BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1.
KONDISI UMUM Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi melambat
dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis resminya memperkirakan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kepulauan Riau sebesar 7,43% (year-on-year), sementara di triwulan I-2010 tumbuh 9,24% (angka revisi). Kondisi ini disebabkan berkurangnya pengeluaran masyarakat untuk barang-barang nonmakanan, khususnya semen dan alas kaki. Sebaliknya, permintaan terhadap pakaian relatif meningkat memasuki musim liburan dan tahun ajaran baru sekolah. Pelaksanaan pilkada Gubernur Kepulauan Riau bersamaan dengan pilkada kabupaten Bintan, Lingga dan Kepulauan Anambas yang diperkirakan menelan dana sekitar Rp 135 miliar memberi stimulus pada komponen konsumsi swasta nirlaba. Pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang mitra dagang utama (SGD) yang stabil semakin menggairahkan aktivitas ekspor-impor Kepulauan Riau di triwulan II-2010, sekaligus menahan efek perlambatan ekonomi yang lebih dalam. Terkoreksinya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara mitra dagang seperti Korea Selatan, Jepang dan Malaysia belum mempengaruhi kinerja ekspor di triwulan laporan. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan 2009 TW‐II
year on year 2010 TW‐I* TW‐II*
year over year 2008 2009*
KOMPONEN PENGGUNAAN ‐ Konsumsi Rumah Tangga ‐ Konsumsi Lembaga Swasta ‐ Konsumsi Pemerintah ‐ Pembentukan Modal Tetap Bruto ‐ Ekspor Barang dan Jasa ‐ Impor Barang dan Jasa
14.82% 17.75% 11.69% 11.07% ‐1.84% 3.57%
27.63% 4.62% 19.66% 21.93% 3.44% 14.60%
25.26% 16.35% 15.40% 21.92% 5.58% 17.98%
19.03% 13.41% 13.26% 29.38% 6.18% 2.94%
17.37% 23.56% 13.95% 15.14% ‐2.11% 7.59%
SEKTOR EKONOMI ‐ Pertanian ‐ Pertambangan & Penggalian ‐ Industri Pengolahan ‐ Listrik, Gas & Air Bersih ‐ Bangunan ‐ Perdagangan, Hotel & Restoran ‐ Pengangkutan & Komunikasi ‐ Keuangan, Persewaan & Jasa P'an ‐ Jasa‐Jasa PDRB (termasuk migas)
0.11% ‐0.12% 1.28% 1.16% 13.65% 1.53% 5.82% 5.46% 9.12% 2.26%
4.57% 1.80% 9.98% 3.54% 12.12% 11.67% 7.04% 5.25% 5.39% 9.24%
4.76% 3.10% 6.37% 7.77% 12.47% 11.16% 7.28% 5.01% 5.73% 7.43%
3.80% ‐2.71% 4.56% 7.94% 34.26% 7.77% 14.44% 9.71% 15.59% 6.65%
1.50% 1.10% 2.38% 2.08% 13.36% 3.84% 6.67% 5.50% 8.44% 3.51%
Sumber : BPS Kepulauan Riau (diolah) *) Angka sementara
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau dan 5 Negara Mitra Dagang Utama (y-o-y)
Sumber : BPS Kepulauan Riau; MTI Singapore & BEA US Dept. of Commerce, HSBC Global Research (diolah) *) Angka sementara
Adapun respon ekonomi di sisi produksi tercermin dari penurunan pertumbuhan sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta perbankan. Dampak krisis
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
7
masih dirasakan oleh industri lokal yang mengalami penurunan kinerja di tengah penguatan ekspor secara umum. Melambatnya aktivitas perdagangan besar dan eceran sejalan dengan permintaan masyarakat yang menurun terhadap barang-barang non-makanan, seperti semen dan alas kaki. Kondisi penurunan yang dihadapi sektor-sektor unggulan tersebut pada akhirnya mempengaruhi kinerja perbankan dalam memberikan dukungan pembiayaan bagi aktivitas sektor riil. Di sisi lain, potensi naiknya biaya dana perbankan khususnya pada bank Pemerintah juga turut memperburuk kinerja perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Di bulan Juni 2010, dana alokasi kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) Migas tahun 2008 sebesar Rp 681 milyar masuk ke dalam sistem perbankan Kepulauan Riau.
1.2.
SISI PERMINTAAN
1.2.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga diproyeksi sedikit melambat dari 27,63% di triwulan I-2010 menjadi 25,26% (y-o-y) pada triwulan laporan. Penurunan konsumsi rumah tangga terjadi pada barang-barang non-makanan sebagaimana diindikasikan oleh perkembangan beberapa indikator penuntun konsumsi. Pengeluaran konsumsi untuk barang-barang non-makanan diestimasi melambat dari 29,79% menjadi 24,61%, dimana secara historis memiliki kontribusi dominan yang mencapai 60%. Sementara itu pengeluaran konsumsi swasta nirlaba diperkirakan meningkat tajam sehubungan dengan pelaksanaan Pilkada Gubernur Kepulauan Riau, di kabupaten Bintan, Lingga dan Kepulauan Anambas secara serentak pada tanggal 26 Mei 2010. Pelaksanaan seluruh pilkada yang berlangsung aman dalam 1 putaran tersebut diperkirakan menelan dana sekitar Rp 135 miliar.
Grafik 1.2. Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.3. Pangsa & Pertumbuhan Konsumsi Makanan dan Non-Makanan
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
8
Tabel 1.2. Jumlah Kandidat, Pemilih, TPS, dan Biaya Pelaksanaan Pilkada di Kepulauan Riau Tahun 2010
Jumlah Kandidat
Jumlah Pemilih
Gubernur Kepri
3 pasang
1.224.391
3.291
Kab. Bintan
3 pasang
99.154
304
Kab. Lingga
3 pasang
66.050
230
Kab. Kep. Anambas
4 pasang
26.016
89
Pilkada
Jumlah TPS
Biaya‐biaya Pilkada Pengamanan
45 miliar
90 miliar
Total Biaya
135 miliar
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Menurunnya tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2010 cukup terindikasi dari perkembangan beberapa indikator penuntun. Konsumsi semen selama triwulan berjalan kembali mengalami pertumbuhan negatif jumlah realisasi sebanyak 165.013 ton, atau turun 0,73% dibanding periode yang sama tahun 2009. Sementara pada triwulan I2010 total realisasi pengadaan semen di Kepulauan Riau mencapai 194.755 ton, tumbuh 7,3% dibanding triwulan I-2009. Indikasi perlambatan juga terlihat dari turunnya pertumbuhan impor barang-barang konsumsi memasuki bulan April dan Mei 2010. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar kebutuhan masyarakat masih dipasok dari luar daerah dan luar negeri. Untuk produk makanan, penurunan impor terjadi pada komoditi ikan-ikan, daging, buah-buahan dan sayuran, serta telur. Sedangkan pada komoditi non-makanan antara lain terjadi pada produk sepatu dan alas kaki. Sebaliknya, permintaan terhadap pakaian relatif meningkat memasuki musim liburan dan tahun ajaran baru sekolah. Adapun lonjakan Impor gula pada bulan Januari sebanyak 3.000 ton dan bulan April sebanyak 2.500 ton terkait dengan pemenuhan kuota impor gula khusus wilayah FTZ sebanyak 6.000 ton yang diberi batas waktu hingga April 2010 sesuai dengan peraturan Menteri Perdagangan. Grafik 1.4. Realisasi Pengadaan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.5. Nilai & Volume Impor Barang Konsumsi
Sumber : SEKDA - BI
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
9
Grafik 1.6. Perkembangan Impor Barang Konsumsi Terpilih
Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah (diolah)
Sumber : SEKDA - BI
Namun demikian, beberapa indikator penuntun lain masih memperlihatkan tren menguat di triwulan laporan. Penjualan mobil selama tahun 2010 meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya. Jumlah mobil baru yang terdaftar di Dinas Pendapatan Daerah seluruh kabupaten/kota tercatat sebanyak 1.356 unit, naik 188% dibanding triwulan II-2009. Sementara pada triwulan sebelumnya jumlah penjualan mobil baru juga sudah cukup tinggi yakni sebanyak 1.048 unit atau meningkat 112,6%. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh adanya insentif kebijakan Free Trade Zone (FTZ) di Batam-Bintan-Karimun yang membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk mobil baru. Dengan demikian harga mobil baru di wilayah FTZ menjadi lebih murah dibanding daerah lainnya di Indonesia. Penjualan sepeda motor baru juga meningkat 66% dibanding tahun sebelumnya, dengan jumlah pendaftaran balik nama mencapai 19.343 unit. Di samping itu, penjualan listrik PLN Batam untuk golongan rumah tangga tumbuh 14,5% (y-o-y), meningkat jika dibandingkan triwulan I-2010 yang tumbuh 10,7%. Kondisi tersebut berbeda dengan realisasi penjualan listrik secara umum yang melambat dari level pertumbuhan 18,6% menjadi 13,8% di triwulan berjalan, dipicu oleh turunnya pemakaian listrik sektor industri. Grafik 1.8. Pertumbuhan Konsumsi Listrik per Gol. Tarif
Grafik 1.9. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Perbankan
Sumber : PLN Batam
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
10
Berdasarkan indikator pembiayaan konsumsi oleh perbankan di wilayah Kepulauan Riau terindikasi bahwa penurunan konsumsi dialami oleh sektor properti khususnya untuk rumah tipe >70m2. Meningkatnya penjualan kendaraan bermotor berkorelasi negatif dengan tren pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) yang menurun di triwulan II-2010. Penurunan ini diduga terkait dengan insentif kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5% yang telah direalisasikan pada bulan April 2010, sehingga menambah daya beli masyarakat untuk mengurangi beban kreditnya.
1.2.2. Investasi Berlanjutnya penguatan ekspor mendorong kinerja investasi tumbuh stabil di level 21,92%, sementara pada triwulan sebelumnya tumbuh 21,93% (y-o-y). Kerusuhan yang terjadi di salah satu perusahaan galangan kapal terbesar di Batam, PT. DryDocks Graha pada pertengahan April lalu relatif tidak berpengaruh terhadap kegiatan investasi secara umum di kota Batam. Namun operasional PT. DryDocks Graha diperkirakan terganggu akibat penundaan jadwal pengiriman kapal yang di-order. Pada bulan Mei 2010 perusahaan seharusnya mengirimkan 1 buah Jack Up Drilling Rigs (L-205 Haven) pesanan Conoco Phillips Skandinavia AS untuk aktivitas pengeboran di blok eksplorasi milik Master Marine–Norwegia senilai US$ 200 juta. Kondisi tersebut tercermin dari drop-nya nilai ekspor kapal pada bulan Mei 2010. Grafik 1.10. Perkembangan Investasi PMTB
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.11. Pertumbuhan Impor Kelompok Barang Modal
Sumber : SEKDA – BI (BEC)
Kegiatan investasi diproyeksi akan semakin tumbuh sebagaimana terkonfirmasi dari tren pertumbuhan impor barang-barang modal. Pangsa utama aktivitas investasi pada triwulan I-2010 masih didominasi oleh investasi industri manufaktur. Berdasarkan jenis industrinya, investasi di sektor manufaktur sebagian besar dilakukan oleh industri galangan kapal (shipyard) baik untuk jasa pembuatan maupun perbaikan kapal, serta industri elektronik
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
11
berupa peralatan radio, televisi dan alat komunikasi lainnya. Sementara itu, investasi oleh industri mesin-mesin dan perlengkapannya juga mulai memperlihatkan peningkatan meskipun belum pulih sepenuhnya dibanding kondisi sebelum krisis. Indikator dini kredit investasi perbankan yang tumbuh posisitf selama triwulan II-2010 semakin memberi keyakinan adanya optimisme masyarakat untuk mulai berinvestasi. Jumlah kredit investasi yang telah disalurkan perbankan hingga bulan Juni 2010 tercatat sebesar Rp 2,57 triliun, meningkat 2,7% dibanding posisi bulan Juni 2009. Sebelumnya kredit investasi perbankan masih berada pada area pertumbuhan negatif. Grafik 1.12. Pertumbuhan Impor Industri Manufaktur
Grafik 1.13. Perkembangan Kredit Investasi Perbankan
Sumber : SEKDA – BI (ISIC)
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Tingginya minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada industri pembuatan/ perbaikan kapal di Batam masih cukup tinggi. Dari total persetujuan rencana investasi selama semester I-2010 senilai US$ 27,2 juta, 3 proyek diantaranya bergerak di bidang pembuatan/perbaikan kapal (BP Kawasan FTZ-Batam). Adapun di tahun 2009, persetujuan rencana investasi di sektor ini sebanyak 8 proyek dari 82 proyek PMA yang disetujui. Sementara itu, minat investasi asing di bidang perdagangan, hotel dan restoran juga semakin tumbuh. Pada triwulan I-2010 saja telah disetujui 7 proyek rencana investasi di sektor ini, sementara selama tahun 2009 disetujui sebanyak 19 proyek. Aplikasi proyekproyek PMA tersebut masih didominasi oleh investor Singapura, diikuti negara Malaysia, Taiwan, Australia, Norwegia, Korea Selatan dan Belanda.
