BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK 3.1
Tinjauan terhadap Tema Tema yang digunakan dalam proyek ini adalah Transformasi Arsitektur Bali. 3.1.1
Pengertian Transformasi Menurut Jorge Silvetti, Transformasi adalah operasi yang
dilakukan pada elemen-elemen batasan yang ada dengan mengacu pada wujud
asli dan
fungsi
kanoniknya,
dengan
cara
pendistorsian,
pengelompokan dan penyusutan kembali atau secara umum dengan mengubahnya sedemikian rupa sehingga mencapai bentuk tahap akhir dan memberikan arti baru namun tetap memiliki nilai-nilai aslinya1. Menurut Jorge Silvetti, Transformasi merupakan proses perubahan sedemikian sehingga bentuk tersebut mencapai tingkat tinggi, menjawab keserbaragaman dinamika internal dan eksternal, bisa juga merupakan suatu proses dan fenomena dari perubahan bentuk yang terjadi karena adanya perubahan keadaan2.
3.1.2
Pengertian Arsitektur Bali Arsitektur Bali adalah arsitektur masyarakat Bali yang berlandasan
pada ajaran agama Hindu3. Arsitektur Bali adalah arsitektur dari kehidupan masyarakat Bali dengan menggunakan bentuk-bentuk yang telah disepakati bersama dengan menerima perkembangan - perkembangan ( moderenisasi ) dengan tetap mengikuti tata nilai dan konsep filosofi dalam masyarakat Bali yang sudah mentradisi secara turun temurun4. 1
Pengantar Arsitektur, Univ. Tarumanegara, UPT, 1999 Pengantar Arsitektur, Univ. Tarumanegara, UPT, 1999 3 Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, MT (Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Udayana), 2008 2
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 18
3.1.3
Pengertian Transformasi Arsitektur Bali Transformasi Arsitektur Bali adalah proses perubahan penerapan
tata nilai dan konsep filosofi arsitektur Bali pada bangunan sekarang dengan fungsi baru sehingga mencapai bentuk tahap akhir yang baru dan memberikan arti baru tetapi tetap memiliki nilai-nilai asli arsitektur tradisional Bali. Pentransformasian
yang
dilakukan
pada
tema
ini
adalah
mengaplikasikan arsitektur tradisional bali dengan arsitektur modern. Pentransformasian digunakan pada pembentukan pola tata ruang rumah, penzoningan siteplan dan penggunaan ornamen – ornamennya.
3.2
Tinjauan terhadap Arsitektur Tradisional Bali 3.2.1
Sejarah Arsitektur Bali5 A. Masa Bali Mula Pengaturan masyarakat Bali pada masa sebelum masuknya pengaruh luar ke Bali disebut Empu Lakhi dengan pusat pengembangannya di Pulaki, Bali Barat. Masyarakatnya yang terdesak dikenal sebagai “Wong Samar”, yang bermukim dibeberapa tempat yang pada umumnya di dekat pantai. B. Masa Bali Age ( Awal Masehi – Abad ke 14 ) Pada masa ini, arsitekturnya berpedoman pada Biswa Kharma
yang
merupakan
pedoman
dalam
perkembangan
selanjutnya. Kebo Iwa merupakan arsitek besar pada masa ini yang meninnggalkan beberapa data arsitektur tradisional dalam bentuk bangunan, diantaranya konsep Bale Agung yang sampai sekarang merupakan bagian dari Kahyangan Tiga setiap desa adat di Bali. Pada masa pemerintahan Anak Wungsu di Bali (1049 – 1077 M), Empu Kuturan sebagai tokoh budayawan besar juga merupakan
4 5
Pengantar Arsitektur, Univ. Tarumanegara, UPT, 1999 Tugas Akhir Tika Widya Utami,2005. Kutipan dari Rumusan Arsitektur Bali,1984
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 19
seorang konseptur besar Arsitektur Tradisional Bali yang banyak meninggalkan teori arsitektur, sosiologi, adat dan agama. Salah satu karyanya adalah tata pola desa adat dengan teori Tri Hita Karana.
C. Masa Bali Arya ( tahun 1343 m ) Bali mulai diperintah oleh para Arya dari Majapahit, dengan pusat pengembangan kebudayaan di Gelgel, Klungkung dana Raja Dalem Waturenggong. Tokoh Budayawan sebagai konseptor besar yang banyak mengadakan pembaharuan dan penyempurnaan perkembangan Arsitektur Tradisional di Bali adalah Danghyang Nirartha atau disebut pula Danghyang Dwijendra. Pada masanya merupakan konseptor untuk bangunan tempat memuja Tuhan YME. Setelah kerajaan Waturenggong menyebar di penjuru Bali, para Undagi menyebut Bhagawan Wisma Krama sebagai Dewa dari para Undagi karena dalam pelaksanaan bangunan Arsitektur Tradisional berpedoman pada Asta Bumi dan Asta Kosala Kosali.
