BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1.
KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau di awal tahun 2010 semakin memperlihatkan tren
ekspansif. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di triwulan I-2010 sebesar 9,34% (year-on-year), yang merupakan level pertumbuhan tertinggi sejak terbentuknya provinsi ini di tahun 2002. Sebelumnya BPS juga merevisi angka pertumbuhan ekonomi di tahun 2009, dari 0,56% menjadi 3,51% (year-overyear). Dampak krisis keuangan global terhadap kinerja ekspor industri manufaktur berlangsung lebih smooth dari perkiraan semula. Realisasi ekspor di periode ini mencatat kenaikan secara tajam setelah sepanjang tahun 2009 lalu tumbuh negatif. Penguatan ekspor industri manufaktur yang semakin merata mendorong peningkatan impor bahan baku dalam rangka memenuhi order produksi dan restocking inventory. Perkembangan ekonomi eksternal dan domestik yang kian kondusif juga mendorong kegiatan investasi, terutama di sektor manufaktur seperti industri pembuatan/perbaikan kapal, industri mesin-mesin elektrik dan industri barang-barang logam. Kinerja sektor industri pengolahan Kepulauan Riau memanfaatkan momentum pemulihan industri manufaktur Singapura yang naik tajam ke level pertumbuhan 30% di periode ini setelah pada tahun 2009 lalu mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,0%. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Sektor Ekonomi dan Penggunaan
TW‐I
year on year 2009 2010 TW‐IV* TW‐I**
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau, Singapura dan Amerika Serikat (y-o-y)
year over year 2008 2009*
KOMPONEN PENGGUNAAN 1. Konsumsi Rumah Tangga 2. Konsumsi Lembaga Swasta 3. Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Ekspor Barang dan Jasa 6. Impor Barang dan Jasa
11.42% 30.78% 7.11% 16.31% ‐2.23% 16.42%
22.99% 21.79% 15.49% 19.60% ‐0.04% 7.72%
# # # # # #
29.66% 4.62% 22.60% 21.93% 3.46% 14.60%
19.03% 13.41% 13.26% 29.38% 6.18% 2.94%
17.37% 23.56% 13.95% 15.14% ‐2.11% 7.59%
SEKTOR EKONOMI 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 9. Jasa‐Jasa
‐0.07% ‐0.96% ‐1.16% 0.23% 14.81% ‐0.50% 5.71% 6.12% 8.29%
5.13% 3.45% 7.16% 4.50% 10.68% 10.67% 7.28% 5.88% 7.71%
# # # # # # # # #
4.57% 1.80% 10.01% 6.93% 12.12% 11.81% 7.04% 5.25% 6.89%
3.80% ‐2.71% 4.56% 7.94% 34.26% 7.77% 14.44% 9.71% 15.59%
1.50% 1.10% 2.38% 2.08% 13.36% 3.84% 6.67% 5.50% 8.44%
7.74% #
9.34%
6.65%
3.51%
PDRB (termasuk migas)
0.53%
Sumber : BPS Kepulauan Riau Keterangan: *Angka sementara **Angka sangat sementara
Sumber : BPS Kepulauan Riau; MTI Singapore & BEA US Dept. of Commerce (diolah) Keterangan: *Angka sementara
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
5
Kondisi ekonomi di sisi penawaran juga ditandai dengan semakin membaiknya pertumbuhan sektor-sektor utama lain, seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor bangunan. Perayaan Imlek dan agenda Visit Batam 2010 cukup mendorong aktivitas pariwisata. Sementara daya beli masyarakat yang semakin terjaga memberi stimulus permintaan pada sektor perdagangan dan properti. Adapun tingginya kinerja pertumbuhan sektor infrastruktur listrik ditopang oleh lonjakan pemakaian listrik oleh sektor industri pengolahan.
1.2.
SISI PERMINTAAN
1.2.1. Konsumsi Komponen konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2010 diprakirakan masih tumbuh tinggi, terutama pada barang-barang non-makanan. Prakiraan tersebut sejalan dengan perkembangan indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang mengindikasikan perbaikan. Kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5% serta kenaikan UMP sebesar 3,7% pada awal tahun 2010 menopang perbaikan daya beli masyarakat pada triwulan laporan. Meningkatnya pola konsumsi saat perayaan Imlek pada bulan Februari 2010 berkontribusi positif terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, kecenderungan nilai tukar Rupiah yang terus menguat disertai tingkat inflasi regional yang terjaga juga menjadi faktor yang fundamental dalam mempengaruhi stabilnya konsumsi masyarakat. Grafik 1.2. Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.3. Perkembangan Kurs IDR thp USD dan SGD
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
Potensi peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2010 didukung oleh perkembangan beberapa indikator dini. Pertumbuhan penjualan mobil dan sepeda motor pada selama triwulan I-2010 mencatat kenaikan tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Jumlah mobil yang terjual selama triwulan laporan sebanyak 1.048 unit, tumbuh 112,6% dibanding periode yang sama tahun 2009. Sedangkan jumlah sepeda motor terjual tercatat sebanyak
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
6
19.395 unit, atau meningkat 62,2%. Sementara Konsumsi semen selama triwulan berjalan mencatat pertumbuhan positif setelah pada tahun lalu mengalami penurunan. Total realisasi pengadaan semen di Kepulauan Riau sebanyak 194.755 ton, atau tumbuh 7,3% dibanding triwulan I-2009. Aktivitas konstruksi termasuk industri properti sangat dipengaruhi oleh membaiknya kondisi daya beli masyarakat di tengah optimisme pelaku usaha yang semakin membaik. Grafik 1.4. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah (diolah)
Grafik 1.5. Konsumsi Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Meningkatnya aktivitas sektor industri pengolahan berimbas pada naiknya pemakaian sarana infrastruktur, terutama listrik. Konsumsi listrik golongan industri pada triwulan I-2010 tumbuh semakin membaik di level 33,6% (y-o-y), dimana pada triwulan sebelumnya juga mengalami peningkatan sebesar 16,8%. Hal tersebut mendorong tingkat konsumsi listrik secara umum tumbuh 18,62% di triwulan berjalan. Perbaikan pertumbuhan konsumsi juga terkonfirmasi pada kenaikan impor barang konsumsi rumah tangga terbesar, seperti buahbuahan, minyak nabati dan alas kaki. Grafik 1.6. Pertumbuhan Konsumsi Listrik per Golongan Tarif
Sumber : PLN Batam
Grafik 1.7. Perkembangan Impor Barang Konsumsi
Sumber : SEKDA - BI
Impor gula yang melonjak di bulan Oktober 2009 dan Januari 2010 terkait dengan pemenuhan kuota impor gula yang diberikan oleh Menteri Perdagangan sebanyak 6.000 ton
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
7
untuk wilayah FTZ. Sehubungan dengan itu, Badan Pengusahaan (BP) FTZ-Batam sebagai salah satu otoritas di kawasan FTZ ditunjuk untuk melaksanakan dan mengawasi mekanisme importasi gula guna mengatasi masalah kelangkaan gula yang juga berlaku secara nasional. Terdapat 4 perusahaan yang diberi izin impor gula oleh BP Batam, dimana yang memperoleh kuota impor terbesar adalah PT. Batam Harta Mandiri (BHM). Adapun
dari
aspek
pembiayaan
konsumsi
oleh
perbankan
lokal
justru
memperlihatkan perlambatan pertumbuhan di bulan Maret 2010, bersamaan dengan penurunan outstanding kredit konsumsi, terlebih pada jenis kredit kepemilikan kendaraan bermotor. Kondisi ini terkait dengan pola penyaluran kredit perbankan di awal tahun yang cenderung kurang ekspansif, di sisi lain run-off kredit yang cukup besar menggerus outstanding kredit di akhir triwulan I-2010. Selain itu juga diduga dipengaruhi oleh membaiknya daya beli masyarakat dengan adanya insentif pendapatan bagi PNS, TNI dan Polri rata-rata sebesar 5% sejak 1 Januari 2010, sehingga memiliki kemampuan untuk membayar uang muka lebih besar atau bahkan cash and carry. Sementara itu daya beli masyarakat petani di bulan Januari dan Februari 2010 cenderung menurun sejalan dengan turunnya hasil panen perikanan akibat gangguan cuaca. Penurunan indeks NTP mencerminkan pertumbuhan sektor pertanian yang melambat di triwulan laporan. Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Perbankan Kep. Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.9. Indeks Nilai Tukar Petani (NTP)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
1.2.2. Investasi Berlanjutnya penguatan ekspor mendorong kinerja investasi pada triwulan I-2010 tumbuh meningkat. Komponen Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 21,9% (y-oy), sedangkan di triwulan sebelumnya mengalami peningkatan 19,6%. Kegiatan investasi diproyeksi akan semakin tumbuh sebagaimana terkonfirmasi dari tren pertumbuhan impor barang-barang modal. Pangsa utama aktivitas investasi pada triwulan I-2010 masih didominasi oleh investasi industri manufaktur.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
8
Berdasarkan jenis industrinya, investasi di triwulan berjalan sebagian besar dilakukan oleh industri galangan kapal (shipyard) baik untuk jasa pembuatan maupun perbaikan kapal, serta industri elektronik berupa peralatan radio, tv dan alat komunikasi lainnya. Sementara itu, investasi oleh industri mesin-mesin dan perlengkapannya juga mulai memperlihatkan optimisme meskipun belum kembali pada level pertumbuhan sebelum krisis. Selain investasi sektor industri manufaktur, investasi di sektor bangunan juga diperkirakan semakin intens seperti tercermin pada indikator konsumsi semen. Investasi bangunan diwarnai oleh proyekproyek konstruksi besar seperti pembangunan Kepri Mall, Batam City Condominium (BCC), pusat pemerintahan pulau Dompak, dan Superblok Grand Quarter, serta kembali bergairahnya aktivitas pembangunan proyek-proyek properti residensial setelah sempat lesu di tahun 2009 lalu. Grafik 1.10. Perkembangan Investasi PMTB
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.12. Pertumbuhan Impor Industri Manufaktur
Sumber : SEKDA – BI (ISIC)
Grafik 1.11. Pertumbuhan Impor Kelompok Barang Modal
Sumber : SEKDA – BI (BEC)
Grafik 1.13. Perkembangan Kredit Investasi Perbankan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Pada pertengahan Januari 2010 Drydocks World (DDW) Batam me-lounching Jack Up Drilling Rigs L-205 Haven senilai US$ 200 juta yang rencananya akan dikirim ke Norwegia pada bulan Mei 2010. Rig ini merupakan Rig ke-5 dari enam proyek pembangunan Rig yang saat ini sedang dikerjakan oleh Drydocks World Batam. Sejak awal 2009, perusahaan memiliki 6 proyek besar pembuatan Jack-Up Rig yang memakan waktu sekitar 24 – 30 bulan dan menelan investasi sekitar US$150-US$200 juta untuk masing-masing Rig. Adapun 4 Rig Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
9
sebelumnya telah diselesaikan di tahun 2009 yang dipesan oleh UMW Standard Drilling untuk dioperasikan pada proyek-proyek Petronas di Malaysia. Sementara 2 rig terakhir adalah pesanan Conoco Phillips Skandinavia AS untuk aktivitas pengeboran di sumur milik Master Marine ASA – Norwegia, yang rencananya akan dikirim pada bulan Mei dan September 2010. Drydocks World Dubai telah berinvestasi di Batam sejak tahun 2008 dengan membeli 3 perusahaan galangan kapal/shipyard di Batam milik Labroy Marine Limited–Singapore melalui Drydocks World-SE Asia. Ketiga perusahaan shipyard dimaksud adalah Pan United (berubah menjadi Drydocks World Pertama), Naninda Mutiara Shipyard (menjadi Drydocks World Naninda), dan Graha Trisaka (menjadi Drydocks World Graha). Dengan demikian DryDocks World (group) menjadi perusahaan galangan kapal terbesar di Batam yang mempekerjakan sekitar 25.000 karyawan. Investasi di industri galangan kapal juga rencananya dilakukan oleh Singa Tec, yakni sebuah perusahaan Shipyard asal Singapura yang berlokasi di Bintan Industrial Estate, Lobam (Bintan). Nilai investasi di triwulan I-2010 diperkirakan sebesar US$ 500 ribu untuk melakukan ship cleaning (pembersihan kapal). Investasi Singa Tec dalam rangka perluasan usaha direncanakan mencapai US$ 5 juta di tahun 2010 (Sinar Harapan, Feb.2010). Selain itu TNIAL telah melakukan pemesanan pembuatan Kapal Cepat Rudal (KCR-40) kepada PT. Palindo Marine Shipyard Batam dengan nilai proyek sebesar Rp 60 milyar. Sampai dengan 2014, jumlah kapal yang akan dipesan TNI-AL mencapai 22 unit dengan pemesanan tiap tahunnya direncanakan 4-5 unit (Kompas, Januari 2010). Animo investor asing untuk menanamkan modalnya pada industri pembuatan/ perbaikan kapal di Batam ke depannya masih cukup tinggi. Dari 20 proyek rencana investasi senilai US$ 16,89 juta yang disetujui selama triwulan I-2010, 3 proyek diantaranya di bidang pembuatan/perbaikan kapal (BP Kawasan FTZ-Batam, April 2010). Adapun di tahun 2009, rencana investasi di sektor ini sebanyak 8 proyek dari 82 proyek PMA yang disetujui. Di samping itu, minat investasi asing di bidang perdagangan, hotel dan restoran juga semakin tumbuh. Pada triwulan I-2010 saja telah disetujui 7 proyek rencana investasi di sektor ini, sementara selama tahun 2009 disetujui sebanyak 19 proyek. Aplikasi proyek-proyek PMA tersebut masih didominasi oleh investor Singapura, diikuti negara Malaysia, Taiwan, Australia, Norwegia, Korea Selatan dan Belanda.
