34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, dengan Luas wilayah 17,9 KM². Kelurahan Buol terdiri dari 4 lingkungan, yaitu lingkungan Rogi, lingkungan Tanjung, lingkungan Bumi nipa dan Lingkungan Poyapi. Dengan batas wilayah sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara
: Laut Sulawesi
2.
Sebelah Selatan
: Desa Guamonial
3.
Sebelah Timur
: Kelurahan Bugis
4.
Sebelah Barat
: Kelurahan Kali
4.2
Hasil Analisis Univariat Analisis univariat atau analisis deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan
mendeskripsikan karakteristik atau distribusi dari lokasi tempat tinggal sampel, umur responden, jenis kelamin responden, pendidikan terakhir responden, pekerjaan responden, kejadian Scabies, Hygiene perseorangan yang terdiri dari kebersihan pakaian, kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan handuk dan kebersihan tempat tidur. Analis data univariat dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel. 4.2.1
Distribusi Lokasi Tempat Tinggal Responden Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi lokasi tempat
tinggal sampel yang dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini : 34
35
Tabel 4.1 Distribusi Lokasi Tempat Tinggal Responden di Kelurahan Buol Lingkungan
Jumlah
Rogi Tanjung Bumi Nipa Poyapi
n 51 78 84 54
% 19,1 29,2 31,5 20,2
Total
267
100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa responden yang digunakan dalam penelitian yang berasal yang terbanyak diambil dari lingkungn Bumi Nipa yaitu sebanyak 84 responden (31,5%) dan yang terendah lingkungan Rogi sebanyak 51 responden (19,1%). 4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi responden berdasarkan umurnya yang dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini : Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Kelurahan Buol
Umur (Tahun) 19-26 27-34 35-42 43-50 51-58 59-66 67-74 75-82 83-90 Total Sumber : Data Primer
Jumlah n 23 50 47 47 37 31 14 15 3 267
% 8,6 18,7 17,6 17,6 13,9 11,6 5,2 5,6 1,1 100
36
Dari hasil analisis didapatkan bahwa umur responden yang paling banyak terdistribusi pada umur 27-34 tahun yaitu sebanyak 50 responden (18,7%) dan paling sedikit berumur 83-90 tahun yaitu sebanyak 3 responden (1,1%). 4.2.3 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi responden berdasarkan jenis kelaminnyaa yang dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini : Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kelurahan Buol
Pendidikan
Jumlah
Laki-Laki Perempuan
n 230 37
% 86,1 13,9
Total
267
100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak terdistribusi yaitu sebanyak 230 responden (86,1 %) dan paling sedikit yang berjenis kelamin perempuan yaitu 37 responden (13,9%). 4.2.4 Distribusi berdasarkan Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi responden berdasarkan pendidikannya yang dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini :
37
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Kelurahan Buol
Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA PT Total
Jumlah n 27 134 24 50 32 267
% 10,1 50,2 9,0 18,7 12,0 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa responden yang berpendidikan SD lebih banyak terdistribusi yaitu sebanyak 134 responden (50,2%) dan paling sedikit yang tidak sekolah yaitu 27 responden (10,1%). 4.2.5 Distribusi Berdasarkan Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi responden berdasarkan pekerjaannya yang dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Kelurahan Buol
Pekerjaan
Jumlah
PNS Pedagang Nelayan URT
n 75 60 110 22
% 28,1 22,5 41,2 8,2
Total
267
100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa sebagian besar responden di Kelurahan Buol bekerja sebagai Nelayan yaitu berjumlah 110 responden (41,2 %),
38
dan yang sedikit jumlah responden yaitu responden yang bekerja sebagai URT yaitu sebanyak 22 responden (8,2 %). 4.2.6 Distribusi Penyediaan Air Bersih Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi penyediaan air bersih yang dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini : Tabel 4.6 Distribusi penyediaan air bersih di Kelurahan Buol
Sumber Air Bersih Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Total
Jumlah n 132 135 267
