BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1.
KONDISI UMUM Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan
Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan melambat sebesar -0,89% (y-o-y) di triwulan I-2009, sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh di level 3,05%. Kinerja ekspor yang diperkirakan melambat sebesar -5,5% masih menjadi penyebab utama koreksi pertumbuhan di triwulan laporan. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kesulitan finansial bahkan resesi yang dialami sebagian besar negara-negara prinsipal, seperti AS, Jepang, Eropa dan Singapura. Selain itu, realisasi investasi barang modal diperkirakan tumbuh terbatas setelah tahun 2008 mencapai tingkat pertumbuhan 30%. Meski demikian, tren menguatnya nilai tukar Rupiah serta penurunan harga komoditas internasional berkontribusi positif dalam menahan laju penurunan konsumsi lebih lanjut. Grafik 1.1. Struktur Perekonomian Kepulauan Riau
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan (yoy)
III
IV
I
II
III
IV*
2009 I**
6.77% -2.28% 5.86% 6.07% 32.31% 8.60% 11.36% 10.12% 13.81%
10.44% -2.91% 6.35% 9.06% 46.12% 9.07% 15.32% 11.51% 20.07%
8.37% -1.89% 5.56% 13.49% 45.93% 10.52% 18.56% 11.69% 20.57%
5.78% -2.99% 6.35% 12.34% 42.58% 10.37% 16.34% 10.69% 17.47%
2.18% -2.85% 4.67% 5.12% 28.52% 8.36% 13.84% 9.59% 14.77%
-0.72% -3.09% 1.78% 1.65% 24.03% 2.21% 9.64% 7.10% 10.36%
0.08% -1.29% -3.72% -0.73% 14.81% -0.87% 5.71% 6.12% 8.29%
19.58% 15.26% 20.67% 17.96% 157.09% -0.50% 15.55% 13.06%
23.04% 16.74% 18.06% 26.50% 7.07% 12.95%
17.48% 11.26% 13.30% 34.38% 5.88% 15.59%
18.59% 11.94% 9.15% 31.22% 0.60% 23.46%
17.45% 13.91% 13.01% 25.72% -1.39% 19.57%
11.42% 15.59% 14.54% 9.25% -5.50% 16.42%
8.63%
8.60%
6.52%
2007
SEKTOR EKONOMI 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 9. Jasa-Jasa KOMPONEN PENGGUNAAN 1. Konsumsi Rumah Tangga 2. Konsumsi Lembaga Swasta 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 5. Ekspor Barang dan Jasa 6. Impor Barang dan Jasa PDRB
2008
16.03% 11.29% 16.07% 9.94%
7.24%
8.50%
3.05% -0.89%
Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara
Dari sisi produksi, perlambatan ekonomi Kepulauan Riau didorong oleh melemahnya pertumbuhan di 3 sektor utama, yaitu sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta sektor Bangunan. Penurunan daya beli global berpengaruh signifikan terhadap turunnya permintaan barang-barang manufaktur yang diproduksi di Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Rata-rata penurunan utilisasi produksi bahkan telah mencapai 30% - 50%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
5
Kuatnya interaksi antara provinsi Kepulauan Riau dengan Singapura semakin terlihat dari pola historis pertumbuhan ekonomi kedua wilayah. Perekonomian Singapura yang mengalami resesi sejak akhir tahun 2008 diperkirakan semakin memburuk di triwulan awal 2009 dengan melambat -11,5%. Kondisi tersebut diduga turut berperan terhadap pertumbuhan negatif sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di periode ini. Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Kepri. &Singapura (y-o-y)
Krisis 1997/ 1998
Grafik 1.2. Perkembangan Kurs IDR terhadap USD dan SGD
Krisis 2007/ 2008
Sumber : Bank Indonesia Batam & MTI Singapore (diolah) *) Angka Sementara
Grafik 1.4. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI)
Grafik 1.6. Perkembangan Harga Batu Bara Dunia
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
Grafik 1.5. Perkembangan Harga CPO Dunia
Grafik 1.7. Perkembangan Harga Karet Dunia
Sumber : Bloomberg *) harga pertengahan April 2009
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
6
1.2.
SISI PERMINTAAN
1.2.1. Konsumsi Tren penguatan nilai tukar Rupiah dan menurunnya harga komoditas di pasar internasional sejak awal tahun 2009 berpengaruh positif terhadap perkembangan konsumsi di Kepulauan Riau. Meski melambat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan I-2009 relatif baik yakni sebesar 11,42% (yoy). Di lain pihak, komponen konsumsi lembaga swasta nirlaba dan konsumsi pemerintah justru berakselerasi dibanding triwulan sebelumnya, dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 15,56% dan 14,54%. Grafik 1.8. Laju Pertumbuhan Konsumsi (y-o-y)
Periode Krisis
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Krisis keuangan global yang terjadi sejak akhir tahun 2007 mulai berdampak pada variabel konsumsi sejak kuartal II tahun 2008. Efek penurunan yang ditimbulkan cukup terbatas, namun tetap menunjukkan tren meningkat jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, komponen konsumsi merupakan faktor penyangga perekonomian Kepulauan Riau di periode laporan. Grafik 1.9. Perkembangan Impor Barang Konsumsi
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.10. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
7
Daya beli masyarakat petani relatif meningkat didorong oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan di wilayah Kepulauan Riau. Selama bulan Januari – Maret, wilayah Kepulauan Riau mengalami “musim utara” dimana kecepatan angin relatif tinggi yang menimbulkan gelombang laut yang tinggi. Terganggunya aktivitas pelayaran mengakibatkan pasokan komoditas pangan yang diimpor, baik antar daerah maupun antar negara, menjadi berkurang. Kondisi yang direspon dengan naiknya harga-harga kebutuhan pangan ternyata cukup membantu daya beli petani di tengah penurunan harga komoditas, sebagaimana ditunjukkan dengan tren kenaikan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) selama Januari dan Februari 2009. Melambatnya laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga di periode ini cukup terkonfirmasi dari arah penurunan berbagai indikator konsumsi terutama untuk komoditas non-makanan. Angka penjualan kendaraan bermotor baru semakin terkoreksi. Penjualan kendaraan roda empat di bulan Februari 2009 hanya tumbuh 10,5% sedangkan di akhir tahun 2008 masih tumbuh 63,5% (y-o-y). Bahkan, pertumbuhan penjualan Sepeda Motor telah memasuki zona negatif sejak awal tahun 2009. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka penjualan Sepeda Motor dalam 2 bulan pertama turun hingga 15%. Grafik 1.11. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor
Grafik 1.12. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor
`
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kepulauan Riau (diolah)
Selain itu, indikator konsumsi listrik untuk kelompok rumah tangga juga mengalami penurunan level pertumbuhan. Total pemakaian listrik PT.PLN Batam oleh kelompok rumah tangga selama triwulan I-2009 tercatat sebesar 87.620 MWh atau tumbuh hampir 9% (yoy). Sementara itu pada triwulan sebelumnya pemakaian listrik rumah tangga masih mengalami pertumbuhan lebih dari 15% (yoy). Stimulus yang dihasilkan dari belanja Pemerintah daerah masih jauh dari harapan. Asesmen ini didasarkan dari rendahnya tingkat realisasi anggaran belanja dalam 4 tahun terakhir. Di samping kekhawatiran terhadap semakin intensifnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran pemerintahan daerah, masa kampanye pemilu legislatif ternyata cukup Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
8
menyita konsentrasi pemerintah daerah untuk menjalankan program kerjanya. Tren menurunnya laju pertumbuhan
konsumsi pemerintah cukup tercermin dari tingkat
penyerapan anggaran yang relatif menurun sampai dengan tahun 2008. Akibatnya, kontribusi pengeluaran pemerintah dalam menstimulus perekonomian daerah menjadi semakin kecil. Indikator konsumsi semen juga memperlihatkan penurunan tajam. Penjualan semen untuk wilayah Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 sebanyak 181,56 ribu ton, atau melambat -0,41% dibanding triwulan I-2008 (yoy). Angka penjualan mengalami koreksi yang signifikan pada bulan Maret 2009 yang turun 18,68% dibanding bulan Maret tahun sebelumnya. Grafik 1.13. Kredit Konsumsi Perbankan Kepri.
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.14. Penjualan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Sementara di sisi pembiayaan perbankan menunjukkan hal yang sama dimana pertumbuhan kredit konsumsi terus menurun sejak Oktober 2008. Meski demikian angka pertumbuhan masih berada di level yang cukup tinggi dimana pada bulan Maret 2009 posisi penyaluran kredit Konsumsi total perbankan di Kepulauan Riau mencapai Rp 4,7 triliun atau tumbuh sekitar 30,7%.
1.2.2. Investasi Perkembangan investasi barang modal – Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) sepanjang tahun 2008 cenderung stabil dengan tren meningkat. Investasi PMTB pada tahun 2008 tumbuh 29,4% dibanding tahun 2007. Namun memasuki triwulan awal tahun 2009, kinerja investasi relatif terbatas dengan pertumbuhan sebesar 9,25% (yoy). Penurunan angka realisasi investasi tidak terlebas dari belum membaiknya perekonomian negara-negara prinsipal utama seperti Singapura, AS, Jepang, dan Eropa. Kesulitan finansial yang dialami negara-negara tersebut sangat mempengaruhi langkah ekspansi yang akan dilakukan di Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
9
wilayah Kepulauan Riau, baik dalam bentuk investasi baru maupun tamabahan investasi dalam rangka perluasan usaha. Grafik 1.15 Perkembangan Investasi PMTB Periode Krisis
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Menurunnya laju pertumbuhan investasi PMTB dapat diidentifikasi dari penurunan beberapa indikator seperti impor barang modal serta penyaluran kredit investasi oleh perbankan. Nilai Impor barang modal yang masuk ke wilayah kepabeanan Kepulauan Riau relatif berfluktuasi meski trennya menurun. Namun secara riil, volume barang modal yang diimpor menunjukkan perlambatan yang lebih intens sampai bulan Februari 2009. Sementara di sisi pembiayaan perbankan pertumbuhan kredit investasi posisi Maret 2009 masih relatif minimal. Jika pada akhir tahun 2008, penyaluran kredit invetasi masih tumbuh 16,02%, namun pada posisi bulan Maret 2009 hanya tumbuh 13,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik 1.16. Nilai Impor Kepri Berdasarkan BEC
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.17. Kredit Investasi Perbankan Kepri.
Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)
Selama bulan Januari s/d Maret 2009 total aplikasi PMA yang disetujui sebanyak 18 proyek baru dengan nilai investasi US$16.649.493, dan perluasan sebanyak 4 proyek perluasan dengan nilai US$6.259.344. Sedangkan investasi PMDN yang telah disetujui Investasinya selama periode triwulan I-2009 sebanyak Rp 22.450.000. Dari seluruh rencana Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
10
investasi tersebut diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 1.475 tenaga kerja. Lebih rinci, pada bulan Januari 2009 disetujui 7 aplikasi proyek PMA dengan nilai investasi sebesar US$ 5.925.000, dan 1 proyek perluasan PMA dengan nilai US$350.000. Sedangkan investasi PMDN baru yang disetujui aplikasinya sebanyak 2 proyek dengan nilai investasi Rp11.050.000.000,-. Sementara pada bulan Februari 2009 disetujui 5 proyek aplikasi PMA dengan nilai investasi sebesar US$4.624.493, dan investasi perluasan sebanyak 2 proyek dengan nilai US$4.850.521. Serta 2 proyek PMDN baru senilai Rp11.400.000.000. Sedangkan pada bulan Maret 2009 telah disetujui aplikasi proyek PMA sebanyak 6 proyek dengan nilai investasi sebesar US$6.100.000, dan proyek perluasan sebanyak 1 proyek dengan nilai US$1.058.823. Persetujuan aplikasi investasi tersebut berasal dari negara-negara : Singapura, Inggris, Australia, Malaysia, India, Luxemburg, Taiwan, Jepang, RRC, Belanda dan Korea Selatan. Adapun bidang usaha aplikasi PMA tersebut adalah : Industri Pembuatan / Perbaikan Kapal (1 proyek); Industri Pallet Kayu dan Komponen bahan Bangunan (1 proyek); Perdagangan Besar (Distributor Utama, Ekspor/Impor) (5 proyek); Industri peralatan lainnya dari logam dan industri paku, mur dan baut (2 proyek); Penjualan langsung dari jaringan (direct selling) (1 proyek); Jasa Engineering Procurement Construction (EPC) (1 proyek); serta Industri dan jasa lainnya (7 proyek). Perencanaan pembangunan pada dasarnya akan ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atas dana untuk diinvestasikan guna mencapai laju pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan yang hendak dicapai. Untuk keperluan analisis ini, biasanya digunakan konsep Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Perhitungan yang diperoleh berupa angka yang menunjukan perbandingan antara investasi yang diperlukan untuk dapat meningkatkan tambahan pendapatan atau output. Berdasarkan penelitian LPEM-UI pada tahun 2007, diketahui bahwa ICOR Kepulauan Riau sebesar 3,795. Dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,65% (y-o-y) dan asumsi belanja publik pada APBD 2009 sebesar 70% atau Rp 1,148 triliun (dispenda Kepri), maka untuk mencapai tingkat pertumbuhan 2% - 5% dibutuhkan investasi swasta sebesar Rp 2,6 – 5,8 triliun pada tahun 2009. Besaran ini diharapkan dapat tercapai dengan resminya penerapan Free Trade Zone (FTZ) Batam-Bintan-Karimun (BBK) di awal April 2009 ini.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
11
1.2.3. Ekspor-Impor Neraca perdagangan luar negeri Kepulauan Riau lebih tertekan menyusul penurunan ekspor secara tajam hingga berkontraksi sebesar 5,5% di triwulan I-2009 (yoy). Sementara itu, impor barang dan jasa tumbuh relatif stagnan selama masa krisis global. Resesi di beberapa negara prinsipal besar seperti Singapura, Jepang dan Amerika Serikat, yang diikuti dengan penurunan daya beli global sangat berpengaruh terhadap berkurangnya kuantitas order produk yang diolah (manufactured) di wilayah Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Imbasnya, lalu lintas perdagangan bahan baku dan bahan penolong menjadi menurun. Buruknya kinerja ekspor berkontribusi signifikan terhadap perlambatan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan laporan. Grafik 1.18 Pertumbuhan Ekspor-Impor Kepulauan Riau (y-o-y)
Periode Krisis
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Riau, total ekspor barang dan jasa dari wilayah kepabeanan selama Januari-Maret 2009 diperkirakan sebesar Rp9,24 triliun atau turun 5,5% dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp9,78 triliun. Sementara itu angka realisasi impor sebesar Rp 5,83 triliun masih menunjukkan tingkat pertumbuhan yang stabil pada level 16,42% (yoy). Ditinjau dari volume perdagangan, penurunan ekspor di kuartal awal 2009 berlangsung lebih agresif. Volume barang yang diekspor selama dua bulan pertama sebanyak 2,43 juta ton atau menurun 28,1% dibanding periode yang sama tahun 2008. Penurunan volume ekspor sebagian besar terjadi pada jenis pasir, batu-batuan, bijih besi dan arang sebagai komoditas yang memiliki volume ekspor dominan. Meski demikian, perkembangan beberapa komoditas ekspor utama seperti barang-barang dari besi dan baja, serta perlengkapan shipyard justru memperlihatkan arah meningkat. Sementara volume ekspor mesin-mesin dan peralatan elektronik relatif stagnan di awal tahun 2009.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
12
Grafik 1.19. Perkembangan Volume Produk Ekspor Utama
Grafik 1.21. Volume Ekspor ke Negara Tujuan Utama
Grafik 1.20. Perkembangan Volume Produk Impor Utama
Grafik 1.22. Volume Impor dari Negara Asal Utama
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah – Bank Indonesia
Berdasarkan negara tujuan dan asal barang, volume ekspor-impor dari dan ke negara Singapura relatif menurun. Pada periode Januari-Februari 2009, total barang yang diekspor ke Singapura sebanyak 1,4 juta ton, sedangkan pada periode yang sama tahun 2008 masih tercatat sebanyak 1,6 juta ton. Penurunan volume ekspor melalui Singapura berpengaruh langsung terhadap menurunnya volume ekspor secara keseluruhan, karena pangsanya yang dominan mencapai 57% dari total volume ekspor. Fenomena yang terjadi adalah peningkatan volume ekspor ke Hongkong cukup mengkompensir penurunan ekspor ke negara Cina. Adapun kinerja impor juga menunjukkan penurunan terutama disebabkan oleh menurnnya impor dari negara Malaysia. Sementara itu impor dari Singapura, Eropa, dan Cina masih relatif stabil. Terkoreksinya aktivitas ekspor-impor juga cukup teridentifikasi dari penurunan aktivitas peti kemas di pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil sebagai pelabuhan utama Free Trade Zone (FTZ) kota Batam. Perlambatan aktivitas masih dirasakan pada jalur perdagangan luar negeri dimana kuantitas bongkar-muat barang masih berada di level terendah. Total barang yang dibongkar (impor) dari luar negeri selama Januari-Maret 2009 sebanyak 16.273 Teus atau turun 33,4% dibanding triwulan I tahun 2008. Sedangkan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
13
volume barang yang di-muat selama triwulan I-2009 menurun 39,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya menjadi sebanyak 14.540 Teus. Adapun perdagangan antar pulau (domestik) memperlihatkan arah meningkat disebabkan adanya kenaikan arus perdagangan kebutuhan pokok antar pulau akibat tingginya harga barang kebutuhan di pasar luar negeri seiring pelemahan kurs Rupiah. Grafik 1.23. Aktivitas Peti Kemas Internasional di Pelabuhan
Grafik 1.24. Aktivitas Peti Kemas Domestik di Pelabuhan
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam Ket.: Pelabuhan Batam meliputi pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Informasi terkini pelaksanaan FTZ di Batam sejak 1 April 2009 belum memperlihatkan perkembangan yang positif. Frekuensi kapal barang yang berlabuh dan bersandar di Pelabuhan Batu Ampar mengalami penurunan akibat pembatasan importasi barang oleh Badan Pengusahaan (BP) FTZ-Batam lalu. Salah satu aturan importasi tersebut adalah mewajibkan proses importasi berdasarkan master list untuk kebutuhan 1 tahun sehingga secara tidak langsung mengurangi intensitas kapal barang.
