BAB III PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO KOTA SAMARINDA
A. PERKIRAAN EKONOMI DAERAH 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Oleh
karena
itu,
Pertumbuhan
ekonomi
adalah
sama
dengan
pertumbuhan PDRB. Apabila "diibaratkan" kue, PDRB adalah besarnya kue tersebut. Pertumbuhon ekonomi sama dengan membesarnya "kue" produksi
tersebut
yang
pengukurannya
merupakan
persentase
pertambahan PDRB pada tahun tertentu terhadap PDRB tahun wilayah sebelumnya. PDRB disajikan dalam dua konsep harga, yaitu harga berlaku dan harga konstan; dan penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan konsep harga konstan (constant prices) dengan tahun dasar tertentu untuk mengeliminasi faktor kenaikan harga. Saat ini BPS menggunakan tahun dasar 2000. Nilai tambah juga merupakan balas jasa faktor produksi, tenaga kerja, tanah, modal, dan entrepreneurship yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari PDRB hanya mempertimbangkan domestik, yang tidak memperhatikan kepemilikan faktor produksi. Dari penjelasan tersebut diatas terlihat bahwa pertumbuhan Ekonomi Daerah Kota Samarinda baik melalui harga yang berlaku maupun harga konstant, baik dengan sektor migas maupun non migas yang dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :
Tabel 3.1. PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Dengan Migas Tahun 2005 – 2009. PDRB Dengan Migas (Jt – Rp) Tahun
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Berlaku
Konstant Tahun 2000
Berlaku
Konstant Tahun 2000
2005
13.125.820,00
9.293.066,00
13,56
8,05
2006
14.500.246,66
9.803.724,56
10,47
5,50
2007
15.916.599,84
10.094.295,15
9,44
2,96
2008
18.513.117,92
10.567.823,58
16,31
4,69
2009
20.271.686,36
11.068.640,06
9,50
4,52
11,85
5,14
Rata-rata Pertumbuhan Sumber : BPS Kota Samarinda
Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda, apabila memasukkan unsur migas dengan harga berlaku pada periode waktu 2005 – 2009, rata-rata tumbuh sebesar 11,85% sedangkan apabila dilihat dengan harga konstant, rata-rata tumbuh sebesar 5,14% per tahun. Umumnya untuk melihat pertumbuhan Ekonomi Daerah harus di lihat dengan harga konstant. Apabila dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomitanpa migas maka dapat diikuti pada tabel berikut ini :
23
Tabel 3.2.
PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Tanpa Migas Tahun 2005 – 2009. PDRB Tanpa Migas (Jt – Rp)
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Berlaku
Konstant Tahun 2000
Berlaku
Konstant Tahun 2000
2005
13.477.625,36
9.316.955,17
12,17
7,29
2006
14.478.270,65
9.785.160,11
7,42
5,02
2007
15.887.150,12
10.071.320,82
9,73
2,92
2008
18.477.778,66
10.544.614,83
16,30
4,70
2009
20.238.702,66
11.039.137,41
9,53
4,69
11,03
4,92
Rata-rata Pertumbuhan 2010*
5,00
2011*
6,00
Sumber : BPS Kota Samarinda
Apabila di tinjau dari sisi PDRB tanpa migas, maka dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2005 sampai 2009 terlihat rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda tumbuh sebesar 11,03% dengan harga berlaku dan 4,92 dengan harga konstant. Kalau di bandingkan dengan pertumbuhan berdasarkan migas maka pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda tanpa migas jauh lebih kecil yaitu sebesar 4,92%, ada perbedaan nilai pertumbuhan jika PDRB di lihat tanpa migas, sesungguhnya pertumbuhan ekonomi tanpa migas inilah yang dapat dijadikan rujukan dan analisis karena Kota Samarinda memang termasuk kota yang bukan penghasil migas atau jasa bukan kota pengolah migas, Samarinda dalam visi dan misinya lebih berorientasi pada kota jasa dan perdagangan, hal ini dapat dilihat pada pertumbuhan sektoral sebagai berikut :
24
Tabel 3.3. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstant Menurut Kapangan Usaha Tahun 2005 – 2009 No
Lapangan Usaha
2005
2006
2007
2008
2009
Ratarata
1.
Pertanian
6,58
4,13
-0,11
6,61
4,59
4,36
2.
Pertambangan & Penggalian
6,69
7,85
2,31
0,53
7,07
4,89
3.
Idustri pengolahan
2,99
1,27
1,31
-0,98
1,39
1,19
4.
Listrik, gas & air bersih
4,19
-2,21
3,97
3,88
1,80
2,32
5.
Bangunan
14,79 11,95
3,02
4,14
4,94
7,76
6.
Perdagangan, hotel & Restoran
12,69
8,94
4,78
8,44
4,07
7,78
7.
Pengangkutan & komunikasi
10,42
7,19
1,70
4,21
7,49
6,20
8.