1.2.3. Ekspor - Impor Membaiknya permintaan global dan harga komoditas, serta pergerakan nilai tukar Rupiah yang stabil semakin mendukung penguatan ekspor di triwulan II-2010. Laju pertumbuhan
ekspor
diperkirakan
sebesar
5,58%,
lebih
tinggi dibanding
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
tingkat
12
pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 3,44% (y-o-y). Ekspor di tahun 2010 diperkirakan dapat tumbuh pada kisaran 5±1% dibanding tahun 2009. Grafik 1.14. Pertumbuhan Ekspor dan Impor (y-o-y)
Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara
Grafik 1.16. Perkembangan Kurs IDR thp USD dan SGD
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
Grafik 1.15. Perkembangan Harga Minyak & Gas Dunia
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.17. Aktivitas Peti Kemas (Kontainer) Internasional di Pelabuhan FTZ Batam
Sumber : BP-Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil
Stabilnya kinerja ekspor di triwulan II-2010 tercermin dari aktivitas cargo loaded tujuan internasional melalui pelabuhan utama FTZ Batam, yakni pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil. Volume muat kontainer selama triwulan II-2010 sebanyak 19.581 Teus, atau naik 27,4% dibanding triwulan II-2009. Sementara volume muat kontainer di triwulan I2010 tercatat sebanyak 19.319 Teus. Pertumbuhan ekspor semakin stabil dimana selama tahun 2009 mengalami pertumbuhan negatif dibanding tahun 2008. Adapun realisasi ekspor terbesar tercatat melalui Pelabuhan Udang Natuna yaitu US$ 431,1 juta, disusul Pelabuhan Batu Ampar US$ 215,9 juta, Pelabuhan Sekupang US$ 154,9 juta, dan Pelabuhan Kabil/Panau US$ 89,1 juta, dengan kontribusi keempatnya mencapai 91,8% dari total ekspor di bulan Mei 2010. Sementara pelabuhan bongkar barang impor terbesar adalah melalui pelabuhan Batu Ampar dengan nilai impor sebesar US$ 258,7 juta atau 49,4% dari total impor pada bulan Mei 2010. Kemudian disusul oleh pelabuhan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
13
Sekupang dengan nilai US$ 129,9 juta (24,8%), dan pelabuhan Kabil/Panau dengan nilai US$ 81,6 juta (15,6%). Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Ekspor Utama
Sumber : SEKDA – BI (SITC)
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Impor Utama
Sumber : SEKDA – BI (SITC)
Sementara itu, komoditi penyumbang ekspor terbesar di periode ini berasal dari produk mesin-mesin, baik mesin elektrik maupun mesin-mesin kantor. Selain itu ekspor perangkat elektronik dan komunikasi juga relatif membaik dibanding tahun sebelumnya. Di lain pihak, ekspor logam dasar dan produk dari besi dan baja, serta ekspor kapal dan perangkatnya tercatat mengalami tren menurun di bulan April dan Mei 2010. Hal ini diduga sebagai pengaruh terganggunya operasional PT. DryDocks Graha pasca kerusuhan antar pekerja yang terjadi pada pertengahan April lalu. Grafik 1.20. Perkembangan Ekspor Ke Negara G3
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor ke Bbrp Negara Asia
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Perkembangan ekspor jika dilihat dari negara tujuannya sebagian besar didorong oleh naiknya permintaan dari negara Singapura sebagai pasar ekspor dominan. Ekspor ke Singapura pada bulan Mei 2010 saja mencapai US$ 591,7 juta, atau berkontribusi mencapai 60,97% terhadap total ekspor pada bulan berjalan. Selain itu, aktivitas ekspor ke India dan Malaysia juga diperkirakan menurun menyusul susutnya daya beli agregat negara tersebut, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
14
sejalan dengan proyeksi perlambatan ekonomi yang terjadi di triwulan II-2010. Sedangkan ekspor ke negara-negara Eropa, Jepang, Amerika dan China masih memperlihatkan arah yang stabil. Tabel 1.3. Neraca Perdagangan Kepulauan Riau - China China Trade
Ekspor Impor Net X(M)
May-08
18.2 7.8 10.4
Dec-08
10.2 11.7 (1.5)
May-09
13.0 12.7 0.3
Dec-09
Apr-10
May-10
13.1 32.8 (19.7)
14.6 31.3 (16.7)
13.9 20.9 (7.0)
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Sehubungan dengan pemberlakuan kerjasama perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), kondisi ini diperkirakan tidak berdampak bagi signifikan kinerja perdagangan Kepulauan Riau dengan Cina. Khususnya bagi sektor industri pengolahan di kota Batam yang sejak dahulu sudah memanfaatkan sistem bebas bea masuk untuk produk-produk yang akan di re-ekspor dari kawasan khusus FTZ Batam. Impor dari Cina untuk di luar kawasan industri diperkirakan didominasi oleh produk-produk mainan dan sandang, namun nilainya tidak signifikan terhadap total impor Kepri dari Cina yang pada tahun 2009 lalu mencapai US$ 231,07 juta. Produk impor utama dari Cina adalah besi dan baja dimana harganya relatif lebih murah dibandingkan jika dipasok dari Jakarta atau daerah lain di Indonesia. Ongkos
angkut
yang
lebih
besar
menjadi
komponen
biaya
utama
yang
mempengaruhi harga jual besi dan baja khususnya di wilayah Kepulauan Riau Selain itu impor mesin-mesin dan peralatan listrik juga cukup banyak beredar di pasar lokal. Sementara itu, komoditas ekspor dominan selain dari Kapal Laut adalah mesin dan perlengkapan kantor, alat telekomunikasi, dan mesin/peralatan listrik. Melihat karakteristik daerahnya, bukan tidak mungkin pemberlakuan ACFTA bisa menjadi insentif bagi industri lokal di Kepulauan Riau khususnya kota Batam, karena masuknya bahan baku dan barang modal yang lebih murah dapat mempengaruhi ongkos produksi menjadi lebih kompetitif. Grafik 1.22. Perkembangan Ekspor Produk Utama ke Cina
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Grafik 1.23. Perkembangan Impor Produk Utama dari Cina
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
15
1.3.
SISI PENAWARAN Perbaikan kinerja sektor riil pada triwulan II-2010 sedikit tertahan sejalan dengan
perkembangan indikator sektor unggulan daerah yang terindikasi melambat. Kinerja sektor industri pengolahan khususnya di kota Batam sangat berpengaruh dalam menentukan arah perekonomian provinsi Kepulauan Riau. Laju pertumbuhan sektor industri di triwulan laporan diperkirakan sebesar 6,37%, lebih rendah dari triwulan I-2009 yang tumbuh 9,98% (y-o-y). Selain itu, tingkat pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan perbankan juga turut memicu terjadinya perlambatan pada aktivitas ekonomi secara agregat. Adapun sektor-sektor lainnya diperkirakan dapat tumbuh lebih baik dibanding sebelumnya.
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan Dampak krisis tampaknya masih dirasakan oleh industri lokal yang berskala kecilmenengah dengan basis perdagangan dalam negeri. Hal ini tercermin dari laju pertumbuhan sektor industri yang melambat dari 9,98% menjadi sebesar 6,37% (y-o-y) di triwulan II-2010, di tengah penguatan ekspor industri secara umum. Kondisi tersebut secara teknikal juga terpengaruh oleh berbaliknya arah pertumbuhan sektor industri di tahun 2009, dari sebelumnya mengalami kontraksi 1,16% di triwulan I-2009 menjadi tumbuh 1,28% di triwulan II. Sejalan dengan itu, kontribusi sektor industri terhadap laju pertumbuhan ekonomi regional juga mengalami penurunan dari 4,63% menjadi 3,95%.
Grafik 1.24. Struktur Industri Pengolahan Provinsi Kepulauan Riau Tw.II-2010
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.25. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.I & Tw.II-2010
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Struktur industri di Kepulauan Riau masih didominasi oleh industri alat angkutan dan mesin, yakni sekitar 52,8%. Selanjutnya diikuti oleh industri pengolahan logam besi dan baja dengan share 16,4%, industri pengolahan semen, industri pengolahan kayu (8,8%) dan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
16
bahan galian (8,5%). Tertahannya akselerasi sektor industri pengolahan pada triwulan ini bersumber dari penurunan kinerja industri pengolahan kayu yang diperkirakan hanya tumbuh 2,94%, turun drastis dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 25,52%. Hal tersebut diduga terjadi karena permintaan kayu oleh China sebagai pangsa ekspor kayu terbesar mengalami penurunan, menyusul pelemahan ekonomi negara tersebut di triwulan II-2010. Tingkat GDP riil China diperkirakan merosot dari 11,9% pada triwulan I-2010 menjadi 10,3% (y-o-y). Grafik 1.26. Perkembangan Ekspor Kayu Olahan ke Beberapa Negara
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.27. Pertumbuhan Nilai Ekspor Sektor Industri berdasarkan Klasifikasi Industri
Sumber : SEKDA – BI (ISIC)
Kinerja industri kayu olahan yang memburuk terkonfirmasi pada nilai ekspor produk kayu yang mengalami pertumbuhan negatif selama bulan April dan Mei 2010. Data ekspor juga memperlihatkan terjadinya penurunan realasasi ekspor industri tekstil, industri logam dasar, dan industri alat transportasi. Khusus pada industri alat transportasi/kapal, penurunan disinyalir masih terkait dengan efek terganggunya operasional galangan kapal terbesar di Batam, PT. Drydocks Graha pasca kerusuhan antar pekerja pada pertengahan April lalu. Sebagaimana diketahui, DryDocks World kini menguasai kepemilikan perusahaan shipyard PT. Pan-United, PT. Naninda Mutiara Shipyard dan PT. Graha Trisaka, yang kemudian berubah nama menjadi DryDocks Pertama, DryDocks Naninda dan DryDocks Graha. Dengan demikian DryDocks World menjelma sebagai perusahaan galangan kapal terbesar dengan jumlah pekerja mencapai 25.000 orang, atau sekitar 15% dari total pekerja industri di Batam yang tercatat sebanyak 157.600 orang (data BPS, Agustus 2009). Sejak awal 2009, perusahaan memiliki 6 proyek besar pembuatan Jack-Up Rig yang memakan waktu sekitar 24 – 30 bulan dengan dana investasi US$150-US$200 juta untuk masing-masing Rig. Saat ini perusahaan sedang dalam pengerjaan Rig ke-5 dan ke-6 yang seharusnya dikirim pada bulan Mei dan September 2010 untuk aktivitas pengeboran di sumur milik Master Marine ASA – Norwegia.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
17
Grafik 1.28. Pertumbuhan GDP Singapura, Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)
Sumber : MTI Singapore – Juli 2010 *) angka sementara
Grafik 1.29. Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Industri Pengolahan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Di lain pihak, pertumbuhan ekspor mesin-mesin dan peralatan listrik serta industri kimia mengalami kenaikan yang berarti. Mengingat pangsanya yang cukup dominan terhadap aktivitas industri pengolahan di Kepulauan Riau, perbaikan kinerja beberapa bidang industri tersebut mampu menjaga momentum pemulihan ekspor di triwulan II-2010 sekaligus menahan laju perlambatan sektor industri pengolahan. Secara umum kinerja pertumbuhan sektor industri sebesar 8,54% dinilai masih cukup baik, terbantu oleh stabilnya permintaan dari industri manufaktur dan jasa di Singapura sebagai pangsa ekspor dominan. Dari aspek pembiayaan perbankan lokal terhadap sektor industri pengolahan juga masih menunjukkan arah pertumbuhan yang meningkat. Kondisi ini secara tidak langsung mengeindikasi adanya kenaikan order pada industri pendukung berskala kecil-menengah yang merupakan target market dominan dari pembiayaan perbankan lokal.
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sebagai sektor andalan kedua, kinerja pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang relatif stagnan juga berkontribusi terhadap perlambatan ekonomi triwulan II2010. Dilihat lebih jauh, sub-sektor perdagangan besar dan eceran serta perhotelan merupakan pemicu utama perlambatan. Namun demikian, kedua sub-sektor tersebut diperkirakan masih tumbuh baik, masing-masing di level 11,46% dan 10,14%. Sementara itu sub-sektor restoran diperkirakan tumbuh meningkat di triwulan laporan. Kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran yang cukup stabil didukung oleh pergerakan beberapa indikator dini. Aktivitas peti kemas domestik (bongkar-muat) di pelabuhan FTZ kota Batam menunjukkan perkembangan yang stabil dengan tren relatif meningkat. Indikator ini mengindikasikan aktivitas perdagangan antar pulau yang masih
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
18
dilakukan melalui pelabuhan utama FTZ karena belum memiliki pelabuhan khusus untuk bongkar muat barang kebutuhan antar daerah. Aktivitas perdagangan antar wilayah yang berjalan stabil juga terkonfirmasi pada indikator volume bongkar-muat kargo melalui Bandara Hang Nadim Batam yang tumbuh signifikan dalam 3 triwulan terakhir. Grafik 1.31. Volume Bongkar-Muat Kargo Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Grafik 1.30. Aktivitas Peti Kemas (Kontainer) Domestik
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Grafik 1.32. Perkembangan Volume Impor Barang Konsumsi
Sumber : SEKDA – BI (SITC)
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Grafik 1.33. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Sedangkan adanya arah penurunan terindikasi dari indikator volume impor beberapa barang konsumsi terpilih, dimana pada bulan Mei 2010 terjadi penurunan impor terutama untuk produk-produk minuman dalam kemasan, daging-dagingan, serta ikan dan hasil laut lainnya. Selain itu, indikator pembiayaan perbankan pada kegiatan perdagangan eceran juga masih belum menggembirakan yang berada di area pertumbuhan negatif sejak bulan Februari hingga akhir Juni 2010. Sementara itu, prakiraan menurunnya pertumbuhan sektor perhotelan tercermin dari indikator tingkat hunian (occupancy rate) hotel berbintang di bulan April dan Mei 2010 yang relatif
lebih
rendah
dibanding
periode
triwulan
I-2010.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
Pertumbuhan
arus
19
penumpang/pengunjung yang datang melalui Bandara Hang Nadim juga memperlihatkan tren menurun pada bulan Mei dan Juni 2010. Grafik 1.34. Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate) di Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.35. Perkembangan Volume Penumpang (Dom&Intl) yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Adapun jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Provinsi Kepri melalui 4 pintu masuk selama triwulan II-2010 sebanyak 385.654 orang, naik 3,24% dibanding periode yang sama tahun 2009. Sementara itu pada triwulan I jumlah kunjungan wisman tercatat sebanyak 362.590, atau hanya tumbuh 0,37% (y-o-y). Kedatangan wisatawan mancanegara di periode laporan sebagian besar tetap melalui kota Batam, diikuti pintu masuk Lagoi (Bintan), Tanjungpinang dan Karimun. Berdasarkan kewarganegaraannya, komposisi wisatawan tidak mengalami perubahan yang berarti. Wisatawan asal Singapura masih mendominasi dengan jumlah kunjungan selama semester I-2010 sebanyak 402.085 orang, atau 53,7% dari total wisatawan mancanegara yang berkunjung ke provinsi Kepulauan Riau. Selanjutnya diiukuti oleh wisatawan asal Malaysia, Korea Selatan, India, Jepang, China, Inggris, Australia, Philipina, dan Amerika Serikat.