D. Masa Bali Koloni Masa ini merupakan masa setelah masuknya penjajahan Belanda di pulau Bali. Pusat pemerintahannya adalah Singaraja, sedangkan kebudayaan banyak berkembang di Bali Selatan. Pada masa Bali Koloni perkembangan kebudayaan termasuk arsitektur mengalami Akulturasi.
E. Masa Bali Turis Disebut Masa Bali Turis karena perkembangan kwantitas kebudayaan sangat menonjol sebagai akibat kedatangan turis missal ke Bali sejak dibukanya Hotel Internasional Bali Beach di pantai Sanur dan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai. Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 20
Dasar Filosofi Arsitektur Bali6
3.2.2
Filosofi yang dianut oleh masyarakat Bali adalah Bali – Hindu, dimana masyarakat Bali percaya bahwa tempat tertinggi adalah untuk para dewa, dunia tengah untuk manusia dan tempat terbawah adalah roh jahat. Tugas manusia adalah mencapai keseimbangan dan harmonis antara dua kekuatan yang saling berlawanan. Berdasarkan
kepercayaan
tersebut diatas,
masyarakat
Bali
mempertahankan dasar – dasar filosofi yaitu Rwa Bhineda (Semara Ratih) dan Tri Hita Karana. A. Rwa Bhineda ( Semara Ratih ) Rwa Bhineda ( Semara Ratih ) adalah bersatunya unsur – unsur, norma – norma atau nilai – nilai yang saling berlawanan, yang akan membawa mereka menuju moksa ( kesempurnaan ).
B. Tri Hita Karana Untuk menyelaraskan antara bhuana agung / alam semesta dengan bhuana alit / manusia, maka setiap lingkungan kehidupan dibuat senilai dengan bhuana agung dengan unsur – unsur yang utuh, yakni Tri Hita Karana. Tri Hina Karana memiliki makna, Tri berarti tiga, Hita berarti kemakmuran, baik, gembira, senang dan lestari, sedangkan Karana berarti sebab, sumber ( penyebab ). Tri Hita Karana berarti tiga unsur penyebab kebaikan yang meliputi Atma (roh / jiwa), Prana (tenaga), Angga (jasad / fisik ). Tri Hita Karana mempunyai konsep yang dipakai dalam pola ruang dan pola perumahan tradisional yang diidentifikasi yaitu :
Parhyangan / Kahyangan Tiga unsur Atma / jiwa.
Krama / warga sebagai unsur Prana tenaga.
Palemahan / tanah sebagai unsur Angga / Jasad (Kaler,1983 : 44).
6
Kutipan dari Buku Arsitektur Bali : Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ,2008
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 21
Konsep Tri Hita Karana dalam susunan Kosmos :
Gambar 3.1. Konsep Tri Hita Karana
3.2.3
Konsep – konsep Arsitektur Bali7 A.
Konsep Tata Bangunan 1. Tri Angga / Tri Loka Tri Angga / Tri Loka adalah konsep turunan dari Tri Hita Karana. Tri Angga memiliki arti, Tri berarti tiga dan Angga berarti badan. Tri Angga ini lebih menekankan pada tiga nilai fisik yaitu : Utama Angga ( Kepala ), Madya Angga ( Badan ) dan Nista Angga ( Kaki ) Konsep Tri Angga ini dalam bhuana agung (alam semesta) sering disebut dengan Tri Loka atau disebut Tri Mandala. Konsepsi Tri Angga ini berlaku dari yang bersifat makro sampai yang paling mikro. Ketiga konsep dari tata nilai tersebut jika didasarkan secara vertical, maka nilai Utama berada pada posisi teratas/sacral, Madya pada posisi tengah dan terakhir Nista pada posisi terendah / kotor.