Keuangan, persewaan & jasa perusahaan
6,06
4,24
5,07
8,93
5,16
5,89
9.
Jasa-jasa
7,81
3,67
3,43
6,76
6,17
5,56
Sumber Data : BPS Kota Samarinda
Dari tabel di atas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda dalam 5 tahun terakhir, yaitu dari tahun 2005 sampai 2009 konstribusi pertumbuhan yang terbesar adalah pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu rata-rata sebesar 7,78 ini menunjukkan bahwa tipikal ekonomi Kota Samarinda adalah sebesar 7,76%, pengangkutan dan komunikasi 6,20%, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 5,89%, jasa-jasa 5,56, pertambangan dan penggalian 4,89, pertanian 4,36%, listrik, gas dan air bersih 2,32% serta industri pengolahan 1,19%.
1.2. Struktur Ekonomi Kota Samarinda Struktur ekonomi yang dinyatakan dalam persentase menunjukkan besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Hal ini menggambarkan ketergantungan daerah terhadap 25
kemampuan produksi masing-masing sektor ekonomi. Struktur ekonomi yang disajikan dari waktu ke waktu memperlihatkan perubahan dan pergeseran sebagai indikator adanya proses pembangunan. Struktur ekonomi Kota Samarinda selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 telah banyak mengalami pergeseran. Secara urnum, pembentukan perekonomian Kota Samarinda (angka PDRB) secara perlahan dan pasti menuju Kota Pelayanan (Service). Perubahan perekonomian Kota Samarinda tersebut sangat dipengaruhi olah naik turunnya sektor-sektor tersebut. Terlihat dengan adanya pergeseran kontribusi ekonomi Kota Samarinda dari tahun ketahun, tampak seperti peranan sektor Pembuatan (Manufacture) dan Pertanian (Agriculture) terus mengalami penurunan. Dilihat dari tiga sektor besar, maka tampak adanya pergeseran yang signifikan antara Pertanian (Agriculture), Pembuatan (Manufacture) dan Pelayanan (Service). Pergeseran terlihat pada peningkatan peranan sektor yang menghasilkan jasa meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran, Angkutan dan Komunikasi, Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan Jasa-jasa mencatat kontribusi (peranan) yaitu dari 63,10% di tahun 2005, terus meningkat di tahun 2008 dan 2009 masing-masing sebesar 63,35% dan 63,70%. Tabel 3.4. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstant Menurut Kapangan Usaha Tahun 2005 – 2009 2005
2006
2007
2008
2009
Ratarata
Pertanian / Agriculture
2,21
2,20
2,27
2,19
2,15
2,20
Pembuatan / Manucfacture
34,69
34,73
33,76
34,45
34,15
34,35
Pelayanan / Service
63,10
63,07
63,97
63,35
63,70
63,43
Jenis Sektor
Sumber Data : BPS Kota Samarinda
26
Sektor Pertanian (Agriculture) yang terdiri dari sub sektor pertanian bahan (tanaman) pangan, tanaman perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sektor Manufacture yang meliputi sektor : (1) Pertambangan dan penggalian, (2) Industri pengolahan, (3) Listrik, gas dan air minum (4) Sektor Bangunan. Sebaliknya terjadi kenaikan kontribusi dari peranan Sektor Service meliputi sektor Perdagangan, hotel dan restoran, Pengangkutan dlan komunikasi, Keuangan, persewaan dan jasa bangunan serta sektor jasajasa. Peranan sektor Pertanian (Agriculture) dalam perekonomian Kota Samarinda hanya sekitar 2%. Dapat dikatakan bahwa peranan sektor tersebut tidak signifikan. Ini ditunjukkan, selain dari besaran peranan sektor tersebut relatif lebih kecil dibandingkan sektor lain, terdapat pula kecenderungan bahwa peranan yang diberikan semakin menurun. Dari tabel-tabel yang telah di kemukakan tersebut, maka dapat di prediksi pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda pada tahun 2010 dan 2011, akan mencapai angka 5% sampai 6%, dengan assumsi bahwa pemerintah Kota Samarinda mampu mempertahankan kondisi keamanan dan kepastian usaha / dunia bisnis, inflasi di bawah 2 digit serta ada peningkatan investasi baik swasta nasional maupun asing. Rangkuman pertumbuhan ekonomi dan prediksi pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda dapat terlihat pada tabel sebagai berikut :
27
Tabel 3.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Prediksi Tahun 2010 – 2011. Tahun
Pertumbuhan Ekonomi Riil (%)
2005
8,05
2006
5,50
2007
2,96
2008
4,69
2009
4,52
2010*
5,0*
2011*
6,0*
Sumber Data : BPS Kota Samarinda
2. Pertumbuhan Penduduk Penduduk Kota Samarinda dari tahun ke tahun mencatat kenaikan yang cukup berarti. Sampai dengan tahun 2008 jumlah penduduk di Samarinda sebanyak 602.117 jiwa. Pada tahun 2008 sebagian besar penduduk Kota Samarinda berada di Kecamatan Samarinda Utara sebanyak 151.007 jiwa atau sekitar 25,08%. Pola persebaran penduduk di Samarinda tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Tingkat kepadatan penduduk Kota Samarinda adalah 893 jiwa/km2. Kepadatan penduduk setiap kecamatan menggambarkan pola persebaran penduduk secara keseluruhan. Berdasarkan pola persebaran dan luas wilayahnya, terlihat belum merata, sehingga terlihat adanya perbedaan kepadatan penduduk yang mencolok antar kecamatan. Dan enam kecamatan yang ada terlihat bahwa Kecamatan Seberang memiliki penduduk tertinggi, yaitu 2.322 jiwa/km 2 diikuti oleh Kecamatan Samarinda Ulu dengan kepadatan 1.819 jiwa/km2. Sedangkan untuk Kecamatan Samarinda Utara dan Palaran yang mempunyai wilayah lebih luas, kepadatan penduduk hanya 544 jiwa/km2 dan 2398 jiwa/km2.
