ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (
[email protected]) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132 Dosen Pembimbing: Rildova (
[email protected])
Abstrak: Mid-point tie-in adalah salah satu metoda tie-in yang termasuk ke dalam jenis atmospheric welding, karena penyambungan pipa dilakukan dengan cara melakukan pengelasan pada kedua ujung segmen pipa dalam kondisi tekanan udara normal (=1atm). Sebelum proses tie-in dilakukan, kedua segmen pipa harus diangkat terlebih dahulu ke atas permukaan laut dengan bantuan davit yang terdapat pada barge dan kemudian dilanjutkan dengan fit-up kedua ujung pipa tersebut. Pada penelitian ini dilakukan analisis mid-point tie-in untuk beberapa diameter pipa yang berbeda, yaitu pipa 20”ODx0,50”WT, 26”ODx0,69”WT dan 32”ODx0,87”WT dan juga penggunaan jumlah buoy yang bervariasi (dari 0 sampai 5 buoy) sehingga akan diketahui pengaruh dari diameter pipa dan buoy pada metoda tie-in ini. Untuk properti material pipa, coatings, lifting arrangement (lokasi kabel davit dan buoy pada pipa), spesifikasi barge dari setiap pipa di atas adalah sama. Ada tiga tahap yang harus dianalisis dalam metoda tie-in ini, yaitu lifting-aft section, lifting-forward section dan lowering pipeline. Bantuan perangkat lunak untuk memodelkan pipa bawah laut digunakan saat melakukan analisis dari ketiga kondisi tersebut dengan membandingkan hasil output yang berupa nilai percent yield dari tiap pipa untuk kedalaman laut yang sama dan telah memenuhi syarat batas yang ditetapkan. Dari hasil output perangkat lunak tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk jumlah penggunaan buoy yang semakin banyak akan meningkatkan kedalaman maksimum yang dapat dicapai pada operasi mid-point tie-in pada semua diameter pipa dan untuk jumlah penggunaan buoy yang sama jumlahnya (≥2 buoy) pipa 20”OD memiliki kedalaman yang lebih besar dibandingkan pipa 26”OD dan 32”OD. Kata kunci: mid-point tie-in, pipa bawah laut, atmospheric welding, davit lift, barge
PENDAHULUAN Pipa bawah laut adalah salah satu bagian dari infrastruktur bangunan lepas pantai yang berfungsi untuk mengalirkan produk dari suatu struktur lepas pantai ke struktur lepas pantai lainnya atau ke terminal di darat agar dapat diproses lebih lanjut. Karena perannya yang sangat penting dalam proses produksi minyak dan gas bumi di lepas pantai, maka pipa bawah laut harus didesain dengan standard & code yang berlaku di negara tempat operator migas itu berada. Pipa bawah laut yang didesain harus mampu menerima gaya-gaya dalam yang bekerja pipa selama proses instalasi pipa bawah laut, demikian juga pada saat melakukan proses mid-point tie-in. Kondisi-kondisi tersebut harus diperhitungkan pada saat melakukan desain pipa bawah laut selain kondisi operasional pipa bawah laut. Tie-in adalah suatu proses penyambungan pipa bawah laut dengan fasilitas lain seperti riser atau subsea manifold. Tie-in juga dapat dilakukan antar segmen pipa bawah laut untuk membuat pipeline yang kontinu, seperti pada kasus instalasi atau perbaikan pipa bawah laut dimana segmen pipa di-lay oleh vessel yang sama atau berbeda. Ada empat metoda tie-in yang umum digunakan pada pipa bawah laut, yaitu Flanged Method, Atmospheric Welding, Hyperbaric Welding dan Mechanical Connectors (Mouselli, 1981). Mid-point tie-in adalah salah satu metoda tie-in yang dilakukan untuk menghubungkan sebuah segmen pipa bawah laut dengan segmen pipa bawah laut lainnya yang berada pada tengah bentang sebuah pipeline dengan melakukan pengelasan pada kedua ujung pipa (secara atmospheric welding) setelah terlebih dahulu pipa diangkat ke permukaan laut. Operasi ini dapat dilakukan jika terdapat dua buah pipa bawah laut yang berdekatan
yang menghubungkan sebuah platform lepas pantai dengan fasilitas atau infrastruktur di darat (seperti pada Gambar 1) dan metoda ini bertujuan untuk mengoptimalkan durasi penggunaan barge di lapangan.
Gambar 1 Penggunaan pipa bawah laut (Guo, 2005).