1.2.3. Ekspor - Impor Sejalan dengan perbaikan perekonomian global dan harga komoditas, kinerja ekspor di triwulan I-2010 diprakirakan tumbuh positif sebesar 3,46% (y-o-y) yang didorong oleh peningkatan ekspor ke luar negeri. Pertumbuhan ekspor di triwulan IV-2009 diestimasi turun Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
10
0,04% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara kumulatif, kinerja ekspor di tahun 2009 mengalami kontraksi 2,11% dibanding tahun 2008. Grafik 1.14. Pertumbuhan Ekspor dan Impor (y-o-y)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Grafik 1.16. Aktivitas Peti Kemas (Kontainer) Internasional di Pelabuhan FTZ Batam
Sumber : BP-Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil
Grafik 1.15. Perkembangan Harga Minyak & Gas Dunia
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.17. Pertumbuhan Ekspor Berdasarkan Klasifikasi Industri
Sumber : SEKDA – BI (ISIC)
Penguatan ekspor tercermin dari kenaikan cargo loaded tujuan internasional melalui pelabuhan utama FTZ Batam, yakni pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil. Volume muat kontainer selama triwulan I-2010 sebanyak 19.319 Teus, atau naik 29,2% dibanding triwulan I-2009. Pertumbuhan ekspor terus membaik dimana pada triwulan I s/d triwulan III tahun 2009 mengalami pertumbuhan negatif, dan baru pada triwulan IV-2009 menunjukkan perbaikan di level pertumbuhan 12,4% (y-o-y). Ditinjau berdasarkan klasifikasi industrinya (standard international trade classification), pertumbuhan ekspor di periode laporan ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor industri manufaktur. Di samping itu, pertumbuhan ekspor pertambangan non migas juga semakin positif dipengaruhi naiknya permintaan komoditas bauksit oleh China dan Hongkong.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
11
Grafik 1.18. Perkembangan Nilai Ekspor Utama
Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Impor Utama
Sumber : SEKDA – BI (SITC)
Sumber : SEKDA – BI (SITC)
Tumbuhnya ekspor di sektor industri didorong oleh naiknya order mesin/peralatan elektrik dan komponen pendukung industri kapal (shipyard). Potensi kenaikan ekspor mesinmesin di triwulan mendatang cukup besar sebagaimana tercermin dari tingginya impor bahan baku dan barang modal untuk mesin-mesin elektrik dalam 2 triwulan terakhir. Perkembangan ekspor jika dilihat dari negara tujuannya sebagian besar didorong oleh naiknya permintaan dari negara Singapura sebagai pasar ekspor dominan. Selain itu, ekspor ke negara-negara Eropa dan China juga lebih memperlihatkan optimisme. Secara volume, kuantitas ekspor terbesar saat ini adalah untuk tujuan China berupa ekspor bijih bauksit sebagai bahan dasar utama pembuatan alumunium. Grafik 1.20. Perkembangan Ekspor Ke Negara G3
Grafik 1.21. Perkembangan Ekspor ke Bbrp Negara Asia
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Tabel 1.2. Neraca Perdagangan Kepulauan Riau - China China Trade
Ekspor Impor Net X(M)
Feb-09
Mar-09
Apr-09 May-09
7.4 15.7 (8.2)
6.8 17.0 (10.2)
254.1 17.2 236.9
13.0 12.7 0.3
Jun-09
11.1 19.2 (8.1)
Jul-09 Aug-09 Sep-09
10.8 10.8 (0.1)
12.3 26.8 (14.6)
10.8 20.1 (9.3)
Oct-09 Nov-09 Dec-09
Jan-10
Feb-10
11.7 34.4 (22.7)
15.7 43.1 (27.5)
50.6 16.7 33.9
12.3 14.1 (1.8)
13.1 32.8 (19.7)
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Terkait dengan pemberlakuan kerjasama perdagangan bebas dengan Cina (AC-FTA) diperkirakan tidak berdampak besar baik terhadap kinerja perdagangan Kepulauan Riau Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
12
dengan Cina. Khususnya bagi sektor industri pengolahan di kota Batam yang sejak dahulu sudah memanfaatkan sistem bebas bea masuk untuk produk-produk yang akan di re-ekspor dari kawasan khusus FTZ Batam. Impor dari Cina untuk di luar kawasan industri diperkirakan didominasi oleh produk-produk mainan dan sandang, namun nilainya tidak signifikan terhadap total impor Kepri dari Cina yang pada tahun 2009 lalu mencapai US$ 231,07 juta. Produk impor utama dari Cina adalah besi dan baja dimana harganya relatif lebih murah dibandingkan jika dipasok dari Jakarta atau daerah lain di Indonesia. Grafik 1.23. Impor Beberapa Produk dari China
Grafik 1.22. Ekspor Beberapa Produk ke China
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Sumber : SEKDA – BI (Negara Pembeli)
Ongkos
angkut
yang
lebih
besar
menjadi
komponen
biaya
utama
yang
mempengaruhi harga jual besi dan baja khususnya di wilayah Kepulauan Riau Selain itu impor mesin-mesin dan peralatan listrik juga cukup banyak beredar di pasar lokal. Sementara itu, komoditas ekspor dominan selain dari Kapal Laut adalah mesin dan perlengkapan kantor, alat telekomunikasi, dan mesin/peralatan listrik. Melihat karakteristik daerahnya, bukan tidak mungkin pemberlakuan ACFTA bisa menjadi insentif bagi industri lokal di Kepulauan Riau khususnya kota Batam, karena masuknya bahan baku dan barang modal yang lebih murah dapat mempengaruhi ongkos produksi menjadi lebih kompetitif.
1.3.
SISI PENAWARAN Perbaikan kinerja sektor riil Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 diprakirakan akan
berlanjut seiring dengan perkembangan beberapa indikator sektoral yang mengindikasikan peningkatan. Pemulihan aktivitas industri pengolahan khususnya di kota Batam, sangat menentukan arah perekonomian triwulan I-2010 dengan kontribusi mencapai 4,67% terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara agregat yang diprakirakan sebesar 9,34% (y-o-y). Selain itu, perekonomian di triwulan laporan juga didorong oleh kinerja sektor utama lain yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberi kontribusi ekonomis sebesar
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
13
2,31%, serta sektor bangunan yang menyumbang 0,88% terhadap laju pertumbuhan. Adapun kinerja sektor infrastruktur listrik dan gas mengalami tumbuh atraktif ditopang oleh tingginya penggunaan listrik golongan industri.
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan sektor industri pada triwulan I-2010 diprakirakan sebesar 10% (y-o-y), yang merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi sejak terbentuk provinsi Kepulauan Riau. Kondisi ini memberi sumbangan pertumbuhan yang sangat dominan yakni mencapai 4,67% terhadap kinerja ekonomi secara agregat. Tingginya laju pertumbuhan secara teknikal juga dipengaruhi oleh lesunya kinerja sektor industri pada triwulan I-2009 akibat krisis global. Kinerja sektor industri pengolahan juga memanfaatkan momentum pemulihan industri manufaktur Singapura yang naik tajam ke level pertumbuhan 30% (y-o-y) di periode ini setelah pada tahun 2009 lalu mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,0%.
Grafik 1.24. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.I & Tw.II-2009
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.26. Perkembangan Volume Ekspor Utama Sektor Industri Pengolahan
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.25. Pertumbuhan GDP Singapura, Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)
Sumber : MTI Singapore – April 2010 *) angka sementara
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Industri Pengolahan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
14
Dilihat dari jenis industrinya, akselerasi pertumbuhan sebagian besar disumbang oleh industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dengan kontribusi
mencapai 2,91%
terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan berjalan. Peran penting industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya tercermin dari perbaikan kinerja ekspor komponen pendukung industri kapal (shipyard), mesin-mesin elektrik, dan perlengkapan mesin kantor. DryDocks World (DDW) Batam (DDW Pertama, DDW Naninda dan DDW Graha) sebagai perusahaan galangan kapal terbesar di Batam dengan jumlah pekerja mencapai 25.000 orang, telah me-lounching penyelesaian proyek Jack Up Drilling Rigs L-205 Haven pada pertengahan Januari 2010. Rig tersebut rencananya akan dikirim ke Norwegia pada bulan Mei 2010. Rig ini merupakan Rig ke-5 dari 6 proyek pembangunan Rig yang saat ini sedang dikerjakan oleh Drydocks World Batam sejak awal 2009. Setiap proyek pembuatan Jack-Up Rig memakan waktu sekitar 24 – 30 bulan dengan nilai investasi masing-masing sekitar US$150-US$200. Di samping itu, Selain itu TNI-AL juga telah memesan pembuatan Kapal Cepat Rudal (KCR-40) kepada PT. Palindo Marine Shipyard Batam dengan nilai proyek sebesar Rp 60 milyar. Sampai dengan 2014, jumlah kapal yang akan dipesan TNI-AL mencapai 22 unit dengan pemesanan tiap tahunnya direncanakan 4-5 unit (Kompas, Januari 2010). Namun demikian, pemulihan industri galangan kapal Batam diperkirakan belum merata. Perusahaan shipyard skala menengah masih mengalami kesulitan akibat turunnya permintaan kapal dari dalam negeri, dan lebih memilih membeli kapal bekas impor yang lebih murah. Untuk itu, peran perbankan Nasional seharusnya lebih dioptimalkan untuk memberikan pembiayaan kepada sektor ini. Adapun di sisi mikro pembiayaan perbankan lokal terhadap sektor industri pengolahan secara umum mulai menunjukkan perbaikan pertumbuhan selama triwulan berjalan. Pembiayaan untuk sektor ini mengalami kenaikan 25% dibanding posisi triwulan I2009 setelah sempat tumbuh minimal di bulan November tahun lalu. Kondisi ini menggambarkan adanya kenaikan order pada industri pendukung berskala kecil-menengah yang merupakan target market dominan dari pembiayaan perbankan lokal.
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sebagai sektor andalan kedua setelah sektor industri pengolahan, membaiknya kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki peranan yang cukup besar terhadap laju pertumbuhan pada triwulan I-2010, dengan kontribusi pertumbuhan sebesar 2,31%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
15
Masing-masing sub sektor baik perdagangan besar dan eceran, industri perhotelan, serta restoran mengalami pemulihan secara simultan dalam setahun terakhir. Namun lebih khusus, pertumbuhan di triwulan ini lebih berasal dari peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran merespon tumbuhnya aktivitas sektor riil dan membaiknya daya beli masyarakat secara umum. Peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran tercermin dari pergerakan positif beberapa indikator dini yang mendukung. Aktivitas peti kemas domestik (bongkar-muat) di pelabuhan FTZ kota Batam menunjukkan perkembangan yang stabil dengan tren relatif meningkat. Indikator ini mengindikasikan aktivitas perdagangan antar pulau yang masih dilakukan melalui pelabuhan utama FTZ karena belum memiliki pelabuhan khusus untuk bongkar muat barang kebutuhan antar daerah. Grafik 1.28. Aktivitas Peti Kemas (Kontainer) Domestik
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Grafik 1.29. Pertumbuhan Volume Impor Barang Konsumsi
Sumber : SEKDA – BI (SITC)
Selain itu juga dicerminkan oleh indikator pertumbuhan volume impor beberapa barang konsumsi terpilih, dimana pada bulan Februari 2010 terjadi lonjakan pertumbuhan impor secara tajam, terutama untuk produk-produk minuman dalam kemasan dan susu. Selanjutnya indikasi membaiknya aktivitas perdagangan juga terkonfirmasi dari volume bongkar-muat kargo melalui Bandara Hang Nadim Batam yang tumbuh signifikan dalam 2 triwulan terakhir. Sementara prakiraan membaiknya pertumbuhan sektor-sektor yang terkait dengan industri pariwisata seperti sektor hotel dan restoran diduga dipengaruhi oleh perayaan Imlek. Kondisi tersebut tercermin dari indikator tingkat hunian (occupancy rate) hotel berbintang yang relatif meningkat di bulan Februari 2010. Arus penumpang/pengunjung yang datang melalui Bandara Hang Nadim juga cukup memperlihatkan tren meningkat dibanding kondisi di tahun 2009. Namun demikian, indikasi dari aspek pembiayaan perbankan lokal belum cukup kuat mengkonfirmasi hal tersebut. Hal ini diperkirakan karena optimisme pemulihan di
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
16
kalangan pelaku usaha di bidang pariwisata masih cukup terbatas, sehingga belum mempengaruhi keputusan untuk melakukan investasi di triwulan berjalan. Grafik 1.30. Volume Bongkar-Muat Kargo Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Grafik 1.32. Perkembangan Volume Penumpang (Dom&Intl) yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Grafik 1.31. Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate) di Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.33. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Adapun jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Provinsi Kepri melalui 4 pintu masuk pada bulan Februari 2010 yang terbesar melalui pintu masuk Batam yaitu sebanyak 80.966 orang (66,18 %). Kemudian melalui pintu masuk Lagoi (Tg. Uban) sebanyak 23.718 orang (19,39 %), Tanjung Balai Karimun sebanyak 9.100 orang (7,44 %), dan pintu masuk Tanjung Pinang dengan jumlah wisman sebanyak 8.548 orang (6,99 %). Wisman yang berkunjung melalui pintu masuk Batam tersebut mengalami peningkatan sebesar 17,4% (y-o-y) atau meningkat 1,77% dibanding bulan Januari 2010.
