BAB IV. KONDISI EKSISTING WILAYAH PENELITIAN
4.1.
Kabupaten Sumbawa – Barat
4.1.1. Luas dan Batas Wilayah Kabupaten Sumbawa Barat selanjutnya disebut KSB dibentuk berdasarkan UU No. 30 tahun 2003 yang terdiri dari 5 kecamatan terbagi dalam 37 desa serta 131 buah dusun/lingkungan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumbawa. KSB merupakan merupakan salah satu dari sembilan Kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat terletak di ujung Barat Pulau Sumbawa dengan luas wilayah 1.849,02 km2. Kabupaten yang dikenal dengan motto Pariri Lema Bariri ini berbatasan dengan Selat Alas di sebelah Barat, Kabupaten Sumbawa di sebelah Timur dan Utara dan Samudera Indonesia di sebelah Selatan. 4.1.2. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Jumlah penduduk dapat menjadi modal utama dalam pembangunan bila dilengkapi denga pendidikan dan keterampilan yang memadai serta berada dalam usia produktif. Penduduk KSB tahun 2005 mencapai angka 99.581 jiwa, terdiri dari 50.340 laki-laki dan 49.241 perempuan, dengan demikian penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan, dengan sex ratio 102. Jika jumlah penduduk dibandingkan dengan uas wilayah (1.849,02 km2) maka setiap km2 dihuni oleh 54 jiwa, ini memperlihatkan bahwa penduduk Sumbawa Barat masih jarang. Perbandingan antara luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan dapat dilihat pada Tabel 20 dibawah ini. Tabel 20. Luas Kecamatan, Penduduk dan Kepadatannya di Kabupaten Sumbawa Barat No 1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Sekongkang Jereweh Taliwang Brang Rea Seteluk Jumlah
Luas (km2) 305,13 574,67 516,3 212,07 240,32 1.849,02
Sumber : Sumbawa Barat dalam angka, 2007
Penduduk (Jiwa) 9.616 14.844 38.624 11.844 24.653 99.581
Kepadatan (Jiwa/km2) 32 26 75 56 103 54
4.1.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Status kabupaten/kota dapat digolongkan dalam konteks IPM dapat digolongkan dalam empat golongan, yaitu tinggi (IPM = 80-100), menengah atas (IPM = 66-80), menengah bawah (IPM = 50-65) dan rendah (IPM<50) hanya kota Mataram yang masuk dari golongan menengah bawah menjadi golongan tingkatan menengah atas dengan IPM 68,8 sedangkan Kabupaten lainnya tergolong pada tingkatan menengah bawah karena indeksnya mencapai kisaran 50-65. Hasil penghitungan IPM 2004 menunjukkan bahwa dari 9 kabupaten/kota yang ada di Nusa Tenggara Barat belum ada satupun yang masuk katagori tinggi dalam bidang pembangunan manusia. Namun demikian secara umum IPM antar kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat untuk tahun 2004 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2002. Tabel 21 menampilkan perbandingan status pembangunan manusia antar kabupaten/kota di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang diukur dengan IPM,suatu indeks komosit yang terdiri dari indeks angka harapan hidup, indeks pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah), dan indeks standart hidup layak. Pada tahun 2002 IPM tertinggi terjadi di kota Mataram dan Sumbawa yaitu masingmasing 65,2 dan 61,0 sedangkan IPM Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2004 dengan skor 61,9 (menengah atas) dengan peringkat 5 dari 7 kabupaten dan 2 kota di NTB.