28
Ditinjau
dari
komposisi
penduduk
menurut
jenis
kelamin
menunjukkan bahwa jumlah laki-laki di Kota masih lebih banyak dibanding perempuan. Ini terlihat dari rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100. Adapun data jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2005 sampai tahun 2009 sebagai berikut : Tabel 3.6. Data Jumlah Penduduk Kota Samarinda Tahun 2005 - 2009 Tahun
Jumlah Penduduk
% Pertumbuhan
2005
576.047
1,24
2006
588.135
2,09
2007
593.827
0,96
2008
602.117
1,39
2009
609.380
1,20
Rata-rata Samarinda
1,37
Rata-rata Kaltim
2,30
2010*
1,50
2011*
2,00
Sumber Data : BPS Kota Samarinda
Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam tahun terakhir ini Kota Samarinda mengalami tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1,37% baik yang berasal dari faktor migrasi maupun kelahiran, diprediksi untuk tahun 2010 rata-rata angka pertumbuhan penduduk Kota Samarinda mencapai 1,50% sampai 2%, untuk tahun 2011 pertumbuhan penduduk Kota Samarinda ini lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk Kaltim yang mencapai 2,30%.
3. Index Pembangunan Manusia (IPM) IPM merupakan indeks gabungan dari tiga indikator : longevity sebagai ukuran harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur 29
dengan kombinasi melek huruf penduduk dewasa (berbobot tiga perempat) dan gabungan dari rasio pendidikan tinggi primer, sekunder, tersier bruto (berbobot sepertiga), dan standar hidup layak (decent standard of living) sebagaimana diukur oleh PDRB riil per kapita dan dinyatakan dalam PPP$. Data Indonesia dalam laporan "Indonesia: The National Human Development Report, 2000", mengalami beberapa penyesuaian, khususnya indikator pengetahuan yang diukur dengan “kombinasi berbobot sama” antara melek huruf dewasa dan rata-rata lama sekolah, dan standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita ye (UNSFIRS, 2000). Ketiga indeks dalam laporan ini berdasarkan data BPS, terutama dari :
SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
Statistik Indonesia setiap tahun untuk informasi inti
Modul Konsumsi setiap tiga tahun untuk informasi konsumsi. Komponen
longevity
diukur
dengan
menggunakan
indikator
harapan hidup. Dalam laporan ini, harapan hidup di Indonesia dan 26 provinsi dihitung dengan menerapkan metode (Metode Brass, varian dari Trussel) berdasarkan variabel rata-rata jumlah kelahiran hidup dan jumlah rata-rata anak yang tetap hidup. Komponen
pengetahuan
diukur
dengan
menggunakan
dua
indikator yaitu : tingkat melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Indikator melek huruf dimaksudkan sebagai jumlah penduduk yang telah berusia 15 tahun atau lebih yang mampu membaca dan menulis huruf latin sebagai persentase terhadap total jumlah penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Indikator rata-rata lama sekolah adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pendidikan penduduk berusia 15 tahun atau lebih, yang dihitung dengan memasukkan dua variabel yaitu : gelar telah dicapai dan pencapaian tingkat pendidikan (attainment of education level).