1.3.3. Sektor Bangunan Kondisi industri properti Kepulauan Riau khususnya kota Batam diprakirakan mulai memasuki tahapan recovery pada triwulan I-2010. Sektor bangunan diestimasi tumbuh meningkat dari 10,7% (triwulan IV-2009) menjadi 12,1% pada triwulan laporan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
17
Bertahannya industri properti dari terpaan krisis daya beli masyarakat tidak terlepas dari upaya keras developer dalam melakukan berbagai promosi dengan berbagai insentif yang ditawarkan. Selain itu kebijakan makro Bank Indonesia yang kembali mempertahankan BIRate di level 6,5% telah mulai berdampak pada penurunan suku bunga kredit perbankan. Berdasarkan informasi yang diterima dari Ketua REI Khusus Batam, bank tertentu bahkan telah menawarkan suku bunga kredit perumahan hingga di level 8% - 9%, yang sangat membantu dalam memberikan stimulus bagi industri properti. Grafik 1.34. Perkembangan Nilai Tambah Sektor Bangunan
Grafik 1.35. Pertumbuhan KPR Perbankan Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Namun demikian, pemulihan kinerja sektor properti masih relatif terganjal oleh kejelasan status lahan di Batam yang termasuk dalam kawasan hutan lindung. Data REI menyebutkan bahwa dari 1.400 ha lahan yang terindikasi hutan lindung, 600 ha dimiliki oleh developer perumahan dimana sekitar 200 ha diantaranya telah dibangun proyek residensial. Proses penyelesaian permasalahan tersebut telah memakan waktu yang panjang dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Perkembangan terakhir menyebutkan bahwa areal yang telah dibangun oleh pengembang dapat diproses sertifikatnya oleh perbankan. Namun hal ini tentunya perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar memperoleh kepastian dalam berinvestasi. Permasalahan status lahan ini tidak hanya terjadi di Batam yang sekaligus mencerminkan buruknya sistem hukum pertanahan di Indonesia sehingga tidak ada sinkronisasi kebijakan di level pemerintah pusat yang terkait dengan urusan tanah. Optimisme pemulihan sektor properti setidaknya tercermin dari indikator KPR 2
2
Perbankan, baik untuk tipe rumah di bawah 70 m , tipe di atas 70 m , serta tipe Ruko/Rukan, yang secara bersama-sama tumbuh meningkat di periode laporan. Khusus untuk tipe di atas 70m2 dan tipe Ruko/Rukan bahkan telah menunjukkan kenaikan sejak triwulan III-2009. Perbaikan pertumbuhan sektor bangunan secara umum juga terindikasi dari tren pertumbuhan konsumsi semen dan pertumbuhan volume impor bahan bangunan yang cenderung meningkat. Prakiraan akselerasi sektor bangunan juga tidak telepas dari adanya Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
18
proyek-proyek konstruksi besar yang sedang berjalan antara lain pembangunan Kepri Mall, Batam City Condominium (BCC), pusat pemerintahan pulau Dompak, Superblok Grand Quarter, dan beberapa Apartemen baik swasta komersil maupun bersubsidi (rusunawa). Merespon permintaan masyarakat yang mulai meningkat, pengembang melakukan berbagai upaya promosi dengan berbagai insentif yang ditawarkan, seperti discount harga rumah atau tanah, bebas biaya BPHTB, bebas biaya notaris, bonus perlengkapan rumah, serta kemudahan dalam pengurusan kredit ke bank. Pemberian discount harga tersebut pada akhirnya berpengaruh pada harga properti baru yang relatif menurun, sebagaimana ditunjukkan oleh Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Kota Batam pada periode triwulan I-2010 yang secara umum turun 0,7 poin.
Grafik 1.36. Realisasi Pengadaan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.37. Pertumbuhan Volume Impor Utama Sektor Bangunan
Sumber : SEKDA - BI
1.3.4. Sektor-sektor Lainnya Adapun kinerja pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya pada triwulan I-2010 cukup bervariasi. Sektor yang diprakirakan tumbuh membaik hanya sektor infrastruktur listrik, gas dan air bersih, sedangkan selebihnya diprakirakan tumbuh melambat. Perbaikan kinerja sektor infrastruktur ditopang oleh pertumbuhan atraktif sektor listrik dan gas sejalan dengan bergeraknya aktivitas usaha terutama di sektor industri pengolahan. Kondisi tersebut secara langsung ditunjukkan oleh indikator pertumbuhan penjualan listrik oleh PT. PLN Batam yang secara umum tumbuh 18,62% (y-o-y) di triwulan I-2010. Pertumbuhan penjualan listrik didorong oleh naiknya konsumsi listrik golongan industri yang tumbuh semakin membaik di level 33,6% pada triwulan berjalan, setelah pada triwulan IV-2009 mencatat peningkatan sebesar 16,8%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
19
Grafik 1.38. Pertumbuhan Penjualan PT. PLN Batam berdasarkan Kelompok Tarif
Sumber : PT. PLN Batam
Grafik 1.39. Perkembangan Volume Kargo Laut Domestik & Internasional
Sumber : BP Batam
Grafik 1.40. Pertumbuhan Aset, DPK dan Kredit Perbankan di Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.41. Perkembangan LDR dan NPL Perbankan di Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Pertumbuhan sektor pengangkutan yang diprakirakan relatif melambat tercermin dari indikator volume kargo laut baik domestik maupun internasional. Sementara itu prakiraan melambatnya pertumbuhan sektor keuangan dipicu oleh penurunan kinerja industri perbankan di Kepulauan Riau. Penurunan tersebut diduga dipengaruhi oleh naiknya tingkat resiko kredit dimana rasio NPL gross relatif meningkat dibanding posisi triwulan I-2009, dari 2,91% menjadi 3,06%. Meski demikian tingkat NPL masih berada di bawah target indikatif Bank Indonesia sebesar 5%. Kenaikan NPL dipicu oleh langkah ekspansif perbankan dalam melakukan pembiayaan sebagaimana ditunjukkan oleh rasio loan-to-deposit (LDR) pada triwulan I-2010 sebesar 70,08%, meningkat dibanding posisi yang sama tahun 2009 yang tercatat sebesar 63,91%. Sektor Pertanian yang diprakirakan relatif melambat pada triwulan ini disebabkan oleh turunnya produksi perikanan akibat faktor cuaca. Kondisi cuaca yang buruk disertai gelombal laut tinggi di awal tahun selain mengganggu aktivitas melaut para nelayan juga menghambat distribusi hasil panen ke luar daerah. Hal ini juga diduga menyebabkan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
20
terjadinya pergeseran siklus panen komoditas pertanian, terutama untuk komoditi jagung sebagaimana ditunjukkan oleh perkembangan produksi jagung pada periode Januari – April 2010 (angka ramalan BPS). Namun di lain pihak, tingkat produksi padi diprakirakan meningkat tajam bersamaan dengan naiknya hasil produksi kacang tanah selama periode Januari – April 2010. Grafik 1.44. Pertumbuhan Lifting Minyak & Gas Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : ESDM Dirjen Minyak dan Gas Bumi
Grafik 1.45. Perkembangan Harga Minyak & Gas Dunia
Sumber : Bloomberg
Adapun turunnya tingkat pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I-2010 dipicu oleh penurunan kinerja pertambangan minyak dan gas, dari 3,35% pada triwulan IV-2009 menjadi 1,48% (y-o-y). Kontribusi penurunan sebagian besar berasal dari sektor gas yang ditandai dengan turunnya lifting gas terutama di blok Kakap milik perusahaan gas Star Energi. Sementara penurunan harga gas dunia dalam 3 bulan terakhir tidak cukup membantu peningkatan kinerja sektor pertambangan gas. Di samping itu, penurunan kinerja sektor pertambangan juga disebabkan turunnya permintaan batu granit dari Singapura yang beralih membeli ke Malaysia yang memiliki kualitas batu relatif sama. Faktor jarak tempuh dan ongkos angkut yang lebih murah menjadi pertimbangan utama dipilihnya pasar Malaysia. Untuk itu pemerintah kabupaten Karimun berinisiaf mengurangi besarnya retribusi batu granit menjadi dari Rp25.000/ton menjadi Rp15.000 ribu/ton. Terakhir, rendahnya nilai tambah yang dihasilkan sektor penggalian sampai saat ini masih dipengaruhi oleh maraknya penambangan pasir liar di wilayah Kepulauan Riau. Di kota Batam saja, data Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Kota Batam menyimbulkan adanya potensi kerugian negara dari retribusi bahan galian yang harusnya diterima hampir mencapai Rp 1 miliar. Sedangkan kehilangan sumber penerimaan BP Kawasan Batam (Otorita Batam) yang berasal dari Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) atas penggunaan lahan sekitar Rp 34,86 miliar. Adapun lahan tambang pasir diperkirakan telah mencakupi ± 83 ha yang tersebar di lebih dari 72 spot tambang.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
21
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Pada Triwulan I-2010, laju inflasi tahunan (head inflation) Kepulauan Riau sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dari 1,80% menjadi sebesar 2,77% (y-o-y). Meski demikian, angka inflasi Kepulauan Riau masih berada di bawah inflasi Nasional yang tercatat sebesar 3,43% pada triwulan laporan. Faktor-faktor yang mendorong laju inflasi tahunan Kepulauan Riau adalah kenaikan harga komoditas dunia, distribusi barang, dan tingginya permintaan masyarakat. Menurut jenis kelompoknya, kenaikan laju inflasi tahunan Kepulauan Riau terutama disebabkan terjadi peningkatan IHK pada kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Grafik 2.1. Laju Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional (y-o-y) % (yoy)
Grafik 2.2. Laju Inflasi Kota Batam (y-o-y)
% (yoy)
12,00 10,00
Kepri Nasional
8,00 6,00 4,00
3,43
2,00
2,77
0,00 TW IV 2008
TW I
TW II
TW III
TW IV
2009
7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
TW I
2,52
2,97
2,57 1,88
Tw I
Tw II
Tw III 2009
2010
Sumber : BPS Kepulauan Riau
2.1
6,33
Tw IV
Tw I 2010
Sumber : BPS Kepulauan Riau
PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BATAM Secara tahunan, perkembangan inflasi di Kota Batam pada triwulan I-2010
menunjukkan arah peningkatan yakni dari 1,88% (y-o-y) pada akhir tahun 2009 menjadi 2,97%. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh buruknya cuaca yang mengganggu distribusi barang kebutuhan pokok serta tingginya permintaan di saat perayaan imlek bulan Februari 2010. Kenaikan harga pada kelompok makanan jadi juga turut memicu naiknya angka inflasi pada triwulan laporan.
2.1.1
Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang dan Jasa Semua kelompok barang dan jasa mengalami kenaikan laju inflasi. Kelompok dengan
tingkat inflasi yang relatif tinggi yakni makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau;
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
22
kesehatan; sandang; serta Bahan Makanan. Sedangkan ketiga kelompok lainnya mengalami inflasi yang minimal. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Batam Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Batam Menurut Kelompok Barang dan Jasa 2009 2010 No Kelompok Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 1 Bahan makanan 7,29 1,47 3,75 1,13 2,43 2 Makanan jadi, minuman, 10,54 9,23 10,43 7,65 10,18 rokok, dan tembakau 3 Perumahan, air, listrik, gas , 6,84 3,54 1,82 0,81 1,09 dan bahan bakar 4 Sandang 15,44 11,44 8,48 9,00 3,36 5 Kesehatan 3,63 2,47 3,99 3,74 3,42 6 Pendidikan, rekreasi dan 3,70 3,70 0,81 0,78 0,44 olahraga 7 Transpor, komunikasi dan ‐0,51 ‐5,77 ‐5,69 ‐3,16 0,30 jasa keuangan Umum 6,33 2,52 2,57 1,88 2,97 Sumber: BPS Kepri
Sumber : BPS Kepulauan Riau
2.1.2 Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan I-2010, sebagian besar kelompok bahan makanan mengalami inflasi. Subkelompok ikan segar dan subkelompok lemak dan minyak yang mengalami deflasi masing-masing sebesar 3,59% dan 0,88%. Inflasi tertinggi dialami subkelompok ikan diawetkan dan disusul oleh subkelompok buah-buahan masing-masing sebesar 11,99% dan 11,20%. Grafik 2.3. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Kota Batam % (yoy)
Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Kota Batam Menurut Subkelompok Bahan Makanan Lainnya
8 7 6 5 4 3 2 1 0
5,14
Lemak dan Minyak
7,29
‐0,88
Bumbu ‐ bumbuan
6,03
Buah ‐ buahan
11,20
Kacang ‐ kacangan
3,75
0,82
Sayur‐sayuran
2,43
0,35
Telur, Susu dan Hasil‐hasilnya
1,63
Ikan Diawetkan
1,47 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
11,99 ‐3,59
Ikan Segar
1,13
Daging dan Hasil‐hasilnya
Tw I
0,33
Padi‐padian, Umbi‐umbian dan … BAHAN MAKANAN
2009
2010
Sumber : BPS Kepulauan Riau
‐5
4,94
% (yoy)
2,43 0
5
10
15
Sumber : BPS Kepulauan Riau
2.1.3 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok , dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengalami inflasi tertinggi, yakni sebesar 10,18% (y-o-y). Inflasi kelompok ini cukup tinggi jika dibandingkan akhir tahun 2009 yang sebesar 7,65%. Subkelompok makanan jadi mengalami inflasi tertinggi sebesar 10,95% diikuti oleh subkelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar 9,73%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
23
Peningkatan laju inflasi disebabkan tingginya permintaan yang terindikasi dari peningkatan impor barang selama triwulan I-2010. Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok , dan Tembakau di Kota Batam
Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Sub-kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok , dan Tembakau di Kota Batam
% (yoy) 12
10,43
10,54
Tembakau dan Minuman Beralkohol
10,18
8,66
10 Minuman yang Tidak Beralkohol
9,23
8
7,65
6 4
9,73
Makanan Jadi
10,95
2 0 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
Tw I
2009
2010
0
Sumber : BPS Kepulauan Riau
2.2
10,18
10
20
% (yoy)
Sumber : BPS Kepulauan Riau
PERKEMBANGAN INFLASI KOTA TANJUNG PINANG Sama halnya dengan Kota Batam, inflasi di Kota Tanjung Pinang juga menunjukkan
tren meningkat. Laju inflasi pada triwulan I-2010 sebesar 1,92% (y-o-y), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,43%. Faktor penyebab masih didominasi oleh terganggunya distribusi barang kebutuhan pokok seperti beras karena faktor cuaca serta peningkatan permintaan masyarakat. Tingkat inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok , dan tembakau masih relatif besar pada triwulan laporan. Grafik 2.7. Laju Inflasi Kota Tanjung Pinang (y-o-y)
% (yoy) 12,00 10,00
10,28
8,00 4,52
6,00 4,00
2,07
2,00
1,43
