BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1.
KONDISI UMUM Mementum pemulihan ekonomi makro regional Kepulauan Riau diperkirakan terjadi
pada triwulan ini. Laju penurunan nilai tambah ekonomi (PDRB) semakin melandai di level 0,20%, dimana pada triwulan III masih mengalami kontraksi 0,43% (y-o-y). Hasil estimasi sementara Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut searah dengan proyeksi Bank Indonesia Batam di kisaran -0,39% s/d 0,26%. Faktor pendorong di sisi permintaan berasal dari kenaikan konsumsi, terutama pada golongan rumah tangga sehubungan dengan musim liburan sekolah dan perayaan Idul Fitri. Penguatan ekspor juga mulai terlihat dengan adanya ekspansi permintaan global, namun menjadi kurang optimal akibat buruknya sistem administrasi Free Trade Zone (FTZ) yang menjadi keluhan sebagian besar pelaku industri di kota Batam. Pengaruhnya di sisi produksi terlihat jelas pada kinerja sektor Industri Pengolahan yang diestimasi turun 3,15% (y-o-y), semakin melambat dibanding triwulan sebelumnya. Distorsi pemulihan ekonomi juga berasal dari kebijakan tarif listrik yang membuat aktivitas sektor perhotelan terus menurun di tengah lemahnya daya beli masyarakat dan tingkat persaingan bisnis yang semakin tinggi. Penguatan di sisi penawaran baru terbatas pada sektor Perdagangan dan Pertanian yang mulai tumbuh positif didorong oleh tingginya konsumsi masyarakat selama triwulan berjalan. Grafik 1.1. Struktur Perekonomian Kepulauan Riau
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan (yoy) 2008
2008
2009
I
II
III
IV
I
II*
III**
23.04% 16.74% 18.06% 26.50% 7.07% 12.95%
17.48% 11.26% 13.30% 34.38% 5.88% 15.59%
18.59% 11.94% 9.15% 31.22% 0.60% 23.46%
17.45% 13.91% 13.01% 25.72% -1.39% 19.57%
11.42% 30.78% 7.11% 16.31% -5.50% 16.42%
18.34% 17.75% 11.69% 11.07% -5.62% 3.57%
22.53% 24.18% 21.20% 13.48% -6.46% 3.69%
8.37% -1.89% 5.56% 13.49% 45.93% 10.52% 18.56% 11.69% 20.57%
5.78% 2.18% -0.72% 3.80% -0.12% -0.29% 0.23% -2.99% -2.85% -3.09% -2.71% -1.29% -1.04% -0.33% 6.35% 4.67% 1.78% 4.56% -2.66% -2.94% -3.15% 12.34% 5.12% 1.65% 7.94% 0.23% 1.16% 2.45% 42.58% 28.52% 24.03% 34.26% 14.81% 13.65% 13.61% 10.37% 8.36% 2.21% 7.77% -0.87% -0.38% 0.73% 16.34% 13.84% 9.64% 14.44% 5.71% 5.40% 6.91% 10.69% 9.59% 7.10% 9.71% 6.12% 5.46% 4.56% 17.47% 14.77% 10.36% 15.59% 8.29% 9.12% 8.66%
KOMPONEN PENGGUNAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa
19.03% 13.41% 13.26% 29.38% 2.94% 18.01%
SEKTOR EKONOMI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa P'an Jasa-Jasa PDRB
8.63%
8.60%
6.52%
3.05%
6.65%
-0.35%
-0.43%
-0.20%
Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
8
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Kepri. &Singapura (y-o-y)
Grafik 1.3. Perkembangan Kurs IDR terhadap USD dan SGD
Sumber : BPS Kepulauan Riau & MTI Singapore (diolah) *) Angka Sementara
1.2.
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
SISI PERMINTAAN
1.2.1. Konsumsi Tingginya
pertumbuhan
Konsumsi
-
sebagai
faktor
dominan
pendorong
pertumbuhan di sisi permintaan - sebagian besar dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar Rupiah, rendahnya tingkat inflasi, serta kenaikan pola konsumsi masyarakat menjelang perayaan Idul Fitri. Selain itu, kecenderungan harga komoditas yang meningkat berperan cukup penting dalam mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga hingga mencapai 22,53%. Pertumbuhan konsumsi pemerintah juga semakin berakselerasi akibat besarnya angka realisasi belanja menjelang akhir tahun anggaran. Grafik 1.4. Perkembangan Harga Minyak & Gas Dunia
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.5. Perkembangan Impor Komoditas Konsumsi
Sumber : Bloomberg
Penguatan nilai tukar mempengaruhi peningkatan impor barang-barang konsumsi masyarakat, antara lain daging-dagingan, ikan, udang, susu, buah-buahan, sayuran, susu dan minuman dalam kemasan. Impor produk minuman tercatat mengalami peningkatan signifikan dengan rata-rata mencapai 97% dibanding periode triwulan II 2009. Kenaikan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
9
permintaan masyarakat terhadap produk makanan terutama daging, memberi pengaruh positif pada harga yang diterima petani di sub-sektor peternakan. Hasilnya, indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di bulan Juli dan Agustus 2009 mengalami kenaikan dibanding 3 bulan sebelumnya. Grafik 1.6. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP)
Grafik 1.7. Pendaftaran Kendaraan Bermotor Baru
`
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah (diolah)
Kondisi serupa juga terlihat pada indikator konsumsi non makanan seperti pendaftaran kendaraan bermotor baru dan realisasi pengadaan semen di Kepulauan Riau. Meski masih tumbuh negatif, namun tren pembalikan sangat terlihat pada permintaan kendaraan bermotor baru, baik untuk jenis roda 2 maupun roda 4. Tingkat pertumbuhan kendaraan yang masih negatif dikonfirmasi oleh turunnya pertumbuhan kredit konsumsi perbankan yang pada posisi September hanya tumbuh 19,4%. Adapun hampir 40% dari total kredit konsumsi perbankan disalurkan untuk pembelian kendaraan bermotor. Grafik 1.8. Realisasi Pengadaan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.9. Kredit Konsumsi Perbankan Kepri.
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
10
1.2.2. Investasi Indikator investasi memperlihatkan pergerakan positif. Pertumbuhan investasi fisik PMTB di triwulan III relatif meningkat dibanding triwulan sebelumnya, dari 11,1% (angka revisi) menjadi 13,5%. Sebagaimana perkiraan di triwulan II 2009, peningkatan investasi dipengaruhi oleh banyaknya proyek konstruksi yang sedang berjalan – seperti pembangunan Hotel Harmony One, Grand Quarter (Integrated Condominium, Hotel, Supermarket), Kepri Mall, Mall Harbour Bay, Batam City Condominium, Apartemen Harris, Kantor Pemerintahan di Pulau Dompak, Water Treatment Plan (WTP) Duriangkang III oleh perusahaan air minum PT. Adhya Tirta Batam, serta pengerjaan proyek-proyek properti residensial. Kondisi ini diharapkan menjadi optimisme awal pelaku usaha terhadap kondisi perekonomian ke depan. Grafik 1.10. Perkembangan Investasi PMTB
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Peningkatan ini terkonfirmasi dari naiknya impor barang modal (capital goods) yang masuk ke wilayah kepabeanan Kepulauan Riau. Adapun indikator pembiayaan kredit investasi perbankan yang masih melambat menunjukkan bahwa pembiayaan proyek-proyek konstruksi tersebut bukan berasal dari perbankan lokal, melainkan dari kantor regional/pusat maupun luar negeri. Outstanding kredit investasi di posisi September tercatat sebesar Rp 2,52 triliun atau tumbuh 8,15% dibanding posisi yang sama tahun 2008, turun dibanding posisi triwulan II (Juni 2009) yang mengalami pertumbuhan sebesar 8,73%. Grafik 1.11. Perkembangan Impor Capital Goods
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.12. Kredit Investasi Perbankan Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
11
1.2.3. Ekspor-Impor Proses recovery yang sedang berlangsung di negara-negara mitra dagang utama belum memberi dampak yang signifikan pada kinerja ekspor di periode ini. Ekspor masih mencatat perlambatan yang cukup besar, diperkirakan mencapai 6,46%. Berdasarkan informasi yang diperoleh secara langsung dari pelaku industri, sulitnya administrasi barang masuk melalui pelabuhan FTZ diklaim sebagai salah satu penyebab yang mengakibatkan tertundanya proses produksi. Hal tersebut akhirnya berimbas pada pengiriman barang kepada pembeli di luar negeri juga menjadi tertunda, sebagaimana tercermin dari penurunan volume bongkar-muat peti kemas untuk tujuan internasional selama bulan Juli dan Agustus 2009 melalui pelabuhan FTZ, yakni pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil. Grafik 1.13. Pertumbuhan Ekspor dan Impor (y-o-y)
Grafik 1.14. Aktivitas Peti Kemas (Kontainer) Internasional
Periode Krisis
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil
Dilihat dari volume perdagangan, kinerja ekspor di triwulan ini dipengaruhi oleh kenaikan relatif pada ekspor barang-barang mesin elektrik, barang logam (besi dan baja), serta elektronik. Sebagaimana dipaparkan pada kajian periode sebelumnya, adanya tren kenaikan ekspor barang elektronik di Singapura diduga berpengaruh positif pada perkembangan ekspor elektronik Kepulauan Riau di triwulan berjalan. Adapun ekspor barang perlengkapan transportasi yang sebagian besar merupakan komponen pendukung industri galangan kapal belum sepenuhnya pulih seperti kondisi sebelum krisis. Grafik 1.15. Perkembangan Volume Produk Ekspor Utama
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Produk Impor Utama
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
12
Grafik 1.17. Perkembangan Volume Ekspor Ke Negara G3
Grafik 1.18. Perkembangan Volume Ekspor ke Negara Asia
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah – Bank Indonesia
Sedangkan jika dilihat dari negara tujuan ekspor, pemulihan permintaan sebagian besar berasal dari negara-negara Eropa, sedangkan AS dan Jepang relatif stagnan. Sementara itu penurunan volume ekspor ke Negara China dan Hongkong dipengaruhi turunnya ekspor bijih alumunium akibat cadangan bauksit berkualitas di pulau Bintan semakin habis. Bauksit dengan kualitas terbaik, mengandung unsur Al di atas 52, dan Si di bawah 10. Meski demikian bauksit berkadar Al di atas 47 dan kadar Si sekitar 13 juga dapt terjual meski hanya negara China yang bersedia membeli dengan spesifikasi seperti itu. Adapun bauksit merupakan bahan dasar utama pembuatan alumunium.
1.3.
SISI PENAWARAN Dari aspek produksi, laju pertumbuhan didorong oleh membaiknya sektor-sektor
traded, terutama sektor Pertanian dan Industri Pengolahan. Sementara di sektor non-traded lebih dipengaruhi oleh pemulihan aktivitas perdagangan dan jasa-jasa.
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan Di triwulan III 2009, perlambatan sektor industri diperkirakan mulai melandai dengan mencatat kontraksi sebesar 3,15%, sedangkan di triwulan II 2009 sebesar -2,94% (angka revisi). Kontribusi penurunan masih berasal dari lesunya aktivitas di industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya, di samping industri pengolahan Kayu, serta industri Logam Dasar Besi dan Baja. Nilai tambah yang dihasilkan dari industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya diperkirakan mengalami penurunan 2,9% atau sekitar Rp 62 milyar dibanding posisi yang sama tahun 2008. Sedangkan industri Kayu dan Logam Dasar (besi dan baja) masing-masing berkontraksi sebesar 11,9% dan 2,9%. Sedangkan laju penurunan sub-sektor industri Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
13
pengolahan lainnya seperti industri Makanan, Tekstil, Kertas, Pupuk, Kimia dan Semen relatif lebih kecil dibanding triwulan II 2009. Grafik 1.19. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.I & Tw.II-2009
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.20. Pertumbuhan GDP Singapura, Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)
Sumber : MTI Singapore – Oktober 2009 *) angka sementara
Sebagian perusahaan manufaktur di kota Batam memiliki keterkaitan dengan industri manufaktur Singapura sebagai representative office and marketing, antara lain industri elektronik, mesin dan alat angkutan. Perekonomian Singapura di triwulan III-2009 diestimasi mengalami penguatan yang signifikan. Laju pertumbuhan mencatat angka positif 0,8% (yoy), naik tajam dibanding triwulan II yang berkontraksi 3,2%. Kondisi ini didorong oleh peningkatan kinerja sektor manufaktur dengan tingkat pertumbuhan mencapai 8,3%, sedangkan di triwulan sebelumnya masih -1,1%. Faktor pendorong pertumbuhan terutama berasal dari industri biomedical dan elektronik terkait dengan inventory restocking dan kenaikan permintaan global secara relatif. Perkembangan volume ekspor dan impor produk utama sektor Industri Pengolahan (termasuk Kawasan Berikat) cukup mengkonfirmasi kondisi tersebut. Ekspor bahan baku elektronik, mesin-mesin dan perlengkapan kantor mulai bergerak positif, sedangkan industri perlengkapan transportasi justru semakin menurun sampai dengan bulan Agustus 2009. Sementara dari aspek pembiayaan perbankan terlihat bahwa outstanding kredit industri cenderung meningkat, meskipun tingkat pertumbuhannya belum membaik. Grafik 1.21. Perkembangan Volume Ekspor Utama Sektor Industri Pengolahan
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.22. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
14
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor andalan kedua di provinsi ini belum sepenuhnya membaik karena baru didorong oleh pemulihan aktivitas sub sektor Perdagangan Besar dan Eceran. Sedangkan industri perhotelan masih terus menunjukkan perlambatan, dan bisnis restoran cenderung bergerak stagnan. Perbaikan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran di triwulan ini sangat terbantu oleh kenaikan konsumsi masyarakat menjelang perayaan Idul Fitri. Perdagangan antar pulau mengalami kenaikan yang cukup tajam sebagaimana terlihat dari lonjakan volume peti kemas domestik di 3 pelabuhan FTZ kota Batam. Grafik 1.23. Aktivitas Peti Kemas (Kontainer) Domestik
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Grafik 1.24. Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate)
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Sementara itu kinerja sektor perhotelan terlihat semakin menurun sejak krisis global ditambah dengan kebijakan pemerintah Singapura terkait virus H1N1 yang mewajibkan warganya untuk dikarantina saat pulang dari negara suspect H1N1 termasuk Indonesia. Imbasnya ke kota Batam khususnya cukup besar mengingat sekitar 50% wisatawan asing berasal dari negara tersebut. Menurunnya nilai tambah yang dihasilkan industri perhotelan juga berkaitan erat dengan lonjakan tarif listrik mencapai 48%. Berdasarkan informasi yang 1
diperoleh dari kegiatan Liaison pada 5 hotel berbintang di kota Batam, kebijakan yang anomali di tengah kelesuan ekonomi tersebut menjadi keluhan dominan dari seluruh pelaku usaha di hotel berbintang. Kondisi tersebut berakibat pada turunnya tingkat hunian (occupancy rate) rata-rata sebesar 5% - 15%. Secara agregat, konsekuensinya tercermin pada indikator tingkat hunian hotel berbintang yang turun drastis di bulan Agustus menjadi hanya 36,5%.
