BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1. KONDISI UMUM Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2013, ekonomi Kepulauan Riau hanya tumbuh 5,17% (yoy), atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang dapat mencapai 7,96% (yoy). Pertumbuhan ini juga lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga serta investasi yang melambat menjadi penyebab turunnya pertumbuhan ekonomi di periode laporan. Dari sisi penawaran, perlambatan terutama pada Sektor Industri Pengolahan yang tumbuh melambat sebesar 4,79% (yoy), serta Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran yang tumbuh melambat sebesar 6,95% (yoy). 1.2. SISI PERMINTAAN 1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga Walaupun melambat, konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Kepri dari sisi permintaan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 9,0% (yoy) pada triwulan II-2013 dan merupakan pertumbuhan tertinggi dibandingkan jenis penggunaan lainnya. Selain itu, kegiatan konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terbesar mencapai 51,1% terhadap total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Masih relatif tingginya konsumsi rumah tangga juga terindikasi dari Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan II-2013 yang mencapai 109,44, sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 107,16. Berdasarkan indeks ini, ekspektasi tingginya laju inflasi yang menggerus konsumsi makanan sehari-hari dapat dikompensasi dengan optimisme kenaikan pendapatan dari peningkatan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kota Batam sebesar 45,5% dari Rp1.402.000 per bulan menjadi Rp2.040.000 per bulan sehingga tingkat konsumsi sejumlah komoditas diperkirakan meningkat.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 9
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kepri Sisi Permintaan (yoy) 2012
Jenis Penggunaan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Investasi Net Ekspor Ekspor Barang dan Jasa Dikurangi Impor Barang dan Jasa PDRB
I 4,3% 5,3% 6,5% 13,1% 0,7% 7,5% 10,8%
II 6,6% 5,7% 5,6% 11,6% -2,5% 6,8% 11,4%
III 10,5% 5,4% 6,1% 9,7% -0,5% 3,9% 6,0%
IV 14,9% 6,5% 5,8% 10,1% -2,3% 1,0% 2,5%
7,6%
7,2%
8,6%
9,5%
2013
2012 9,1% 5,7% 6,0% 11,1% -1,2% 4,8% 7,6%
I 12,5% 5,7% 7,5% 10,3% 6,6% 3,6% 2,3%
II 9,0% 3,0% 6,0% 8,5% 3,9% -1,1% -3,3%
8,2%
8,0%
5,2%
Sumber: BPS, diolah
130
Pendapatan rumah tangga Tingkat konsumsi beberapa komoditi
125
Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi ITK
120
115 Net Ekspor; 28,7%
110 Konsumsi RT; 51,1%
105 100
Investasi; 15,1%
95 90 Konsumsi Pemerintah; 4,3%
Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba; 0,9% Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.1. Kontribusi PDRB Menurut Kegiatan Ekonomi
I Sumber: BPS, diolah
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
2012
I
II
2013
Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Namun pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,5% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga terutama disebabkan oleh melambatnya konsumsi non makanan. Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan di tengah konsumsi makanan yang stabil berdampak pada meningkatnya nilai konsumsi makanan sehingga rumah tangga terpaksa mengurangi konsumsi non makanannya. Hal ini terlihat dari lebih besarnya perlambatan pertumbuhan konsumsi non makanan dari perlambatan pertumbuhan konsumsi makanan pada triwulan II-2013. Penurunan konsumsi non makanan juga tercermin pada perlambatan kredit konsumsi yang hanya tumbuh di kisaran 15% (yoy) selama dua bulan terakhir.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 10
yoy 30,0%
%
miliar Rp
Konsumsi Makanan
25,0%
10.000
Konsumsi Non Makanan
Kredit Konsumsi
25,0
Pertumbuhan (yoy)-rhs
9.000
20,0%
8.000
15,0%
7.000
10,0%
6.000
5,0%
5.000
20,0
15,0
4.000
0,0%
10,0
3.000
-5,0%
2.000
-10,0%
5,0
1.000 III
2012
Sumber: BPS
IV
I
II
2013
-
2011
Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
2012
Mei
II
Jan
I
Mar
IV
Nop
III
2011
Jul
II
Sep
I
Mei
IV
Jan
III
2010
Mar
II
Nov
I
Jul
IV
Sep
III
2009
May
II
Jan
I
Mar
-15,0%
2013
Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi Kepri
1.2.2. Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah relatif stabil cenderung melambat. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan II-2013 sebesar 6,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 7,5% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya, belanja pemerintah masih terbatas di awal tahun dan secara bertahap meningkat dan mencapai puncaknya di akhir tahun.
1.2.3. Investasi Kegiatan investasi terpantau melambat ditengah sejumlah permasalahan domestik dan perlambatan ekonomi global. Pertumbuhan investasi pada triwulan II-2013 tercatat sebesar 8,5% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,3% (yoy). Sebagian besar pengeluaran investasi telah dilakukan di triwulan I-2013 seperti investasi baru industri semen sebesar US$76,4 juta dan jasa konstruksi 1
migas yang melakukan investasi perluasan sebesar US$40,6 juta. Selain itu sejumlah 2
permasalahan terkait lahan dan tenaga kerja ditengarai menjadi penghambat investasi Kepri . Terbatasnya lahan di pulau Batam memberikan kesulitan tersendiri bagi investor untuk melakukan investasi baru maupun perluasan. Salah satu industri yang mengalami dampaknya adalah galangan kapal (shipyard) karena jenis industri ini membutuhkan lokasi di pinggir laut. Permasalahan yang sama juga berdampak pada sektor properti yang membutuhkan lahan luas. Sementara itu rencana perluasan lahan industri dan hunian di pulau Rempang dan pulau Galang terhambat oleh polemik terkait status lahan sebagai hutan lindung. Hambatan lainnya
1
Perusahaan ini bergerak di bidang jasa konstruksi penunjang operasi migas offshore dan onshore serta perdagangan ekspor dan impor. 2 Berdasarkan hasil FGD dengan BP Batam dan Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 11
berasal dari sisi biaya upah buruh pabrik yang mulai kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Menurunnya investasi juga tercermin pada perlambatan kredit investasi yang terus menurun sejak triwulan III-2012. juta US$
miliar, Rp
90
% 70
7.000 Investasi baru
Investasi perluasan
Rencana investasi baru
Rencana investasi perluasan
80
Kredit investasi
Pertumbuhan (yoy)-rhs 60
6.000
70
50
5.000 60
40
4.000
50
30
40
3.000
30
2.000
20
20
10
1.000
0
10
0 -
-10 I
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
II
Jun
III
IV
I
II
2010
Sumber: BP Batam
Grafik 1.5. Perkembangan Investasi PMA di Kota Batam
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
2012
II
2013
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Investasi Kepri
1.2.4. Ekspor Nilai ekspor Kepri terus mengalami penurunan. Pertumbuhan ekspor mencatat 1,1% (yoy) di triwulan II-2013, turun dari triwulan sebelumnya sebesar 3,6% (yoy). Pertumbuhan ekonomi global yang belum membaik menjadi penyebab utama menurunnya pertumbuhan ekspor. Aktivitas perdagangan internasional yang melambat tercermin dari aliran ekspor yang lebih banyak terjadi antar daerah dibandingkan dengan negara mitra dagang utama. Ekspor antar daerah mampu tumbuh 4,7% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 4,0% (yoy). Sementara pertumbuhan ekspor luar negeri turun dari 3,6% (yoy) pada triwulan I-2013 menjadi -1,2% (yoy). yoy 20,0%
yoy 20,0%
15,0% 15,0% 10,0% 5,0%
10,0%
0,0% 5,0% -5,0% -10,0%
0,0%
-15,0% -5,0% -20,0%
Net ekspor (impor)
-25,0% I
II
III
2009
IV
I
II
III
2010
Ekspor IV
I
II
III
IV
Impor I
2011
Sumber: BPS
II
III
2012
IV
Ekspor luar negeri
-10,0% I
II
I
2013
II
III
2009
IV
I
II
III
IV
2010
Ekspor antar daerah I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
2013
Sumber: BPS
Grafik 1.7. Pertumbuhan Ekspor Impor
Grafik 1.8. Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri dan Antar Daerah
Walaupun menurun, nilai ekspor di bulan Mei mengalami kenaikan. Nilai ekspor non migas pada posisi terakhir bulan Mei 2013 mencapai USD901,5 juta, atau meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar USD770,6 juta. Namun dari sisi Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 12
volume, ekspor mengalami penurunan dari 1.978,2 ribu ton di triwulan I-2013 menjadi 1.929,1 ribu ton di periode laporan. Secara komoditas, sebagian besar jenis ekspor utama mengalami pertumbuhan nilai ekspor yang negatif. Penurunan nilai ekspor tersebut terjadi pada jenis barang jadi seperti berbagai produk kimia; barang dari besi dan baja; reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik; serta mesin elektronik dan perekam suara dan TV. Sementara itu ekspor barang mentah yaitu lemak dan minyak hewani atau nabati justru mengalami kenaikan signifikan sejalan dengan pesatnya kenaikan volume ekspor. juta US$
ribu ton
6000 Volume Ekspor Nonmigas
Pertumbuhan nilai ekspor (% , yoy)
1400
4,0
1200
3,0
Lemak dan minyak hewani atau nabati
Nilai Ekspor Nonmigas-rhs
5000
1000
4000
Berbagai produk kimia Barang dari besi dan baja Reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik
2,0
Mesin elektronik dan perekam suara, TV dan lainnya
800 3000
1,0 600
2000
400
1000
200
(1,0)
0
(2,0)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei
0
0,0
2011
2012
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei
2012
2013
2013
Grafik 1.9. Nilai dan Volume Ekspor Nonmigas
Grafik 1.10. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama
1.2.5. Impor Sejalan dengan ekspor, impor turut mengalami pelemahan. Pertumbuhan impor mencatat -3,3% (yoy) di triwulan II-2013, turun dari triwulan sebelumnya sebesar 2,3% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi diindikasi menjadi penyebab menurunnya pertumbuhan impor. Pada periode laporan, transaksi impor luar negeri mengalami penurunan signifikan dari 2,3% (yoy) pada triwulan I-2013 menjadi -3,2% (yoy) pada triwulan II-2013. Sementara itu impor antar daerah terus mengalami pertumbuhan negatif dari -2,9% (yoy) pada triwulan I-2013 menjadi -4,1% (yoy) pada triwulan II-2013. yoy 35,0%
juta US$
ribu ton
1600
1400 Volume Impor Nonmigas
30,0%
Nilai Impor Nonmigas-rhs
1400
25,0%
1200
1200
1000
20,0% 1000
15,0%
800 800
10,0%
600
5,0%
600
0,0%
400
-5,0% I
II
III
2009
IV
I
II
III
2010
IV
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
200
200
Impor antar daerah IV
I
II
2013
Sumber: BPS
0
0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei
Impor luar negeri
-10,0%
400
2011
Grafik 1.11. Pertumbuhan Impor Luar Negeri dan Antar Daerah
2012
2013
Grafik 1.12. Nilai dan Volume Impor Nonmigas
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 13
Rendahnya aktivitas impor terlihat dari nilai impor yang tidak mengalami peningkatan. Nilai impor non migas pada posisi terakhir bulan Mei 2013 mencapai USD938,9 juta, atau relatif stabil dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar USD936,8 juta. Namun dari sisi volume, impor mengalami kenaikan dari 374,8 ribu ton di triwulan I2013 menjadi 416,8 ribu ton di periode laporan. Secara komoditas, sebagian besar jenis impor utama mengalami perlambatan pertumbuhan nilai impor. Perlambatan terjadi pada jenis barang jadi seperti barang dari besi dan baja serta reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik dan barang mentah berupa besi dan baja. Sementara itu plastik dan barang dari plastik serta mesin elektronik dan perekam suara dan TV sedikit mengalami kenaikan. Pertumbuhan nilai ekspor (% , yoy)
7,0 Plastik dan barang dari plastik
6,0
Besi dan baja
5,0
Barang dari besi dan baja Reaktor nuklir, pemanas dan peralatan mekanik
4,0
Mesin elektronik dan perekam suara, TV dan lainnya
3,0
2,0 1,0 0,0 (1,0) (2,0) Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei
2012
2013
Grafik 1.13. Pertumbuhan Nilai Impor Komoditas Utama
1.3.
SISI PENAWARAN Pada sisi sektoral, seluruh sektor tumbuh melambat secara tahunan (yoy).