Gambar 3.2. Konsep Tri Angga / Tri Loka 7
Kutipan Buku Arsitektur Bali : Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ,2008
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 22
Konsep Tri Angga dalam susunan Kosmos :
Gambar 3.3. Konsep Tri Angga / Tri Loka
2. Orientasi – Orientasi Selain memberikan nilai secara vertical, Tri Angga juga memiliki tata nilai Hulu – Teben, yang merupakan tata nilai dalam mencapai keselarasan antara bhuana agung (alam semesta) dengan bhuana alit (manusia). Konsep Hulu – Teben ini kemudian mempunyai beberapah orientasi – orientasi yaitu: Orientasi dengan konsep sumbu ritual Kangin – Kauh. Kangin ( matahari terbit ) - luan, nilai utama. Kauh ( matahari terbenam ) – teba, nilai nista. Orientasi dengan konsep sumbu bumi/natural Raja – Kelod. Kaja ( ke arah gunung ) – luan, nilai utama. Kelod ( kearah laut ) – teba, nilai nista. Orientasi dengan konsep Aksara – Pertiwi, Atas – Bawah. Alam Atas – Aksara, Purusa. Alam Bawah – Pertiwi, Pradana. Konsep Aksara – Pertiwi ini diterapkan dalam pola ruang kosong (open space) dalam perumahan atau lingkungan di Bali dikenal dengan Natah. Konsep arah orientasi dan ruang dan Konsep arah orientasi berdasarkan Kaja – Kelod dan Kangin – Kuah di Bali adalah :
Gambar 3.4. Konsep Arah Orientasi
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 23
3. Sanga Mandala Sanga Mandala adalah penggabungan konsep sumbu bumi ( Kaja – Kelod ) dengan konsep sumbu ritual ( Kangin – Kauh ). Konsep tata ruang Sanga Mandala juga merupakan konsep yang lahir dari sembilan manifestasi Tuhan yaitu Dewata Nawa Sanga yang menyebar di delapan arah mata angin di tambah satu di tengah dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Konsep Sanga Mandala ini menjadi pertimbangan dalam penzoningan kegiatan dan tata letak bangunan pada Arsitektur Bali. Kegiatan utama atau yang memerlukan ketenangan diletakkan di daerah Utaming Utama dan kegiatan yang dianggap kotor diletakkan di daerah Nistaning Nista, sedangkan kegiatan diantaranya diletakkan di tengah atau yang kita kenal dengan pola Natah. Dalam skala perumahan (desa) konsep Sanga Mandala, menempatkan kegiatan yang bersifat suci (Pura Desa) pada daerah utaming utama (kaja-kangin), letak Pura Dalem dan kuburan pada daerah nisthaning nista (klod-kauh) dan pemukiman pada daerah madya, ini terutama terlihat pada perumahan yang memiliki pola perempatan (Catus Patra).
Gambar 3.5. Konsep Sanga Mandala
Penjabaran konsep Sanga Mandala dalam penzoningan area bangunan menurut Arsitektur Tradisional Bali adalah :
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 24
Gambar 3.6. Konsep Sanga Mandala
4. Skala Manusia dan Proporsi Masyarakat Bali selalu mengukur bangunan mereka dengan bagian tubuhnya seperti mengunakan lengan, jari – jari tangan, kaki dsb. Dalam kontruksi bangunan masyarakat Bali, setiap ukuran harus menambah sedikit tambahan beberapa panjang yang disebut dengan pengurip. Pengurip diambil dari anatomi pemilik bangunan seperti genggam, hasta dan ruas jari. Dalam hal ini pengurip adalah symbol materi dari alam.
Gambar 3.7. Skala Manusia dan Proporsi
5. Konsep ruang terbuka ( Natah ) Di Bali, sebuah bangunan merupakan suatu Plot berupa lahan persegi yang dipagari oleh dinding batu bata yang berisi bagian – bagian yang terpisah, dengan fungsi masing – masing.
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 25
Rumah masyakat Bali terdiri dari ruang terbuka yang saling berhubungan, dikelilingi oleh dinding batu bata dan empat atau lebih pavilium terbuka yang dibangun di sekitar halaman dalam. Konsep ruang terbuka / halaman dari Bangunan Bali ini merupakan tipe yang paling sesuai untuk iklim tropis. Permainan ruang – ruang terbuka dan tertutup disadari sebagai bagian dari keharmonisan masyarakat Bali juga merupakan pandangan yang sama dengan Frank LIoyd Wright yang melihat tempat berlindung bukan hanya sebagai kualitas ruang tetapi juga jiwa.
6. Kejujuran struktur Struktur rangka bangunan Bali selalu diekspresikan dengan jujur, tidak pernah disembunyikan atau dipalsukan. Metode kontruksi yang alami dinyatakan secara visual, baik menggunakan bambu, kayu, pohon kelapa atau batu bata. Konsep inilah yang disebut dengan “ Kejujuran Struktur “, seperti yang disebutkan Mies Van Der Rohe bahwa tujuannya bukan menemukan bentuk baru tetapi untuk membentuk struktur yang bersih, simple dan jujur.