1.3.3. Sektor Bangunan Perbaikan kinerja industri properti Kepulauan Riau khususnya kota Batam diperkirakan masih berlanjut di triwulan II-2010. Sektor bangunan diestimasi tumbuh 12,47%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang diestimasi sebesar 12,12% (y-o-y). Bertahannya industri properti dari terpaan krisis daya beli masyarakat tidak terlepas dari upaya keras developer dalam melakukan berbagai promosi dengan berbagai insentif yang ditawarkan. Selain itu kebijakan makro Bank Indonesia yang kembali mempertahankan BI-Rate di level 6,5% telah mulai berdampak pada penurunan suku bunga kredit perbankan. Berdasarkan informasi yang diterima dari Ketua REI Khusus Batam, bank tertentu bahkan telah menawarkan suku bunga
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
20
kredit perumahan hingga di level 8% - 9%, yang sangat membantu dalam memberikan stimulus bagi industri properti. Grafik 1.36. Pertumbuhan KPR Perbankan Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.37. Pertumbuhan Volume Impor Utama Sektor Bangunan
Sumber : SEKDA - BI
Optimisme pemulihan sektor properti cukup tercermin dari indikator pertumbuhan KPR Perbankan, baik untuk tipe rumah di bawah 70 m2, tipe di atas 70 m2, serta tipe Ruko/Rukan, yang terus meningkat hingga periode laporan. Prakiraan akselerasi sektor bangunan juga tidak telepas dari adanya proyek-proyek konstruksi besar yang sedang berjalan antara lain pembangunan Kepri Mall, Batam City Condominium (BCC), pusat pemerintahan pulau Dompak, Superblok Grand Quarter, dan beberapa Apartemen baik swasta komersil maupun bersubsidi (rusunawa). Merespon permintaan masyarakat yang cenderung meningkat, pengembang lebih gencar melakukan berbagai upaya promosi dengan berbagai insentif, seperti discount harga rumah atau tanah, bebas biaya BPHTB, bebas biaya notaris, bonus perlengkapan rumah, serta kemudahan dalam pengurusan kredit ke bank. Permintaan rumah yang masih tinggi pada akhirnya berpengaruh pada kenaikan harga rumah sebagaimana ditunjukkan oleh Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Kota Batam pada periode triwulan II-2010 yang naik 3,12 poin.
1.3.4. Sektor-sektor Lainnya Laju pertumbuhan yang dialami oleh sektor-sektor pendukung pada dasarnya akan merespon
perkembangan
di
sektor-sektor
unggulan.
Kondisi
ini
secara
langsung
terkonfirmasi pada kinerja perbankan dalam memberikan dukungan pembiayaan pada sektor riil yang relatif menurun. Di sisi lain, potensi naiknya biaya dana perbankan khususnya pada bank Pemerintah juga turut memperburuk kinerja perbankan dalam menjalankan fungsi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
21
intermediasinya. Pada bulan Juni 2010 dana alokasi kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) Migas tahun 2008 sebesar Rp 681 milyar masuk ke dalam sistem perbankan Kepulauan Riau.
Grafik 1.38. Pertumbuhan Aset, DPK dan Kredit Perbankan di Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.39. Perkembangan LDR dan NPL Perbankan di Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Pertumbuhan sektor infrastruktur listrik, gas dan air bersih juga diperkirakan terpengaruh oleh turunnya aktivitas sektor industri pengolahan sebagai pangsa pasar utama PT. PLN Batam. Kapasitas listrik yang disalurkan PT. PLN Batam selama triwulan II-2010 tercatat sebanyak 374.232 MWH, naik 13,8% dibanding tahun sebelumnya (y-o-y). Namun tingkat pertumbuhan tersebut masih di bawah triwulan I-2010 yang mengalami peningkatan sebesar 18,6%. Perlambatan ini sebagian besar disumbang oleh realisasi penjualan kepada sektor industri dari 33,6% pada triwulan I-2010 menjadi 13,1% pada triwulan laporan. Grafik 1.40. Pertumbuhan Penjualan PT. PLN Batam berdasarkan Kelompok Tarif
Sumber : PT. PLN Batam
Grafik 1.41. Pertumbuhan Kredit Sektor Pengangkutan Umum Perbankan di Kepulauan Riau
Sumber : BP Batam
Sementara itu, perbaikan pertumbuhan sektor pengangkutan tercermin dari
naiknya realisasi pembiayaan perbankan kepada sektor tersebut. Sektor Pertanian yang pada periode ini diperkirakan membaik dipengaruhi oleh meningkatnya produksi perikanan. Berakhirnya musim utara selalu menjadi berkah bagi nelayan dengan bertambahnya hasil
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
22
tanggapan. Sebelumnya nelayan tidak dapat melalui akibat kondisi cuaca yang buruk disertai gelombal laut tinggi. Hal ini juga diduga menyebabkan terjadinya pergeseran siklus panen komoditas pertanian, terutama untuk komoditi jagung sebagaimana ditunjukkan oleh perkembangan produksi jagung pada periode Mei – Agustus 2010 (angka ramalan BPS). Grafik 1.42. Pertumbuhan Nilai & Volume Ekspor Ikan
Sumber : SEKDA BI (HS2)
Grafik 1.43. Perkembangan Produksi Padi, Jagung dan Kacang Tanah di Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Adapun perbaikan kinerja sektor pertambangan dan penggalian di periode ini secara langsung tercermin pada hasil eksplorasi minyak dan gas dari wilayah Natuna dan Kepulauan Anambas. Lifting minyak dan gas Kepulauan Riau selama triwulan II-2010 diproyeksi akan tumbuh positif, setelah di triwulan sebelumnya mengalami kontraksi. Total realisasi lifting minyak tercatat sebanyak 6,62 juta barel atau naik 12,1% (y-o-y), sementara pada triwulan sebelumnya mengalami penyusutan sebesar 17,3%. Sama halnya dengan lifting gas yang tumbuh 15,4%, jauh lebih baik dibanding pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang diperkirakan sebesar 4,25%. Meningkatnya volume lifting minyak berasal dari blok Belanak milik Conoco, sedangkan realisasi gas bersumber dari blok Kakap milik perusahaan gas Star Energi. Grafik 1.44. Pertumbuhan Lifting Minyak & Gas Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : ESDM Dirjen Minyak dan Gas Bumi
Grafik 1.45. Perkembangan Harga Minyak & Gas Dunia
Sumber : Bloomberg
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
23
Di lain pihak, penurunan kinerja sektor penggalian disebabkan turunnya permintaan batu granit dari Singapura yang beralih membeli ke Malaysia yang memiliki kualitas batu relatif sama. Faktor jarak tempuh dan ongkos angkut yang lebih murah menjadi pertimbangan utama dipilihnya pasar Malaysia. Untuk itu pemerintah kabupaten Karimun berinisiaf mengurangi besarnya retribusi batu granit menjadi dari Rp25.000/ton menjadi Rp15.000 ribu/ton. Terakhir, rendahnya nilai tambah yang dihasilkan sektor penggalian sampai saat ini masih dipengaruhi oleh maraknya penambangan pasir liar di wilayah Kepulauan Riau. Di kota Batam saja, data Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Kota Batam menyimbulkan adanya potensi kerugian negara dari retribusi bahan galian yang harusnya diterima hampir mencapai Rp 1 miliar. Sedangkan kehilangan sumber penerimaan BP Kawasan Batam (Otorita Batam) yang berasal dari Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) atas penggunaan lahan sekitar Rp 34,86 miliar. Adapun lahan tambang pasir diperkirakan telah mencakupi ± 83 ha yang tersebar di lebih dari 72 spot tambang.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
24
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
Secara umum, perkembangan inflasi di Kota Batam dan Tanjung Pinang mulai menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Inflasi pada akhir triwulan II-2010 baik di Batam maupun di Tanjungpinang mengalami kenaikan masing-masing sebesar 5,14% dan 4,84% (yoy) dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya. Kenaikan sejumlah komoditas volatile food dan penyesuaian tarif listrik dan air pada triwulan laporan menyebabkan angka inflasi tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan periode akhir triwulan lalu.
2.1.
PERKEMBANGAN INFLASI BATAM Secara tahunan, perkembangan inflasi di Kota Batam pada triwulan II-2010
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yakni dari 2,97%. (y-o-y) pada akhir triwulan lalu menjadi 5,14%. Kenaikan tersebut terutama disumbang oleh naiknya sejumlah komoditas pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, dan tembakau, kelompok sandang dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Laju inflasi lebih didorong oleh kenaikan IHK pada kelompok bahan makanan khususnya subkelompok bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran
akibat kegagalan panen di
daerah pemasok. Kegagalan panen ini lebih disebabkan oleh perubahan iklim global yang mengakibatkan cuaca tidak menentu. Batam yang memiliki karakteristik ketergantungan pada daerah lain cukup tinggi akan sangat berdampak pada naiknya harga-harga bahan pokok di pasar. Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Batam 2,5%
Grafik 2.2 Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran yoy
2,0% 1,5%
12% Transpor
10%
Pendidikan
8%
Kesehatan
1,0% 6% 0,5%
‐1,0%
qtq Perumahan
4%
0,0% ‐0,5%
Sandang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 2008
2009 mtm
yoy
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
2010
2% 0%
yoy
Makanan Jadi Bahan Makanan Umum ‐2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
25
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Batam per Kelompok Pengeluaran Tw. I yoy qtq 6,53 0,64 6,97 1,00 10,33 3,60 6,86 0,30 15,79 5,56 4,03 0,34 3,70 0,20 (0,03) ‐3,34
IHK BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPORTASI
2009 Tw. II Tw. III yoy qtq yoy qtq 2,52 ‐0,43 2,57 1,76 1,47 ‐1,95 3,75 4,29 9,23 1,17 10,43 2,07 3,54 0,15 1,82 0,06 11,44 ‐3,55 8,48 3,09 2,47 1,37 3,99 1,52 3,70 0,00 0,81 0,38 (5,77) ‐0,03 (5,69) 0,64
Tw. IV yoy qtq 1,88 ‐0,09 1,13 ‐2,08 7,65 0,62 0,81 0,29 9,00 3,85 3,74 0,46 0,78 0,20 (3,16) ‐0,42
2010 Tw. I Tw. II yoy qtq yoy qtq 2,97 1,72 5,15 1,67 2,43 2,29 7,40 2,81 10,18 6,04 11,49 2,37 1,09 0,58 2,69 1,74 3,36 0,10 10,34 2,96 3,42 0,04 2,19 0,16 0,44 ‐0,14 0,53 0,09 0,30 0,11 0,05 ‐0,28
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
Sementara itu, kebijakan pemerintah menaikkan tarif air PT Adhya Tirta Batam ratarata sebesar 17% ikut serta meningkatkan IHK pada bulan Juni 2010. Kelompok pengeluaran yang membantu menahan laju inflasi yakni transpor, komunikasi dan jasa keuangan khususnya komunikasi karena operator telepon seluler menurunkan tarifnya. Grafik 2.3 Perkembangan Rata-rata Harga Beberapa Komoditas Volatile Food 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000
CABE KERITING
15.000
CABE RAWIT
10.000
BAWANG MERAH
5.000
BAWANG PUTIH
‐ 10
11 2009
12
1
2
3
4
5
6
Grafik 2.4 Perkembangan Rata-rata Harga Komoditas Core Inflation (Emas Perhiasan) 240.000 235.000 230.000 225.000 220.000 215.000 210.000 205.000 200.000 195.000 190.000 10
11
12
1
2
2009
2010
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
3
4
5
6
2010
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
Kelompok volatile goods diperkirakan memberi sumbangan inflasi terbesar (data SPH hingga Minggu III Juni 2010, Pasar Tradisional). Kenaikan harga terutama terjadi pada komoditi cabe merah, bawang-bawangan, telur ayam ras, kentang, dan daging ayam ras. Sementara pada kelompok inflasi inti masih dipicu oleh kenaikan harga emas. Pergerakan nilai tukar Rupiah yang cukup stabil menahan laju inflasi dari sisi permintaan. Kenaikan harga cabe dan bawang dipengaruhi oleh terganggunya siklus panen di daerah pemasok. Sementara kenaikan harga bumbu-bumbuan dan kebutuhan pangan lainnya didorong oleh pola siklikal naiknya permintaan masyarakat menjelang bulan puasa. Memburuknya cuaca di wilayah Kepulauan Riau dikonfirmasi dari peningkatan curah hujan, kecepatan angin dan tinggi signifikan gelombang laut diperairan Selat Malaka dan Laut Natuna berdampak pada distribusi barang yang dapat meningkatkan inflasi di Kota
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
26
Batam bulan Juni 2010 sebesar 1,42% merupakan inflasi tertinggi sampai dengan pertengahan tahun ini. Terjadinya perubahan harga-harga pada 67 komoditi menjadi pemicu terjadinya Inflasi di Kota Batam Bulan Juni 2010, dimana sebanyak 44 komoditi diantaranya mengalami kenaikan harga
2.2.