Perlambatan terutama pada Sektor Industri Pengolahan serta Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Tahunan
LAPANGAN USAHA
2011 1. PERTANIAN 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 9. JASA-JASA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2012 I
II
III
IV
3.95% 1.52% 6.53% 13.96% 10.02% 7.01% 9.93% 6.74% 7.50%
2.77% 4.63% 7.10% 11.05% 11.01% 9.12% 9.02% 7.76% 7.91%
2.46% 7.01% 5.07% 7.11% 11.68% 10.97% 9.15% 8.55% 8.76%
3.07% 7.52% 7.44% 5.56% 10.56% 12.07% 7.87% 8.75% 7.48%
3.21% 7.86% 8.62% 4.76% 12.91% 12.58% 7.66% 9.51% 8.24%
6.66%
7.61%
7.15%
8.55%
9.46%
Tahunan 2012
2013 I
II
2.88% 6.77% 7.06% 7.05% 11.55% 11.22% 8.41% 8.65% 8.10%
3.54% 6.81% 7.33% 3.55% 10.47% 10.35% 7.04% 7.44% 6.47%
1.74% 3.64% 4.79% 2.66% 6.00% 6.95% 4.62% 5.27% 4.18%
8.21%
7.96%
5.17%
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 14
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan Pada
triwulan
II-2013
Sektor
Industri
Pengolahan
mengalami
perlambatan
pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu dari 7,33% (yoy) di triwulan I-2013 menjadi 4,79% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan pada sektor tersebut sangat mempengaruhi total pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Riau karena Sektor Industri pengolahan masih menjadi sektor ekonomi utama Kepulauan Riau dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 48,09%. Perlambatan pertumbuhan pada Sektor Industri Pengolahan terutama didorong oleh perlambatan pada Subsektor Alat Angkut, Mesin dan Peralatan
yang memiliki pangsa
terbesar mencapai 26,22% dari total PDRB, tumbuh melambat dari 7,31% (yoy) pada triwulan II-2012 menjadi 5,06% (yoy) pada triwulan laporan. Subsektor Utama lainnya di Kepulauan Riau yaitu Subsektor Logam Dasar Besi dan Baja tumbuh stabil dari 8,06% (yoy) pada triwulan II-2012 menjadi 8,19% (yoy) pada triwulan II-2013. Data Pertumbuhan Industri Besar Sedang di Kepulauan Riau oleh BPS, menunjukkan bahwa pertumbuhan industri Besar Sedang mengalami perlambatan yaitu dari 15,27% (yoy) pada trwulan II-2012 menjadi 14,01% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan Industri Besar Sedang mengindikasikan penurunan produksi pada SubSektor Industri Pengolahan. Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit pada Subsektor Alat Angkut, Mesin dan Peralatan juga melambat dari 44,34% (yoy) menjadi 25,27% (yoy). 1.71%
0.15% 0.70% 3.61%
0.62%
yoy,%
3.27% 3.62%
30.00% 25.00% 20.00%
26.22%
8.19%
15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00%
Makanan, Minuman dan Tembakau Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet Logam Dasar Besi & Baja Barang lainnya
Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Kertas dan Barang Cetakan Semen & Brg. Galian bukan logam Alat Angk., Mesin & Peralatannya
Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah
-10.00%
I
II
III
2010*
IV
I
II
III
2011*
Makanan, Minuman dan Tembakau Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet Logam Dasar Besi & Baja Barang lainnya
IV
I
II
III 2012
IV
I
II 2013
Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Kertas dan Barang Cetakan Semen & Brg. Galian bukan logam Alat Angk., Mesin & Peralatannya
Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah
Grafik 1.14 Struktur Industri Pengolahan Kepulauan Riau Tw. II-2013
Grafik 1.15 Pertumbuhan SubSektor Industri Pengolahan Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 15
25
yoy, %
Rp miliar
20
3,000.00 2,500.00
15
2,000.00
10
1,500.00 1,000.00
5
500.00
0
0.00
-5
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
2011
-10
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2011 Pertumbuhan (yoy, %)
9.06
-5.83
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2012 0.43
22.83
15.27
4.45
Nominal Kredit (kiri)
Tw II
7.2
Tw IV
Tw I
Tw II
2013
1,243 1,319 1,461 1,629 1,710 1,903 2,051 2,060 2,073 2,385
Pertumbuhan Kredit (kanan) 215.2 435.1 71.23 26.52 37.51 44.34 40.34 26.40 21.22 25.27
2013 4.49
Tw III
2012
500.00 450.00 400.00 350.00 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00
14.01
Sumber: BPS Prov. Kepri
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1. 16 Pertumbuhan Industri Manufaktur Besar Sedang Kepulauan Riau
Grafik 1.17 Kredit pada Subsektor Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan kepulauan Riau
Beberapa
faktor
yang
menghambat
perkembangan industri shipyard di Kepulauan Riau khususnya Batam dan kemudian memicu perlambatan pertumbuhan pada industri ini seperti diungkapkan oleh Asosiasi Pengusaha Shipyard di Batam diantaranya yaitu biaya produksi di Batam yang cenderung lebih tinggi dibandingkan kompetitor di sekitar Batam seperti kawasan industri Sibu di Malaysia terutama terkait biaya tenaga kerja dan kepastian hukum terkait permasalahan lahan yang berstatus hutan lindung dan tidak dapat digunakan sebagai kawasan industri. Hambatan lain terkait biaya yaitu adanya tambahan bea masuk untuk kapal berasal dari Indonesia dan diperbaiki di perusahaan setempat di Batam.
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Perdagangan Hotel, dan Restoran (PHR) pada triwulan II-2013 juga tumbuh melambat sebesar 6,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 10,35%. Meskipun mengalami perlambatan, Sektor PHR mesih menjadi salah satu sektor ekonomi utama di Kepulauan Riau dengan kontribusi terhadap PDRB mencapai 19,96%, kedua terbesar setelah Industri Pengolahan. Perlambatan pertumbuhan pada Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran terutama dipicu oleh perlambatan pada SubSektor Perdagangan Besar dan Eceran yang tumbuh sebesar 6,88% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 11,79% (yoy). Sementara itu Subsektor Hotel melambat dari 11,09% (yoy) menjadi 7,37% (yoy) pada triwulan laporan, dan Subsektor Restoran melambat dari 10,45% (yoy) menjadi 7,16% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan pertumbuhan pada Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran salah satunya didorong oleh kenaikan BBM yang turut berpengaruh terhadap penjualan ritel. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia di Kota Batam, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 16
diketahui bahwa kenaikan BBM memberikan hambatan di sisi suplai berupa kenaikan harga rata-rata sekitar 20%, terutama pada barang segar (fresh foods). Hambatan pada suplai juga dipengaruhi oleh ketergantungan Prov. Kepri pada daerah lain khususnya Pulau Jawa untuk pasokan sebagian besar produk konsumsi, sementara jadwal pelayaran Jakarta-Batam oleh kapal Pelni, moda transportasi yang paling murah, dinilai masih terbatas yaitu hanya dua kali seminggu. Perlambatan pada Sektor Hotel dan Restoran dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Kepulauan Riau, yang pada triwulan laporan pertumbuhan jumlah wisatawan hanya sebesar 2,9% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,1% (yoy). Perlambatan jumlah wisman tersebut mendorong terjadinya perlambatan tingkat hunian kamar, pada triwulan laporan hanya tumbuh 7,94% (yoy) atau sebesar 52,88% lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 12,98% (yoy). orang
47.34% 35.61% 41.90% 44.68% 45.76% 45.71% 46.05% 47.93% 38.60% 39.63% 46.51% 45.95% 50.61% 40.54% 47.50% 48.13% 46.74% 47.00% 53.22% 42.75% 39.24% 46.55% 49.06% 53.86% 55.81% 45.98% 51.23% 56.64% 49.16% 50.92% 58.55%
yoy,%
500,000
Tingkat Hunian Hotel Berbintang (%)
16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 -2.0 -4.0
480,000 460,000 440,000
420,000 400,000 380,000 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
2012
Tw I
Tw II 2013
Dec-10Mar-11Jun-11Sep-11Dec-11Mar-12Jun-12Sep-12Dec-12Mar-13Jun-13 Jumlah Wisman (orang) - kiri
Pertumbuhan - kanan
Sumber : BPS Prov. Kepri, diolah
Sumber: BPS Prov. Kepri, diolah
Grafik 1.18 Jumlah Wisman yang Berkunjung ke Provinsi kepulauan Riau
Grafik 1.19 Tingkat Hunian Hotel Berbintang di Provinsi Kepri
1.3.3. Sektor Bangunan Searah dengan Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Sektor Bangunan juga tumbuh melambat sebesar 6% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 10,47% (yoy). Perlambatan
pada
Sektor
Bangunan
diperkirakan
masih
dipengaruhi
oleh
ketidakjelasan status lahan properti akibat penetapan SK MENHUT No. 463/Menhut-II/2013 yang mengalihkan fungsi lahan-lahan properti tersebut menjadi lahan hutan lindung.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 17
14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% I
II
III
IV
I
II
2010*
III
IV
I
II
2011*
III
IV
2012
I
II
2013
Bangunan (yoy,%) Sumber: BPS Prov. Kepri Grafik 1.20 Pertumbuhan Sektor Bangunan
1.3.4.
Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Pertambangan dan Penggalian pada triwulan II-2013 tumbuh melambat
sebesar 3,64% (yoy) pada triwulan laporan, atau lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 6,81% (yoy). Perlambatan terjadi pada seluruh Subsektor, yaitu Subsektor Minyak dan Gas Bumi yang tumbuh melambat sebesar 3,68% (yoy), Subsektor Pertambangan Tanpa Migas tumbuh melambat sebesar 3,61% (yoy) dan Subsektor Penggalian tumbuh melambat sebesar 3,26% (yoy). Perlambatan pertumbuhan migas Kepulauan Riau, yaitu terutama di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas dikarenakan kondisi lapangan yang relatif sudah tua sehingga produksinya menurun dan faktor teknis lainnya seperti kegiatan pemeliharaan (maintenance) yang mengharuskan sejumlah operasi dihentikan sementara.
35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00%
I
II
III
2010*
IV
I
II
III
2011*
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
2013
Penggalian
3.13% 3.43% 3.44% 3.58% 4.58% 4.92% 5.92% 7.74% 8.06% 8.02% 7.29% 6.31% 5.37% 3.26%
Pertambangan tanpa Migas
3.37% 4.92% 5.44% 5.46% 5.65% 4.48% 4.54% 5.65% 5.48% 6.17% 6.41% 5.85% 5.19% 3.61%
Minyak dan Gas Bumi
1.48% 1.69% 0.22% -1.47% -0.80% -0.57% 1.16% 2.92% 4.20% 7.03% 7.69% 8.29% 7.17% 3.68%
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 1.80% 2.15% 1.00% -0.39% 0.27% 0.37% 1.88% 3.58% 4.63% 7.01% 7.52% 7.86% 6.81% 3.64%
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.21 Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektornya
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 18
juta MMBTU
juta barel
140.00
7.00
120.00
6.00
100.00
5.00
80.00
4.00
60.00
3.00
40.00
2.00
20.00
1.00
-
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Lifting Gas (kiri)
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4 Q1* Q2*
Lifting Minyak (kanan)
Sumber: Kementerian ESDM Grafik 1.22 Lifting Gas dan Minyak Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 19
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
2.1. Perkembangan Inflasi Kepulauan Riau Memasuki triwulan II-2013, inflasi di Provinsi Kepri mengalami peningkatan. Inflasi Kepri pada triwulan laporan mencapai 4,07% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,40% (yoy). Meskipun demikian, laju inflasi tersebut masih di bawah level inflasi nasional yang mencapai 5,90% (yoy) untuk periode yang sama. Secara triwulanan, inflasi Kepri relatif stabil. Inflasi triwulanan Kepri tercatat sebesar 1,2% (qtq), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,3% (qtq). Dampak meningkatnya inflasi dari kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan dapat diminimalisasi dengan menurunnya tekanan inflasi dari kelompok Bahan Makanan yang mencapai puncaknya di triwulan I-2013. Sementara untuk tahun kalender, inflasi Kepri sampai dengan triwulan II-2013 mencapai 2,43% (ytd) Tekanan inflasi terutama bersumber dari sisi penawaran. Peningkatan laju inflasi terutama akibat gangguan pasokan bahan makanan, terutama pada sub kelompok Bumbu-Bumbuan dan Buah-Buahan. Hal ini berdampak pada inflasi kelompok Bahan Makanan yang masih berada di level tinggi dari 6,0% (yoy) di triwulan I menjadi 6,4% (yoy) di triwulan II. Di sisi lain, kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi di akhir bulan Juni turut menambah tekanan inflasi. Laju inflasi pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan meningkat signifikan menjadi 4,1% (yoy) dari 1,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Inflasi, % yoy 9,0
% 8,0
8,0
7,0
7,0
6,0 5,0
6,0
4,0
5,0
3,0
4,0
2,0
3,0
1,0
2,0
0,0
1,0
(1,0)
(2,0)
0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2011
Nasional
2012
Kepulauan Riau