7. Kejujuran pemakaian material Setiap material yang digunakan pada bangunan Bali selalu diperlihatkan seutuhnya, mencerminkan tekstur, pola dan warna tersendiri. Kealamian dari material diwujudkan, karena semua berasal dari keindahan alam. Kejujuran semacam ini mencerminkan jiwa masyarakat Bali sesungguhnya. Kejujuran inilah yang tertanam kuat di hati masyarakat dan pada setiap detail pekerjaan mereka, dengan cara ini keharmonisan antara arsitektur dan alam dapat tercapai.
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 26
B.
Konsep Tata Lingungan8 1. Pola Natah Pola natah atau communal space merupakan penerapan dari konsepsi orientasi Akasa-Pertiwi di mana unit - unit perumahan yang membentuk suatu core secara bersama atau disebut pola plaza yang diperuntukkan untuk suatu fasilitas umum serta kegiatan bersama. Contoh daerah atau desa yang menerapkan pola plaza untuk kawasannya, antara lain Desa Bugbug dan Tenganan (linear-natah).
Gambar 3.8. Pola Natah
2. Pola Perempatan Agung Pola perempatan agung merupakan refleksi dari konsep orientasi Kaja-Kelod dan konsep orientasi Kanging-Kauh yang diwujudkan dengan adanya perempatan atau jalan menyilang yang merupakan pertemuan dari Timur-Barat dengan UtaraSelatan. Pola perempatan agung (Catus Phata) ini juga sering disebut pola nyatur desa atau nyatur muka. Zona Kaja-Kangin adalah Pura Puseh dan Pura Desa. Zona Kaja-Kauh adalah Bale Banjar/wantilan. 8
Kutipan Buku Arsitektur Bali : Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ,2008
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 27
Zona Kelod-Kangin adalah lapangan. Dan zona Kelod-Kauh adalah pasar. Sedangkan kuburan berada di luar desa (arah orientasi Kelod-Kauh). Perkembangan selanjutnya disesuaikan dengan desa, kala, patra (tempat, waktu, keadaan) wilayah masing-masing
Gambar 3.9. Pola Perempatan Agung
3. Pola Linear Pada pola linear lebih didominasi konsep orientasi sumbu Kaja-Kelod (Utara-Selatan) dan sumbu Kangin-Kauh (Timur-Barat). Pada ujung paling Utara dari wilayah tersebut diperuntukkan untuk Pura (pura bale agung dan pura Puseh). Di ujung selatannya diperuntukkan untuk Pura Dalem (kematian) dan kuburan desa. Di antara kedua daerah tersebut, terletak rumah penduduk dan fasilitas umum (Bale Banjar dan pasar) yang terletak diplaza umum. Pola linear ini, biasanya diterapkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan di Bali, karena terletak di daerah bertransis. Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 28
Gambar 3.10. Pola Linear
4. Pola Kombinasi Pola kombinasi merupakan perpaduan antar pola perempatan (cetus phata) dengan pola linear. Pola sumbu perumahan memakai pola namun peletakan elemen
perempatan, sistem elemenbangunan
mengikuti pola linear. Fasilitas
umum
terletak pada ruang terbuka (plaza) yang berada
ditengah-
tengah
perumahan.
Lokasi bagian sakral dan profan terletak pada ujung Utara dan Selatan perumahan.
Gambar 3.11. Pola Kombinasi
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 29
3.2.4 Tipologi bangunan di Bali 9 A. Sekepat Sekepat adalah bangunan sederhana dengan denah segi empat seluas ± 3m × 2.5m dan ditopang oleh empat tiang. Atapnya berkontruksi kampiah atau limasan. Dapat divariasikan dengan satu tiang parba dan satu atau dua tiang pandak. Dapat pula tanpa bale – bale dalam fungsinya untuk Bale Patok atau fungsi lain yang tidak
memerlukan
adanya
bale – bale. Kontruksinya cecanggahan,
sunduk
atau
canggahwang. Gambar 3.12. Sekepat
B. Sakenem Sekenem
adalah
bangunan dengan bentuk segi empat
panjang
dan
mempunyai enam tiang. Luas bangunan sekitar 6m x 2m. Kontruksi bangunan terdiri atas 6 berjajar tiga – tiga pada kedua sisi panjang. Keenam tiang disatukan oleh satu bale – bale dan dua di tiang teben pada satu bale – bale dengan dua saka pandak. Gambar 3.13. Sekenem 9
Buku Arsitektur Bali : Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ,2008
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 30
C. Sakaroras / Bale Gede Sakaroras bangunan
adalah
utama
untuk
perumahan utama berfungsi untuk kegiatan adat dan serba guna dengan tiang dua belas yang mempunyai luas 6m x 6m.
Bentuk
bangunan
berdenah
bujur
sangkar
dengan
kontruksi
atap
limasan berpuncak satu.