30
Komponen standar hidup layak diperoleh dengan menggunakan indikator tingkat konsumsi riil per kapita yang disesuaikan. UNDP memakai PDRB per kapita dengan perhitungan paritas daya beli (PPP US$) sebagai perbandingan internasional komponen ini. Prosedur untuk menghitung konsumsi riil per kapita yang disesuaikan adalah sebagai berikut : 1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari data SUSENAS untuk setiap provinsi dan kabupaten (=A). 2. Mendeflasi nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi dan kabupaten (=B), dengan beberapa penyesuaian untuk kabupaten di mana data harga tidak terkumpul. 3. Menghitung
paritas
daya
beli
per
unit
(PPP/
unit)
dengan
menggunakan Jakarta sebagai standar. Penghitungan PPP/ unit pada dasarnya memakai metode yang sama seperti yang digunakan dalam Proyek Perbandingan Internasional dalam standardisasi PDRB untuk perbandingan internasional Penghitungan berdasarkan harga dan jumlah 27 komoditas terpilih seperti yang tersedia dalam modul konsumsi SUSENAS. 4. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C) 5. Menyesuaikan nilai C dengan menerapkan formula Atkinson untuk mengukur nilai utilitas marginal C. Berdasarkan prosedur di atas IPM dapat dihitung dnegan persamaan berikut ini : IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X(3)] Dimana : X(1) : Indeks harapan hidup kelahiran X(2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah) X(3) : Indeks standar hidup layak / paritas daya beli
31
Dari index pembangunan manusia Kota Samarinda dari tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.7. Index Pembangunan Manusia Kota Samarinda Tahun 2005 2009 Tahun
IPM
2005
75,45
2006
75,50
2007
75,62
2008
75,80
2009
75,90
Rata-rata Samarinda
75,65
Rata-rata Kaltim
74,52
2010*
76,0
2011*
76,20
Sumber Data : BPS Kota Samarinda
Dari data IPM tersebut terlihat rata-rata IPM Kota Samarinda adalah sebesar 75,65, sedangkan prediksi IPM untuk tahun 2010 adalah sebesar 76,0 dan 2011 adalah sebesar 76,20. Rata-rata IPM ini lebih tinggi bila di bandingkan dengan rata-rata IPM Kaltim yang telah mencapai 74,52.
4. Tingkat Pengangguran Terbuka Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan, di samping keadaan angkatan
kerja
ketenagakerjaan,
(economically adalah
isu
active
population)
pengangguran.
Dari
dan sisi
struktur ekonomi,
pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang
32
senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-masalah di bidang ekonomi, melainkan juga menimbulkan berbagai masalah di bidang sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan sosial. Data tentang situasi ketenagakerjaan merupakan salah satu data pokok yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah dan dalam suatu/kurun waktu tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan data tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS)
telah
melaksanakan
pengumpulan
dan
penyajian
data
kependudukan dan ketenagakerjaan melalui berbagai kegiatan sensus dan survey, antara lain: Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (Supas), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas merupakan survei yang dirancang khusus untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan dengan pendekatan rumah tangga. Adapun tingkat pengangguran di Kota Samarida tahun 2005 – 2009 dapat di lihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.8. Pengangguran Terbuka di Kota Samarinda Tahun 2005 - 2009 Tahun
Prosentase Pengangguran
2005
13,16
2006
12,10
2007
13,28
2008
11,21
2009
10,19
Rata-rata Samarinda
12,14
Rata-rata Kaltim
11,33
2010*
90,4
2011*
90,0
Sumber Data : BPS Kota Samarinda 33
Tabel tingkat pengangguran tersebut di atas menunjukkan trend yang semakin menurun dalam setiap tahunnya dalam periode 5 tahun terakhir rata-rata pengangguran terbuka di Kota Samarinda adalah sebesar 12,14% lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata pengangguran terbuka di Kaltim yang mencapai 11,33%, tingkat pengangguran tertinggi di Kota Samarinda yang tertinggi adalah pada tahun 2007 yaitu mencapai 13,28% hal ini sebagai akibat adanya krisis moneter yang melanda Indonesia yang mengakibatkan terpuruknya perekonomian Indonesia yang berimbas pada pengangguran. Namun demikian, dengan semakin membaiknya perekonomian nasional maka tingkat pengguran di Kota Samarinda juga dapat di tekan semakin kecil, di prediksi tingkat pengangguran tahun 2010 adalah sebesar 9,5% dan 2010 turun menjadi 9%.
5. Tingkat Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan memperbaiki kondisi mereka. Pengukuran kemiskinan yang terpercaya (reliable) dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negaranegara lain seperti: Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone, dan Gambia. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar 34
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonopmi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Menurut pendekatan ini, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK). Secara teknis GK dibangun dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Kemiskinan Non Makanan (GKNM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minuman makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari; sedangkan GKNM merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Penduduk miskin dapat juga dihitung meIaIui pendekatan lain, seperti yang dilakukan oleh Bank Dunia yang menghitung jumlah penduduk miskin berdasarkan pengeluaran perkapita setara dengan US$1 dan US$2 PPP (Purchasing Power Parity / paritas daya beli). Perbandingan jumlah penduduyk dan jumlah penduduk miskin Kota Samarinda, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.9. Jumlah Penduduk Miskin Kota Samarinda Tahun 2005 - 2009 Tahun
Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin
2005
576.047
33.600
5,83
2006
588.135
35.600
6,05
2007
593.827
38.200
6,43
2008
602.117
32.750
5,44
2009
609.380
27.650
4,53
Rata-rata Samarinda
5,65
Rata-rata Kaltim
9,42
2010*
-
-
4,25
2011*
-
-
4,00
Sumber Data : BPS Kota Samarinda
35
Dari data tersebut di atas terlihat dalam 5 tahun terakhir dari tahun 2005 – 2009 rata-rata jumlah penduduk miskin Kota Samarinda adalah seebsar 5,65% lebih rendah dari rata-rata Kaltim sebesar 9,42%, di prediksi dengan semakin membaiknya perekonomian Kaltim serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi maka tingkat kemiskinan di Kota Samarinda dapat di tekan menjadi 4,25% pada tahun 2010 dan 4% pada tahun 2011.