1,92
0,00 Tw I
Tw II
Tw III 2009
Tw IV
Tw I 2010
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
24
2.2.1 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Secara tahunan, sebagian besar kelompok barang dan jasa mengalami inflasi di Kota Tanjung Pinang pada triwulan laporan, hanya kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan yang masih mengalami deflasi. Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Kota Batam Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Kota Tanjung Pinang Menurut Kelompok Barang dan Jasa 2009 2010 No Kelompok Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 1 Bahan makanan 17,11 5,55 1,42 ‐0,71 0,22 2 Makanan jadi, minuman, 15,00 4,81 7,89 5,90 5,95 rokok, dan tembakau 3 Perumahan, air, listrik, gas , 3,75 1,90 0,94 0,66 1,67 dan bahan bakar 4 Sandang 8,70 6,67 7,70 6,72 1,05 3,10 2,29 5 Kesehatan 4,52 10,23 3,76 6 Pendidikan, rekreasi dan 6,46 ‐3,79 2,14 2,03 2,27 olahraga 7 Transpor, komunikasi dan 5,65 13,59 ‐5,13 ‐2,37 ‐0,32 jasa keuangan Umum 10,28 4,52 2,07 1,43 1,92 Sumber: BPS Kepri
Sumber : BPS Kepulauan Riau
2.2.2 Kelompok Bahan Makanan Setelah mengalami deflasi sebesar 0,71% (y-o-y) pada triwulan lalu, kelompok bahan makanan pada triwulan laporan mulai menunjukkan trend kenaikan laju inflasi sebesar 0,22%. Sedangkan subkelompok sayur-sayuran menahan laju inflasi dengan mengalami deflasi sebesar 22,32%. Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang sebesar 12,31% dan selama triwulan I-2010 inflasi subkelompok ini telah mencapai 12,86% (y-t-d). Tekanan inflasi berasal dari naiknya harga beras di Tanjung Pinang selama triwulan laporan karena faktor-faktor seperti distribusi dan tingginya permintaan. Grafik 2.8. Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Kota Tanjung Pinang
Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Sub-Kelompok Bahan Makanan di Kota Tanjung Pinang
% (yoy) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 ‐2
Bahan Makanan Lainnya
2,40
Lemak dan Minyak
4,91
Bumbu ‐ bumbuan
17,11
‐2,09
Buah ‐ buahan
1,12
Kacang ‐ kacangan Sayur‐sayuran
5,55
Telur, Susu dan Hasil‐hasilnya
1,42
Tw I
Tw II
Tw III 2009
‐22,32 ‐0,82
Ikan Diawetkan
‐0,71
0,22
Tw IV
Tw I 2010
Sumber : BPS Kepulauan Riau
0,45
1,71
Ikan Segar
‐2,18
Daging dan Hasil‐hasilnya
‐1,31
Padi‐padian, Umbi‐umbian dan Hasilnya
‐25
12,31
BAHAN MAKANAN
% (yoy) ‐20
‐15
‐10
‐5
0,22 0
5
10
15
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
25
2.2.3
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok , dan Tembakau Pada triwulan I-2010, secara tahunan laju inflasi kelompok makanan jadi, minuman,
rokok, dan tembakau meningkat tipis (5,95%) dibanding triwulan sebelumnya (5,90%). Grafik 2.10. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok , dan Tembakau di Kota Tj. Pinang
Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Sub-Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau di Kota Tj. Pinang
% (yoy) 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Tembakau dan Minuman Beralkohol
15,00
8,31
Sumber : BPS Kepulauan Riau 7,89 4,81
Tw I
5,90
Tw II
Tw III 2009
Tw IV
Minuman yang Tidak Beralkohol
5,25
Makanan Jadi
5,22
5,95
Tw I
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
5,95
2010
0
Sumber : BPS Kepulauan Riau
2.3
5
10
% (yoy)
Sumber : BPS Kepulauan Riau
INFLASI VOLATILE FOOD DAN ADMINISTERED PRICE Hasil Survei Pemantauan Harga Kota Batam selama triwulan I-2010 menunjukkan
adanya penurunan harga pada beberapa volatile food. Kecenderungan harga-harga di Kota Batam pada bulan Maret 2010 diperkirakan menurun dibanding bulan sebelumnya, yakni berkisar -0,15% s/d 0,16% (m-t-m) atau 2,56% s/d 3,15% (y-o-y). Peluang penurunan harga dipengaruhi oleh kelancaran distribusi barang kebutuhan yang berasal dari Malaysia, Singapura, Burma, dan Thailand – seperti beras, daging ayam ras, dan bawang-bawangan seiring dengan berakhirnya musim utara yang membawa gelombang laut tinggi. Namun demikian, kenaikan harga beberapa komoditas yang dipasok dari daerah Jawa dan Sumatera terjadi disebabkan masih terganggunya siklus panen di daerah sentra-sentra produksi tersebut. Berdasarkan hasil SPH pada empat pedagang di dua pasar tradisional kota Batam, inflasi dipicu oleh kelompok volatile food, terutama pada komoditi telur, cabecabean, kacang-kacangan, dan ikan-ikanan. Sementara itu, pergerakan inflasi yang berasal dari administered price (harga barang yang diatur oleh pemerintah) pada triwulan I-2010 relatif masih stabil. Sementara itu, berdasarkan hasil survey pemantauan harga mingguan di Kota Batam, ketiga komoditas yang disurvey yakni bahan bakar minyak rumah tangga, rokok kretek dan rokok kretek filter tidak mengalami perubahan harga yang berarti.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
26
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Pada triwulan I-2010, perkembangan kinerja industri perbankan di Kepulauan Riau mulai menunjukkan arah peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa indikator perbankan seperti total aset, dana masyarakat, dan jumlah kredit yang diberikan meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyaluran kredit perbankan kepada sektorsektor produktif mengalami kenaikan yang cukup tinggi menyusul pulihnya aktivitas sektor riil. Hal ini juga tercermin dari pertumbuhan kredit modal kerja yang cukup tinggi seiring membaiknya daya beli masyarakat secara umum. Di sisi lain, sejalan dengan prospek perekonomian yang semakin membaik, risiko kredit masih berada dalam koridor yang terukur dan fungsi intermediasi perbankan pun berjalan cukup optimal.
3.1
BANK UMUM
3.1.1 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Secara tahunan, perkembangan DPK bank umum selama triwulan I-2010 mengalami perlambatan. DPK yang berhasil dihimpun bank umum konvensional di wilayah Kepulauan Riau mencapai Rp 17,3 triliun atau tumbuh 4,19% (y-o-y) atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,62%). Perlambatan ini dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan baik giro, tabungan maupun deposito dibandingkan dengan triwulan pertama tahun sebelumnya. Grafik 3.1. Dana Pihak Ketiga Bank Umum di Kepulauan Riau berdasarkan Jenis Simpanan
Diagram 3.1. Dana Pihak Ketiga Bank Umum di Kepulauan Riau Berdasarkan Golongan Kepemilikan
Rp triliun
4%
8 7
11%
6 5 Giro
4 3
Tabungan
2
Deposito
Perorangan
21%
Perusahaan Swasta 64%
1
Pemerintah Daerah Lainnya
0 TW I
TW II
TW III TW IV
2008
TW I
TW II
TW III TW IV
2009
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
TW I 2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Komposisi DPK bank umum konvensional di wilayah Kepulauan Riau masih didominasi oleh jenis simpanan giro. Pada triwulan I-2010, pangsa giro mencapai 40,24%, disusul tabungan 37,68% dan deposito 22,08%. Dengan pangsa tabungan yang cukup besar, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
27
perlambatan pertumbuhan DPK lebih disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan tabungan yang sebesar 12,22% menjadi Rp6,5 triliun, dan disusul perlambatan pertumbuhan deposito yang cukup signifikan sebesar -1,65% menjadi Rp 3,82 triliun. Sementara itu, setelah melambat di triwulan sebelumnya, pertumbuhan giro pada triwulan laporan mengalami penigkatan dari -9,13% menjadi
0,73%. Salah satu faktor meningkatnya giro adalah
peningkatan aktivitas ekonomi di sektor korporasi seiring memulihnya perekonomian di Kepulauan Riau. Adapun portofolio dana perbankan berdasarkan golongan pemilik pada triwulan I-2010, masih didominasi oleh perorangan sebesar 64%, diikuti oleh perusahaan swasta sebesar 21%.
3.1.2 Perkembangan Kredit Setelah mengalami perlambatan sepanjang tahun 2009, perkembangan kredit bank umum konvensional di Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 menunjukkan kenaikan. Kredit yang berhasil disalurkan pada posisi Maret 2010 adalah sebesar Rp12,98 triliun. Secara tahunan, kredit tumbuh sebesar 16,73% (y-o-y) meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 14,69%. Pertumbuhan kredit yang mulai membaik ini didorong oleh pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi. Grafik 3.2. Perkembangan Kredit Bank Umum di Kepulauan Riau
Grafik 3.3. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan
Rp Triliun
Rp Triliun
40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
14 12 10 8 6 4 2 0 TW I
TW II TW III TW IV
TW I
2008
TW II TW III TW IV 2009
Kredit
Growth yoy
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
TW I 2010
6 5 4 3 2 1 0 TW I
TW II
TW III
TW IV
TW I
2008 Modal kerja
TW II
TW III
2009 Investasi
TW IV
TW I 2010
Konsumsi
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi mengalami peningkatan, sebaliknya pertumbuhan kredit investasi masih melambat. Pertumbuhan kredit modal kerja menunjukkan peningkatan dari 14,33% pada posisi akhir tahun 2009 menjadi 18,08% pada triwulan I-2010 yang mencapai Rp4,42 triliun, sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi juga mengalami kenaikan dari 17,93% pada triwulan IV2009 menjadi 21,13% pada triwulan I-2010 yang mencapai Rp5,23 triliun. Kondisi yang
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
28
berbeda pada pertumbuhan kredit investasi yang terus mengalami perlambatan sebesar 5,46% (yoy) dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar 1,61% (yoy). Diagram 3.2. Kredit yang Disalurkan Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.4. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan 40% 35%
0%
30%
1%
3%
25%
16%
20%
44%
15%
8%
10% 5% 0%
18%
‐5%
6%
‐10%
3%
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007
2008 Modal kerja
2009
Investasi
Konsumsi
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Pertanian Pertambangan Industri Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa dunia usaha Jasa sosial Lainnya
2010
1%
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Kepulauan Riau masih didominasi sektor konsumsi, sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan masing-masing dengan pangsa 44,32%, 17,47%, dan 16,18%. Hal ini seiring dengan pangsa PDRB Kepulauan Riau yang masih didominasi ketiga sektor tersebut. Secara tahunan, sektor ekonomi yang pertumbuhan kreditnya mengalami kenaikan yang sangat signifikan adalah sektor listrik gas dan air, yakni sebesar 78% (yoy) menjadi Rp59,95 milyar. Hal ini mengindikasikan telah pulihnya perekonomian terutama di sektor-sektor yang terkait seperti sektor industri pengolahan yang kreditnya mengalami pertumbuhan sebesar 24,41% (yoy) menjadi Rp1,94 triliun dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang hanya sebesar 15,98% (yoy). Mayoritas kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di Kepulauan Riau masih terfokus di Kota Batam (79,37% dari total baki debet). Pangsa kredit di Batam mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 79,68%. Penyebab besarnya pangsa kredit di Kota Batam adalah faktor jumlah penduduk yang dominan di Kepulauan Riau serta sebagian besar unit usaha berada di Kota Batam. Sementara itu, pangsa kredit di Kota Tanjung Pinang dan daerah lainnya masing-masing sebesar 16,30% dan 4,02%. Risiko kredit yang disalurkan bank umum konvesional pada triwulan I-2010 meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) Gross meningkat dari 2,73% di triwulan IV-2009 menjadi 3,21% pada triwulan I-2010. Demikian juga dengan nominalnya naik dari Rp327,95 milyar menjadi Rp385,13 milyar. Namun peningkatan NPL ini tidak diiringi dengan peningkatan Loan to deposit ratio yang mengalami penurunan dari 70,32% menjadi 69,28.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
29
Grafik 3.6. Perkembangan Loan to Deposit Ratio Bank Umum di Kepulauan Riau
Grafik 3.5. Perkembangan Non Performing Loan Gross Bank Umum di Kepulauan Riau 450.000
NPL (Nominal)
400.000
NPL (%)
350.000 300.000 250.000 200.000
3,50%
72,00%
3,00%
70,00%
2,50%
68,00%
2,00%
66,00%
66,03%
1,50%
64,00%
1,00%
62,00%
50.000
0,50%
60,00%
0
0,00%
58,00%
150.000 100.000
Tw I
Tw II
Tw III Tw IV
Tw I
Tw II
2008
Tw III Tw IV
2009
70,32%
Tw I
69,28%
68,84%
68,08% 65,23%
63,86%
Tw I
2010
Tw II
Tw III
Tw IV
2008
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
65,12% 63,42%
Tw I
Tw II
Tw III
2009
Tw IV
Tw I 2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Sementara itu perkembangan kredit bank umum yang disalurkan kepada sektor UMKM pada triwulan I-2010 mengalami peningkatan secara signifikan setelah di tahun 2009 tumbuh melambat. Secara tahunan, Pertumbuhan kredit UMKM yang berhasil disalurkan meningkat dari 9,05% (yoy) pada triwulan IV-2009 menjadi 48,49% pada triwulan I-2010 atau mencapai Rp8,38 triliun. Peningkatan ini menunjukkan mulai pulihnya sektor UMKM pasca krisis keuangan yang mendorong perbankan untuk berekspansi menyalur kredit ke UMKM. Grafik 3.7. Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum Konvensional di Kepulauan Riau 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2008
Tw II
Tw III
2009 Kredit UMKM
Tw IV
Tw I 2010
yoy
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
3.1.3 Perkembangan Bank Umum Syariah Secara tahunan, perkembangan aset bank umum syariah pada triwulan I-2010 mengalami penurunan yang tajam yakni sebesar 19,63% (yoy), sedangkan dibanding triwulan lalu hanya meningkat tipis sebesar 0,98% (qtq) mencapai Rp 663,25 milyar. Seiring dengan pertumbuhan aset yang melambat, pertumbuhan pembiayaan syariah juga mengalami penurunan sebesar 20,47% (yoy) menjadi sebesar Rp485,76 milyar. Sementara
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
30
itu, dana pihak ketiga masih tumbuh sebesar 5,89% (yoy), namun secara triwulanan turun sebesar 5,89% menjadi Rp441,71 milyar. Fungsi intermediasi bank umum syariah mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan kenaikan financing to deposit ratio (FDR) menjadi 109,97% dibanding tahun lalu pada triwulan I yang sebesar 85,91%, namun secara triwulanan menurun tipis dibanding akhir tahun 2009 yang sebesar 110,69%.