Gambar 3.14. Sakaroras
D. Astasari Astasari bangunan berbentuk segi empat panjang dengan sembilan tiang yang mempunyai luas 4m x 5m dan tinggi lantai 0,6m. Kontruksi atap limasan dengan dedeld pada pertemuan puncak atapnya. E. Sakutus Sakatus merupakan bangunan segi empat panjang dengan delapan tiang. Luas bangunan sekitar 5 m x 2,5 m. Kontruksi atap dengan sistem kampiah bukan limasan, difungsikan sebagai sirkulasi udara selain udara yang melalui celah antara atap dengan kepala dinding. F. Tiang Sanga Tiang
Sanga
merupakan bangunan utama untuk
perumahan
utama.
Bentuk bangunannya serupa dengan Asta Sari, sedikit lebih
luas
dan
tiangnya
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 31
sembilan. Fungsi utama bangunan ini sebagai Sumanggen letaknya di bagian Kangin atau Kelod disebut juga dengan Bale Dangin atau Bale Kelod. Bisa juga
difungsikan
sebagai
ruang tidur .
Gambar 3.15. Tiang Sanga
G. Kori / Bintang Aring / Angkul-angkul Kori adalah pintu masuk pekarangan dengan bentuk masa bangunan pasangan masif dengan lubang masuk beratap. Dibeberapa tempat disebut Bintang Aring atau Angkul – angkul. H. Penyengker Penyengker adalah batas pekarangan pada keempat sisi berupa pagar hidup atau tembok pasangan. Untuk bangunan suci pemujaan pekarangannya memanjang Kangin Kauh, sedangkan untuk pekarangan perumahan memanjang Kaja Kelod.
3.2.5
Perkarangan yang baik dan pekarangan yang tidak baik A.
Perkarangan yang baik 1. Menemu Labha / Pekarangan yang letaknya di Barat adalah pekarangan yang miring kearah Timur. 2. Paribhoga Wredhi / Pekarangan yang letaknya di Utara adalah pekarangan yang miring ke Utara (menghadap ke Selatan). 3. Karang Prekanti adalah pekarangan yang apabila tanahnya dicangkul kira – kira sedalam 30 cm kebawah akan mengeluarkan bau pedas (lalah). 4. Pekarangan Datar adalah pekarangan yang disekelilingnya tidak ada yang berbukit atau miring. 5. Karang Dewa
Ngukuhin adalah pekarangan adalah
pekarangan yang memberikan rasa asri Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 32
Menemu Labha
Karang Prekanti
Paribhoga
Pekarangan Datar
K.Dewa Ngukuhin
Gambar 3.16. Perkarangan yang baik
B. Perkarangan yang tidak baik 1. Karang Boros Wong adalah pekarangan yang memiliki dua buah pintu masuk (Kori) yang sejajar / berjejer sama tingginya. 2. Karang Suduk Angga adalah pekarangan yang dibatasi pagar hidup atau turus dan akarnya sampai masuk ke pekarangan penyanding. 3. Karang Panas adalah pekarangan yang tidak henti – hentinya mengeluarkan hawa panas. 4. Karang Hitam adalah pekarangan yang hitam dan tidak bercahaya. 5. Perkarangan miring ke Barat adalah pekarangan yang tinggi di Timur atau miring ke Barat. 6. Pekarangan miring ke Selatan adalah pekarangan yang miring ke Selatan. 7. Karang Berbau adalah pekarangan yang tanahnya warna hitam, berbau tidak enak dan rasanya manis . 8. Karaja Bhaya adalah pekarangan yang sewaktu – waktu terdapat darah mentah berceceran tanpa sebab.
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Karaja Bhaya Page 33
K
K.Menyelengking
K.Boros Wong
Pekarangan Miring Ke barat
Karang Hitam
K.Sunduk Angga
Pekarangan Miring ke Selatan
Karang Panas
Karang Berbau
Gambar 3.17. Perkarangan yang buruk
3.2.6
Ragam Hias A. Bentuk – bentuk ragam hias 1. Pepatran (Flora) Pepatran ( Flora ) adalah cerita – cerita legenda yang dituangkan ke dalam lukisan atau pahatan relief umumnya dilengkapi dengan latar belakang sebagai macam tumbuh – tumbuhan dengan ungkapan masing – masing, seperti :.