6. Tingkat Inflasi Makna inflasi adalah persentase tingkat kenaikan harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga. Ada barang yang harganya naik dan ada yang tetap. Namun, tidak jarang ada barang/jasa yang harganya justru turun. Resultante (rata-rata tertimbang) dari perubahan harga bermacam barang dan jasa tersebut, pada suatu selang waktu (bulanan) disebut inflasi (apabila naik) dan deflasi (apabila turun). Secara umum, hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPS). Persentase kenaikan IHK dikenal dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Inflasi/deflasi tersebut dapat dihitung menggunakan suatu rumus. Tujuan penyusunan inflasi adalah untuk memperoleh indikator yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga. Tujuan tersebut penting dicapai karena indikator tersebut dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan baik tingkat ekonomi mikro atau makro, baik fiskal maupun moneter. Pada tingkat mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, dapat memanfaatkan angka inflasi untuk dasar penyesuaian nilai pengeluaran kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang relatif tetap. Pada
tingkat
korporasi
angka
inflasi
dapat
dipakai
untuk
perencanaan pembelanjaan dan kontrak bisnis. Dalam lingkup yang lebih 36
luas (makro) angka inflasi menggambarkan kondisi/stabiIitas moneter dan perekonomian. Secara spesifik keg unaan angka inflasi antara lain untuk : a. lndeksasi upah don tunjangan gaji pegawai (wage-in-dexation), b. Penyesuaian nilai kontrak (project payment), c.
Eskalasi nilai provek (project escalation),
d. Penentuan target inflasi (inflation targeting), e. lndeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (bucket indexation), f.
Sebagai pembagi PDB, PDRB (GDP deflator),
g. Sebagai proksi perubahan biaya hidup (proxy of cost of living), h. Indikator dini tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham. Data inflasi di Kota Samarinda dalam 2 tahun terakhir menunjukkan trend yang semakin menurun (2008 – 2009) seperti yang terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.10. Inflasi Kota Samarinda Tahun 2005 – 2009 Tahun
Inflasi (%)
2005
16,64
2006
6,50
2007
9,18
2008
9,52
2009
4,06
Rata-rata
9,18
Rata-rata Kaltim
8,5
2010*
5,0
2011*
6,5
Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah.
37
Dari tabel tersebut terlihat bahwa tingkat inflasi tertinggi di Kota Samarinda adalah pada tahun 2005 yang berada pada level di atas 2 digit yaitu 16,64% dimana semua terjadi peningkatan pada seluruh kelompok komoditi terkecuali di kalompok kondisi kesehatan dan pendidikan/olah raga yang mengalami penurunan dari 7,89% turun menjadi 1,81% (untuk kelompok kesehatan) dan 14,36% turun menjadi 2,64% (untuk kelompok komoditi) sedangkan untuk
kelompok komoditi lain seperti bahan
makanan, makanan jadi / minuman, perumahan, sandang dan transportasi mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di prediksi untuk tahun 2010 – 2011 angka inflasi di Kota Samarinda berada pada kisaran 5% sampai 6,5% sebagai akibat membaiknya daya beli masyarakat (purchasing power parity) lebih kecil dari rata-rata Kaltim yang mencapai 8,5%.
7. Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita di Kota Samarinda telah mengalami kenaikan yang cukup berarti dalam setiap tahun, ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat juga relatif lebih baik, selain itu juga pendapatan perkapita ini akan berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan mampu menumbuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pendapatan perkapita masyarakat Kota Samarinda tahun 2005 – 2009 dapat terlihat pada tabel beirkut ini :
38
Tabel 3.11. Pendapatan Perkapita Kota Samarinda Tahun 2005 – 2009 Tahun
Pendapatan Perkapita (Jt-Rp)
2005
19,973
2006
22,863
2007
24,825
2008
26,940
2009
28,366
Rata-rata
24,593
Rata-rata Kaltim
33,380
2010*
30,100
2011*
33,765
Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah.
Dari data tersebut terlihat rata-rata pendapatan per kapita Kota Saamrinda adalah sebesar Rp. 24.593 juta lebih kecil bila di bandingkan dengan rata-rata per kapita Kaltim yang mencapai Rp. 33.380 juta, di prediksi untuk tahun 2010 dan 2011 pendapatan perkapita Kota Samarinda mencapai angka Rp. 30 juta – Rp. 33 juta.
