BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Lansia 1. Pengertian Lansia Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). 2. Batasan Lansia Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu: a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59 tahun. Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74
8
tahun. Usia lanjut tua (Old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu usia diatas 90 tahun. b. Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998 Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut : Usia dewasa muda (Elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa penuh (Middle year) atau maturitas : 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia (Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 75-80 tahun (Old) dan lebih dari 80 tahun (Very Old). 3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia Perubahan-perubahan
yang terjadi
pada
lansia
menurut
Nugroho (2000) yaitu : a. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh terjadinya proses degeneratif yang meliputi : 1) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya intraseluler. 2) Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan berkurangnya penglihatan,
9
hilangnya
pendengaran,
menurunnya
sensasi
perasa
dan
penciuman sehingga dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan misalnya glukoma dan sebagainya. 3) Sistem
pendengaran
terjadi
perubahan
hilangnya
daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia di atas umur 65 tahun dan
pendengaran bertambah menurun pada
lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa atau stress. Hilangnya kemampuan pendengaran meningkat sesuai dengan proses penuaan dan hal yang seringkali merupakan keadaan potensial yang dapat disembuhkan dan berkaitan dengan efek-efek kolateral seperti komunikasi yang buruk dengan pemberi perawatan, isolasi, paranoia dan penyimpangan fungsional. 4) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan gangguan penglihatan, hilangnya daya akomodasi, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, menurunnya lapang pandang sehingga luas pandangnya berkurang luas. 5) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
10
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya efektivitas pembuluh darah feriver untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk, duduk keberdiri bisa mengakibatkan tekanan darah menurun menjadi mmHg yang mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer. b. Perubahan mental Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih cenderung disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini di anggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti cross sectional dan logitudional didapat bahwa kebanyakan, namun tidak semua lansia mengalami gangguan memori, terutama setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia quotient) tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari factor waktu.
11
c. Perubahan-perubahan psikososial Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh produktivitasnya dan identitas di kaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seorang pension (purna tugas) ia akan mengalami kehilangan financial, status, teman dan pekerjaan. Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk, pada waktu kesehatannya memburuk mereka cenderung untuk berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan dengan pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka tampaknya masih jauh dank arena itu mereka kurang memikirkan kematian. d. Perubahan psikologis Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain penurunan badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa yang di sebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri
12
terhadap lingkungan baru. Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang lamban dan kesiapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan demensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang baru terjadi.
B. Status Mental 1. Pengertian Status Mental Status mental adalah suatu pengkajian status mental yang merupakan komponen penting dari setiap evaluasi apapun tentang fungsi sensorinya, penampilan, perilaku fisik dan kemampua n kognitif.
Wawancara
klien
selama
pengambilan
riwayat,
pemeriksaan fisik, dan pemberian perawatan memberikan data berharga yang berfungsi sebagai dasar evaluasi untuk pengkajian status mentalnya (Potter. 2005). 2.