1.3.
SISI PENAWARAN Melambatnya aktivitas ekspor-impor berdampak besar terhadap kinerja sektor-sektor
produktif di Kepulauan Riau. Berdasarkan pantauan ke beberapa perusahaan manufaktur skala besar diperoleh informasi bahwa penurunan kapasitas produksi terpakai (utilisasi) berkisar antara 30% - 50%. Bersamaan dengan itu, kinerja sektor Bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran juga menurun tajam. Sedangkan sektor-sektor lainnya turut terkoreksi meski dalam skala yang lebih minimal. 1.3.1. Sektor Industri Pengolahan Laju perlambatan sektor industri pengolahan semakin berlanjut bahkan berkontraksi di triwulan laporan. Nilai tambah yang dihasilkan sektor Industri Manufaktur di triwulan I2009 menurun 3,72% (yoy), setelah periode sebelumnya tumbuh cukup terbatas di angka Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
14
1,78%. Penurunan disebabkan oleh melemahnya permintaan global dan resesi yang dihadapi beberapa negara mitra dagang utama seperti Singapura, Jepang, dan AS. Akibatnya utilisasi produksi sebagian perusahaan manufaktur menurun sekitar 30% – 50% dibanding kondisi normal. Peningkatan angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) atau kontrak yang tidak diperpanjang juga semakin memperlambat laju perekonomian di triwulan I-2009. Kontribusi penurunan sebagian besar dihasilkan dari melambatnya aktivitas sub-sektor Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya, serta sub-sektor Logam Dasar Besi dan Baja. Nilai tambah yang dihasilkan dari industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya di triwulan I2009 turun 3,94% dibanding triwulan I-2008 (yoy), sedangkan industri logam dasar besi dan baja menurun 2,49%. Adapun sub-sektor industri lainnya seperti industri Makanan, Tekstil, Barang Kayu, Kertas, Pupuk, Kimia dan Semen juga mengalami pertumbuhan minus di triwulan laporan. Tabel 1.2. Jumlah PHK di Beberapa Perusahaan Manufaktur Kota Batam
Grafik 1.25. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.III & Tw.IV-2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Nama Perusahaan PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT.
Sat Nusapersada Tbk Schneider Electric Japan Servo Epcos Ciba Vision TEC Indonesia TEAC Electronics Indonesia Infineon Technologies Unisem Yoshikawa Electronic Bintan Amtek Enginering Sumitomo Wiring System Total
Jlh Pekerja PHK Potensi PHK Jlh Pekerja Penurunan Des‐2007 2008‐2009 2009 Des‐2009 (P) Produksi 6,000 400 1,600 4,000 40% 1,400 700 0 700 40% 1,000 500 100 400 70% 3,000 180 0 2,820 30% 3,066 800 0 2,266 30% 1,600 400 200 1,000 30% 1,900 800 100 1,000 40% 1,750 0 450 1,300 30% 4,400 800 0 3,600 20% 800 121 0 679 20% 1,000 202 200 598 50% 950 395 100 455 50% 26,866 5,298 2,750 18,818
Sumber : Survei Liaison Bank Indonesia Batam, Maret 2009
Hasil survei terhadap 12 perusahaan manufaktur skala besar diperoleh informasi bahwa perusahaan tidak melakukan perpanjangan kontrak kepada 5.200 lebih pekerja sejak Januari 2008 sampai Maret 2009. Di samping itu, masih terdapat potensi PHK yang cukup besar dari 12 perusahaan tersebut di tahun 2009 ini. Sektor industri pengolahan di provinsi Kepulauan Riau memiliki keterkaitan dengan sektor manufaktur Singapura. Hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan manufaktur yang berasal dari Amerika Serikat, Eropa dan Jepang juga memiliki production site di Singapura, atau setidaknya kantor perwakilan (representative) dan marketing. Dengan melihat kuatnya hubungan dagang antara provinsi Kepulauan Riau khususnya kota Batam dengan Singapura, maka pertumbuhan negatif yang dialami oleh sektor industri telah dapat diperkirakan sebelumnya. Estimasi terkini dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
15
Singapura memperkirakan kinerja sektor manufaktur akan semakin memburuk di triwulan I2009 ini dengan berkontraksi sebesar -29% (yoy). Buruknya rapor sektor manufaktur merupakan determinan utama semakin melambatnya laju pertumbuhan di triwulan laporan. Penurunan kinerja di triwulan I-2009 cukup teridentifikasi dari perkembangan volume impor produk utama sektor Industri Pengolahan (termasuk Kawasan Berikat), seperti barangbarang dari besi dan baja, bahan baku dan perlengkapan industri kapal (shipyard), mesinmesin, serta perlengkapan elektronik. Perlambatan terbesar diperlihatkan oleh 2 produk utama yakni logam dasar serta barang-barang (articles) yang terbuat dari besi dan baja. Sementara itu impor perlengkapan eletronik dan mesin-mesin relatif stagnan selama bulan Januari dan Februari 2009. Indikasi perlambatan juga jelas terlihat dari berkurangnya konsumsi listrik golongan Industri. Konsumsi listrik Industri selama triwulan I-2009 sebanyak 88.253 MWh atau turun 9,39% dibanding triwulan I-2008 (y-o-y). Angka pertumbuhan konsumsi listrik oleh kelompok Industri terus menurun setelah 2 triwulan sebelumnya masih tumbuh sebesar 15,85% di triwulan III-2008 dan 4,57% di triwulan IV-2008. Aspek pembiayaan perbankan juga memperlihatkan pola yang serupa. Meski masih mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi, penyaluran kredit perbankan untuk sektor Industri Pengolahan memasuki tren menurun sepanjang triwulan I-2009. Grafik 1.26. Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Industri
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan
Sumber : PT. PLN Batam
Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Krisis likuiditas global yang diikuti penurunan daya beli domestik menyebabkan pertumbuhan sektor unggulan ini merosot tajam. Sejak semester II tahun 2008, laju pertumbuhan menurun secara gradual hingga tumbuh -0,87% (yoy) di triwulan I-2009. Aktivitas perdagangan besar dan eceran merasakan dampak yang paling intens sehingga laju Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
16
pertumbuhan berkontraksi di kisaran 1,48%, sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh 1,07%. Namun industri perhotelan dan restoran masih tetap tumbuh meski sangat terbatas. Grafik 1.28. Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Perdagangan, Hotel & Restoran
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.29. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran
Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)
Melambatnya sektor PHR terkonfirmasi dari penurunan pertumbuhan kredit untuk usaha distribusi, perdagangan eceran, restoran dan hotel. Pada posisi Maret 2009, posisi penyaluran kredit untuk bidang usaha distribusi sebesar Rp556 milyar atau naik 17,8% dibanding tahun sebelumnya (yoy), dimana pada posisi akhir tahun 2008 masih tumbuh 28,2%. Sedangkan posisi kredit untuk sektor perdagangan eceran tercatat sebesar Rp 1,03 triliun atau tumbuh -5,29%, dimana pada akhir tahun masih tumbuh di kisaran 5%. Adapun untuk sektor Restoran dan Hotel, pertumbuhan juga relatif terbatas di tingkat 2,53% dengan posisi outstanding kredit sebesar Rp345 milyar. Terkoreksinya kegiatan perdagangan besar dan eceran juga dapat teridentifikasi dari penurunan aktivitas peti kemas di pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil sebagai pelabuhan utama Free Trade Zone (FTZ) kota Batam sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Sementara perlambatan yang terjadi di industri Perhotelan ditunjukkan dengan menurunnya tingkat hunian hotel berbintang di wilayah Kepulauan Riau, khususnya kota Batam. Tingkat hunian (occupancy rate) mengalami koreksi yang signifikan dari 49,63% di posisi Desember 2008 menjadi 37,46% di bulan Februari 2009. Menurunnya nilai tambah ekonomi yang dihasilkan oleh industri perhotelan diduga terkait dengan permasalahan energi yang kini dihadapi oleh industri hotel di kota Batam. Sebagaimana diatur dalam Permen ESDM No 33/2008, kenaikan tarif untuk hotel mencapai 43% dan untuk mall mencapai 51%. Kenaikan tarif ini menyebabkan sebagian besar hotel dan mall tidak dapat melakukan pembayaran seperti biasa. Akibatnya, PT. Pelayanan Listrik Nasional (PLN) Batam melakukan pemutusan aliran listrik ke 28 hotel dan 4 mall mulai pertengahan Maret 2009 lalu, dengan alasan untuk efisiensi beban operasional perusahaan. Dalam menjalankan aktivitas rutinnya, hotel dan mall menggunakan genset sendiri yang biaya operasionalnya relatif lebih besar. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
17
Grafik 1.31. Volume Penumpang (Domestik & Int’l) yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Grafik 1.30. Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate)
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Penurunan aktivitas bisnis di sektor pariwisata juga diperkuat dengan data penurunan jumlah penumpang domestik dan internasional yang datang melalui pintu masuk bandara Hang Nadim Batam. Jumlah penumpang pesawat yang datang selama triwulan I-2009 sebanyak 328.727 penumpang atau menurun 7,9% jika dibandingkan periode triwulan I2008 (yoy). Adapun komposisi wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke wilayah Kepualuan Riau tidak banyak mengalami perubahan. Kunjungan wisman dari Singapura pangsanya cenderung menurun dari 54,6% di akhir tahun 2008 menjadi 42,6% di bulan Februari 2009. Sedangkan wisatawan asal Malaysia, India, Cina, Inggris, AS dan Australia relatif meningkat di bulan Februari 2009. Tabel 1.3 Pangsa Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Kepulauan Riau Pangsa (%)
Kebangsaan
Jan-08
Jan-09
Feb-09
Singapura
54.61%
54.26%
52.59%
Malaysia
15.68%
14.54%
16.55%
Korea Selatan
7.12%
4.49%
5.72%
India
2.70%
3.74%
2.76%
China
1.92%
3.91%
2.44%
Jepang
3.05%
2.89%
3.07%
Inggris
1.97%
2.06%
2.50%
Amerika Serikat
1.15%
1.42%
1.39%
Australia
1.23%
1.83%
1.45%
Taiwan
0.69%
0.94%
0.63%
Jerman
1.07%
0.69%
0.87%
Belanda
0.36%
0.44%
0.53%
Lainnya
8.42% 135,741
8.77% 125,674
9.49% 103,858
Jumlah Wisman
Sumber : BPS Kepulauan Riau
1.3.3. Sektor Bangunan Pertumbuhan sektor bangunan semakin tertahan merespon turunnya daya beli pasar dan kenaikan harga bahan baku impor. Aktivitas sektor bangunan di Kepulauan Riau meningkat 14,81% (yoy) di triwulan I-2009, menurun tajam dibanding triwulan sebelumnya Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
18
yang tumbuh sebesar 24,03%. Para pelaku bisnis properti baru mulai optimis terhadap perkembangan ekonomi di semester II-2009. Kondisi ini terlihat dari penurunan konsumsi semen hingga memasuki zona pertumbuhan negatif 18,68% (yoy) di bulan Maret 2009. Secara triwulan, konsumsi semen Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 sebanyak 181,56 ribu ton, turun -0,41% dibanding pemakaian semen di triwulan I-2008. Di sisi penawaran, kondisi ini disebabkan karena sebagian bahan baku konstruksi masih diimpor dari luar negeri seperti besi, baja, peralatan sanitary, pipa, polycarbonate, dan sebagainya. Selain dihadapkan pada nilai Rupiah yang terdepresiasi, sektor bangunan juga harus menerima kondisi pengetatan kredit perbankan untuk sektor properti. Penurunan harga BBM dan komoditas dunia belum direspon optimal oleh para pelaku pasar sehingga belum mampu menurunkan cost of fund perusahaan-perusahaan konstruksi di Kepulauan Riau, terutama kota Batam dan Tanjung Pinang. Perkembangan volume impor produk utama sektor bangunan cukup mengkonfirmasi hal tersebut. Dimana penurunan impor terbesar pada barang kayu dan barang dasar logam (besi/baja). Adapun kenaikan yang terjadi pada komoditas logam dasar diduga disebabkan intensifnya pengerjaan pulau Dompak yang akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan provinsi Kepulauan Riau ke depan, serta pembangunan beberapa fasilitas umum seperti apartemen/hotel dan fasilitas hiburan keluarga di Batam. Grafik 1.32. Volume Penjualan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.33. Perkembangan Volume Impor Utama Sektor Bangunan
Sumber : SEKDA - BI
Melambatnya sektor properti juga masih terkonfirmasi dari aspek pembiayaan perbankan lokal. Total kredit properti yang disalurkan Bank Umum dan BPR di Kepulauan Riau pada posisi Maret 2009 sebesar Rp3,22 triliun atau tumbuh 17,6%, relatif menurun dibanding posisi akhir tahun 2008 yang mengalami peningkatan 21,2% (yoy). Adapun kredit Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
19
kepemilikian rumah (KPR) mengalami pertumbuhan yang terus menurun dimana pada posisi Desember 2008 masih mencatat pertumbuhan sebesar 28,42% sedangkan di akhir bulan Maret 2009 tumbuh 23,05%, atau sebesar Rp2,55 triliun. Berdasarkan persentase, penurunan yang lebih intens terjadi pada pembiayaan KPR tipe ≥70 m , sedangkan secara nilai penurunan lebih dirasakan pada KPR untuk tipe ≤70 m . 2
2
Menurunnya pembiayaan KPR tipe sederhana dan menengah ini sejalan dengan perkiraan pada asesmen sebelumnya. Menurunnya daya beli sebagian besar masyarakat bawah dan menengah akibat efisiensi perusahaan yang intens terjadi sejak pertengahan tahun 2008. Akibatnya penjualan rumah terutama untuk tipe sederhana (tipe ≤36 m ) belum cukup 2
terbantu dengan menurunnya harga rumah sederhana berdasarkan hasil survei harga properti residensial (SHPR) kota Batam pada triwulan I-2009. Sedangkan pertumbuhan KPR untuk rumah tipe menegah dan besar yang masih mengalami kenaikan harga selama triwulan I2009 mengalami perlambatan dalam persentase yang lebih besar. Grafik 1.34. 2 Perkembangan KPR Type <70m
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
Grafik 1.35. 2 Perkembangan KPR Type >70m
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum
1.3.4. Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami pertumbuhan negatif sejak akhir tahun 2007 relatif membaik dengan laju -1,29%, sedangkan di triwulan IV-2008 berkontraksi lebih dalam di level -3,09%. Hal ini dihasilkan dari perlambatan sub-sektor Pertambangan Minyak dan Gas (Migas) yang semakin melandai seiring dengan semakin normalnya operasional di lapangan Belanak. Aspek pembiayaan perbankan cukup mengkonfirmasi hal ini. Penyaluran kredit untuk sub-sektor Pertambangan Migas relatif stagnan dengan tetap berkontraksi sepanjang tahun 2008 hingga bulan Maret 2009. Sementara itu, pertumbuhan sub-sektor penggalian yang relatif berakselerasi dari 2,32% pada triwulan IV-2008 menjadi 3,82%, cukup sejalan dengan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
20
kenaikan indikator kredit sub-sektor Bijih Logam. Sedangkan perlambatan sub sektor Pertambangan Non-Migas dapat terindentifikasi dari menurunnya laju pertumbuhan kredit di sektor pertambangan lainnya. Grafik 1.36. Pertumbuhan PDRB Sektor Minyak & Gas
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.37. Pertumbuhan Kredit Sub‐Sektor Pertambangan Migas, Bijih Logam & Lainnya
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Sebagai penghasil minyak utama yakni sebesar 65% dari total produksi minyak Kepulauan Riau, berangsur normalnya lapangan minyak Belanak milik ini berkontribusi besar terhadap kenaikan produksi minyak yang dihasilkan dari Kepulauan Riau. Bahkan sepanjang tahun 2008, lifting minyak Belanak mencapai 181,97% dari prognosa yang ditetapkan sebesar 11,13 juta barel. Adapun selama bulan Januari-Maret 2009, akumulasi lifting minyak telah mencapai 4,41 juta barel atau terealisasi 62,9% dari prognosa tahun 2009 sebesar 8,39 juta barel. Sementara itu, perkembangan lifting minyak dari lapangan Belida yang juga milik Conoco Phillips relatif melambat jika dibandingkan selama triwulan laporan. Di tahun 2008 lapangan ini juga tidak berproduksi optimal dengan pencapaian lifting 88,1%. Sedangkan selama triwulan I-2009, akumulasi lifting hanya tercatat sebesar 1,55 juta barel, atau 17% dari target tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 9,11 juta barel. Kurang maksimalnya operasional di lapangan minyak ini diduga memberi kontribusi besar terhadap kontraksi pertumbuhan yang dialami sektor Pertambangan Migas. Grafik 1.38. Perkembangan Lifting Minyak Kepri
Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi
Grafik 1.39. Perkembangan Lifting Gas Kepulauan Riau
Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
21
Adapun pencapaian lifting gas Kepulauan Riau selama triwulan I-2009 tergolong cukup optimal. Lapangan gas Conoco Phillips yang sepanjang tahun 2008 berproduksi melebihi target, selama triwulan ini telah menghasilkan Gas sebanyak 37,4 juta MMBTU, atau 29,8% dari prognosa 2009. Tidak jauh berbeda, lapangan gas Kakap milik Star Energy telah memproduksi 4,35 juta MMBTU atau mencapai 20,6% dari target produksi tahun 2009.
