BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Struktur Organisasi Dinas Tenaga Kerja Dan Sosial Kota Magelang Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Magelang, yang beralamat di Jl. Jend. A. Yani No. 319, Kedungsari Magelang. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang mempunyai tugas pokok membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, ketransmigrasian dan sosial. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Dinas menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang sosial, tenaga kerja dan transmigrasi. b. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang sosial, ketenagakerjaan dan transmigrasi. c. Berkoordinasi dan pengarahan dalam penyusunan program, pengelolaan keuangan serta urusan umum dan kepegawaian dinas. d. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang sosial, ketenagakerjaan dan transmigrasi. e. Pelaksanaan pelayanan kesekretariatan Dinas.
40
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya1. Berikut struktur organisasi dan tugas pokok, fungsi, dan uraian tugas pejabat struktural pada Dinas Daerah, termuat dalam sebagai berikut2
2.
Fungsi Kabid. Sosial Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dari struktur organisasi
Dinas sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Magelang diatas yang berwenang menangani penyandang masalah kesejahteraan sosial sosial, salah satunya gelandangan khususnya gelandangan sakit jiwa yaitu Kabid. Sosial, mempunyai 3 seksi bagian, Seksi rehabilitasi tuna social dan penyandang cacat, Seksi kemitraan kepah dan kesetiakawanan social dan Seksi pelayanan dan bantuan kesejahteraan berikut hasil penelitian mengenai tugas pokok dan fungsinya3 : a. Tugas Pokok dan Fungsi Kabid Sosial (1) Bidang Rehabilitasi dan Potensi Sosial mempunyai tugas pokok membantu Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial dalam bidang sosial (2)
Untuk melaksanakan tugas pokok Bidang Sosial menyelenggarakan fungsi:
1
wawancara kepada Ike Kusumawati, Kasubbag. Umum dan Kepegawaian, Dinsosnakertrans, pada tanggal 18 Oktober 2013 2 Data Sekunder, Arsip Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang 3 Data sekunder, Arsip Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang
41
a. Perencanaan penyusunan program dan kegiatan bidang social b. Pengkoordinasian pelaksanaan program dan kegiatan bidang social c. Pelaksanaan kegiatan bidang social d. Pembinaan dan pengendalian program dan kegiatan bidang social (3)
Untuk menyelenggarakan fungsi Kepala Bidang Sosial mempunyai uraian tugas sebagai berikut: a. Menyusun rencana program dan kegiatan bidang social b. Mengumpulkan dan mengkaji data dan informasi lainnya sebagai perumusan kebijakan teknis di bidang social c. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisa data bidang social d. Melaksanakan pembinaan dan rehabilitasi social, perlindungan dan penyantunan anak serta pelayanan kesejateraan social e. Melaksanakan pelestarian dan pengembangan nilai kepahlawanan serta kesetiakawanan social f. Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan organisasi social dan tenaga sosial g. Melaksanakan
pembinaan,
pengendalian,
pemantauan
dan
pengawasan kegiatan kesejahteraan social h. Memebrikan rekomendasi
ijin
di
bidang lembaga social
berdasarkan perturan perundang-undangan yang berlaku
42
i. Memberi petunjuk, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan j. Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan k. Melaksanakan tertib admninistrasi dan menyusun laporan pelaksanaan tugas/kegiatan Bidang Sosial l. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.