1
Liaison merupakan suatu kegiatan survey yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu upaya untuk memperoleh data/statistik dan informasi secara langsung mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi untuk mendukung formulasi kebijakan moneter.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
15
Tekanan di sektor pariwisata salah satunya juga dapat terindikasi dari turunnya jumlah penumpang yang datang melalui bandara Hang Nadim Batam selama triwulan III 2009 jika dibandingkan periode sebelumnya. Perkembangan di pembiayaan perbankan lokal juga mencerminkan hal tersebut. Pertumbuhan kredit untuk sektor distribusi dan perdagangan cenderung meningkat, sementara untuk sektor hotel dan restoran kembali melambat di bulan September setelah sempat naik sejak bulan Mei 2009. Akibatnya, aktivitas bisnis travel agent juga menurun drastis sebagaimana dikonfirmasi oleh perlambatan kredit di subsektor biro perjalanan. Grafik 1.25. Volume Penumpang (Domestik & Int’l) yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Grafik 1.26. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran
Sumber : Laporan Bulanan Bank
1.3.3. Sektor Bangunan Pertumbuhan sektor bangunan diperkirakan mulai stabil memasuki triwulan III 2009, dengan level perlambatan yang sangat terbatas. Kondisi ini didorong oleh munculnya proyekproyek properti di triwulan berjalan, antara lain dilakukan oleh Intan Property kluster terbaru di Diamond Palace Residence, Dimas Pratama Indah yang membangun 20 twin block Batam Centre Park di atas lahan seluas 14 hektare, dan Mulia Batindo yang memulai pembangunan 1000 unit rumah di Karimun. Indikator pembiayaan perbankan pada sektor konstruksi juga mulai meningkat dibanding periode triwulan sebelumnya yang mencatat titik terendah pada bulan Mei 2009. Optimisme juga didorong oleh meningkatnya pertumbuhan realisasi pengadaan semen selama triwulan III 2009 (Juli – September). Indikator impor komoditi utama sektor bangunan juga mengkonfirmasi hal tersebut. Impor besi dan baja, serta barang kayu mengalami kenaikan, sementara impor keramik dan furniture cenderung stagnan dibanding bulan-bulan sebelumnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
16
Grafik 1.27. Perkembangan Sektor Bangunan
Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Konstuksi
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.29. Realisasi Pengadaan Semen di Kepulauan Riau
Grafik 1.30. Perkembangan Volume Impor Utama Sektor Bangunan
Sumber : SEKDA - BI
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Berbagai indikator tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas sektor bangunan masih terbatas pada tahap konstruksi, namun belum didukung oleh pulihnya daya beli masyarakat terhadap
properti. Hal ini terlihat dari indikator pembiayaan perbankan untuk Kredit
Pemilikian Rumah (KPR) yang tumbuh melambat sampai dengan posisi September 2009. 2
Perlambatan terbesar terjadi pada pembiayaan KPR tipe di atas 70 m dimana pada akhir triwulan III hanya tumbuh 5%, sedangkan di akhir triwulan II masih tumbuh 20,2%. Sementara perlambatan kredit KPR untuk tipe ≤70 m relatif moderat, dari 16,2% menjadi 2
14,6%, terbantu dengan adanya permintaan pada rumah bersubsidi yang memiliki tingkat bunga rendah. Grafik 1.31. 2 Perkembangan KPR Type <70m
Grafik 1.32. 2 Perkembangan KPR Type >70m
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
17
1.3.4. Sektor-sektor Lainnya Nilai tambah perekonomian yang berasal dari sektor Pertambangan dan Penggalian terus membaik hingga mencatat tingkat kontraksi yang cukup rendah sebesar 0,33%. Perbaikan kinerja sektor Pertambangan dipengaruhi oleh tingginya realisasi lifting minyak dari blok Belanak dimana pada bulan Oktober 2009 telah mencapai 12.948 ribu barel, atau 154% dari target lifting sebesar 8.395 ribu barel. Sebagai penghasil minyak utama yakni mencapai 65% dari total produksi minyak Kepulauan Riau, kontribusi yang dihasilkan lapangan minyak Belanak milik Conoco Philips sangat mempengaruhi nilai tambah perekonomian di sektor migas Kepulauan Riau. Namun demikian, pencapaian lifting blok Belida yang juga dimiliki oleh Conoco Phillips, blok Kerapu milik Star Energy dan blok Anoa oleh Premier Oil belum cukup optimal, berkisar antara 50% – 65%. Di samping aspek produksi, naiknya kinerja sektor pertambangan di triwulan ini juga dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga minyak di pasaran dunia. Grafik 1.33. Perkembangan Lifting Minyak & Gas Kepulauan Riau
Sumber : ESDM Dirjen Minyak dan Gas Bumi
Grafik 1.34. Pencapaian Lifting Minyak berdasarkan Lokasi Lapangan Minyak di Kepulauan Riau
Sumber : ESDM Dirjen Minyak dan Gas Bumi
Sementara di sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, perlambatan dipicu oleh stagnasi kinerja perbankan regional selama triwulan berjalan. Langkah penurunan suku bunga kredit oleh 14 bank belum diikuti oleh peningkatan jumlah kredit akibat masih tingginya resiko di dunia usaha, terutama pada sektor industri pengolahan. Aktivitas industri yang belum sepenuhnya pulih masih berimplikasi negatif pada sektor industri pendukung yang menjadi target pembiayaan perbankan lokal. Selain itu, resiko pembiayaan pada kredit kendaraan juga relatif meningkat yang memicu kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL’s).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
18
Grafik 1.35. Pertumbuhan Aset, DPK & Kredit Perbankan Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.36. Perkembangan LDR dan NPL Perbankan di Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Terakhir, akselerasi sektor Pertanian didukung oleh tingginya konsumsi masyarakat terhadap makanan termasuk daging-dagingan selama bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Output sektor Pertanian pada triwulan III diestimasi meningkat 0,23% (yoy), sedangkan di triwulan sebelumnya tumbuh negatif 0,29%. Kenaikan output sebagian besar berasal dari sub sektor Tanaman Bahan Makanan serta sub sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya. Di lain pihak, berakhirnya musim panen ikan memasuki musim utara berimplikasi negatif terhadap nilai tambah sektor perikanan, yang juga terefleksi pada pertumbuhan kredit sub-sektor perikanan yang melambat tajam.
Grafik 1.37. Produksi Padi, Jagung & Kacang Tanah
Sumber : BPS Kepulauan Riau *Angka Tetap ; **Angka Ramalan
Grafik 1.38. Pertumbuhan Kredit Sub-sektor Tanaman Pangan, Perikanan & Peternakan
Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
19
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
2.1
INFLASI KOTA BATAM
2.1.1. Kondisi Umum Laju inflasi Kota Batam sampai dengan triwulan III 2009 jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini selain dipicu oleh penurunan harga komoditas primer dan kelancaran supply barang kebutuhan pokok dari wilayah pemasok, juga dipengaruhi oleh faktor tingginya indeks harga pada periode yang sama tahun 2008. Sampai dengan triwulan III 2009, laju inflasi tahun kalender (ytd) Kota Batam sebesar 1,98%, sedangkan di tahun 2008 tercatat sebesar 7,76%. Sementara itu, tingkat inflasi headline mengalami sedikit kenaikan dari 2,52% (yoy) di triwulan II 2009 menjadi 2,57% (yoy) di periode laporan. Laju inflasi tahunan kota Batam tetap berada dibawah inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,83%. Grafik 2.1. Perkembangan Laju Inflasi Tahunan Kota Batam & Nasional
Sumber : BPS, diolah
2.1.2. Inflasi Triwulanan Perkembangan harga di Kota Batam selama triwulan III diidentifikasi mengalami kenaikan harga (inflasi) sebesar 1,75% setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penurunan harga (deflasi) sebesar 0,43% (qtq). Inflasi sepanjang triwulan laporan terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga yang terjadi di bulan Agustus dan September dimana pada saat itu bertepatan dengan bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Pada bulan Agustus
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
20
Kota Batam mengalami kenaikan harga sebesar 0,33% (mtm) sedangkan kenaikan harga yang lebih tinggi terjadi di bulan September yang mengalami inflasi sebesar 1,27% (mtm). Sementara itu kenaikan harga yang terjadi di Kota Batam pada bulan Juli relatif rendah dengan angka inflasi sebesar 0,15%. Inflasi pada bulan Juli banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga biaya pendidikan menjelang pembukaan tahun ajaran baru sekolah.
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam KELOMPOK
Triwulan II -2009
Triwulan III -2009
Inflasi -1,93 1,17
Sumbangan -0,46 0,19
Inflasi 3,07 0,96
I II
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
III
Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar
0,16
0,04
0,04
IV
Sandang
-3,56
-0,25
2,96
V
Kesehatan
1,38
0,06
1,05
VI
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
0,00
0
0,21
VII
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
-0,03
-0,01
0,67
INFLASI
-0,43
Sumbangan 0,71 0,16 0,01 0,21 0,04 0,01 0,13 1,75
Sumber : BPS Kota Batam
Berdasarkan kontribusinya, kelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi terbesar di triwulan III 2009. Kelompok ini mengalami kenaikan harga sebesar 3,07% (qtq) dengan sumbangan terhadap inflsi yang terjadi secara umum sebesar 0,71% (qtq). Selanjutnya diikuti oleh kenaikan harga (inflasi) kelompok sandang sebesar 2,96% (qtq) dengan kontribusi mencapai 0,21% (qtq). Saat bersamaan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau memberi kontribusi inflasi sebesar 0,16% (qtq) dengan tingkat inflasi mencapai 0,96% (qtq), di samping kelompok kesehatan dengan kontribusi inflasi sebesar 0,04% (qtq) dan angka inflasi sebesar 1,05% (qtq).
2.1.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Secara umum, harga-harga di Kota Batam selama triwulan III 2009 mengalami kenaikan (inflasi) sebesar 1,75% (qtq), berbeda dengan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,43% (qtq).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
21
Grafik 2.2. Inflasi Kota Batam Berdasarkan Kelompok Barang
Sumber : BPS Kota Batam, diolah
2.1.3.1. Bahan Makanan Pada triwulan III 2009, kelompok bahan makanan di Kota Batam mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,25% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,98% (qtq). Sub kelompok yang mengalami kenaikan harga terbesar adalah sub kelompok bumbubumbuan dengan tingkat kenaikan harga sebesar 24,43%, dipengaruhi oleh tingginya inflasi yang terjadi pada bulan September 2009 mencapai 20,46% (mtm). Kenaikan harga yang terjadi pada kelompok ini dipengaruhi oleh peningkatan yang cukup tinggi saat Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh pada bulan tersebut. Sedangkan sub kelompok daging melanjutkan trend penurunan harga sejak triwulan I 2009 hingga triwulan laporan. Sub kelompok daging pada triwulan III 2009 mengalami deflasi sebesar 2,87% (qtq). Sub kelompok lain yang mengalami penurunan harga adalah sub kelompok lemak dan minyak yang mengalami penurunan harga sebesar 2,91% (qtq). penurunan yang terjadi pada dua sub kelompok tersebut dipengaruhi oleh supply daging untuk masyarakat Kota Batam yang lancar. Kebutuhan daging ayam masyarakat Kota Batam selain dipenuhi dari luar pulau Batam juga dipenuhi dari peternakan yang ada di Pulau Batam.
2.1.3.2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan III 2009 mengalami inflasi sebesar 2,06% (qtq). Sumbangan inflasi terbesar diberikan oleh sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol yang mencatat inflasi sebesar 3,66%. Sedangkan sub kelompok minuman tidak beralkohol mengalami inflasi 3,19%, dan sub kelompok makanan jadi mengalami tingkat inflasi terendah sebesar 1,01%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
22
2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 0,06% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok perlengkapan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 2,63% (qtq) diikuti sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan tingkat inflasi 0,06% (qtq). Sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air tidak mengalami kenaikan harga. Sedangkan sub kelompok biaya tempat tinggal di triwulan ini mengalami penurunan tarif sebesar 0,1% (qtq), yang terjadi berlangsung terus menerus selama periode laporan. Penurunan harga yang terjadi pada sub kelompok biaya tempat tinggal terkait dengan perkembangan penduduk Kota Batam yang relatif stagnan dengan kecenderungan menurun terkait dengan dampak krisis ekonomi global yang berimbas pada pengurangan karyawan di beberapa perusahaan di bidang industri pengolahan.