1.3.5. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Koreksi pertumbuhan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan mulai melandai di triwulan I-2009 dengan laju sebesar 6,12% (yoy). Kinerja sektor Perbankan yang relatif baik dengan meningkat 6,83% telah berkontribusi besar dalam menahan perlambatan yang lebih dalam. Adapun rapor kinerja terburuk dialami oleh sub-sektor Jasa Perusahaan yang berkontraksi 2,01% sedangkan triwulan sebelumnya masih tumbuh 7,82%. Kondisi ini sangat tidak terlepas dari melambatnya aktivitas sektor riil di kepulauan Riau. Menurunnya nilai perekonomian yang dihasilkan dari aktivitas jasa penunjang perusahaan sangat terkonfirmasi dari merosotnya pertumbuhan kredit perbankan untuk sektor dimaksud. Pembiayan perbankan mencatat pertumbuhan -4,10% di posisi Maret 2009, sedangkan di triwulan IV-2008 masih tumbuh 11,88%. Grafik 1.40. Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor Bank, LKBB, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.41. Perkembangan Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha
Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)
Di tengah ketatnya likuiditas perbankan, upaya perbankan untuk meningkatkan pertumbuhan dana dan menahan laju pertumbuhan kredit dapat dikatakan berhasil. Kondisi ini terlihat dari terus menurunnya gap pertumbuhan kredit dan dana bahkan mencapai tingkat pertumbuhan yang hampir ekuivalen di triwulan laporan. Konsekuensinya, rasio loan to deposit (LDR) menjadi semakin menurun. Bagi perbankan secara individu kondisi ini baik Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
22
untuk menjaga keberlangsungan bisnisnya, meskipun berdampak terbalik bagi perekonomian regional karena nilai tambah yang dihasilkan menjadi berkurang. Sikap prudent yang ditunjukkan perbankan dalam menghadapi situasi krisis juga terlihat dari menurunnya tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL), dimana rasio NPL Perbankan wilayah Kepulauan Riau menurun dari 2,6% di akhir tahun 2008 menjadi 2,05% di posisi Maret 2009. Meski demikian resiko meningkatnya NPL ke depan tetap harus menjadi perhatian penting mengingat intensnya dampak krisis global terhadap perekonomian Kepulauan Riau di triwulan ini. Grafik 1.42. Pertumbuhan Aset, DPK & Kredit Perbankan Kepulauan Riau
Grafik 1.43. Perkembangan LDR & NPL Perbankan
Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR)
1.3.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor Pengangkutan dan Komunikasi masih menurun bersamaan dengan berlanjutnya perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Laju pertumbuhan (yoy) sektor pengangkutan dan komunikasi kembali turun dari 9,64% menjadi 5,71% di triwulan I-2009. Meski tumbuh positif, perlambatan terbesar terjadi pada aktivitas sub-sektor angkutan yang sempat terpukul akibat kenaikan harga BBM di tahun 2008. Sektor Pengangkutan di triwulan ini tumbuh 5,78%, menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 9,91%. Kondisi ini disumbangkan oleh perlambatan sub-sektor Angkutan Jalan Raya dari 9,28% menjadi 4%. Di samping itu, pertumbuhan sub-sektor Angkutan Laut juga menurun dari 10,05% menjadi 7,61%. Di lain pihak, sektor Pos dan Telekomunikasi menunjukkan koreksi yang melandai dari 7,68% di triwulan sebelumnya menjadi 5,21% di periode ini.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
23
Sementara di sisi pembiayaan perbankan kurang cukup mengkonfirmasi hal tersebut. Kredit untuk bidang usaha Pengangkutan Umum dan Biro Perjalanan mengalami pertumbuhan yang signifikan selama triwulan laporan. Walaupun penurunan yang ditujukkan kredit sektor komunikasi cukup mengkonfirmasi data Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut. Grafik 1.44. Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Transportasi, Pos & Telekomunikasi (y-o-y)
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Sub-Sektor Pengangkutan, Biro Perjalanan & Komunikasi
Sumber : SEKDA - BI
Penurunan volume penerbangan dan kargo udara di Bandara Hang Nadim Batam, serta bongkar-muat kargo di pelabuhan utama kota Batam, dapat mengindikasikan rendahnya pertumbuhan industri pengangkutan di Kepulauan Riau. Jumlah penerbangan dan aktivitas kargo (domestik dan internasional), baik melalui pengangkutan udara maupun laut relatif menurun selama awal tahun 2009. Penurunan terutama terjadi pada aktivitas bongkar (impor) barang, baik dari luar daerah maupun dari luar negeri. Grafik 1.46. Volume Penerbangan (Domestik & Int’l)
Grafik 1.47. Volume Kargo Udara (Domestik & Int’l)
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim Batam
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
24
Grafik 1.48. Volume Kargo Laut (Domestik & Int’l)
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Kabil dan Sekupang Batam
1.3.7. Sektor Pertanian Penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan tren harga komoditas primer berdampak positif terhadap perkembangan sektor Pertanian. Sektor pertanian bahkan relatif berakselerasi di dari -0,72% menjadi 0,08% (yoy), akibat kenaikan produksi sub-sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya yang tumbuh 7,36% di triwulan I-2009. Sedangkan kinerja sub-sektor Perikanan sedikit membaik walau tetap berada dalam area pertumbuhan negatif dari -1,92% di triwulan sebelumnya, menjadi -1,8%. Sementara sub-sektor Pertanian lainnya tetap mengalami tren pertumbuhan yang menurun. Kenaikan hasil produksi Peternakan cukup dikonfirmasi oleh peningkatan ekspor hewan hidup (live animal) selama Januari-Februari 2009 dibanding periode yang sama tahun 2008. Begitu juga halnya dengan komoditas perikanan yang mengalami kenaikan relatif sebagaimana ditunjukkan oleh perkembangan positif ekspor ikan dan hasil-hasil laut dalam periode yang sama.
Grafik 1.49. Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor TBM, Peternakan & Pertanian
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.50. Perkembangan Ekspor Ikan, Udang dan Kepiting
Sumber : SEKDA - BI
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
25
Grafik 1.51. Pertumbuhan Kredit Sub-sektor Tanaman Pangan, Perikanan & Peternakan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Sementara itu di sisi pembiayaan perbankan belum mampu mengkonfirmasi peningkatan yang terjadi pada sub-sektor Peternakan, dimana pertumbuhan kredit sektor tersebut justru semakin menurun sampai posisi akhir triwulan I-2009. Namun secara keseluruhan, kenaikan pembiayaan untuk bidang usaha Tanaman Pangan dan Perikanan cukup mengidentifikasi berakselerasinya sektor Pertanian di triwulan laporan.
1.3.8. Sektor Listik, Gas dan Air Bersih Melambatnya aktivitas bisnis di Kepulauan Riau semakin berdampak pada penurunan konsumsi listrik, gas dan air. Pertumbuhan sektor infrastruktur tersebut terus menurun hingga berkontraksi di tingkat -0,73% (yoy). Meski demikian, perlambatan sektor LGA mulai melandai dibanding 2 periode sebelumnya yang masing-masing tumbuh 5,12% dan 1,65% di triwulan IV-2008. Grafik 1.52. Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor Listrik, Gas & Air Bersih
Diagram 1.1. Rata-rata Penggunaan Per Jenis Bahan Bakar
Sumber : Hasil Survei BI-Batam, Nov 2008, diolah
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Nilai tambah yang dihasilkan sub-sektor Gas menurun secara drastis hingga tumbuh 5,74% di triwulan laporan. Kondisi ini dipicu oleh penurunan utilisasi produksi industri manufaktur
berkisar
antara
30%-50%,
sehingga berdampak langsung Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
terhadap
26
berkurangnya pemakaian energi, terutama Gas sebagai sumber energi penting dalam aktivitas produksi. Hasil survei menunjukkan bahwa pemakaian energi gas di 103 perusahaan manufaktur besar di kota Batam adalah lebih dominan dibanding pemakaian BBM dan listrik. Meski terus melambat sejak semester II-2008, sub-sektor Listrik dan Air Bersih masih tumbuh masing-masing sebesar 5,81% dan 4,97% di periode kali ini. Berbagai permasalahan yang terjadi di sektor ini, antara lain kurangnya pasokan listrik di beberapa daerah di luar Batam seperti kota Tanjungpinang dan kabupaten Bintan, penurunan aktivitas bisnis dan industri, serta kenaikan tarif dasar listrik Hotel dan Mall yang akhirnya menimbulkan permasalahan hukum, semakin memperburuk kinerja penjualan listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kondisi tersebut antara lain diperlihatkan dengan menurunnya penjualan daya listrik oleh PT. PLN Batam, dimana selama triwulan I-2009 tercatat sebanyak 293.085 MWh atau hanya tumbuh 0,95%, sementara di triwulan akhir 2008 lalu masih tumbuh 11,26%. Khusus di Batam, sistem pengelolaan sarana Listrik sejak awal tahun 2006 dilakukan melalui kerja sama jual-beli tenaga listrik antara PT. PLN Batam dengan Independend Power Plant (IPP) milik swasta, dimana saat ini komposisi supply mesin pembangkit PT. PLN Batam sebesar 27% dengan menggunakan energi diesel, sedangkan sisanya dipenuhi oleh IPP yang menggunakan bahan bakar gas. Selain itu, sebagian aktivitas produksi perusahaan manufaktur juga menggunakan bahan bakar gas dengan alasan harga yang relatif lebih murah dibandingkan memakai tenaga listrik. Besarnya penggunaan gas untuk menjamin pasokan listrik di kota Batam mengakibatkan arah pertumbuhan sub-sektor Gas relatif konvergen dengan sub-sektor Listrik. Perlambatan di sektor Listrik juga terkonfirmasi dari menurunnya pertumbuhan kredit untuk sektor tersebut sampai bulan Maret 2009. Sementara itu penyaluran kredit untuk subsektor Gas yang naik signifikan belum mampu mencerminkan penurunan kinerja sektor dimaksud. Grafik 1.53 Perkembangan Penjualan Listrik PT. PLN Batam
Sumber : PT. PLN Batam, diolah
Grafik 1.54. Pertumbuhan Kredit Sub-Sektor Listrik, Gas & Air Bersih
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
27
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL 2.1. INFLASI KOTA BATAM 2.1.1. KONDISI UMUM Laju inflasi Kota Batam pada triwulan I 2009 tercatat relatif rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan harga BBM di akhir tahun 2008 serta turunnya harga komoditas dunia juga mempengaruhi rendahnya inflasi di triwulan awal 2009. Krisis keuangan global juga mempengaruhi terhadap rendahnya permintaan sehingga berpengaruh pada turunnya harga di wilayah Kota Batam. Laju inflasi tahun kalender Kota Batam sampai dengan triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,65% (ytd), lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar 2,89% (ytd). Melanjutkan trend triwulan-triwulan sebelumnya, inflasi Batam pada triwulan I 2009 juga berada di bawah inflasi nasional. Secara tahunan inflasi Kota Batam tercatat sebesar 6,33% (yoy) di bawah angka inflasi tahunan nasional yang tercatat sebesar 7,92% (yoy). Turunnya harga komoditas dunia serta berakhirnya musim utara di bulan Maret ikut berpengaruh pada rendahnya laju inflasi di Kota Batam pada triwulan I 2009. Grafik 2.1 – PERKEMBANGAN LAJU INFLASI TAHUNAN BATAM & NASIONAL
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
28
2.1.2. INFLASI TRIWULANAN Secara triwulanan, laju inflasi Kota Batam mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan IV 2008. Peningkatan ini terjadi karena pada akhir triwulan IV 2008, tepatnya pada bulan Desember Kota Batam mengalami deflasi sebagai dampak dari penurunan harga BBM oleh pemerintah. Pada triwulan I 2009 laju inflasi kota Batam tercatat 0,65% (qtq) sedikit lebih tinggi dibandingkan laju inflasi triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 0,58% (qtq). Inflasi Kota Batam sempat mengalami kenaikan yang cukup tinggi di bulan Februari 2009 yang disebabkan karena adanya gangguan cuaca akibat bertiupnya angin utara. Bertiupnya angin utara tersebut menyebabkan gelombang tinggi yang berdampak supply barang kebutuhan pokok ke Kota Batam menjadi terganggu. Selain itu musim utara juga menyebabkan para nelayan kecil tidak bisa melaut sehingga mengurangi supply kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam. Selama bertiupnya angin utara ini kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam dipenuhi dari stok ikan yang ada di storage para penampung ikan. Pada bulan Februari 2009 inflasi Kota Batam tercatat sebesar 0,59% (mtm). Meskipun demikian inflasi yang relatif rendah di bulan Januari dan Maret 2009 ikut mempengaruhi rendahnya inflasi di Kota Batam. Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam Triwulan IV ‐2008
KELOMPOK
Triwulan I ‐2009
Inflasi 3,50
Sumbangan 0,10
Inflasi 1,02
Sumbangan 0,24
3,21
0,50
3,57
0,57
Sandang
1,30 3,31
0,33 0,22
0,30 5,48
0,08 0,38
V
Kesehatan
0,70
0,03
0,34
0,02
VI
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
0,22
0,01
0,20
0,01
VII
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
‐0,61
‐3,36
INFLASI
I
Bahan Makanan
II
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
III
Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar
IV
Sumber : BPS (diolah)
‐3,02 0.58
‐0,65 0,65
Berdasarkan kontribusinya, pada triwulan I 2009 kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan angka inflasi dengan kontribusi sebesar 0,57% (qtq) dan angka inflasi sebesar 3,51% (qtq). Kelompok yang menyumbang inflasi terbesar kedua adalah kelompok sandang yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,38% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 5,48% (qtq). Kelompok berikutnya yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan inflasi Kota Batam adalah kelompok bahan makanan yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,24% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 1,02%. Sementara itu kelompok Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
29
perumahan, air, listrik dan bahan bakar memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,08% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,30% (qtq). Kelompok kesehatan memberikan kontribusi sebesar 0,02% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,34% (qtq). Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga memberikan kontribusi sebesar 0,01% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,20% (qtq). Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan laporan justru memberikan sumbangan deflasi yang cukup besar yaitu sebesar 0,65% (qtq) dengan angka deflasi sebesar 3,36% (qtq). Penurunan harga yang terjadi pada kelompok ini terjadi pada bulan Januari dan Februari sedangkan bulan Maret kelompok ini tidak mengalami perubahan harga. Penurunan harga yang dialami kelompok ini masih dipengaruhi oleh penurunan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah di akhir bulan Desember 2009.