PERKEMBANGAN INFLASI TANJUNGPINANG Secara tahunan, inflasi di Kota Tanjungpinang juga menunjukkan tren meningkat.
Laju inflasi pada triwulan II-2010 sebesar 4,85% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,92%. Tekanan inflasi disumbang oleh kelompok bahan makanan terutama berasal dari komoditas bumbu-bumbuan, beras dan ikan. Faktor penyebab masih didominasi oleh gangguan cuaca yang berdampak pada distribusi barang kebutuhan pokok dari daerah pemasok. Kenaikan IHK pada kelompok bahan makanan mencapai 11,3% (yoy) pada triwulan laporan dan 6,43% jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Tanjungpinang 3,0%
yoy
2,5%
Transpor Pendidikan
12% Kesehatan
1,5%
10%
1,0%
8%
0,5%
6%
0,0%
‐1,0%
16% 14%
2,0%
‐0,5%
Grafik 2.6 Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 2008
2009
2010
4% 2% 0%
‐1,5% mtm
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
yoy
Sandang qtq Perumahan
yoy
Makanan Jadi Bahan Makanan Umum ‐2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
Pada triwulan laporan, kelompok bahan makanan menunjukkan trend kenaikan inflasi. Secara triwulanan, subkelompok sayur-sayuran mengalami inflasi yang signifikan yakni sebesar 35,7%. Sementara itu, subkelompok bumbu-bumbuan juga mendorong inflasi kelompok bahan makanan dengan inflasi sebesar 22,1% (qtq). Tekanan inflasi pada kedua subkelompok ini lebih disebabkan karena kegagalan panen komoditas sayuran dan bumbubumbuan akibat cuaca yang kurang baik di wilayah Kepulauan Riau dan daerah pemasok. Adapun stabilnya harga-harga pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Tanjung Pinang cukup menahan laju inflasi yang terjadi. Kelompok ini mengalami deflasi sebesar 0,23%. Subkelompok komunikasi mengalami deflasi sebesar
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
27
0,81% disebabkan oleh turunnya tarif telepon seluler. Sementara itu, subkelompok sarana dan penunjang tranportasi mengalami inflasi sebesar 0,72%. Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Tanjungpinang Menurut Kelompok Pengeluaran 2009 Tw. III
Tw. II IHK BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPORTASI
yoy 4,13% 5,55% 9,91% 2,93% 4,18% 4,65% 6,48% ‐4,33%
qtq ‐0,72% ‐4,17% 2,01% ‐0,07% ‐2,04% 2,08% 0,20% 0,15%
yoy 2,07% 1,42% 7,89% 0,93% 7,70% 3,77% 2,14% ‐5,12%
2010 Tw. IV qtq 1,28% 2,89% 1,43% 0,25% 1,49% 0,09% 1,98% ‐0,06%
yoy 1,43% ‐0,72% 5,90% 0,66% 6,73% 3,12% 2,04% ‐2,37%
Tw. I qtq 0,56% 0,42% 0,60% 0,54% 2,54% 0,12% 0,03% 0,16%
yoy 1,93% 0,22% 5,95% 1,67% 1,06% 2,32% 2,28% ‐0,31%
qtq 0,81% 1,22% 1,78% 0,94% ‐0,86% 0,02% 0,07% ‐0,56%
Tw. II yoy qtq 4,85% 2,12% 11,30% 6,43% 4,41% 0,53% 2,59% 0,84% 4,97% 1,75% 0,97% 0,74% 2,59% 0,50% ‐0,69% ‐0,23%
Sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
28
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN
Secara umum, kondisi perbankan Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 menunjukkan pertumbuhan yang stabil dengan profil risiko yang cukup terkendali. Aktivitas penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami kenaikan 11,6% (y-o-y), sementara penyaluran kredit tercatat meningkat 15,6%. Peran intermediasi perbankan dinilai moderat dengan rasio LDR sebesar 68,3% dan tingkat risiko kredit yang menurun ke level 2,9%. Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Utama Perbankan di Kepulauan Riau
2009 2010 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II DPK 17,402,784 17,320,909 17,834,925 18,167,418 18,524,828 19,325,486 Pertumbuhan DPK (y-o-y) 24.8% 18.8% 18.9% 6.9% 6.4% 11.6% Kredit 11,122,352 11,391,028 12,228,079 12,862,762 12,982,643 13,172,883 Pertumbuhan Kredit (y-o-y) 23.9% 16.8% 16.7% 14.7% 16.7% 15.6% LDR 63.9% 65.8% 68.6% 70.8% 70.1% 68.3% NPL 2.9% 2.7% 3.0% 2.6% 3.1% 2.9% Sumber : Laporan Bulanan Bank (diolah)
3.1.
INTERMEDIASI PERBANKAN Fungsi intermediasi perbankan berjalan secara moderat yang terindikasi dari rasio loan
to deposit ratio (LDR) hingga Juni 2010 sebesar 68,3%, relatif menurun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 70,1%. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh lebih lambat dibandingkan kredit. Dari segi nominal, baik kredit maupun DPK mengalami peningkatan. Penurunan LDR pada Juni 2010 lebih disebabkan oleh peningkatan pada simpanan giro pemerintah daerah di bank BUMN. Grafik 3.1. Perkembangan LDR Perbankan di Kepulauan Riau 74%
I II III IV I* 2010
72% 70% 68% 66% 64% 62% 60% 58% 1
2
3
4
5
6
7
2009
8
9 10 11 12
1
2
3
4
5
6
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
29
3.1.1
Penghimpunan Dana Masyarakat Penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan di Kepulauan Riau hingga triwulan
II-2010 mengalami peningkatan. Secara tahunan, penghimpunan DPK hingga Juni 2010 tumbuh lebih tinggi dibandingkan posisi triwulan I-2010 yaitu dari 6,45% menjadi sebesar 11,57% (y-o-y). Berdasarkan jenis penggunaannya, sumber peningkatan DPK berasal dari rekening giro yang naik 10,65%, sementara di triwulan sebelumnya hanya tumbuh 0,6%. Sementara menurut kepemilikan, perkembangan DPK baik pemerintah daerah, perusahaan swasta maupun perorangan mengalami peningkatan. peningkatan DPK didominasi oleh naiknya saldo giro pemerintah daerah di bank BUMN yang diduga berasal dari dropping kekurangan pembayaran untuk bagi hasil minyak dan gas di Kepulauan Riau tahun 2008.
Grafik 3.2 Perkembangan DPK Menurut Golongan Pemilik 4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0
11.400.000 11.200.000 11.000.000 10.800.000 10.600.000 10.400.000 10.200.000 10.000.000 9.800.000 9.600.000 9.400.000
Rp Juta
6
7
8
9 10 11 12
1
2009
2
3
4
5
Diagram 3.1 Komposisi DPK Menurut Golongan Pemilik
5%
Pemerintah Daerah 22%
Perusahaan Swasta Perorangan Lainnya
6
63%
2010
Pemerintah Daerah
Perusahaan Swasta
Perorangan (rhs)
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 3.3 Perkembangan DPK Bank Umum (yoy)
Grafik 3.4 Perkembangan DPK BPR (yoy)
40%
140%
35%
120%
30%
100%
25%
80%
20%
60%
15%
40%
10%
20%
5%
0%
0% ‐5%
10%
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
‐10% 2009
‐15% Total
Giro
2009
2010 Tabungan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Deposito Berjangka
Total DPK
2010 Tabungan
Deposito
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
30
3.1.2
Penyaluran Kredit Secara tahunan, perkembangan kredit pada triwulan II-2010 menunjukkan tren
melambat. Dilihat dari aspek penggunaannya, pada triwulan II-2010 kredit modal kerja tercatat tumbuh melambat 15,57% (y-o-y). Kontraksi juga terjadi pada kredit konsumsi yaitu mencapai 22,18%. Lain halnya dengan kredit investasi yang justru mengalami ekspansi 2,73%. Secara sektoral, pulihnya industri pengolahan di Kepulauan Riau serta karakter industri di Batam yang relatif tidak terpengaruh oleh AC-FTA ikut serta mendorong peningkatan penyaluran kredit ke sektor tersebut. Sektor lainnya yang cukup besar pangsanya yaitu perdagangan malah mengalami perlambatan dalam penyaluran kreditnya. Meski demikian secara nominal, kredit di sektor perdagangan mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan kredit kepemilikan kendaraan bermotor tumbuh cukup stabil sebesar 23,92% dengan pangsa kredit sebesar 47%. Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Modal kerja Pertumbuhan (yoy) Pangsa Investasi Pertumbuhan (yoy) Pangsa Konsumsi Pertumbuhan (yoy) Pangsa
2009 2010 Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II 3.882.268 3.904.904 4.389.328 4.774.801 4.711.515 4.513.090 23,43% 13,23% 18,64% 16,34% 21,36% 15,57% 34,91% 34,28% 35,90% 37,12% 36,29% 34,26% 2.521.433 2.502.753 2.589.495 2.597.372 2.414.582 2.571.141 13,44% 9,50% 8,75% 2,55% -4,24% 2,73% 22,67% 21,97% 21,18% 20,19% 18,60% 19,52% 4.718.651 4.983.371 5.249.256 5.492.592 5.856.546 6.088.652 30,69% 24,01% 19,40% 19,91% 24,11% 22,18% 42,42% 43,75% 42,93% 42,69% 45,11% 46,22%
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 3.3 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Pertanian Pertumbuhan (yoy) Pangsa Pertambangan Pertumbuhan (yoy) Pangsa Industri Pertumbuhan (yoy) Pangsa Listrik, gas dan air Pertumbuhan (yoy) Pangsa Konstruksi Pertumbuhan (yoy) Pangsa Perdagangan Pertumbuhan (yoy) Pangsa Pengangkutan Pertumbuhan (yoy) Pangsa Jasa dunia usaha Pertumbuhan (yoy) Pangsa Jasa sosial Pertumbuhan (yoy) Pangsa Lainnya Pertumbuhan (yoy) Pangsa
Tw. I 232.621 15,65% 2,09% 72.890 110,53% 0,66% 1.561.929 65,48% 14,04% 33.615 48,46% 0,30% 873.438 33,48% 7,85% 2.171.815 2,83% 19,53% 206.767 54,30% 1,86% 1.068.135 -6,83% 9,60% 154.580 92,30% 1,39% 4.746.562 30,07% 42,68%
2009 Tw. II Tw. III 231.052 443.890 13,63% 100,87% 2,03% 3,63% 120.600 95.500 49,61% -1,29% 1,06% 0,78% 1.406.026 1.526.383 49,94% 22,69% 12,34% 12,48% 43.863 40.465 90,68% 18,99% 0,39% 0,33% 927.863 983.848 19,71% 12,71% 8,15% 8,05% 2.238.493 2.327.640 -2,45% 5,21% 19,65% 19,04% 214.390 243.992 59,75% 68,93% 1,88% 2,00% 1.036.294 1.111.712 -10,77% 2,56% 9,10% 9,09% 175.582 189.648 121,72% 47,83% 1,54% 1,55% 4.996.865 5.265.001 22,97% 18,59% 43,87% 43,06%
Tw. IV 429.545 86,99% 3,34% 88.121 -7,75% 0,68% 1.699.007 16,93% 13,21% 34.398 -5,06% 0,27% 1.083.022 4,97% 8,42% 2.500.663 8,44% 19,44% 258.029 63,37% 2,01% 1.053.542 -7,51% 8,19% 224.709 56,72% 1,75% 5.493.729 18,78% 42,70%
2010 Tw. I Tw. II 363.385 128.360 56,21% -44,45% 2,80% 0,97% 52.489 51.033 -27,99% -57,68% 0,40% 0,39% 1.955.616 1.778.536 25,21% 26,49% 15,06% 13,50% 59.949 75.754 78,34% 72,71% 0,46% 0,58% 966.864 990.725 10,70% 6,77% 7,45% 7,52% 2.285.213 2.255.630 5,22% 0,77% 17,60% 17,12% 406.488 508.521 96,59% 137,19% 3,13% 3,86% 659.519 689.364 -38,26% -33,48% 5,08% 5,23% 313.052 502.826 102,52% 186,38% 2,41% 3,82% 5.920.068 6.192.134 24,72% 23,92% 45,60% 47,01%
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
31
3.2.