% 49,4 50,6 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis didapatkan bahwa sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 132 (49,4%) dan sumber air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 135 (50,6%). 2.2.7 Distribusi Kejadian Scabies Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi kejadian Scabies yang dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini : Tabel 4.7 Distribusi Kejadian Scabies di Kelurahan Buol
Kejadian Scabies Scabies Tidak Scabies Total Sumber : Data Primer
Jumlah n 115 152 267
% 43,1 56,9 100
39
Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa sampel yang menderita Scabies sebanyak 115 sampel (43,1%) dan sampel yang tidak menderita Scabies sebanyak 152 sampel (56,9%). 2.2.8 Distribusi Kebersihan Pakaian Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi kebersihan pakaian yang dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini : Tabel 4.8 Distribusi Kebersihan pakaian di Kelurahan Buol
Kebersihan Pakaian Baik Tidak Baik Total
Jumlah n 58 209 267
% 21,7 78,3 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa yang baik dalam kebersihan pakaiannya adalah sebanyak 58 sampel (21,7 %), dan sampel tidak baik kebersihan pakaiannya adalah sebanyak 209 sampel (78,3 %). 2.2.9 Distribusi Kebersihan Kulit Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi kebersihan kulit yang dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini : Tabel 4.9 Distribusi Kebersihan kulit di Kelurahan Buol
Kebersihan Kulit Baik Tidak Baik Total
Jumlah n 125 142 267
% 46,8 53,2 100
40
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa baik kebersihan kulit sampel adalah sebanyak 125 sampel (46,8 %) dan yang tidak baik kebersihan kulit sampel adalah sebanyak 142 sampel (53,2%). 2.2.10 Distribusi Kebersihan Tangan Dan Kuku Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi kebersihan tangan dan kuku yang dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini : Tabel 4.10 Distribusi Kebersihan Tangan dan Kuku di Kelurahan Buol Kebersihan Tangan dan Kuku Baik Tidak Baik Total
Jumlah n 173 94 267
% 64,8 35,2 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa baik kebersihan tangan dan kuku sampel adalah sebanyak 173 sampel (64,8%) dan yang tidak baik kebersihan kulit sampel adalah sebanyak 94 sampel (35,2%). 2.2.11 Distribusi Kebersihan Genitalia Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi kebersihan genitalia yang dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini :
41
Tabel 4.11 Distribusi Kebersihan Genitalia di Kelurahan Buol
Kebersihan Genitalia Baik Tidak Baik Total
Jumlah N 184 83 267
% 68,9 31,1 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa baik kebersihan genitalia sampel adalah sebanyak 184 sampel (68,%) dan yang tidak baik kebersihan genitalia sampel adalah sebanyak 83 sampel (31,1%). 2.2.12 Distribusi Kebersihan Handuk Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi kebersihan handukyang dapat dilihat pada tabel 4.12 di bawah ini : Tabel 4.12 Distribusi Kebersihan Handuk di Kelurahan Buol
Kebersihan Handuk Baik Tidak Baik Total
Jumlah n 146 121 267
% 54,7 45,3 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa baik kebersihan handuk sampel adalah sebanyak 146 sampel (54,7 %) dan yang tidak baik kebersihan handuk sampel adalah sebanyak 121 sampel (45,3%). 2.2.13 Distribusi KebersihanTempat Tidur Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan distribusi kebersihan tempat tidur yang dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini :
42
Tabel 4.13 Distribusi Kebersihan Tempat Tidur di Kelurahan Buol Kebersihan Tempat Tidur Baik Tidak Baik Total
Jumlah n 145 122 267
% 54,3 45,7 100
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa baik kebersihan tempat tidur sampel adalah sebanyak 122 sampel (45,7 %) dan yang tidak baik kebersihan tempat tidur sampel adalah sebanyak 145 sampel (54,3%). 4.3
Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat
dilakukan terhadap
dua variabel
yang
diduga
berhubungan atau berkolerasi yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara sumber penyediaan air bersih dan Hygiene perseorangan yang terdiri dari kebersihan pakaian, kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan handuk dan kebersihan tempat tidur dengan kejadian Scabies di Kelurahan Buol. Analisis hasil data secara statistik dilakukan dengan uji Chi Square, dengan menggunakan bantuan program SPSS. Diakatakan ada hubungan jika didapatkan nilai p value < 0,05. 4.3.1 Hubungan Sumber Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Scabies Hubungan antara sumber penyediaan air bersih dengan kejadian Scabies disajikan pada tabel 4.13 di bawah ini :