Batam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011
2013
Tanjung Pinang
Inflasi Bulanan (mtm)
2012
Inflasi Tahunan (yoy)
2013
Inflasi Triwulanan (qtq)
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kepri dan Nasional
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kepri
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 20
2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa 2.2.1. Inflasi Tahunan Sebagian besar pergerakan indeks harga kelompok barang dan jasa mengalami kenaikan di triwulan II-2013. Inflasi tahunan Kepri yang tinggi terutama bersumber dari kenaikan inflasi yang signifikan pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mencatat inflasi sebesar 4,1% (yoy), naik dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,1% (yoy). Kelompok ini juga memberikan andil inflasi yang cukup besar mencapai 0,7%. Kelompok Bahan Makanan tetap memberikan andil inflasi terbesar mencapai 1,6% (yoy) dengan inflasi mencapai 6,4% (yoy). Kelompok lain yang juga memberikan andil inflasi cukup besar adalah kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar 0,9%. Sementara itu, terdapat perlambatan inflasi pada kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga dan pada kelompok Sandang mengalami deflasi. Namun perlambatan laju inflasi dan deflasi pada 2 (dua) kelompok tersebut tidak mampu menahan laju inflasi yang terjadi pada kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi dan Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan, sehingga inflasi Kepulauan Riau pada periode laporan mengalami peningkatan. Kenaikan inflasi kelompok Bahan Makanan terutama bersumber dari inflasi yang tinggi pada subkelompok Bumbu-Bumbuan yang mencapai 22,7% (yoy) dengan andil inflasi sebesar 0,6% diikuti oleh sub kelompok Buah-Buahan yang mencapai 12,0% (yoy) dengan andil inflasi sebesar 0,3%. Adapun komoditas utama yang berperan besar mendorong inflasi adalah Bawang Merah, Bawang Putih dan Cabe Rawit. Sub kelompok lainnya yang menjadi penyumbang inflasi tinggi adalah Rokok dan Minuman Beralkohol yang mencapai 12,1% (yoy) dan Transportasi yang mencapai 5,5% (yoy). Kedua sub kelompok tersebut masing-masing memiliki andil inflasi sebesar 0,6%. Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy,%)
KELOMPOK PENGELUARAN UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Tw I Inflasi Andil 3,2 3,2 4,1 1,0 2,7 0,5 2,0 0,5 4,2 0,3 2,7 0,1 8,5 0,5 1,8 0,3
2012 Tw II Tw III Inflasi Andil Inflasi Andil 3,4 3,4 2,4 2,4 7,2 1,8 4,7 1,2 2,1 0,4 2,5 0,5 1,7 0,4 1,2 0,3 1,9 0,1 0,9 0,1 2,4 0,1 2,0 0,1 8,1 0,4 3,2 0,2 1,2 0,2 0,9 0,1
Tw IV Inflasi Andil 2,4 2,4 2,7 0,7 3,2 0,6 1,1 0,3 3,6 0,3 1,9 0,1 3,1 0,2 1,6 0,3
2013 Tw I Tw II Inflasi Andil Inflasi Andil 3,4 3,4 4,1 4,1 6,0 1,6 6,4 1,6 4,5 0,8 5,0 0,9 2,1 0,5 2,5 0,6 1,3 0,1 (0,2) (0,0) 2,5 0,1 2,8 0,1 3,1 0,2 2,8 0,2 1,1 0,2 4,1 0,7
Sumber: BPS, diolah
2.2.2. Inflasi Triwulanan Kenaikan harga pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang bersamaan dengan perlambatan inflasi pada kelompok Bahan Makanan, Makanan Jadi dan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 21
kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar berdampak pada laju inflasi yang relatif stabil. Sementara itu kelompok Sandang kembali mengalami deflasi. Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kepulauan Riau Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq,%)
KELOMPOK PENGELUARAN UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2012 Tw I Tw II Tw III Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil 0,3 0,3 0,5 0,5 1,1 1,1 (0,7) (0,2) 1,2 0,3 2,2 0,5 0,7 0,1 0,7 0,1 0,7 0,1 0,8 0,2 0,2 0,0 0,1 0,0 1,2 0,1 (0,8) (0,1) 2,4 0,2 0,7 0,0 0,8 0,0 0,2 0,0 0,1 0,0 0,6 0,0 2,4 0,1 0,4 0,1 0,3 0,0 0,1 0,0
Tw IV Inflasi Andil 0,5 0,5 0,1 0,0 1,1 0,2 0,1 0,0 0,9 0,1 0,2 0,0 0,0 0,0 0,9 0,1
2013 Tw I Tw II Inflasi Andil Inflasi Andil 1,3 1,3 1,2 1,2 2,5 0,6 1,5 0,4 1,9 0,4 1,2 0,2 1,7 0,4 0,6 0,1 (1,1) (0,1) (2,2) (0,2) 1,3 0,0 1,0 0,0 0,1 0,0 0,3 0,0 (0,1) (0,0) 3,2 0,5
Sumber: BPS, diolah
Penurunan indeks harga pada kelompok Bahan Makanan ditopang oleh sub kelompok Ikan Segar yang mencatat deflasi sebesar 3,0% (yoy) dari sebelumnya mengalami kenaikan harga mencapai 6,9% (yoy) di triwulan I-2013, seiring dengan meredanya gelombang tinggi di perairan Kepri. Deflasi juga terjadi pada sub kelompok Telur dan Susu; Sayur-Sayuran; serta Lemak dan Minyak. Namun penurunan inflasi pada kelompok ini tertahan oleh kenaikan pada sub kelompok Bumbu-Bumbuan yang kembali mencatat laju inflasi secara signifikan sebesar 17,8% (yoy). Bawang Merah dan Cabe Rawit menjadi komoditas utama penyebab kenaikan inflasi tersebut. Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) menunjukkan bahwa harga Bawang Merah dan Cabe Rawit masing-masing naik 37,2% dan 17,8% dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2013. Sementara itu Bawang Putih justru mengalami penurunan. Perlambatan laju inflasi juga terjadi pada kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau yang bersumber dari penurunan inflasi sub kelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol. Penurunan ini disebabkan oleh basis inflasi triwulan I-2013 yang tinggi akibat adanya kenaikan tarif cukai rokok pada saat itu yang berdampak pada peningkatan harga rata-rata rokok kretek filter 1 dan 2 masing-masing sebesar 7,0% dan 2,5%. Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Bahan Makanan Padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya Daging dan hasil-hasilnya Ikan segar Ikan diawetkan Telur, susu dan hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Bumbu-bumbuan Lemak dan minyak Bahan makanan lainnya
Tw I (0,7) 2,6 1,2 3,0 1,3 0,4 (7,5) 0,0 1,7 (14,6) 0,3 1,3
2012 Tw II Tw III 1,2 2,2 0,2 1,2 1,5 (0,5) (3,9) 11,1 3,8 0,9 0,1 1,0 5,1 5,4 0,0 5,5 1,5 2,0 11,2 (9,3) (0,2) 0,7 0,7 0,3
Tw IV 0,1 1,0 1,6 (7,0) 0,6 (1,4) 9,1 0,0 1,5 1,9 (1,1) 0,3
2013 Tw I Tw II 2,5 1,5 2,1 0,9 0,9 1,4 6,9 (3,0) 3,0 2,6 2,7 (0,3) (10,0) (2,3) 0,6 0,3 3,9 4,1 12,7 17,8 (0,9) (0,9) 1,4 0,5
Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Makanan jadi Minuman tidak beralkohol Tembakau dan mikol
Tw I 0,7 0,9 0,1 0,8
2012 Tw II Tw III 0,7 0,7 1,0 0,5 0,1 (0,4) 0,7 1,9
Tw IV 1,1 0,2 1,1 3,1
2013 Tw I Tw II 1,9 1,2 0,8 1,0 0,8 1,6 5,2 1,4
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar turut mengalami penurunan dengan penurunan terbesar dari sub kelompok biaya tempat tinggal, sedangkan peningkatan inflasi terjadi pada sub kelompok perlengkapan rumah tangga.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 22
Tren penurunan indeks harga kelompok Sandang terus berlangsung. Kelompok ini kembali mengalami deflasi dengan persentase yang lebih besar dari triwulan sebelumnya. Deflasi tersebut bersumber dari deflasi sub kelompok Barang Pribadi dan Sandang Lain yang mencapai 6,8% (yoy) dengan emas perhiasan sebagai pengaruh utama. Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Biaya tempat tinggal Bahan bakar, penerangan dan air Perlengkapan rumah tangga Penyelenggaraan rumah tangga
Tw I 0,8 0,9 0,7 0,1 0,3
2012 Tw II Tw III 0,2 0,1 0,2 0,1 0,0 0,1 0,3 0,8 0,5 0,1
Tw IV 0,1 (0,0) 0,1 0,2 0,4
2013 Tw I Tw II 1,7 0,6 1,7 0,6 1,2 0,5 0,3 0,4 3,5 0,9
Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Sandang Sandang laki-laki Sandang wanita Sandang anak-anak Barang pribadi dan sandang lain
Tw I 1,2 0,5 0,4 (0,0) 2,7
2012 Tw II Tw III (0,8) 2,4 0,1 0,5 0,1 0,5 0,0 0,7 (2,5) 5,6
Tw IV 0,9 2,3 0,5 1,1 0,2
2013 Tw I Tw II (1,1) (2,2) 0,1 0,9 0,4 0,2 0,0 0,0 (3,3) (6,8)
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Inflasi pada kelompok Kesehatan relatif stabil dengan kecenderungan menurun. Indeks harga sub kelompok Obat-Obatan serta Perawatan Jasmani dan Kosmetika yang naik dapat diimbangi dengan harga jasa kesehatan yang stagnan. Sebagai salah satu dari dua kelompok yang mengalami kenaikan indeks harga, inflasi pada kelompok Pendidikan relatif stabil dengan kecenderungan meningkat. Kenaikan disebabkan oleh inflasi pada sub kelompok Perlengkapan/Peralatan Pendidikan seiring dengan kenaikan harga buku-buku pelajaran sekolah untuk SD hingga SMA menjelang ujian akhir nasional yang dilaksanakan pada bulan Juni 2013. Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Kesehatan Jasa kesehatan Obat-obatan Jasa perawatan jasmani Perawatan jasmani dan kosmetika
Tw I 0,7 0,2 0,5 0,0 1,3
2012 Tw II Tw III 0,8 0,2 0,0 0,0 1,1 (0,1) 0,0 0,0 1,6 0,4
Tw IV 0,2 0,1 0,1 0,1 0,3
2013 Tw I Tw II 1,3 1,0 2,2 0,0 1,6 2,2 0,0 0,0 0,8 1,5
Sumber: BPS, diolah
Tabel 2.8. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Pendidikan Kursus-kursus/pelatihan Perlengkapan/peralatan pendidikan Rekreasi Olahraga
Tw I 0,1 0,0 0,0 0,0 0,3 0,0
2012 Tw II Tw III 0,6 2,4 0,0 5,1 0,0 0,5 1,5 0,4 1,2 0,3 0,0 0,0
Tw IV 0,0 0,0 0,0 0,0 (0,0) 0,6
2013 Tw I Tw II 0,1 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,9 0,2 0,1 0,0 0,0
Sumber: BPS, diolah
Kelompok Transportasi menjadi kelompok yang mengalami kenaikan inflasi tertinggi pada periode laporan. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, yaitu Premium dari Rp4.500 per liter menjadi Rp6.500 per liter dan Solar dari Rp4.500 per liter menjadi Rp5.500 per liter di akhir bulan Juni, berdampak pada melonjaknya indeks harga di sub kelompok Transportasi.
2.3. INFLASI MENURUT KOTA Di Provinsi Kepri, terdapat 2 (dua) kota yang masuk dalam perhitungan inflasi nasional yaitu Batam dan Tanjungpinang. Kedua kota tersebut mengalami kenaikan laju inflasi yang signifikan di triwulan II-2013. Inflasi Tanjungpinang mencapai 6,1% (yoy), lebih tinggi dari inflasi kota Batam sebesar 4,1% (yoy). Namun inflasi Provinsi Kepri lebih dipengaruhi oleh Batam mengingat bobot inflasi kota Batam yang lebih besar mencapai 82% dibandingkan kota Tanjungpinang yang hanya 18%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 23
Tabel 2.9. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (qtq,%) KELOMPOK PENGELUARAN Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keu. Transpor Komunikasi Sarana dan penunjang transpor Jasa keuangan
Tw I 0,4 0,0 0,1 4,1 0,0
2012 Tw II Tw III 0,3 0,1 0,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,7
Tw IV 0,9 1,3 0,0 0,2 0,0
2013 Tw I Tw II (0,1) 3,2 (0,2) 4,3 0,0 1,3 0,0 0,1 1,0 0,0
Tabel 2.10. Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Wilayah (yoy,%) Wilayah KEPULAUAN RIAU Batam Tanjungpinang
Tw I 3,2 3,3 2,7
2012 Tw II Tw III 3,4 2,4 3,4 2,0 3,4 4,2
Tw IV 2,4 2,0 3,9
2013 Tw I Tw II 3,4 4,1 3,0 3,6 5,1 6,1
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Tabel 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Menurut Kel. Barang dan Jasa Triwulanan 2013 di Kepri (yoy,%)
KELOMPOK PENGELUARAN UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
KEPULAUAN RIAU BATAM TANJUNGPINANG Tw I Tw II Tw I Tw II Tw I Tw II Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil 3,4 3,4 4,1 4,1 3,0 3,0 3,6 3,6 5,1 5,1 6,1 6,1 6,0 1,6 6,4 1,6 5,3 1,3 5,7 1,4 9,2 2,8 9,3 2,7 4,5 0,8 5,0 0,9 4,2 0,7 4,6 0,8 5,8 1,3 6,9 1,6 2,1 0,5 2,5 0,6 1,9 0,4 2,1 0,5 3,3 0,7 4,5 1,0 1,3 0,1 (0,2) (0,0) 0,9 0,1 (1,1) (0,1) 2,9 0,2 4,9 0,3 2,5 0,1 2,8 0,1 2,5 0,1 2,8 0,1 2,9 0,1 2,6 0,1 3,1 0,2 2,8 0,2 3,2 0,2 2,8 0,2 2,6 0,1 2,4 0,1 1,1 0,2 4,1 0,7 1,2 0,2 4,2 0,7 0,6 0,1 3,4 0,5
Sumber: BPS, diolah
Faktor utama pendorong inflasi di kota Tanjungpinang berasal dari kelompok Bahan Makanan dan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Kondisi ini dikarenakan pasokan bahan makanan di Tanjungpinang lebih berfluktuasi dibandingkan dengan Batam yang relatif lebih stabil karena jalur impor yang lebih luas (kawasan Perdagangan Bebas FTZ). Di Tanjungpinang inflasi pada kedua kelompok tersebut mencapai di atas 6%, lebih tinggi dari inflasi kelompok tersebut di Batam yang sebenarnya juga relatif tinggi sebesar 5,7% dan 4,6%. Inflasi yang tinggi di Tanjungpinang juga terjadi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar serta kelompok Sandang yang hampir mencapai 5%, berbeda dengan inflasi di Batam pada kelompok tersebut yang relatif stabil, bahkan deflasi untuk kelompok Sandang. Sementara itu, Batam lebih terpengaruh oleh dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dibandingkan Tanjungpinang terkait kebutuhan volume konsumsi BBM yang lebih besar. 2.4.
DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan laju inflasi di triwulan II-2013 didorong oleh
kelompok Volatile Food (VF) dan Administered Price (AP). Inflasi VF yang meningkat tajam sejak Desember 2012 masih berlanjut terutama di bulan April dan Mei 2013. Sementara itu, inflasi AP terlihat mulai bergerak naik sejak bulan April terkait ekspektasi kenaikan harga BBM bersubsidi dan mencapai puncaknya di bulan Juni pasca pemberlakuan kenaikan harga. Adapun inflasi inti relatif stabil namun mulai bergerak naik mengikuti inflasi kelompok lainnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 24
%,yoy 14
IHK
Inti
Adm. Prices
Vol. Foods
%,yoy 8
Inti
Vol. Foods
Adm. Price
7
12
6
10
5 8
4 6 3 4
2
2
1
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2011
2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013
Sumber: BPS, diolah
2011
2012
2013
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.3. Perkembangan Disagregasi Inflasi
Grafik 2.4. Kontribusi Kelompok Disagregasi Inflasi thd IHK
Laju inflasi VF sebesar 6,1% (yoy) di akhir triwulan II-2013 terutama disebabkan oleh kenaikan harga sub kelompok Bumbu-Bumbuan, Buah-Buahan dan Ikan Segar seiring dengan pasokan yang kurang lancar. Sementara itu laju inflasi kelompok AP sebesar 5,5% (yoy) didorong oleh kenaikan harga BBM bersubdisi di akhir Juni.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 25
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH
Secara umum, perkembangan perbankan di Provinsi Kepri pada triwulan II-2013 masih berada pada trend yang positif, tercermin dari pertumbuhan secara triwulanan yang lebih tinggi bila dibandingkan triwulan sebelumnya, namun mengalami perlambatan bila diukur secara tahunan. Hal ini sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Kepri. Peningkatan pertumbuhan secara triwulanan tersebut terutama didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat dan realisasi anggaran belanja pemerintah pada triwulan II2013, setelah sebelumnya mengalami penurunan pada triwulan I-2013. Transaksi pembayaran tunai pada triwulan II-2013 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq) maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy). Peningkatan penggunaan uang kartal dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat mau pun pemerintah, antara lain terkait dengan persiapan masyarakat menjelang Bulan Puasa, liburan sekolah serta tahun ajaran baru. Sementara itu, volume dan nilai transaksi melalui instrumen uang giral mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq) maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy).
3.1. PERKEMBANGAN PERBANKAN PROVINSI KEPRI Pada triwulan II-2013, aset dan simpanan pada Bank Umum secara tahunan (yoy),masih tumbuh positif, sementara laju pertumbuhan kredit lambat. Sementara itu, baik aset, simpanan maupun kredit BPR secara tahunan mengalami perlambatan. Total aset Bank Umum pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp37,85 triliun atau mengalami peningkatan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,89% (yoy) menjadi 19,07% (yoy). Demikian juga tingkat kepercayaan masyarakat yang tercermin dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan pertumbuhan dari 19,00% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 20,84% (yoy) pada triwulan laporan atau mencapai sebesar Rp32,29 triliun. Sementara itu, total kredit pada triwulan pelaporan mencapai nilai sebesar Rp24,66 triliun, atau tumbuh melambat dari 20,93% (yoy) menjadi 17,57% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 26
% 40.000
40,00 30,00
30.000
20,00 20.000 10,00 10.000
0,00
0
-10,00 1
2
3
4
1
2
2010 Aset (kiri) Kredit (kiri)
3
4
1
2011
2
3
4
1
2
2012 2013 Simpanan (kiri) Pertumbuhan Aset (yoy, kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.1 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum Provinsi Kepulauan Riau
Untuk BPR, total aset pada triwulan laporan mencapai sebesar Rp3,56 triliun, yang tumbuh melambat dari 13,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
8,89% (yoy).
Sementara itu, DPK yang mencapai sebesar Rp2,78 triliun juga mengalami perlambatan sebesar dari 11,96% (yoy) menjadi 6,85% (yoy) serta kredit yang mencapai sebesar Rp2,79 triliun tumbuh melambat dari 26,06% (yoy) menjadi 19,76% (yoy).
Rp miliar
%
4.000
100,00 80,00
3.000
60,00 2.000 40,00 1.000
20,00
0
0,00 1
2
3
2010 Aset (kiri) Kredit (kiri)
4
1
2
3 2011
4
1
2
3
2012 Simpanan (kiri)
4
1
2 2013
Pertumbuhan Aset (yoy, kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.2 Perkembangan Indikator Utama BPR Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 27
Tabel 3.1 Indikator Bank Umum di Provinsi Kepulauan Riau 2011
(Milyar rupiah)
2012
2013
Tw. IV
Tw. I
Tw. II
Tw. III
Tw. IV
Tw. I
Tw. II
Total Aset
28.685,52
30.250,54
31.793,82
33.799,07
34.414,54
35.661,26
37.857,
Total Dana
24.069,09
25.550,96
26.721,27
28.002,68
28.804,27
30.406,16
32.289,
Total Kredit
18.216,27
19.210,78
20.976,85
22.304,38
23.109,27
23.232,50
24.662,
NPL
2,36%
2,04%
2,74%
2,42%
1,77%
2,04%
1,56%
LDR
75,68%
75,19%
78,50%
79,65%
80,23%
76,41%
76,38%
Sumber: Bank Indonesia
3.2. PERKEMBANGAN BANK UMUM 3.2.1 PERKEMBANGAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) Pada triwulan II-2013, Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum mengalami peningkatan baik secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy). Total DPK pada triwulan laporan sebesar Rp37,87 triliun, mengalami peningkatan sebesar 6,19% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya dan 20,84% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy). Berdasarkan jenisnya, porsi terbesar simpanan masih berada pada Tabungan (39,52%), kemudian Giro (35,24%) dan Deposito (25,24%). Sementara itu, Giro dan Tabungan mengalami pertumbuhan (yoy) masing-masing sebesar 22,54% dan 21,38%, setelah pada tiga triwulan terakhir sebelumnya terus mengalami perlambatan. Di sisi lain, Deposito yang selama satu tahun terakhir mengalami pertumbuhan secara konsisten, pada periode laporan mengalami perlambatan cukup signifikan, yaitu dari 23,45% (yoy) menjadi 16,66% (yoy). Sementara itu, jangka waktu Deposito di Provinsi Kepri yang paling diminati adalah deposito dengan jangka waktu paling singkat (≤ 1 bulan), yaitu mencapai 47% dari total deposito. Sedangkan berdasarkan kelompok nilai, porsi terbesar deposito adalah pada kelompok nilai Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta (26,6%), kemudian kelompok nilai Rp 2 miliar sampai dengan 5 miliar (20%). Jangka waktu deposito yang sangat singkat dan nilai deposito per deposan yang cukup besar menyebabkan pertumbuhan deposito di Provinsi Kepulauan Riau sangat berfluktuasi. Kondisi tersebut juga menuntut perbankan untuk berhati-hati dalam menjaga kecukupan likuiditasnya. Berdasarkan wilayah, DPK perbankan Kepri masih didominasi kota Batam yang mencapai 72,93% dari total DPK selanjutnya Kota Tanjungpinang sebesar 22,55%. Meskipun
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 28
memberi kontribusi terbesar terhadap DPK Kepri, pertumbuhan DPK perbankan Batam tercatat 17,83% (yoy) lebih kecil dari Kota Tanjunginang yang mencapai 27,23% (yoy).
% 16,000,000
40,00
30.00
14,000,000
30,00
25.00
12,000,000 20.00
10,000,000 8,000,000
20,00
15.00
6,000,000
10,00
10.00
4,000,000 5.00
2,000,000 -
-
Tw I
Tw II Tw III Tw IV Tw I
Tw II Tw III Tw IV Tw I
2010
Tw II Tw III Tw IV Tw I
2011
2012
Giro
Tabungan
Pertumbuhan DPK (yoy, %)
Pertumbuhan DPK (qtq, %)
1
Tw II
(10,00)
2013
>15M - 20M >20M
>36 BULAN <=36 BULAN
4.8% 4.1%
<=24 BULAN
5.9% 5.5%
<=18 BULAN
9.6% 8.5% 10.2% 9.6%
>5M - 10M >1 M - 2 M
2
3
4
1
2011
2
3
4
2012
Giro
1
2
2013
Deposito
Grafik 3.4 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Jenisnya (yoy, %)
2.8%
>10M -15M
1
Sumber: Bank Indonesia
5.2%
1.3%
4
Tabungan
Grafik 3.3 Jumlah DPK dan Pertumbuhan Total DPK (yoy & qtq, %) di Provinsi Kepulauan Riau
0.3%
3
2010
Deposito Berjangka
Sumber: Bank Indonesia
<10 JT
2
12.8% 13.3%
>10 JT - 100 JT
0.1% 0.1% 0.3% 0.3% 1.9% 1.9% 16.3% 17.6% 13.4% 14.6% 20.8% 22.7%
<=12 BULAN 12.3% 12.1%
>500JT - 1 M
0.1% 0.1%
>2 M - 5M
<=6 BULAN
<=3 BULAN 17.7% 17.1%
>100JT - 500JT
<=1 BULAN
42.7%
23.6% 23.3%
Juni '13
Jun '13
Maret '13
Sumber: Bank Indonesia
Mar '13
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.5 Struktur Deposito Berdasarkan Nilai
Grafik 3.6 Struktur Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
3.2.2 PERKEMBANGAN KREDIT Pada triwulan laporan, penyaluran kredit di Provinsi Kepri mengalami pertumbuhan positif secara triwulanan (qtq), namun secara tahunan masih mengalami perlambatan. Total Kredit yang disalurkan pada akhir triwulan laporan mencapai Rp24,66 triliun, yakni tumbuh positif sebesar 6,15% secara triwulanan (qtq), namun secara tahunan (yoy) tumbuh sebesar 17,57% melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 20,93%. Perlambatan
penyaluran
kredit
terutama
terjadi
pada
sektor-sektor
utama
perekonomian di Provinsi Kepri, yaitu pada Sektor Bukan Lapangan Usaha dari 15,18% (yoy) menjadi 14,7% (yoy), Sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi dari 37,08% (yoy)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 29
47.1%
menjadi 27,55% (yoy)
dan Sektor Konstruksi dari 32,65% (yoy) menjadi 5,69% (yoy).
Sementara itu, perlambatan pada Sektor Konsumtif diperkirakan dipengaruhi oleh pemberlakuan pengaturan Loan to Value (LTV) pada 15 Juni 2012 yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Penurunan KKB dan KPR kemudian memberikan dampak yang sama pada sektorsektor yang berkaitan, diantaranya yaitu Sektor Konstruksi. Berdasarkan penggunaannya, porsi terbesar kredit masih berada pada kredit Modal Kerja (37,59%) terutama pembiayaan di sektor Industri Pengolahan Selanjutnya diikuti oleh Kredit Konsumsi (35,97%) dan Kredit Investasi (23,97%) terutama di sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi. Ketiga jenis kredit menurut penggunaan tersebut tumbuh melambat (yoy) pada triwulan laporan, masing-masing sebesar 16,12%, 14,71% dan 23,87%. Rp miliar
70.00
% 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 -5.00
10,000 8,000 6,000 4,000 2,000
0
60.00
50.00 40.00 30.00 20.00
10.00 0.00 -10.00
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
2010
2011
2012
Modal Kerja (Rp miliar) Investasi (Rp miliar) Pertumbuhan Total Kredit (qtq, %)
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 2010
2013
2011
2012
2013
Modal Kerja 18.09 10.98 23.37 32.06 33.46 52.44 29.53 18.12 24.15 25.46 29.08 26.62 21.21 16.12
Konsumsi (Rp miliar) Pertumbuhan Total Kredit (yoy, %)
Sumber: Bank Indonesia
Konsumsi
21.14 18.28 15.82 16.02 14.82 19.13 18.49 21.63 22.22 20.73 21.39 17.43 15.17 14.71
Investasi
-5.47 1.80 -5.40 7.38 27.72 36.13 59.59 52.99 52.48 55.50 49.22 43.19 29.79 23.97
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.7 Jumlah Kredit Berdasarkan Penggunaan (Rp miliar) dan Pertumbuhan Total Kredit (yoy & qtq, %) 160.0 140.0 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 -20.0 -40.0
1
Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan (yoy, %)
2
3
4
1
2011
2
3
4
2012
1
2 2013
Total Kredit Konsumtif
17.3
18.9
17.5
20.4
22.2
20.7
21.4
17.4
15.2
14.7
Rumah Tinggal
10.8
5.9
8.3
5.8
11.3
18.1
15.2
16.4
11.1
11.1
Flat atau Apartemen
22.2
-25.5
-18.8
-12.3
-24.9
13.4
87.9
140.8
86.4
25.1
Rumah Toko/Rumah Kantor 133.1
88.2
42.3
52.2
43.5
50.9
50.2
43.8
33.7
21.8
Mobil, Sepeda Motor, dll
60.9
65.0
62.1
59.3
60.1
59.0
47.3
26.5
14.7
51.1
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.9 Perkembangan KPR dan KKB (yoy, %)
Berdasarkan Sektor Ekonomi, penyaluran kredit Bank Umum tercatat masih terkonsentrasi pada sektor konsumtif, yaitu Sektor Bukan Lapangan Usaha sebanyak 36% dari total kredit. Sementara itu, pada sektor produktif, porsi terbesar kredit terdapat pada
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 30
sektor-sektor ekonomi utama di Provinsi Kepulauan Riau yaitu pada Sektor Industri Pengolahan sebesar 17%, kemudian diikuti oleh Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 17%, Sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi sebesar 9%, Real Estate, Sewaan dan Jasa PT (7%) serta Konstruksi (7%). 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
1
2
3
4
1
2012
2 2013
Bukan Lapangan Usaha
22.2
20.7
21.4
17.4
15.2
14.7
Industri Pengolahan
19.2
10.9
18.4
17.5
17.8
31.8
Perdagangan Besar Dan Eceran
38.0
35.2
27.2
21.6
18.4
20.3
Trans, Gudang Dan Komunikasi
89.2
85.6
49.5
47.5
37.1
27.5
Real Estate, Sewaan Dan Jasa PT
53.5
31.9
56.5
34.9
21.7
21.8
Konstruksi
45.5
69.8
70.2
76.2
32.6
5.7
Grafik 3.10 Pertumbuhan Kredit pada Sektor Ekonomi Utama di Provinsi Kepulauan Riau (yoy, %)
Pertumbuhan kredit berdasarkan wilayah masih didominasi oleh Kota Batam dengan kontribusi mencapai 79,17% diikuti Kota Tanjungpinang yang mencapai 16,91%.