Pengkajian Status Mental Pengkajian Status Mental Lansia menurut (Keliat, 2005) yaitu: a. Penampilan
13
Mengkaji penampilan klien rapi atau tidak seperti penampilan klien sehari-hari, mandi pagi, sore, rambut disisir, berpakaian yang sesuai, gigi bersih, kuku pendek. b. Pembicara Mengkaji pembicaraan klien apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis, atau lambat, apakah pembicara berpindah dari satu kalimat ke kalimat lain dan tidak ada kaitannya. c. Aktivitas Motorik Mengkaji apakah klien tampak lesu, tegang, gelisah yang tampak jejas, agitas (gerak motorik yang menunjukkan gegelisahan), tik (gerakan gerakan kecil yang tidak terkontrol), grimasen (gerak otot muka yang berubah-ubah dan tidak dapat di kontrol oleh klien),
tremor
(jari-jari
tampak
gemetar
ketika
klien
mengulurkan tangan dan merentangkan jari-jari), kompulsif (kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan). d. Alam Perasaan Mengkaji apakah klien tampak sedih, putus asa, gembira yang berlebihan yang tampak jelas, ketakutan, kekawatiran. e. Afek Mengkaji apakah ada perubahan datar, (tidak ada perubahan roman muka
pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau
menyedihkan), tumpul (hanya bereaksi kalau ada stimulus emosi
14
yang kuat), labil (emosi berubah dengan cepat), tidak sesuai (emosi tidak sesuai dengan atau bertentangan dengan stimulus yang ada). f. Interaksi selama wawancara Mengkaji apakah klien bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung, kurangnya kontak mata (tidak mau menatap orang lain), defensive (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya), curiga (menunjukkan sikap atau tidak percaya pada orang lain) g. Persepsi Mengkaji jenis-jenis halusinasi seperti klien mengatakan sering mendengar suara-suara, dan klien sering melihat bayangan hitam mengejar kearahnya h. Proses pikir Mengkaji sirkumtansial seperti berbicara berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicara, tangensial (pembicaraan berbelitbelit, tapi tidak sampai pada tujuan pembicara), kehilangan asosial (pembicara tidak memiliki hubungan antara satu kalimat dan kalimat lainnya, serta klien tidak menyadarinya), flig of ideas (pembicaraan yang meloncat daridari satu topik ke topik lainnya, dan msih ada hubungan yamg tidak logis dan tidak sampai pada tujuannya), blocking (pembicaraan berhenti tiba-
15
tiba tanpa gangguan eksternal kemudian di lanjutkan kembali), perseverasi (pembica yang diulang berkali-kali), i.
Isi pikir Mengkaji tentang obsesi (pikiran yang sering muncul walaupun klien berusaha menghilangkannya), fobio (ketakutan yang patologi atau logis terhadap obyek atau situasi tertentu), hipokondri (keyakinan terhadap adanya gangguan pada organ dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada), depersonalisasi (perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang atau lingkungan), ide yang terkait (kenyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi di lingkungan, bermakna, dan terkait pada dirinya),
pikiran
magis
(kenyakinan
klien
tentang
kemampuannya untuk melakukan hal-hal yang mustahil atau di luar kemampuan). j. Tingkat kesadaran Mengkaji klien apakah klien tampak bingung dan kacau, dedasi (pasien mengatakan bahwa ia melayang-layang atara sadar dan tidak sadar, stupor (gangguan motorik, seperti ketakutan, gerakan diulang-ulang), orentasi waktu, tempat dan orang cukup jelas. k. Memori Memgkaji adanya gangguan daya ingat jangka panjang (tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan), adanya gangguan daya ingat jangka pendek (tidak dapat
16
mengingat kejadian yang terjadi dalam minggu terakhir), gangguan daya ingat saat ini (klien dapat mengingat kejadian saat ini). l. Tingkat konsentrasi dan berhitung Klien mudah dialihkan (perhatian klien mudah berganti dari satu obyek ke obyek lain), tidak mampu berkonsentrasi dan klien selalu pertanyaan diulang atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan, tidak mampu berhitung, (tidak dapat melakukan penambahan dan pengurangan). m. Kemampuan penilaian Mengkaji gangguan kemampuan ringan (dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain, gangguan menilai bermakna (tidak mampu megambil keputusan walaupun dibantu orang lain. n. Daya tilik diri Klien mengkikari penyakit yang diderita, tidak menyadari adanya penyakit (perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu pertolongan, menyalahkan orang lain dan lingkungannya dengan kondisinya saat ini. 3.