43
Tabel 4.13 Hubungan Sumber Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Scabies di Kelurahan Buol
Tidak Memenuhi Syarat
Kejadian Scabies Tidak Scabies Scabies n % n % 78 67,8 57 37,5
n 135
% 50,6
Memenuhi Syarat
37
32,2
95
62,5
132
49,4
115
100
152
100
267
100
Sumber penyediiaan Air Bersih
Jumlah
Total
(χ2) hitung p value hitung 24,087 0,000
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara sumber penyediaan air bersih dengan kejadian Scabies diperoleh bahwa responden yang menggunakan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat terkena Scabies berjumlah 78 responden (67,8%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 57 responden (37,5%). Sedangkan responden yang menggunakan sumber air bersih yang memenuhi syarat terkena Scabies berjumlah 37 responden (32,2%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 95 responden (62,5%). Hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi Square pada tabel diatas didapatkan χ2 hitung (24,087) > χ2 tabel (3,841) dan nilai p value = 0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian Scabies. 4.3.2 Hubungan Kebersihan Pakaian dengan Kejadian Scabies Hubungan antara Kebersihan Pakaian dengan kejadian Scabies disajikan pada tabel 4.14 di bawah ini :
44
Tabel 4.14 Hubungan Kebersihan Pakaian dengan Kejadian Scabies di Kelurahan Buol
Tidak Baik
Kejadian Scabies Tidak Scabies Scabies n % n % 73 63,5 136 89,5
n 209
% 78,3
Baik
42
36,5
16
10,5
58
21,7
115
100
152
100
267
100
Kebersihan Pakaian
Jumlah
Total
(χ2) hitung p value hitung 26,018 0,000
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara Kebersihan Pakaian dengan kejadian Scabies diperoleh bahwa responden yang. responden yang kebersihan pakaiannya tidak baik terkena Scabies berjumlah 73 responden (63,5%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 136 responden (89,5%). Sedangkan kebersihan pakaiannya baik terkena Scabies berjumlah 42 responden (36,5%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 16 responden (10,5%) Hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi Square pada tabel diatas didapatkan χ2 hitung (26,018) >, χ2 tabel (3,841) dan nilai p value = 0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara kebersihan pakaian dengan kejadian Scabies. 4.3.3 Hubungan Kebersihan Kulit dengan Kejadian Scabies Hubungan antara Kebersihan Kulit dengan kejadian Scabies disajikan pada tabel 4.15 di bawah ini :
45
Tabel 4.15 Hubungan Kebersihan Kulit dengan Kejadian Scabies di Kelurahan Buol
Tidak Baik
Kejadian Scabies Tidak Scabies Scabies n % n % 103 89,6 39 25,7
n 142
% 53,2
Baik
12
10,4
113
74,3
125
46,8
115
100
152
100
267
100
Kebersihan Kulit
Jumlah
Total
(χ2) hitung p value hitung 107,388 0,000
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara Kebersihan kulit dengan kejadian Scabies diperoleh bahwa responden yang kebersihan kulitnya tidak baik terkena Scabies berjumlah 103 responden (89,6%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 39 responden (25,7%). Sedangkan responden yang kebersihan kulitnya baik terkena Scabies berjumlah 12 responden (10,4%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 113 responden (74,3%). Hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi Square pada tabel diatas didapatkan χ2 hitung (107,388) > χ2 tabel (3,841) dan nilai p value = 0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian Scabies. 4.3.4 Hubungan Kebersihan Tangan dan Kuku dengan Kejadian Scabies Hubungan antara Kebersihan Kebersihan Tangan dan Kuku dengan kejadian Scabies disajikan pada tabel 4.16 di bawah ini :
46
Tabel 4.16 Hubungan Kebersihan Kebersihan Tangan dan Kuku dengan Kejadian Scabies di Kelurahan Buol
Baik
Kejadian Scabies Tidak Scabies Scabies n % n % 75 65,2 19 12,5
n 84
% 35,2
Tidak Baik
40
34,8
133
87,5
173
64,8
115
100
152
100
267
100
Kebersihan Kebersihan Tangan dan Kuku
Jumlah
Total
(χ2) hitung p value hitung 79,760 0,000