3.2.3 LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) Posisi LDR Bank Umum Kepulauan Riau pada triwulan II-2013 tercatat sebesar 76,38%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 76,41% (qtq) dan lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar 78,50% (yoy). Penurunan LDR ini diakibatkan oleh laju pertumbuhan DPK yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan kredit, terutama selama tahun 2013. Angka LDR tersebut lebih rendah dibandingkan dengan standar LDR untuk bank sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yakni sebesar 85%-100%, sehingga hal ini perlu mendapat perhatian oleh pihak perbankan, khususnya Bank Umum, dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat. 3.2.4 RISIKO KREDIT Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit, persentase Non Performing Loan (NPL) di Kepulauan Riau juga mengalami penurunan, yang tercatat sebesar 1,56% pada triwulan laporan. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,04%, dan juga lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan yang sama
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 31
pada tahun sebelumnya sebesar 2,74%. Bahkan, angka NPL pada triwulan II-2013 tersebut, merupakan yang terendah setidaknya dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada posisi Juni 2013, angka NPL tertinggi tercatat pada Sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan yang mencapai 62,78%, yang selanjutnya diikuti oleh kredit pada Sektor Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan Perorangan Lainnya (12,32%) serta Sektor Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan (12,27%). Sementara itu, berdasarkan Kabupaten/Kota, angka NPL tertinggi tercatat pada Kota Tanjung Pinang sebesar 2,58%; diikuti oleh Kota Batam sebesar 1,36%. Sedangkan Kabupaten dengan angka NPL terkecil yaitu Kabupaten Natuna dengan NPL sebesar 0,84%.
3.3 PERKEMBANGAN BANK UMUM SYARIAH Pada triwulan laporan, indikator-indikator utama Bank Umum Syariah yaitu asset, simpanan/Dana Pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan masih berada pada tren yang positif dan mengalami pertumbuhan cukup tinggi secara triwulanan, namun mengalami perlambatan pertumbuhan secara tahunan (yoy). Peningkatan asset, pembiayaan dan kredit yang lebih tinggi pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya (yoy) disebabkan oleh aktivitas ekonomi masyarakat dan realisasi proyek pemerintah yang mulai meningkat pada triwulan II setelah mengalami penurunan pada triwulan I. Secara triwulanan, asset tumbuh cukup signifikan yaitu dari -9,03 (qtq) menjadi 6,06% (qtq), sementara itu secara tahunan asset tumbuh dari 12,21% (yoy) menjadi 12,42% (yoy). Pertumbuhan asset terutama disebabkan oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada simpanan. Searah dengan perkembangan asset, penghimpunan simpanan oleh Bank Syariah masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan laporan, yakni dari sebesar 12,24% (qtq) menjadi 7,44% (qtq), namun secara tahunan mengalami perlambatan pertumbuhan dari 26,19% (yoy) menjadi 18,05% (yoy). Sementara itu, penyaluran pembiayaan pada perbankan syariah secara triwulanan tumbuh dari sebesar 3,24% (qtq) menjadi 5,98% (qtq), namun mengalami perlambatan pertumbuhan secara tahunan dari sebesar 28,73% (yoy) menjadi 26,14% (yoy). Perlambatan pembiayaan oleh Bank Umum Syariah terjadi terutama pada pembiayaan investasi yang mengalami perlambatan cukup signifikan dari sebesar 61,71% (yoy) menjadi 45,10% (yoy) dan pada perlambatan pembiayaan konsumsi dari sebesar 6,43% (yoy) menjadi 5,42% (yoy). Sebaliknya, pembiayaan modal kerja menguat dari sebesar 61,18% (yoy) menjadi 68,71% (yoy). Penguatan pembiayaan modal kerja yang mencapai 28% dari total kredit tersebut Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 32
menunjukkan meluasnya ekspansi kredit oleh Bank Syariah pada sektor-sektor produktif, terutama sektor............. Kinerja intermediasi oleh Bank Umum Syariah masih terjaga dengan baik. Laju pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan simpanan menyebabkan angka Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 108,8% pada triwulan pelaporan. Meskipun demikian, angka FDR tersebut masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 110,4% akibat perlambatan pertumbuhan pembiayaan pada triwulan laporan. Sementara itu, jumlah pembiayaan bermasalah juga mengalami penurunan yang tercermin dari penurunan angka Non Performing Financing (NPF) dari sebesar 3,31% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,10% pada triwulan pelaporan. Angka ini masih jauh lebih rendah bila dibandingkan batas maksimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%.
Tabel 3.2 Indikator Utama Bank Umum Syariah di Provinsi Kepulauan Riau Keterangan
2012
2011
Tw I
Tw II
2013 Tw III
Tw IV
Tw I
Pertumbuhan Tw II
q-t-q
y-o-y
Jumlah Bank Umum Syariah - Jumlah Bank - Jumlah Kantor
7
7
7
7
7
7
7
-
-
18
18
18
18
18
18
18
-
-
Asset
1902
1918
2201
2168
2214
2314
2474
6,91%
12,42%
DPK
1250
1269
1555
1522
1495
1707
1836
7,53%
18,05%
Pembiayaan
1370
1463
1583
1671
1825
1884
1996
5,98%
26,14%
- Modal Kerja
317
333
337
550
569
537
569
6,00%
68,71%
- Investasi
233
261
289
315
371
422
419
-0,64%
45,10%
- Konsumsi
821
870
957
806
885
926
1009
8,98%
5,42%
Financing to Deposit Ratio (FDR)
109.6%
115.4%
101.8%
109.8%
122.1%
110.4%
108.8%
-
-
Non Performing Financing
1,33%
1,31%
2,03%
2,19%
2,77%
3,31%
2,10%
-
-
Berdasarkan wilayah, perbankan syariah di Kota Batam menjadi kontributor utama perkembangan perbankan syariah di Kepri. Sementara Kota Tanjungpinang memiliki kontribusi terbesar kedua. Rp miliar
%
3,000
200.00
2,500
150.00
2,000 100.00 1,500 50.00 1,000 0.00
500 0
-50.00 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
Aset (kiri)
Simpanan (kiri)
Pembiayaan (kiri)
Pertumbuhan aset (yoy, %)
Pertumbuhan simpanan (yoy, %)
Pertumbuhan Pembiayaan (yoy, %)
Grafik 3.11 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum Syariah di Provinsi Kepulauan Riau
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 33
3.4 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Indikator utama perbankan BPR yaitu asset, simpanan/DPK, dan kredit/pembiayaan tumbuh positif secara triwulanan (qtq) namun secara tahunan (yoy) masih mengalami perlambatan. Asset BPR pada akhir triwulan laporan sebesar Rp 3,56 triliun, secara triwulanan tumbuh positif dari -0,97% (qtq) menjadi 2,21% (qtq), namun secara tahunan masih mengalami perlambatan yaitu dari 13,94% (yoy) menjadi 8,89% (yoy). Peningkatan asset pada triwulan laporan didorong oleh penambahan jumlah kantor BPR/S serta peningkatan jumlah DPK. Sementara itu DPK tercatat sebesar Rp 2,81 triliun, secara triwulanan tumbuh positif dari 0,36% (qtq) menjadi 0,86% (qtq), namun secara tahunan tumbuh melambat dari 11,96% (yoy) menjadi 6,85% (yoy). DPK paling banyak dalam bentuk Deposito yaitu mencapai 85,44% dari total DPK. Deposito pada BPR lebih diminati masyarakat dibanding tabungan dikarenakan bunga deposito yang lebih tinggi dibandingkan bunga tahunan, serta faktor lain yaitu penarikan dana tabungan dinilai kurang fleksibel karena minimnya fasilitas ATM pada BPR. Kredit/pembiayaan pada BPR/S juga mengalami peningkatan secara triwulanan dari 1,32% (qtq) menjadi 4,94% (qtq) , namun secara tahunan tumbuh melambat cukup signifikan yaitu dari 26,06% (yoy) menjadi 19,76% (yoy). Tabel 3.3 Indikator Utama BPR Provinsi Kepulauan Riau Keterangan
2012
2011
2013
Pertumbuhan
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
Tw II
q-t-q
y-o-y
40
40
40
40
40
40
-
-
Jumlah BPR/S - Jumlah Bank - Jumlah Kantor
40 58
58
58
58
58
58
58
-
-
Asset
2903
3054
3267
3419
3514
3480
3557
2.21%
8.88%
DPK
2339
2488
2629
2737
2775
2785
2809
0.86%
6.85%
- Tabungan
322
350
386
401
396
399
409
2.51%
5.96%
- Deposito
2017
2138
2243
2336
2379
2386
2400
0.59%
7.00%
1959
2106
2326
2499
2620
2655
2786
4.94%
19.76%
Loan to Deposit Ratio (LDR)
83.8%
84.6%
88.5%
91.3%
94.4%
95.3%
99.2%
-
-
Non Performing Loans (NPLs)
5.21%
2.26%
2.71%
2.56%
2.72%
3.52%
3,24%
-
-
Kredit
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 34
70.00 60.00 50.00
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
1
2
3
4
1
2011 Aset
2
3
4
2012
1
2 2013
35.04 33.06 26.60 12.83 31.85 25.83 22.14 21.05 13.94
8.89
Simpanan 59.42 55.31 49.27 32.06 27.09 24.71 20.90 18.64 11.96
6.85
Kredit
55.33 49.67 44.51 38.12 35.75 36.58 36.97 33.76 26.06 19.76
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.12 Pertumbuhan Aset, Simpanan dan Kredit BPR Provinsi Kepulauan Riau (yoy, %)
3.5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi pembayaran tunai pada triwulan II-2013 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan aktivitas ekonomi berpengaruh pada peningkatan penggunaan uang kartal di Provinsi Kepulauan Riau. Sementara itu, volume dan nilai transaksi melalui instrumen uang giral mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun sebelumnya. 3.5.1 TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI 3.5.1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Kepulauan Riau dapat terlihat dari pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan, total inflow sebesar Rp497 miliar, mengalami penurunan secara triwulanan sebesar 30,39% (qtq) maupun secara tahunan sebesar 9,14% (yoy). Sebaliknya, total outflow sebesar Rp1.819 miliar, secara triwulanan meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 103,92%, juga secara tahunan (yoy) meningkat 16,30%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 35
200.00
2,500
Inflow (Rp milyar)
Outflow (Rp milyar)
Net 150.00
2,000 1,500
100.00
1,000
50.00
500 -
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II
-
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II 2010
2011
2012
2010
2011
2012
2013
(50.00)
2013 Inflow (yoy,%))
Outflow (yoy,%)
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.13 Perkembangan Inflow-Outflow Uang Kartal di Kepulauan Riau
Grafik 3.14 Pertumbuhan Inflow – Outflow Uang Kartal di Kepulauan Riau
Secara historis, perkembangan aliran uang kartal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau senantiasa berada pada kondisi net outflow, yang berarti aliran uang kartal ke masyarakat lebih besar dibandingkan aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia. Sesuai pola musiman, net outflow pada triwulan ke II akan mulai mengalami peningkatan setelah menurun pada triwulan I. Hal ini dikarenakan mulai meningkatnya aktivitas perekonomian masyarakat maupun pemerintah memasuki triwulan II.
3.5.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar (Clean Money Policy) bagi masyarakat, Bank Indonesia secara berkala melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE), dengan Pemberian Tanda Tidak berharga (PTTB). UTLE tersebut berasal dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat, yang selanjutnya ditukar dengan uang yang layak edar (fit for circulation). Pada triwulan laporan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau telah memusnahkan UTLE dengan jumlah nominal mencapai Rp173 miliar atau meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar Rp114 miliar, juga meningkat dibandingkan periode yang sama tahun belumnya yang tercatat sebesar Rp 27 miliar. Selain dengan melakukan pemusnahan UTLE, upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar juga dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau dengan melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, seperti Kota Batam, Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Anambas dan Kabupaten Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 36
Lingga. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat di daerah rural dan hinterland juga dapat mendapatkan fasilitas uang rupiah yang masih relatif baru dan layak edar.
250 200 150 100 50 Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw.IV Tw.I Tw.II 2010
2011
2012
2013
Pemusnahan Uang (Rp miliar) Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.15 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di Kepulauan Riau
Untuk menjaga jumlah uang yang dimusnahkan tetap pada level yang rendah, Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau tetap giat melakukan sosialisasi prinsip 3D (Didapat, Disimpan, Disayang) kepada masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat memahami caracara memperlakukan uang dengan baik sehingga dapat memperpanjang usia manfaat fisik uang.