RISIKO KREDIT PERBANKAN Hingga akhir Juni 2010, risiko kredit perbankan masih relatif terkendali di bawah
target indikatif Bank Indonesia (5%). Risiko kredit pada triwulan laporan yang tercermin pada NPLs gross bank berada pada tingkat 2,89%. Stabilnya risiko kredit tersebut, karena kondisi perekonomian secara umum sudah membaik. Rasio Non Performing Loan pada sektor-sektor yang memiliki profil risiko yang relatif tinggi menunjukkan arah tren yang menurun. Salah satunya adalah sektor pengangkutan yang rasio NPL-nya di atas target indikatif, pada triwulan laporan turun dari 16% menjadi 11%. Sebaliknya tren rasio NPL sektor jasa meningkat, menjadi 8,8% dari sebelumnya 7,5%. Sementara itu, NPL menurut jenis penggunaan khususnya kredit investasi mengalami penurunan dibanding triwulan lalu menjadi 6,7% dari sebelumnya 8,58%. Grafik 3.5 NPL berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.6 NPL berdasarkan Sektor Ekonomi 25%
12% 10%
20%
8% 6%
15%
target indikatif 5%
4%
Industri Konstruksi Lain‐lain
10%
Perdagangan
2%
Pengangkutan 5%
0% 6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
Jasa
6 0%
2009 Modal Kerja
2010 Konsumsi
Investasi
Sumber : Laporan Bulanan Bank
3.3.
6
7
8
9
10
11
12
1
2009
2
3
4
5
6
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank
PERBANKAN SYARIAH Pada triwulan II-2010, perkembangan perbankan syariah di Kepulauan Riau mulai
ekspansi setelah mengalami perlambatan pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan aset bank syariah di Kepulauan Riau meningkat menjadi Rp783 miliar atau naik sebesar 32,35% (yoy) dengan pangsa 3,22% dari seluruh aset perbankan. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga masih menunjukkan tren melambat. Sementara itu pada fungsi intermediasi, semakin tingginya rasio FDR menunjukkan pertumbuhan pembiayaan lebih cepat daripada pertumbuhan penghimpunan dana. Hal ini menunjukkan simpanan di perbankan syariah belum menjadi pilihan utama sebagian besar masyarakat dalam berinvestasi. Selain itu, dana pemerintah daerah pun belum banyak yang ditempatkan di bank syariah.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
32
Tabel 3.4 Beberapa Indikator Perbankan Syariah di Kepulauan Riau
Aset Pertumbuhan (yoy) Pangsa thd Total Aset Bank DPK Pertumbuhan (yoy) Pembiayaan Pertumbuhan (yoy) FDR Sumber: Bank Indonesia
Tw. I 568.558 76,36% 2,67% 473.910 78,51% 415.286 20,15% 87,63%
2009 Tw. II 592.004 52,28% 2,78% 486.430 46,38% 435.166 13,78% 89,46%
Tw. III 632.002 59,24% 2,79% 411.893 30,46% 505.140 21,42% 122,64%
Tw. IV 678.004 49,47% 2,94% 481.338 29,07% 543.815 31,65% 112,98%
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
2010 Tw. I 696.477 22,50% 2,95% 443.143 -6,49% 516.516 24,38% 116,56%
Tw. II 783.492 32,35% 3,22% 469.402 -3,50% 657.541 51,10% 140,08%
33
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
4.1
APBD KEPULAUAN RIAU TAHUN 2010 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seluruh kabupaten dan kota di
provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2010 ditargetkan sebesar Rp 6,86 triliun, turun 1,5% dibanding total APBD Kepulauan Riau tahun sebelumnya. Di sisi penerimaan, penurunan terbesar terjadi pada pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang turun 1,9% menjadi sekitar Rp 1,03 triliun, serta pengurangan alokasi Dana Perimbangan sebesar 0,4% menjadi sekitar Rp 4,07 triliun.
PENDAPATAN
Tabel 4.1. Perkembangan Total APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2007 s.d. 2010 (dalam jutaan Rupiah) %∆ %∆ 2007 2008 2009 2007-2008 2008-2009 4,815,445 4,178,569 5,336,421 -13.2% 27.7%
598,897 3,969,281 DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 247,267 6,220,533 BELANJA 1,687,938 BELANJA TIDAK LANGSUNG 35,044 - Belanja subsidi 87,153 - Belanja hibah 240,368 - Belanja bantuan sosial 4,532,595 BELANJA LANGSUNG 616,802 - Belanja pegawai 1,477,486 - Belanja barang dan jasa 2,438,307 - Belanja modal (1,405,088) SURPLUS/(DEFISIT) BAGIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
952,217 2,903,001 323,351 5,155,325 1,959,360 79,218 61,420 194,997 3,195,965 400,679 1,330,753 1,464,533 (976,756)
59.0% -26.9% 30.8% -17.1% 16.1% 126.1% -29.5% -18.9% -29.5% -35.0% -9.9% -39.9% -30.5%
1,050,396 4,089,414 196,611 6,973,402 2,574,573 123,996 157,308 240,188 4,398,829 607,547 1,617,929 2,173,353 (1,636,981)
10.3% 40.9% -39.2% 35.3% 31.4% 56.5% 156.1% 23.2% 37.6% 51.6% 21.6% 48.4% 67.6%
2010
%∆ 2009-2010
5,399,234 1.2% 1,030,742 -1.9% 4,073,660 -0.4% 294,831 50.0% 6,865,662 -1.5% 2,740,179 6.4% 73,490 -40.7% 242,361 54.1% 233,971 -2.6% 4,125,483 -6.2% 644,627 6.1% 1,597,660 -1.3% 1,883,195 -13.4% (1,466,428) -10.4%
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah
Meski demikan penerimaan pajak pemerintah daerah masih berpotensi meningkat sejalan dengan berlakunya UU No.28/2009 menggantikan UU No.18/1997 j.o. No.34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sejak 1 Januari 2010. Adapun dasar pemikirannya dilatarbelakangi banyaknya peraturan daerah yang ternyata justru berpengaruh negatif terhadap ekonomi dan juga bertentangan dengan hukum nasional yang nota benenya lebih tinggi. Praktek inilah yang sekarang dilarang dengan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
34
Idealnya, peraturan baru ini dapat memberikan kontribusi penting bagi dunia bisnis, karena ada kepastian hukum terkait pungutan daerah. Setiap pungutan harus mengacu daftar tertutup (closed list) dalam Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Artinya, daerah hanya diperbolehkan memungut pajak dan retribusi sesuai undangundang ini sehingga tidak ada lagi daerah yang perlu mengubah, mencari, atau berkreasi yang tidak baik dalam arti mencari-cari penghasilan asli daerah. Adapun ketentuan UndangUndang No. 34/2000 sebelumnya tidak mengandung closed list pajak dan retribusi. Pasal 2 ayat 4 undang-undang tersebut memungkinkan kabupaten/kota dapat memungut pajak lain lagi bila memenuhi kriteria tertentu, misalnya tidak berpengaruh negatif terhadap kegiatan ekonomi. Ketentuan yang relatif terbuka ini digunakan daerah untuk menaikkan pendapatan aslinya. Berdasarkan UU No.28/2009, sumber penerimaan pajak provinsi bertambah 1 jenis yakni pajak rokok, sedangkan pajak kabupaten/kota bertambah 4 jenis yakni PBB, BPHTB, pajak sarang burung walet dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan yang sebelumnya merupakan pajak provinsi. Selain itu, sumber penerimaan yang berasal dari retribusi daerah juga mengalami penambahan. Dimana retribusi jasa umum bertambah 4 pos yakni retribusi pengolahan limbah cair, pelayanan tera atau tera ulang, pelayanan pendidikan dan pengendalian menara telekomunikasi. Serta retribusi perizinan tertentu untuk izin usaha perikanan menjadi sumber penerimaan baru bagi daerah.
4.2.
REALISASI APBD PROVINSI KEPULAUAN RIAU Dari jumlah APBD pemerintah provinsi (pemprov) Kepulauan Riau tahun 2010 sebesar
Rp 1,83 triliun, alokasi belanja terbesar ditujukan untuk belanja Modal senilai Rp 759,5 miliar atau 41,5% dari total APBD 2010. Selain itu alokasi belanja Barang dan Jasa sebanyak Rp 355,3 miliar juga memegang porsi yang relatif besar mencapai 19,4%. Komposisi ini dinilai cukup ideal untuk menggerakkan roda perekonomian yang manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Sementara di sisi penerimaan, pos bagi hasil pajak ditargetkan menyumbang pendapatan sebesar Rp 528,7 miliar atau 35,28% dari total penerimaan pemerintah provinsi di tahun 2010. Adapun penerimaan yang berasal dari PAD ditargetkan sekitar Rp382,7 miliar, yang memberi kontribusi mencapai 25,5% terhadap total penerimaan. Sedangkan pos dana perimbangan yang berasal dari DAU ditargetkan menyumbang penerimaan sekitar 22,6%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
35
4.2.1. Realisasi Penerimaan Realisasi penerimaan pemerintah provinsi Kepulauan Riau sampai dengan posisi akhir triwulan II-2010 diestimasi sebesar Rp 884,7 miliar atau mencapai 59% dari target penerimaan tahun 2010 sebesar Rp 1,489 triliun. Pencapaian ini lebih baik jika dibandingkan persentase penerimaan selama semester I-2009 yang terealisasi sebesar 44,3%. Penerimaan pajak daerah sebagai sumber pendapatan utama tercatat sebesar Rp 252,9 miliar, dengan tingkat realisasi 66,4% dari target penerimaan pajak tahun 2010. Penerimaan pajak daerah tersebut bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB). Tabel 4.3. Perkembangan Realisasi Penerimaan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Realisasi Penerimaan JENIS PENERIMAAN
TARGET TA. 2010
Tw.I‐2010
Akumulasi Penerimaan
(Rp)
Tw.II‐2010 (Rp)
Tw.II‐2010 (%)
Tw.II‐2009 (%)
382,664,083,000 1,677,500,000 136,500,000 1,516,000,000 25,000,000 714,000,000 15,828,508,000 400,884,091,000
116,357,421,335 328,498,701 12,051,000 303,197,701 13,250,000 ‐ 3,446,577,485 120,132,497,521
136,520,467,552 385,935,095 35,058,000 335,627,095 15,250,000 ‐ 3,581,610,521 140,488,013,168
66.08% 42.59% 34.51% 42.14% 114.00% 0.00% 44.40% 65.01%
49.26% 29.02% 25.46% 34.54% 0.00% 0.00% 56.21% 49.23%
204,832,837,000 103,950,000,000 27,105,868,000 73,776,969,000 528,715,569,000 338,972,091,000 4,558,900,000 1,077,079,397,000
23,630,330,622 810,344,510 4,179,850,119 18,640,135,993 212,232,513,609 103,387,280,000 ‐ 339,250,124,231
117,296,561,057 7,499,695,050 91,156,730,014 18,640,135,993 68,001,414,000 77,469,735,000 1,367,670,000 264,135,380,057
68.80% 7.99% 351.72% 50.53% 53.00% 53.35% 30.00% 56.02%
53.69% 9.96% 24.21% 20.00% 24.69% 58.33% 30.00% 42.61%
Pendapatan Hibah dari Pemerintah
20,718,151,000
20,718,151,000
35,362,500
100.17%
‐
TOTAL PENERIMAAN DAERAH
1,498,681,639,000
480,100,772,752
404,658,755,725
59.04%
44.34%
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Retribusi Daerah ‐ Retribusi Jasa Umum ‐ Retribusi Jasa Usaha ‐ Retribusi Perizinan Tertentu Hasil Pengel.Kekayaan Daerah ydp Lain‐lain Pendapatan Asli Daerah TOTAL PAD 2. DANA PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak / Bukan Pajak ‐ Bagi Hasil Pajak ‐ Bagi Hasil Bukan Pajak ‐ Pajak Penghasilan Orang Pribadi Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus TOTAL DANA PERIMBANGAN 3. LAIN ‐ LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah *) berdasarkan informasi terakhir, Juli 2010
Potensi peningkatan penerimaan yang berasal dari pajak masih terbuka mengingat bertambahnya sumber pajak provinsi menyusul berlakunya UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yakni pajak rokok. Selain itu, tarif pajak sebelumnya juga mengalami kenaikan, seperti pajak kendaraan bermotor yang naik dari 5% menjadi 10%. Untuk jenis pajak ini, kendaraan pemerintah yang sebelumnya tidak dikenakan pajak berubah menjadi objek pajak, dan daerah juga diperbolehkan untuk mengenakan tarif pajak progresif. Pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) juga naik dari 10% menjadi 20%, serta tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor meningkat dari 5% menjadi 10%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
36
Adapun pada pos dana perimbangan, realisasi penerimaan terbesar berasal dari dana bagi hasil (DBH) bukan pajak atas pengelolaan/pemanfaatan sumber daya alam sektor perikanan dan sektor Migas dimana hingga posisi Juni 2010 telah tercatat sebanyak Rp 280,2 miliar, atau mencapai 53% dari target. Tingkat realisasi ini jauh lebih besar dibanding kondisi di periode yang sama tahun 2009 yang baru terealisasi sekitar 24,7%. Realisasi penerimaan tersebut belum termasuk tambahan insentif yang berasal dana alokasi kurang bayar DBH migas tahun 2008 yang diterima Pemprov Kepri sebesar Rp156.163.745.090, dari total alokasi untuk seluruh kabupaten/kota se-Kepri sebanyak Rp681.635.731.220. Dana alokasi yang diterima Pemprov tersebut terdiri atas DBH minyak bumi Rp92.739.192.088 dan DBH gas bumi sebesar Rp63.424.553.002. Adapun alokasi terbesar diperoleh Kabupaten Natuna yang merupakan daerah penghasil migas di Kepri, yakni Rp229.674.993.795 yang terdiri dari DBH minyak bumi sebesar Rp168.834.353.211 dan DBH gas bumi senilai Rp60.840.640.584. Besarnya tambahan penerimaan yang diterima tersebut seharusnya dapat dijadikan pemerintah untuk mengoptimalkan pembangunan di wilayahnya.