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian Scabies diperoleh bahwa responden yang kebersihan tangan dan kukunya tidak baik terkena Scabies berjumlah 75 responden (65,2), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 19 responden (12,5%). Sedangkan responden yang kebersihan tangan kukunya baik terkena Scabies
berjumlah 40 responden
(34,8%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 133 responden (87,5%). Hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi Square pada tabel diatas didapatkan χ2 hitung (79,760) >, χ2 tabel (3,841) dan nilai p value = 0,000 (p < 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian Scabies. 4.3.5 Hubungan Kebersihan Genitalia dengan Kejadian Scabies Hubungan antara Kebersihan genitalia dengan kejadian Scabies disajikan pada tabel 4.17 di bawah ini :
47
Tabel 4.17 Hubungan Kebersihan Kebersihan Genitalia dengan Kejadian Scabies di Kelurahan Buol
Tidak Baik
Kejadian Scabies Tidak Scabies Scabies n % n % 61 53,0 22 14,5
n 83
% 31,1
Baik
54
47,0
130
85,5
184
68,9
115
100
152
100
267
100
Kebersihan Genitalia
Jumlah
Total
(χ2) hitung p value hitung 45,462 0,000
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara kebersihan genitalia dengan kejadian Scabies diperoleh bahwa responden yang genitalianya tidak baik terkena Scabies berjumlah 61 responden (53,0%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 22 responden (14,5%). Sedangkan responden yang kebersihan genitalianya baik terkena Scabies berjumlah 54 responden (47,0%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 130 responden (85,5%). Hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi Square pada tabel diatas didapatkan χ2 hitung (45,462) >, χ2 tabel (3,841) dan nilai p value = 0,000 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara kebersihan genitalia dengan kejadian Scabies. 4.3.6 Hubungan Kebersihan Handuk dengan Kejadian Scabies Hubungan antara Kebersihan handuk dengan kejadian Scabies disajikan pada tabel 4.18 di bawah ini :
48
Tabel 4.18 Hubungan Kebersihan Kebersihan Handuk dengan Kejadian Scabies di Kelurahan Buol
Tidak Baik
Kejadian Scabies Tidak Scabies Scabies n % n % 66 57,4 55 36,2
n 121
% 45,3
Baik
49
42,6
97
63,8
146
54,7
115
100
152
100
267
100
Kebersihan Handuk
Jumlah
Total
χ2) hitung p value hitung 11,882 0,001
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara kebersihan handuk dengan kejadian Scabies diperoleh bahwa responden yang kebersihan handuknya tidak baik terkena Scabies berjumlah 66 responden (57,4%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 55 responden (36,2%). Sedangkan responden yang kebersihan handuknya baik terkena Scabies berjumlah 49 responden (42,6%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 97 responden (63,8%). Hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi Square pada tabel diatas didapatkan χ2 hitung (11,882) >, χ2 tabel (3,841) dan nilai p value = 0,001(p > 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara kebersihan handuk dengan kejadian Scabies. 4.3.7 Hubungan Kebersihan Tempat Tidur dengan Kejadian Scabies Hubungan antara Kebersihan tempat tidur dengan kejadian Scabies disajikan pada tabel 4.19 di bawah ini :
49
Tabel 4.19 Hubungan Kebersihan Kebersihan Tempat Tidur dengan Kejadian Scabies di Kelurahan Buol
Tidak Baik
Kejadian Scabies Tidak Scabies Scabies n % n % 33 28,7 89 58,6
n 122
% 45,7
Baik
82
71,3
63
41,4
145
54,3
115
100
152
100
267
100
Kebersihan Tempat Tidur
Jumlah
Total
χ2) hitung p value hitung 23,519 0,000
Sumber : Data Primer
Dari hasil analisis hubungan antara kebersihan tempat tidur dengan kejadian Scabies diperoleh bahwa responden yang kebersihan tempat tidurnya tidak baik terkena Scabies berjumlah 33 responden (28,7%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 89 responden (58,6%). Sedangkan responden yang kebersihan tempat tidurnya baik terkena Scabies berjumlah 82 responden (71,3%), sementara yang tidak terkena Scabies berjumlah 63 responden (41,4%). Hasil analisa dengan menggunakan uji statistic Chi Square pada tabel diatas didapatkan χ2 hitung (23,519) >, χ2 tabel (3,841) dan nilai p value = 0,000(p > 0,05), maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara kebersihan tempat tidur dengan kejadian Scabies. 4.4
Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