8. Pengeluaran Perkapita Seiring dengan pendapatan perkapita yang semakin tinggi masyarakat Kota Samarinda juga telah mengalami peningkatan dalam pengeluaran perkapita, hubungan linieritas seperti ini lazim terjdi yang menunjukkan
bahwa
pengeluaran
di
tentukan
oleh
pendapatan,
pengeluaran ini juga menunjukkan adanya kemampuan daya beli masyarakat terhadap sandang, pangan dan perumahan yang lebih baik.
39
Tabel 3.12. Pengeluaran Perkapita Kota Samarinda Tahun 2005 – 2009 (Ribu-Rp) Tahun
Pendapatan Perkapita (Ribu-Rp)
2005
580.621
2006
597.552
2007
639.500
2008
643.800
2009
648.775
Rata-rata
622.049
Rata-rata Kaltim
637.773
2010*
630.000
2011*
650.000
Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah.
Data di atas menunjukkan adanya peningkatan dalam 5 tahun terakhir, dengan jumlah rata-rata sebesar Rp. 622.049 lebih kecil dari ratarata pengeluaran Kaltim yang mencapai Rp. 637.773, di prediksi untuk tahun 2010 – 2011 yaitu adalah pengeluaran perkapita berada pada interval Rp. 630.000 – Rp. 650.000.
9. Investasi Kota Samarinda Sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda juga tumbuh dengan investasi yang cukup baik. Sebagai kota jasa dan perdagangan yang menuju kota metropolitan menjadi sebuah tujuan investor untuk menanamka modalnya di berbagai bidang, data dibawah ini menunjukan perkembangan investasi di kota Samarinda dalam kurun waktu 2005 sampai 2009, baik investasi nasional maupun asing.
40
Tabel 3.13. Jumlah Investasi (PMA dan PMDN) Kota Samarinda Tahun 2005-2009 (Dalam Milyar Rp) Tahun
Jumlah Investasi Total
(%)
2005
87,625
-
2006
91,378
4,28
2007
94,193
3,08
2008
96,808
2,77
2009
101,352
4,69
Rata-Rata
94,271
3,70
2010*
-
4,00
2011*
-
5,00
Sumber Data : BPS – Kaltim *Prediksi : Diolah Sejak tahun 2006 sampai 2008 telah terjadi penurunan prosentase jumlah investasi walaupun secara nominal naik, hal ini berarti adanya perlambatan dalam investasi di kota Samarinda. Faktor penyebab ini adalah sebagai akibat iklim investasi Nasional dan situasi ekonomi global. Namun demikian di prediksi pertumbuhan investasi di kota Samarinda untuk tahun 2010 – 2011 mencapai 4% sampai 5% dalam setiap tahunnya. Dari uraian yang telah dikemukan maka dapat dirangkum indikator makro ekonomi Kota Samarinda sebagai berikut :
41
Tabel 3.14. Indikator Makro Ekonomi Kota Samarinda Tahun 2005-2009 No
Indikator
2005
2006
2007
2008
2009
2010*
2011*
1
Pertumbuhan Ekonomi (%)
7,29
5,02
2,92
4,70
4,69
5,00
6,0
2
Pertumbuhan Penduduk (%)
1,24
2,09
0,96
1,39
1,20
1,50
2,00
3
IPM
75,45
75,50
75,62
75,80
75,90
76,
76,20
4
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
13,16
12,10
13,28
11,21
10,11
9,5
9,00
5
Tingkat Kemiskinan (%)
5,83
6,05
6,43
5,44
4,53
4,25
4,00
6
Tingkat Inflasi (%)
16,64
6,50
9,18
9,52
4,06
5,0
6,5
7
Pendapatan Perkapita (Juta-Rp)
19,9
22,8
24,8
26,9
28,3
30,1
33,7
8
Pengeluaran Perkapita (Ribu-Rp)
580,6
597,5
639,5
643,8
648,7
630,0
650,0
9
Jumlah Investasi (Milyar Rp)
87,6
91,3
94,1
96,8
101,3
-
-
(4,28)
(3,08)
(2,77)
(4,69)
(4,00)
(5,00)
No
Rata-Rata Kota Samarinda
Rata-Rata Kalimantan Timur
1
4,92
7,6
2
1,37
2,30
3
75,65
75,52
4
12,14
11,33
5
5,65
9,42
6
9,18
8,5
7
24,593
33,380
8
622,04
6377,
9
94,27
-
42
B. Kebijakan Anggaran 1.1. Pendapatan Daerah Formulasi kebijakan dalam mendukung pengelolaan anggaran pendapatan daerah akan lebih difokuskan pada upaya untuk mobilisasi pendapatan asli daerah dan penerimaan daerah lainnya. Pertumbuhan komponen pajak daerah dan retribusi daerah akan menjadi faktor yang penting
dalam
mendorong
pertumbuhan
PAD
serta
mendorong