2.1.3.4. Kelompok Sandang Kelompok sandang pada triwulan III 2009 ini mengalami inflasi sebesar 3,08% (qtq). Kenaikan harga kelompok sandang ini dipengaruhi oleh peningkatan permintaan sandang terutama dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri. Semua sub kelompok dalam kelompok sandang mengalami kenaikan harga. Kenaikan harga tertinggi dialami oleh sub kelompok sandang wanita yang mengalami kenaikan harga sebesar 5,49% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki mengalami kenaikan harga sebesar 4,58% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang anak-anak dengan angka inflasi sebesar 2,07% (qtq) dan sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka inflasi sebesar 1,02% (qtq).
2.1.3.5. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 1,52% (qtq). Sub kelompok jasa perawatan jasmani yang pada triwulan sebelumnya tidak mengalami kenaikan harga pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi yaitu sebesar 10,94% (qtq). Sedangkan sub kelompok jasa kesehatan mengalami kenaikan harga sebesar 1,8% (qtq) diikuti oleh sub kelompok obat-obatan dengan angka inflasi sebesar 0,81% dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetik dengan angka inflasi sebesar 0,03% (qtq).
2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan III 2009 mengalami kenaikan harga sebesar 0,38% (qtq). Kenaikan harga kelompok ini dipengaruhi oleh
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
23
dimulainya tahun ajaran baru pada bulan Juli dan Agustus yang mengakibatkan tingginya permintaan untuk pendidikan dan kebutuhan lain seperti buku dan seragam sekolah. Kenaikan harga tertinggi dialami sub kelompok perlengkapan sekolah yang mengalami inflasi sebesar 0,98% (qtq). Sehubungan dengan musim liburan sub kelompok rekreasi juga mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 0,59% (qtq).
2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Setelah selama tiga triwulan berturut-turut mengalami penurunan harga (deflasi) yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah menurunkan BBM pada akhir tahun 2008, pada triwulan III 2009 kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 0,64% (qtq). Sub kelompok yang mengalami kenaikan harga tertinggi adalah sub kelompok transportasi dengan angka inflasi sebesar 0,86% (qtq). Sedangkan sub kelompok jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 0,52% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sarana dan penunjang transportasi dengan angka inflasi sebesar 0,38% (qtq). Sementara itu sub kelompok komunikasi pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga.
2.2
INFLASI KOTA TANJUNG PINANG
2.2.1. Kondisi Umum Searah dengan trend inflasi nasional dan beberapa kota lainnya, laju inflasi Kota Tanjung Pinang selama triwulan III 2009 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,07%, menurun tajam dibanding triwulan II 2009 yang tercatat sebesar 4,13% (yoy). Tidak seperti triwulan sebelumnya, inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2009 tetap lebih rendah dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,83% (yoy). Grafik 2.3. Laju Inflasi Tahunan Kota Tanjung Pinang dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
24
Setelah mengalami inflasi yang cukup tinggi dalam beberapa periode akibat pengaruh economic of scale, pada triwulan laporan laju inflasi Kota Tanjung Pinang mulai menunjukkan trend penurunan dengan skala yang cukup rendah. Sejak peralihan ibukota Provinsi Kepulauan Riau dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang, banyak terjadi pergerakan penduduk dan kegiatan ekonomi dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang. Oleh karena itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan pokok masyarakat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku distribusi. Setelah untuk beberapa periode terjadi over demand pada triwulan III 2009 penawaran sudah mulai mengalami peningkatan sehingga tingkat harga sudah mulai mengarah ke titik keseimbangan yang baru.
2.2.2. Inflasi Triwulanan Setelah pada triwulan II 2009 mengalami penurunan harga (deflasi) pada triwulan laporan Kota Tanjung Pinang mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 1,28% (qtq). Kenaikan harga yang terjadi di triwulan III 2009 dipengaruhi oleh peningkatan permintaan yang terjadi pada saat Ramadhan dan Idul Fitri. Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Tanjung Pinang KELOMPOK
Triwulan II -2009
Triwulan III -2009
Inflasi
Sumbangan
Inflasi
Sumbangan
-4,2 2
-1,14 0,45
2,88
0,75
1,43
0,32
Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar
-0,07
-0,01
0,25
0,06
Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
-2,04 2,07 0,2 0,15
-0,13 0,08 0,01 0,02
1,48 0,09
0,09 0
1,97 -0,06
0,07 -0,01
I II
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
III IV V VI VII
INFLASI
-0,72
1,28
Sumber : BPS, diolah
Kelompok bahan makanan menjadi kelompok dengan sumbangan inflasi tertinggi dengan angka inflasi sebesar 2,88% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,75% (qtq). Pada saat Ramadhan dan Idul Fitri permintaan masyarakat Kota Tanjung Pinang terhadap bahan makanan mengalami peningkatan yang cukup signifikan yang berakibat pada kenaikan harga. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau juga mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,43% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,32% (qtq). Peningkatan permintaan selama Ramadhan dan Idul Fitri juga berdampak pada kenaikan harga yang dialami oleh kelompok sandang yang mengalami inflasi sebesar 1,48% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,09% (qtq).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
25
Selain faktor Ramadhan dan Idul Fitri yang terjadi di bulan Agustus dan September, pada triwulan III 2009 juga bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru. Oleh karena itu permintaan terhadap jasa pendidikan maupun perlengkapan sekolah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Akibatnya kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi pada triwulan III 2009 yaitu sebesar 1,97% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,07% (qtq). Sementara itu kelompok transportasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2009 justru mengalami deflasi. Penurunan harga ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi di sub kelompok transportasi dan komunikasi akibat semakin banyaknya supply di kedua bidang tersebut terkait dengan status baru Kota Tanjung Pinang sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Riau.
2.2.3.
Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang
2.2.3.1. Bahan Makanan Kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2009 mengalami inflasi sebesar 2,88% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami inflasi sebesar 20,99% (qtq) diikuti oleh sub kelompok ikan segar mengalami inflasi sebesar 10,91% (qtq). Sub kelompok daging juga mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 3,28% (qtq). Sementara itu, sub kelompok sayur-sayuran justru mengalami penurunan harga sebesar 21,43% (qtq). Pada triwulan III 2009 sub kelompok sayur-sayuran terus mengalami penurunan harga selama tiga bulan. Penurunan harga sub kelompok sayur-sayuran ini dipengaruhi cuaca yang mendukung dalam proses distribusi sayur-sayuran ke Kota Tanjung Pinang. Sub kelompok lain yang mengalami deflasi adalah sub kelompok buah-buahan dengan angka deflasi sebesar 1,41%, (qtq).
2.2.3.2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami kenaikan harga sebesar 1,43% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol yang mencatat inflasi sebesar 4,16% diikuti sub kelompok minuman tidak beralkohol dengan tingkat inflasi sebesar 2,48% dan harga-harga pada sub kelompok makanan jadi yang meningkat sebesar 0,14%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
26
2.2.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami peningkatan harga sebesar 0,25% (qtq), dipengaruhi oleh peningkatan harga yang terjadi pada sub kelompok perlengkapan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 2,07% (qtq). Sementara itu sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga dan sub kelompok biaya tempat tinggal mengalami kenaikan harga masing-masing dengan angka inflasi sebesar 0,33% (qtq) dan 0,17% (qtq). Sementara itu sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air pada triwulan III 2009 tidak mengalami perubahan harga.
2.2.3.4. Kelompok Sandang Pada triwulan III 2009 kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 1,48% (qtq) yang dipengaruhi oleh kenaikan harga pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lainnya yang mengalami inflasi sebesar 4,45% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang anak-anak mengalami inflasi sebesar 0,12% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang laki-laik dan sub kelompok sandang wanita dengan angka inflasi masing-masing sebesar 0,11% (qtq) dan 0,095 (qtq).
2.2.3.5. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,09% (qtq) dipengaruhi oleh kenaikan harga yang terjadi pada sub kelompok obat-obatan. Sementara itu sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika justru mengalami deflasi sebesar 0,27% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani tidak mengalami perubahan sepanjang triwulan III 2009.
2.2.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Tahun ajaran baru pendidikan yang dimulai bulan Juli dan Agustus berpengaruh pada peningkatan permintaan terhadap jasa pendidikan dan perlengkapan pendidikan. Peningkatan permintaan tersebut berpengaruh pada kenaikan harga yang terjadi di triwulan III 2009. Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan III 2009 mengalami kenaikan harga sebesar 1,97% (qtq). Kenaikan harga yang dialami oleh kelompok ini dipengaruhi oleh kenaikan harga yang dialami oleh sub kelompok jasa pendidikan dan sub kelompok perlengkapan pendidikan yang masing-masing mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 4,04% (qtq) dan 0,87% (qtq).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
27
2.2.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2009 mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 0,06% (qtq). Penurunan harga ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi pada sub kelompok transportasi dan komunikasi yang mengalami penurunan harga dengan angka deflasi masing-masing sebesar 0,04% (qtq) dan 0,12% (qtq). Sebaliknya, sub kelompok jasa keuangan mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 0,71% (qtq). Sub kelompok sarana penunjang transportasi pada triwulan III 2009 tidak mengalami perubahan harga dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
28
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN REGIONAL
3.1
KONDISI UMUM Perkembangan perbankan di wilayah provinsi Kepulauan Riau selama triwulan III
2009 mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya. Di satu pihak, pertumbuhan kredit secara triwulan lebih tinggi dibanding dengan total aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Namun di sisi lain, pertumbuhan tahunan indikator kredit perbankan tercatat lebih rendah dibanding pertumbuhan total aset dan DPK di posisi September 2009. Penurunan BI Rate terlihat mulai direspon bersamaan dengan semakin membaiknya ekspektasi kalangan Perbankan terhadap kondisi ekonomi secara umum. Grafik. 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan
Sumber : Bank Indonesia
Total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau di triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp22,62 triliun atau naik sekitar Rp1,31 triliun (6,16%) dibanding posisi akhir triwulan II 2009 yang tercatat sebesar Rp21,31 miliar. Secara tahunan total asset perbankan mengalami kenaikan Rp4,25 triliun (18,81%) dibanding posisi September 2008 yang tercatat sebesar Rp18,38 triliun. Sementara itu, total DPK yang dihimpun oleh perbankan juga mengalami peningkatan sebesar Rp514 miliar (2,97%) dibandingkan triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar Rp2,82 triliun (18,81%) dibandingkan posisi triwulan III 2008, sehingga menjadi Rp17,83 triliun.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
29
Penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp12,23 triliun atau meningkat Rp837,05 miliar (7,35%) dibandingkan triwulan II 2009 yang tercatat sebesar Rp11,39 triliun. Sedangkan secara tahunan penyaluran kredit perbankan mengalami peningkatan sebesar Rp1,74 triliun (16,65%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Hasilnya, tingkat LDR perbankan di triwulan III 2009 menjadi lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 65,76% menjadi 68,56%. Kondisi ini dapat dibaca sebagai salah satu bentuk optimisme perbankan terhadap prospek ekonomi Provinsi Kepulauan Riau ke depan.
3.2.