METODOLOGI Metodologi penelitian ini akan dibagi ke dalam beberapa tahapan, secara ringkas tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: a. Melakukan studi literatur atau memperbanyak referensi untuk lebih memahami operasi mid-point tie-in. b. Melakukan pengumpulan data sebelum membuat model mid-point tie-in, seperti data pipa dan coating, data barge dan spesifikasi davit. c. Melakukan pemodelan lifting-aft section, lifting forward section dan lowering pipa bawah laut untuk beberapa diamater pipa dengan menggunakan perangkat lunak yang tersedia pada kedalaman laut tertentu dan dengan jumlah penggunaan floatation buoy yang berbeda (0 sampai 5 buah buoy dengan kapasitas 5T). d. Melakukan analisis setelah memperoleh hasil output dari perangkat lunak. e. Mengambil kesimpulan dari analisis variasi kedalaman laut dan jumlah penggunaan floatation buoy untuk tiap diameter pipa. Beberapa variasi parameter yang digunakan untuk melakukan analisis mid-point tiein, yaitu jumlah penggunaan buoy dan diameter pipa yang berbeda. Ada tiga diameter pipa yang dianalisis pada penelitian ini, yaitu: 1. Pipa 20”ODx0.50”WT 2. Pipa 26”ODx0.69”WT 3. Pipa 32”ODx0.87”WT Tabel 1 berikut ini adalah data yang digunakan sebagai input pada perangkat lunak untuk memodelkan operasi mid-point tie-in:
Tabel 1 Data pipa, coatings dan lifting arrangement No. Parameter Unit 20"OD 26"OD 1 Modulus elastisitas MPa 207000 2 Poisson's ratio 0,3 3 Tegangan leleh MPa 450 4 Koefisien drag 0,7 5 Tebal lapisan korosi mm 5,5
32"OD
6 7
Massa jenis lapisan korosi Tebal lapisan beton
N/m3 mm
12557 80
8 9
Massa jenis lapisan beton Panjang field joint
N/m3 m
29822 0,7
N/m3 mm mm
508 12,7
10055 660 17,5
812.8 22,2
N/m N/m
1632,57 -495,18
2865,47 -695,34
4422,57 -938,23
N/m N/m m
5936,46 2338,86
8264,37 2859,76 3,9
10916,48 3337,92
10 11
Massa jenis lapisan field joint Diameter terluar pipa* Ketebalan pipa* 12 Pipa dengan lapisan korosi -Air weight -Submerged weight 13 Pipa dengan lapisan korosi & beton -Air weight -Submerged weight 14 Tinggi dek barge 15 Panjang (lihat gambar 3)
<E> 16 Kedalaman laut 17 XEND Note: *(API Specification 5L, 2000)
m m m m m m m
11 19 19 36.6 18.3 bervariasi bervariasi
Tabel 2 di bawah ini adalah data barge yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan pipa bawah laut: Tabel 2 Data Barge Length x Breadth x Depth Forward Draft Aft Draft Freeboard Trim
120mx32mx8m 4,1m 4,1m 3,9m 0 deg
Spesifikasi dan konfigurasi davit yang terdapat di atas barge dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini: Tabel 3 Spesifikasi dan konfigurasi davit SD01 SD02 SD03 SD04 SD05 SD06 A-Frame Tipe 110 Tinggi Hoist Travel (m) Kapasitas angkat 50 maksimum (MT) Sudut ayun maksimum ±30 sheave (deg.) Tinggi davit dari dek 11.464 11.464 11.464 11.464 8.764 8.764 (m) Lokasi davit dari buritan 101.63 79.875 61.125 46.125 27.375 9.375 barge (m) Note: SD01 sampai dengan SD06 adalah Starboard Davit No. 1 sampai dengan 6. Gambar 2 di bawah adalah tampak atas dan samping barge yang digunakan untuk melakukan operasi mid-point tie-in:
Gambar 2 Tampak atas dan samping dari lay-barge. Untuk ilustrasi lifting arrangement dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah, dimana untuk lift-aft dan lift-fwd memiliki pengaturan yang sama.
Gambar 3 Ilustrasi lifting arrangement kabel davit dan buoy pada pipeline. Ada tiga kondisi yang harus diperiksa dan dianalisis dengan perangkat lunak, yaitu: a. Pipeline lifting – aft section (at sternside of the barge), yaitu proses pengangkatan segmen pertama pipa di bagian belakang barge dari dasar laut ke atas permukaan sampai ujung pipa terangkat pada posisi tertentu (lihat Gambar 4).
Gambar 4 Ilustrasi pipeline lifting-aft section. b. Pipeline lifting – forward section (at bowside of the barge), yaitu proses pengangkatan segmen kedua pipa di bagian depan barge dari dasar laut ke atas permukaan sampai ujung pipa terangkat pada posisi tertentu (lihat Gambar 5).
Gambar 5 Ilustrasi pipeline lifting-forward section.
c. Pipeline lowering and barge sidewalk movement simultaneously, yaitu proses penurunan pipa setelah kedua segmen pipa yang diangkat sebelumnya disambung dengan proses pengelasan. Pada proses ini barge bermanuver ke samping (arah starboard) bersamaan dengan diturunkannya pipa ke dasar laut (lihat Gambar 6).