3.5.1.3. Uang Rupiah Tidak Asli Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II-2013 tercatat mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 52 lembar menjadi 136 lembar. Sementara itu, nilai nominal uang rupiah tidak asli juga mengalami peningkatan dari Rp3,63 juta pada triwulan I-2013, menjadi Rp7,39 juta pada triwulan laporan. Sebanyak 136 lembar uang palsu tersebut terdiri atas 13 lembar pecahan Rp100 ribu, 121 lembar pecahan Rp50 ribu, dan 2 lembar pecahan Rp20 ribu.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 37
8000
160
7000
140
6000
120
5000
100
4000
80
3000
60
2000
40
1000
20
0
0 Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Tw I
2012
Nominal Rp juta (kiri)
Tw II 2013
Lembar (kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.16 Perkembangan Penemuan Uang Rupiah Tidak Asli oleh Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau
Penemuan uang rupiah tidak asli tersebut didasarkan pada permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta temuan dari setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai upaya menanggulangi peredaran uang rupiah tidak asli, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya, antara lain dengan meningkatkan security features uang yang dicetak dan terus melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah, melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).
3.5.2 TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 3.5.2.1. Kliring Lokal Jumlah warkat dan nominal transaksi non tunai secara kliring pada triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah warkat tercatat 3.4 dibandingkan Perkembangan triwulan Transaksisebelumnya Kliring sebesar 125.791 lembar, menurunTabel 3,68% yang mencapai
130.597 lembar. Sementara itu jumlah nominal transaksi mengalami peningkatan, yaitu dari Rp3,33 triliun pada triwulan sebelumnya menjadi Rp4,03 triliun.
Tahun
Bulan
2013
Januari Februari Maret April Mei Juni
Perputaran Kliring Pengembalian Jumlah Kliring Penyerahan Jumlah Tolakan Net Kliring Lembar Nominal Lembar Nominal Lembar Nominal 52449 846329 1283 39354 51166 806975 37348 1223297 740 28181 36608 1195116 43641 1367345 818 40180 42823 1327165 37795 1202537 707 38804 37088 1163733 49051 1527188 1078 42274 47973 1484914 41636 1411280 906 33592 40730 1377688
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 38
3.5.2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed) dimana rekening peserta dapat didebit/kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Selama triwulan berjalan, nilai transaksi dan jumlah warkat non tunai melalui bank Indonesia RTGS di Provinsi Kepulauan Riau pada Triwulan II-2013 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, total nilai transaksi tercatat sebesar Rp22,56 triliun atau meningkat 20,14% dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq) dan 18,51% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya (yoy). Seiring dengan peningkatan nilai transaksi, volume transaksi juga meningkat dari 26.665 lembar pada triwulan I-2013 menjadi 28.936 lembar pada triwulan laporan. Jika dilihat dari sebaran transaksi berdasarkan kabupaten/kota, sebagian besar transaksi BI-RGTS Provinsi Kepulauan Riau terjadi di Kota Batam sebesar 89,64% dari total transaksi, kemudian Kota Tanjungpinang sebesar 6,92% hal ini terkait dengan jumlah bank dan aktivitas bisnis yang terkonsentrasi di kedua Kota tersebut, terutama di Kota Batam. Tabel 3.5 Transaksi RTGS Provinsi Kepulauan Riau Wilayah Batam
Karimun
Natuna
Tanjung Pinang
Kepulauan Riau
Batam ke Luar Batam Luar Batam ke Batam Batam ke Batam Karimun ke Luar Karimun Luar Karimun ke Karimun Karimun ke Karimun Natuna ke Luar Natuna Luar Natuna ke Natuna Natuna ke Natuna Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang Tg. Pinang ke Tg. Pinang Kepri ke Luar Kepri Luar Kepri ke Kepri Kepri ke Kepri
Kumulatif Batam
Karimun
Natuna
Tanjung Pinang
Kepulauan Riau
Batam ke Luar Batam Luar Batam ke Batam Batam ke Batam Karimun ke Luar Karimun Luar Karimun ke Karimun Karimun ke Karimun Natuna ke Luar Natuna Luar Natuna ke Natuna Natuna ke Natuna Tg. Pinang ke Luar Tg. Pinang Luar Tg. Pinang ke Tg. Pinang Tg. Pinang ke Tg. Pinang Kepri ke Luar Kepri Luar Kepri ke Kepri Kepri ke Kepri
Kumulatif
2011 2012 2013 Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw.II RTGS Nilai (Rp Miliar) 7,136.98 5,736.36 6,894.55 7,503.54 8,140.91 7,818.93 7958.40 12,780.09 11,113.11 13,616.64 13,963.14 15,520.89 13,034.75 16383.28 3,948.26 3,103.04 3,566.80 3,675.79 4,269.00 4,244.33 4120.04 345.92 350.99 418.69 318.65 313.28 348.41 454.60 166.66 158.50 187.86 198.70 126.20 123.35 175.28 50.02 45.53 66.44 58.52 37.54 42.34 73.14 21.44 0.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 154.32 341.80 301.37 665.44 640.73 476.70 211.65 20.89 0.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 381.05 185.97 197.88 159.88 297.95 348.34 344.76 1,694.90 1,040.62 1,155.89 1,158.91 1,410.22 1,101.80 1376.34 294.92 102.12 109.72 79.69 149.02 193.77 160.36 0.00 0.00 0.00 0.00 0.39 1.56 0.90 2.12 23.64 5.96 4.62 2.91 3.78 7.78 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 18,369.39 15,700.72 19,035.88 20,158.88 21,997.92 18,777.18 22,559.45 RTGS Volume 13,359 11,657 13,451 13,936 15,412 13,970 14,891 17,602 15,279 16,315 16,309 17,950 16,113 17,327 5,998 5,236 5,947 6,127 6,750 6,513 6,719 909 893 981 803 818 854 1,066 525 427 431 484 451 350 380 87 85 117 110 79 87 125 18 7 0 0 0 0 0 168 236 134 144 326 117 86 1 1 0 0 0 0 0 639 462 462 432 572 738 803 2,451 1,518 1,713 1,715 2,248 1,393 1,484 364 227 240 228 259 311 312 0 0 0 0 7 15 20 26 39 32 27 29 26 35 0 0 0 0 0 0 0 29,247 24,969 27,215 27,385 30,725 26,665 28,936
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 39
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi belanja pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II tahun 2013 diperkirakan masih rendah. Hal ini terindikasi dari tingginya jumlah simpanan pemerintah daerah di perbankan yang mencapai Rp 3,02 triliun. Sementara itu, transfer dana perimbangan ke semua pemerintah daerah di wilayah Kepulauan Riau telah mencapai lebih dari 40%, meskipun sumber pendapatan utama pemerintah daerah di wilayah ini adalah dana perimbangan yang mencapai 75%. Data yang ada menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum merealisasikan APBD secara proporsional sehingga dana perimbangan masih banyak tersimpan di perbankan. Indikasi ini terlihat dari surplus APBD Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang tercatat sebesar Rp158 miliar. Dengan asumsi bahwa semua pemerintah daerah di wilayah Kepulauan Riau mencatatkan surplus dalam APBD-nya, maka hal tersebut menyebabkan peningkatan dalam simpanan pemerintah daerah di perbankan pada triwulan II-2013.
4.1. REALISASI APBD PROVINSI KEPULAUAN RIAU 4.1.1. Realisasi Penerimaan Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp 274,95 miliar telah mencapai 33,87% dari total pendapatan yang telah dianggarkan pada tahun 2013. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, realisasi pada triwulan ini tercatat naik sebesar 22,68%. Sesuai APBD tahun 2013, sumber pendapatan Provinsi Kepulauan Riau sangat bergantung kepada transfer dari pemerintah pusat. Hal ini terlihat dari porsi pendapatan transfer yang dianggarkannya mencapai 73% dan sampai dengan triwulan II-2013 transfer dana perimbangan dan dana penyesuaian tersebut telah mencapai 45,74%. Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kepulauan Riau yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya masih relatif kecil. Realisasi PAD triwulan II-2013 tercatat sebesar Rp7,09 miliar atau hanya mencapai 1,09% dari penerimaan PAD yang dianggarkan sebesar Rp 653,08 miliar. Hal ini terjadi karena belum dilakukannya rekonsiliasi PAD dengan sistem pelaporan anggaran.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 40
Tabel 4.1. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau ANGGARAN RP JUTA PENDAPATAN 2.456.886 PENDAPATAN ASLI DAERAH 653.078 Pendapatan Pajak Daerah 597.242 Pendapatan Retribusi Daerah 1.870 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 53.966 PENDAPATAN TRANSFER 1.803.724 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan1.635.850 Dana Bagi Hasil Pajak 220.775 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 722.335 Dana Alokasi Umum 656.068 Dana Alokasi Khusus 36.673 Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 167.874 Dana Penyesuaian 167.874 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 84 Pendapatan Lainnya 84 POS ANGGARAN
REALISASI TW.I RP JUTA % 274.949 11,19 4.493 0,69 4.493 8,33 270.456 14,99 230.229 14,07 538 0,24 218.689 33,33 11.002 30,00 40.227 23,96 40.227 23,96 -
REALISASI TW.II RP JUTA % 832.153 33,87 7.091 1,09 0,00 0,00 7.091 13,14 825.041 45,74 745.498 45,57 27.248 12,34 379.214 52,50 328.034 50,00 11.002 30,00 79.543 47,38 79.543 47,38 21 25,00 21 25,00
Sumber: Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
4.1.2 Realisasi Belanja Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau per triwulan II-2013 masih terbilang relatif kecil, yaitu sebesar Rp674,05 miliar atau hanya mencapai 26,39% dari anggaran belanja tahun 2013. Persentase realisasi belanja ini bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi pendapatan yang mencapai 33,87%. Perbedaan realisasi belanja dan pendapatan ini berakibat pada meningkatnya surplus dana pemerintah daerah sebesar Rp158,10 miliar. Surplus dana pemerintah daerah ini menyebabkan naiknya simpanan pemerintah daerah di perbankan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana dibahas dalam sub bab 4.3. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau secara umum didorong oleh belanja rutin untuk pembayaran gaji pegawai, pembelian barang, dan belanja hibah. Secara nominal, realisasi terbesar pos belanja adalah komponen belanja barang yang mencapai Rp201,17 miliar. Sementara itu, secara persentase, realisasi belanja terbesar adalah belanja hibah yang mencapai 51,50% dari yang telah dianggarkan. Pada sisi lain, realisasi belanja modal lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi belanja operasi. Belanja modal merupakan pos anggaran yang digunakan untuk membiayai pengadaan atau pembelian barang-barang yang dapat digunakan lebih dari 1 siklus akuntansi. Pos belanja ini mencerminkan investasi pemerintah daerah dan mengingat sifatnya yang lebih diperuntukkan untuk pengadaan aset tetap, realisasi belanja modal yang masih Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 41
rendah ini terkait dengan proses pengadaan yang relatif lebih lama dan kompleks dibandingkan belanja barang. Sesuai dengan siklus tahunan, diperkirakan belanja modal akan terserap pada triwulan 3 dan triwulan 4. Tabel 4.2. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau POS ANGGARAN BELANJA BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan BELANJA MODAL Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Bangunan dan Gedung Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya BELANJA TAK TERDUGA Belanja Tak Terduga TRANSFER Transfer Bagi Hasil ke Kab / Kota / Desa Bagi Hasil Pajak
ANGGARAN RP JUTA 2.554.465 1.935.729 426.956 877.757 323.429 120.549 187.038 382.699 14.276 72.281 79.963 215.365 815 1.000 1.000 235.037 235.037 235.037
REALISASI TW.I RP JUTA % 184.257 7,21 182.045 9,40 72.572 17,00 21.695 2,47 87.738 27,13 40 0,03 1.717 0,45 495 49,50 495 49,50 -
REALISASI TW.II RP JUTA % 674.050 26,39 541.072 27,95 166.251 38,94 201.170 22,92 166.561 51,50 5.125 4,25 1.966 1,05 30.149 7,88 0,00 15.255 21,11 4.956 6,20 9.938 4,61 0,00 575 57,50 575 57,50 102.253 43,51 102.253 43,51 102.253 43,51
Sumber : Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
4.2. Realisasi Transfer Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah Transfer dana perimbangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar masuk ke dalam pos dana bagi hasil sumber daya alam dan dana alokasi umum. Pagu anggaran untuk kedua jenis dana tersebut masing-masing adalah Rp2,92 triliun dan Rp2,84 triliun. Jumlah keduanya mencapai 80,59% dari total dana transfer pemerintah pusat ke daerah tahun 2013 yang berjumlah sebesar Rp 7,15 triliun. Sampai dengan Juni 2013, realisasi transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp 3,23 triliun atau 45,19% dari pagu anggaran. Secara persentase, realisasi transfer dana ke semua pemerintah daerah rata-rata telah mencapai lebih dari 40%. Realisasi transfer paling rendah adalah kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang tercatat sebesar 42,56% dari pagu anggaran, sementara realisasi transfer terbesar adalah kepada Pemerintah Kabupaten Lingga yang telah mencapai 48,18% dari pagu dana transfer.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 42
Pagu dan Realisasi Dana Transfer 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 0
50,00 48,00 46,00 44,00 42,00 40,00 38,00
Pagu
Realisasi
Persentase (RHS)
Sumber : Kementerian Keuangan RI
Grafik 4.1. Pagu dan Realisasi Dana Transfer Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah di Wilayah Kepri
4.3. Perkembangan Dana Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan Pada akhir triwulan II tahun 2013, dana simpanan pemerintah daerah yang meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp 3,02 triliun. Jika dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun lalu, dana simpanan ini naik sebesar 35,71%. Pola pergerakan jumlah dana simpanan pemda tersebut relatif sama dengan pola pergerakan tahun 2012.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.2. Pola Pergerakan Simpanan Pemda di Perbankan Kepri
Besarnya dana simpanan pemda di perbankan ini memberikan indikasi rendahnya realisasi APBD. Hal ini semakin diperkuat dengan data realisasi transfer dana perimbangan kepada pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang telah mencapai Rp 3,23 triliun. Sesuai dengan Rencana APBD pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau, dana perimbangan menyumbang 75% dari total pendapatan daerah.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 43
Dalam jangka 2 bulan kemudian diperkirakan dana simpanan pemerintah daerah di perbankan akan menurun untuk kemudian naik kembali pada bulan September karena adanya transfer Dana Bagi Hasil yang dibayarkan setiap triwulan dari pemerintah pusat.