2.1.3. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG Secara total, inflasi Kota Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,65% (qtq) lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama yang tercatat sebesar 2,89% (qtq). Inflasi pada triwulan laporan yang relatif rendah tersebut dipengaruhi oleh rendahnya inflasi di bulan Januari dan Maret 2009. Selain itu penurunan harga kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang terjadi selama dua bulan berturut-turut yaitu bulan Januari dan Februari juga berpengaruh pada rendahnya inflasi di triwulan I 2009.
Grafik 2.2. Inflasi Kota Batam Berdasarkan Kelompok Barang
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
30
2.1.3.1. Bahan Makanan Kelompok bahan makanan di Kota Batam pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 1,02% (qtq). Sub kelompok yang mengalami inflasi terbesar adalah sub kelompok buah-buahan dan ikan segar yang mengalami inflasi masing-masing sebesar 9,75% (qtq) dan 8,20% (qtq). Sub kelompok buah-buahan dan ikan segar mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dipengaruhi oleh bertiupnya angin utara yang bertiup di bulan Januari dan Februari. Angin utara ini menimbulkan ombak tinggi sehingga lalu lintas pelayaran terganggu yang mempengaruhi supply kebutuhan buah-buahan dan ikan segar.
Grafik 2.3.. Rata‐rata Kecepatan Angin & Tinggi Gelombang Laut di Indonesia
FORECAST JANUARI 2009
VALID : 18-25/01/2009 00 UTC
FORECAST FEBRUARI 2009
VALID : 18-25/01/2009 00 UTC
Selain itu ombak tinggi yang dibawa oleh angin utara juga menyebabkan nelayan kecil sulit melaut. Kebutuhan ikan segar masyarakat Kota Batam selama musim utara ini dipasok dari storage yang dimiliki oleh para pengumpul ikan di Kota Batam. Fenomena ini juga berpengaruh pada permintaan terhadap sub kelompok ikan diawetkan yang mengalami peningkatan sehingga mengalami kenaikan harga sebesar 3,97% (qtq). Sementara itu beberapa sub kelompok yang lain mengalami perubahan harga yang relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sub kelompok padi-padian, sub kelompok kacang-kacangan dan sub kelompok sayur-sayuran mengalami kenaikan harga di bawah satu persen masing-masing sebesar 0,4% (qtq), 0,4% (qtq) dan 0,01% (qtq).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
31
Pada triwulan I 2009 terdapat 4 (empat) sub kelompok yang mengalami penurunan harga (deflasi). Sub kelompok yang mengalami penurunan harga terbesar adalah sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami penurunan harga sebesar 6,60%. Penurunan harga sub kelompok ini merupakan proses menuju keseimbangan baru setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan harga sebesar 14,08%. Sedangkan tiga sub kelompok lain yang mengalami penurunan harga adalah sub kelompok daging, sub kelompok telur dan susu serta sub kelompok lemak dan minyak yang masing-masing mengalami deflasi sebesar 3,46% (qtq), 1,80% (qtq), dan 0,91% (qtq). 2.1.3.2 . Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 3,57% (qtq). Ketiga sub kelompok yang ada pada kelompok ini mengalami inflasi. Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sub kelompok minuman tidak beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 8,63% (qtq). Sedangkan sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar 3,80% (qtq). Sementara itu, sub kelompok makanan jadi mengalami terendah dalam kelompok ini dengan angka inflasi sebesar 1,80% (qtq). 2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 0,30% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok perlengkapan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 1,26% (qtq) yang diikuti sub kelompok biaya tempat tinggal dengan angka inflasi sebesar 0,37% (qtq). Sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga mengalami inflasi sebesar 0,14% (qtq). Sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami inflasi terendaha dengan angka inflasi sebesar 0,06% (qtq). Sub kelompok ini mengalami inflasi yang cukup rendah setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,71% (qtq). 2.1.3.4. Kelompok Sandang Kelompok sandang pada triwulan I 2009 mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,48% (qtq). Angka inflasi yang cukup tinggi ini disumbang terutama oleh kenaikan harga pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka inflasi sebesar 16,65% (qtq). Kenaikan harga sub kelompok ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas emas. Komoditas emas mengalami kenaikan harga mengikuti kenaikan harga emas internasional. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
32
Sub kelompok sandang anak-anak dan sandang wanita tercatat mengalami perubahan harga yang relatif stabil. Kenaikan harga yang dialami oleh kedua sub kelompok ini masih berada di bawah satu persen. Sub kelompok sandang anak-anak mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi 0,18% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang wanita yang mengalami inflaasi sebesar 0,04% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki terus melanjutkan trend di triwulan sebelumnya yang menunjukkan stabilitas harga. Pada triwulan I 2009 sub kelompok sandang laki-laki tidak mengalami kenaikan harga. Artinya sejak bulan Oktober 2008 sub kelompok ini tidak mengalami kenaikan harga selama enam bulan berturut-turut. 2.1.3.5. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,34% (qtq) yang berasal dari sub kelompok jasa perawatan jasmani yang mengalami inflasi sebesar 3,58% (qtq) dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetik yang mengalami inflasi sebesar 0,22% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan dan obat-obatan pada triwulan I 2009 tidak mengalami perubahan harga. 2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan I 2009 mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq). Satu-satunya sub kelompok yang mengalami kenaikan harga pada triwulan laporan adalah sub kelompok rekreasi sedangkan sub kelompok jasa pendidikan, sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan, sub kelompok kursus-kursus dan sub kelompok olahraga tidak mengalami perubahan harga. 2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Melanjutkan trend triwulan sebelumnya kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan I 2009 juga mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 3,36% (qtq) yang berasal dari sub kelompok transportasi yang mengalami penurunan harga sebesar 4,81%. Penurunan harga dialami sub kelompok ini terjadi pada bulan Januari dan Februari sebagai dampak kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM pada bulan Desember 2008. Sementara itu sub kelompok sarana penunjang transportasi, sub kelompok komunikasi dan pengiriman serta sub kelompok jasa keuangan pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
33
2.2. INFLASI KOTA TANJUNG PINANG 2.2.1. KONDISI UMUM Searah dengan yang terjadi di Batam, laju inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi Kota Tanjung Pinang di triwulan awal 2009 tercatat sebesar 10,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 11,90% (yoy). Melanjutkan trend triwulan sebelumnya, inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 tetap lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 7,92% (yoy). Laju inflasi Kota Tanjung Pinang yang masih relatif tinggi ini salah satunya dipengaruhi oleh economic of scale Kota Tanjung Pinang yang masih terbatas. Sejak peralihan ibukota Provinsi Kepulauan Riau dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang, banyak terjadi pergerakan penduduk dan kegiatan ekonomi dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang. Oleh karena itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan pokok masyarakat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku distribusi. Karena supply barang-barang kebutuhan pokok tersebut ke Kota Tanjung Pinang masih cukup terbatas, sehingga terjadi kenaikan harga yang masih cukup tinggi di Kota Tanjung Pinang.
2.1.2. INFLASI TRIWULANAN Secara triwulanan, laju inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 tercatat sebesar 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 1,19% (qtq). Kelompok mkanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menjadi kontributor terbesar pada pembentukan inflasi Kota Tanjung Pinang dengan kontribusi sebesar 0,38% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 1,73% (qtq). Kelompok yang menjadi penyumbang inflasi terbesar berikutnya adalah kelompok sandang, yang memberikan sumbangan sebesar 0,26% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 4,66% (qtq).
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Tanjung Pinang Inflasi 2,66 2,48 0,81 3,48
Sumbangan 0,69 0,53 0,18 0,19
Kesehatan
0,75
VI
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
0,13
VII
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
‐2,67
INFLASI
I II III IV
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar Sandang
V
Sumber : BPS (diolah)
Triwulan I ‐2009
Triwulan IV ‐2008
KELOMPOK
Inflasi 0,48 1,73 ‐0,06 4,66
Sumbangan 0,1 0,38 ‐0,02 0,26
0,03
0,8
0,03
0,01
‐0,17
0
‐0,44
‐2,61
‐0,42
1,19
0,33
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
34
Sedangkan kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009
memberikan kontribusi sebesar 0,10% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,48% (qtq), diikuti oleh kelompok kesehatan yang memberikan kontribusi sebesar 0,03% (qtq). Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga. Pada triwulan laporan, terdapat dua kelompok yang mengalami penurunan harga yaitu kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masing-masing dengan angka deflasi 0,02% (qtq) dan 0,42% (qtq).
2.1.3. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG Inflasi selama triwulan I 2009 di Kota Tanjung Pinang tercatat sebesar 0,33% (qtq) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,19% (qtq). Inflasi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh pergerakan harga pada kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap pembentukan inflasi Kota Tanjung Pinang. Pada triwulan laporan, angka inflasi yang terbentuk di Kota Tanjung Pinang juga dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi di bulan Maret 2009 serta deflasi yang dialami oleh kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang selama bulan Januari dan Februari akibat kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM di bulan Desember 2008.
Grafik 2.4. Inflasi Kota Tanjung Pinang dan Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
35
2.1.3.1. Bahan Makanan Kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 0,48% (qtq). Sub kelompok yang mengalami inflasi terbesar adalah sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami inflasi sebesar 4,98% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami inflasi sebesar 2,41% (qtq) dan sub kelompok ikan segar yang mengalami inflasi sebesar 2,29% (qtq). Sub kelompok ikan segar pada bulan Januari sempat mengalami inflasi sebesar 22,96% (mtm) akibat bertiupnya angin utara di wilayah perairan Kota Tanjung Pinang pada bulan tersebut. Namun setelah angin utara tersebut tidak bertiup kembali kelompok ikan segar mengalami penurunan harga sebesar 19,97% (mtm). Sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang mengalami inflasi sebesar 2,14% (qtq) dan sub kelompok buah-buahan yang mengalami inflasi sebesar 0,09% (qtq). Sementara itu empat sub kelompok yang terdapat kelompok bahan makanan Kota Tanjung Pinang pada triwulan I 2009 mengalami penurunan harga. Keempat sub kelompok itu antara lain sub kelompok lemak dan minyak yang mengalami deflasi sebesar 2,26% (qtq), sub kelompok daging dan hasil-hasilnya dengan angka deflasi sebesar 1,74% (qtq), sub kelompok ikan yang diawetkan dengan angka deflasi sebesar 0,81% (qtq) dan sub kelompok telur, susu dan hasilnya yang mengalami deflasi sebesar 0,58% (qtq). 2.1.3.2
. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I 2009 mengalami inflasi sebesar 1,73% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol yang mengalami deflasi sebesar 5,09% (qtq) diikuti sub kelompok minuman tidak beralkohol dengan angka inflasi sebesar 3,03% (qtq). Sementara itu sub kelompok makanan jadi yang mengalami inflasi sebesar 0,18% (qtq) yang diakibatkan kenaikan harga di bulan Januari dan Februari 2009. 2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami penurunan harga yang dipengaruhi penurunan harga pada sub kelompok biaya tempat tinggal dan perlengkapan rumah tangga dengan angka deflasi masing-masing 0,26% (qtq) dan 0,11% (qtq). Sementara itu dua sub kelompok lain dalam kelompok ini mengalami kenaikan harga yaitu sub kelompok penyelenggaraah rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 1,03% (qtq) dan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air dengan angka inflasi sebesar 0,07% (qtq). Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
36
2.1.3.4. Kelompok Sandang Pada triwulan I 2009 kelompok sandang mengalami inflasi tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Kenaikan harga yang dialami oleh kelompok sandang sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga yang dialami oleh sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka inflasi sebesar 15,37% (qtq). Kenaikan harga yang cukup tinggi pada sub kelompok ini dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas emas. Harga emas mengalami kenaikan sebagai akibat kenaikan harga emas internasional. Sub kelompok sandang anak-anak pada triwulan ini mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki dan sub kelompok sandang wanita pada triwulan I 2009 tidak mengalami kenaikan harga. 2.1.3.5. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 0,80% (qtq) yang berasal dari sub kelompok obat-obatan yang mengalami inflasi sebesar 0,29% (qtq) dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika dengan angka inflasi sebesar 1,56% (qtq). Sementara itu dua sub kelompok lain yaitu sub kelompok jasa kesehatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani pada triwulan I 2009 tidak mengalami perubahan harga. Sub kelompok jasa kesehatan di Kota Tanjung Pinang sejak bulan Juli 2008 sampai dengan Maret 2009 sama sekali tidak mengalami perubahan harga. 2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan I 2009 mengalami penurunan harga dibandingkan triwulan sebelumnya dengan angka deflasi sebesar 0,17% (qtq). Penurunan harga pada kelompok ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok rekreasi yang mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 0,74% (qtq). Sementara itu sub kelompok olah raga mengalami kenaikan harga sebesar 0,30% (qtq). Sedangkan tiga sub kelompok tidak mengalami perubahan harga antara lain sub kelompok kursus-kursus, sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan sub kelompok olahraga. 2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Melanjutkan trend penurunan harga triwulan sebelumnya, pada triwulan I 2009 kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Tanjung Pinang juga mengalami penurunan harga. Kelompok ini mengalami deflasi sebesar 2,61% (qtq) yang Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
37
berasal dari penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok transportasi dengan angka deflasi sebesar 4,12% (qtq). Penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok ini masih dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM pada bulan Desember 2008. Sementara itu sub kelompok komunikasi justru mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 0,48% (qtq). Sementara itu sub kelompok sarana penunjang transportasi dan sub kelompok jasa keuangan pada triwulan laporan tidak mengalami perubahan harga.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
38
BAB 2 PERKEMBANGAN PERBANKAN REGIONAL 3.1. Kondisi Umum Kondisi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 menunjukkan pergerakan yang cukup stabil terhadap periode sebelumnya. Beberapa indikator-indikator perbankan, seperti total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan terus mengalami pertumbuhan. Sementara itu penyaluran kredit oleh perbankan mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik. 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan
Sumber : Bank Indonesia
Total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp21,33 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp511,55 miliar (2,46%) dibandingkan triwulan IV 2008. Sedangkan secara tahunan total asset perbankan mengalami peningkatan Rp4,62 triliun (27,65%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp16,71 triliun. Sementara itu, total DPK yang berhasil dihimpun oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp17,40 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp409,03 miliar (2,41%) dibandingkan posisi akhir tahun 2009. Sedangkan secara tahunan DPK perbankan mengalami peningkatan Rp3,46 triliun (24,83%) dibandingkan posisi Maret 2008 yang tercatat sebesar Rp13,94 triliun. Penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami sedikit penurunan. Pada triwulan I 2009, penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
39
Riau oleh perbankan tercatat sebesar Rp11,12 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp95,00 miliar (0,85%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp11,22 triliun. Secara tahunan penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp2,14 triliun (23,88%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp8,97 triliun. Sebagai dampak penurunan penyaluran kredit oleh perbankan yang diiringi kenaikan DPK maka LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan akhir 2008 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan IV 2008 LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 66,01% maka pada triwulan I 2009 LDR perbankan tercatat sebesar 63,91%. Dampak krisis keuangan global sudah mulai terasa terhadap perekonomian Provinsi Kepulauan Riau yang ditunjukkan dengan turunnya indikator penyaluran kredit oleh para pelaku perbankan di Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana tergambar dari data tersebut di atas. Alih-alih menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit, kalangan perbankan di Provinsi Kepulauan Riau lebih banyak menghimpun dana dalam rangka memperkuat kondisi likuiditasnya.