4.2.2. Realisasi Belanja Sedangkan dari sisi pengeluaran, anggaran belanja yang direalisasi oleh Pemerintah Provinsi selama triwulan II-2010 meningkat cukup drastis dibanding triwulan sebelumnya. Jumlah pengeluaran dalam 3 bulan terakhir tercatat Rp 478,3 milyar, sementara pada posisi triwulan I-2010 baru terealisasi sekitar Rp197,1 miliar atau 10,8% (angka revisi) dari target pengeluaran APBD-2010 yang ditetapkan sebesar Rp 1,83 triliun. Namun demikian, total belanja pemprov selama semester I-2010 baru tercatat sebesar Rp675,4 miliar atau hanya memenuhi 36,9% dari target, relatif meningkat dibanding pencapaian di semester I-2009 yang tercatat sebesar 30,3%. Dari total pengeluaran tersebut, penyerapan anggaran pada pos Belanja Tidak Langsung diperkirakan mencapai Rp 213,5 milyar, atau 40% dari target. Sedangkan pada pos Belanja Langsung sedikit lebih rendah yakni sekitar 35,6%. Pada posisi triwulan II-2010 ini, porsi belanja modal mengalami kenaikan yang tajam seiring dengan dimulainya pelaksanaan program kerja yang telah direncanakan sebelumnya pada APBD 2010. Realisasi belanja modal mencapai 31,9%, sedangkan di triwulan I-2010 baru terealisasi sebesar 9,04%. Selain dari aktivitas investasi rutin, anggaran modal banyak terserap pada proyek multiyears pembangunan ibukota provinsi di pulau Dompak. Efek positifnya, belanja barang dan jasa juga meningkat drastis untuk mendukung pelaksanaan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
37
proyek investasi tersebut. Pencapaian ini perlu diapresiasi yang mengindikasikan keseriusan pemerintah daerah dalam mempercepat pembangunan ekonomi di wilayahnya. Tabel 4.4. Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Realisasi Belanja JENIS BELANJA/PENGELUARAN
TARGET TA. 2010
Tw.I‐2010
Akumulasi Belanja
(Rp)
Tw.II‐2010 (Rp)
Tw.II‐2010 (%)
Tw.II‐2009 (%)
35,928,966,088 ‐ 24,512,500,000 9,145,850,000 ‐ ‐ ‐ 69,587,316,088
71,104,276,401 ‐ 50,030,000,000 22,768,567,500 ‐ ‐ ‐ 143,902,843,901
61.02% 0.00% 69.05% 39.98% 0.00% 0.00% 0.00% 40.02%
39.86% ‐ 42.58% 40.58% 6.08% 50.00% 0.00% 27.83%
1. BELANJA TIDAK LANGSUNG ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Belanja Pegawai 175,410,121,045 Belanja Subsidi 10,000,000,000 Belanja Hibah 107,950,000,000 Belanja Bantuan Sosial 79,832,000,000 Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Kab/Kota 149,766,790,000 Belanja Bantuan Keuangan 8,500,000,000 Belanja Tidak Terduga 2,000,000,000 TOTAL BELANJA TIDAK LANGSUNG 533,458,911,045
2. BELANJA LANGSUNG ‐ Belanja Pegawai ‐ Belanja Barang dan Jasa ‐ Belanja Modal TOTAL BELANJA LANGSUNG
181,774,685,598 355,279,279,929 759,487,123,428 1,296,541,088,955
13,675,512,820 45,195,486,660 68,624,114,816 127,495,114,296
36,333,004,441 123,695,419,105 174,370,130,904 334,398,554,450
27.51% 47.54% 31.99% 35.63%
37.90% 28.43% 30.82% 31.21%
TOTAL BELANJA DAERAH
1,830,000,000,000
197,082,430,384
478,301,398,351
36.91%
30.34%
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah *) berdasarkan informasi terakhir, Juli 2010 (data sangat sementara)
Komitmen pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat kecil dan pemberantasan kemiskinan ditunjukkan dengan besarnya realisasi anggaran hibah yang mencapai Rp 74,5 milyar, melebihi dari target proporsional yang semestinya. Namun belanja pemerintah dalam memberikan bantuan sosial belum terealisasi dengan baik dimana baru mencapai 40% dari target anggaran 2010.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
38
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi sistem pembayaran senantiasa menjaga aspek keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diwujudkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut clean money policy. Secara siklikal pada triwulan II, perkembangan transaksi sistem pembayaran di Kepulauan Riau mulai mengalami kenaikan dibandingkan triwulan lalu baik jumlah aliran uang masuk dan keluar maupun jumlah transaksi pembayaran melalui kliring dan Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
5.1
TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
5.1.1
Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar Perkembangan aliran uang kartal di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan II 2010
mengalami kenaikan outflow dan penurunan inflow. Peningkatan jumlah uang kartal yang keluar dari Kantor Bank Indonesia Batam pada Triwulan II telah menjadi siklus atau musiman jika memperhatikan pada data series tahun-tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan karena adanya peningkatan permintaan uang kartal menjelang pergantian tahun ajaran pendidikan. Peningkatan outflow ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga triwulan selanjutnya pada saat terjadinya hari-hari raya keagamaan. KBI Batam memiliki karateristik net ouflow di mana outflow lebih besar daripada inflow. Secara tahunan net outflow pada triwulan laporan mengalami kenaikan sebesar 37,36% (y-o-y). Sementara itu, secara triwulanan net outflow mengalami kenaikan sebesar 135,49% (q-t-q). Grafik 5.2. Perkembangan Pemusnahan Uang di Kantor Bank Indonesia Batam
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow-Outflow Uang Kartal Di Kepulauan Riau 80
1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 ‐
70
Rp Miliar
60 50 40 30 20 10 Tw. I
Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I 2008 Inflow (Rp milyar)
Sumber : Bank Indonesia
Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I 2009
Outflow (Rp milyar)
Tw. II
2010 Net
‐ Tw. I
Tw. II
Tw. III Tw. IV
Tw. I
2008
Tw. II
Tw. III Tw. IV
2009
Tw. I
Tw. II
2010
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
39
5.1.2
Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Bank Indonesia senantiasa menjaga kualitas uang kartal yang layak edar dengan
menerapkan clean money policy yaitu dengan melakukan pemusnahan atau pemberian tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar. Selama triwulan II2010, KBI Batam telah melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 4,2 juta lembar atau Rp 44,7 Milyar. Berdasarkan denominasi yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp 1.000, Rp 5.000, Rp 20.000, dan Rp 10.000, masing-masing sebesar 39%, 20%, 18%, dan 15%.
5.2
TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
5.2.1
Kliring Lokal Total nominal penyelesaian transaksi melalui kliring di Kepulauan Riau pada triwulan II
2010 meningkat. Sementara itu jumlah warkat yang dipertukarkan selama triwulan laporan juga meningkat dibandingkan triwulan lalu dan triwulan yang sama pada tahun 2009. Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan nilai maupun jumlah warkat transaksi tersebut antara lain karena meningkatnya posisi giro di perbankan pada triwulan laporan. Sementara itu, kualitas kliring di Kepulauan Riau pada triwulan II 2010 cukup baik, meskipun tolakan kliring tetap meningkat seiring pertumbuhan jumlah transaksi kliring. Penataushaan daftar hitam nasional penarik cek dan atau bilyet giro kosong sangat mendukung rendahnya tolakan kliring yang jumlah sebesar 2,8% dari seluruh jumlah warkat selama laporan. Tabel 5.1 Perkembangan Transaksi Kliring Keterangan
2009 Tw.1
Tw.2
2010 Tw.3
Tw.4
Tw.1
Tw.2
Pertumbuhan qtq yoy
Perputaran Kliring Lembar Nominal (Rp miliar)
101.670 2.597
105.943 2.549
1.812 56,98
2.036 56,45
107.009 2.677
110.917 2.858
107.252 2.706
111.723 2.827
4,17% 4,45%
5,46% 10,88%
3.118 70,44
19,60% 6,26%
53,14% 24,78%
Penolakan C ek/BG Kosong Lembar Nominal (Rp miliar)
2.923 72,35
2.917 87,86
2.607 66,29
Sumber: Bank Indonesia
5.2.2
Real Time Gross Settlement (RTGS) Dilihat dari segi volume, penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS belum mendominasi
pembayaran non tunai di Kepulauan Riau, meskipun dari segi nominal transaksi RTGS lebih besar daripada kliring. Hal ini menunjukkan sebagian besar pengguna instrumen sistem pembayaran non tunai hanya menggunakan BI-RTGS untuk transaksi besar dan lebih sedikit yang menggunakannya untuk transaksi mendesak atau untuk alasan kecepatan. Transaksi Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
40
RTGS masih didominasi di Kota Batam karena volume bisnis dan industri di Batam yang lebih besar. Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS Region Batam
Natuna
Tanjung Balai
Tanjung Pinang
Batam
Natuna
Tanjung Balai
Tanjung Pinang
2010 Tw. I Tw. II RTGS Nilai (Rp Miliar) Batam ke Luar Batam 4.740 5.479 Luar Batam ke Batam 8.011 8.756 Batam ke Batam 3.403 3.728 Natuna ke Luar Natuna Luar Natuna ke Natuna 45 157 Natuna ke Natuna Tg. Balai ke Luar Tg. Balai 381 424 Luar Tg. Balai ke Tg. Balai 333 312 Tg. Balai ke Tg. Balai 31 26 Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang 351 401 Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 614 804 Tg. Pinang ke Tg. Pinang 156 196 RTGS Volume Batam ke Luar Batam 7.497 11.730 Luar Batam ke Batam 13.915 11.060 Batam ke Batam 4.245 4.590 Natuna ke Luar Natuna Luar Natuna ke Natuna 96 161 Natuna ke Natuna Tg. Balai ke Luar Tg. Balai 1.949 2.158 Luar Tg. Balai ke Tg. Balai 996 957 Tg. Balai ke Tg. Balai 66 50 Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang 880 932 Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang 1.080 1.281 Tg. Pinang ke Tg. Pinang 472 506
qtq 15,6% 9,3% 9,5% 0,0% 248,2% 0,0% 11,4% -6,3% -15,2% 14,4% 30,9% 25,4% 56,5% -20,5% 8,1% 0,0% 67,7% 0,0% 10,7% -3,9% -24,2% 5,9% 18,6% 7,2%
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
41
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH Secara umum kondisi ketenagakerjaan di Kepulauan Riau Pada triwulan II-2010 menunjukkan tren kea rah yang lebih baik. Peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap mengindikasikan pemulihan kondisi perekonomian serta meningkatnya permintaan barang yang mendorong industri pengolahan untuk menggunakan kapasitas produksinya dengan merekrut pegawai baru. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat juga membaik tercermin dari perkembangan indeks nilai tukar petani yang bergerak ke arah yang diharapkan. Namun, jika dilihat dari dampak inflasi terhadap peningkatan angka kemiskinan di Kepulauan Riau maka tingkat kesejahteraan masyarakat terkoreksi oleh faktor naiknya harga barang kebutuhan pokok yang memangkas daya beli masyarakat miskin.