Tabel 21. Skor dan Peringkat IPM Kabupaten/Kota di NTB No
Kabupaten/Kota
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
( 1) Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Dompu Bima Sumbawa Barat Mataram Kota Bima NTB
IPM ( 0 – 100 ) 2002 2004 (2) (3) 55,0 57,0 53,9 56,9 56,1 58,7 61,0 63,2 58,4 62,3 59,0 60,2 61,9 65,2 68,8 63,5 57,8 60,6
Peringkat IPM 2002 2004 (4) (5) 6 8 7 9 5 7 2 3 4 4 3 6 5 1 1 2 30 33
Sumber : IPM Propinsi, NTB 2004
77
4.1.4. Kemiskinan, Kompensasi BBM dan BLT Pada tahun 2006 penduduk KSB total berjumlah 111.204 orang, dari jumlah tersebut sebanyak 10.457 orang merupakan penduduk miskin. Penduduk miskin tersebut terdistribusi di 5 kecamatan dengan perincian Kecamatan Taliwang 4.239 jiwa, Kecamatan Brang Rea 1.145 orang, Kecamatan Seteluk 2.237 orang, Kecamatan Jereweh 1.834 orang dan Kecamatan Sekongkang 10.457 orang. Pada tahun 2005 total jumlah rumah tangga di Kabupaten Sumbawa Barat adalah 24.199 dari jumlah tersebut sebanyak 15.118 atau (62,47%) adalah penerima kompensasi BBM. Dengan demikian jumlah rumah tangga miskin di KSB tergolong cukup tinggi. Kemiskinan dan ketertinggalan KSB terlihat pula pada program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diterima oleh masing-masing kepala keluarga KSB sebagai subsidi BBM mulai Oktober 2005. Menurut data BPS (Oktober 2005), BLT yang dberikan kepada masyarakat Kabupaten Sumbawa-Barat untuk tiap kecamatan menurut jumlah penduduk di masing-masing kecamatan adalah sbb : Sekongkang 989 Kepala Keluarga (KK) (56,14%), Jereweh 1144 KK (27,89%), Taliwang 2834 KK (28%), Seteluk 1390 KK (26%), Brangrea 949 KK (33,25%). Selain kemiskian, angka pengangguran di KSB relatif tinggi yakni 61% dari jumlah angkatan kerja (BPS, 2005). Kecamatan Sekongkang dan Jereweh yang merupakan lokasi Proyek Batu Hijau PTNNT jumlah masyarakat miskin tergolong cukup tinggi. 4.1.5. Potensi Wilayah Potensi bahan galian di Kabupaten Sumbawa Barat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok bahan galian vital (golongan B) yaitu berupa emas, perak dan tembaga. Kelompok kedua adalah kelompok bahan galian industri (golongan C) diantaranya yaitu : pospat, kaolin, tras, zeolit, gypsum, batu apung, batu gamping, lempung, marmer, pasir kuarsa, bentonit, andesit, dasit, granit, pasir dan sirtu. Potensi kedua kelompok bahan galian tersebut yang terdapat di 5 Kecamatan Kabupaten Sumbawa Barat. Wilayah potensi berdasarkan lereng dan kawasan lindung di Kabupaten Sumbawa Barat adalah wilayah potensi dengan kemiringan 0-15% seluas 46.433,86 Ha atau 25,11 %, wilayah kendala dengan kemiringan 15-40% seluas 50.438,24 atau 27,28% dan kawasan lindung dengan kemiringan > 40 % seluas 87.113,51 Ha.
78
Potensi investasi terbuka di Sumbawa Barat untuk sumberdaya yang bersifat terbarukan sebagai pengganti tambang yakni sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri dan obyek wisata diperlihatkan pada Lampiran 1. 4.2.
Tambang Tembaga dan Emas Proyek Batu Hijau PT. Nemont Nusa Tenggara
4.2.1. Kontrak Karya PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) menandatangani Kontrak Karya dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 2 Desember 1986. Kontrak Karya ini memberikan izin pada PTNNT untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi mineral yang bernilai ekonomis di dalam area Kontrak Karya dengan luas total 87.540 Ha di Pulau Sumbawa, NTB. Untuk wilayah blok Batu Hijau yang telah memasuki tahap produksi/eksploitasi di Kabupaten Sumbawa Barat seluas 51.167 Ha dan Kabupaten Sumbawa seluas 36.683 Ha masih dalam tahap eksplorasi yang saat ini terhenti. Wilayah Kontrak Karya yang akan di teliti dalam disertasi ini adalah blok Batu Hijau atau biasa disebut tambang tembaga dan emas proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara mineral utama tembaga dan emas. 4.2.2.