Grafik 3.8. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah di Kepulauan Riau Rp Juta 700.000
140%
600.000
120%
500.000
100%
400.000
80%
300.000
60%
200.000
40%
100.000
20% 0%
0 TW I
TW II TW III TW IV TW I 2008 Aset
TW II TW III TW IV TW I 2009
DPK
Pembiayaan
2010 FDR
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
3.2
BANK PERKREDITAN RAKYAT
3.2.1
Perkembangan BPR Konvensional Perkembangan BPR konvensional di Kepulauan Riau pada triwulan I-2010
menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Pertumbuhan ini terlihat dari indikator seperti aset, DPK, kredit, dan LDR. Secara tahunan, pertumbuhan aset BPR menurun dari 64,98% (yo-y) pada triwulan lalu menjadi 57,92% pada triwulan laporan yang mencapai Rp 1,72 triliun. Demikian juga dengan pertumbuhan DPK yang menurun dari 63,36% menjadi 53,24% atau menjadi sebesar Rp 1,23 triliun. Sebaliknya, penyaluran kredit BPR mengalami peningkatan dari 50,62% menjadi 68,36% atau menjadi sebesar Rp 998,62 milyar. Fungsi intermediasi BPR juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan kenaikan LDR dari 78,60% pada akhir tahun 2009 menjadi 81,34% pada triwulan laporan. Sebagian besar kredit yang disalurkan BPR konvensional di Kepulauan Riau merupakan kredit konsumsi, yakni untuk membiayai kendaraan bermotor. Pangsa kredit konsumsi mencapai 63,09% dari total kredit, sedangkan sisanya merupakan kredit modal kerja dan investasi masing-masing sebesar 28,64% dan 8,27%. Sementara itu, NPL BPR masih rendah, yakni sebesar 1,23% pada triwulan laporan atau meningkat dibanding triwulan IV-2009 yang mencapai 1,03%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
31
Grafik 3.9. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Kepulauan Riau
Grafik 3.10. Perkembangan Indikator BPR Syariah di Kepulauan Riau
Rp Juta
Rp Juta
2.000.000 1.800.000 1.600.000 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 0
120%
350%
100%
30.000
300%
80%
25.000
250%
60%
20.000
200%
15.000
150%
40% 20% 0% TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2008 Aset
2009 DPK
Kredit
2010 LDR
Sumber : Laporan Bulanan BPR
3.2.2
35.000
10.000
100%
5.000
50%
0
0% TW II
TW III TW IV
TW I
2008 Aset
TW II
TW III TW IV
2009 DPK
Pembiayaan
TW I 2010 FDR
Sumber : Laporan Bulanan BPR
Perkembangan BPR Syariah Pada triwulan I-2010, secara umum, perkembangan BPR Syariah di Kepulauan Riau
mengalami sedikit peningkatan. Secara triwulanan, pertumbuhan aset BPRS meningkat dari 31,13% (qtq) menjadi 38,95% atau mencapai sebesar Rp29,46 milyar. Demikian juga pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan BPRS mengalami peningkatan dari 30,09% (qtq) menjadi 46,79% atau sebesar Rp29,78 milyar. Sementara itu, pertumbuhan DPK yang berhasil dihimpun mengalami peningkatan dari 31,73% (qtq) menjadi 49,20% atau mencapai Rp12,46 milyar. Dengan kondisi tersebut, Financing to deposit ratio (FDR) BPRS di Kepulauan Riau mengalami sedikit penurunan dari 242,87% pada triwulan lalu menjadi 238,95% pada triwulan laporan. Tingginya FDR ini disebabkan BPRS di Kepulauan Riau masih sulit untuk melakukan penetrasi pasar dalam menghimpun dana masyarakat sehingga pembiayaan yang disalurkan sebagian besar berasal dari ekuitasnya. Untuk memenuhi kecukupan pendanaan, BPRS dapat memanfaatkan linkage program dengan bank umum.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
32
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
4.1
TARGET APBD TAHUN 2010 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seluruh kabupaten dan kota di
provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2010 ditargetkan sebesar Rp 6,86 triliun, turun 1,5% dibanding total APBD Kepulauan Riau tahun sebelumnya. Di sisi penerimaan, penurunan terbesar terjadi pada pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang turun 1,9% menjadi sekitar Rp 1,03 triliun, serta pengurangan alokasi Dana Perimbangan sebesar 0,4% menjadi sekitar Rp 4,07 triliun. Secara umum, berkurangnya Dana Perimbangan yang dialokasikan pemerintah pusat dilakukan untuk mendorong optimalisasi sumber pembiayaan daerah diluar Dana Perimbangan sesuai Permendagri Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2010, dan meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran di daerah. Di samping itu, penyebab penurunan juga dipengaruhi oleh adanya Peraturan Daerah (Perda) terkait penerimaan daerah yang berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat, sehingga menurunkan potensi penerimaan yang direncanakan sebelumnya. Tabel 4.1. Perkembangan Total APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2007 s.d. 2010 (dalam jutaan Rupiah) 2007 4,815,445 598,897 3,969,281 DANA PERIMBANGAN 247,267 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 6,220,533 BELANJA 1,687,938 BELANJA TIDAK LANGSUNG 35,044 - Belanja subsidi 87,153 - Belanja hibah 240,368 - Belanja bantuan sosial 4,532,595 BELANJA LANGSUNG 616,802 - Belanja pegawai 1,477,486 - Belanja barang dan jasa 2,438,307 - Belanja modal (1,405,088) SURPLUS/(DEFISIT) PENDAPATAN
BAGIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
2008
%∆ 2007-2008
4,178,569 952,217 2,903,001 323,351 5,155,325 1,959,360 79,218 61,420 194,997 3,195,965 400,679 1,330,753 1,464,533 (976,756)
-13.2% 59.0% -26.9% 30.8% -17.1% 16.1% 126.1% -29.5% -18.9% -29.5% -35.0% -9.9% -39.9% -30.5%
2009 5,336,421 1,050,396 4,089,414 196,611 6,973,402 2,574,573 123,996 157,308 240,188 4,398,829 607,547 1,617,929 2,173,353 (1,636,981)
%∆ 2008-2009 27.7% 10.3% 40.9% -39.2% 35.3% 31.4% 56.5% 156.1% 23.2% 37.6% 51.6% 21.6% 48.4% 67.6%
2010 5,399,234 1,030,742 4,073,660 294,831 6,865,662 2,740,179 73,490 242,361 233,971 4,125,483 644,627 1,597,660 1,883,195 (1,466,428)
%∆ 2009-2010 1.2% -1.9% -0.4% 50.0% -1.5% 6.4% -40.7% 54.1% -2.6% -6.2% 6.1% -1.3% -13.4% -10.4%
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah
Menurunnya anggaran penerimaan tersebut diharapkan tidak mempengaruhi kinerja pemerintah
daerah
dalam
melakukan
pembangunan
daerahnya.
Kekhawatiran
ini
dipengaruhi oleh besarnya penurunan pada pos anggaran belanja barang dan jasa serta belanja modal yang justru memiliki efek multiplier yang besar dalam menstimulus Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
33
perekonomian daerah. Di lain pihak, anggaran belanja pegawai justru mengalami kenaikan sekitar 6% di tengah pemulihan ekonomi yang masih dini serta tingkat inflasi yang rendah. Penurunan APBD 2010 terjadi pada seluruh anggaran pemerintah baik provinsi, kota, maupun kabupaten di Kepulauan Riau. APBD provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 diperkirakan turun Rp 16 miliar (0,87%), dari sebelumnya Rp 1,846 triliun menjadi Rp 1.830 triliun. Terjadinya penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya dana perimbangan dan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas untuk provinsi Kepri pada tahun 2010 mendatang. Sementara itu, APBD kota Batam di tahun 2010 diperkirakan turun Rp 200 miliar dibanding tahun 2009 yang mencapai Rp 1,024 triliun. Salah satu penyebab penurunan tersebut disebabkan banyaknya Perda yang saat ini belum jelas implementasinya dan berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat. Sebagai contoh Perda Kepelabuhanan yang ditargetkan menyumbang pendapatan sekitar Rp 31 miliar dan airportax yang harusnya menyumbang kas daerah puluhan miliar, tapi tidak tercapai secara optimal karena adanya kebijakan pemerintah pusat dalam membatasi pajak dan retribusi daerah berdasarkan Permendagri Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2010. Tabel 4.2. Perkembangan APBD Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau T.A. 2010 Prov. Kep.Riau
Kab. Karimun
PAD Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah ydp Lain‐lain PAD yang sah Dana Perimbangan DBH pajak/bukan pajak Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Lain‐lain Pendapatan yang Sah Hibah Dana darurat DBH pajak dari Prop.&Pemda lainnya Dana penyesuaian dan otonomi khusus Bantuan keu. dari Prop./Pemda lainnya Lain‐lain pendapatan daerah yang sah Total Pendapatan
400,884 382,664 1,678 714 15,829 1,077,079 733,548 338,972 4,559 20,718 20,718 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 1,498,682
Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial Belanja Bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota Belanja Bantuan keu. kpd Prop/Kab/Kota Belanja tidak terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal Total Belanja SURPLUS/ (DEFISIT) Pembiayaan Netto Penerimaan SiLPA TA sebelumnya
533,459 175,410 ‐ 10,000 107,950 79,832 149,767 8,500 2,000 1,296,541 181,775 355,279 759,487 1,830,000 (331,318) 331,318 331,318 331,318
JENIS PENERIMAAN / BELANJA APBD 2010
Kab. Bintan
Kab. Natuna
Kota Batam
Kota Tj.Pinang
Kab. Kab. TOTAL APBD‐ Lingga Kep.Anambas 2010
236,916 193,410 18,735 2,320 22,450 184,643 104,850 77,106 2,688 20,747 ‐ ‐ 14,225 ‐ ‐ 6,522 442,306
119,672 97,124 4,330 4,600 13,619 258,751 137,834 110,235 10,683 40,574 12,000 ‐ 25,074 ‐ 3,500 ‐ 418,997
14,344 2,693 1,041 4,610 6,000 544,621 519,832 ‐ 24,789 17,175 ‐ ‐ 12,320 4,855 ‐ ‐ 576,140
195,282 144,665 21,854 2,000 26,763 751,025 481,008 230,165 39,852 106,488 3,617 ‐ 76,011 26,860 ‐ ‐ 1,052,795
46,824 14,944 14,591 3,038 14,252 375,941 186,844 185,956 3,142 28,100 ‐ ‐ 28,100 ‐ ‐ ‐ 450,865
12,021 2,400 2,841 ‐ 6,780 328,170 193,130 133,600 1,440 46,029 ‐ ‐ 12,000 34,029 ‐ ‐ 386,220
4,800 4,000 300 ‐ 500 553,429 316,490 213,045 23,894 15,000 5,000 ‐ 10,000 ‐ ‐ ‐ 573,229
1,030,742 841,900 65,369 17,282 106,191 4,073,660 2,673,536 1,289,078 111,046 294,831 41,335 ‐ 177,730 65,744 3,500 6,522 5,399,234
344,155 273,034 ‐ ‐ 10,420 26,737 ‐ 33,464 500 340,795 68,548 164,986 107,261 684,951 (242,644) 242,644 242,644 242,644
251,998 185,190 ‐ ‐ 16,901 24,175 ‐ 23,732 2,000 224,999 51,688 121,143 52,168 476,997 (58,000) 58,000 62,000 62,000
351,486 217,441 ‐ 36,966 55,721 17,402 ‐ 21,956 2,000 483,799 60,137 260,870 162,791 835,285 (259,145) 259,145 274,145 274,145
554,816 482,407 ‐ 20,940 19,483 23,030 ‐ 6,955 2,000 760,971 125,285 269,970 365,717 1,315,787 (262,992) 262,992 265,916 220,000
281,500 238,450 ‐ ‐ 6,600 31,950 1,000 2,500 1,000 289,942 37,082 151,618 101,241 571,442 (120,577) 120,577 120,577 120,577
178,606 137,363 ‐ 584 17,086 7,149 14,923 ‐ 1,500 352,939 56,575 141,402 154,962 531,545 (145,325) 143,500 149,000 149,000
244,159 189,078 ‐ 5,000 8,200 23,695 ‐ 15,686 2,500 375,497 63,536 132,392 179,569 619,656 (46,427) 46,881 46,881 46,881
2,740,179 1,898,374 ‐ 73,490 242,361 233,971 165,690 112,793 13,500 4,125,483 644,627 1,597,660 1,883,195 6,865,662 (1,466,428) 1,465,057 1,492,480 1,446,565
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
34
Sementara itu, APBD Kota Tanjungpinang tahun 2010 diprakirakan mengalami penurunan hingga 21,6% dibanding tahun 2009 menjadi Rp 542 miliar. Penurunan antara lain terjadi pada sektor PAD sebesar Rp 40,8 miliar atau mengalami penurunan 1,6 persen dari Rp 41,5 miliar pada APBD 2009. Selain sektor PAD, dana perimbangan juga mengalami penurunan sekitar 15,35% atau menjadi Rp 375,9 miliar, terutama dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), yang masing-masing turun sebesar 18,9% dan 91,19%. Terjadinya penurunan pada pos DAK karena kebijakan pemerintah pusat hanya mengalokasikannya bagi sanitasi dan air bersih. Kabupaten Natuna sebagai daerah penghasi migas terbesar di Kepulauan Riau bahkan mengalami penurunan anggaran yang jauh lebih besar. Target APBD Natuna tahun 2010 diperkirakan senilai Rp 843 miliar atau menurun sekitar Rp 400 miliar dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,2 triliun.