KONDISI BANK UMUM Setelah pada triwulan sebelumnya total asset dan DPK bank umum mengalami
penurunan, pada triwulan III 2009, kedua indikator tersebut mengalami kenaikan. Kenaikan total asset dan DPK tersebut didukung oleh kinerja penyaluran kredit pada triwulan III yang juga mengalami pergerakan positif. Grafik 3.2. Perkembangan Total Asset, Kredit, DPK, dan LDR Bank Umum
Grafik 3.3. Perkembangan Kredit dan NPL’s Bank Umum di Kepulauan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Jumlah jaringan kantor cabang bank umum di wilayah Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebanyak 48 kantor cabang pada triwulan III 2009 atau mengalami pertambahan 1 kantor cabang dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Bank Syariah Mandiri Tanjung Pinang.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
30
Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Bank Umum (juta rupiah)
Periode Indikator
2008 Tw.2
1. Jaringan BU
2009
Tw.3
Tw.4
Tw.1
Tw.2
45
45
46
46
48
a. Batam
29
29
29
29
30
b. Tj. Pinang
13
13
14
14
15
2
2
2
2
2
c. Karimun
1
1
1
1
1
2. Total Asset
d. Natuna
16.709.890
17.600.675
19.898.329
20.242.439
21.348.919
a. Batam
12.319.472
12.891.294
14.478.579
14.578.187
15.515.182
b. Tj. Pinang
3.619.643
3.830.760
4.392.858
4.621.290
4.856.914
c. Dati II lain
770.775
878.621
1.026.892
1.042.962
976.906
3. Total DPK
14.071.918
14.446.343
16.332.781
16.601.580
16.890.612
a. Batam
9.873.065
9.966.579
11.249.163
11.245.003
11.441.182
b. Tj. Pinang
3.442.043
3.609.408
4.067.217
4.328.898
4.502.862
c. Dati II lain
756.810
870.356
1.016.401
1.027.679
946.568
4. Total Kredit
9.291.399
9.944.195
10.653.877
10.529.216
11.498.798
a. Batam
7.623.089
8.139.988
8.729.088
8.512.180
9.181.084
b. Tj. Pinang
1.319.883
1.423.511
1.539.970
1.622.192
1.844.085
c. Dati II lain
348.427
380.696
384.819
394.844
473.629
5. LDR (%)
66,03
68,84
65,23
63.42
68.08
a. Batam
77,21
81,67
77,6
77.73
80.25
b. Tj. Pinang
38,35
39,44
37,86
37.47
40.95
c. Karimun
41,65
39,89
38,41
38.32
44.27
d. Natuna
59,59
54,34
36,83
38.63
65.95
6. NPLs (%)
2,33
2,94
2,60
2.96
3.06
a. Batam
2,14
2,96
2,76
3.15
2.93
b. Tj. Pinang
3,21
2,64
2,04
2.44
4.21
c. Karimun
4,84
5,29
1,72
1.47
1.63
0
0
0
0.04
0.18
d. Natuna Sumber : Bank Indonesia
3.2.1. Total Asset Bank Umum Pada triwulan III 2009 total asset bank umum tercatat sebesar Rp21,35 triliun atau naik sebesar Rp1,16 triliun (5,74%) dibanding triwulan II 2009 yang tercatat sebesar Rp20,19 triliun. Secara tahunan terjadi peningkatan sebesar Rp3,74 triliun (21,30%) terhadap posisi September 2008. Berdasarkan Dati II, aktivitas bank umum masih terkonsentrasi di Kota Batam, dengan total asset mencapai Rp15,51 triliun atau 72,67% dari seluruh total asset bank umum di provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan total asset bank umum di Tanjung Pinang sebesar
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
31
Rp4,85 triliun dengan pangsa sekitar 22,75%. Sementara di wilayah lainnya yakni kabupaten Tanjung Balai Karimun, Natuna dan Tanjung Uban tercatat sebesar Rp976,91 miliar (4,57%). Diagram 3.1. Share Asset Bank Umum
Grafik 3.4. Perkembangan Asset Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Peningkatan total asset bank umum terjadi di semua dati II di Provinsi Kepulauan Riau. Total asset bank umum di Kota Batam mengalami peningkatan sebesar Rp806,23 miliar (5,48%) dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga pada triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp15,52 triliun. Secara tahunan, total asset bank umum di Kota Batam tercatat meningkat sebesar Rp2,62 triliun dibandingkan dengan posisi yang sama di tahun sebelumnya. Total asset bank umum di Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp4,86 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp273,18 miliar (5,96%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan peningkatan yang dialami oleh total asset bank umum di Kota Tanjung Pinang adalah sebesar Rp1,03 triliun (26,79%). Sementara itu, total asset bank umum di Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna mulai mengalami peningkatan setelah pada triwulan sebelumnya sempat mengalami penurunan. Total asset bank umum di wilayah ini pada triwulan III 2009 meningkat sebesar Rp79,33 miliar (8,84%) dibandingkan triwulan II 2009 menjadi sebesar Rp976,91 miliar. Sementara itu secara tahunan indikator total asset bank umum di Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna mengalami peningkatan sebesar Rp98,23 miliar (11,19%).
3.2.2. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum Secara triwulanan, jumlah dana masyarakat yang dihimpun bank umum pada posisi September 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp386,35 miliar (2,34%) menjadi Rp16,89 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
32
triliun. Peningkatan tersebut sebagian besar disumbangkan oleh peningkatan simpanan dalam bentuk tabungan yang meningkat sebesar Rp150,79 miliar (2,49%) dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi Rp6,21 triliun. Sementara itu simpanan dalam bentuk deposito meningkat sebesar Rp136,86 miliar terhadap triwulan II 2009 menjadi Rp3,99 triliun pada triwulan laporan. Simpanan dalam bentuk giro mengalami peningkatan sebesar Rp98,69 miliar menjadi sebesar Rp6,69 triliun dibandingkan dengan triwulan II 2009 yang tercatat sebesar Rp6,59 triliun. Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum
Diagram 3.2. Share DPK Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Meskipun peningkatan yang dialami oleh simpanan dalam bentuk giro paling rendah, namun secara nominal porsi simpanan giro masih merupakan jenis simpanan terbesar (39,64%) diantara dua jenis simpanan lain dengan nilai nominal sebesar Rp6,69 triliun. Porsi simpanan jenis tabungan tercatat sebesar Rp6,21 triliun (36,74%). Sedangkan simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp3,99 triliun (23,62%). Dominasi sektor industri dan sektor perdagangan pada perekonomian Kota Batam turut mempengaruhi jenis transaksi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau. Kebutuhan masyarakat akan dana likuid serta transaksi ekonomi yang membutuhkan waktu singkat menyebabkan simpanan berbentuk giro memiliki porsi terbesar terhadap total simpanan masyarakat di perbankan.
3.2.3. Kredit Bank Umum Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp11,49 triliun atau naik Rp750,49 miliar (6,98%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan jumlah kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan DPK berdampak pada kenaikan tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum di Provinsi Kepulauan Riau, dari 65,12% pada triwulan II 2009 menjadi 68,08% di triwulan laporan. Peningkatan kredit tersebut diikuti dengan peningkatan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
33
kredit bermasalah (NPLs) yang mengalami kenaikan dari 2,79% pada triwulan II 2009 menjadi 3,06% pada triwulan III 2009. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk kredit konsumsi sebesar Rp4,77 triliun atau 41,46% dari total kredit yang diberikan. Sedangkan kredit untuk modal kerja dan investasi masing-masing sebesar Rp4,21 triliun (36,62%) dan Rp2,52 triliun (21,92%). Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum
Diagram 3.3. Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Kredit konsumsi di triwulan ini mengalami peningkatan sebesar Rp221,52 miliar (4,87%) terhadap triwulan II 2009, sedangkan secara tahunan meningkat Rp726,27 miliar (17,97%). Searah dengan itu, kredit untuk modal kerja juga meningkat secara triwulanan sebesar Rp449,89 miliar (11,96%), dimana pertumbuhan tahunannya mencapai 17,87% atau naik sebesar Rp638,44 miliar. Sementara itu kredit investasi mengalami peningkatan sebesar Rp79,08 miliar (3,24%) terhadap triwulan II 2009, sedangkan secara tahunan mengalami kenaikan Rp189,90 miliar (8,15%).
3.2.4. Kredit UMKM Bank Umum Penyaluran kredit UMKM bank umum selama triwulan III 2009 juga menunjukkan peningkatan. Jika pada triwulan II 2009 penyaluran kredit UMKM tercatat sebesar Rp5,81 triliun, pada triwulan III 2009 ini naik menjadi Rp5,98 triliun, atau tumbuh 3,10%. Secara tahunan, kredit UMKM mengalami peningkatan mencapai Rp405,33 miliar (7,26%). Setelah mengalami peningkatan yang cukup tajam pada triwulan II 2009, share kredit UMKM terhadap total kredit kembali menunjukkan penurunan sebagaimana yang terjadi di
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
34
awal tahun 2009. Share kredit UMKM di posisi September 2009 tercatat sebesar 52,32%, menurut dibanding posisi Juni yang tercatat sebesar 54,05%. Peningkatan share kredit UMKM ini merupakan salah satu bentuk perhatian perbankan terhadap pengembangan bisnis berskala kecil dan mikro di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit UMKM dan Share terhadap Total Kredit
Sumber : Bank Indonesia
3.3
BANK PERKREDITAN RAKYAT Sebagai daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dan
pergerakan ekonomi yang cukup dinamis, Provinsi Kepulauan Riau menarik minat investor untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan pada bisnis perbankan, khususnya BPR. Adapun alasan investor tersebut memilih BPR karena bisnis BPR tidak terlalu membutuhkan modal besar dan proses pendiriannya tidak terlalu rumit. Tabel 3.2. Perkembangan Indikator BPR (dalam jutaan rupiah)
KETERANGAN TOTAL ASSET TOTAL DANA a. Tabungan b. Deposito TOTAL KREDIT a. Investasi b. Modal Kerja c. Konsumsi
2008 Tw.3 776.379 564.556 51.715 512.841 538.346 50.540 128.903 358.903
Tw.4 918.784 660.973 63.749 597.224 563.476 52.551 128.638 382.287
Tw.1 1.086.223 801.204 82.123 719.079 593.136 54.784 134.479 403.873
2009 Tw.2 1.120,17 816,64 102,99 713,65 642,73 61,32 143,82 437,59
Tw.3 1.274.141 944.313 113.645 830.668 729.281 68.975 178.359 481.947
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
35
Sampai dengan triwulan III 2009 jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat ada 28 kantor BPR dan 3 (tiga) kantor cabang BPR atau terjadi penambahan 2 (dua) BPR yaitu BPR Mutiara Cemerlang Barelang dan BPR Global Mentari. Perkembangan BPR yang sudah beroperasi juga tergolong cukup baik yang ditunjukkan oleh kenaikan share beberapa indikator kinerja BPR terhadap perbankan di Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan. Grafik 3.8. Share Total Asset BPR terhadap Total Asset Perbankan
Grafik 3.9. Share Kredit BPR terhadap Kredit Perbankan
Sumber : Bank Indonesia
Dilihat dari total asset, share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan secara gradual tiap triwulan. Pada triwulan III 2009 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Jika pada triwulan II 2009 share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 5,26% maka pada triwulan III 2009 share total asset BPR Provinsi Kepulauan Riau terhadap perbankan provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 5,63%. Peningkatan share ini disebabkan adanya penambahan 2 BPR baru sehingga memberikan masyarakat lebih banyak pilihan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan baik konsumsi, investasi maupun modal kerja, di samping fungsi utamanya dalam mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil-menengah dan koperasi. Di sisi pembiayaan, share kredit BPR terhadap total kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2009 share kredit BPR terhadap total kredit perbankan tercatat sebesar 5,96% sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,98%.
3.3.1. Total Asset Bank Perkreditan Rakyat Total asset BPR yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam sampai dengan triwulan III 2009 terus melanjutkan trend peningkatan. Sampai dengan triwulan III 2009, total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp153,97 miliar (13,75%) menjadi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
36
sebesar Rp1,27 triliun dibanding triwulan II 2009 yang tercatat sebesar Rp1,12 triliun. Secara tahunan total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp497,76 miliar (64,11%). Grafik 3.10. Perkembangan Asset BPR
Sumber : Bank Indonesia
3.3.2. DPK Bank Perkreditan Rakyat Sebagaimana indikator BPR yang lain, total dana yang berhasil dihimpun oleh BPR pada triwulan laporan meningkat dengan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan II 2009 total dana yang dihimpun BPR tercatat sebesar Rp816,64 miliar, maka pada triwulan III 2009 DPK BPR meningkat menjadi Rp944,31 miliar atau naik sebesar Rp127,67 miliar (15,63%). Secara tahunan dana yang berhasil dihimpun oleh BPR mengalami peningkatan sebesar Rp379,76 miliar (67,27%). Sebagaimana karakteristik BPR, sebagian besar dana masyarakat yang dihimpun oleh BPR disimpan dalam bentuk deposito. Sedangkan simpanan dalam bentuk tabungan biasanya digunakan oleh nasabah untuk proses pencairan kredit. Dana simpanan dalam bentuk deposito yang dihimpun oleh BPR di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp830,67 miliar atau 87,97% dari seluruh total DPK BPR. Sedangkan 12,03% disimpan dalam bentuk tabungan sebesar Rp113,65 miliar. Grafik 3.11. Perkembangan DPK BPR
Diagram 3.4. Share DPK BPR
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
37
Dibandingkan posisi triwulan sebelumnya, simpanan dalam bentuk deposito selama triwulan laporan meningkat sebesar Rp117,01 miliar (16,40%), sedangkan simpanan dalam bentuk tabungan meningkat sebesar Rp10,66 miliar (10,35%). Ditinjau secara tahunan terdapat kenaikan yang lebih besar, dimana deposito tercatat meningkat Rp317,83 miliar (61,97%), dan tabungan mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi mencapai Rp61,93 miliar atau tumbuh 119,75% dibanding periode yang sama tahun 2008. Peningkatan jumlah tabungan ini searah dengan peningkatan kredit karena rekening tabungan digunakan untuk menampung pencairan kredit yang dilakukan oleh BPR kepada nasabahnya.