Lokasi Proyek Tambang tembaga dan emas Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa
Tenggara terletak di Kecamatan Sekongkang dan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat tepatnya di kawasan sebelah barat pulau Sumbawa, 1.528 km ke arah Timur Jakarta, Indonesia. Lokasi Batu Hijau dapat dicapai dengan menggunakan seaplane perusahaan dari Mataram dengan jarak 81 km. Lokasi ini juga dapat dicapai dengan menggunakan kapal laut perusahaan atau ferry umum dari Pelabuhan Kayangan Pulau Lombok. Lokasi Proyek Batu Hijau PTNNT di Sumbawa Barat dapat dilihat pada Gambar 24 di bawah ini.
Gambar 24. Lokasi Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Kabupaten Sumbawa-Barat, NTB Sumber : PT. Newmont Nusa Tenggara, 2004
79
4.2.3.
Sejarah Penemuan Batu Hijau Survey geokimia regional dimulai pada awal 1987-1988 yang menemukan
36 anomali geokimia di Pulau Sumbawa termasuk lokasi Batu Hijau. Deposit mineral di daerah tersebut dalam bentuk tembaga porfiri ditemukan dalam jumlah besar pada tahun 1990 berupa singkapan oksida tembaga yang berasosiasi dengan urat-urat kuarsa melalui periode mencari (eksplorasi) yang cukup panjang sejak tahun 1986 oleh para geologist PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Pada Mei 1990 – Mei 1991 pemetaan geologi, pengambilan contoh tanah ditemukan (anomali kuat seluas 250 x 400 m) pada pemboran awal. Selanjutnya tahun 1991 – 1996 dilakukan deliniasi daerah yang mengandung tembaga dan emas dan diikuti dengan studi kelayakan, 1996 adalah pembentukan kerjasama dengan Sumitomo, 1997 pengembangan/konstruksi tambang dan sejak September 1999 percoban produksi tambang dimulai. Setelah melalui kajian teknik dan lingkungan yang mendalam selama enam tahun, persetujuan pengembangan proyek diberikan oleh pemerintah Indonesia. 4.2.4. Masa Produksi dan Umur Tambang Proyek Batu Hijau (Mine lifetime of Batu Hijau Project) Setelah melalui masa eksplorasi yang cukup lama akhirnya pada bulan April 1990 Batu Hijau ditemukan berupa singkapan oksida tembaga berasosiasi dengan urat-urat kuarsa. AMDAL disetujui pada tahun 1996, dilanjutkan dengan masa konstruksi tahun 1998 dan percobaan produksi tambang dimulai pada bulan September 1999. Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) telah memasuki tahun ke kesembilan masa operasi sejak Juni 2000 hingga 2009. Berdasarkan rencana perluasan tambang Proyek Batu Hijau PTNNT tahun 2005, umur penggalian mineral berkadar tinggi (high grade) akan berakhir pada tahun 2017, dilanjutkan dengan pengolahan mineral berkadar sedang (medium grade) dan rendah (low grade) yang akan berlangsung hingga tahun 2027. Mineral berkadar sedang dan rendah - yang saat ini berada pada lokasi penampungan bijih (stockpiles) - akan dimulai setelah tahun 2017. Tahun 2027 akan dilakukan penutupan tambang dan setelah 2027 adalah masa pasca tambang.
80
Dengan demikian umur Proyek Batu Hijau – (Mine Lifetime of Batu Hijau Project) adalah 18 tahun lagi jika diukur dari masa produksi saat ini tahun 2009. Umur tambang dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini.