sumber penyediaan air bersih dan Hygiene perseorangan antara lain kebersihan pakaian, kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan handuk dan kebersihan tempat tidur dengan kejadian Scabies di
50
Kelurahan Buol. Sampel pada penelitian ini berjumlah 267 sampel yang tersebar di 4 lingkungan yang terdiri dari lingkungan Rogi sebanyak 51 sampel, lingkungan Tanjung sebanyak 78 responden, lingkungan Bumi Nipa sebanyak 84 responden, dan lingkungan Poyapi sebanyak 54 responden. Kejadian wabah skabies lebih sering dilaporkan dari tempat yang padat penduduknya, lingkungan sosial ekonomi rendah, kondisi yang tidak higienis dan orang dengan Hygiene perorangan yang buruk juga dapat terinfeksi (Arif Mansjoer,2000; Srisasi G, 1998). Skabies banyak ditemukan di daerah yang kumuh dengan keadaan perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan semua itu tergolong kedalam Hygiene sanitasi lingkunganyang buruk (Juli Sumirat, 2002) Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa di kelurahan buol perumahannya masih belum memenuhi syarat, karena saling berdekatan satu sama lain, selain itu perumahan mereka sebagian besar terbuat dari papan, dan sebagian besar di dalam satu rumah terdapat lebih dari satu kepala keluarga. 4.4.1 Hubungan antara Sumber Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Scabies Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa sumber penyediaan air bersih yang digunakan ada hubungan dengan kejadian Scabies di Kelurahan Buol. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p < 0,05) sehingga ada hubungan antara sumber penyediaan air bersih dengan kejadian Scabies. Dimana dari hasil penelitian, sumber air yang tidak memenuhi syarat sebanyak 135 (50,6%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 132 (49,4%). Hal ini menunjukkan
51
bahwa masih banyak responden yang menggunakan air bersih yang tidak memenuhi syarat untuk kehidupan sehari-hari. Air merupakan hal yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik dan pemanfatannya (minum, masak, mandi, dan lain -lain). Promosi yang meningkat dari penyakit -penyakit infeksi yang bisa mematikan maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air yang tercemar. Sedikitnya 200 juta orang terinfeksi melalui kontak dengan air yang terinvestasi oleh parasit. Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air bersifat menular, penyakit-penyakit tersebut umumnya diklasifikasikan menurut berbagai aspek lingkungan yang dapat diintervensi oleh manusia (WHO, 2001). Menurut Pratiwi (2011), air bersih adalah salah satu jenis sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi. Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit (Slamet, 1996). Untuk itu penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan seperti : a. Syarat Fisik : Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. b. Syarat Bakteriologis : Air merupakan keperluan yang sehat yang harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen.
52
c. Syarat Kimia : Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia (Notoatmodjo, 2003). Air sangat erat hubungannya dengan kehidupan dan merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa. Sumber air yang banyak dipergunakan oleh ,masyarakat adalah air permukaan (air sungai, danau, rawa, dan sebagainya). Apabila tidak diperhatikan, maka air dari sumber tersebut diatas dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mencegah timbulnya penyakit yang dapat ditularkan melalui air, maka air yang dipergunakan terutama untuk air minum harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. (Depkes RI, 1993). Menurut asumsi peneliti bahwa sumber air bersih yang digunakan oleh responden masih tergolong rendah dilihat dari segi kesehatannya. masih banyak sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi dengan kuman patogen. Hal ini dapat berpengaruh pada kejadian penyakit Scabies. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung di lapangan sebagian besar responden menggunakan air PDAM karena kelurahan Buol merupakan daerah yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa sehingga mereka yang menggunakan sumur suntik hanya responeden yang tinggal di pesisir pantai. PDAM di kelurahan Buol masih sangat terbatas karena pengaruh banyaknya penduduk sehingga air sangat kurang. Biasanya para responden menggunakan air PDAM hanya untuk keperluan memasak saja sedangkan untuk mandi mereka