3.3.3. Kredit Bank Perkreditan Rakyat Searah dengan kredit bank umum yang meningkat, penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR selama periode triwulan III 2009 juga mengalami kenaikan, baik jika dibandingkan triwulan II 2009 maupun secara tahunan. Jumlah kredit yang disalurkan oleh 28 BPR yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau posisi akhir triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp729,28 miliar, bertambah Rp86,55 miliar (13,47%) dibandingkan triwulan sebelumnya atau naik sebesar Rp190,93 miliar (35,47%) dibandingkan triwulan III 2008. Grafik 3.12. Perkembangan DPK BPR
Diagram 3.5. Share Kredit BPR
Sumber : Bank Indonesia
Penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk keperluan konsumsi. Kredit untuk konsumsi yang disalurkan BPR di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp481,95 miliar atau 66,09% dari seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sementara kredit untuk modal kerja sebesar Rp178,36 miliar atau 24,46% dari seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sedangkan porsi kredit investasi hanya sebesar Rp68,98 miliar (9,46%). Kredit konsumsi BPR di triwulan ini mengalami kenaikan sebesar Rp44,36 miliar (10,14%) dibanding triwulan II 2009 yang tercatat sebesar Rp437,59 miliar, sedangkan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
38
secara tahunan tercatat meningkat sebesar Rp123,04 miliar (34,28%). Sementara itu kredit modal kerja BPR secara triwulanan naik Rp34,54 miliar (24,02%) atau naik Rp49,46 miliar (38,37%) terhadap posisi yang sama tahun 2008. Adapun kredit investasi yang disalurkan oleh BPR mencatat penambahan sebesar Rp7,66 miliar (12,49%) dibandingkan triwulan II 2009, atau tumbuh sebesar Rp18,44 miliar (36,48%) terhadap posisi yang sama tahun sebelumnya. Besarnya kredit BPR untuk keperluan konsumsi mencerminkan intermediasi yang dilakukan BPR terhadap dunia usaha masih belum optimal. Sebagian besar BPR di Provinsi Kepulauan Riau menyalurkan kredit untuk keperluan pembelian mobil dan beberapa untuk pembelian rumah atau ruko. Sedangkan porsi yang untuk kredit produktif terutama pemberdayaan UMKM masih kurang optimal. Kondisi ini menjadi perhatian penting mengingat sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan bahwa keberadaan BPR adalah sebagai lembaga pembiayaan sektor-sektor produktif untuk UMKM dan Koperasi. Grafik 3.13. Perkembangan Kredit dan NPLs BPR
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu, NPLs kredit yang diberikan oleh BPR sampai dengan triwulan III 2009 relatif tetap dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya, NPLs kredit BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami penurunan. Jika pada triwulan III 2008 NPLs kredit BPR tercatat sebesar 1,84% makan pada triwulan III 2009 NPLs kredit BPR tercatat sebesar 1,48%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
39
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
4.1
TARGET APBD TAHUN BERJALAN APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan sarana yang strategis
dan mutlak untuk menyelenggarakan roda pemerintahan dan pembangunan guna menyediakan pelayanan publik, meningkatkan kesejahteraan serta melindungi hak-hak masyarakat. Terkait dengan itu, pemerintah daerah cukup menyadari bahwa krisis keuangan global akan berdampak pada kondisi perekonomian regional Kepulauan Riau. Karenanya kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas pembangunan di tahun 2009 diupayakan dapat menjadi instrumen pendorong yang memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan disahkannya APBD Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai daerah pemekaran terbaru maka total APBD T.A. 2009 untuk seluruh kabupaten/kota di provinsi Kepulauan Riau mencapai Rp 6,97 triliun, atau meningkat sekitar 35% dari APBD tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp 5,15 triliun. Sekitar 76% dari anggaran pengeluaran tersebut diperkirakan bersumber dari sisi penerimaan yang ditargetkan sebesar Rp 5,34 triliun, naik mencapai 27,7% dibanding tahun 2008. Tabel 4.1. Perkembangan Total APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2007 s.d. 2009 2007 PENDAPATAN BAGIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG - Belanja subsidi - Belanja hibah - Belanja bantuan sosial BELANJA LANGSUNG - Belanja pegawai - Belanja barang dan jasa - Belanja modal SURPLUS/(DEFISIT)
4,815,445 598,897 3,969,281 247,267 6,220,533 1,687,938 35,044 87,153 240,368 4,532,595 616,802 1,477,486 2,438,307 (1,405,088)
2008 4,178,569 952,217 2,903,001 323,351 5,155,325 1,959,360 79,218 61,420 194,997 3,195,965 400,679 1,330,753 1,464,533 (976,756)
%∆ 2007-2008 -13.2% 59.0% -26.9% 30.8% -17.1% 16.1% 126.1% -29.5% -18.9% -29.5% -35.0% -9.9% -39.9% -30.5%
2009* 5,336,421 1,050,396 4,089,414 196,611 6,973,402 2,574,573 123,996 157,308 240,188 4,398,829 607,547 1,617,929 2,173,353 (1,635,981)
%∆ 2008-2009 27.7% 10.3% 40.9% -39.2% 35.3% 31.4% 56.5% 156.1% 23.2% 37.6% 51.6% 21.6% 48.4% 67.5%
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah *) termasuk Kabupaten Kepulauan Anambas
Kenaikan target penerimaan antara lain dipengaruhi oleh penyesuaian harga komoditas internasional, sehingga dana perimbangan yang diterima atas pemanfaatan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
40
sumber daya alam yang ada di daerah relatif meningkat. Pos Dana Perimbangan ditargetkan sebesar Rp 4,09 triliun atau meningkat 40,9%, dari Rp 2,9 triliun di tahun 2008. Alokasi APBN tersebut diberikan dalam bentuk Dana Sektoral sekitar Rp 1,35 triliun, Dana Dekonsentrasi Rp 234,8 miliar, Dana Tugas Pembantuan sekitar Rp82,5 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,56 triliun, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 224,2 miliar. Meningkatnya APBD 2009 ini diharapkan mampu menjadi penopang pertumbuhan provinsi Kepulauan Riau di tengah kontraksi perekonomian yang terjadi dalam 2 kuartal terakhir. Tabel 4.2. Perkembangan APBD Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau T.A. 2009 Provinsi Kep. Riau
JENIS ANGGARAN
Kabupaten Kabupaten Kabupaten Karimun Bintan Natuna
Kota Batam
Kota Tj. Pinang
Kabupaten Lingga
Kab. Kep. Total Kep.Riau Anambas
Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan Dana bagi hasil pajak/bukan pajak Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Lain-lain Lain-lain pendapatan daerah yang sah TOTAL PENDAPATAN
424,686 407,182 3,550 680 13,274 905,314 481,250 403,132 20,932 0 0 1,330,000
223,613 191,458 12,235 1,720 18,200 322,485 105,294 183,940 33,251 0 10,225 556,323
132,761 115,970 2,075 7,000 7,716 345,328 163,088 161,220 21,020 0 22,202 500,291
13,793 3,607 241 3,600 6,345 715,196 585,937 90,285 38,974 0 10,380 739,369
184,208 136,932 39,141 1,355 6,780 758,330 362,576 279,663 34,651 81,440 64,068 1,006,606
41,955 12,986 12,442 3,190 13,337 504,506 239,982 229,303 35,221 0 33,095 579,556
29,380 2,000 1,880 0 25,500 285,177 70,652 178,517 36,008 0 40,000 354,557
0 0 0 0 0 253,078 215,966 33,015 4,097 0 16,641 269,719
1,050,396 870,135 71,564 17,545 91,152 4,089,414 2,224,745 1,559,075 224,154 81,440 196,611 5,336,421
Belanja tidak langsung Belanja pegawai Belanja subsidi Belanja hibah Belanja bantuan sosial Belanja bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota/Desa Belanja bantuan keu. kpd Prop/Kab/Kota/Desa Belanja tidak terduga Belanja langsung Belanja pegawai Belanja barang dan jasa Belanja modal TOTAL BELANJA
460,302 174,549 0 44,948 66,505 168,800 5,000 500 1,175,698 198,747 340,085 636,866 1,636,000
352,957 273,717 0 20,930 22,600 0 34,710 1,000 544,423 86,001 180,117 278,305 897,380
265,642 201,670 0 14,940 17,369 0 29,663 2,000 428,229 50,279 132,607 245,343 693,871
402,075 213,180 88,344 27,345 36,648 0 34,558 2,000 597,294 60,861 265,377 271,056 999,369
473,815 388,193 32,318 18,930 25,030 4,344 0 5,000 730,927 98,878 276,259 355,790 1,204,742
323,684 269,324 0 16,300 33,060 1,000 2,500 1,500 315,890 46,876 177,170 91,844 639,574
184,662 134,181 2,334 13,915 21,176 9,056 0 4,000 446,904 48,527 147,507 250,870 631,566
111,436 88,696 1,000 0 17,800 0 1,940 2,000 159,464 17,378 98,807 43,279 270,900
2,574,573 1,743,510 123,996 157,308 240,188 183,200 108,371 18,000 4,398,829 607,547 1,617,929 2,173,353 6,973,402
SURPLUS/(DEFISIT) - Penerimaan Pembiayaan Daerah - Pengeluaran Pembiayaan Daerah
(306,000) 310,000 4,000
(341,057) 341,207 150
(193,580) 196,580 3,000
(260,000) 260,000 0
(198,136) 200,136 2,000
(60,018) 60,018 0
(277,009) 262,353 3,675
(1,181) 1,181 0
(1,636,981) 1,631,475 12,825
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah
Terkait dengan upaya antisipasi dampak krisis global di Kepulauan Riau, Pemerintah Pusat telah mengalokasikan stimulus fiskal untuk pembangunan infrastruktur senilai Rp 60 miliar. Untuk stimulus infrastruktur ini, provinsi Kepulauan Riau mendapatkan alokasi dana di atas provinsi lain. Stimulus fiskal itu diharapkan dapat membantu perekonomian masyarakat yang terkena krisis ekonomi. Stimulus itu dianggarkan untuk pembangunan Pelabuhan Malarko di Karimun senilai Rp 20 miliar, pembangunan fasilitas Pelabuhan Dompak dianggarkan Rp 15 miliar, dukungan ekspansi sektor riil Departemen Perdagangan di
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
41
Kabupaten Kepulauan Anambas senilai Rp 10 miliar dan di Karimun Rp 15 miliar. Program tersebut sudah disahkan Panitia Anggaran DPR-RI dan segera dilaksanakan akhir Maret ini.
4.2.
APBD PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU APBD TA. 2009 pemerintah provinsi Kepulauan Riau mengalami kenaikan sebesar
18,12% jika dibandingkan dengan APBD Tahun 2008. Kenaikan tersebut dikarenakan terjadinya kenaikan pada target Pendapatan Daerah sebesar 10,35% dibandingkan tahun 2008, dan besarnya estimasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang dianggarkan pada RAPBD tahun 2009 yaitu sebesar 13,68% dari APBD 2008. Target penerimaan Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Riau pada Tahun 2009 direncanakan berasal dari Pajak Daerah sebesar Rp 407,18 milyar, Retribusi Daerah Rp 3,55 milyar, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (PT. Pembangunan Kepri) sebesar Rp 680 juta dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar Rp 13,27 milyar, serta porsi Dana Perimbangan sebesar Rp 905,31 milyar. Sampai saat ini penerimaan Pajak Daerah masih bertumpu pada sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) yang memberikan kontribusi sebesar 99,6% dari total target Pajak Daerah. Peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dimungkinkan karena adanya kenaikan jumlah kendaraan bermotor, kebijakan pemutihan dan penyuluhan kepada wajib pajak. Sedangkan kenaikan komponen Retribusi Daerah diatas 100% diperkirakan sejalan dengan mulai diterapkannya Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah.
4.2.1. Realisasi Penerimaan Penerimaan pemerintah provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan III 2009 tercatat sekitar Rp 938 milyar atau 70,6% dari target penerimaan sebesar Rp 1,33 triliun. Realisasi peneriman ini meningkat tajam dibanding triwulan sebelumnya yang hanya 37,6%. Lonjakan penerimaan sebagian besar masih berasal dari pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) yang pada triwulan ini telah terealisasi sebanyak Rp 336 milyar atau 83,3% dari target. Adapun pendapatan dari Pajak Daerah serta Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak juga mengalami kenaikan signifikan dengan tingkat realisasi yang cukup optimal. Sementara itu, pos-pos penerimaan lainnya masih memiliki tingkat realisasi yang cukup rendah, di bawah 60%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
42
Tabel 4.3. Perkembangan Realisasi Penerimaan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau TARGET TA. 2009
JENIS PENERIMAAN
(Rp)
Tw.I 2009
Tw.II 2009
Tw.III 2009
Total (Rp)
Total (Rp)
Total (Rp)
Realisasi (%)
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Retribusi Daerah ‐ Retribusi Jasa Umum ‐ Retribusi Jasa Usaha Lain‐lain Pendapatan Asli Daerah TOTAL PAD 2. DANA PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak / Bukan Pajak ‐ Bagi Hasil Pajak ‐ Bagi Hasil Bukan Pajak ‐ Pajak Penghasilan Orang Pribadi Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus TOTAL DANA PERIMBANGAN TOTAL PENERIMAAN DAERAH
407,182,211,139 3,550,000,000 2,130,000,000 1,420,000,000 13,274,294,104
86,478,585,767 743,778,947 514,526,887 229,252,060 9,744,217,962
179,699,444,040 1,033,063,897 542,328,387 490,735,510 13,652,507,101
278,627,533,590 1,941,535,499 1,232,316,589 709,218,910 17,060,295,578
68.43% 54.69% 57.86% 49.94% 128.52%
424,006,505,243
96,966,582,676
194,385,015,038
297,629,364,667
70.19%
185,871,207,341 99,000,000,000 16,607,427,341 70,263,780,000 295,378,807,416 403,132,480,000 20,931,000,000
4,229,437,316 1,760,921,565 2,468,515,751 0 1,383,218,447 134,377,496,000 0
23,348,320,655 2,862,129,415 6,433,435,184 14,052,756,056 47,190,697,463 235,160,618,000 0
90,347,544,159 49,385,418,371 12,856,613,676 28,105,512,112 204,957,562,355 335,943,740,000 9,418,950,000
48.61% 49.88% 77.41% 40.00% 69.39% 83.33% 45.00%
905,313,494,757
139,990,151,763
305,699,636,118
640,667,796,514
70.77%
1,329,320,000,000
236,956,734,439
500,084,651,156
938,297,161,181
70.58%
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah
Penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai dengan bulan September diperkirakan sebesar Rp 298 milyar atau 70,2% dari target PAD tahun 2009. Tingkat penerimaan tersebut sedikit lebih rendah dibanding kondisi tahun 2008 yang mencapai 73,3%. Rendahnya realisasi diduga akibat tidak disetujuinya beberapa rancangan Peraturan Daerah (ranperda) terkait dengan optimalisasi sumber-sumber penerimaan di daerah. Kondisi tersebut juga tercermin dari rendahnya penerimaan yang berasal dari Pajak Daerah, dimana sampai bulan September baru terealisasi sekitar Rp 279 milyar atau 68,4%, sementara di posisi yang sama tahun 2008 realisasi penerimaan yang berasal dari pajak daerah mencapai 81%.