Dalam RAPBD tersebut, pendapatan dari sisi
penerimaan mencapai Rp 576 miliar, yang diantaranya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 14 miliar. Pos PAD tersebut terdiri dari dana Hasil Pajak Daerah Rp 2,6 miliar, retribusi daerah Rp 1 miliar, dan pos Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Rp 4,6 miliar. Selain itu, dari pos dana perimbangan yang diproyeksikan Rp 547 miliar dengan sumber pendapatan dari dana perimbangan Bagi Hasil Pajak Rp 94 miliar, Bagi Hasil bukan Pajak sumber daya alam Rp 427 miliar dan pos dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 24 miliar. Di sisi pembiayaan, anggaran belanja langsung dialokasikan sebesar Rp 481 miliar, dan belanja tidak langsung sekitar Rp 353 miliar. Adapun pembiyaan defisi anggaran diperoleh dari penerimaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 274 miliar.
4.2.
REALISASI APBD PROVINSI KEPULAUAN RIAU Dari jumlah APBD provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 sebesar Rp 1,83 triliun, alokasi
belanja terbesar ditujukan untuk belanja Modal senilai Rp 759,5 miliar atau 41,5% dari total APBD 2010. Selain itu alokasi belanja Barang dan Jasa sebanyak Rp 355,3 miliar juga memegang porsi yang relatif besar mencapai 19,4%. Komposisi ini dinilai cukup ideal untuk menggerakkan roda perekonomian yang manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Sementara di sisi penerimaan, pos bagi hasil pajak ditargetkan menyumbang pendapatan sebesar Rp 528,7 miliar atau 35,28% dari total penerimaan pemerintah provinsi di tahun 2010. Adapun penerimaan yang berasal dari PAD ditargetkan sekitar Rp382,7 miliar, yang memberi kontribusi mencapai 25,5% terhadap total penerimaan. Sedangkan pos dana perimbangan yang berasal dari DAU ditargetkan menyumbang penerimaan sekitar 22,6%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
35
4.2.1. Realisasi Penerimaan Realisasi penerimaan pemerintah provinsi Kepulauan Riau selama triwulan I-2010 diperkirakan sebesar Rp 480 miliar atau 32,02% dari target penerimaan tahun 2010 sebesar Rp 1,489 triliun. Pencapaian ini cukup baik jika dibandingkan persentase penerimaan di triwulan I-2009 yakni sebesar 24,9%. Penerimaan pada triwulan I-2010 dari sisi PAD sebagian besar bersumber dari realisasi penerimaan pajak daerah yang diestimasi sebesar Rp 116,4 miliar atau 30,4% dari target penerimaan pajak tahun 2010. Penerimaan pajak daerah tersebut bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB). Realisasi di periode ini lebih baik jika dibandingkan triwulan I-2009 yang baru tercapai sebesar 23,7%. Tabel 4.3. Perkembangan Realisasi Penerimaan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Realisasi Bulan Berjalan JENIS PENERIMAAN
TARGET TA. 2010
Januari
Februari
Total Realisasi Tw.I‐2010
Maret
(Rp)
(Rp)
Tw.I‐2009 (%)
(%)
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daera h Retribus i Da era h ‐ Retribusi Jas a Umum ‐ Retribusi Jas a Us aha ‐ Retribusi Peri zinan Tertentu Has i l Pengel.Kekayaa n Da era h ydp Lai n‐l ain Penda pata n As li Da erah TOTAL PAD
382,664,083,000 1,677,500,000 136,500,000 1,516,000,000 25,000,000 714,000,000 15,828,508,000 400,884,091,000
39,291,743,005 97,951,776 2,563,000 95,388,776 ‐ ‐ 1,038,659,775 40,428,354,556
33,956,126,975 97,321,750 6,667,500 82,904,250 7,750,000 ‐ 673,045,488 34,726,494,213
43,109,551,355 133,225,175 2,820,500 124,904,675 5,500,000 ‐ 1,734,872,223 44,977,648,753
116,357,421,335 328,498,701 12,051,000 303,197,701 13,250,000 ‐ 3,446,577,485 120,132,497,521
30.41% 19.58% 8.83% 20.00% 53.00% 0.00% 21.77% 29.97%
23.67% 20.89% 24.16% 16.14% 0.00% 0.00% 26.70% 23.70%
204,832,837,000 103,950,000,000 27,105,868,000 73,776,969,000 528,715,569,000 338,972,091,000 4,558,900,000 1,077,079,397,000
925,973,104 167,415,389 758,557,715 ‐ ‐ 51,693,640,000 ‐ 52,619,613,104
1,489,111,213 302,263,820 1,186,847,393 ‐ 75,659,589,973 25,846,820,000 ‐ 102,995,521,186
21,215,246,305 340,665,301 2,234,445,011 18,640,135,993 136,572,923,636 25,846,820,000 ‐ 183,634,989,941
23,630,330,622 810,344,510 4,179,850,119 18,640,135,993 212,232,513,609 103,387,280,000 ‐ 339,250,124,231
11.54% 0.78% 15.42% 25.27% 40.14% 30.50%
12.91% 8.82% 9.08% 0.00% 24.69% 33.33%
31.50%
25.32%
20,718,151,000
100.00%
‐
480,100,772,752
32.03%
24.90%
2. DANA PERIMBANGAN Bagi Has il Pajak / Buka n Pajak ‐ Bagi Has il Pajak ‐ Bagi Has il Bukan Pajak ‐ Pa jak Penghas ila n Orang Pribadi Bagi Has il Buka n Pajak Dana Al okas i Umum Dana Al okas i Khus us TOTAL DANA PERIMBANGAN 3. LAIN ‐ LAIN PENDAPATAN YANG SAH Penda pata n Hibah dari Pemerintah 20,718,151,000 ‐ TOTAL PENERIMAAN DAERAH
20,718,151,000 ‐
1,498,681,639,000 93,047,967,660 158,440,166,399 228,612,638,694
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah *) berdasarkan informasi terakhir tanggal 29 April 2010
Adapun pada pos dana perimbangan, sumbangan penerimaan terbesar dihasilkan dari realisasi dana bagi hasil (DBH) bukan pajak atas pengelolaan/pemanfaatan sumber daya alam sektor perikanan dan sektor Migas yang diperkirakan mencapai Rp 212,2 miliar atau 40,1% target 2010. Tingkat realisasi ini jauh lebih besar dibanding kondisi di periode yang sama tahun 2009 yang baru terealisasi sekitar 24,7%. Tingginya penerimaan DBH tersebut dapat dijadikan pemerintah sebagai sumber dana untuk mengoptimalkan pembangunan di wilayahnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
36
4.2.2. Realisasi Belanja Sementara itu, penyerapan anggaran belanja oleh Pemerintah Provinsi pada triwulan I-2010 masih belum optimal, namun masih lebih baik dibanding kondisi pencapaian di tahun 2009. Total pengeluaran pemerintah di periode berjalan diperkirakan sekitar Rp 284,2 miliar, atau baru teralisasi sebesar 15,5% dari target pengeluaran APBD TA.2010 yang ditetapkan sebesar Rp 1,83 triliun. Dari total pengeluaran tersebut, penyerapan anggaran pada pos Belanja Tidak Langsung diperkirakan sebesar Rp 120 milyar, atau 22,5% dari target 2010. Sedangkan tingkat penyerapan pada pos Belanja Langsung tercatat lebih rendah, yakni hanya 12,7% dari yang ditargetkan. Tabel 4.4. Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Realisasi Bulan Berjalan JENIS PENGELUARAN/BELANJA
TARGET TA. 2010
Januari
Februari
Total Realisasi Tw.I‐2010
Maret
(Rp)
(Rp)
Tw.I‐2009 (%)
(%)
1. BELANJA TIDAK LANGSUNG ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Belanja Pegawai 175,410,121,045 Belanja Subsidi 10,000,000,000 Belanja Hibah 107,950,000,000 Belanja Bantuan Sosial 79,832,000,000 Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Ka 149,766,790,000 Belanja Bantuan Keuangan 8,500,000,000 Belanja Tidak Terduga 2,000,000,000 TOTAL BELANJA TIDAK LANGSUNG 533,458,911,045
5,334,435,171 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 5,334,435,171
20,564,016,367 ‐ 23,750,000,000 809,000,000 ‐ ‐ ‐ 45,123,016,367
35,928,966,088 ‐ 24,512,500,000 9,145,850,000 ‐ ‐ ‐ 69,587,316,088
61,827,417,626 ‐ 48,262,500,000 9,954,850,000 ‐ ‐ ‐ 120,044,767,626
35.25% ‐ 44.71% 12.47% 0.00% 0.00% 0.00% 22.50%
14.74% ‐ 13.37% 16.89% 4.70% 50.00% 0.00% 11.57%
55,950,000 2,635,368,406 ‐ 2,691,318,406
4,608,280,000 16,734,925,273 12,637,144,783 33,980,350,056
13,675,512,820 45,195,486,660 68,624,114,816 127,495,114,296
18,339,742,820 64,565,780,339 81,261,259,599 164,166,782,758
10.09% 18.17% 10.70% 12.66%
5.71% 9.37% 5.53% 6.76%
1,830,000,000,000 8,025,753,577 79,103,366,423 197,082,430,384
284,211,550,384
15.53%
8.00%
2. BELANJA LANGSUNG ‐ Belanja Pegawai ‐ Belanja Barang dan Jasa ‐ Belanja Modal TOTAL BELANJA LANGSUNG TOTAL BELANJA DAERAH
181,774,685,598 355,279,279,929 759,487,123,428 1,296,541,088,955
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah *) berdasarkan informasi terakhir tanggal 29 April 2010
Sebagian besar APBD provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 dikeluarkan untuk pembayaran biaya operasional rutin, terutama gaji pegawai. Sedangkan pengeluaran modal serta barang dan jasa (investasi) masih tergolong rendah. Namun demikian, komitmen pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat kecil dan pemberantasan kemiskinan ditunjukkan dengan teralisasinya anggaran bantuan social dan hibal dalam jumlah yang cukup besar. Tingkat realisasi belanja pada triwulan I-2010 secara umum lebih tinggi dibanding kondisi triwulan I-2009. Hal tersebut tidak terlepas dari besarnya dropping dana bagi hasil bukan pajak dari pemerintah pusat.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
37
Sudah menjadi kondisi normal bagi daerah dalam hal penyerapan anggaran yang masih rendah pada periode awal tahun. Hal ini disebabkan sebagian besar proyek-proyek pembangunan masih dalam tahap tender. Dibutuhkan upaya yang lebih keras bagi pemerintah daerah untuk merealisasikan anggaran belanja sesuai dengan rambu-rambuy yang ditetapkan. Terlebih disebabkan tingginya komitmen pemerintahan saat ini untuk memberantas praktek korupsi dan penyalahgunaan anggaran negara.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
38
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Bank Indonesia dalam menjalankan fungsi sistem pembayaran senantiasa menjaga aspek keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diwujudkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut clean money policy. Sebagaimana tren pada awal triwulan, perkembangan transaksi sistem pembayaran di Kepulauan Riau mengalami penurunan baik jumlah aliran uang masuk dan keluar maupun jumlah transaksi pembayaran melalui kliring dan Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
5.1
TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
5.1.1 Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar Perkembangan aliran uang kartal di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan I-2010 mengalami penurunan baik inflow maupun outflow. Inflow di wilayah kerja KBI Batam turun sebesar 70,08% (y-o-y) dan 338,12% (q-t-q) menjadi Rp 49,50 milyar, sementara outflow di wilayah kerja KBI Batam turun sebesar 12,21% (y-o-y) dan 67,08% (q-t-q) menjadi Rp 511,49 milyar. Penurunan inflow dan outflow pada triwulan pertama merupakan siklus musiman yang biasa terjadi di setiap awal tahun. KBI Batam memiliki karateristik net ouflow di mana outflow lebih besar daripada inflow. Secara tahunan net outflow pada triwulan laporan mengalami kenaikan sebesar 10,73% (y-o-y). Sementara itu, secara triwulanan net outflow mengalami penurunan sebesar 38,04% (q-t-q) menjadi Rp 461,99 milyar. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Kepulauan Riau 1800 1600 1400 1200
Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Batam Rp miliar
Inflow (Rp milyar)
80
Outflow (Rp milyar)
70
Net
60
1000
50
800
40
600
30
400
20
200
10
0
0
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV TW I 2007
2008
Sumber : Bank Indonesia Batam
2009
2010
Tw. I
Tw. II
Tw. III Tw. IV
Tw. I
Tw. II
2008
Tw. III Tw. IV
2009
Tw. I 2010
Sumber : Bank Indonesia Batam
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
39
5.1.2 Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Bank Indonesia senantiasa menjaga kualitas uang kartal yang layak edar dengan menerapkan clean money policy yaitu dengan melakukan pemusnahan atau pemberian tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar. Selama triwulan I2010, KBI Batam telah melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 3,56 juta lembar atau Rp 49 Milyar, turun sebesar 30,75%. Berdasarkan denominasi yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp 1.000, Rp 5.000, Rp 20.000, Rp 10.000, dan Rp 50.000 masing-masing sebesar 31,89%, 19,61%, 17,22%, 16,34%, dan 13,39%.
5.1.3
Uang Palsu Selama triwulan I-2010, uang palsu yang ditemukan oleh Kantor Bank Indonesia
Batam relatif sedikit, yakni sebanyak 25 lembar atau secara nominal sebesar Rp 1,45 juta. Uang kertas pecahan Rp 50.000 merupakan pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan yaitu sebesar 60% dari total lembaran uang palsu yang ditemukan. Untuk menekan jumlah peredaran uang palsu, KBI Batam senantiasa melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah, serta melalui iklan layanan masyarakat di ruang publik.