23% 6%
71%
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.3. Komposisi Simpanan Pemda di Perbankan Kepri Per Juni 2013
Secara komposisi per Juni 2013, jenis simpanan pemda terbesar adalah dalam bentuk giro dengan pangsa mencapai 71%, yang diikuti oleh deposito sebesar 23% dan tabungan sebesar 6%. Secara bulanan komposisi tabungan dan deposito relatif tetap sementara tren kenaikan terjadi pada simpanan dalam bentuk giro. Hal ini terkait dengan sifat giro yang dapat dicairkan setiap saat dan dicadangkan untuk pembayaran operasional.
2.500 2.000 1.500 1.000 500
GIRO
TABUNGAN
Jun-13
Mei-13
Apr-13
Mar-13
Feb-13
Jan-13
Des-12
Nop-12
Okt-12
Sep-12
Agust-12
Jul-12
Jun-12
Mei-12
Apr-12
Mar-12
Feb-12
Jan-12
0
DEPOSITO
Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.4. Pergerakan Jenis Simpanan Pemda di Perbankan Kepri
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 44
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Pertumbuhan
ekonomi
yang
berkualitas
dan
inklusif
akan
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta mengurangi angka kemiskinan. Studi Asian Development Bank (ADB) tahun 2002 menunjukkan bahwa elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia adalah 0,7. Ini berarti setiap 10% pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 7%. Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau triwulan II tahun 2013 sebesar 5,17%, pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah diperkirakan akan meningkat sekitar 3,62%. Elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat sebesar 0,7 tersebut dinilai cukup baik meskipun di beberapa negara berkembang lainnya angka elastisitas tersebut dapat mencapai 1. Perbedaan angka elastisitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti Nilai Tukar Petani (NTP), tingkat dan kualitas pendidikan, infrastruktur, dan akses teknologi. Semakin tinggi kualitas dari faktor-faktor tersebut, maka elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pengurangan kemiskinan semakin tinggi. Faktor lain yang perlu dicermati dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi angka kemiskinan adalah tingkat inflasi. Meskipun pertumbuhan ekonomi secara empiris akan meningkatkan pendapatan masyarakat termasuk untuk masyarakat golongan berpenghasilan rendah, namun tingkat inflasi yang tinggi khususnya pada kelompok bahan makanan akan mengakibatkan penurunan terhadap daya beli masyarakat miskin. Kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah pada akhir Juni 2013 diperkirakan akan meningkatkan angka kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Untuk itu, dampak kenaikan harga BBM harus direspon dengan kebijakan yang tepat sehingga daya beli masyarakat miskin
dapat
dipertahankan
demi
pencapaian
stabilitas
ekonomi
daerah
yang
berkesinambungan.
5.1. KETENAGAKERJAAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II tahun 2013 yang melambat menjadi 5,17% (yoy) dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,3% (yoy) tercermin pada angka penyerapan tenaga kerja triwulan I dan triwulan II 2013. Data BPS menunjukkan pada bulan Februari 2013 jumlah pengangguran terbuka di
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 45
Provinsi Kepulauan Riau meningkat menjadi 6,39% dibandingkan posisi Agustus 2012 yang tercatat sebesar 5,37%. Tabel 5.1. Perkembangan Ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : BPS Kepulauan Riau (diolah)
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia juga menunjukkan tren yang sama. SKDU merupakan survei yang dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan kegiatan usaha di beberapa sektor utama di Provinsi Kepulauan Riau. Responden survei ini merupakan perusahaan-perusahaan atau badan usaha di semua sektor ekonomi kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian serta Listrik, Air, dan Gas. Salah satu indikator yang disurvei adalah jumlah pergerakan karyawan setiap triwulan. Grafik di bawah menunjukkan pergerakan bersih jumlah karyawan sebagaimana disampaikan oleh responden secara sampling basis dalam pelaksanaan SKDU dimaksud. Pada triwulan I tahun 2013 mayoritas responden menyatakan jumlah karyawan turun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara pada triwulan II tahun 2013, lebih banyak responden yang menyatakan kenaikan dalam hal jumlah karyawan. Jika dibandingkan dengan pergerakan PDRB menggunakan harga berlaku, hasil survei SKDU ini bergerak cukup searah. 20
50
0
0 I
-20
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
2012
I
II
2013
-40
-50 -100
Pergerakan Tenaga Kerja
PDRB qtq Berlaku (RHS)
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia
Grafik 5.1. Pergerakan Penggunaan Tenaga Kerja
5.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 5.2.1. Indeks Tendensi Konsumen Penilaian tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dianalisis dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang diperoleh dari Survei Tendensi Konsumen (STK). Indeks yang Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 46
dipublikasikan oleh BPS ini menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan dan perkiraan pada triwulan mendatang. Responden STK merupakan sub sampel dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) khusus di daerah perkotaan. Pemilihan sampel dilakukan secara panel antar triwulan untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat mengenai perubahan persepsi konsumen antar waktu. 130 125 120
0,80%
Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi ITK Inflasi Kepri (rhs)
0,60% 0,40%
115
0,20%
110
0,00%
105
-0,20%
100
-0,40%
95
-0,60%
90
-0,80% Tw. I Tw. II Tw. IIITw. IV Tw. I Tw. II Tw. IIITw. IV Tw. I Tw. II 2011
2012
2013
Sumber: BPS Kepulauan Riau data diolah
Grafik 5.2. Tren Indeks Tendensi Konsumen Provinsi Kepualau Riau
Secara umum nilai ITK di Provinsi Kepri pada triwulan II-2013 mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya dari 107,16 menjadi 109,44. Kenaikan ITK ini didorong oleh naiknya pendapatan rumah tangga dan tingkat konsumsi beberapa komoditas tahan lama. Salah satu faktor yang menahan laju naiknya ITK adalah turunnya indeks pengaruh inflasi terhadap konsumsi. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah merasakan adanya kenaikan harga beberapa barang dan jasa. Pada triwulan III tahun 2013, ITK diperkirakan akan membaik. Responden ITK pada triwulan II tahun 2013 menyatakan bahwa pendapatan akan meningkat diiringi dengan rencana pembelian barang yang bersifat tahan lama (durable goods). Persepsi konsumen ini diperkirakan tidak terlepas dari momen hari raya Idul Fitri dan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) yang dibayarkan pada bulan Juli dan Agustus 2013. Namun, dikhawatirkan optimisme konsumen tersebut akan tertahan oleh laju kenaikan harga yang diperkirakan cukup tinggi sebagai dampak kenaikan harga BBM. 5.2.2. Nilai Tukar Petani Tingkat kesejahteraan masyarakat petani secara umum di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II tahun 2013 cukup baik dengan indikator Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 47
103,97. NTP>100 menunjukkan bahwa petani berada dalam kondisi surplus, yakni kenaikan harga produk pertanian yang dihasilkan oleh petani lebih besar dari kenaikan harga barang yang dikonsumsi sehingga pendapatan petani naik lebih besar dibandingkan dengan nilai pengeluarannya. Sementara itu, angka NTP<100 menunjukkan bahwa petani berada dalam kondisi defisit, yakni kenaikan harga produksi yang dihasilkan relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya sehingga menyebabkan penurunan dalam nilai pendapatan riil petani. Meskipun berada dalam posisi surplus pada triwulan II tahun 2013 ini, angka NTP pada triwulan II tetap bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan NTP triwulan I tahun 2013 yang tercatat sebesar 104,49. Jika dilihat per sub sektor, kelompok petani yang mengalami surplus pendapatan tertinggi adalah petani hortikultura dengan NTP sebesar 127,09, kemudian diikuti oleh kelompok petani perkebunan rakyat dengan NTP sebesar 117,62 dan kelompok nelayan dengan NTP sebesar 106,43. Hanya saja surplus pendapatan ini tidak dinikmati oleh kelompok petani pangan yang tercermin dari rendahnya NTP sebesar 71,82 dan para peternak dengan NTP sebesar 89,86.
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Grafik 5.3. Nilai Tukar Petani Provinsi Kepulauan Riau
Kesejahteraan petani di Kepulauan Riau ini secara umum masih di bawah kesejahteraan petani nasional. NTP secara nasional tercatat sebesar 104,58. Namun, jika dilihat secara sub sektor, kesejahteraan petani hortikultura, perkebunan rakyat, dan perikanan di Provinsi Kepulauan Riau relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani nasional di sub sektor yang yang sama.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 48
Tabel 5.2. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor NO
SEKTOR
NASIONAL
KEPRI
1
Tanaman Pangan
104,78
71,82
2
Hortikultura
109,29
127,09
3
Perkebunan Rakyat
105,23
117,62
4
Peternakan
101,80
89,86
5
Perikanan
105,38
106,43
6
Umum
105,28
103,97
Sumber: BPS (diolah)
5.2.3. Inflasi dan Tingkat Kemiskinan Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Juni 2013 sebesar 44% telah menaikkan harga kebutuhan pokok dan berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Rilis data inflasi Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Juni 2013 menunjukkan adanya kenaikan harga-harga barang konsumsi. Tingkat inflasi di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 6,32% (yoy), dengan Inflasi Kota Batam yang tercatat sebesar 5,61% (yoy) dan inflasi di Kota Tanjungpinang yang tercatat sebesar 9,42% (yoy). Kenaikan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan dengan nilai sebesar 3,02% (yoy). Kenaikan harga yang cukup tinggi juga terjadi pada kelompok Bahan Makanan dengan tingkat inflasi sebesar 0,78%. Untuk ke depannya, kenaikan harga BBM yang ditetapkan pada tanggal 23 Juni 2013 ini diperkirakan akan membawa dampak inflasi lebih lanjut khususnya pada kelompok Angkutan dan Bahan Makanan. Dengan menggunakan asumsi hasil penelitian ADB, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri pada triwulan laporan sebesar 5,17% diperkirakan akan menaikkan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 3,62%. Hanya saja, kenaikan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah ini termakan oleh laju tingkat inflasi terutama yang terjadi pada kelompok Bahan Makanan. Pada bulan Maret 2013, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 67,20%, yang berarti kenaikan bahan makanan yang terjadi karena dampak kenaikan BBM akan sangat mengancam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Jenis bahan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan adalah Beras, Rokok Kretek Filter, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras, Gula Pasir, dan Mie Instan. Angka inflasi Kelompok Bahan Makanan di Kota Batam tercatat sebesar 3,38% (yoy), sementara inflasi kelompok tersebut di Kota Tanjungpinang tercatat sebesar 5,97% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 49
Angka inflasi Kelompok Bahan Makanan di Kota Batam masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perkiraan kenaikan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 3,62%. Diperkirakan tingkat inflasi di Kota Batam tidak akan menambah jumlah masyarakat miskin, terlebih mengingat bahwa infrastruktur Kota Batam relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kualitas infrastruktur yang lebih baik akan meningkatkan dampak pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah. Sayangnya, hal yang sama tidak terjadi di wilayah Tanjungpinang dan sekitarnya. Angka inflasi bahan makanan di Kota Tanjungpinang sebesar 5,97% (yoy) diperkirakan akan menurunkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah dan menambah jumlah masyarakat miskin. Oleh
sebab
itu,
pemerintah
perlu
segera
mengimplementasikan
program
penanggulangan kemiskinan untuk menghindari bertambahnya jumlah masyarakat miskin, sebagaimana telah direncanakan dalam 3 jenis klaster dalam Program Pengentasan Kemiskinan, termasuk pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Selain itu, dengan melihat tingginya angka inflasi di Kota Tanjungpinang, pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait harus meningkatkan koordinasi dalam rangka pengendalian inflasi daerah.
5.2.4. Perkembangan Program Pengentasan Kemiskinan Pemerintah telah menetapkan program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan 3 jenis klaster dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan, yaitu Klaster I: Kelompok Program Penangulangan Program Kemiskinan Bantuan Sosial Terpadu Berbasis Keluarga; Klaster II: Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat; dan Klaster III: Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil. Program klaster I bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus program ini adalah memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin untuk kehidupan lebih baik, seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Implementasi program ini adalah Jamkesmas, Program Keluarga Harapan, Raskin serta Bantuan Siswa Miskin (BSM). Berbeda dengan program klaster I yang diberikan dalam bentuk material, program klaster II dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin guna memperbaiki kualitas hidup. Program ini diimplementasikan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Sementara itu, kelompok program klaster III
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 50
ditujukan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Program ini diimplementasikan dalam bentuk pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selanjutnya, dalam rangka mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap masyarakat miskin, pemerintah memberikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai bagian dari program klaster kelompok I.