Keketusan Mengambil sebagian terpenting dari suatu tumbuh –
tumbuhan yang dipolakan berulang dengan pengolahan untuk memperindah penonjolannya. Keketusan terdiri dari : Keketusan
wangga
yaitu
keketusan
yang
melukiskan bunga – bunga besar dari jenis berdaun besar dengan lengkung – lengkung keindahan pada kain hias dengan cat perada warna emas. Keketusan bunga tuwung yaitu hiasan berpola bunga terung dipolakan dalam bentuk liku – liku segi Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 34
banyak berulang atau bertumpuk menyerupai bentuk bunga terung. Keketusan bun – bunan yaitu hiasan berpola tumbuh
–
tumbuhan
jalar
atau
bersulur,
memperlihatkan jajar – jajar jalaran atau sulur – sulur di sela – sela bunga – bungaan dan dedaunan.
Kekarangan Kekarangan merupakan rancangan yang mendekati
bentuk – bentuk flora yang ada dengan penekanan pada bagian – bagian keindahan. Karang Simbar yaitu suatu hiasan rancangan yang mendekati atau serupa dengan tumbuh – tumbuhan mekar dengan daun terurai kebawah yang namanya simbar manjangan Karang Bunga yaitu suatu hiasan rancangan yang berbentuk bunga dengan hiasan kelopak dan seberkas daun yang juga digunakan untuk hiasan sudut – sudut bebaturan atau hiasan penonjolan bidang – bidang. Karang Suring yaitu suatu hiasan yang menyerupai serumpun perdu dalam bentuk kubus yang difungsikan untuk sendi alas tiang tugeh yang dalam bentuk lain dipakai singa bersayap atau garuda.
Pepatraan Pepatraan merupakan mewujudkan gubahan –
gubahan keindahan hiasan dalam pola – pola. Jenis – jenis patra yaitu Patra Wangga, Patra Sari, Patra Bun – bunan, Patra pidpid, Patra punggel, Patra Samblung, Patra Pae, Patra Ganggong, Patra Batun Timun, Patra Sulur, Patra Kakul – Kakulan, Patra Api – Apian, Patra Mas – Masan, Patra Mote – Motean, Patra Tali Ilut, Patra Mesir, Patra Ulanda, Patra Cina, Patra Bulung, Patra Sari, Patra Damai.
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 35
Patra Wangga
Patra damai
P.Merta Sari
Patra Mesir
Patra Sari
P.Batun Timun
Patra Pae
P.Kakul-Kakulan
P. Bun – bunan
P.Mas-masan
P.Mote - Motean
P.Api - Apian
P.Ganggong
Patra Ulanda
Patra Pidpid
Patra Tali Ilut
Patra Sulur
Patra Bulung
P.Samblung
Patra Cina
Patra Punggel Gambar 3.18. Pepatraan
2. Kekarangan (Fauna) Kekarangan (Fauna) adalah cerita – cerita legenda tantri dari dunia binatang dan ramayana yang dituangkan ke dalam ukiran, Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 36
tatahan atau pepulasan dari bentuk – bentuk kekarangan, patung dan patra dengan ungkapan masing – masing seperti :
Kekarangan
Kekarangan
merupakan
meninggalkan
bentuk
rancangan sebenarnya
expresionis dari
diekspresikan secara abstrak. Jenis – jenis
fauna
yang yang
Kekarangan
yaitu Karang Boma, Karang Sae, Karang Asti, Karang Goak, Karang tapel, Karang Bebtulu dan Karang Kala.
Karang Boma
Goak Karang P
Karang Kala
Karang Sae
Karang Bentulu
Karang Tapel
a t u n
Karang Asti
g
Gambar 3.19. Kekarangan
Patung
Patung adalah hiasan permanen yang mengambil bentuk – bentuk dewa dari dunia pewayangan, raksasa dalam ekspresi wajah dan sifatnya serta binatang dalam berbagai bentuknya. Patung terdiri dari Patung Kura – Kura, Patung Kera – Kera, Patung Binatang untuk Souvenir dan Patung Binatang sebagai peragaan seni tari.
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 37
P.Garuda P a
P.Garuda
P.Naga
P.Lembu Gambar 3.20. Patung
Patra Dasar
Patra Dasar adalah ukiran relief pada bidang datar yang menampilkan jenis – jenis fauna yang umumnya digunakan pada bentuk patung. Patra dasar terdiri dari Patra Penyu, Patra Garuda, Patra Naga, Patra Singa dan Patra Kera.