peningkatan kemampuan peranan perusahaan daerah untuk dapat memberikan kontribusinya kepada Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan untuk Dana Perimbangan, komponen Bagi Hasil Pajak serta komponen Bagi Hasil Bukan Pajak dan Bantuan Keuangan Provinsi adalah 2 unsur yang cukup penting dalam mendorong pertumbuhan Dana Perimbangan yang akan diperoleh nantinya. Ditinjau dari komposisi Pendapatan Daerah, trend kenaikan peranan PAD dan peranan Dana Perimbangan sampai dengan 2010 diperkirakan akan terus berlangsung meskipun dalam kaitan tersebut diperkirakan dominasi peranan Dana Perimbangan dalam membentuk total perolehan Pendapatan Daerah akan tetap diatas peranan PAD. Terdapat beberapa hal yang cukup penting terkait dengan prospek keuangan daerah kedepan yang antara lain adalah : 1. Bahwa peranan sektor Pajak Daerah clan Retribusi dalam memberikan sumbangan ke PAD, kedepan tampaknya akan semakin penting. Untuk itu, upaya untuk terus melakukan ekstensifikasi melalui perluasan basis pajak tanpa harus menambah beban kepada masyarakat maupun intensifikasi melalui upaya yang terus menerus dalam melakukan perbaikan kedalam dan senantiasa meningkatkan kesadaran wajib pajak dan retribusi dalam memenuhi kewajibannya adalah hal yang mutlak untuk tetap dilanjutkan secara konsisten termasuk dalam upaya untuk terus meningkatkan efisiensi, di tubuh penyelenggara pemerintahan daerah kota Samarinda.
43
Upaya ekstensifikasi pajak sebagaimana yang telah disampaikan, tampaknya
tidak
cukup
hanya
mengandalkan
kondisi
sarana
prasarana kota yang ada seperti saat ini. Untuk itu kedepan, prioritas pembangunan kota harus benar-benar fokus pada sektor-sektor yang mampu menarik investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi kota dalam upaya meningkatkan daya beli masyarakat yang dalarn hal ini tentunya harus dilakukan dengan tanpa mengesampingkan konsistensi dalam menekan ketimpangan pendapatan masyarakat sebagai bentuk upaya untuk menekan angka kemiskinan, serta tetap memperhatikan
keseimbangan
dalam
segala
aspek
kehidupan
masyarakat yang ada di kota Samarinda. Perlunya penetapan formulasi kebijakan diatas, dimaksudkan agar peningkatan pendapatan daerah pada tahun mendatang diupayakan untuk
tetap
menjaga
penciptaan
iklim
yang
kondusif
bagi
pengembangan dunia usaha, sehingga keberadaannya diharapkan dapat
mewujudkan
stabilitas
fiskal
daerah
khususnya
dalam
memberikan ketersediaan melalui perluasan basis pajak tanpa harus menambah beban kepada masyarakat maupun intensifikasi melalui upaya yang terus menerus dalarn melakukan perbaikan kedalam dan senantiasa meningkatkan kesadaran wajib pajak dan retribusi dalarn memenuhi kewajibannya adalah hal yang mutlak untuk tetap dilanjutkan secara konsisten termasuk dalam upaya untuk terus meningkatkan efisiensi, di tubuh penyelenggara kota Samarinda. 2. Upaya ekstensifikasi sebagaimana yang telah disampaikan, tampak tidaknya cukup hanya mengandalkan kondisi sarana prasarana kota yang ada seperti saat ini. Untuk itu kedepan, prioritas pembangunan kota harus benar-benar fokus pada sektor-sektor yang mampu menarik investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi kota dalarn upaya meningkatkan daya beli masyarakat yang dalam hal ini tentunya harus dilakukan
dengan
tanpa
mengesampingkan
konsistensi
dalarn
menekan ketimpangan pendapatan masyarakat sebagai bentuk upaya 44
untuk menekan angka kemiskinan, serta tetap memperhatikan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang ada di kota Samarinda. Perlunya penetapan formulasi kebijakan diatas, dimaksudkan agar peningkatan pendapatan daerah pada tahun mendatang diupayakan untuk
tetap
menjaga
penciptaan
iklim
yang
kondusif
bagi
pengembangan dunia usaha, sehingga keberadaannya diharapkan dapat
mewujudkan
memberikan
stabilitas
ketersediaan
fiskal
daerah
khususnya
sumber pembiayaan
dalam
dalam menjaga
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Secara teoritis, pendapatan daerah akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonornian daerah yang akan terjadi dimasa yang akan datang, atau dengan kata lain, bahwa suatu pendapatan daerah termasuk Pendapatan Asli Daerah harus benar-benar mampu merespon perkembangan ekonomi yang diperkirakan akan terjadi. Dencan menggunakan pendekatan analisis pertumbuhan elastisitas proyeksi PAD, serta dengan meletakkan seperti : a. Pertumbuhan ekonomi kota Samarinda b. Tingkat inflasi c. ICOR tahunan selama periode proyeksi. d. Kebutuhan investasi selama periode proyeksi. e. Tax Ratio (PAD terhadap PDRB) selama periode proyeksi. f. Komponen Dana Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Propinsi pada Dana Perimbangan. g. Komponen DAU, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak pada Dana Perimbangan, serta Lain-lain Pendapatan yang Sah.