5.2
TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
5.2.1 Kliring Lokal Selama triwulan I-2010, transaksi pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah kerja KBI Batam, baik secara volume maupun nominal mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume transaksi kliring pada triwulan I-2010 adalah sebanyak 107.252 warkat atau turun sebesar 3,3% (q-t-q) namun secara tahunan naik sebesar 5,49% (y-o-y), sementara secara nominal sekitar Rp 2,03 triliun atau turun sebesar 8,38% dan secara tahunan turun sebesar 21,96% (y-o-y). Penurunan jumlah transaksi kliring juga diikuti dengan penurunan jumlah tolakan cek dan BG selama triwulan laporan menjadi sebanyak 2.607 warkat atau turun sebesar 10,63% (q-t-q) namun secara tahunan naik sebesar 43,87%, sementara secara nominal mengalami penurunan sebesar 25,68% menjadi Rp 65 milyar, namun secara tahunan meningkat 14,59%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
40
Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi Non Tunai Keterangan
2008 Tw.2 Tw.3
Tw.1
Tw.4
Tw.1
2009 Tw.2 Tw.3
2010 Tw.1
Tw.4
Pertumbuhan (%) qtq yoy
Perputaran Kliring Volume (Lembar)
104.027 108.574 111.429 102.838 101.670 105.943
Nominal (Rp miliar)
2.456
2.719
2.964
2.742
2.597
Volume (Lembar)
1.873
1.770
1.986
2.160
1.812
Nominal (Rp miliar)
47,16
71,27
49,34
56,80
57
107.009 110.917 107.252
2.549
-3,30
5,49
-8,38
-21,96
2.677
2.212
2.027
2.036
2.923
2.917
2.607
-10,63
43,87
56
72
88
65
-25,68
14,59
Penolakan Cek/BG Kosong
Sumber : Bank Indonesia Batam
5.2.2
Real Time Gross Settlement (RTGS) Transaksi masyarakat melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-
RTGS) di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar masih terjadi di Kota Batam. Transaksi BIRTGS keluar dari Kota Batam selama triwulan I-2010 tercatat sebesar Rp 4,74 triliun atau 86,64% dari seluruh transaksi BI-RTGS dari Provinsi Kepulauan Riau ke wilayah lainnya di Indonesia. Sedangkan transaksi RTGS dari Kabupaten Tanjung Balai Karimun dan Kota Tanjung Pinang masing-masing tercatat sebesar Rp 380,53 milyar dan Rp 350,53 milyar. Sementara itu, transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Batam selama triwulan I-2010 tercatat sebesar Rp 8,01 triliun atau 88,98% dari seluruh transaksi BI-RTGS yang masuk ke Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Tanjung Pinang tercatat sebesar Rp 614,24 milyar. Transaksi BI-RTGS yang masuk ke Tanjung Balai Karimun dan Kabupaten Natuna masing-masing tercatat sebesar Rp 333,31 milyar dan Rp 45,07 milyar.
Tabel 5.2. Transaksi RTGS di Kepulauan Riau Triwulan I-2010 FROM Re gion
FROM - TO
Nilai Volum e
(Miliar Rp) BATAM
TO
Nilai
(M iliar Rp)
Nilai Volum e
Volum e
(M iliar Rp)
4.740,12
7.497,00
8.011,18
13.915,00
3.403,31
-
-
45,07
96,00
-
-
TANJUNG BALAI
380,53
1.949,00
333,31
996,00
30,79
66,00
TANJUNGPINANG
350,53
880,00
614,24
1.080,00
156,45
472,00
NATUNA
4.245,00
Sumber : Bank Indonesia Batam
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
41
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Pada triwulan I-2010, kondisi ketenagakerjaan di Kepulauan Riau menuju arah yang semakin membaik. Peningkatan penyerapan tenaga kerja terjadi karena pemulihan kondisi perekonomian serta meningkatnya permintaan barang yang mendorong industri dan pelaku usaha untuk mengoptimalkan kapasitas produksinya dengan merekrut tenaga kerja baru. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat juga mulai menunjukkan pemulihan ditunjukkan dengan perkembangan indeks nilai tukar petani yang bergerak ke arah yang diharapkan.
6.1
KETENAGAKERJAAN
6.1.1 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan data hasil registrasi Disnaker Kota Batam pada bulan Maret 2010, tercatat jumlah tenaga kerja di Kota Batam telah mengalami sedikit peningkatan, dari 265.431 orang Desember 2009 menjadi 268.109 orang bulan Maret 2010 atau meningkat sebesar 1,01%. Jumlah tenaga kerja terdaftar tersebut diatas belum termasuk penduduk yang bekerja disektor informal dan pemerintahan. Peningkatan secara total jumlah tenaga kerja pada bulan Maret 2010 dibanding keadaan Desember 2009, terutama disebabkan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa, yaitu dari masing-masing sebanyak 26.485 orang, 24.512 orang dan 30.142 orang keadaan Desember 2009 menjadi 27.446 orang, 25.381 orang dan 32.524 orang pada bulan Maret 2010 atau masing-masing meningkat sebesar 3,63%, 3,55% dan 7,90%. Sementara itu, sektor industri yang merupakan sektor andalan utama dalam struktur perekonomian maupun penyerapan tenaga kerja di daerah ini sebaliknya jumlah tenaga kerjanya sedikit menurun, yaitu dari 158.327 orang Desember 2009 menjadi 157.118 orang keadaan Maret 2010 atau menurun sebesar 0,76%. Mulai pulihnya perekonomian global pasca krisis ekonomi yang terjadi sejak awal Oktober 2008, diharapkan akan berdampak positif terhadap peningkatan permintaan produk unggulan daerah ini dari sektor industri yang berorientasi ekspor. Dengan demikian diharapkan pula sektor industri akan kembali meningkat dalam penyerapan tenaga kerjanya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
42
Tabel 6.1. Jumlah Tenaga Kerja di Kota Batam Berdasarkan Sektor Ekonomi Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Listrik, Gas & Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa – Jasa J u m l a h
WNI L P 1.454 147 32 324 69.186 85.240 558 99 21.699 5.590 16.796 7.837 2.512 561 9.612 9.055 14.526 17.825 136.667 126.386
WNA L P 1.112 ‐ 27 1 2.526 166 5 ‐ 157 ‐ 725 23 13 1 3 124 106 67 4.795 261
Jumlah 2.713 384 157.118 662 27.446 25.381 3.087 18.794 32.524 268.109
Sumber: Disnaker Kota Batam
6.1.2
Jumlah Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi Dari 268.109 orang pekerja keadaan Maret 2010 yang tersebar pada 4.102
perusahaan, sebagian besar (58,60 %) bekerja pada sektor industri atau berjumlah 157.118 orang. Kemudian ditempat kedua sampai dengan kelima terbanyak diikuti pekerja yang bekerja pada sektor jasa-jasa, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, masing-masing sebanyak 32.524 orang (12,13 %), 27.446 orang (10,24 %), 25.381 orang (9,47 %), dan 18.794 orang (7,01 %).
6.1.3
Jumlah Tenaga Kerja Menurut Jenis Kelamin Jika dilihat menurut jenis kelamin, jumlah tenaga kerja laki-laki keadaan Maret 2010
di daerah ini mencapai sebanyak 141.462 orang atau 52,76 persen dari total seluruh pekerja. Sedangkan jumlah tenaga kerja perempuan sebanyak 126.647 orang (47,24 %). Dalam hal ini sebanyak 85.406 orang atau 67,44 persen dari pekerja perempuan tersebut bekerja pada sektor industri.
6.1.4 Jumlah Tenaga Kerja Menurut Kewarganegaraan Selanjutnya jika dilihat menurut kewarganegaraan, ternyata pekerja asing (WNA) yang bekerja di daerah ini keadaan Maret 2010 tercatat sebanyak 5.056 orang atau 1,89 persen dari total seluruh pekerja. Jika dilihat menurut sektor ekonomi, sebagian besar atau 53,24 persen diantaranya pekerja asing (WNA) bekerja pada sektor industri atau berjumlah 2.692 orang.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
43
6.1.5
Perkembangan Upah Minimum Kota (UMK) Batam Upah minimum pekerja di Kota Batam terus mengalami peningkatan setiap tahunnya,
namum besarannya belum setara dengan kebutuhan hidup layak (KHL) sesuai dengan yang diamanahkan dalam keputusan Menaker. Jika pada tahun 2008 UMK daerah ini sebesar Rp.860.000,-, maka pada tahun 2009 dan 2010 masing-masing menjadi Rp.1.045.000,- dan Rp.1.110.000,- atau meningkat sebesar 8,85 persen dan 6,22 persen.
6.2
KESEJAHTERAAN Setelah mengalami perlambatan selama tahun 2009 pasca krisis keuangan, tingkat
kesejahteraan masyarakat Kepulauan Riau pada triwulan I-2010 menunjukkan pemulihan. Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani yang mengalami kenaikan menjadi 99,43 pada Februari 2010 dibandingkan bulan sebelumnya yang sempat jatuh ke angka 99,11. NTP merupakan pengukur kemampuan tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. Tren kenaikan pada Indeks NTP ini cukup mencerminkan adanya pemulihan daya beli masyarakat di awal tahun 2010 secara umum.
Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
44
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
Konsensus para ekonom dunia semakin memastikan adanya recovery global yang berlangsung lebih cepat dari perkiraan. Di satu sisi kondisi ini memicu kekhawatiran akan diterapkannya exit policy kebijakan fiskal dan moneter secara serentak sehingga justru menimbulkan shock di sektor riil dan keuangan yang pada akhirnya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dunia. Seluruh negara telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonominya di tahun 2010 menjadi jauh lebih atraktif. Termasuk pemerintah Indonesia yang merevisi angka proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2010 dari 5,5% menjadi 5,8%. Keyakinan pemerintah dalam menghadapi kondisi perekonomian ke depan tergambar secara jelas dari asumsi makroekonomi yang ditetapkan. Tabel 7.1. Asumsi Makroekonomi Indonesia Tahun 2010 & 2011
2010* RPJMN**
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia
Pertumbuhan Ekonomi (%)
5.8
6.2
6.3
Inflasi (%)
5.3
6
5.9
Tingkat Bunga SBI 3 bulan (%)
6.5
7.5
7.3
9,200
9,750
9,750
80
70
83
965,000
970,000
960,000
Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) ICP (US$/barel) Lifting (barel/hari)
Year over Year
2011***
Sumber : Kementrian Keuangan, DPR, dan RPJMN (Apr-2010) Keterangan: * Kesepakatan sementara pemerintah dan DPR ** RPJMN 2011 *** Pagu indikatif
World Output United States Euro Area Japan United Kingdom China India ASEAN‐5 *) Singapore Hongkong Middle East Indonesia
2008 3.0 0.4 0.6 ‐1.2 0.5 9.6 7.3 4.7 1.1 2.4 5.1 6.1
2009 ‐0.6 ‐2.4 ‐4.1 ‐5.2 ‐4.9 8.7 5.7 1.7 ‐2.0 ‐2.7 2.4 4.5
Latest Projections 2010 2011 4.2 4.3 3.1 2.6 1.0 1.5 1.9 2.0 1.3 2.5 10.0 9.9 8.8 8.4 5.4 5.6 8.9 6.8 5.0 4.4 4.5 4.8 6.0 6.2
Year on Year Q4 over Q4 Estimates Projections 2009 2010 2011 1.7 3.9 4.5 0.1 2.8 2.4 ‐2.2 1.2 1.8 ‐1.4 1.6 2.3 ‐3.1 2.3 2.6 10.7 9.4 10.1 6.0 10.9 8.2 5.0 4.2 6.2 4.0 2.6 ‐ ‐ ‐ ‐ 5.4
Q1 over Q1 Estimates 2010 4.5 5.6 ‐ 3.8 1.8 11.9 8.2 6.2 13.1 9.5 ‐ 6.0**
Sumber : IMF, MAS, BI dan BPS (Apr-2010) Keterangan: *Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand dan Vietnam **Proyeksi BPS mendekati 6%
Asesmen IMF terhadap ekonomi Indonesia juga relatif tidak berbeda, bahkan cenderung lebih optimis khususnya di tahun 2010 yang memprediksi Indonesia mampu tumbuh 6,0%. Di samping angka pertumbuhan GDP, pemerintah juga mengasumsikan adanya stabilitas nilai tukar disertai tingkat suku bunga yang bertahan dari level BI Rate pada saat ini sebesar 6,5%. Dengan kondisi ini diharapkan penurunan suku bunga perbankan akan berlanjut sehingga dapat lebih menggerakkan sektor riil dan meningkatkan daya saing industri Indonesia. Perekonomian Kepulauan Riau menunjukkan tingkat resiliensi yang tinggi dalam merespon pemulihan ekonomi global. Hal ini disebabkan dominasi industri manufaktur asing (PMA) yang sebagian besar berorientasi re-ekspor dalam struktur perekonomian regional. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
45
Pemulihan daya beli global mendorong kenaikan permintaan di negara-negara prinsipal perusahaan yang berdomisili di Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2010 yang dialami beberapa negara seperti Singapura, Hongkong, Amerika, dan Jepang akan lebih berdampak positif terhadap kinerja sektor industri pengolahan Kepulauan Riau yang diprakirakan tumbuh 10,01% di triwulan I2010. Pengaruhnya akan konvergen dengan kinerja ekspor yang diprediksi semakin tumbuh membaik di triwulan II-2010. Insentif ekspor antara lain ditandai dengan mulai disosialisaikannya revisi tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk kawasan perdagangan bebas (free trade zone) Batam, Bintan, Karimun (BBK) kepada pengusaha dan instansi terkait. Kebijakan baru ini lebih spesifik dan lebih memudahkan pengusaha dalam hal pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke kawasan perdagangan bebas (FTZ-BBK), dimana salah satunya berupa sistem masterlist yang lebih fleksibel. Sebaliknya, impor bahan baku akan cenderung menurun menunggu jadwal pemesanan inventory (restocking) berikutnya. Sementara itu laju inflasi cenderung fluktuatif. Pada bulan April 2010 diprediksi menurun dengan peluang deflasi yang cukup besar. Sementara itu, tekanan inflasi di bulan Mei dan Juni 2010 diprakirakan cenderung meningkat dipicu oleh kenaikan tarif air bersih pada awal bulan Mei dan rencana kenaikan tarif listrik mengikuti kebijakan harga gas pemerintah (administered price). Adapun dari aspek distribusi barang (supply) diperkirakan cukup stabil didukung oleh lancarnya arus transportasi laut yang membawa barang kebutuhan, baik domestik maupun dari luar negeri. Grafik 7.1. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Internasional