5.2.4.1. Perkembangan Program BLSM Untuk
meminimalkan dampak kenaikan BBM
terhadap masyarakat miskin,
pemerintah telah mengimplementasikan program BLSM berupa pemberian santunan sebesar Rp 150.000 per bulan selama 4 bulan. Program ini dilaksanakan secara nasional termasuk di Kepulauan Riau dengan realiasi tahap I seperti tabel di bawah ini. Tabel 5.3. Realisasi Pembayaran BLSM Provinsi Kepulauan Riau Juni 2013
ALOKASI BLSM NO
KOTA/KABUPATEN (RTS)*
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
REALISASI BAYAR
KARIMUN BINTAN NATUNA LINGGA KEPULAUAN ANAMBAS KOTA B A T A M KOTA TANJUNGPINANG JUMLAH
8.579 5.105 1.539 4.804 920 36.103 7.682 64.732
(RIBU RUPIAH)
2.573.700 1.531.500 461.700 1.441.200 276.000 10.830.900 2.304.600 19.419.600
(RTS)*
(RIBU RUPIAH)
8.131 4.648 1.408 4.639 888 28.491 6.844 55.049
2.439.300 1.394.400 422.400 1.391.700 266.400 8.547.300 2.053.200 16.514.700
DAYA SERAP ALOKASI BLSM (%)
94,78 91,05 91,49 96,57 96,52 78,92 89,09 85,04
*Catatan: RTS (Rumah Tangga Sasaran) Sumber : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
Penyerapan alokasi BLSM tahap I tahun 2013 telah mencapai 85,04%. Realisasi pembayaran BLSM di Provinsi Kepulauan Riau ini perlu dipercepat mengingat tingkat realisasinya yang masih berada di bawah realisasi tingkat nasional sebesar 92,02%. Realisasi pembayaran ini diprediksi dapat mengurangi dampak kenaikan harga BBM dan mencegah turunnya daya beli masyarakat berpenghasilan rendah minimal dalam jangka 4 bulan ke depan atau sampai dengan akhir tahun 2013. Dalam jangka yang lebih panjang, jika program BLSM tidak diteruskan, maka salah satu strategi untuk mencegah kemiskinan adalah dengan menurunkan tingkat inflasi terutama pada kelompok Bahan Makanan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 51
5.2.4.2. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program penanggulangan kemiskinan yang masuk dalam klaster III. Program ini bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi pada pelaku usaha mikro dan kecil. Pada triwulan II tahun 2013, jumlah KUR yang sudah disalurkan kepada UMKM di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp 288,41 miliar, atau 41,29% lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyaluran KUR pada periode yang sama di tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 214,13 miliar. 4%
9% Primer Sekunder
87%
Tersier
Sumber : Laporan Bank Umum (LBU)
Grafik 5.4. Komposisi Penyaluran KUR Berdasarkan Kelompok Sektor
Dilihat dari kelompok sektor, penyaluran KUR didominasi oleh kelompok sektor tersier dengan pangsa sebesar 87%, kemudian berturut-turut diikuti oleh kelompok sektor sekunder sebesar 9% dan kelompok sektor primer sebesar 4%.
100% 80% 60% 40% 20% 0%
Tersier Sekunder Primer 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2012
2013
Sumber : Laporan Bank Umum (LBU)
Grafik 5.5. Pergerakan Persentase Penyaluran KUR Berdasarkan Kelompok Sektor
Jika dibandingkan dengan posisi triwulan II tahun 2012, penyaluran KUR ke kelompok sektor primer dan kelompok sektor tersier cenderung meningkat dan menggeser posisi pangsa kelompok sektor sekunder.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 52
Sumber : Laporan Bank Umum (LBU)
Grafik 5.5. Komposisi Penyaluran KUR Per Sektor di Masing-Masing Kelompok Sektor Provinsi Kepulauan Riau Posisi Juni 2013
Berdasarkan data per sektor, penyaluran KUR didominasi oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa mencapai 64,91% diikuti oleh sektor Konstruksi, Transportasi, dan Real Estate dengan pangsa di atas 5%. Komposisi penyaluran KUR ini bergerak mengikuti dinamika perekonomian Kepulauan Riau. Hanya saja berbeda dengan perekonomian Provinsi Kepri secara total yang didominasi oleh sektor Industri Pengolahan, penyaluran KUR ke sektor ini hanya tercatat sebesar 2,86%. Secara tahunan, penyaluran KUR triwulan II tahun 2013 di sektor Perikanan juga mencatatkan angka yang cukup besar dengan pencapaian sebesar 179,84%, demikian pula dengan penyaluran KUR di sektor Pertanian dengan pertumbuhan yoy sebesar 174,73%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan mulai melirik untuk memberikan kredit skala UMKM kepada sektor-sektor primer yang selama ini masih dihindari karena tingkat risiko yang dinilai tinggi. Tabel 5.4. Pangsa dan Pertumbuhan Realisasi KUR Per Sektor Provinsi Kepulauan Riau Juni 2013 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
SEKTOR Perdagangan Konstruksi Transpor, Pergudangan, & Telekomunikasi Real Estate Jasa Kemasyarakatan Industri Pengolahan Perikanan Penyediaan akomodasi dan makan minum Pertanian Jasa kesehatan Lainnya
PANGSA (%) 64,91 5,89 5,54 5,36 4,80 2,86 2,46 2,38 1,61 1,24 2,95
GROWTH YOY (%) 73,83 -12,09 156,85 47,64 93,07 4,66 179,84 62,06 174,73 -19,63 -73,74
Sumber : Laporan Bank Umum (LBU)
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 53
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
6.1
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pada triwulan III-2013, laju pertumbuhan perekonomian Kepri diperkirakan sebesar
berada pada kisaran 7,94±1% (yoy), meningkat signifikan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,17% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Provinsi Kepulauan Riau diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan sebesar 7,50±1%, lebih rendah dari laju pertumbuhan tahun 2012 yang tercatat sebesar 8,21% dengan asumsi masih belum pulihnya perekonomian global. Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kepri dari Sektoral (yoy) LAPANGAN USAHA
2011
1. PERTANIAN 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 9. JASA-JASA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
I 3,76% 0,27% 4,44% 15,64% 8,57% 7,12% 8,25% 6,12% 6,59% 5,35%
II 4,34% 0,37% 9,45% 14,29% 10,07% 5,93% 9,31% 6,47% 6,97% 7,79%
III 4,27% 1,88% 6,93% 14,94% 10,78% 7,46% 11,84% 7,86% 8,89% 7,21%
IV 3,44% 3,58% 5,35% 11,23% 10,57% 7,49% 10,26% 6,49% 7,52% 6,28%
I 2,77% 4,63% 7,10% 11,05% 11,01% 9,12% 9,02% 7,76% 7,91% 7,61%
Pertumbuhan (yoy) 2012 II III IV 2,46% 3,07% 3,21% 7,01% 7,52% 7,86% 5,07% 7,44% 8,62% 7,11% 5,56% 4,76% 11,68% 10,56% 12,91% 10,97% 12,07% 12,58% 9,15% 7,87% 7,66% 8,55% 8,75% 9,51% 8,76% 7,48% 8,24% 7,15% 8,55% 9,46%
I 3,54% 6,81% 7,33% 3,55% 10,47% 10,35% 7,04% 7,44% 6,47% 7,96%
II 1,74% 3,64% 4,79% 2,66% 6,00% 6,95% 4,62% 5,27% 4,18% 5,17%
2013 III* 2,80% 5,19% 7,16% 2,70% 7,80% 11,50% 7,30% 7,80% 6,04% 7,94%
IV* 2,99% 5,53% 8,34% 1,90% 10,15% 12,00% 7,09% 8,56% 6,80% 8,85%
Total* 2,76% 5,29% 6,92% 2,70% 8,60% 10,24% 6,52% 7,28% 5,88% 7,50%
IV* 11,00% 9,08% 9,08% 10,00% -4,20% 9,08% 8,85%
TOTAL* 10,90% 6,48% 7,85% 9,80% -0,47% 1,25% 7,50%
Tabel 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kepri dari Penggunaan (yoy) I Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Dikurangi Impor Barang dan Jasa PDRB
6,32% 5,64% 4,99% 14,98% 4,07% 3,37% 5,35%
2011 II 4,90% 5,40% 7,13% 15,54% 7,22% 7,20% 7,79%
III 3,60% 4,75% 7,81% 14,60% 4,90% 6,14% 7,21%
IV 2,68% 4,46% 8,22% 13,06% 3,37% 6,54% 6,28%
I 4,30% 5,27% 6,50% 13,08% 7,47% 10,81% 7,61%
2012 II III 6,55% 10,46% 5,66% 5,38% 5,58% 6,05% 11,55% 9,67% 6,83% 3,92% 11,43% 5,96% 7,15% 8,55%
IV 14,92% 6,53% 5,81% 10,14% 0,98% 2,47% 9,46%
I 12,52% 5,74% 7,54% 10,30% 3,59% 2,25% 7,96%
II 9,02% 3,01% 5,96% 8,49% -1,09% -3,26% 5,17%
2013 III* 11,09% 7,98% 8,72% 10,40% -0,21% -2,90% 7,94%
Akselerasi pertumbuhan tertinggi pada triwulan III-2013 diprakirakan berasal dari Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang mampu tumbuh 11,5% (yoy), seiring dengan peningkatan aktivitas masyarakat dalam berkonsumsi, terutama pada periode puasa dan hari raya Lebaran di bulan Juni-Agustus 2013. Kondisi tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil Indeks Tendensi Konsumen yang diprakirakan mencapai 111,3 di triwulan III-2013, atau lebih tinggi dari posisi triwulan II-2013 sebesar 109,44. Prakiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen mendatang ini didukung oleh meningkatnya prakiraan pendapatan rumah tangga ke depandan meningkatnya rencana pembelian barang tahan lama. Pendorong aktivitas perekonomian lainnya di triwulan III-2013 bersumber dari Sektor Industri Pengolahan yang diprakirakan tumbuh sebesar 7,16% (yoy). Membaiknya pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan diprakirakan berasal dari peningkatan aktivitas produksi. Kondisi ini terindikasi dari tingginya rencana investasi yang telah masuk ke BP Batam selama semester I-2013.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 54
Peningkatan investasi ke depan juga dikonfirmasi oleh PLN dimana pertumbuhan jumlah pelanggan dan daya tersambung di sektor bisnis dan industri masih tinggi. 130
Pendapatan rumah tangga Tingkat konsumsi beberapa komoditi
125
Pengaruh inflasi thd tingkat konsumsi ITK
120 115 110 105 100 95 90 I Sumber: BPS, diolah
II
III
IV
I
2011
II
III 2012
IV
I
II
III*
2013
Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen
Selain itu, Sektor Bangunan diproyeksikan masih akan terus mengalami pertumbuhan pada triwulan III-2013, mengingat kebutuhan tempat tinggal dan usaha di Kepulauan Riau, terutama di Kota Batam ini diprakirakan meningkat seiring dengan pembukaan industri baru.
6.2
PROSPEK INFLASI
Inflasi pada triwulan III-2013 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terutama karena kenaikan inflasi yang signifikan pada Bulan Juli 2013, didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada Bulan Puasa dan menjelang Lebaran, masih berlanjutnya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi
serta momentum liburan panjang
sekolah dan tahun ajaran baru. Selanjutnya pada bulan Agustus dan September, inflasi diproyeksikan akan menurun dikarenakan pola konsumsi masyarakat yang kembali normal serta mulai menurunnya dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi. Namun, yang berpotensi menjadi pendorong kenaikan inflasi yaitu bila pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan dollar Singapura masih terus berlanjut, terutama pada produk-produk yang diimpor oleh Kepulauan Riau dari Singapura. Dengan memperhatikan asumsi-asumsi tersebut, laju inflasi Kepulauan Riau pada triwulan III-2013 diperkirakan berada dalam kisaran 6,58
7,10% (yoy), mengalami
peningkatan cukup signifikan dibandingkan dengan periode triwulan III-2012 yang tercatat sebesar 2,40% (yoy). Perkiraan inflasi pada dua kota di Kepulauan Riau yang menjadi sampel pengukuran inflasi Nasional oleh BPS, yaitu Kota Batam dan Kota Tanjungpinang terdapat kecenderungan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 55
yang relatif sama khususnya di Kota Batam yang memiliki bobot yang lebih besar terhadap inflasi Kepri (82%). Laju inflasi kota Batam pada triwulan III-2013 diperkirakan meningkat jika dibandingkan laju peningkatan tahun sebelumnya, dimana proyeksi tahunan berada pada kisaran 6,19-6,50% (yoy). Sedangkan, Kota Tanjungpinang pada triwulan II-2013 diperkirakan juga mengalami peningkatan dengan proyeksi inflasi pada kisaran 8,25-8,50% (yoy).
9%
8% 7% 6% 5%
year-on-year
4% 3% year-to-date
2% 1% 0% -1%
2009
2010
2011
2012
Jan
Mar
Nop
Jul
Sep
Mei
Jan
Mar
Nov
Jul
Sep
Mei
Jan
Mar
Nov
Jul
Sep
Mei
Jan
Mar
Nov
Jul
Sep
Mei
Jan
month-to -month
Mar
-2%
2013
Grafik 6.2 Laju Inflasi Kota Batam
10.00% 8.00% 6.00% 4.00%
year-on-year
2.00% year-to-date 0.00% -2.00%
7
9
11
1
3
-month 5 month-to 7 9 11 1 3 2010
5
7
2011
9
11
1
3
5
7
9
2012
11
1
3
5
2013
-4.00%
Grafik 6.3 Laju Inflasi Kota Tanjungpinang
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II - 2013 56