1.2. Belanja Daerah Kebijakan belanja daerah akan tetap melakukan efisiensi dan efektifitas pengeluaran untuk belanja aparatur, sehingga trend kedepan 45
komposisinya untuk pelayanan publik semakin bertambah besar. Selain itu untuk belanja pelayanan publik yang bernilai ekonomis akan lebih didorong kepada pengeluaran yang bersifat cost recovery dan menjadi faktor pendorong keterlibatan sektor swasta dan masyarakat untuk melakukan investasi, sehingga nantinya belanja pelayanan publik yang bernilai ekonomis tidak lagi membebani belanja daerah, tetapi sebaliknya akan menjadikan sebagai pendapatan daerah. Perhitungan secara teoris dengan asumsi dasar yang kuat tentang kedua kebijakan diatas yang berkaitan dengan proyeksi pendapatan daerah dan proyeksi belanja daerah akan sangat strategis di dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011. Guna mewujudkan Kota Samarinda yang mandiri, sebagai kemungkinan keras menurunnya dana perimbangan yang diterima dari pemerintah pusat, perlu diusahakan asli daerah (PAD) dengan tetap mengusahakan semaksimal mungkin berbagai kebijakan yang akan dilakukan tidak membebani masyarakat.
1.3. Proyeksi Anggaran Pendapatan Proyeksi pendapatan daerah Kota Samarinda Tahun Anggaran 2011
secara
kumulatif
mengalami
kenaikan
dibanding
tahun
anggaran2010, walaupun ada beberapa sumber-sumber pendapatan yang mengalami penurunan. Secara rinci akan dijelaskan sebagaimana tersebut dibawah ini :
1.3.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada Tahun Anggaran 2010 Pendapatan Asli Daerah diproyeksi sebanyak 563,7 yang terdiri dari Pajak daerah Rp. 40,0 milyar, Retribusi Daerah Rp. 34,5 milyar dan hasil pengelolaan kekayaan aerah yang dipisahkan Rp. 55,4 milyar serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Rp. 32 milyar.
46
Dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut kenaikannya
disebabkan
beberapa
faktor
penunjang
antara
lain
intensifikasi dan ekstensifikasi serta kebijakan politik yang berkenaan dengan deposito mobile.
1.3.2. Dana Perimbangan Sebagaimana kita ketahui bahwa dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup dominan kontribusi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Samarinda, dibanding Pendapatan Asli daerah (PAD) dan lain-lain daerah yang sah. Pada tahun anggaran 2010 Dana Perimbangan sebesar Rp. 842,01 milyar yang terdiri dari bagi hasil pajak / bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Secara umum, kenaikan pada Dana Perimbangan diprediksi terutama bersumber dari Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Sumber kenaikan komponen bagi hasil pajak berasar dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu penyesuaian nilai jual obyek pajak (N)OP) sesuai dengan perkembangannya. Dilain pihak, pada komponen Bagi Hasil Pajak dari Sumber Daya Alam (SDA) akan mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor antara lain kuatitas produksi, kualitas produksi, harga pasaran dunia, negara tujuan ekspor dan fluktuasi persoalan global. Selain itu, walaupun merupakan komponen terkecil, peningkatan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) sangat diharapkan. Hal tersebut dimungkinkan apabila dinas/badan/kantor terkait membuat program dan kegiatan yang disesuaikan dengan program nasional sehingga dapat mempresser dana yang dialokasikan pada departemen teknis yang mempunyai anggaran. Dana
Alokasi
Umum
(DAU)
pada
Tahun
Anggaran
2009
mengalami penurunan yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, namun penurunan tersebut sebagai motivasi kita untuk tetap memperjuangkan dan mengkaji ulang kebijakan yang dilaksanakan. 47
1.3.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Sumber pendapatan daerah ini, merupakan dana perimbangan dari Pemerintah Provinsi yang terdiri dari dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan bantuan keuangan dan Provinsi. Proyeksi pada sumber pendapatan daerah tersebut untuk Tahun Anggaran 2010 mengalami penurunan dibanding Tahun Anggaran 2009. hal
tersebut
tercermin
pada
sektor
Bantuan
Keuangan
Provinsi
penurunannya sebagai akibat dari pengurangan DAU Provinsi.
1.3.4. Pembiayaan Dana yang bersumber dari pembiayaan utamanya bersumber Silpa dan pinjaman yang akan dibuat pada akhir Tahun Anggaran 2010. Untuk proyeksi Anggaran Pendapatan dapat dilihat sebagaimana daftar terlampir.
48