Gambar 6 Ilustrasi pipeline lowering. Batasan yang diambil pada penelitian ini, yaitu: a. Beban yang diperhitungkan pada analisis ini hanya beban sendiri (selfweight) dari pipa tersebut dengan coating yang sama untuk tiap pipa (seperti pada Tabel 1) dan tidak memperhitungan beban lingkungan (hanya dilakukan analisis statik). b. Spesifikasi barge dan davit (lihat Tabel 2 dan Tabel 3) yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan pipa adalah sama untuk diameter pipa yang berbeda. c. Tinggi pengangkatan kedua ujung pipa dari permukaan air sebesar 3500±100mm (koordinat sumbu Y) dari permukaan laut, 53550±100mm untuk lift-aft section, 66370±100mm untuk lift-fwd section (koordinat sumbu X) dan toleransi maksimum vertical angle ≤ 0.1o untuk kemudahan fit-up pipa yang akan disambung. d. Percent yield maksimum ditetapkan sebesar 96% pada daerah overbend dan 72% pada daerah sagbend (DNV, 1981).
HASIL Dari perangkat lunak yang digunakan untuk memodelkan tiga kondisi di atas diperoleh output berupa percent yield untuk semua kasus yang ada, Tabel 4 di bawah adalah rangkuman nilai dari percent yield kondisi yang menyebabkan kegagalan terjadi lebih awal (governing case) pada tiap kedalaman yang ditinjau: Tabel 4 Kedalaman laut maksimum untuk operasi mid-point tie-in 20"ODx0.5"WT 26"ODx0.69"WT 32"ODx0.87"WT Jumlah Depth Depth Depth Buoy Case Case Case (m) (m) (m) 0 8 (fwd_SB) 10 (fwd_OB) 8 (fwd_OB) 1 12 (fwd_OB) 12 (fwd_OB) 10 (fwd_OB) 2 17 (fwd_OB) 15 (fwd_OB) 13 (fwd_OB) 3 22 (fwd_SB) 18 (fwd_OB) 15 (fwd_OB) 4 26 (fwd_SB) 21 (fwd_OB) 17 (fwd_OB) 5 29 (fwd_SB) 24 (fwd_OB) 19 (fwd_OB)
Grafik jumlah buoy vs maximum depth untuk tiap diameter pipa dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah:
Gambar 7 Grafik jumlah buoy vs maximum depth.
KESIMPULAN Dari hasil output perangkat lunak dan plot grafik di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Untuk pipa 20”OD, jumlah penggunaan floatation devices (buoy) akan mempengaruhi kedalaman yang bisa dicapai, dengan bertambah banyaknya jumlah buoy yang digunakan akan meningkatkan kedalaman pada operasi mid-point tie-in dan begitu juga sebaliknya. Hal ini juga berlaku untuk pipa 26”OD dan 32”OD (lihat Tabel 4 untuk hasil yang lebih detail). 2) Dengan jumlah penggunaan buoy yang sama untuk diameter pipa yang berbeda terlihat bahwa pipa dengan diameter yang terkecil memiliki kedalaman maksimum yang terbesar (untuk jumlah buoy ≥ 2), hal ini disebabkan submerged weight dari pipa yang berdiameter kecil lebih kecil dibandingkan submerged weight pipa yang berdiameter besar sehingga bagian pipeline yang dapat diangkat dengan jumlah dan kapasitas buoy yang sama akan lebih besar pada pipa 20”OD sehingga makin besar kedalaman maksimum yang dapat dicapai. Akan tetapi hal ini tidak berlaku untuk penggunaan 0 buoy dan 1 buoy pada pipa 20”OD (kedalaman maksimumnya lebih kecil daripada pipa 26”OD dan 32” OD). Faktor yang menyebabkan kegagalan pada daerah sagbend pipa 20”OD adalah tebal lapisan beton yang cukup besar dan sama dengan pipa yang lain (tebal lapisan beton = 80mm). 3) Untuk perbandingan nilai percent yield pada tahap lifting-aft dan lifting-fwd, terlihat bahwa tahap lifting-fwd lebih menentukan pada semua kasus yang ditinjau karena memiliki nilai percent yield yang lebih besar daripada tahap lifting-aft.
DAFTAR PUSTAKA API Specification 5L (2000), Specification for Line Pipe, 42ndedition, American Petroleum Institute, USA. DNV (1981), Rules for Submarine Pipeline Systems, Det Norske Veritas, Norway. Guo, Buyon (2005), Offshore Pipelines, Elsevier, Oxford, UK. Mousselli, A. H. (1981), Offshore Pipeline Design, Analysis and Methods, PennWell Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, USA.
8