Tabel 22. Umur Proyek (mine lifetime) Deposit Mineral Batu Hijau ditemukan 1990 Konstruksi 1997-1999 Produksi 1999 akhir Gran Opening Juni 2000 Masa Produksi (pengolahan mineral high 2000-2017 2017 2017-2027 2027 2027 - yad
grade) Selesai Penambangan Pengolahan Mineral medium dan low grade Tutup Tambang Pasca Tambang
Gambaran masa produksi Proyek Batu Hijau PTNNT dapat di lihat pada gambar 25 dibawah ini.
2017
1999
2027
Gambar 25. Gambaran Masa Produksi Proyek Batu Hijau PTNNT Sumber : PT. Newmont Nusa Tenggara, 2005 4.2.5.
Program Pengembangan Masyarakat PT. Newmont Nusa Tenggara Program pembangunan wilayah dan masyarakat bukan sekedar keinginan
belaka
tetapi
harus
berdasarkan
analisis
kebutuhan
komunitas;
Program
Pembangunan Wilayah dan masyarakat harus di dasarkan kepada peta sosial dan menjadikan potensi sumberdaya daerah sebagai acuan prioritas kegiatan ; program Pembangunan Wilayah dan Masyarakat harus mengacu pada teknologi tepat guna yang efektif dan aman. Kegiatan pertambangan yang dilakukan harus mengikuti prinsip-prinsip tata ruang dan menjadi bagian pembangunan daerah ; konservasi dan melestarikan fungsi-fungsi lingkungan hidup; Program harus sejalan dengan
81
pembangunan infrastruktur, pengembangan sumberdaya manusia dan pengembangan kegiatan penunjang lainnya yang dapat memberikan efek ganda; optimalisasi peningkatan nilai tambah dengan mengantisipasi kebutuhan masa depan. Kebijakan perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap Pembangunan Wilayah dan Masyarakat akan mempengaruhi pola pikir manajemen perusahaan di dalam melaksanakan kegiatan, sehingga penanganan Pembangunan Wilayah dan Masyarakat dapat terlaksana dengan baik. Karena itu perusahaan harus memiliki komitmen untuk memasukkan pengembangan wilayah dan masyarakat sebagai bagian kinerja terukur perusahaan; memasukkan pembangunan wilayah dan masyarakat kedalam rencana kinerja strategis perusahaan; membangun rasa memiliki perusahaan terhadap masyarakat melalui dialog, pelatihan, karyawan sukarela. Pendanaan merupakan hal yang penting di dalam melaksanakan program pengembangan wilayah dan masyarakat. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu; sistem dan sumber pendanaan program pengembangan wilayah ; hibah; pengucuran dana tetap pertahun sesuai dengan presentase keuntungan; micro loan dari perusahaan, dengan bunga ataupun tanpa bunga; sharing dengan komposisi tetap dengan stakeholders lain, terutama pemerintah daerah; pengurangan komposisi dana secara bertahap; giving, involving, sharing, participating, sesuai kemajuan kegiatan, atau jangka/periode waktu tertentu. Penyediaan dana abadi sebagai jaminan keberlanjutan pengembangan wilayah dan masyarakat pasca tambang, mekanisme pendanaan melalui perbankan. Masyarakat sekitar tambang memerlukan dukungan perusahaan, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar yang berkaitan dengan lapangan pekerjaan, kesempatan berusaha, pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya. Manfaat implementasi kegiatan program pengembangan wilayah dan masyarakat harus dapat dirasakan langsung oleh masyarakat setempat. Kebijakan, rencana dan pelaksanaan program wilayah dan masyarakat harus didasarkan kepada kebutuhan riil masyarakat setempat, bukan atas kemauan ataupun pendangan kelompok tertentu ataupun perusahaan. Program pengembangan wilayah dan masyarakat yang dilaksanakan harus menciptakan masyarakat setempat yang mandiri dan sejahtera.
82