P.Penyu
P.Garuda
P.Naga
P.Singa
P.Kera
Gambar 3.21. Patra Dasar
3. Alam Alam merupakan ragam hias yang mengungkapkan alam sebagai ungkapan keindahan dengan menampilkan unsur – unsur alam sebagai materi hiasan seperti Air, Api, Awan, Gegunungan, Bebaturan, Kekayonan dan Geginan. 4. Agama dan Kepercayaan Falsafah keagamaa atau nilai – nilai yang terkandung dalam ajaran agama diungkapkan dalam bentuk – bentuk perwujudan ragam hias pada bangunan : Patung, Pratima (yaitu patung – patung sebagai symbol pemujaan di pura tempat pemujaan bersama) dan Rerajahan. 5. Lain – lain Selain dalam bentuk – bentuk di atas, ada beberapa ragam hiasan lepas yang dikenakan sewaktu – watu pada bangunan, seperti : Kekupakan ( hiasan tiang dengan Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 38
membuat takikan sudut dan sisi penampang tiang bagian tengah), Kencut, Jaro (hiasan pada jendela dan terali atau pada lubang angin), Tapuk Manggis dan Reruitan.
B. Bentuk, Arti dan Maksud Ragam Hias 1. Ragam – ragam hias yang digunakan dalam bangunan tradisional, diwujudkan dalam bentuk : Ukiran adalah untuk hiasan pada kayu dan batu. Tatahan adalah
untuk hiasan pada bidang-bidang
lembaran logam/kertas. Pepulasan adalah Bentuk-bentuk hiasan yang diterapkan pada bidang-bidang kayu yang dihaluskan atau kain-kain hias dibentuk dengan pepilasan (dengan menggunakan cat minyak prada atau pewarna tradisional). Pepalihan adalah bentuk hiasan yang umumnya dipakai pada batu untuk pelinggih pemujaan atau bale kulkul. Bentuk pepalihan umumnya tanpa ukiran. Lelengisan adalah bentuk hiasan dengan variasi timbul tenggelamnya bidang-bidang hiasan dan penonjolan bagian-bagian tertentu. Akit-akitan dan Anyaman. Pada umumnya digunakan untuk hiasan yang bernilai keagamaan. 2. Ragam hias dalam bangunan tradisional mengandung arti dan maksud tertentu yaitu : Sebagai hiasan untuk keindahan. Umumnya dimaksudkan untuk memperindah penampilan suatu bangunan yang dihias. Ketepatan dan keindahan hiasan dapat mempertinggi nilai suatu bangunan. Sebagai ungkapan simbolis. Ragam hias dapat mengungkapan simbol – simbol yang terkandung di dalamnyaa dari berbagai macam, bentuk dan penempatannya. Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 39
Sebagai alat komunikasi. Dengan bentuk hiasan yang dikenakan pada upacara atau bangunan tertentu, dapat diketahui apa yang diberitahukan oleh hiasan tersebut. Sebagai symbol ritual. Penampilan ragam hias dalam fungsi ritual merupakan symbol filosofis yang dijadikan landasan jalan pikiran. Sebagai sarana edukatif. Ragam hias yang ditampilkan pada bangunan dapat member pelajaran kepada manusia.
3.3
Kaitan Tema dengan Judul Semua pendekatan dalam merancangan bangunan dan suatu kawasan akan
dikaitkan dengan tema yang di ambil yaitu Transformasi Arsitektur Bali. Alasan saya kenapa mengambil tema Transformasi Arsitektur Bali dalam bangunan Town House, karena filosofi dan konsep – konsep arsitektur tradisional bali dapat memberikan dampak ingatan kepada setiap pengunjung dan menampilkan identitas suatu kawasan Town House bernuansa Arsitektur.
3.4
Studi Banding Tema Sejenis 3.4.1
Water Boom Lippo Cikarang Wahana permainan air keluarga yang terdapat di kawasan Lippo
Cikarang. Water Boom ini didesign khusus sebagai Taman Rekreasi Air Kelas Dunia dengan konsep nuansa alam Bali yang eksotis. Selain menyajikan suasana alam yang Asri, Teduh dan Nyaman. Fasilitasnya yaitu slide dewasa, kolam arus dewasa, kolam aktivitas dewasa, kiddie area, kolam arus anak, kolam aktivitas anak, outbound, paint ball, ban-ji trampolin, spa, foodcourt, resto bebek bali, pool bar, dolan seharian, eco friendly dan event water boom. Foto – foto
gambar yang telah
dikelompokkan berdasarkan klasifikasi, yaitu :
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 40
A. Bangunan
Drop off
SPA
Toilet
Kantor & Cafe
Kantin Kolam
Kantin
Pos Jaga
Gazebo
Gambar 3.22. Bangunan di Water Boom Lippo Cikarang
Analisa : Atap bangunan pada Water Boom Lippo Cikarang ini menggunakan material jerami atau alang – alang dan mahkota tembaga merupakan ciri arsitektur tradisional. Untuk kerangka atap, kolom dan balok menggunakan material kayu dan material beton. Pada dinding – dindingnya menggunakan batu alam. B. Patung
P.Kura-kura
Shower
Patung Kera
P.Kura-kura
Patung Gajah
Air mancur
Shower
Shower
Gambar 3.23. Patung – Patung di Water Boom Lippo Cikarang
Analisa : Lingkungan taman pada Water Boom Lippo Cikarang ini
menggunakan ragam hias yaitu kekarangan (fauna) seperti patung kera, kura – kura, ikan dan gajah. Untuk showernya dibuat membentuk patung ikan dan kura – kura yang dikombinasikan dengan batu – batuan alam.