Faktor-Faktor Predisposisi Sehat Sakit Mental Faktor- Faktor Predisposisi Sehat Sakit Mental meurut (Rasmun, 2001) yaitu: a. Biologis
17
Penusuran gen-gen yang menyebabkan penyakit mental yang merupakan hal yang sulit di lakukan hingga saat ini, satu-satunya gen yang mempunyai hubungan dengan beberapa penyakit mental yang menyebabkan perkembangan penyakit Alzeimerās pada sekitar 10% orang dengan kelainan ini. Informasi terakhir tentang penyebaran
penyakit
mental
terutama
berdasarkan
atas
penyelidikan tentang sifat keturunan manusia. b. Psikologi 1) Intelegensia kemampuan individu dalam menyelesaikan konflik diri dengan menggunakan berbagai upaya koping yang sesuai untuk mengurangi ketegangan menuju keseimbangan kontinum. 2) Kemampuan berbahasa, individu dapat mengurangi ketegangan psikis dengan kemampuanya menguraikan atau menyusaikan diri dengan lingkungan. 3) Pengalaman masa lalu, bagi individu kesehatan mental dapat dihubungkan dengan pengalaman masa lalu yang menyenangkan ataupun menyakitkan misalnya peristiwa kehilanagan. 4) Konsep diri, bagaimana kesusuaikan atau persepsi terhadap diri, yang meliputi gambaran diri, peran diri, ideal diri, harga diri, dan identitas diri. 5) Motivasi, bagaimana motivasi diri dalam menghadapi tantangan dan dinamika hidup apakah motivasi tinggi motivasi rendah.
18
6) Faktor lain yang mempengaruhi sehat sakit mental adalah: sosio kultural, usia, pendidikan, penghasilan, pekerjaan, kedudukan social dan latar belakang budaya. c. Respon Fisiologis Stimulus system syaraf otonom dan simpatis serta peningkatan aktifitas hormon, tremor, palpitasi, peningkatan mobilitas. d. Respon Perilaku Bervariasi tergantung pada tingkat kecemasan, dapat berupa isolasi diri atau agresif. e. Respon Sosial Mencari arti: atribut sosial, perbandingan social.
C.
Perbedaan Status Mental yang di Keluarga dengan yang di Panti Wredha 1.
Pengertian Keluarga Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang perannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah pendidikan kepada individu dimulai dari keluarga inilah akan tecipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membagun suatu kebudayaan maka seyogyanya di mulai dari keluarga (Setiadi, 2008).
2. Dukungan Sosial Keluarga Menurut Setiadi (2008) dukungan social keluarga antara lain:
19
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat di percaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintai. Dalam suatu tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan. Studi-studi
tentang
dukungan
keluarga
telah
mengkonseptualisasi dukungan keluarga dengan koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan dari anak. 3. Panti Wredha Panti wredha (elderly-hostels) adalah suatu institusi hunian bersama dari para lansia yang secara fisik/kesehatan masih mandiri, akan tetapi mempunyai keterbatasan di bidang sosial-ekonomi. Kebutuhan hunian biasanya disediakan oleh pengurus panti. Di selenggarakan oleh pemerintah atau swasta. Biasanya lanjut usia ditempatkan di panti karena terlantar dan keluarganya sudah tidak merawatnya,
seperti
kesibukan
20
keluarga
ataupun
masalah
ekonominya, padahal lansia sangat rentang dengan kesehatan mentalnya, terutama dengan fungsi kognitif, memori, masih butuh perhatian (Darmojo dkk, 2006).
D. Kerangka Teori Faktor sehat sakit mental: a. Biologis b. Psikologis c. Respon fisiologis d. Respon perilaku e. Respon sosial
Status mental: a. Penampilan b. Pembicaraan c. Aktivitas motorik d. Alam perasaan e. Afek f. Interaksi selama wawancara g. Persepsi h. Proses pikir i. Isi piker j. Tingkat kesadaran k. Memori l. Tingkat konsentrasi dan berhitung m. Kemampuan penilai n. Daya titik diri
Gambar 1 : Kerangka Teori Pengkajian status mental (Keliat, 2005)
21
Status mental di keluarga Desa Kangkung dan di Panti Pucang Gading Semarang
E. Kerangka Konsep
Status Mental Lansia di Keluarga Desa Kangkung
Status Mental Lansia
Status Mental lansia yang di Panti Wredha Pucang Gading Semarang
Status Mental Lansia
Gambar 2 : Kerangka Konsep (keliat, 2005) F. Variabel Penelitian Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (independen) Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat) (Alimul, 2002). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lansia yang ada di keluarga dan lansia yang ada di Panti Wredha Pucang Gading Semarang. 2. Variabel terikat (dependen) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Alimul, 2002). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status mental. G. Hipotesis Ada perbedaan antara status mental lansia yang ada di Desa Kangkung dan lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semaran
22