53
menggunakan air hujan dan air sungai, dari kurangnya air bersih tersebut kenungkinan besar timbulnya penyakit Scabies. 4.4.2
Hubungan Antara Hygiene Perseorangan dengan Kejadian Penyakit Scabies Manusia dapat terinfeksi oleh tungau Skabies tanpa memandang umur, ras
atau jenis kelamin dan tidak mengenal status sosial dan ekonomi, tetapi Hygiene yang buruk dan prokmiskuitas meningkatkan infeksi (Pawening, 2009). GBHN tahun 1993 diamanatkan perlunya upaya agar perbaikan kesehatan masyarakat ditingkatkan, antara lain melalui kebersihan dan kesehatan lingkungan (MUI, 1995). Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah, dan bau. Di Indonesia, masalah kebersihan selalu menjadi polemik yang berkembang. Kasus -kasus yang menyangkut masalah kebersihan setiap tahunnya selalu meningkat (Alfarisi, 2008). Kebersihan adalah lambang kepribadian seseorang, jika tempat tinggalnya, pakaian dan keadaan tubuhnya, terlihat bersih maka dipastikan orang tersebut adalah manusia yang bersih serta sehat (Muktihadid, 2008). Hubungan Hygiene Perseorangan dalam skripsi ini yaitu kebersihan pakaian, kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan handuk dan kebersihan tempat tidur. antara lain sebagai berikut: 4.4.2.1 Hubungan antara Kebersihan Pakaian Bersih Kejadian Scabies Selain sumber penyediaan air bersih hygiene perseorangan juga dapat berpengaruh pada kejadian penyakit Scabies. Dari hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa kebersihan pakaian responden ada hubungan dengan
54
kejadian penyakit Scabies. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p < 0,05) sehingga ada hubungan antara Kebersihan Pakaian dengan penyakit Scabies. Dimana dari hasil penelitian, kebersihan pakaian yang tidak baik sebanyak 209 responden dan yang baik sebanyak 58 responden. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden yang kebersihan pakaiannya yang tidak baik. Penyakit Skabies merupakan masalah hygiene perorangan. Apabila hygiene perorangannya buruk maka penyakit skabies dapat menyebar dengan cepat. Reservoir skabies adalah manusia sehingga penularan terjadi secara langsung dari orang ke orang ataupun lewat peralatan seperti pakaian. Oleh karena itu perilaku manusia menjaga kebersihan pribadi juga ikut mempengaruhi penyebaran penyakit Skabies (Juli Soemirat, 2002; Soekidjon, 1997) Scabies adalah penyakit yang penularannya dapat terjadi secara langsung dari orang ke orang atau tidak langsung lewat peralatan pribadi seperti pakaian penderita Scabies (Juli Soemirat,2002) Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene perorangan atau kebersihan pribadi merupakan faktor risiko penyakit Scabies di Kelurahan Buol. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukanan oleh Soekidjo (1997) bahwa perilaku manusia dalam menjaga kebersihan pribadi seperti kebersihan pakaian juga ikut mempengaruhi penyebaran penyakit Scabies.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Frenki (2011) tentang hubungan personal hygiene santri dengan kejadian penyakit kulit infeksi Scabies dan tinjaun sanitasi lingkungan pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru
55
tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebersihan pakain dengan kejadian penyakit kulit Scabies dengan nilai p=0,025. 4.4.2.2 Hubungan antara Kebersihan Kulit dengan Kejadian Scabies Dari hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa kebersihan pakaian responden ada hubungan dengan kejadian penyakit Scabies. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p < 0,05) sehingga ada hubungan antara kebersihan pakaian dan kejadian penyakit kulit. Dimana dari hasil penelitian, kebersihan kulit yang tidak baik sebanyak 142 responden dan yang baik sebanyak 125 responden. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden yang kebersihan kulitnya yang tidak baik. Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit (Wartonah, 2003) Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotorankotoran tertentu. Kulit juga penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari sinar ultraviolet. Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies ( DJuanda, 2000).