3.2. Kondisi Bank Umum Beberapa indikator industri bank umum menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil meskipun indikator penyaluran kredit oleh perbankan menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total asset bank umum yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan DPK yang dihimpun oleh bank umum. Grafik 3.2. Perkembangan Total Asset, Kredit, DPK dan LDR Bank Umum
Grafik 3.3. Perkembangan Kredit dan NPL’s Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
40
Jumlah jaringan kantor cabang bank umum di wilayah Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebanyak 46 kantor cabang pada triwulan I 2009 atau tidak mengalami pertambahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tabel 3.1 –Perkembangan Indikator Bank Umum
(juta rupiah) Periode
2008 Indikator 1. Jaringan BU
Tw.1
Tw.2
Tw.3
2009 Tw.1
Tw.4
45
45
45
46
46
a. Batam
29
29
29
29
29
b. Tj. Pinang
14
13
13
13
14
c. Karimun
2
2
2
2
2
d. Natuna
1
1
1
1
1
2. Total Asset
16.065.809
16.709.890
17.600.675
19.898.329
20.242.439
a. Batam
11.821.641
12.319.472
12.891.294
14.478.579
14.578.187
b. Tj. Pinang
3.586.531
3.619.643
3.830.760
4.392.858
4.621.290
c. Dati II lain
657.637
770.775
878.621
1.026.892
1.042.962
3. Total DPK
13.442.509
14.071.918
14.446.343
16.332.781
16.601.580
a. Batam
9.389.470
9.873.065
9.966.579
11.249.163
11.245.003
b. Tj. Pinang
3.421.781
3.442.043
3.609.408
4.067.217
4.328.898
c. Dati II lain
631.258
756.810
870.356
1.016.401
1.027.679
8.583.889
9.291.399
9.944.195
10.653.877
10.529.216
a. Batam
7.100.350
7.623.089
8.139.988
8.729.088
8.512.180
b. Tj. Pinang
1.193.191
1.319.883
1.423.511
1.539.970
1.622.192
c. Dati II lain
290.348
348.427
380.696
384.819
394.844
4. Total Kredit
5. LDR (%)
63,86
66,03
68,84
65,23
63.42
a. Batam
75,62
77,21
81,67
77,6
77.73
b. Tj. Pinang
34,87
38,35
39,44
37,86
37.47
c. Karimun
41,57
41,65
39,89
38,41
38.32
d. Natuna
62,4
59,59
54,34
36,83
38.63
6. NPLs (%)
1,57
2,33
2,94
2,60
2.96
1,4
2,14
2,96
2,76
3.15
b. Tj. Pinang
2,93
3,21
2,64
2,04
2.44
c. Karimun
0,57
4,84
5,29
1,72
1.47
0
0
0
0
0.04
a. Batam
d. Natuna Sumber : Bank Indonesia
3.2.1. Total Asset Bank Umum Sampai dengan triwulan I 2009, total asset bank umum mencapai Rp20,24 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp344,11 miliar (1,73%) dibanding triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp19,89 triliun. Secara tahunan terjadi peningkatan sebesar Rp4,1 triliun (26,00%) terhadap posisi yang sama tahun sebelumnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
41
Berdasarkan Dati II, kegiatan bank umum masih terkonsentrasi di Kota Batam, dimana jumlah total asset bank umum sebagian besar masih tetap terhimpun di Kota Batam. Total asset bank umum yang ada di Kota Batam pada triwulan I 2009 sebesar Rp14,58 triliun atau 72,02% dari seluruh total asset bank umum di Kepulauan Riau. Sedangkan total asset yang berhasil dihimpun oleh bank umum di Tanjung Pinang sebesar Rp4,62 triliun atau 22,83% dari seluruh total asset perbankan di Kepulauan Riau. Sementara itu total asset perbankan di wilayah Kepulauan Riau (Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, dan Natuna) sebesar Rp1,04 triliun (5,15%). Diagram 3.1. Share Asset Bank Umum
Grafik 3.4. Perkembangan Asset Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Total asset perbankan di Kota Batam mengalami peningkatan sebesar Rp99,61 miliar (0,69%) secara triwulanan (qtq) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp2,76 triliun (23,32%). Sedangkan untuk total asset perbankan di wilayah Kota Tanjung Pinang mengalami peningkatan sebesar Rp228,43 miliar (5,20%) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp1,03 triliun (28,85%). Untuk perbankan di wilayah Kepulauan Riau yang meliputi Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna, total asset perbankan di wilayah tersebut mengalami peningkatan secara triwulanan sebesar Rp16,07 miliar (1,56%) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp385,32 miliar (58,59%).
3.2.2. Dana Pihak Ketiga Bank Umum Pada triwulan I 2009, jumlah dana masyarakat yang dihimpun oleh bank umum mengalami peningkatan sebesar Rp268,79 miliar (1,65%) menjadi sebesar Rp16,60 triliun. Peningkatan DPK bank umum pada triwulan I 2009 sebagian besar disumbangkan oleh peningkatan simpanan dalam bentuk deposito yang naik Rp598,64 miliar (18,22%) dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga tercatat sebesar Rp3,88 triliun. Secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito mengalami peningkatan sebesar Rp985,22 miliar atau Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau 42 Triwulan I ‐ 2009
33,99%. Sedangkan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan sebesar Rp17,27 miliar (0,30%). Secara tahunan, simpanan dalam bentuk tabungan juga mengalami peningkatan sebesar Rp816,47 miliar (16,36%). Sementara itu simpanan dalam bentuk giro secara triwulanan justru mengalami penurunan sebesar Rp347,12 miliar (4,78%) terhadap triwulan sebelumnya. Secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito mengalami peningkatan sebesar Rp1,36 triliun (24,45%). Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum
Diagram 3.2. Share DPK Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Meskipun mengalami penurunan, secara nominal porsi simpanan giro masih merupakan jenis simpanan terbesar (41,62%) diantara dua jenis simpanan lain dengan nilai nominal sebesar RpRp6,91 triliun. Porsi simpanan jenis tabungan tercatat sebesar Rp5,81 triliun (34,99%). Sedangkan simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp3,88 triliun (23,39%). Dominasi sektor industri dan sektor perdagangan pada perekonomian Kota Batam turut mempengaruhi jenis transaksi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau. Kebutuhan masyarakat akan dana likuid serta transaksi ekonomi yang membutuhkan waktu singkat menyebabkan simpanan berbentuk giro memiliki porsi terbesar terhadap total simpanan masyarakat di perbankan.
3.2.3. Kredit Bank Umum Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp10,52 triliun turun sebesar Rp124,66 miliar (1,17%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan jumlah kredit yang disalukan oleh bank umum tersebut berakibat pada penurunan tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum di Provinsi Kepulauan Riau menurun dari 65,23% pada triwulan IV 2008 menjadi 63,42%. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
43
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk kredit konsumsi sebesar Rp4,31 triliun atau 40,98% dari total kredit yang diberikan. Sedangkan kredit untuk modal kerja dan investasi masing-masing sebesar Rp3,75 triliun (35,59%) dan Rp2,46 triliun (23,43%). Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum
Diagram 3.3. Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Dari segi pertumbuhan, jenis kredit yang mengalami peningkatan pada triwulan I 2009 adalah kredit konsumsi yang mengalmai peningkatan sebesar Rp116,59 miliar (2,78%) terhadap triwulan IV 2008. Secara tahunan kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar Rp977,76 miliar (29,30%). Kredit modal kerja dan kredit investasi secara triwulanan pada triwulan I 2009 mengalami penurunan masing-masing sebesar Rp227,59 miliar (5,73%) dan Rp13,65 miliar (0,55%). Secara tahunan baik kredit modal kerja maupun kredit investasi mengalami kenaikan. Pada triwulan I kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar Rp692,71 miliar (22,67%). Sedangkan kredit investasi secara tahunan meningkat sebesar Rp274,87 miliar (12,54%). NPL bank umum di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL bank umum meningkat dari 2,60% pada triwulan IV 2008 menjadi 2,96% pada triwulan laporan. Krisis keuangan global yang berdampak kepada kondisi perekonomian Singapura ikut berkontribusi pada kualitas kredit di Provinsi Kepulauan Riau. Turunnya permintaan berakibat pada turunnya kapasitas produksi beberapa perusahaan yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Meski demikian, angka NPL’s kantor cabang bank umum di Provinsi Kepulauan Riau masih berada di bawah standar NPL’s yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
44
3.2.4. Kredit UMKM Bank Umum Searah dengan yang terjadi pada total kredit bank umum, penyaluran kredit UMKM pada triwulan I 2009 juga mengalami penurunan. Jika pada triwulan IV 2008 penyaluran kredit UMKM tercatat sebesar Rp5,71 triliun pada triwulan I 2009 kredit UMKM bank umum turun menjadi sebesar Rp5,64 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp62,25 miliar (1,09%). Namun secara tahunan kredit UMKM bank umum pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp821,81 miliar (17,04%). Grafik 3.7 Perkembangan Kredit UMKM dan Share terhadap Total Kredit
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu jika dilihat dari share kredit UMKM, menunjukkan trend penurunan. Namun pada triwulan I 2009 nampak telah menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan IV 2008, share kredit UMKM tercatat sebesar 53,56% maka pada triwulan I 2009 share kredit UMKM mengalami peningkatan menjadi 53,61%.
3.3.
Bank Perkreditan Rakyat Sebagai daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, Provinsi
Kepulauan Riau menarik minat investor untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan pada bisnis perbankan, khususnya BPR. Adapun alasan investor tersebut karena bisnis BPR tidak terlalu membutuhkan modal besar dan proses pendiriannya tidak terlalu rumit.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
45
TABEL 3.2 – PERKEMBANGAN INDIKATOR BPR (dalam jutaan rupiah)
KETERANGAN TOTAL ASSET TOTAL DANA a. Tabungan b. Deposito TOTAL KREDIT a. Investasi b. Modal Kerja c. Konsumsi
Tw.1 642.366 498.168 40.902 457.266 394.750 30.844 90.339 273.567
2008 Tw.2 680.641 504.879 44.805 460.073 461.337 40.208 108.041 313.088
Tw.3 776.379 564.556 51.715 512.841 538.346 50.540 128.903 358.903
Tw.4 918.784 660.973 63.749 597.224 563.476 52.551 128.638 382.287
2009 Tw.1 1.086.223 801.204 82.123 719.079 593.136 54.784 134.479 403.873
Sumber : Bank Indonesia
Sampai dengan triwulan I 2009 jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat ada 24 kantor BPR dan 3 (tiga) kantor cabang BPR atau terjadi penambahan 1 (satu) BPR. Perkembangan BPR yang sudah beroperasi juga tergolong cukup baik yang ditunjukkan oleh kenaikan share beberapa indikator kinerja BPR terhadap perbankan di Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan. Grafik 3.8. Share Asset BPR terhadap Perbankan
Grafik 3.9. Share Kredit BPR terhadap Perbankan
Sumber : Bank Indonesia
Dilihat dari total asset, share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan secara gradual tiap triwulan. Pada triwulan I 2009 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Jika pada triwulan IV 2008 share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 4,41% maka pada triwulan I 2009 share total asset BPR Provinsi Kepulauan Riau terhadap perbankan provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 5,09%. Peningkatan share ini terjadi karena tingkat pertumbuhan asset BPR lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan asset kantor cabang bank umum yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
46
Selain itu peningkatan asset share asset BPR tersebut tidak lepas dari tingkat pertambahan BPR baru yang cukup tinggi. Adanya peningkatan jumlah BPR tersebut memberikan masyarakat lebih banyak pilihan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan baik konsumsi, investasi maupun modal kerja. Penambahan jumlah BPR tersebut juga dapat ikut serta mendorong pertumbuhan sektor usaha domesitik khususnya koperasi dan UMKM. Dari sisi pembiayaan, share kredit BPR terhadap total kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau juga mengalami peningkatan terhadap triwulan IV 2008. Pada triwulan I 2009 share kredit BPR terhadap total kredit perbankan tercatat sebesar 5,33% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,33%. Peningkatan share kredit ini dipengaruhi oleh penurunan kredit yang disalurkan oleh bank umum. Sementara itu kredit BPR terus melanjutkan trend peningkatan selama tiga tahun terakhir.
3.3.1. Total Asset Bank Perkreditan Rakyat Total asset BPR yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam sampai dengan triwulan I 2009 terus melanjutkan trend peningkatan. Sampai dengan triwulan I 2009, total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp167,44 miliar (18,22%) menjadi sebesar Rp1,09 triliun dibanding triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp918,78 miliar. Secara tahunan total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp443,85 miliar (69,10%) dibanding posisi yang sama pada tahun 2008. Grafik 3.10. Perkembangan Asset BPR
Sumber : Bank Indonesia 3.3.2. DPK Bank Perkreditan Rakyat
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
47
Sebagaimana indikator BPR yang lain, total dana yang berhasil dihimpun oleh BPR pada triwulan laporan meningkat dengan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan IV 2008 total dana yang dihimpun BPR tercatat sebesar Rp660,97 miliar, maka pada triwulan I 2009 DPK BPR meningkat menjadi Rp801,20 miliar atau naik sebesar Rp140,23 miliar (21,22%). Secara tahunan dana yang berhasil dihimpun oleh BPR mengalami peningkatan sebesar Rp303,03 miliar (60,83%). Sebagaimana karakteristik BPR, sebagian besar dana masyarakat yang dihimpun oleh BPR disimpan dalam bentuk deposito. Sedangkan simpanan dalam bentuk tabungan biasanya digunakan oleh nasabah untuk proses pencairan kredit. Dana simpanan dalam bentuk deposito yang dihimpun oleh BPR di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp719,08 miliar atau 89,75% dari seluruh total DPK BPR. Sedangkan 10,25% disimpan dalam bentuk tabungan sebesar Rp82,15 miliar. Grafik 3.11. Perkembangan DPK BPR
Diagram 3.4. Share DPK BPR
Sumber : Bank Indonesia
Simpanan dalam bentuk deposito mengalami peningkatan sebesar Rp121,86 miliar (20,40%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito di BPR mengalami peningkatan sebesar Rp261,81 miliar (57,26%). Secara triwulanan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan sebesar Rp18,37 miliar (28,82%) dibandingkan triwulan IV 2008. Sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar Rp41,22 miliar (100,78%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008.