6.1
KETENAGAKERJAAN Berdasarkan data Disnaker Kota Batam pada akhir Juni 2010, tercatat jumlah tenaga
kerja di Kota Batam telah mengalami peningkatan, dari menjadi 268.109 orang bulan Maret 2010 menjadi 274.978 orang atau meningkat sebesar 2,56%. Jumlah tenaga kerja terdaftar tersebut diatas belum termasuk penduduk yang bekerja disektor informal dan pemerintahan. Peningkatan secara total jumlah tenaga kerja pada bulan Maret 2010 dibanding keadaan Desember 2009, terutama disebabkan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Sementara itu, sektor industri yang merupakan sektor andalan utama dalam struktur perekonomian maupun penyerapan tenaga kerja di daerah ini sebaliknya jumlah tenagakerjanya mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1,85% menjadi 160.027 orang pada akhir Juni 2010. Hal ini menunjukkan dampak implementasi ACFTA di wilayah Kepulauaan Riau kurang signifikan. Tabel 6.1 Jumlah Tenaga Kerja Kota Batam per Juni 2010 Pertumbuhan 2010 Tw. I Tw. II (qtq) Pertanian 2.713 2.767 1,99% Pertambangan dan Penggalian 384 383 ‐0,26% Industri 157.118 160.027 1,85% Listrik, Gas dan Air 662 675 1,96% Bangunan 27.446 28.624 4,29% Perdagangan, Hotel dan Restoran 25.381 25.652 1,07% Angkutan dan Komunikasi 3.087 3.067 ‐0,65% Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 18.794 19.089 1,57% Jasa‐jasa 32.524 34.685 6,64% TOTAL 268.109 274969 2,56% Sumber: Disnaker Kota Batam, diolah Sektor Ekonomi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
42
6.2
KESEJAHTERAAN
6.2.1
Perkembangan Kesejahteraan Kondisi kesejahteraan di Kepualauan Riau dapat dilihat dengan menggunakan
menggunakan pendekatan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan pengukur kemampuan tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Setelah mengalami penurunan pada awal triwulan laporan, tingkat kesejahteraan masyarakat pada akhir Juni 2010 menunjukkan pemulihan. Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani yang mengalami kenaikan menjadi 98,9 dibandingkan bulan sebelumnya yang sempat jatuh ke angka 98,5. Grafik 6.1 Perkembangan Indeks NTP
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
6.2.2
Profil Kemiskinan Kepulauan Riau Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di
Propinsi Kepulauan Riau pada bulan Maret 2010 sebesar 129.670 orang (8,05 persen). ibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2009 yang berjumlah 128.210 orang (8,27 persen), berarti jumlah penduduk miskin naik sebesar 1.460 orang. Selama periode Maret 2009 - Maret 2010, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 3.050 orang, sementara di daerah perkotaan bertambah 4.500 orang. Persentase penduduk miskin daerah perkotaan bertambah, dari 7,63 persen menjadi 7,87%. Persentase penduduk miskin perdesaan menurun, dari 8,98 persen menjadi 8.24 persen. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2010, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 69,72%. Persentase Garis Kemiskinan Makanan bulan Maret 2007 lebih kecil dari Juli Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
43
2005, dimana sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2009 sebesar 70,08% Inflasi komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, rokok, gula pasir, mie instan, telur dan kue basah. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, kesehatan dan minyak tanah. Khusus untuk daerah perkotaan, kesehatan mempunyai pengaruh yang cukup besar.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
44
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
Perkembangan ekonomi yang terjadi di beberapa negara selama semester I-2010 masih menunjukkan tren positif. International Monetary Fund (IMF) semakin yakin bahwa arah recovery global berjalan sesuai perkiraan, meski disertai naiknya resiko di sektor keuangan. Pada bulan Juli 2010, perekonomian dunia diproyeksi tumbuh 4,6%, lebih tinggi dari angka proyeksi di bulan April sebesar 4,2%. Di dalam negeri, pemerintah Indonesia masih memiliki keyakinan yang kuat terhadap asumsi makroekonomi yang ditetapkan, dengan tidak melakukan revisi terhadap target pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2010. Hal ini sejalan dengan proyeksi IMF yang menilai perekonomian Indonesia bergerak stabil sepanjang semester I-2010. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan masih berada pada kisaran 6%. Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia
Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kepri dan Beberapa Negara pada Triwulan III-2010
Year over Year Earlier Projections April‐2010 2010 2011 World Output 4.2 4.3 United States 3.1 2.6 Euro Area 1.0 1.5 Japan 1.9 2.0 United Kingdom 1.3 2.5 China 10.0 9.9 India 8.8 8.4 Singapore 8.9 6.8 Hongkong 5.0 4.4 Middle East 4.5 4.8 Indonesia 6.0 6.2
Latest Projections July‐2010 2010 2011 4.6 4.3 3.3 2.9 1.0 1.3 2.4 1.8 1.2 2.1 10.5 9.6 9.4 8.4 9.9 4.9 6.0 4.4 4.5 4.9 6.0 6.2
Difference from April‐2010 Projections 2010 2011 0.4 0.0 0.2 0.3 0.0 ‐0.2 0.5 ‐0.2 ‐0.1 ‐0.4 0.5 ‐0.3 0.6 0.0 1.0 ‐1.9 1.0 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0
Sumber : IMF Wprld Economic Outlook, July 2010 (Update)
Sumber : IMF Wprld Economic Outlook, July 2010 (Update)
Dalam laporan terpisah, proyeksi pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara pada paruh kedua 2010 terindikasi melambat. Kondisi tersebut diperkirakan berlanjut hingga tahun 2011, menyusul kekuatan stimulus fiskal dan moneter untuk mengatasi dampak resesi yang diperkirakan mulai memudar. Kinerja ekonomi Jepang, China, Eropa, Australia, Taiwan, Korea dan Malaysia terindikasi menurun akibat melemahnya permintaan pada industri manufaktur. Sama halnya dengan negara Singapura yang mengantisipasi turunnya momentum pertumbuhan ekonomi di semester ke-2 tahun 2010. Hal ini dikhawatirkan berimpikasi langsung pada perekonomian Kepulauan Riau yang responsif terhadap daya beli global, mengingat dominannya peran ekspor luar negeri pada struktur ekonomi regional
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
45
khususnya kota Batam. Insentif free trade zone (FTZ) dinilai belum optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di 3 kawasan, Batam, Bintan, dan Karimun. Sementara itu tekanan inflasi diperkirakan meningkat yang dipicu oleh beberapa faktor, antara lain kenaikan tarif dasar listrik (TDL), datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta peningkatan inflasi di sektor makanan karena cuaca yang sulit diprediksi. Tingkat inflasi di kota Batam pada bulan Juli 2010 diproyeksi masih cukup besar akibat masih tingginya harga beberapa komoditas pangan, yang sebelumnya mendorong laju inflasi bulan Juni hingga mencapai 1,42% (month-to-month). Di samping meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan dan Idul Fitri, kenaikan tarif listrik PLN Batam yang diberlakukan pada bulan Juli disertai kondisi cuaca yang memburuk akan berkontribusi besar terhadap kenaikan indeks harga secara umum di bulan Agustus dan September 2010.
7.1.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Menjaga momentum pemulihan, perekonomian Kepulauan Riau di triwulan III-2010
diproyeksi dapat tumbuh di kisaran 6,80±1%, kembali melambat dibanding triwulan II yang diestimasikan 7,43% (year-on-year). Dengan demikian, laju pertumbuhan PDRB selama tahun 2010 diharapkan dapat pulih ke level 7%, dimana pada masa krisis tahun 2009 hanya mencatat angka pertumbuhan 3,5%. Pertumbuhan ekonomi di triwulan mendatang akan lebih ditopang oleh perbaikan konsumsi rumah tangga sehubungan dengan datangnya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Grafik 7.2. Perkembangan Impor Beberapa Komoditas Utama
Tabel 7.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau berdasarkan Sektoral & Penggunaan year on year 2009 2010 year over year TW‐III TW‐II* TW‐III (P) ‐IV 2009* 2010 (P) KOMPONEN PENGGUNAAN ‐ Konsumsi Rumah Tangga ‐ Konsumsi Lembaga Swasta ‐ Konsumsi Pemerintah ‐ Pembentukan Modal Tetap Bruto ‐ Ekspor Barang dan Jasa ‐ Impor Barang dan Jasa
19.43% 24.18% 21.20% 13.48% ‐4.29% 3.69%
25.26% 16.35% 15.40% 21.92% 5.58% 17.98%
26.13% 4.60% 11.69% 20.62% 5.01% 16.64%
17.37% 23.56% 13.95% 15.14% ‐2.11% 7.59%
26.51% 6.69% 15.06% 20.66% 4.56% 17.42%
SEKTOR EKONOMI ‐ Pertanian ‐ Pertambangan & Penggalian ‐ Industri Pengolahan ‐ Listrik, Gas & Air Bersih ‐ Bangunan ‐ Perdagangan, Hotel & Restoran ‐ Pengangkutan & Komunikasi ‐ Keuangan, Persewaan & Jasa P'an ‐ Jasa‐Jasa PDRB (termasuk migas)
0.90% 2.08% 2.26% 2.45% 14.59% 3.70% 7.84% 4.56% 8.66% 3.50%
4.76% 3.10% 6.37% 7.77% 12.47% 11.16% 7.28% 5.01% 5.73% 7.43%
3.21% 2.45% 5.17% 7.03% 11.91% 11.52% 7.51% 5.06% 5.43% 6.80%
1.50% 1.10% 2.38% 2.08% 13.36% 3.84% 6.67% 5.50% 8.44% 3.51%
3.40% 2.24% 6.09% 5.65% 12.14% 11.25% 7.41% 5.13% 5.57% 7.20%
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau ; Keterangan: * Angka Sementara;; (P) Angka proyeksi Bank Indonesia Batam Juni-2010 dalam kisaran ±1%
Sumber : DSM-BI (SITC)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
46
Asesmen perlambatan berasal dari melemahnya kinerja ekspor menyusul permintaan global yang cenderung menurun. Ekspor Kepulauan Riau diperkirakan tumbuh 5,01%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencatat kenaikan sebesar 5,58%. Indikasinya terlihat dari arus impor barang modal yang akan diolah kembali menjadi komoditi ekspor utama. Menurunnya permintaan luar negeri secara relatif diperkirakan terjadi produk mesin elektrik, logam dasar besi dan baja, serta barang/benda dari logam. Kondisi tersebut pada gilirannya berpengaruh pada perkembangan investasi yang masuk dalam bentuk barang modal, sebagaimana tercermin dari tingkat pertumbuhan investasi Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) yang turun dari 21,92% menjadi 20,62%. Implikasinya pada aktivitas produksi langsung dirasakan oleh sektor industri pengolahan yang diproyeksi kembali melambat pada level 5,17±1%. Di samping itu, koreksi pertumbuhan juga terjadi pada sektor jasa-jasa, terutama jasa telekomunikasi dan jasa angkutan udara disebabkan berlakunya kembali pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% sesuai PMK No.240/PMK.03/2009. Ketentuan yang merevisi PMK No.45/PMK.03/2009 tersebut mulai diberlakukan sejak bulan Juli 2010. Peraturan baru ini disinyalir akan menjadi sumber permasalahan baru bagi Kepulauan Riau khususnya kota Batam yang sebelumnya dikenal sebagai kawasan bebas yang tidak mengenal adanya PPN. Lebih dari itu, peraturan tersebut bertentangan dengan aturan tertinggi di atasnya yakni UU No.44 tahun 2007 tentang FTZ. Akibatnya investor akan semakin dibingungkan dengan ketidakpastian hukum serta ketidakjelasan arah FTZ di Batam, Bintan dan Karimun (BBK), terutama bagi investor asal Singapura.
Dalam pernyataan terakhir (06.08.2010), pemerintah
Singapura sangat
menyayangkan ketidakseriusan pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan FTZ di BBK, padahal seharusnya banyak bidang investasi yang dapat dikembangkan antara lain di sektor pariwisata, agribisnis, industri, dan transportasi. Singapura sebagai investor terbesar Indonesia (2009) dengan nilai investasi sebesar US$4,4 miliar, dimana sepertiganya ditanam di Batam dan Bintan. FTZ di BBK yang semakin membingungkan pada akhirnya direspon pengusaha Singapura dengan mengalihkan investasi ke Vietnam dan Johor, yang juga diangkap jauh lebih kooperatif dalam hal pengurusan administrasi dan perizinan. Sektor pertanian juga merupakan sektor yang diproyeksi melambat di triwulan III, akibat kondisi cuaca yang masih tidak menentu. Angka ramalan BPS Kepulauan Riau untuk komoditi padi, jagung dan kacang tanah mengkonfirmasi adanya penurunan level produksi dari ketiga komoditas tersebut. Hasil produksi tanaman padi bahkan diperkirakan akan terus menurun dengan tajam hingga akhir tahun.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
47
Grafik 7.3. Angka Tetap (ATAP) & Angka Ramalan (ARAM) Produksi Padi, Jagung dan Kacang Tanah
Grafik 7.4. Proyeksi Harga Minyak Bumi dan Gas
Sumber : BPS Kepulauan Riau Keterangan : * Angka Tetap (ATAP) ** Angka Ramalan (ARAM)
Sumber : US-EIA (Short-Term Energy Outlook – July 2010)
Sementara pertumbuhan sektor pertambangan di triwulan III-2010 juga diproyeksi lebih rendah dengan laju pertumbuhan sekitar 2,45±1% Tren kenaikan harga komoditas minyak bumi dan gas alam belum mempengaruhi kinerja sektor pertambangan. Kenaikan harga diduga masih
berada dalam
rentang
deviasi
penyesuaian,
sehingga
tidak
mempengaruhi harga kontrak pembelian minyak maupun gas yang dieksplorasi. Dilihat dari aspek produksi, penurunan kinerja sektoral dipengaruhi oleh realisasi lifting minyak bumi dari blok eksplorasi Belanak (Conoco Phillips), blok Kerapu (star Energi) dan blok Anoa (Premier Oil) yang lebih rendah dibanding pencapaian pada periode yang sama tahun 2009. Sedangkan realisasi lifting gas diperkirakan relatif stabil sebagaimana tercermin dari level pencapaian lifting pada blok gas milik Conoco Phillips, Star Energi dan Premier Oil. Grafik 7.5. Perkembangan Pencapaian Lifting Minyak Bumi Berdasarkan Blok Eksplorasi
Sumber : Departemen ESDM – Ditjen Migas
Grafik 7.6. Perkembangan Pencapaian Lifting Gas Berdasarkan Blok Eksplorasi
Sumber : Departemen ESDM – Ditjen Migas
Meskipun demikian, kinerja sektor perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan dan jasa-jasa diperkirakan tumbuh lebih baik dibanding periode triwulan II-2010. Kenaikan permintaan masyarakat terhadap kebutuhan pokok dan sandang
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
48
selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri akan mendorong aktivitas di sektor perdagangan eceran. Dalam waktu bersamaan, mobilitas masyarakat yang kembali ke daerah asalnya di tengah kenaikan tarif tiket transportasi menjadi insentif terhadap kinerja sektor angkutan. Penggunaan alat komunikasi juga akan mengalami peningkatan, ditambah dengan banyaknya penawaran paket-paket murah dari berbagai operator seluler. Sementara perkembangan sektor pariwisata diproyeksi tetap tumbuh tinggi, terbantu oleh pelaksanaan berbagai event skala nasional dan internasional yang dicanangkan dalam rangka program Visit Batam 2010. Tabel 7.3. Beberapa Agenda Visit Batam 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Agenda Kegiatan Clipper Around Teh World Strait Regata Lions Club Charity Golf Cap Go Meh Batam Grand Wedding Expo Batam Cruise Festival Asia Pacific Volley Ball Championship Asian Golf Charity Kejurnas Bridge ke 48 BGSC Open Tournament The 10th Batam Expo 2010 1st Batam Act & Food festival Sinar Mas Cup IV Golf Tournamnet Rice Cup Golf Tournament International Bridge Gub Cup V11 International Cricket Tournamen Adventure Race Independence Cruise Fiesta Batam Amaateur Golf Championship Kavadi Festival Moon Cake Festival World Pegeants South of Asia Nongsa Cup V Marine Batam Expo 2010 Sumatera Expo 2010 Sailing Regata Open International Deepavali Celebration Batam Big Bazzar Desember 2010
Tanggal 19-23 Jan 2010 23-30 Jan 2010 31-Jan-10 28-Feb-10 18-28 Feb 2010 2-4 April 2010 20-25 April 2010 24-25 April 2010 23-Apr-10 15 Mei 2010 5-9 Mei 2010 7 -14 Mei 2010 Jun-10 Per 3 bulan 30 Juli 2010 June-July 2010 6-9 Agustus 2010 6-9 Agustus 2010 23-25 Sept 2010 Sept-Oct 2010 Sep-10 Oktober 2010 Oktober 2010 Nov-10 25-28 Nov 2010 25-Dec-10 Dec-10
Tempat Nongsa Point Marina Nongsa Point Marina Palm Springs Golf Resort Vihara Duta Maitreya Nagoya Hill Nongsa Point Marina Nongsa Point Marina Batam Golf Club Golden View Palm Springs Golf Resort SPC SPC Palm Springs Golf Resort Southlinks Country Club Golden View Batam Nongsa Point Marina Nongsa Point Marina Palm Springs Golf Resort Sri LaIdah Temple Vihara Duta Maytreya SPC Batam Palm Springs Golf Resort Pacific Palace Hotel SPC Nongsa Point Marina Ocarina Batam
Sumber : Dinas Pariwisata Kota Batam
7.2.