56
Dari hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di kelurahan buol tidak memperhatikan kebersihan kulit mereka, hal ini mungkin dipengaruhi oleh ketidakktahuan mereka terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit kulit khususnya penyakit kulit Scabies. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Frenki (2011) tentang hubungan personal hygiene santri dengan kejadian penyakit kulit infeksi scabies dan tinjaun sanitasi lingkungan pesantren darel hikmah kota Pekanbaru tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebersihan Genitalia dengan kejadian penyakit kulit Scabies dengan nilai p=0,025. 4.4.2.3 Hubungan antara Kebersihan Tangan dan Kuku Bersih dengan Kejadian Scabies Dari hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa kebersihan pakaian responden ada hubungan dengan kejadian penyakit Scabies. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p < 0,05) sehingga ada hubungan antara kebersihan pakaian dan kejadian penyakit kulit. Dimana dari hasil penelitian, kebersihan kulit yang tidak baik sebanyak 94 responden dan yang baik sebanyak 173 responden. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden yang kebersihan tangan dan kukunya yang baik. Dalam kehidupan sehari- hari kebersihan diri khususnya tangan dan kuku merupakan hal yang sangat penting dalam dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang di perhatikan. Hal ini terjadi karena kita
57
menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut di biarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum ( Tarwoto & Wartonah, 2003). Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku,dan kebersihan genitalia (Badri, 2008). Dari hasil penelitian dan wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memperhatikan kebersihan tangan dan kuku mereka, khususnya para anak-anak. Sehingga dengan mudah timbulnya penyakit Scabies. Hal ini juga sama halnya dengan penelitian Franki (2011) yang menunjukkan adanya hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian penyakit Scabies. 4.4.2.4 Hubungan antara Kebersihan Genitalia dengan Kejadian Scabies Dari hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa kebersihan pakaian responden tidak ada hubungan dengan kejadian penyakit Scabies. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p > 0,05) sehingga ada hubungan antara kebersihan genitalia dan kejadian penyakit Scabies. Dimana dari hasil penelitian, kebersihan Genitalia yang tidak baik sebanyak 83 responden dan yang baik sebanyak 184 responden. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden senantiasa memperhatikan kebersihan genitalia. Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat
58
garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih. Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan belakang ke depan. Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur) akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu seringlah menganti celana dalam (Safitri, 2008). Dari Penelitian menunjukkan bahwa responden masih kurang dalam hal kebersihan Genitalia. Hal ini disebabkan karena kurangnnya pengetahuan responden dalam hal kebersihan Genitalia, mereka biasanya menjemur pakaian dalam mereka di kamar mandi, sehingga pakaian dalam tidak kering dengan baik sehingga mudah timbulnya penyakit kulit Scabies. 4.4.2.5 Hubungan antara Kebersihan Handuk dengan Kejadian Scabies Dari hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa kebersihan handuk responden ada hubungan dengan kejadian penyakit Scabies. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,001 (p < 0,05) sehingga ada hubungan antara
59
kebersihan handuk dengan kejadian penyakit Scabies. Dimana dari hasil penelitian, kebersihan handuk yang tidak baik sebanyak 121 responden dan yang baik sebanyak 146 responden. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden yang kebersihan Handuknya yang tidak baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) bahwa perilaku yang mendukung terjadinya skabies adalah sering bergantian handuk dengan teman. Menurut Mansyur (2007) penularan skabies secara tidak langsung dapat disebabkan melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk. Dari hasil observasi dan wawancara bahwa masih banyak masyarakat yang dalam satu keluarga masih menggunakan handuk bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain, sehingga penyakit kulit Scabies dapat dengan mudah menular dari satu orang keluarga ke anggota keluarga yang lain.
4.4.2.6 Hubungan antara Kebersihan Tempat tidur dengan Kejadian Scabies Dari hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa kebersihan tempat tidur responden ada hubungan dengan kejadian penyakit Scabies. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p < 0,05) sehingga ada hubungan antara kebersihan tempat tidur dan kejadian penyakit Scabies. Dimana dari hasil penelitian, kebersihan tempat tidur yang tidak baik sebanyak 122 responden dan yang baik sebanyak 145 responden. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden yang kebersihan tangan dan kukunya yang baik. Scabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan tak langsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan kulit penderita misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Sedangkan
60
kontak tak langsung melalui benda yang telah dipakai oleh penderita seperti pakaian, handuk, bantal, dan lain-lain (Handoko, 2007). Oleh karena itu, jika ingin terhindar dari serangan penyakit gatal-gatal, maka harus menjaga kebersihan tubuh, ruangan tidur dan perlengkapan tidur (Yulianus, 2005). Dari hasil wawancara dan penelitian menunjukkan bahwa para responden kurang memperhatikan kebersihan tempat tidur mereka, seperti menjemur kasur di terik matahari, karena padat penduduk selain itu tidak ada tempat untuk menjemur kasur. Dan mereka juga masih kurang pengetahuan tentang kebersihan tempat tidur yang mana tempat tidur yang kurang bersih biasanya menyebabkan terjadinya penularan penyakit Scabies. Dari hasil penelitian Riris Nur Normawati Ada hubungan antara perilaku santri tidur dalam satu tempat dan saling berhimpitan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta (p = 0,008) dengan OR 3,823 kali (95% CI: 1,340 - 10,913).