3.6. Kredit Bank Perkreditan Rakyat Ketika penyaluran kredit bank umum mengalami peningkatan, penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR kepada masyarakat pada triwulan I 2009 justru mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2008. Jumlah kredit yang disalurkan oleh 24 BPR yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp593,14 miliar atau meningkat Rp29,66 miliar (5,26%) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp563,48 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
48
peningkatan sebesar Rp198,39 miliar (50,26%) dibandingkan triwulan I 2008 yang tercatat sebesar Rp394,75 miliar.. Grafik 3.12. Perkembangan DPK BPR
Diagram 3.5. Share Kredit BPR
Sumber : Bank Indonesia
Penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk keperluan konsumsi. Kredit untuk konsumsi yang disalurkan BPR di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp403,87 miliar atau 68,09% dari seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sementara kredit untuk modal kerja yang diberikan BPR di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp134,48 miliar atau 22,67% dari seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sedangkan porsi kredit investasi adalah sebesar Rp54,79 miliar (9,24%). Kredit konsumsi BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp21,58 miliar (5,26%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp382,29 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit konsumsi BPR mengalami peningkatan sebesar Rp130,30 miliar (47,63%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008. Kredit modal kerja yang disalurkan BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp5,84 miliar (4,54%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan kredit modal kerja BPR mengalami peningkatan sebesar Rp44,14 miliar (48,86%) dibandingkan posisi triwulan I 2008. Kredit investasi yang disalurkan oleh BPR kepada masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp2,24 miliar (4,26%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp52,55 miliar. Secara tahunan kredit investasi BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp23,95 miliar (77,66%) terhadap posisi yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp30,84 miliar. Besarnya kredit BPR untuk keperluan konsumsi mencerminkan intermediasi yang dilakukan BPR terhadap dunia usaha masih belum optimal. Sebagian besar BPR di Provinsi Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
49
Kepulauan Riau menyalurkan kredit untuk keperluan pembelian mobil dan beberapa untuk pembelian rumah atau ruko. Sedangkan porsi yang untuk kredit produktif terutama pemberdayaan UMKM masih kurang optimal. Hal ini perlu digalakkan mengingat fitrah BPR adalah sebagai lembaga pembiayaan UMKM dan Koperasi. Grafik 3.13. Perkembangan Kredit dan NPLs BPR
Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, NPLs kredit yang diberikan oleh BPR sampai dengan triwulan I 2009 mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPLs kredit BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,10% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 1,59%. Meskipun mengalami kenaikan rasio kredit bermasalah NPLs BPR yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau secara trend data masih berada pada kisaran 1% - 2%, jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%. Namun jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya NPLs BPR di Provinsi Kepulauan Riau justru mengalami penurunan. NPLs BPR pada posisi Maret 2008 tercatat sebesar 2,33%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
50
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1. KONDISI UMUM Beragam tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam reformasi anggaran dan keuangan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Selain berupa peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh Departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah daerah. Mulai dari pengesahan anggaran sampai ke penyusunan laporan keuangan, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya SDM, buruknya koordinasi dan tidak memadainya teknologi yang digunakan. Beberapa contoh yang lebih spesifik antara lain: Keterpaduan Perencanaan dan Penganggaran. Keterkaitan antara UU No 25/1999, UU No 17/2003 dan UU No 32/2004 dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Perencanaan Tahunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA/PPAS), dan anggaran tahunan tidak jelas. Sedang tujuan dari PP No 58/2005 dan Permendagri No 13/2006 adalah untuk mengaitkan perencanan dan penganggaran. Dalam Permendagri No 13 Tahun 2006 dokumen perencanaan dan anggaran tertentu disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkan Daerah (SKPD). Dan ini menyulitkan pemerintah daerah karena kurangnya kompetensi teknis pada tingkat tersebut. Tidak terdapat indikator untuk mengukur pencapaian target penyediaan layanan yang digunakan dalam perencanaan, serta tidak adanya kaitan dengan indikator target dalam anggaran tahunan yang berbasiskan kinerja. Kemudian dalam Kep. Mendagri No 29 Tahun 2002, DPRD (pihak legislatif) menetapkan Arah Kebijakan Umum (AKU), yang berfungsi sebagai panduan kebijakan umum bagi eksekutif dalam menyusun rancangan anggaran (RAPBD). Sementara, dalam Permendagri No 13 Tahun 2006, DPRD mengeluarkan KUA, yang mirip dengan AKU tapi dengan program dan kagiatan yang jauh lebih rinci. AKU membatasi Eksekutif dalam penyusunan rancangan anggaran sampai Batas rincian yang mungkin tidak realistis atau tidak praktis. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terliha berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antara DPRD dan Eksekutif.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
51
Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan KUA sehingga menyebabkan konflik antaran DPRD dan Eksekutif. Tertundanya pengesahan APBD juga merupakan hal yang sangat lazim terjadi, akibat prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap review sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan. Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir Desember untuk tahun anggaran yang dimulai bulan Januari, kadang eksekutif baru mengajukan rancangan anggaran kepada DPRD pada bulan Pebruari. Sementara DPRD membutuhkan paling tidak dua bulan untuk review rancangan anggaran tersebut untuk memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Konsekuensi tidak dapat disahkannya anggaran sesuai jadwal, berarti pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek di luar belanja rutin, seperti gaji pegawai negeri. Kualitas beberapa proyek menjadi jauh berkurang jika keterlambatan pengesahan anggaran menyebabkan tidak tersedianya waktu yang memadai untuk merencanakan dan melakukan proyek bersangkutan.Untuk mempercepat proses pengesahan anggaran, baik pihak legislatif maupun eksekutif harus melakukan pendekatan yang tegas dalam menerapkan langkah -langkah yang diperlukan bagi penyelesaian proses APBD secara efisien dan tepat waktu.
4.2. PERKEMBANGAN PENERIMAAN PEMERINTAH Anggaran Penerimaan seluruh pemerintah kabupaten dan kota pada tahun 2009 mengalami penurunan yang signifikan, sebesar 29,6% dibanding tahun 2008. Total Penerimaan tahun 2009 dianggarkan sebesar Rp 5,07 triliun, sedangkan di tahun 2008 sebesar Rp7,2 triliun. Menurunnya anggaran penerimaan tahun 2009 disebabkan adanya penyesuaianpenyesuaian pos pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan. Setelah mencermati perkembangan informasi tentang penetapan target DBH PPh, Pertambangan, DAU, DAK bagian Provinsi Kepri Tahun 2009 melalui Surat Dirjen Perimbangan Keuangan Nomor : S539/PK/2008 tanggal 31 Oktober 2008, maka perlu untuk dilakukan penyesuaian terhadap target penerimaan yang berasal dari DBH PPh, Pertambangan, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain itu, dengan adanya tren penurunan harga komoditas
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
52
primer di pasaran internasional, maka perlu dilakukan penyesuaian penurunan jumlah target penerimaan yang bersumber dari DBH Migas, dan DBH PBB.
Tabel 4.1. Perkembangan APBD Kab/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2008 dan 2009 2008 TOTAL PENERIMAAN Pendapatan Asli Daerah (PAD)
%∆
2009
7,199,276
5,066,700
-29.62%
13,732,036
1,050,395
-92.35%
DANA PERIMBANGAN
3,020,707
3,836,335
27.00%
TOTAL BELANJA
5,155,325
6,702,499
30.01%
Belanja Tidak Langsung
1,959,360
2,463,137
25.71%
- Belanja bantuan Sosial
194,997
222,388
14.05%
3,195,965
4,239,364
32.65%
400,679
590,169
47.29%
- Belanja Barang dan Jasa
1,330,753
1,519,122
14.16%
- Belanja Modal
1,464,533
2,130,074
45.44%
Belanja Langsung - Belanja Pegawai
Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (diolah) *) data tahun 2009 tidak termasuk Kabupaten Kepulauan Anambas
4.3. PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH Dalam kurun waktu tahun 2002-2008, tingkat penyerapan anggaran belanja oleh sebagian besar kabupaten dan kota di provinsi Kepulauan Riau tergolong belum optimal. Tingkat penyerapan terendah terjadi pada kabupaten Natuna, dimana pada tahun 2008 diperkirakan hanya 75% dari APBD TA.2008 yang disetujui sebesar Rp1,04 triliun. Sedangkan tahun 2007 hanya terealisasi sebesar 73,5% dari target APBD tahun berjalan. Grafik 4.1. Tingkat Penyerapan Anggaran APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (diolah)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
53
Adapun daerah yang memiliki tingkat penyerapan anggaran belanja tertinggi adalah kabupaten Bintan, dimana realisasi belanja pemerintah di tahun 2008 diperkirakan sekitar Rp663 milyar, mencapai 127,9% dari target APBD TA. 2008 yang ditetapkan sebesar Rp518,3 milyar. Kinerja pemerintah kabupaten Bintan sangat baik selama 3 tahun terakhir, antara lain terlihat dari optimalnya penyerapan anggaran belanja hingga melampaui target APBD yang telah ditetapkan. Hal ini sekaligus memperlihatkan kesadaran seluruh perangkat daerah dalam memberikan stimulus bagi perekonomian daerahnya. Pengelolaan keuangan yang cukup baik juga dilakukan oleh pemerintahan kabupaten Karimun, meski di tahun 2008 diperkirakan menurun. Total pengeluaran pemerintah selama tahun 2005 s.d. 2007 terealisasi maksimal dengan tingkat pencapaian yang melampaui target APBD yang ditetapkan. Bahkan pada tahun 2007, tingkat penyerapan anggaran mencapai 162,7%. Namun di tahun 2008, tingkat penyerapan anggaran diperkirakan menurun hingga hanya terealisasi sekitar 80,2% dari target APBD TA. 2008 sebesar Rp 757 milyar. Sementara itu kota Batam yang diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan provinsi Kepulauan Riau tidak pernah mencapai tingkat realisasi yang optimal dalam 5 tahun terakhir. Penyerapan anggaran belanja rata-rata hanya sebesar 85,2%. Di tahun 2008, dari target APBD yang telah disahkan sebesar Rp 882 milyar diperkirakan hanya terserap sekitar 84,4%. Meskipun kontribusinya terhadap pembentukan PDRB kota Batam terus meningkat dari tahun 2002 sebesar 0,93%, di tahun 2008 memberi kontribusi sebesar 2,27% terhadap perekonomian kota.
Grafik 4.2. Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusinya thp PDRB kota Batam
Grafik 4.3. Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusinya thp PDRB Kepulauan Riau
Sumber : Direktorat Jenderal Keuangan Daerah; BPS Provinsi Kepulauan Riau; BPS Kota Batam (diolah)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
54
Secara keseluruhan, dalam 3 tahun terakhir diketahui bahwa penyerapan anggaran dari seluruh kabupaten dan kota di Kepulauan Riau semakin menurun. Penyerapan anggaran belanja di tahun 2006 sempat melampaui target pengeluaran dengan tingkat realisasi sekitar 102,7%, akibat tingginya penyerapan di kabupaten Bintan dan Karimun, serta kota Tanjungpinang. Namun di tahun 2007 turun menjadi 87,8%, dan di tahun 2008 diperkirakan hanya terserap sebesar 86,3%. Bersamaan dengan itu, kontribusi yang diberikan terhadap perkembangan ekonomi Kepulauan Riau juga semakin menurun. Dimana pada tahun 2008 diperkirakan memberi kontribusi sebesar 8,28%, menurun dibandingkan tahun 2007 yang berkontribusi mencapai 10,42%. Jika melihat target APBD TA.2009 seluruh kabupaten dan kota di Kepulauan Riau diketahui bahwa secara total terdapat kenaikan yang signifikan mencapai 30% dibanding tahun 2008. Target anggaran belanja tahun 2009 sebesar Rp 6,7 triliun sedangkan tahun sebelumnya tercatat sebesar Rp5,2 triliun. Kenaikan anggaran APBD tersebut diharapkan dapat men-trigger pertumbuhan ekonomi provinsi Kepulauan Riau, karena kenaikan terbesar terjadi pada pos anggaran Belanja Modal yang mengalami peningkatan 45,4% di tahun 2009 menjadi sebesar Rp2,13 triliun. Sementara anggaran belanja Barang dan Jasa juga mengalami peningkatan yang cukup siginifikan dari Rp1,33 triliun menjadi Rp 1,52 triliun, atau naik 14,2%. Peningkatan anggaran belanja Modal dan Barang/jasa akan memberi efek pengganda (multiplier) bagi perkembangan ekonomi daerah di tengah situasi krisis keuangan global yang mulai dirasakan dampaknya sejak pertengahan tahun 2008 lalu. Upaya pemerintah daerah dalam meredam dampak krisis juga cukup terlihat dari meningkatnya anggaran belanja Bantuan Sosial bagi masyarakat tidak mampu, dimana pada tahun 2009 dianggarkan sebesar Rp222 milyar, atau meningkat 14,05% dibandingkan anggaran yang tersedia pada tahun 2008. Dengan demikian, partisipasi aktif pemerintah daerah Kepulauan Riau menjadi semakin penting dalam menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya sejalan dengan target pertumbuhan Nasional tahun 2009. Percepatan realisasi belanja secara proporsional diyakini mampu memberi stimulus positif bagi penciptaaan lapangan kerja di tengah langkah rasionalisasi karyawan yang mulai dilakukan perusahaan-perusahaan untuk menjaga kesinambungan bisnisnya. Lebih jauh, realisasi belanja secara optimal selama semester I-2009 sangat dibutuhkan guna mengantisipasi dampak krisis yang semakin intens dirasakan pada triwulan I-2009 dan diperkirakan masih berlanjut di triwulan mendatang.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
55
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
5.1. PENGEDARAN UANG KARTAL Perkembangan aliran uang yang masuk (inflow) dan keluar (outflow) Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan I 2009 ditandai dengan angka outflow yang mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2009 terjadi outflow sebesar Rp582,64 miliar atau turun sebesar Rp913,83 miliar (61,07%) dibandingkan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp1,49 triliun.
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow Outflow
Sementara itu inflow ke Kantor Bank Indonesia Batam tercatat sebesar Rp165 milyar.
Oleh karena itu secara keseluruhan terjadi net outflow Rp417,23 miliar. Turunnya penarikan maupun setoran dari bank ke Bank Indonesia dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terkait dengan kebutuhan uang kartal di masyarakat yang mengalami penurunan. Pada dua triwulan sebelumnya kebutuhan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau akan uang kartal cukup tinggi mengingat pada triwulan tersebut terdapat hari raya keagamaan baik Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Oktober 2008 maupun Hari Raya Natal yang jatuh di akhir bulan Desember. Kebutuhan masyarakat juga meningkat cukup tinggi di akhir tahun 2008 terkait Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
56
dengan Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Imlek yang dirayakan cukup meriah mengingat banyak penduduk keturunan Tiong Hoa yang berada di Provinsi Kepulauan Riau.