PROSPEK INFLASI Tekanan inflasi dalam 3 bulan ke depan diproyeksi meningkat yang dipicu oleh
beberapa faktor, antara lain kenaikan tarif dasar listrik (TDL), datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri serta peningkatan inflasi di sektor makanan karena cuaca yang sulit diprediksi. Laju inflasi kota Batam di tahun 2010 berpotensi besar menyentuh level maksimum dari angka proyeksi sebesar 4±1%. Sementara tingkat inflasi di kota Tanjungpinang yang meningkat tajam pada bulan Juni 2010 diproyeksi masih konvergen dengan perkiraan sebelumnya di kisaran 4,3±1%. Secara umum, inflasi yang terjadi di kota Tanjungpinang selama triwulan III2010 akan lebih rendah dibanding kenaikan harga (inflasi) di kota Batam. Di samping pengaruh pergerakan harga komoditas internasional yang meningkat, kendala panen cabe dan bawang akibat faktor cuaca menimbulkan shock pasokan sehingga memberi tekanan yang cukup besar pada inflasi regional. Kondisi tersebut diperkirakan masih Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
49
memberi pengaruh pada pergerakan harga-harga di bulan Juli 2010. Laju inflasi di bulan Juli diperkirakan masih cukup tingi, meski berada di bawah level inflasi pada bulan sebelumnya. Grafik 7.7. Laju lnflasi Kota Batam
Grafik 7.8. Laju Inflasi Kota Tanjung Pinang
Sumber : BPS Kota Tanjung Pinang Ket: Apr-Des 2010 adalah Proyeksi BI Batam (Jan-2010)
Sumber : BPS Kota Batam Ket: Apr-Des 2010 adalah Proyeksi BI Batam (Jan-2010)
Tabel 7.4. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi Penyumbang Inflasi Terbesar KOMODITI
JUNI 2010 M-I
VOLATILE 1 BERAS 7,125 2 MINYAK GORENG 7,875 3 MIE KERING INSTANT 1,250 4 SUSU BUBUK 22,600 5 DAGING SAPI 20,000 6 DAGING AYAM RAS 23,750 7 TELUR AYAM RAS 13,725 8 CABE MERAH 24,000 9 CABE RAWIT 21,000 10 BAWANG MERAH 10,750 11 BAWANG PUTIH 18,250 12 TOMAT SAYUR 9,250 13 TOMAT BUAH 8,500 14 WORTEL 6,750 15 KENTANG 6,750 16 KACANG PANJANG 7,750 17 KANGKUNG 6,250 18 BAYAM 8,500 19 SAWI HIJAU 10,000 20 TEMPE 6,250 21 TAHU MENTAH 4,625 22 KELAPA 2,813 23 JERUK 11,500 24 IKAN BANDENG 24,250 25 IKAN KEMBUNG/GEMBUNG 22,250 26 IKAN MAS 35,000 27 IKAN TONGKOL 16,000 28 UDANG BASAH 37,750 CORE 39 NASI 7,000 30 MIE 7,000 31 AYAM GORENG 8,000 32 GULA PASIR 10,375 33 EMAS PERHIASAN 346,000 34 ROTI MANIS 1,000 35 KUE BASAH 1,000 36 AIR MINUM KEMASAN 1,500 37 SABUN DETERGEN BUBUK 12,000 ADMINISTERED 38 BAHAN BAKAR RUMAH TANGG 3,000 39 ROKOK KRETEK 9,000 40 ROKOK KRETEK FILTER 7,750
M-II
JULI 2010
M-III
M-IV
M-V
7,125 7,875 1,225 22,600 20,000 23,750 14,400 24,000 25,750 12,000 19,000 10,000 7,750 7,500 6,500 8,500 8,000 8,250 10,500 6,250 4,625 2,813 11,750 24,250 22,250 35,000 16,250 36,000
7,125 8,125 1,225 22,600 20,000 23,750 14,175 24,000 25,250 14,250 21,750 10,000 9,250 7,750 7,250 11,250 8,750 8,250 10,500 6,250 4,625 2,813 11,250 22,500 22,000 35,000 16,500 36,750
7,375 8,000 1,200 22,600 20,000 23,750 14,850 24,000 27,250 13,000 28,000 9,500 8,750 10,250 7,250 13,750 9,500 11,500 11,750 6,250 4,625 2,813 11,250 22,500 22,000 35,000 16,500 36,750
7,375 8,000 1,200 22,600 20,000 24,500 14,850 24,000 30,750 12,750 27,000 9,500 8,500 8,000 7,750 11,500 6,250 7,250 9,500 6,250 4,625 2,813 11,250 21,500 22,000 34,250 16,250 36,750
7,000 7,000 8,000 10,375 344,000 1,000 1,000 1,500 12,000
7,000 7,000 8,000 10,375 344,000 1,000 1,000 1,500 12,000
7,000 7,000 8,000 10,375 350,750 1,000 1,000 1,500 12,000
3,000 9,000 7,750
3,000 9,000 7,750
3,000 9,000 7,750
M-I
Avg.∆ (m-t-m)
M-II
M-III
M-IV
7,375 8,000 1,200 22,600 20,000 24,500 15,300 24,000 35,000 14,250 25,000 9,750 8,500 7,750 7,250 10,500 4,375 8,250 8,750 6,250 4,625 2,813 11,250 21,000 22,000 34,250 17,500 36,750
7,375 8,000 1,200 22,600 20,000 24,500 16,650 24,000 29,500 17,000 23,750 9,500 8,500 7,500 7,250 8,750 4,375 8,500 7,750 6,250 4,625 2,813 11,250 21,000 22,000 34,250 17,500 36,750
7,700 8,000 1,200 22,600 20,000 26,250 17,100 24,000 22,625 15,750 24,000 9,500 8,500 7,250 8,000 6,250 4,000 6,750 6,250 6,250 4,625 2,813 12,500 21,500 23,000 32,000 16,500 39,000
7,825 8,000 1,200 22,600 20,000 27,500 17,100 24,000 26,000 17,250 27,750 9,250 8,500 7,000 8,250 11,250 5,500 9,500 8,250 6,250 4,625 2,813 12,500 21,500 23,000 32,000 16,500 39,000
4.8% 0.3% -1.6% 0.0% 0.0% 7.5% 14.8% 0.0% 8.8% 28.0% 10.2% -1.6% -0.6% -8.4% 8.3% -12.9% -41.1% -5.7% -25.8% 0.0% 0.0% 0.0% 4.2% -7.6% 1.8% -4.9% 4.3% 2.9%
7,000 7,000 8,000 10,375 344,750 1,000 1,000 1,500 12,000
7,000 7,000 8,000 10,375 342,500 1,000 1,000 1,500 12,000
7,000 7,000 8,000 10,375 345,000 1,000 1,000 1,500 12,000
7,000 7,000 8,000 10,375 335,000 1,000 1,000 1,500 12,000
7,000 7,000 8,000 10,375 328,750 1,000 1,000 1,500 12,000
0.0% 0.0% 0.0% 0.0% -2.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
3,000 9,000 7,750
3,000 9,000 7,750
3,000 9,000 7,750
3,000 9,000 7,750
3,000 9,000 7,750
0.0% 0.0% 0.0%
Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) Kota Batam Ket. : Berdasarkan harga rata-rata 4 pedagang di pasar tradisional Aviari dan Sagulung
Indikator dini berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Batam secara mingguan semakin memperkuat asesmen masih tingginya laju inflasi di bulan Juli 2010. Hasil SPH sampai dengan minggu ke-4 bulan Juli 2010 memperlihatkan besarnya kenaikan harga kebutuhan pangan yang banyak dikonsumsi oleh
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
50
masyarakat, seperti bawang, merah, bawang putih, cabe rawit, beras, telur dan daging ayam ras, serta ikan-ikanan. Di lain pihak, masuknya gula impor pada bulan April dan Mei sebanyak 3.000 ton belum memberi pengaruh terhadap penurunan harga gula di pasaran. Naiknya permintaan masyarakat menjelang Ramadhan disinyalir turut menghambat penurunan harga gula di tengah faktor distribusi yang semakin lancar. Sementara di bulan Agustus tekanan inflasi diperkirakan kembali meningkat, dipicu oleh kenaikan harga tarif dasar listrik (TDL) oleh PT. PLN Batam yang rencananya direalisasi pada bulan Juli 2010. Jika diasumsikan kenaikan tarif listrik sama dengan kenaikah harga gas yang ditetapkan pemerintah sebesar 10%, maka akan memberi tambahan inflasi sekitar 0,31% di bulan Agustus 2010. Selain itu, kenaikan harga di bulan Juli dan Agustus juga akan diwarnai dengan tingginya permintaan masyarakat selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri, terutama kelompok bahan pangan dan sandang. Meski cukup minimal, sektor pendidikan juga diperkirakan turut menyumbang inflasi seiring dengan tahun ajaran baru. Selanjutnya pada bulan September harga-harga diperkirakan cenderung turun bahkan berpeluang mengalami deflasi. Dengan demikian secara triwulanan, laju inflasi kota Batam selama triwulan III-2010 diperkirakan sekitar 1,87±1%, meningkat dari triwulan II-2010 yang tercatat sebesar 1,67% (angka kumulatif inflasi bulanan). Sejalan dengan itu, laju inflasi tahunan diproyeksi naik dari 5,14% menjadi 5,26±1% (y-o-y). Berbeda halnya dengan kota Batam, tekanan inflasi di kota Tanjung Pinang selama triwulan III-2010 diperkirakan melemah dibanding triwulan sebelumnya. Kumulatif inflasi bulanan selama periode triwulan III diproyeksi sebesar 0,51%, jauh lebih rendah dibanding periode triwulan II yang tercatat sebesar 2,11%. Implikasinya, laju inflasi tahunan juga diprediksi turun dari 4,84% menjadi 4,05±1% (y-o-y). Indikator dini prakiraan curah hujan yang menurun pada Agustus dan September 2010 cukup mengkonfirmasi asesmen tersebut. Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan di Indonesia Bulan Juli – September 2010 JULI 2010
AGUSTUS 2010
SEPTEMBER 2010
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Pemutakhiran Agustus 2010
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
51
Meski demikian, kondisi cuaca yang kurang menentu masih perlu diantisipasi karena dikhawatirkan dapat mengganggu distribusi barang-barang kebutuhan ke wilayah Kepulauan Riau. Indikator dini kecepatan angin dan tinggi signifikan gelombang laut diperairan Selat Malaka dan Laut Natuna masih diproyeksi meningkat, yang diikuti naiknya frekuensi gelombang tinggi (>3 meter) di perairan Selat Malaka. Tabel 7.5. Prakiraan Kecepatan Angin, Tinggi Signifikan dan Frekuensi Tejadinya Gelombang Laut di Perairan Selat Malaka dan Laut Natuna Bulan Mei – Agustus 2010
Lokasi Selat Malaka Laut Natuna
Angin 10 m Rata – Rata (Knot)
Tinggi Signifikan Rata – Rata (meter)
Frekuensi Gel. > 3 Meter
May‐10 Jun‐10 Jul‐10 Aug‐10 May‐10 Jun‐10 Jul‐10 Aug‐10 May‐10 Jun‐10 Jul‐10 Aug‐10 1 – 12 2 – 7 2 – 10 2 – 13 0.1 – 1.1 0.2 – 1.0 0.2 – 1.2 0.3 – 1.3 0 – 5 % 0 – 5 % 0 – 5 % 0 – 10 % 1 – 11 2 – 6 2 – 8 3 – 12 0.1 – 1.2 0.1 – 0.7 0.1 – 0.4 0.2 – 1.1 0 – 5 % 0 – 5 % 0 – 5 % 0 – 5 %
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Pemutakhiran Agustus 2010
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2010
52