Kecamatan Selemadeg menempati urutan pertama dengan jumlah anggota gapoktan Simantri sebanyak 194 orang dengan persentase jumlah anggota gapoktan sebesar 54,04 persen, di kecamatan Penebel menempati urutan ke dua dengan jumlah anggota gapoktan Simantri 71 orang dengan persentase jumlah anggota gapoktan sebesar 19,78 persen, sedangkan Kecamatan Pupuan menempati urutan ke empat dan paling sedikit dengan jumlah anggota gapoktan Simantri sebanyak 40 orang dengan persentase jumlah anggota gapoktan sebesar 11.14 persen. Kemudian di Kecamatan Selemadeg jumlah anggota gapoktan yang mau dan mampu melaksanakan kegiatan terintegrasi, dijabarkan pada Tabel 1.2.
9
Tabel 1.2 Jumlah Anggota Gapoktan Simantri dan persentase menurut Kecamatan di Kabupaten Tabanan tahun 2010 No.
Kecamatan
Jumlah Anggota Persentase Gapoktan Simantri (%) (orang) 1 Selemadeg 194 54,04 2 Penebel 71 19,78 3 Kerambitan 54 15,04 4 Pupuan 40 11,14 5 Tabanan 6 Kediri 7 Marga 8 Baturiti 9 Selemadeg Barat 10 Selemadeg Timur Total 359 100 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Tabanan, 2010 Tabel 1.3 Jumlah Anggota Gapoktan Simantri menurut Desa di Kecamatan Selemadeg tahun 2010 Jumlah Anggota Gapoktan No Desa Simantri (orang) 1 Antap 194 2 Bajera 3 Bajera Utara 4 Berembeng 5 Manikyang 6 Pupuan Sawah 7 Selemadeg 8 Serampingan 9 Wanagiri 10 Wanagiri Kauh Total 194 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Tabanan, 2010
10
Pada Tabel 1.3 Kecamatan Selemadeg memiliki 10 desa yaitu Desa Selemadeg, Serampingan, Brembeng, Bajera, Bajera Utara, Antap, Pupuan Sawah, Manikyang, Wanagiri, Wanagiri Kauh. Pada Kecamatan Selemadeg memiliki jumlah anggota gapoktan Simantri sebanyak 194 orang. Dari jumlah tersebut jumlah anggota Simantri hanya ada di Desa Antap, dan jumlah anggotanya tersebar pada berbagai Banjar/dusun. 1.1.1 Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana tingkat efektivitas program sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara terhadap rumah tangga petani miskin di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan? 2) Bagaimana dampak dari program sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara terhadap pendapatan yang diperoleh rumah tangga petani miskin di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan? 3) Bagaimana dampak dari program sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara terhadap kesempatan kerja rumah tangga petani miskin di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan?
11
1.2
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk Mengetahui tingkat efektivitas program sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara terhadap rumah tangga petani miskin di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan. 2) Untuk Mengetahui dampak dari program sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara terhadap pendapatan yang diperoleh rumah tangga petani miskin di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan. 3) Untuk mengetahui dampak dari program sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara terhadap kesempatan kerja rumah tangga petani miskin di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan.
1.2.2
Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka peneliti diharapkan dapat memberikan
kegunaan sebagai berikut : 1) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah berkaitan dengan menentukan dan melaksanakan programprogram penanggulangan kemiskinan sehingga dapat menunjukkan hasil yang
12
signifikan demi kepentingan masyarakat miskin serta pembangunan di Indonesia pada umumnya dan di Bali pada khususnya. 2) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk menerapkan konsep-konsep teori yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan serta meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan melalui berbagai temuan di lapangan yang sebelumnya belum terungkap.
1.3
Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, maka penulisannya
terbagi atas lima bab secara terinci dan sistematis. Sistematis dari masing-masing bab adalah sebagai berikut. Bab I
Pendahuluan Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah dari penelitian yang kemudian dirumuskan ke dalam pokok masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan bagian akhir akan dikemukaan mengenai sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka Dalam bab ini berisikan berbagai teori-teori yang melandasi sumber teori. Adapun teoritis yang dimaksud dalam bab ini adalah teori pendapatan, teori kesempatan kerja, teori kemiskinan, faktor-faktor penyebab kemiskinan, ukuran kemiskinan, indikator kemiskinan, konsep rumah 13
tangga miskin, konsep efektivitas, dampak program, pengertian sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara, tujuan kegiatan sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara, sasaran kegiatan sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara, kriteria lokasi kegiatan sistem pertanian terintegrasi (SIMANTRI) Bali Mandara, indikator
keberhasilan
kegiatan
sistem
pertanian
terintegrasi
(SIMANTRI) Bali Mandara, pembahasan hasil sebelumnya dan hipotesis. Bab III
Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan tentang lokasi dan objek penelitian, identifikasi variabel, definisi variabel, jenis dan sumber data, responden penelitian, metode penentuan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
Bab IV
Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini disajikan data di sertai pembahasan berupa gambaran umum daerah penelitian dan pembahasan hasil dari model yang digunakan, yang merupakan jabaran dari permasalahan yang ada.
Bab V
Simpulan dan Saran Merupakan bab akhir yang menyimpulkan dari seluruh pembahasan dan hasil analisis dari bab-bab sebelumnya serta di akhiri dengan saran-saran sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan langkahlangkah yang dilakukan pada masa yang akan datang.
14