4.2.2. Realisasi Belanja Adapun penyerapan anggaran belanja Pemerintah Provinsi sampai dengan triwulan laporan lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2008. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan adanya peningkatan kinerja aparat pengelola dan pelaksana anggaran daerah dalam meredam dampak krisis global. Anggaran belanja sampai dengan posisi September 2009 diperkirakan mencapai Rp 1 triliun atau 61,9% dari target APBD sebesar Rp 1,64 triliun. Realisasi belanja di triwulan ini juga naik signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 38,9%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
43
Tabel 4.4. Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau TARGET TA. 2009
JENIS BELANJA
(Rp) 1. BELANJA TIDAK LANGSUNG ‐ Belanja Pegawai ‐ Belanja Subsidi ‐ Belanja Hibah ‐ Belanja Bantuan Sosial ‐ Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Kab/Kot ‐ Belanja Bantuan Keuangan ‐ Belanja Tidak Terduga
Tw.I 2009
Tw.II 2009
Tw.III 2009
Total (Rp)
Total (Rp)
Total (Rp)
Realisasi (%)
174,549,153,245 ‐ 44,947,814,000 66,505,000,000 168,800,000,000 5,000,000,000 500,000,000
57,630,940,802 871,704,000 16,312,505,000 18,903,714,000 0 0 0
102,169,162,054 871,704,000 30,311,005,000 35,986,094,000 2,410,208,900 0 0
135,909,366,705 871,704,000 37,343,830,600 45,694,380,666 77,424,499,300 1,250,000,000 267,927,200
77.86% ‐ 83.08% 68.71% 45.87% 25.00% 53.59%
460,301,967,245
93,718,863,802
171,748,173,954
298,761,708,471
64.91%
2. BELANJA LANGSUNG ‐ Belanja Pegawai ‐ Belanja Barang dan Jasa ‐ Belanja Modal
198,746,557,593 340,085,093,262 636,866,381,900
23,713,054,393 86,088,762,523 25,393,135,871
92,962,391,465 164,334,780,134 208,570,028,679
120,032,056,078 260,349,980,187 333,641,237,033
60.39% 76.55% 52.39%
Total Belanja Langsung
1,175,698,032,755
135,194,952,787
465,867,200,278
714,023,273,298
60.73%
TOTAL BELANJA
1,636,000,000,000
228,913,816,589
637,615,374,232 1,012,784,981,769
61.91%
Total Belanja Tidak Langsung
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah
Realisasi belanja terbesar pada periode Juli-September 2009 terjadi pada pos Belanja Modal yakni mencapai Rp 125 milyar, sekitar 20% dari target belanja Modal yang ditetapkan sebesar Rp 637 milyar. Meski demikian, tingkat realisasinya sepanjang tahun 2009 tergolong belum optimal dimana hanya 52,4% dari target. Hal ini harusnya menjadi perhatian pemerintah mengingat pentingnya percepatan realisasi belanja investasi pemerintah di tengah kelesuan bisnis sektor swasta akibat krisis global. Rendahnya tingkat realisasi juga mengakibatkan kontribusinya dalam pembentukan komponen Investasi fisik PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) pada struktur PDRB Kepulauan Riau menjadi kurang optimal. Sebaliknya, porsi belanja konsumsi pemerintah yang berasal dari pos Belanja Barang dan Jasa melampaui target proporsionalnya, dengan tingkat realisasi 76,6%. Pencapaian ini memberi kontribusi kurang dari 5% terhadap pembentukan komponen Konsumsi dalam PDRB Kepulauan Riau. Adapun konsumsi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau selama masa krisis global.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
44
Tabel 4.4. Rasio & Realisasi Belanja Barang & Jasa serta Belanja Modal
Sumber : BPS & BKKAD Provinsi Kepulauan Riau
Peran pemerintah provinsi dalam meminimalisasi dampak krisis global ditunjukkan dari penyerapan anggaran belanja Subsidi, Hibah dan Bantuan Sosial yang cukup baik di triwulan laporan. Pemerintah provinsi telah mengeluarkan dana sebesar Rp 871,7 juta untuk Belanja subsidi yang sebelumnya tidak ditargetkan. Untuk belanja Hibah, anggaran yang telah teralisasi mencapai Rp 37,3 milyar atau 83,1%. Sementara untuk belanja Bantuan Sosial sebesar Rp 45,7 milyar, yang berarti 68,7% dari target yang ditetapkan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
45
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
5.1.
PENGEDARAN UANG KARTAL Perkembangan aliran uang di Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan III 2009
ditandai dengan kenaikan jumlah outflow diiringi angka inflow yang cenderung menurun. Outflow tercatat sebesar Rp1,49 triliun, naik Rp726,79 miliar (95,73%) dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu aliran uang masuk (inflow) ke Kantor Bank Indonesia Batam naik sebesar Rp51,90 miliar (84,08%) menjadi Rp113,63 milyar. Kombinasi outflow dan inflow tersebut mengakibatkan net outflow di triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,37 triliun. Peningkatan outflow KBI Batam yang cukup tinggi pada triwulan berjalan dipengaruhi oleh tingginya permintaan uang masyarakat menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan September 2009. Peningkatan permintaan masyarakat terhadap uang pecahan kecil juga dipengaruhi oleh terbitnya pecahan baru Rp2000. Tabel 5.1. Perkembangan Uang Kartal (dalam milyar rupiah)
Keterangan Inflow Outflow Net
Tw. II 60,95
2008 Tw. III 64,57
Tw. IV 278,55
(791,49)
(1.527,09) (1.462,53)
(730,54)
Tw. I 165,41
2009 Tw. II 61,73
Tw. III 113,63
(1.496,47)
(582,64)
(759,19)
(1.485,98)
(1.217,92)
(417,23)
(697,46)
(1.372,35)
Sumber: Bank Indonesia
5.1.1. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Peracikan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan uang bersih (clean money policy) yaitu Bank Indonesia senantiasa menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang layak kepada masyarakat. Di samping itu, Bank Indonesia juga memberikan pelayanan kepada perbankan dan masyarakat untuk kegiatan setoran, penarikan dan penukaran untuk pecahan besar ke pecahan kecil serta untuk uang rupiah lusuh. Selama triwulan III 2009, jumlah UTLE yang diracik di KBI Batam Rp14,81 milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp19,27 miliar (19,27%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp34,08 miliar.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
46
Grafik 5.1. Perkembangan UTLE
Sumber : Bank Indonesia
5.2.
LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL
5.2.1. Kliring Lokal Untuk wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam, terdapat 3 (tiga) wilayah kliring lokal, yaitu: di Kantor Bank Indonesia Batam untuk wilayah Kota Batam, PT. Bank Mandiri untuk wilayah Tanjung Pinang, dan PT. BNI untuk wilayah Tanjung Balai Karimun. Nilai transaksi melalui sistem kliring lokal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan III 2009 mencapai Rp2,67 triliun dengan jumlah warkat sebanyak 107.009 lembar. Nilai total kliring tersebut meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,54 triliun dengan jumlah warkat sebanyak 105.943 lembar. Grafik 5.2. Perputaran Kliring
Grafik 5.3. Penolakan Cek/BG Kosong
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu, penolakan Cek/BG kosong di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp72,35 milyar dengan jumlah warkat sebanyak 2.923 lembar. Jumlah ini meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp56,45 miliar dengan jumlah warkat 2.036 lembar.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
47
Tabel 5.2. Perkembangan Kliring Lokal
2008
Keterangan
2009
Tw.2
Tw.3 Tw.4 Perputaran Kliring 108.574 111.429 102.838 2.719 2.964 2.742 Penolakan Cek/BG Kosong 1.770 1.986 2.160 71,27 49,34 56,80
Jumlah Warkat (lembar) Nominal (Rp Miliar) Jumlah Warkat (lembar) Nominal (Rp Miliar)
Tw.1
Tw.2
Tw.3
101.670 2.597
105.943 2.549
107.009 2.667
1.812 56.98
2.036 56,45
2.923 72,35
Sumber: Bank Indonesia
5.2.2. Transaksi BI-RTGS Transaksi masyarakat melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar masih terjadi di Kota Batam. Transaksi BIRTGS keluar dari Kota Batam selama triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp5,26 triliun atau 85,75% dari total seluruh transaksi BI-RTGS dari Provinsi Kepulauan Riau ke wilayah lainnya di Indonesia. Sedangkan transaksi RTGS dari Kabupaten Tanjung Balai Karimun dan Kota Tanjung Pinang masing-masing tercatat sebesar Rp447,97 milyar dan Rp425,31 milyar dengan share masing-masing 7,31% dan 6,94%. Sementara itu, transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Batam selama triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp7,43 triliun atau 85,56% dari seluruh transaksi BI-RTGS yang masuk ke Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kabupaten Natuna masing-masing tercatat sebesar Rp87,00 miliar dengan share 0,93%. Adapun transaksi BIRTGS yang masuk ke Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Tanjung Balai tercatat sebesar Rp404,60 miliar dan Rp768,51 miliar dengan share masing-masing sebesar 4,66% dan 8,85%. Tabel 5.3. Perkembangan BI-RTGS Tw. III 2009 FROM Region
BATAM NATUNA TANJUNG BALAI TANJUNG PINANG
Nilai (Milyar Rp) 5.256,86 ‐ 447,97 425,31
Volume
TO Nilai
(Milyar Rp) 9.941,00 7.433,46 ‐ 81,10 1.992,00 404,60 1.177,00 768,51
Volume 13.094,00 87,00 1.038,00 1.451,00
FROM ‐ TO Nilai (Milyar Rp) 2.450,99 ‐ 17,85 159,38
Volume 3.794,00 ‐ 35,00 492,00
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
48
5.3.
UANG PALSU Jumlah uang rupiah palsu yang dilaporkan ke Bank Indonesia Batam pada triwulan III
2009 berjumlah Rp2.280.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 108 lembar. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp2.030.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 37 lembar.
Tabel 5.4. Perkembangan Uang Palsu
Tw. II 2009 Nominal Lembar 500.000 5 1.500.000 30 20.0000 1 10.000 1 2.030.000 37
Pecahan 100.000 50.000 20.000 10.000 5.000 1.000 Total
Tw. III 2009 Nominal Lembar 1.000.000 10 350.000 7 40.000 2 890.000 89 2.280.000 108
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan jenis pecahan, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp100.000,00 dilaporkan sebanyak 10 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp50.000,00 dilaporkan sebanyak 7 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp20.000,00 dilaporkan sebanyak 2 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp10.000,00 dilaporkan sebanyak 89 lembar.
Diagram 5.1. Persentase Pecahan Uang Palsu
Nominal
Lembar
Sumber : Bank Indonesia
Terkait dengan uang palsu yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia Batam terus melakukan berbagai upaya untuk menekan peredarannya, antara lain dengan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan (perbankan, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum). Selain itu, Kantor Bank Indonesia Batam juga memasang iklan layanan masyarakat tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah di beberapa media, antara lain di seluruh jaringan studio film XXI yang ada di Kota Batam.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
49
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
6.1.
KETENAGAKERJAAN Jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2009 meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya. Penduduk Provinsi Kepulauan Riau meningkat sebesar 62.211 jiwa (4,28%) menjadi 1.515.294 jiwa dibandingkan tahun 2008 yang tercatat sebesar 1.453.073 jiwa. Berdasarkan wilayahnya, peningkatan penduduk terbesar terjadi di Kota Batam yang mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 43.809 jiwa (5,94%) dibandingkan tahun 2008 sehingga pada tahun 2009 tercatat sebesar 781.342 jiwa. Selanjutnya diikuti Kabupaten Karimun yang meningkat sebesar 7.780 (3,48%) menjadi 231.658 jiwa pada tahun 2009. Kota Tanjung Pinang mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 4.778 jiwa (2,62%) dibandingkan dengan tahun 2008 sehingga tercatat sebesar 187.529 jiwa pada tahun 2009. Sedangkan jumlah penduduk Kabuten Bintan meningkat 2.346 jiwa (1,88%) dibandingkan dengan tahun 2008 yang tercatat sebesar 125.058 jiwa menjadi 127.404 jiwa pada tahun 2009. Sementara itu jumlah penduduk Kabupaten Lingga Natuna pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 1.405 jiwa dibandingkan dengan 2008 menjadi 89.737 jiwa pada tahun 2009. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kabupaten Natuna mengalami penurunan 33.553 jiwa (35,12%). Penurunan yang terjadi di Kabupaten Natuna terjadi akibat adanya pemekaran wilayah menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Meskipun jumlah penduduk Kabupaten Natuna, namun apabila jumlah penduduk Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas digabung, maka terjadi peningkatan sebesar 2.093 jiwa (2,19%). Pembentukan Kabupaten Anambas sesuai dengan UU Undang-Undang No. 33 Tahun 2008 tanggal 24 Juli 2008. Kabupaten Kepulauan Anambas terdiri dari 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Siantan, Kecamatan Siantan Timur, Kecamatan Siantan Selatan, Kecamatan Palmatak, Kecamatan Jemaja dan Kecamatan Jemaja Timur. Ditambah dengan 1 Kecamatan yaitu Kecamatan Siantan Tengah yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Kabupaten Natuna Nomor 17 Tahun 2008 dengan cakupan wilayah administrasi Desa Air Asuk, Desa Air Sena dan Desa Teluk Siantan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
50
Tabel 6.1 Perkembangan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Kab./Kota Karimun Bintan Natuna Lingga Kepulauan Anambas Batam Tanjung Pinang Total
2007
2008
2009
216.221 122.677 93.424 86.894 695.739 177.963 1.392.918
223.878 125.058 95.531 88.332 737.533 182.741 1.453.073
231.658 127.404 61.978 89.737 35.646 781.342 187.529 1.515.294
Pertumbuhan Selisih Pert. (%) 7.657 3,54 2.381 1,94 2.107 2,26 1.438 1,65 41.794 6,01 4.778 2,68 60.155 4,32
Sumber : BPS Prov. Kepri
Penyebaran penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2009 sebagian besar masih terkonsentrasi di Kota Batam. Jumlah penduduk Kota Batam pada tahun 2009 tercatat sebesar 781.342 jiwa atau 51,56% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Secara trend, share jumlah penduduk Kota Batam juga terus mengalami peningkatan yang cukup tajam selama tiga tahun terakhir. Selanjutnya diikuti oleh jumlah penduduk Kabupaten Karimun yang tercatat sebesar 231.658 jiwa (15,29%) dan jumlah penduduk Kota Tanjung Pinang yang tercatat sebesar 187.529 jiwa (12,78%). Penduduk Kabupaten Bintan mempunyai porsi 8,41% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Sementara itu penduduk Kabupaten Lingga mempunyai porsi 5,92%. Sedangkan Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas masing-masing memiliki porsi 4,09% dan 2,35% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Diagram 6.1. Share Jumlah Penduduk di Provinsi Kepulauan Riau
12,38%
Grafik 6.1. Perkembangan Share Penduduk Kota Batam Terhadap Provinsi Kepulauan Riau
Karimun 15,29% Bintan Natuna 8,41% Lingga 4,09% 5,92%
Kepulauan Anambas Batam Tg. Pinang
51,56% 2,35%
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
51
6.2.