b. Tugas Pokok dan Fungsi dari Tiga Bagian Bidang Sosial 1. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Penyandang Cacat (1) Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Penyandang Cacat mempunyai tugas pokok membantu kepala bidang social dan sub bidang rehabilitasi tuna social dan penyandang cacat. (2) Untuk menyelenggarakan tugas pokok, kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Penyandang Cacat mempunyai fungsi: a. Perencanaan penyusunan program dan kegiatan seksi rehabilitasi tuna social dan penyandang cacat b. Pengkoordinasian
dalam
penyiapan
bahan
pelaksanaan
kegiatan pada seksi rehabilitasi tuna social dan penyandnag cacat c. Pelaksanaan kegiatan seksii rehabilitasi tuna social dan penyandang cacat 43
(3) Untuk melaksanakan tugas Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Penyandang Cacat mempunyai uraian tugas sebagai berikut: a. Menyusun rencana program dan kegiatan Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Penyandang Cacat, b. Mengumpulkan dan mengkaji data dan informasi lainnya sebagai bahan perumusan kebijakan teknis rehabilitas tuna social dan penyandang cacat c. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisa data tentang rehabilitasi tuna social dan penyandang cacat, d. Menyelenggarakan perlindungan dan penyantunan anak e. Melaksanakan pelayanan kesejateraan social anak balita melalui penitipan anak dan adopsi lingkup kota f. Melaksanakan pelayanan anak terlantar, anak cacat dan anak nakal (dalam dan luar panti) g. Melaksanakan pembinaan pelayanan dan rehabilitas social penyandang cacat, tuna susila, gelandangan dan pengemis, lanjut usia terlantar dan eks narapidana, h. Melaksanakan pelayanan kesejahteraan social keluarga dan angkatan kerja i. Melaksanakan
pengendalian
dan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan kegiatan rehabilitas dan pelayanan social,
44
j. Memberi petunjuk, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan k. Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan l. Melaksanakan tertib administrasi dan menyusun laporan pelaksanaan tugas/kegiatan seksi rehabilitasi, tuna social dan penyandang cacat m. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.
2. Seksi kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan Sosial (1) Seksi kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan Sosial mempunyai tugas pokok membantu kepala bidang social dalam sub bidang kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan social (2) Untuk menyelenggarakan tugas pokok, kepala seksi kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan social mempunyai fungsi: a. Perencanaan penyusunan program dan kegiatan seksi kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan sosial b. Pengkoordinasian kegiatan
pada
dalam seksi
penyiapan kemitraan,
bahan
pelaksanaan
kepahlawanan
dan
kesetiakawanan sosial c. Pelaksanaan kegiatan seksi kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan sosial 45
(3) Untuk melaksanakan tugas pokok Kepala Seksi kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan Sosial mempunyai uraian tugas sebagai berikut: a. Menyusun rencana program dan kegiatan seksi kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan social b. Mengumpulkan dan mengkaji data dan informasi lainnya sebagai bahan perumusan kebijakan teknis yang berhubungan dengan kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan social c. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisa data tentang kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan social d. Melaksanakan pembinaan, pelestarian dan pengembangan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kejuangan serta kesetiakawanan social e. Mengelola bangunan monument kepahlawanan f. Melaksanakan pembinaan kepada usia lanjut dan eks penyandang penyakit kronis g. Memberi petunjuk, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan h. Memebrikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan
46
i. Melaksanakan tertib administrasi dan menyusun laporan pelaksanaan tugas/kegiatan seksi kemitraan, kepahlawanan dan kesetiakawanan social j. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan
3. Seksi Pelayanan dan Bantuan Kesejahteraan (1)Seksi Pelayanan dan Bantuan Kesejahteraan mempunyai tugas pokok membantu kepala bidang social dalam sub bidang Pelayanan dan bantuan kesejahteraan (2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana Kepala Seksi Pelayanan dan Bantuan Kesejahteraan mempunyai uraian tugas sebagai berikut: a.
Menyusun rencana program dan kegiatan seksi pelayanan dan bantuan eksejahteraan
b.
Mengumpulkan dan mengkaji data dan informasi lainnya sebagai bahan perumusan kebijakan teknis pelayanan dan bantuan eksejahteraan
c.
Mengumpulkan, mengolah dan menganalisa data pelayanan dan bantuan eksejahteraan
d.
Melaksanakan kegiatan bimbingan dan penyuluhan social kepada generasi muda dan tokoh masyarakat
47
e.
Menyelenggarakan pelatihan ketrampilan terhadap tenaga bidang usaha kesejahteraan social
f.
Memebrdayakan tenaga kesejahteraan social masyarakat
g.
Melaksanakan pengumpulan sumbangan social
h.
Melaksanakan
evaluasi
kegiatan
bimbingan
dan
pengeembangan tenaga social dan partisipasi social i.
Melaksanakan
penanggulangan
korban
narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya, korban tindak kekerasan (anak,perempuan dan lanjut usia) serta korban bencana j.
Menyelenggarakan system informasi kesejahteraan social
k.