Sumber : Bloomberg
Grafik 7.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar dan Singapore Dollar
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
46
7.1.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Tingkat pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan II-2010 diprakirakan masih
ekspansif di kisaran 9,38 ± 1% (year-on-year). Di sisi permintaan, laju pertumbuhan ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor dan konsumsi swasta menjelang musim pilkada Gubernur Kepulauan Riau yang direncanakan pada bulan Mei 2010. Penguatan ekspor di triwulan mendatang diduga akan berasal dari naiknya ekspor dari industri galangan kapal (shipyard) dan industri mesin-mesin listrik. Sementara kinerja investasi diprakirakan tumbuh stabil yang diikuti pembenahan berbagai peraturan dan kewenangan di kawasan FTZ Batam-Bintan-Karimun, khususnya terkait dengan arus pemasukan dan pengeluaran barang, serta kelembagaan FTZ yang sejauh ini belum berfungi secara optimal. Adapun kericuhan yang sempat terjadi di Drydocks World Graha pada tanggal 22 April 2010 diperkirakan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap iklim investasi secara umum. Hal ini disebabkan permasalahan yg terjadi bersifat sangat internal, dan upaya tanggap dari Kepolisian, pemerintah daerah serta pemerintah pusat sangat membantu meredam masalah agar tidak meluas. Upaya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah kota Batam serta recovery kondisi internal diharapkan dapat membantu perusahaan agar segera beroperasi kembali secara normal guna menghindari adanya delay pekerjaan yang terlalu lama sehingga dapat berimplikasi pada penundaan jadwal pengiriman. Pada bulan Mei 2010, Drydocks World rencananya akan mengirimkan 1 buah Jack Up Drilling Rigs (L-205 Haven) senilai US$ 200 juta atas pesanan Conoco Phillips Skandinavia AS untuk aktivitas pengeboran di blok eksplorasi milik Master Marine ASA – Norwegia. Jack Up Rig ini merupakan Rig ke-5 yang diselesaikan dari 6 Rig yang dipesan, dimana Rig terakhir juga sedang dalam tahap pengerjaan yang rencananya akan dikirim pada bulan September 2010. Adapun 4 Rig sebelumnya telah diselesaikan di tahun 2009 lalu atas pesanan UMW Standard Drilling yang dioperasikan pada proyek-proyek Petronas di Malaysia. Membaiknya kinerja ekspor tersebut akan sejalan dengan peningkatan kapasitas utiliasi produksi di sektor industri pengolahan secara umum, yang diproyeksikan tumbuh stabil di kisaran 10,09 ± 1%. Di samping sektor industri, sektor-sektor utama lainnya juga diprakirakan akan tumbuh lebih baik di triwulan mendatang. Pertumbuhan sektor bangunan tidak telepas dari adanya proyek-proyek konstruksi besar yang sedang berjalan antara lain pembangunan Kepri Mall, Batam City Condominium (BCC), pusat pemerintahan pulau Dompak, Superblok Grand Quarter, dan beberapa Apartemen baik swasta komersil maupun bersubsidi (rusunawa). Selain itu, peluang meningkatnya kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran cenderung bertumpu pada daya beli masyarakat yang terus membaik serta program Visit Batam 2010. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
47
Grafik 7.3. Perkembangan Impor Beberapa Komoditas Utama
Tabel 7.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau berdasarkan Sektoral & Penggunaan
KOMPONEN PENGGUNAAN ‐ Konsumsi Rumah Tangga ‐ Konsumsi Lembaga Swasta ‐ Konsumsi Pemerintah ‐ Pembentukan Modal Tetap Bruto ‐ Ekspor Barang dan Jasa ‐ Impor Barang dan Jasa
year on year 2009 2010 * TW‐II TW‐I**TW‐II(P)
year over year 2008 2009*
14.82% 17.75% 11.69% 11.07% ‐1.84% 3.57%
# # # # # #
29.66% 4.62% 22.60% 21.93% 3.46% 14.60%
26.89% 16.30% 17.66% 21.02% 4.22% 18.70%
19.03% 13.41% 13.26% 29.38% 6.18% 2.94%
17.37% 23.56% 13.95% 15.14% ‐2.11% 7.59%
SEKTOR EKONOMI ‐ Pertanian ‐ Pertambangan & Penggalian ‐ Industri Pengolahan ‐ Listrik, Gas & Air Bersih ‐ Bangunan ‐ Perdagangan, Hotel & Restoran ‐ Pengangkutan & Komunikasi ‐ Keuangan, Persewaan & Jasa P'an ‐ Jasa‐Jasa PDRB (termasuk migas)
0.11% ‐0.12% 1.28% 1.16% 13.65% 1.53% 5.82% 5.46% 9.12% 2.26%
# # # # # # # # # #
4.57% 1.80% 10.01% 6.93% 12.12% 11.81% 7.04% 5.25% 6.89% 9.34%
3.67% 1.87% 10.09% 2.81% 12.39% 11.99% 6.46% 5.28% 6.32% 9.36%
3.80% ‐2.71% 4.56% 7.94% 34.26% 7.77% 14.44% 9.71% 15.59% 6.65%
1.50% 1.10% 2.38% 2.08% 13.36% 3.84% 6.67% 5.50% 8.44% 3.51%
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau ; Keterangan: * Angka sementara; (P) Proyeksi Kantor Bank Indonesia Batam, Mar-2010
7.2.
Sumber : DSM-BI (SITC)
PROSPEK INFLASI Secara umum, laju inflasi tahun 2010 diperkirakan mengalami tekanan yang lebih
besar dibanding tahun 2009. Kenaikan harga komoditas utama seperti minyak bumi, kelapa sawit dan emas ikut mempengaruhi pergerakan harga di tahun 2010. Aktivitas ekonomi yang mulai pulih di tahun 2010 juga akan mendorong daya beli masyarakat sehingga berpotensi memicu kenaikan harga di level distributor dan pengecer. Memperhatikan hal tersebut, inflasi Kota Batam sampai dengan akhir tahun 2010 diperkirakan sebesar 4±1%. Sementara di kota Tanjung Pinang, tingkat inflasi tahun 2010 diproyeksi sekitar 4,3±1%.
Grafik 7.4. Laju lnflasi Kota Batam
Sumber : BPS Kota Batam Ket: Apr-Des 2010 adalah Proyeksi BI Batam (Jan-2010)
Grafik 7.5. Laju Inflasi Kota Tanjung Pinang
Sumber : BPS Kota Tanjung Pinang Ket: Apr-Des 2010 adalah Proyeksi BI Batam (Jan-2010)
Ditinjau secara triwulan, laju inflasi kota Batam selama triwulan II-2010 diprakirakan relatif menurun di kisaran 0,67±1%, sedangkan selama triwulan I-2010 mengalami inflasi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
48
1,71% (angka kumulatif inflasi bulanan). Sebaliknya, inflasi head secara tahunan diproyeksi justru meningkat dari 2,97% menjadi 4,10±1% (y-o-y). Seperti halnya kota Batam, kota Tanjung Pinang selama triwulan mendatang diprakirakan mengalami penurunan inflasi dibanding triwulan sebelumnya, dari 0,8% menjadi 0,72±1%. Laju head inflation juga diprediksi meningkat dari 1,92% menjadi 3,41±1% (y-o-y). Penurunan level inflasi secara triwulanan dipengaruhi oleh potensi deflasi yang diprakirakan akan terjadi pada bulan April. Asesmen inflasi di triwulan mendatang secara umum didukung oleh situasi perekonomian yang kondusif sehingga tidak terdapat shock permintaan barang, serta faktor distribusi barang kebutuhan dari luar daerah yang semakin lancar memasuki triwulan II-2010. Indikator dini prakiraan curah hujan pada bulan April-Juni 2010 cukup mengkonfirmasi hal tersebut. Selain itu, indikator kecepatan angin dan tinggi signifikan gelombang laut diperairan Selat Malaka dan Laut Natuna juga terus menunjukkan gejala semakin mereda. Kondisi ini diikuti oleh menurunnya frekuensi terjadinya gelombang tinggi (>3 meter) di laut Natuna sehingga mempengaruhi kelancaran pasokan ikan dari wilayah tersebut. Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan di Indonesia Bulan April – Juni 2010 APRIL 2010
MEI 2010
JUNI 2010
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Pemutakhiran April 2010
Indikator dini lainnya berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Batam secara mingguan semakin memperkuat asesmen peluang deflasi yang cukup besar pada bulan April 2010. Hasil SPH sampai dengan minggu ke-4 bulan April 2010 memperlihatkan dominasi penurunan harga komoditas-komoditas penyumbang inflasi terbesar, seperti beras, minyak goreng, buah-buahan, sayuran, dan beberapa jenis ikan. Di lain pihak, potensi meningkatnya tekanan pada inflasi tahunan (head inflation) didorong oleh kelompok core inflation yang dipicu oleh kenaikan harga emas mengikuti tren harga emas di pasar internasional. Sebaliknya, harga gula mulai turun menyusul terdistribusinya pasokan gula pasir yang diimpor oleh PT. Batam Harta Mandiri (BHM) dari Thailand. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
49
Tabel 7.4. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi Penyumbang Inflasi KOMODIT I
MARET 2010 M-I
VOLATILE 1 BERAS 7,250 2 MINYAK GORENG 8,625 6 DAGING AYAM RAS 24,750 7 TELUR AYAM RAS 14,850 8 CABE MERAH 24,000 9 CABE RAWIT 22,000 10 BAWANG MERAH 15,750 13 TOMAT BUAH 8,500 14 WORTEL 7,500 15 KENTANG 6,500 16 KACANG PANJANG 10,000 17 KANGKUNG 6,250 18 BAYAM 6,750 19 SAWI HIJAU 9,000 25 IKAN KEMBUNG/GEMBUNG 22,250 27 IKAN TONGKOL 16,000 28 UDANG BASAH 37,750 CORE 32 GULA PASIR 10,375 33 EMAS PERHIASAN 220,500 36 AIR MINUM KEMASAN 2,000 ADMINISTERED 38 BAHAN BAKAR RUMAH TA 3,000 39 ROKOK KRETEK 9,000
M-II
APRIL 2010
M-III
M-IV
M-V
M-I
7,125 8,625 24,750 15,300 24,000 19,250 12,750 8,750 8,000 6,500 11,000 7,500 7,750 9,750 22,250 17,722 39,500
7,125 8,250 24,750 14,400 24,000 18,750 12,000 8,250 8,000 6,500 9,750 4,000 4,500 10,000 22,250 16,250 39,500
7,125 8,250 24,750 14,400 24,000 16,500 11,250 8,000 7,750 6,750 12,750 4,500 4,500 9,000 22,250 16,250 38,250
7,125 8,250 25,500 14,400 24,000 17,500 12,500 11,000 7,500 6,500 13,750 6,750 7,250 12,250 22,250 16,250 37,250
7,125 8,250 25,500 14,175 24,000 17,375 10,250 8,500 7,375 6,250 10,250 5,750 6,000 10,500 22,250 18,750 36,250
10,250 215,750 2,000
10,250 216,750 2,000
10,250 223,750 2,000
10,250 221,250 2,000
3,000 9,000
3,000 9,000
3,000 9,000
3,000 9,000
M-II
% chg (m-t-m)
M-III
M-IV
7,125 8,250 25,500 14,175 24,000 17,000 10,000 9,250 7,500 6,500 10,000 5,000 5,750 9,000 22,250 18,500 36,250
7,125 8,250 25,500 14,175 24,000 17,000 10,250 8,750 7,375 7,500 7,000 4,250 5,000 6,500 22,250 17,750 37,750
7,125 8,250 25,500 14,175 24,000 17,250 10,250 8,500 7,500 7,000 6,500 4,250 5,500 6,500 22,250 17,750 37,750
-0.3% -1.8% 2.4% -3.4% 0.0% -8.7% -20.7% -1.7% -4.0% 4.0% -26.3% -17.0% -9.6% -18.8% 0.0% 10.3% -3.8%
10,000 221,250 2,000
10,000 223,750 2,000
10,000 230,750 2,000
10,000 228,250 2,000
-2.7% 2.9% 0.0%
3,000 9,000
3,000 9,000
3,000 9,000
3,000 9,000
0.0% 0.0%
Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) Kota Batam Ket. : Berdasarkan harga rata-rata 4 pedagang di pasar tradisional Aviari dan Sagulung
Sementara itu, kenaikan head inflation kota Batam pada bulan Mei 2010 akan dipicu oleh kenaikan tarif air bersih sejak 1 Mei 2010. Sedangkan di bulan Juni, potensi inflasi diduga dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat akan rencana kenaikan tarif dasar listrik ratarata 10% sejak bulan Juli 2010. Kenaikan tarif air rata-rata sebesar 18% diprakirakan akan berkontribusi mendorong inflasi sekitar 0,27%. Adapun kenaikan tarif air oleh PT. Adhya Tirta Batam (ATB) dimaksudkan untuk investasi guna mengantisipasi terjadinya defisit air seperti pada tahun 2008. Investasi pembangunan Water Treatment Plan (WTP) di tahun 2010 ini direncanakan sebesar Rp 137 miliar dan di tahun 2011 sebesar Rp 120 miliar. Di lain pihak, kenaikan harga gas untuk industri yang ditetapkan pemerintah sebesar 15% terhitung 1 April 2010 mengikuti kenaikan harga gas dunia, maka tarif listrik di Batam juga diperkirakan akan segera mengalami penyesuaian. Hal ini mengingat komposisi pembangkit listrik yang berbahan bakar Gas mencapai 75% dari total pembangkit. Selain itu kontrak pembelian gas dari PGN yang bersifat firm hanya sekitar 13 MMBTU atau 25% dari jumlah gas yang dipasok, sedangkan sisanya merupakan kontrak interruptable. Kenaikan tarif listrik jika diasumsikan rata-rata sebesar 10% sebagaimana isyarat persetujuan kenaikan tarif oleh DPR, diperkirakan dapat menambah tekanan inflasi sekitar 0,31%. Adapun berlangsungnya pilkada Gubernur pada bulan Mei 2010 diperkirakan tidak berpengaruh signifikan terhadap pembentukan inflasi secara umum. Kenaikan harga secara relatif diperkirakan terjadi pada kelompok barang sandang serta kelompok makanan jadi, minuman dalam kemasan dan rokok. Situasi selama masa kampanye juga sangat kondusif sehingga tidak berpotensi menimbulkan shock harga.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2010
50