KETENAGAKERJAAN Sampai dengan bulan Februari 2009 jumlah angkatan kerja di Provinsi Kepulauan
Riau mencapai 668.510 orang atau mengalami peningkatan sebanyak 2.510 orang (0,38%) dibandingkan bulan Agustus 2008. Dari total agkatan kerja pada Februari 2009 tersebut sebanyak 616.273 orang telah bekerja atau mengalami peningkatan sebanyak 3.606 orang (0,59%) terhadap bulan Agustus 2008. Sebagai catatan, data ketenagakerjaan dirilis oleh Badan Pusat Statistik setahun dua kali yaitu bulan Februari dan Agustus. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional sampai dengan Februari 2009 52.237 orang tercatat sebagai pengangguran atau mengalami penurunan sebanyak 1.096 orang (2,06%). Tingkat pertumbuhan orang yang bekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan pengangguran ini menunjukkan lapangan kerja yang ada di Provinsi Kepulauan Riau masih dapat menampung angkatan kerja meskipun belum maksimal.
Grafik 6.2. Perkembangan Penduduk Angkatan Kerja
Grafik 6.3. Perkembangan Penduduk Bukan Angkatan Kerja
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Jumlah bukan angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan Februari 2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Agustus 2008. Jumlah bukan angkatan kerja mengalami peningkatan sebanyak 22.143 orang (6,48%) sehingga tercatat sebanyak 363.914 orang. Peningkatan jumlah bukan angkatan kerja terutama disebabkan karena terjadinya peningkatan bukan angkatan kerja yang mengurus rumah tangga mengalami kenaikan sebesar 13.304 orang (5,34%) dibandingkan data Agustus 2008. Sedangkan jumlah penduduk yang masih sekolah mengalami peningkatan sebesar 4.945 orang (8,16%).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
52
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu
URAIAN
Angkatan kerja
Bukan Angkatan Kerja
Feb.’07
Agt.’07
Feb.’08
Agt.’08
Feb.’09
Bekerja
583.155
535.797
597.159
612.667
616.273
Pengangguran
56.708
53.077
55.378
53.333
52.237
Total
639.863
588.874
652.537
666.000
668.510
Sekolah
67.247
75.895
72.455
60.596
65.541
Mengurus RT
192.966
234.848
240.225
249.224
262.528
Lainnya
23.486
34.059
29.314
31.951
35.845
Total
293.699
344.802
341.994
341.771
363.914
Sumber : BPS Kepulauan Riau, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2006,2007,2008
Tingkat partisipasi angkatan kerja sampai dengan Februari 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan Agustus 2008. Jika pada Agustus 2008 tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 66,09%, di bulan Februari 2009 mengalami penurunan menjadi sebesar 64,75%. Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan Agustus 2008. Pada Februari 2009 tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 7,81%, lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2008 yang tercatat sebesar 8,01%. Dilihat dari lapangan usahanya, jumlah pekerja di Provinsi Kepulauan Riau masih terkonsentrasi di sektor industri dengan total pekerja sebanyak 223.902 orang atau 36,33% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Penduduk yang bekerja di sektor ini mengalami peningkatan sebanyak 3.487 orang atau 4,30% dibandingkan bulan Agustus 2008. Sektor yang cukup dominan dalam menyerap pekerja berikutnya adalah sektor perdagangan dengan jumlah pekerja sebanyak 99.241 orang (16,10%). Pekerja di sektor ini pada bulan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
53
Februari 2009 mengalami penurunan sebanyak 25.579 (20,49%) dibandingkan bulan Agustus 2008. Grafik 6.4. Perkembangan Pekerja Sektoral
Diagram 6.1. Share Pekerja Sektoral
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Sementara itu sektor jasa kemasyarakatan menyerap tenaga kerja sebanyak 97.634 orang (15,84%). Jumlah pekerja pada sektor ini mengalami peningkatan 6.314 orang (6,91%) dibandingkan dengan Agustus 2008. Sedangkan sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 84.626 orang atau 13,73% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Pekerja di sektor ini pada bulan Februari 2009 mengalami peningkatan sebanyak 3.487 orang (4,30%) dibandingkan Agustus 2008. Grafik 6.5. Perkembangan Pekerja menurut Status
Diagram 6.2. Share Pekerja menurut Status
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Menurut status pekerjaan utamanya, jumlah penduduk berusia di atas 15 tahun di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar berkerja sebagai karyawan dengan jumlah 374.251 orang atau 60,73% dari total penduduk yang bekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Jumlah karyawan pada bulan Februari 2009 mengalami peningkatan sebanyak 25.640 orang (7,35%) dibandingkan bulan Agustus 2008. Sedangkan penduduk yang bekerja sebagai
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
54
wiraswasta tercatat sebanyak 135.220 (21,94%) atau mengalami penurunan sebanyak 14.916 orang (9,93%).
6.2.
KESEJAHTERAAN
6.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Salah satu hal indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pembangunan manusia adalah proses agar mampu memiliki lebih banyak opsi dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik dan sebagainya. IPM mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial ekonomi yang dipresentasikan oleh dimensi umur panjang dan sehat, dimensi pengetahuan dan dimensi kehidupan yang layak. Untuk mengukur IPM tersebut 2
digunakan beberapa indikator sesuai dengan dimensi yang akan diukur . Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi umur panjang dan sehat adalah angka harapan hidup. Untuk mengukur dimensi pengetahuan indikator yang digunakan adalah angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Sedangkan dimensi kehidupan yang layak diukur dengan menggunakan indikator Purchasing Power Parity atau paritas daya beli. Sumber data yang digunakan dalam penyusunan IPM adalah dari data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Untuk IPM 2008 data yang digunakan meliputi Susenas Kor 2008, Susenas Modul Konsumsi 2007 dan IHK 2008. Susenas Kor 2008 digunakan untuk menghitung indikator seperti Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah, Angka Harapan Hidup, serta pengeluaran per kapita per bulan. Secara nasional, Provinsi Kepulauan Riau termasuk provinsi yang mempunyai IPM dengan kategori baik (74,18). Provinsi Kepulauan Riau menduduki posisi 6 teratas dibandingkan dengan 33 propinsi di Indonesia. Sedangkan jika dilihat secara regional Kota Batam dengan IPM tertinggi dengan nilai 77,28. Posisi ke dua adalah Kota Tanjungpinang dengan nilai 73,92. Sementara itu Kabupaten Bintan berada di posisi tiga dengan nilai IPM sebesar 73,34 diikuti Kabupaten Karimun di urutan ke empat dengan nilai 72,80. Kabupaten Lingga berada di posisi enam dengan nilai IPM sebesar 70,74 diikuti oleh Kabupaten Natuna dengan IPM 69,81 di urutan ke tujuh dan Kabupaten Kepulauan Anambas dengan IPM 67,44 di urutan ke delapan. 2
Konsep Angka Harapan Hidup pada waktu lahir (eo) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Konsep Angka Melek Huruf penduduk dewasa adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Konsep Rata-rata Lama Sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Konsep Indeks Pendidikan didasarkan pada kombinasi antara angka melek huruf di kalangan penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah. Konsep Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity = PPP): Memungkinkan dilakukan perbandingan harga-harga riil antar propinsi dan antar kabupaten/kota mengingat nilai daya beli yang terukur dari konsumsi perkapita yang telah disesuaikan. Dalam konteks PPP untuk Indonesia, satu rupiah di suatu propinsi memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
55
Grafik 6.6. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 6.7. Angka Harapan Hidup Kabupten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Secara keseluruhan angka harapan hidup di Provinsi Kepulauan Riau tercatat selama 69,7 tahun. Angka harapan hidup tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau tercapai di Kota Batam dengan angka harapan hidup 70,70 tahun yang diikuti oleh angka harapan hidup di Kabupaten Karimun yang tercatat 69,81tahun dan angka harapan hidup Kabupaten Lingga yang tercatat 69,88 tahun. Angka harapan hidup di Kabupaten Bintan tercatat 69,61 tahun sedangkan angka harapan hidup Kota Tanjung Pinang tercatat 69,51 tahun diikuti angka harapan hidup di Kabupaten Natuna yang tercatat 68,10 tahun. Sementara itu angka harapa hidup terendah tercatat di Kabupaten Kepulauan Anambas dengan angka 67,07 tahun. Penduduk Provinsi Kepulauan Riau rata-rata mengalami masa sekolah selama 8,94 tahun. Kota Batam tercatat memiliki angka rata-rata lama sekolah tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau dengan angka rata-rata lama sekolah selama 10,70 tahun. Angka rata-rata lama sekolah tertinggi kedua berada di Kota Tanjung Pinang selama 9,20 tahun diikuti Kabupaten Bintan dengan angka rata-rata lama sekolah selama 7,95 tahun di urutan ke tiga. Sementara itu Kabupaten Karimun berada di urutan ke empat dengan angka rata-rata lama sekolah selama 7,80 tahun diikuti Kabupaten Lingga dengan selama 7,20 tahun di urutan ke lima. Angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas masing-masing selama 6,90 tahun dan 5,25 tahun di urutan enam dan tujuh. Angka melek huruf penduduk di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008 tercatat 96%. Angka melek huruf tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau juga terdapat di Kota Batam dengan angka melek huruf mencapai 98,84% diikuti oleh Kota Tanjung Pinang dengan angka melek huruf mencapai 97,73%. Kabupaten Natuna yang memiliki letak geografis relatif jauh dari pusat pemerintahan di Kota Tanjung Pinang memiliki angka melek huruf yang relatif tinggi yaitu 95,75% berada di atas Kabupaten Karimun dengan angka melek
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
56
huruf 95%. Sebanyak 94,40% penduduk di Kabupaten Bintan telah melek huruf lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk yang melek huruf di Kabupaten Lingga dengan proporsi 90,90% dari total seluruh penduduknya. Sementara itu angka melek huruf terendah terdapat di Kabupaten Kepulauan Anambas dengan angka melek huruf sebesar 89,72%. Grafik 6.8. Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 6.9. Rata-Rata Pengeluaran Riil Per Kapita Kabupten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Rata-rata pengeluaran per kapita penduduk di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008 tercatat sebesar Rp637.670,00. Kota Batam memiliki angka rata-rata pengeluaran per kapita tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp645.520,00 diikuti Kabupaten Bintan dengan angka rata-rata pengeluaran per kapita penduduk sebesar Rp641.600,00. Kabupaten Karimun tercatat memiliki angka rata-rata pengeluaran per kapita penduduk sebesar Rp632.900,00. Kota Tanjung Pinang yang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau tercatat memiliki angka rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp629.500,00 diikuti ratarata pengeluaran per kapita Kabupaten Lingga sebesar Rp623.180,00. Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai kabupaten baru memiliki angka rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp622.750,00 diikuti Kabupaten Natuna dengan angka rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp612.750,00.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
57
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