Tabel 5.1 Perkembangan Uang Kartal
(dalam milyar rupiah) KETERANGAN
Inflow
2007 Tw. II
Tw. III
2008 Tw. IV
Tw. I
Tw. II
2009 Tw. III
Tw. IV
Tw. I
60,55
47,68
214,06
59,97
60,95
64,57
278,55
165,41
Outflow
502,94
851,82
1.208,18
405,16
791,49
1.527,09
1.496,47
582,64
Net
442,39
804,14
994,12
345,19
730,54
1.462,53
1.217,92
417,23
Sumber: Bank Indonesia
5.1.1. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Peracikan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan uang bersih (clean money policy) yaitu Bank Indonesia senantiasa menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang layak kepada masyarakat. Di samping itu, Bank Indonesia juga memberikan pelayanan kepada perbankan dan masyarakat untuk kegiatan setoran, penarikan dan penukaran untuk pecahan besar ke pecahan kecil serta untuk uang rupiah lusuh. Selama triwulan I 2009, jumlah UTLE yang diracik di KBI Batam Rp38,53 milyar atau mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp58,54 miliar. Penurunan jumlah UTLE yang diracik oleh KBI Batam terkait dengan turunnya setoran bank yang terlihat dari indikator inflow yang mengalami penurunan.
Grafik 5.2. Perkembangan UTLE
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
57
5.2. LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL 5.2.1. Kliring Lokal Untuk wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam, terdapat 3 (tiga) wilayah kliring lokal, yaitu: di Kantor Bank Indonesia Batam untuk wilayah Kota Batam, PT. Bank Mandiri untuk wilayah Tanjung Pinang, dan PT. BNI untuk wilayah Tanjung Balai Karimun. Nilai transaksi melalui sistem kliring lokal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan I 2009 mencapai Rp2,59 triliun dengan jumlah warkat sebanyak 101.670 lembar. Nilai total kliring tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,74 triliun dengan jumlah warkat sebanyak 102.838 lembar.
Grafik 5.3. Perputaran Kliring
Grafik 5.4. Penolakan Cek/BG Kosong
Sementara itu, penolakan Cek/BG kosong di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp56,98 milyar dengan jumlah warkat sebanyak 2.892 lembar. Jika dilihat dari nominal dan jumlah warkatnya, jumlah Cek/BG kosong yang ditolak mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2008 jumlah Cek/BG kosong yang ditolak tercatat sebesar Rp 56,80 milyar dengan jumlah warkat sebesar 1.812 lembar. Tabel 5.2 – Perkembangan Kliring Lokal 2007 Tw.4
Keterangan
Tw.1
2008 Tw.2
Tw.3
Tw.4
2009 Tw.1
Perputaran Kliring Lembar
103.390
104.027
108.574
111.429
102.838
101.670
2.652
2.456
2.719
2.964
2.742
2.597
Nominal (Rp Miliar)
Penolakan Cek/BG Kosong
Lembar
1.665
1.873
1.770
1.986
2.160
1.812
Nominal (Rp Miliar)
93,26
47,16
71,27
49,34
56,80
56.98
Sumber: Bank Indonesia
5.2.2. Transaksi BI-RTGS
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
58
Transaksi masyarakat melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) di Provinsi Kepulauan Riau baik secara nominal maupun sencara volume masih didominasi transaksi yang terjadi di Kota Batam. Transaksi BI-RTGS selama triwulan I 2009 yang berasal dari Kota Batam tercatat sebesar Rp5,04 triliun atau 89,43% dari total seluruh transaksi BI-RTGS yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan transaksi yang berasal dari Kabupaten Tanjung Balai Karimun dan Kota Tanjung Pinang masing-masing tercatat sebesar Rp322,48 milyar dan Rp273,34 milyar. Sementara itu, transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Batam selama triwulan I 2009 tercatat sebesar Rp6,11 triliun atau 85,55% dari seluruh transaksi BI-RTGS yang masuk ke Provinsi Kepulauan Riau. Transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Tanjung Pinang tercatat sebesar Rp681,88 miliar, sedangkan transaksi BI-RTGS yang masuk ke Tanjung Balai dan Natuna tercatat sebesar Rp330,49 milyar dan Rp19,61 milyar. Tabel 5.3 Perkembangan BI-RTGS Tw. I 2009 FROM Region
BATAM NATUNA TANJUNG BALAI TANJUNGPINANG
Nilai
TO Nilai
Volume
(Milyar Rp) 5.042,91 ‐ 322,48 273,34
FROM ‐ TO Nilai
Volume
(Milyar Rp) 9.555 6.108,54 ‐ 19,61 1.257 330,49 676 681,88
12.051 47 764 1.165
(Milyar Rp) 3.274,46 ‐ 12,86 194,89
Volume 5.202 ‐ 26 454
Sumber: Bank Indonesia
5.3. UANG PALSU Jumlah uang rupiah palsu yang dilaporkan ke Bank Indonesia Batam pada triwulan I 2009 berjumlah Rp 1.180.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 20 lembar. Jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar Rp 1.470.000 dengan jumlah lembar sebanyak 28 lembar. Tabel 5.4. Perkembangan Uang Palsu
Pecahan 100.000 50.000 20.000 10.000 5.000 1.000
Tw. IV 2008 Nominal Lembar
Tw. I 2009 Nominal Lembar
600.000
6
500.000
5
800.000
16
650.000
13
20.000
1
20.000
1
50.000
5
10.000
1
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
‐ ‐
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
59
1.470.000
28
1.180.000
20
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan jenis pecahan, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp100.000,00
dilaporkan sebanyak 5 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp50.000,00 dilaporkan sebanyak 13 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp20.000,00 dilaporkan sebanyak 1 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp10.000,00 dilaporkan sebanyak 1 lembar.
Diagram 5.1. Prosentase Pecahan Uang Palsu
Nominal
Lembar
Terkait dengan uang palsu yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia Batam terus melakukan berbagai upaya untuk menekan peredarannya, antara lain dengan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan (perbankan, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum). Selain itu, Kantor Bank Indonesia Batam juga memasang iklan layanan masyarakat tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah di beberapa media, salah satunya adalah di bioskop yang ada di Kota Batam.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
60
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
6.1. PENDUDUK Jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Penduduk Provinsi Kepulauan Riau meningkat sebesar 60.155 jiwa (4,32%) menjadi 1.453.073 jiwa dibandingkan tahun 2007 yang tercatat sebesar 1.392.918 jiwa. Secara jumlah, peningkatan penduduk terbesar terjadi di Kota Batam yang mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 41.794 jiwa (6,01%) dibandingkan tahun 2007 sehingga pada tahun 2008 tercatat sebesar 737.533 jiwa. Selanjutnya diikuti Kabupaten Karimun yang meningkat sebesar 7.657 (3,54%) menjadi 223.878 jiwa pada tahun 2008. Kota Tanjung Pinang mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 4.778 jiwa (2,68%) dibandingkan dengan tahun 2007 sehingga tercatat sebesar 182.741 jiwa pada tahun 2008. Sedangkan jumlah penduduk Kabuten Bintan meningkat 2.381 jiwa (1,94%) dibandingkan dengan tahun 2007 yang tercatat sebesar 122.277 jiwa menjadi 125.058 jiwa pada tahun 2008. Sementara itu jumlah penduduk Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna pada tahun 2008 masing-masing mengalami peningkatan sebesar 2.107 jiwa dan 1.438 jiwa dibandingkan dengan 2007 menjadi masing-masing sebesar 95.531 jiwa dan 88.332 jiwa pada tahun 2008. Tabel 6.1 Perkembangan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Kab./Kota Karimun Bintan Lingga
2006 209.875 121.303 91.918
2007 216.221 122.677 93.424
2008 223.878 125.058 95.531
Selisih 7.657 2.381 2.107
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
Pert. (%) 3,54 1,94 2,26
61
Natuna Batam Tanjung Pinang Total
86.150 656.001 172.616 1.337.863
86.894 1.438 88.332 695.739 737.533 41.794 177.963 4.778 182.741 1.392.918 1.453.073 60.155
1,65 6,01 2,68 4,32
Sumber : BPS Prov. Kepri
Penyebaran penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2008 sebagian besar masih terkonsentrasi di Kota Batam. Jumlah penduduk Kota Batam pada tahun 2008 tercatat sebesar 737.533 jiwa atau 50,76% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Secara trend, share jumlah penduduk Kota Batam juga terus mengalami peningkatan yang cukup tajam selama tiga tahun terakhir.
Selanjutnya diikuti oleh jumlah penduduk Kabupaten
Karimun yang tercatat sebesar 223.878 jiwa (15,41%) dan jumlah penduduk Kota Tanjung Pinang yang tercatat sebesar 182.741 jiwa (12,58%). Penduduk Kabupaten Bintan mempunyai porsi 8,61% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Sementara itu penduduk Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna masing-masing memiliki porsi 6,57% dan 6,08% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Diagram 6.1. Share Jumlah Penduduk di Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 6.1. Perkembangan Share Penduduk Kota Batam Terhadap Provinsi Kepulauan Riau
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
6.2. KETENAGAKERJAAN 6.2.1. Angkatan Kerja, Penduduk Yang Bekerja dan Angka Pengangguran Secara keseluruhan struktur ketenagakerjaan di Propinsi Kepri pada bulan Agustus 2008 mengalami perubahan yang cukup berarti. Pada bulan Agustus 2008, jumlah angkatan kerja mencapai 666.000 orang, naik sebanyak 13.463 orang dibandingkan bulan Februari 2008. Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Kepulauan Riau bertambah 15.508 orang dibandingkan Februari 2008.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
62
Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga menunjukkan sedikit kenaikan, yaitu dari 65,61% pada Februari 2008 menjadi 66,09% pada Agustus 2008. Hal ini dipengaruhi oleh turunnya tingkat pengangguran terbuka dari 8,49 pada Februari 2008 menjadi 8,01% pada Agustus 2008.
Tabel 6.2. Perkembangan Penduduk Menurut Kegiatan
Angkatan Kerja
URAIAN Bekerja Pengangguran Total
Bukan Angkatan Kerja
Sekolah Mengurus RT Lainnya Total
Total Penduduk 15+ Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
FEB 2007
AGT 2007
FEB 2008
AGT 2008
583.155
535.797
597.159
612.667
56.708
53.077
55.378
53.333
639.863
588.874
652.537
666.000
67.247
75.895
72.455
60.596
192.966
234.848
240.225
249.224
23.486
34.059
29.314
31.951
283.699
344.802
341.994
341.771
923.562
933.676
994.531
1.007.771
69,28
63,07
65,61
66,09
8,86
9,01
8,49
8,01
Sumber : BPS, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2007 dan 2008
Sedangkan jumlah penduduk setengah penganggur mengalami peningkatan dari 88.066 jiwa pada bulan Februari 2008 menjadi 90.175 jiwa pada Agustus 2008. Peningkatan jumlah penduduk setengah penganggur ini dipengaruhi oleh kenaikan jumlah setengah penganggur sukarela yang meningkat sebesar 11.363 jiwa dibandingkan Februari 2008 menjadi 50.443 jiwa pada Agustus 2008. Sementara itu jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa justru mengalami penurunan dibandingkan bulan Februari 2008. Jika pada Februari 2008 jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa berjumlah 48.986 jiwa maka pada bulan Agustus 2008 jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa tercatat sebesar 39.732 jiwa. Grafik 6.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Setengah Penganggur Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
63
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
6.2.2. Lapangan Pekerjaan Utama Dilihat dari lapangan usahanya, jumlah pekerja di Provinsi Kepulauan Riau masih terkonsentrasi di sektor industri dengan total pekerja sebanyak 185.624 orang atau 30,30% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Penduduk yang bekerja di sektor ini mengalami peningkatan sebanyak 3.268 orang atau 1,79% dibandingkan bulan Februari 2008. Sektor yang cukup dominan dalam menyerap pekerja berikutnya adalah sektor perdagangan dengan jumlah pekerja sebanyak 124.820 orang (20,37%). Pekerja di sektor ini pada bulan Agustus 2008 mengalami peningkatan sebanyak 12.522 (11,15%) dibandingkan bulan Februari 2008. Sementara itu sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 81.139 orang atau 13,24% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Pekerja di sektor ini pada bulan Agustus 2008 mengalami penurunan sebanyak 21.039 orang (20,59%) dibandingkan Februari 2008.
Grafik 6.3. Perkembangan Share Tenaga Kerja di Sektor industri
Grafik 6.4. Perkembangan Share Tenaga Kerja di Sektor Perdagangan
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
6.2.3. Status Pekerjaan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
64
Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dapat diidentifikasi dua kelompok utama terkait dengan kegiatan ekonomi formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan yang tidak dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan termasuk kegiatan informal. Pekerja yang berstatus sebagai karyawan memiliki porsit terbesar dibandingkan dengan status pekerjaan lain dengan jumlah sebesar 348.611 jiwa. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan jumlah buruh/karyawan pada bulan Februari yang berjumlah 349.264 jiwa. Kelompok penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri tercatat sebesar 150.136 jiwa pada Agustus 2008 atau mengalam pertambahan 2.630 jiwa dibandingkan Februari 2008 yang tercatat sebesar 147.506 jiwa. Tabel 6.3. Perkembangan Status Pekerjaan Penduduk
Feb-07
Agt2007
Feb-08
Agt2008
127.290
147.430
147.506
150.136
19.397
15.991
28.147
43.422
13.796
13.838
19.493
19.465
366.591
314.653
349.264
348.611
Pekerja bebas pertanian
9.685
7.269
11.586
6.827
Pekerja bebas non tani
24.109
14.279
14.551
19.839
Pekerja tak dibayar
22.287
22.337
26.612
24.367
Total 583.155 535.797 Sumber : BPS, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2007 dan 2008
597.159
612.667
STATUS Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap/brh tdk dibayar Berusaha dibantu buruh tetap/brh dibayar Buruh/karyawan
Seiring dengan penurunan jumlah pekerja sebagai karyawan, sharing pekerjaan karyawan terhadap total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau juga mengalami penurunan. Jika pada Februari 2008 sharing pekerja yang bekerja sebagai karyawan adalah sebesar 58,49% maka pada bulan Agustus 2008 turun menjadi 56,90%. Sebagian besar pekerja yang bekerja sebagai karyawan bekerja di sektor industri yang tersebar di Kota Batam dan Kabupaten Bintan. Grafik 6.5. Perkembangan Share Pekerja sebagai Karyawan
Grafik 6.6. Perkembangan Share Pekerja yang Berusaha Sendiri
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
65
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Sementara itu sharing pekerja yang berusaha sendiri tanpa bantuan buruh meskipun mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun secara share mengalami penurunan. Sharing pekerja yang berusaha sendiri di Provinsi Kepulauan Riau pada bulan Agustus 2008 tercatat sebesar 24,51% atau mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan bulan Februari yang tercatat sebesar 24,70%. Namun perkembangan share pekerja yang berusaha sendiri menunjukkan trend peningkatan. Hal ini cukup positif mengingat pekerja yang berusaha sendiri dengan sendirinya menciptakan lapangan kerja. Biasanya pekerja yang berusaha sendiri ini berada di sektor perdagangan.
