KEBISINGAN DI BAWAH LAUT Kebisingan merupakan bunyi atau suara yang tidak menyenangkan untuk di dengar. Bunyi ini memiliki volume tinggi yang membuat daerah sekitarnya menjadi bising dan bisa mengakibatkan gangguan rusaknya pendengaran manusia. Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep 48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan terjadi bila intensitas bunyi melebihi 50 desibel (db). Pengukurannya menggunakan alat yang bernama Sound Level Meter. Oleh karena kebisingan dapat mengganggu lingkungan, maka kebisingan dapat dimasukkan sebagai pencemaran. Suara dengan intensitas tinggi, seperti yang dikeluarkan oleh suara mesin pabrik atau industri, mesin penggilingan padi, mesin las, kendaraan bermotor yang berlalu-lalang, suara kereta api, dan pesawat terbang secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu manusia, bahkan menyebabkan cacat pendengaran yang permanen. Jenis-jenis kebisingan ada empat macam, yaitu: 1. kebisingan yang terus-menerus dengan jangkauan frekuensi yang sempit, misalnya: mesin gergaji. 2. kebisingan yang terputus-putus, misalnya: suara arus lalu lintas atau pesawat terbang. 3. kebisingan impulsif (tiba-tiba), misalnya: tembakan, bom, atau suara ledakan. 4. kebisingan impulsif berulang, misalnya: suara mesin tempa, atau saat proses penancapan paku bumi di tempat proyek pembangunan.
Dampak Pencemaran Suara (Kebisingan) Suara-suara bising ini dapat menyebabkan terganggunya pendengaran manusia. Selain itu, lamakelamaan suara bising ini akan menimbulkan berbagai keluhan pada tubuh kita, misalnya pusing, mual, jantung berdebar-debar, sulit tidur, badan kaku, dan naiknya tekanan darah. Kebisingan tidak hanya terjadi di daerah darat saja, melainkan pada bawah laut. Misalnya dampak pencemaran suara terhadap mamalia laut . Mamalia laut (misalnya lumba-lumba sungai dan paus) tinggal di lingkungan di mana tidak terdapat cahaya yaitu di kedalaman yang jauh dari permukaan. Pada kedalaman lebih dari 200 meter cahaya tidak lagi menembus laut, dengan keadaan ini maka mamalia laut mengandalkan suara dibandingkan cahaya sebagai alat utama dalam berkomunikasi serta untuk lebih berhati-hati dari keadaan lingkungan sekitarnya. Di satu sisi, berdasarkan penelitian para ilmuwan, tingkat kebisingan di laut kini naik menjadi sepuluh kali lipat dari kondisi normal. Kita tahu bahwa suara merambat lebih cepat dan lebih jauh di dalam air dibanding di udara. Intensitas tinggi suara di lautan juga tidak berkurang dalam ratusan mil. Keadaan ini tentu sangat mengganggu kehidupan mamalia laut yang sangat peka terhadap suara. Kebisingan di dalam laut disebabkan oleh: 1. Sumber alami: aktivitas tektonik, gunung api dan gempa bumi, angin, dan gelombang. 2. Lalu lintas kapal: Kapal-kapal Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya mengeluarkan suara dengan level 190 desibel, dan untuk ukuran kapal yang lebih kecil biasanya menimbulkan gelombang suara sekitar 160-170 desibel.
3. Kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi gas dan minyak seperti pembangunan anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dan lain-lain. Kegiatan tersebut dapat menciptakan suara dengan intensitas sampai dengan 255 desibel. 4. Penggunaan sonar dalam latihan militer. Sonar adalah alat yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk menemukan benda dan menentukan letaknya di bawah permukaan air. Kegiatan tersebut dapat menciptakan suara dengan intensitas sampai dengan 160 desibel.
Selain itu, kebisingan di bawah laut juga disebabkan oleh keasaman laut. Karena pemanasan global menyebabkan laut menyerap lebih banyak CO2, para peneliti AS berkata bahwa laut menjadi semakin bising, dengan dampak terhadap kehidupan laut yang belum diketahui.Dr. Richard Zeebe, profesor madya oseanografi dari Universitas Hawaii AS, menjelaskan bahwa peningkatan keasaman akibat penyerapan gas berdampak terhadap perambatan gelombang suara pada frekuensi tertentu menjadi semakin tajam.
Salah satu dampak kebisingan tersebut bagi mamalia laut disampaikan oleh Vonk and Martin (1989), Simmonds and Lopez-Jurado (1991), Frantzis (1998) dan Frantzis and Cebrian (1999), yakni terdamparnya belasan mamalia laut pada bulan Maret 2000 di Kepulauan Bahama (dekat Samudera Atlantik Utara). Dan juga terdamparnya beberapa Paus di Pulau Canary (Spanyol) dan Laut Ionia (dekat Itali).
Penelitian baru dari sebuah tim Inggris di Great Barrier Reef menunjukkan bahwa semakin meningkatnya polusi kebisingan manusia di laut dapat menyebabkan ikan menjauh dari habitat dan mengalami kematian. Setelah berkembang selama berminggu-minggu di laut, juvenil ikan tropis mengandalkan suara alam untuk menemukan terumbu karang di mana mereka bisa bertahan hidup dan berkembang. Namun, para peneliti menemukan bahwa paparan singkat terhadap suara buatan membuat ikan jadi tertarik untuk mendekati suara asing tersebut. Menggunakan perangkap cahaya bawah air pada malam hari, Dr Simpson dan timnya mengumpulkan bayi ikan damsel yang sedang dalam perjalanan menuju terumbu karang. Ikan kemudian dimasukkan ke dalam tangki air yang dilengkapi dengan speaker bawah laut yang memutar suara kebisingan terumbu alami dan campuran yang disintesis dari nada murni. Malam berikutnya ikan-ikan itu dimasukkan ke dalam pilihan kamar yang dirancang khusus (tabung panjang dengan kondisi yang kontras di mana pada ujung tabung ikan bisa bergerak bebas memilih tempat mana yang lebih disukai). Dengan suara alam semua ikan menyukai kebisingan karang, tapi ikan yang telah mengalami campuran nada berenang ke arah lain. kolaborator-Nya, Dr Mark Meekan menambahkan: “Ini juga menunjukkan bahwa mereka dapat membedakan suara dan, menjadi tertarik pada suara yang benar-benar bisa mengacaukan perilaku mereka pada malam yang paling penting dari kehidupan mereka, yaitu saat mereka harus menemukan jalan pulang ke terumbu karang” Dalam lingkungan yang bising rincian perilaku alam dapat memiliki dampak yang merusak pada keberhasilan populasi dan pemulihan stok ikan di masa depan.
Dr Simpson berkata: “kebisingan antropogenik telah meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir, dengan perahu kecil, pengiriman, pengeboran hingga pengujian seismic. Suarasuara itu dapat menenggelamkan suara alami ikan dan udang. Jika ikan sengaja belajar untuk mengikuti suara yang salah, mereka bisa berakhir terjebak di samping sebuah situs konstruksi atau mengikuti sebuah kapal kembali ke laut. “