Memasuki kuartal akhir 2009, pemulihan yang terjadi pada perekonomian global menunjukkan indikasi yang semakin menguat dan merata di berbagai negara. Perbaikan yang paling tampak adalah di negara emerging market Asia, terutama China. Perkembangan tersebut berdampak pada membaiknya ekonomi domestik, sehingga ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh lebih baik dari perkiraan semula, baik pada 2009 maupun tahun 2010. Pada 2009, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 sebesar 4,0%-4,5%, atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,5%-4,0%. Dan pada 2010, pertumbuhan ekonomi diproyeksi mencapai 5,0%-5,5%. Pengaruhnya di tingkat regional akan terlihat dari kenaikan order produksi pada industri manufaktur Kepulauan Riau, terutama di kota Batam. Bersamaan dengan itu, kinerja ekspor luar negeri juga akan lebih menguat. Peningkatan utilisasi kapasitas berkorelasi langsung terhadap kebutuhan tenaga kerja sehingga berkontribusi terhadap kenaikan konsumsi di triwulan IV-2009. Tren nilai tukar Rupiah yang terus menguat menjadi kekhawatiran bagi sebagian pelaku bisnis yang berbasis ekspor. Perbaikan dalam administrasi impor di pelabuhan Free Trade Zone (FTZ) Batam merupakan hal yang mendesak guna mendukung pemulihan ekonomi regional. Sementara tekanan inflasi di triwulan mendatang diproyeksi lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Kenaikan harga lebih dipicu oleh faktor tingginya curah hujan di akhir tahun sehingga mengganggu kelancaran arus barang kebutuhan pokok masyarakat dari luar wilayah. Sementara pengaruh dari kenaikan harga komoditas dunia terhadap laju inflasi kota Batam dan Tanjung Pinang diperkirakan masih minimal. Grafik 7.1. Proyeksi Harga Minyak Mentah WTI dan Natural Gas
Grafik 7.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar dan Singapore Dollar
proyeksi
Sumber : www.marketvector.com
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
58
7.1.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan IV 2009 diperkirakan mengalami
ekspansi pada kisaran 1,33% s/d. 2,29% (y-o-y). Dengan demikian perekonomian sepanjang tahun 2009 diproyeksi bergerak antara -0,2% sampai dengan 1%. Determinan penguatan disisi permintaan didorong oleh tingginya konsumsi masyarakat menjelang akhir tahun – terutama pada komponen pengeluaran pemerintah, serta tren pemulihan ekpor. Kondisi tersebut berpengaruh secara signifikan pada output sektor industri manufaktur. Pemulihan sektor unggulan tersebut akan berdampak positif pada aktivitas perdagangan, keuangan dan jasa-jasa. Tabel 7.1. Proyeksi Laju Pertumbuhan Triwulan IV 2009 berdasarkan Sektor Ekonomi & Komponen Penggunaan year on year year over year 2009 (P)
2008 Tw‐IV
Tw‐III*
2009 Tw‐IV (P)
17.45% 13.91% 13.01% 25.72% ‐1.39% 19.57%
22.53% 24.18% 21.20% 13.48% ‐6.46% 3.69%
22.86% 11.90% 25.04% 5.54% ‐3.23% 9.65%
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
23.83% 12.86% 26.00% 6.50% ‐2.26% 10.62%
19.03% 13.41% 13.26% 29.38% 6.18% 2.94%
18.71% 20.64% 16.23% 11.16% ‐5.50% 7.83%
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
‐0.72% ‐3.09% 1.78% 1.65% 24.03% 2.21% 9.64% 7.10% 10.36% 3.05%
0.23% ‐0.33% ‐3.15% 2.45% 13.61% 0.73% 6.91% 4.56% 8.66% ‐0.20%
‐0.04% ‐1.02% ‐0.51% ‐0.33% 11.61% 2.12% 4.85% 5.18% 8.54% 1.33%
‐ 0.92% ‐ ‐0.05% ‐ 0.45% ‐ 0.63% ‐ 12.58% ‐ 3.09% ‐ 5.81% ‐ 6.15% ‐ 9.50% ‐ 2.29%
3.80% ‐2.71% 4.56% 7.94% 34.26% 7.77% 14.44% 9.71% 15.59% 6.65%
‐0.34% ‐1.21% ‐2.61% 0.59% 13.09% 0.11% 5.43% 5.04% 8.37% ‐0.20%
‐ 0.86% ‐ ‐0.01% ‐ ‐1.41% ‐ 1.79% ‐ 14.29% ‐ 1.31% ‐ 6.63% ‐ 6.24% ‐ 9.57% ‐ 1.00%
2008
KOMPONEN PENGGUNAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa
SEKTOR EKONOMI 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 9. Jasa‐Jasa PDRB (termasuk migas)
19.91% 21.84% 17.43% 12.36% ‐4.30% 9.03%
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau ; *) angka sementara; (P) Proyeksi Kantor Bank Indonesia Batam, Oktober 2009
Ekspansi ekonomi Kepulauan Riau di triwulan mendatang dipengaruhi dari 2 sisi, eksternal dalam konteks nasional dan global, serta faktor internal di level regional Kepulauan Riau. Momentum pemulihan ekonomian global di bulan Agustus 2009 mulai terlihat pada beberapa negara mitra dagang Asia, antara lain China, India, Korea, dan Jepang. Khusus untuk Jepang, momentum pertumbuhan baru sebatas pada tahap stabilisasi setelah mengalami keterpurukan ekonomi yang sangat dalam. Berdasarkan laporan IMF terakhir (Oktober 2009), level kontraksi yang melandai pada kuartal akhir (Q4) diperkirakan terjadi pada ekonomi Amerika Serikat, Jepang, China, India, Singapura, dan negara-negara yang tergabung dalam Asean-5 (Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand dan Vietnam).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
59
Diagram 7.1. *) Asesmen Momentum Pertumbuhan Global
Sumber : Haver Analytics; Bloomber LP & IMF, Global Data Source database *) Grafik didasarkan pada 4 indikator ekonomi, termasuk industrial production, real retail sales, merchandise exports, dan purchasing managers index (PMI). Beberapa rating, terutama pada bulan terakhir didasarkan pada data actual dan proyeksi.
Indikasi pemulihan ekonomi pada negara China, Hongkong dan Singapura juga diperkuat dengan survei Hudson terkait tingginya ekpektasi perusahaan dalam merekrut tenaga kerja permanen di triwulan IV 2009 berdasarkan hasil survei yang dilakukan Hudson Highland Group Inc, sebuah perusahaan jasa konsultan tenaga kerja global. Sedangkan pada skala Nasional, ekonomi Indonesia yang tumbuh baik bersama-sama dengan China dan India, serta stabilitas politik pasca terbentuknya kabinet baru pemerintahan memberi sentimen positif bagi investor. Hal ini ditandai dengan masuknya modal-modal asing dalam jumlah besar di pasar keuangan Indonesia sehingga terus memberi penguatan pada nilai tukar Rupiah. Grafik 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara di Dunia
World Output United States Euro Area Japan United Kingdom Canada China India ASEAN‐5 *) Singapore Hongkong Middle East
2008 3.0 0.4 0.7 ‐0.7 0.7 0.4 9.0 7.3 4.8 1.1 2.4 5.4
Year over Year Latest Projections 2009 2010 ‐1.1 3.1 ‐2.7 1.5 ‐4.2 0.3 ‐5.4 1.7 ‐4.4 0.9 ‐2.5 2.1 8.5 9.0 5.4 6.4 0.7 4.0 ‐1.7 4.3 ‐3.6 3.5 2.0 4.2
Estimates 2008 ‐0.1 ‐1.9 ‐1.7 ‐4.5 ‐1.8 ‐1.0 6.9 4.8 1.9 ‐4.2 ‐2.6 ‐
Grafik 7.2. Survei Ekspektasi Perekrutan Karyawan Pemanen di China, Hongkong dan Singapura
Q4 over Q4 Projections 2009 2010 0.8 3.2 ‐1.1 1.9 ‐2.5 0.9 ‐1.3 1.4 ‐2.5 1.3 ‐1.5 3.0 10.1 9.2 5.1 7.0 2.8 3.8 2.5 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Sumber : IMF & berbagai sumber (Oktober 2009) *) Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand dan Vietnam
Sumber : The Hudson Report; Oct-Dec 2009
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
60
Optimisme ekstenal tersebut, terutama yang terjadi pada negara Singapura sebagai mitra dagang dominan, memberi tingkat keyakinan yang lebih besar akan adanya pemulihan permintaan luar negeri di akhir tahun 2009. Kontraksi ekspor Kepulauan Riau diperkirakan melandai di level -3,23% s/d. - 2.26%, dibanding triwulan III yang mengalami penurunan mencapai 6,46%. Sementara kondisi ekonomi makro regional Kepulauan Riau di triwulan mendatang diperkuat dengan peningkatan konsumsi sekitar 22,86% - 28,83%. Asesmen tersebut didorong oleh kenaikan pengeluaran masyarakat sehubungan dengan adanya rencana penambahan tenaga kerja baru oleh sektor industri manufaktur. Kebutuhan tenaga kerja diperkirakan mencapai 36.000 orang (Apindo, Oktober 2009) menyusul adanya kenaikan order dari negara mitra dagang. Selain kebutuhan masyarakat yang relatif meningkat memasuki musim liburan akhir tahun, komponen pengeluaran pemerintah juga akan lebih atraktif mengingat adanya ruang anggaran belanja yang cukup besar. Khusus pada anggaran pemerintah provinsi Kepulauan Riau, anggaran belanja yang belum terealisasi masih sekitar 38%, atau lebih dari Rp 600 milyar. Ruang anggaran belanja modal pemerintah antara lain digunakan untuk penyelesaian pembangunan pulau Dompak sebagai pusat pemerintahan Kepulauan Riau. Metode pembangunan
menerapkan
konsep
multiyears,
dimana
pencadangan
tahun
2007
dianggarkan sekitar Rp125 Miliar, tahun 2008 sebesar Rp387 Miliar, tahun 2009 mencapai Rp680 Miliar dan untuk tahun 2010 dianggarkan sekitar Rp796 Miliar Pengerjaan beberapa proyek konstruksi swasta seperti superblok Grand Quarter Batam mencakup apartemen, kondominium hotel alias kondotel, waterpark, pusat perbelanjaan, dan olahraga diperkirakan menelan dana investasi mencapai US$120 juta, dengan tahap pertama direncanakan sebesar US$ 50 juta. Selanjutnya terdapat proyek pembangunan Harbour Bay Mall dan Kepri Mall yang menelan biaya sekitar Rp 200 milyar, serta proyek-proyek konstruksi besar lainnya seperti Hotel Harmony One, Batam City Square (BCS) Condominium, dan Harbour Bay Condo. Di samping itu proyek-proyek perubahan baru juga mulai bermunculan seperti kluster terbaru di Diamond Palace Residence oleh Intan Property, 20 twin block Batam Centre Park di atas lahan seluas 14 hektare oleh Dimas Pratama Indah, dan Mulia Batindo yang memulai pembangunan 1000 unit rumah di Karimun. Pemulihan kondisi makro regional sangat mungkin terealisasi dengan adanya status khusus Batam, Bintan dan Karimun sebagai kawasan FTZ (Free Trade Zone), yang menjadi insentif tambahan bagi investor. Untuk itu sangat dibutuhkan upaya optimal dari pemangku
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
61
dan pelaksana kebijakan khusus FTZ, dalam hal ini Dewan Kawasan (DK) dan Badan Pengusahaan (BP) FTZ. Pelayanan administrasi yang memadai dengan persyaratan yang lebih cepat dan mudah mutlak diperlukan demi optimalisasi pelaksanaan FTZ. Hal ini juga perlu didukung oleh penyediaan infrastruktur yang memadai (energi listrik, gas dan air bersih) beserta kebijakan-kebijakan yang lebih pro investasi.
7.2.
PROSPEK INFLASI Kenaikan harga yang terjadi di kota Batam selama triwulan IV 2009 relatif lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya. Lonjakan inflasi sempat terjadi di bulan September akibat kenaikan permintaan kebutuhan pangan dan sandang menjelang perayaan Idul Fitri. Harga-harga secara umum diperkirakan kembali normal di bulan Oktober sehingga berpeluang membentuk ekspektasi penurunan harga (deflasi). Menjelang akhir tahun hargaharga diproyeksi kembali meningkat dipicu oleh curah hujan dan tingginya gelombang laut yang dapat menghambat kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok. Laju inflasi di akhir tahun 2009 diestimasi bergerak antara 2,67% - 3,56%, jauh lebih rendah dibanding tahun 2008 yang tercatat sebesar 8,39%. Grafik 7.3. Proyeksi Inflasi Umum Kota Batam
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Ket. : Juli – Desember 2009 adalah Proyeksi Bank Indonesia Batam
Pergerakan harga di kota Batam selama triwulan IV 2009 dipengaruhi beberapa faktor fundamental dan non-fundamental. Faktor fundamental yang mempengaruhi rendahnya tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand side) diantaranya adalah penurunan permintaan kebutuhan pokok pasca Lebaran, penguatan nilai tukar Rupiah, dan tren penurunan suku bunga kredit.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
62
Sedangkan dari sisi penawaran (supply side), tekanan harga sebagian besar dipicu oleh faktor distribusi akibat tingginya curah hujan dan angin dalam 3 bulan ke depan, terutama di bulan Desember. Kondisi tersebut biasanya menyebabkan gelombang laut yang tinggi yang mempersulit distribusi barang kebutuhan pokok yang dipasok dari luar daerah. Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan di Indonesia Bulan Oktober – Desember 2009 OKTOBER 2009
NOVEMBER 2009
DESEMBER 2009
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Pemutakhiran Oktober 2009
Grafik 7.4. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi Penyumbang Inflasi Terbesar
Grafik 7.5. Estimasi Inflasi Kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi dan Sandang di Kota Batam
Sumber : Survei Pemantauan Harga (SPH) Kota Batam Ket. : Berdasarkan harga rata-rata 4 pedagang di pasar tradisional Aviari dan Sagulung
Sumber : BPS, diolah Ket. : Bulan Oktober – Desember 2009 adalah Proyeksi Bank Indonesia Batam, Oktober 2009
Penurunan harga pasca Lebaran cukup terlihat pada hasil Survei Pemantauan Harga kota Batam di bulan Oktober terutama pada kebutuhan makanan, seperti cabe merah, kacang panjang, kangkung dan ikan-ikanan. Namun di bulan berikutnya, kendala distribusi akibat faktor cuaca dapat mengganggu kelancaran pasokan bahan pangan tersebut, sehingga memicu kenaikan harga pada kelompok volatile (harga berjolak). Sementara itu kekhawatiran akan kenaikan harga gula internasional berpotensi menambah tekanan pada inflasi inti (core inflation). Sedangkan faktor inflasi yang terkait dengan kebijakan pemerintah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
63
(administered) diperkirakan bersumber dari rencana kenaikan harga gas elpiji. Dampak dari kenaikan harga elpiji diproyeksi cukup minimal sepanjang kenaikan harga di tingkat eceran dapat terkendali.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan III ‐ 2009
64