6.3 KESEJAHTERAAN DAERAH 6.3.1. Indeks Pembangunan Manusia Salah satu alat ukur untuk mengetahui pencapaian kesejahteraan penduduk adalah kelangsungan hidup, pengetahuan dan daya beli yang terangkum dalam Indeks Pengembangan Manusia (IPM). Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi kelangsungan hidup dan sehat adalah angka harapan hidup, untuk mengukur dimensi pengetahuan adalah angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli. Tabel 6.4 – IPM Kab/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007
Prov/Kab /Kota
Angka Harapan Hidup (tahun)
Angka Melek Huruf (persen)
Rata2 Lama Sekolah (tahun)
Rata2 Pengeluran riil perkapita (000Rp)
IPM
Peringkat
Prop.Kepri
69,60
96,00
8,94
631,94
73,68
6
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
66
Karimun
69,76
95,00
7,80
628,00
72,40
124
Bintan
69,57
94,40
7,95
637,00
72,97
97
Natuna
67,96
95,75
6,90
608,00
69,36
252
Lingga
69,70
90,90
7,20
618,10
70,25
212
Kota Batam
70,62
98,84
10,70
640,20
76,82
12
Kota Tj.Pinang
69,40
97,30
9,20
624,20
73,46
84
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau
Secara keseluruhan Propinsi Kepulauan Riau termasuk propinsi yang mempunyai IPM kategori terbaik (73,68) dibandingkan dengan 33 propinsi di Indonesia, yaitu ditunjukkan oleh peringkat IPM nomor 6 dari 33 propinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, Kota Batam mempunyai peringkat IPM urutan ke 12 dari 440 kabupaten/kota seluruh Indonesia dengan nilai 76,82. Posisi kedua adalah Kota Tanjungpinang dengan nilai 73,46 atau urutan ke 84 dari 440 kabupaten/kota. Diikuti oleh Kabupaten Karimun dengan nilai 72,97 dan peringkat 97 dari 440 kabupaten/kota. Sementara itu, Kabupaten Lingga mempunyai IPM 72,40 dengan peringkat 124 dari 440 kabupaten/kota. Kabupaten Bintan tercatat mempunyai nilai IPM 70,25 dengan peringkat 212 dari 440 kabupaten/kota. Sedangkan Kabupaten Natuna tercatat mempunyai IPM 69,36 dengan peringkat 252 dari 440 kabupaten/kota.
6.3.2. Kemiskinan Selain itu, jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan tahun 2008 tercatat berjumlah 268.935 jiwa atau 18,51% dari total penduduk Provinsi Kepulauan Riau. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 4.688 jiwa (1,71%) dibandingkan dengan angka kemiskinan tahun 2005 yang tercatat sebesar 273.623 jiwa. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam rangka mengurangi angka kemiskinan adalah program pengentasan desa tertinggal yang telah berjalan selama empat tahun. Program ini memberikan bantuan kepada setiap desa tertinggal dengan jumlah bantuan sebesar Rp500 juta. Dana ini dikelola oleh masyarakat desa untuk membiayai kegiatan-kegiatan produktif yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
67
Saat ini terdapat 169 desa tertinggal yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Kepuauan Riau baik yang terdapat di pulau-pulau besar seperti Bintan, Batam dan Karimun juga terdapat di pulau-pulau kecil. Program pengentasan desa tertinggal telah dilaksanakan kepada 72 desa tertinggal sejak tahun 2003. Pada tahun 2009, direncanakan akan diberikan bantuan kepada 36 desa tertinggal berikutnya sehingga pada akhir tahun 2009 akan ada 108 desa yang telah mendapatkan bantuan. Target pemerintah daerah Provinsi Kepulauan Riau di tahun 2010, seluruh desa yang berjumlah 169 desa tertinggal sudah ditangani dan diberikan bantuan. Pelaksanaan percepatan pembangunan desa juga mendapatkan dukungan dari kabupaten maupun kota melalui dana-dana APBD.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
Kondisi perekonomian regional di triwulan II-2009 sedikit membaik meski tetap mengalami laju pertumbuhan yang berkontraksi. Sumber pertumbuhan diduga berasal dari kenaikan demand domestik seiring dengan tren menguatnya nilai tukar Rupiah dan BI-Rate yang menurun signifikan sejak akhir tahun 2008. Penurunan suku bunga acuan tersebut diharapkan dapat direspon oleh perbankan dengan mulai menurunkan suku bunga kreditnya secara bertahap di periode mendatang. Di samping itu, penurunan harga komoditas primer, bergeraknya perekonomian regional selama masa Pemilu, serta efektifnya penerapan Free Trade Zone (FTZ) di kawasan Batam-Bintan-Karimun sejak 1 April 2009 lebih memperkuat asesmen terhadap perkembangan konsumsi di triwulan II-2009. Adapun aktivitas perdagangan luar negeri diperkirakan stagnan akibat berlanjutnya koreksi pertumbuhan sektor Industri Pengolahan. Sedangkan investasi barang modal (PMTB) masih tetap tumbuh dengan laju perlambatan yang lebih melandai. Grafik 7.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar dan Singapore Dollar
Grafik 7.2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
68
Berlanjutnya krisis keuangan global akan semakin menekan pertumbuhan sektor produktif Kepulauan Riau terutama pada sektor Industri Pengolahan sebagai sektor dominan. Sementara
aktivitas
Perdagangan
yang
relatif
meningkat
diperkirakan
mampu
mengkompensir perlambatan yang akan dialami industri Perhotelan. Sedangkan sektor Bangunan diproyeksi tetap tumbuh di atas 10% didorong oleh penyelesaian beberapa proyek konstruksi besar, baik oleh Pemerintah maupun Swasta. Tekanan inflasi di kota Batam dan Tanjung Pinang selama triwulan II-2009 akan sedikit meningkat merespon kenaikan permintaan atas barang-barang kebutuhan masyarakat. Meski demikian pengaruh faktor cuaca semakin hilang dengan membaiknya iklim di perairan sekitar wilayah Kepulauan Riau.
7.1.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI `Laju perekonomian di triwulan II-2009 diperkirakan berada pada kisaran -0,48 ± 1%
(y-o-y). Asesmen ini sangat dipengaruhi oleh semakin turunnya permintaan global terhadap produk yang diolah industri manufaktur di kota Batam. Tingkat utilisasi produksi perusahaan manufaktur besar diperkirakan relatif sama dengan triwulan I-2009 yakni sekitar 30% - 50%, merosot tajam dibanding kondisi normal sekitar 80% - 90%. Grafik 7.3. Estimasi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau (yoy)
Grafik 7.4. Estimasi Pertumbuhan Ekspor Barang dan Jasa
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau *) angka sementara; **) angka sangat sementara; ***) proyeksi Bank Indonesia Batam (revisi Maret 2009)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
69
Akibatnya, lalu lintas bahan baku dan barang hasil olahan dari dan ke luar negeri menjadi semakin berkurang. Pertumbuhan ekspor Kepulauan Riau di triwulan mendatang diproyeksi sebesar -4,11 ± 1%. Peluang menguatnya pertumbuhan ekspor terindikasi dari lalu-lintas peti kemas internasional di 3 pelabuhan FTZ kota Batam yang relatif stabil selama bulan Januari – Maret 2009. Grafik 7.5. Lalu Lintas Peti Kemas Internasional di Pelabuhan Utama Batam
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam Ket.: Pelabuhan Utama Batam meliputi pelabuhanBI-Rate Batu Ampar, Sekupang tahun dan Kabil. 2009 Penurunan selama
Grafik 7.6. Estimasi Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga, Swasta Nirlaba dan Pemerintah
mencapai 175 bps, diikuti tren penurunan
harga komoditas primer dan menguatnya nilai tukar Rupiah diperkirakan dapat menahan laju penurunan Konsumsi Rumah Tangga di triwulan II-2009. Laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga diperkirakan sekitar 11,6 ± 1%, relatif sama dengan triwulan I-2009 yang tumbuh 11,42%. Adapun pertumbuhan Konsumsi Pemerintah diproyeksi akan meningkat menjelang akhir masa jabatan sebagian pejabat daerah di Kepulauan Riau. Di samping itu, bergeraknya perekonomian regional selama periode Pemilu serta efektifnya penerapan Free Trade Zone (FTZ) diduga turut mendorong pertumbuhan konsumsi di triwulan mendatang. Keberhasilan kawasan FTZ di beberapa negara tidak bisa diraih dalam waktu singkat. Meski demikian, momentum krisis finansial diharapkan menjadi keuntungan komparatif yang dimiliki provinsi ini sebagai tujuan berinvestasi. Berjalannya FTZ diperkirakan cukup menahan perlambatan komponen Investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Laju perlambatan semakin melandai dengan tumbuh 6,32 ± 1%, dibanding triwulan I-2009 yang terkoreksi dari 25,72% menjadi 9,25%. Grafik 7.7. Estimasi Pertumbuhan Investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Grafik 7.8. Estimasi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
70
Sementara itu, aktivitas ekonomi produktif sektor Industri Pengolahan diproyeksi lebih melambat dibanding triwulan sebelumnya dengan laju berkisar -4,6 ± 1%. Indikasi penurunan kinerja sektor Industri Pengolahan dapat terlihat dari koreksi tajam aktivitas industri manufaktur Singapura yang diperkirakan mencapai -29% di triwulan I-2009. Rendahnya tingkat utilisasi produksi memaksa perusahaan melakukan efisiensi dan penyesuasian terhadap seluruh faktor produksi. Efisiensi tenaga kerja melalui PHK maupun tidak memperpanjang kontrak
kerja masih akan terjadi sepanjang triwulan II-2009, namun
jumlahnya diperkirakan semakin menurun.
Grafik 7.9. Pertumbuhan GDP Singapura, Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)
Tabel 7.1. Jumlah PHK di Beberapa Perusahaan Manufaktur Kota Batam No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : MTI Singapore April 2009 *) angka sementara
Nama Perusahaan PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT.
Sat Nusapersada Tbk Schneider Electric Japan Servo Epcos Ciba Vision TEC Indonesia TEAC Electronics Indonesia Infineon Technologies Unisem Yoshikawa Electronic Bintan Amtek Enginering Sumitomo Wiring System Total
Jlh Pekerja PHK Potensi PHK Jlh Pekerja Penurunan Des‐2007 2008‐2009 2009 Des‐2009 (P) Produksi 6,000 400 1,600 4,000 40% 1,400 700 0 700 40% 1,000 500 100 400 70% 3,000 180 0 2,820 30% 3,066 800 0 2,266 30% 1,600 400 200 1,000 30% 1,900 800 100 1,000 40% 1,750 0 450 1,300 30% 4,400 800 0 3,600 20% 800 121 0 679 20% 1,000 202 200 598 50% 950 395 100 455 50% 26,866 5,298 2,750 18,818
Sumber : Survei Liaison Bank Indonesia Batam, Maret 2009
Arah perkembangan sektor Jasa (services) Singapura yang mengalami bergerak negatif sedikitnya akan mempengaruhi industri pariwisata di Kepulauan Riau, terutama kota Batam. Sedangkan arus perdagangan barang masih tertahan seiring dengan menurunnya aktivitas sektor Industri Pengolahan dan sektor-sektor lainnya.
Di samping itu, industri
perhotelan dan mall masih dihadapkan pada masalah tingginya kenaikan tarif dasar listrik mencapai 51% akan berdampak pada penurunan nilai tambah yang akan dihasilkan sektor ini di triwulan mendatang. Laju pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran di triwulan II-2009 diperkirakan -0,29 ± 1%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
71
Grafik 7.10. Estimasi Pertumbuhan Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran
Grafik 7.11. Estimasi Pertumbuhan Sektor Bangunan
Adapun perlambatan sektor bangunan diproyeksi semakin melandai dengan meningkat sekitar 12,32 ± 1%, dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 14,81%. Pertumbuhan didorong oleh semakin intensifnya penyelesaian proyek Dompak, hotel dan apartemen, serta pusat hiburan keluarga di Ocarina. Sementara industri properti residensial diperkirakan belum memasuki masa recovery di triwulan II-2009. Pelaku bisnis properti memiliki optimisme terhadap kondisi perekonomian pasca pemilu Presiden bulan Juni mendatang. Sejalan dengan itu, kegiatan promosi dan pemasaran direncanakan lebih intens memasuki semester II tahun 2009. Perkembangan sektor produktif lainnya relatif konvergen dengan sektor-sektor dominan tersebut. Industri perbankan diperkirakan tumbuh stabil pada triwulan II-2009 di kisaran 6,01 ± 1%, sedangkan triwulan I tumbuh sebesar 6,12%.Desakan berbagai pihak kepada perbankan agar lebih intensif dalam mendorong bergeraknya sektor riil akan berdampak positif bagi kinerja sektor Keuangan. Sehingga target pertumbuhan kredit sebesar 20% di tahun 2009 optimis dapat tercapai. Meski tumbuh sangat terbatas, laju perekonomian di sektor Pertanian diproyeksi membaik di triwulan II mendatang didorong oleh kenaikan produksi ikan dan hasil laut. Musim angin utara yang terjadi sejak penghujung tahun menyebabkan nelayan tidak dapat melaut akibat tingginya kecepatan angin dan gelombang laut di sekitar wilayah perairan Kepulauan Riau. Sehingga aktivitas penangkapan ikan baru dimulai pada awal bulan Maret setelah musim ini berakhir.
7.2.
PROSPEK INFLASI Memperhatikan kecenderungan pergerakan indikator ekonomi wilayah Provinsi
Kepulauan Riau serta berdasarkan pemantauan pada hal-hal yang dapat memberikan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
72
pengaruh bagi pergerakan dimaksud seperti dampak musiman, pengaruh alam serta perkembangan terkini mengenai perekonomian global triwulan I 2009, prospek inflasi pada periode triwulan II 2009 di Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang diperkirakan tetap mengalami kenaikan harga dengan level yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2009. Inflasi Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan tetap mengalami inflasi pada kisaran 5,59% - 7,70% (yoy). Sementara itu inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada pada kisaran 0,87% - 1,37% (ytd). Sementara itu inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan pada kisaran 10,21% ‐ 11,39% (yoy). Sedangkan inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada pada kisaran 1,17% ‐ 2,49% (ytd). 7.1.2 Prospek Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Kelompok bahan makanan pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi di Kota Batam dengan angka inflasi rata-rata sekitar 1,24% - 1,32% (mtm) setiap bulannya. Sementara itu untuk Kota Tanjung Pinang, rata-rata angka inflasi pada triwulan II 2009 diperkirakan berada pada kisaran 0,27% -0,49% (mtm).
Grafik 7.13 Estimasi Inflasi Bahan Makanan
Grafik 7.14 Estimasi Inflasi Makanan Jadi
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami angka rata-rata inflasi pada kisaran 0,46% - 0,63% (mtm). Sedangkan untuk Kota Tanjung Pinang angka rata-rata inflasi sampai dengan triwulan II 2009 inflasi diperkirakan akan berada pada kisaran 0,01% -0,06% (mtm). Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
73
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,10% - 0,28% (mtm). Sementara itu di Kota Tanjung Pinang diperkirakan angka rata-rata inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar antara 0,08% -0,14% (mtm). Sementara itu ratarata inflasi kelompok sandang di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan berada pada kisaran 1,58% - 1,61% (mtm). Sedangkan di Kota Tanjung Pinang rata-rata inflasi pada triwulan II 2009 diperkirakan berada pada kisaran 0,10% - 0,13% (mtm).
Grafik 7.15 Estimasi Inflasi Perumahan
Grafik 7.16 Estimasi Inflasi Sandang
Kelompok kesehatan di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,47% - 0,58% (mtm). Rata-rata angka inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran 0,01% 0,02% (mtm). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata inflasi dengan kisaran 0,36% - 0,66% (mtm). Sementara itu di Kota Tanjung Pinang kelompok ini diperkirakan akan mengalami inflasi dengan rata-rata 0,06% - 0,12% (mtm).
Grafik 7.17 Estimasi Inflasi Kesehatan
Grafik 7.18 Estimasi Inflasi Pendidikan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
74
Kelompok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Batam pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mulai mengalami kenaikan setelah tiga bulan sebelumnya mengalami penurunan sebagai dampak kebijakan penurunan BBM oleh pemerintah. Pada tiwulan II 2009 kelompok ini diperkirakan akan mengalami inflasi dengan rata-rata 0,08% - 1,67% (mtm) setiap bulannya. Searah dengan yang terjadi di Kota Batam kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Tanjung Pinang diperkirakan akan mengalami inflasi dengan kisaran 0,23% - 0,28% (mtm).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan I ‐ 2009
75