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 41
C. Ornamen – Ornamen Luar
Pintu Masuk
Air Mancur
Papan Nama
Candi
Jembatan
Lampu Taman
Gambar 3.24. Ornamen – Ornamen di Water Boom Lippo Cikarang
Analisa : Angkul – angkul digunakan untuk pintu masuk ke daerah SPA, Untuk papan namannya dibuat seperti lumbung padi, Bentuk candi digunakan untuk air mancur, lampu taman dan jembatan. D. Interior dan Eksterior
SPA
Locker
SPA
Cafe
Westafel
Jembatan Dalam
Receptionis
Ornamen
Taman
Pendestrian
Taman Kolam
Kantin
Westafel SPA
Taman
Tangga Dalam
Gambar 3.25. Interior dan Eksterior di Water Boom Lippo Cikarang
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 42
Analisa : Interiornya banyak menggunakan kayu dan batu alam untuk kolom, balok, meja, bangku, westafel, lantai dan tembok. Pepatran (Flora) digunakan untuk ornamen pada dinding dalam bentuk ukiran bunga dan ornamen kain pada kolom dan pohon. Jalan
setapak,
taman,
kolam
dan
tangga
lebih
banyak
menggunakan batu – batuan alam. Untuk pepohonan banyak menggunakan pohon kamboja dan pohon kelapa.
3.4.2
Perumahan Bali View dan Kampung Ubud A. Bangunan
Bale
Kolam Renang
Bale
Kolam Renang
Taman
Taman
Pintu
Pintu
Pintu Gerbang
Pos Life Guard
Pos Jaga Dalam
Pura Rumah
Gambar 3.26. Bangunan di Bali View dan Kampung Ubud
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 43
Analisa : Atap bangunannya
menggunakan material genteng,
jerami / alang – alang dan mahkota dari batu
dan tembaga
merupakan ciri arsitektur tradisional. Untuk kerangka atap, kolom dan balok menggunakan material kayu dan material beton. Pada dinding – dindingnya menggunakan ragam hias Pepatran (Flora) dan Kekarangan (Fauna) dalam bentuk ukiran dan pepalihan dan batu – batuan alam. Untuk jendela dan pintu menggunakan material kayu. B. Ornamen – Ornamen Landscape
Lampu Taman
Patung Manusia
Patung Kodok
Patung Manusia
Pot Bunga
Lampu Taman
Patung Kodok
Patung Manusia
Lampu Taman
Lampu Taman
Shower
Bangku Taman
Papan Nama
Papan Nama
Patung Kodok
Patung Manusia
Gambar 3.27. Ornamen – Ornamen Landscape di Bali View dan Kampung Ubud
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 44
Analisa : Lingkungan taman pada perumahan ini menggunakan ragam hias yaitu kekarangan (fauna) seperti patung kera, kura – kura, ikan, manusia dan gajah. Untuk tempat bilas kolam renang, showernya dibuat dengan batu – batuan alam yang dipadukan dengan patung kura – kura, sedangkan dinding – dindingnya memakai batu – batu alam dan bentuk pepatran dan kekarangan. Bentuk – bentuk candi dan pepatran (flora) digunakan untuk lampu – lampu taman. Papan nama perumahan dibuat dengan batu – batuan alam yang diaplikasikan kedalam bentuk arsitektur bali. C. Eksterior dan Interior
Landscape
Landscape
Landscape
Landscape
Kolam Renang
Kolam Renang
K.Renang
Golf Renang
K.Renang
Oranamen
Lampu Interior
Lampu Interior
Gambar 3.28. Ekterior dan Interior di Bali View dan Kampung Ubud
Analisa : Interiornya banyak menggunakan kayu dan batu alam untuk kolom, balok, meja, bangku, westafel, lantai dan tembok. Pepatran (Flora) digunakan untuk ornamen pada dinding dalam bentuk ukiran bunga dan ornamen kain pada kolom dan pohon. Jalan
setapak,
taman,
kolam
dan
tangga
lebih
banyak
menggunakan batu – batuan alam. Untuk pepohonan banyak menggunakan pohon kamboja dan pohon kelapa.
Nico Astria | 41207010004 | Town House di Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 45