Mengkaji permohonan perijinan pembentukan organisasi kesejahteraan social
l.
Melaksanakan
rehabilitasi
social,
perlindungan
dan
penyantunan anak serta pelayanan kesejahteraan social m.
Melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan penyaluran beras miskin
n.
Memberikan pertunjuk, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan.
o.
Membrikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan
48
3. Struktur Organisasi Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Magelang Kepala Dinas Drs. Ari Nugroho, M.Si
Sekretaris Drs. E. Heny Asmoro, M.Si
Kasubbag. Program Suprapti, SE
Kasubbag.3.Keuangan Tatik Suryati, SE
Kasubag. Umum dan Kepegawaian Ike Kusumawati, SE
Kabid. Hubungan Kerja dan Wasnaker Drs. Iradatin Susilosiwi, RR
Kasi. Hubungan industrial dan syarat kerja Sumijan, S.Ap
Kasi. Kemitraan kepah M. Imam Santosa, SH
Kabid. Sosial Reni Hendartati, SH, MM
Kasi. Rehabilitasi dan Penyandang Cacat Lies Ambarwati, SE
Kasi. Pengawasan Tenaga Kerja Muhrodi, S.Sos
Kasi. Pelayanan dan bantuan Kesejahteraan Ibnu Tri Santoso, S.Sos
Kabid. Penempatan Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Catur Adi Subagio, SH
Kasi. Infirmasi Pasar Kerja dan Penempatan Kerja Kusni Bintari, S.TP.MPP
Kepala UPTD – TMP Suprapto, S.Sos
Kasi. Naker Mandiri dan Perluasan Kerja Sunardi, SIP Kabid. Transmigrasi Christ Rooyen July Sixtwo, SH
Kasi. Penyiapan dan pembinaan trans. Jujuk Sudarsih,
Kasi. Penempatan Transmigrasi Budi Purwadi, SE
49
4.
Gambaran Peran Pemerintah Kota Magelang Terhadap Penanggulangan gelandangan Sakit Jiwa
a. Program Pelaksanaan Penanggulangan gelandangan Sakit Jiwa Dari wawancara yang dilakukan, penulis mendapatkan hasil wawancara mengenai kegiatan yang dilakukan Dinsosnakertrans melalui Bidang Rehabilitasi Tuna Sosial dan Penyandang Cacat untuk menekan jumlah gelandangan khususnya yang sakit jiwa di jalanan Kota Magelang. Sebagaimana kebijakan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2013 Jawa Tengah bebas dari PGOT dan Anak Terlantar. Untuk mendukung kebijakan tersebut Pemerintah Kota Magelang melalui Dinsosnakertrans melaksanakan kegiatan penjaringan dengan melakukan kerjasama terhadap dinas terkait lainnya yaitu Satuan Polisi Pamong Praja Kota Magelang, sedangkan untuk penanganan gelandangan sakit jiwa yang terkena razia dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang bekerjasama dengan Rumah Sakit Jiwa untuk menangani gelandangan tersebut.. Lokasi kegiatan penjaringan yang dilakukan pada tanggal 14 September 2013 meliputi 4: 1. Pasar Kebon Polo, jumlah gelandangan sakit jiwa yang tertangkap sebanyak 2 orang 2. Pasar Gede, jumlah gelandangan sakit jiwa yang tertangkap sebanyak 1 orang 3. Pasar burung, tidak ada gelandangan sakit jiwa yang tertangkap
4
wawancara kepada Ibu Iradatin Susilosiwi, RR, SE, Kabid, Sosial, Dinsosnakertrans Kota Magelang Pada tanggal 11 Mei 2013
50
4. Pasar Rejowinangun, jumlah gelandangan sakit jiwa yang tertangkap sebanyak 2 orang 5. Terminal Bus Tidar, jumlah gelandangan sakit jiwa yang tertangkap sebanyak 3 orang 6. Alun-alun, tidak ada gelandangan sakit jiwa yang tertangkap 7. Traffic light Jl Diponegoro, dan Jl. A. Yani, jumlah gelandangan sakit jiwa yang tertangkap sebanyak 1 orang 8. Traffic light Jl Jendral Sudirman, jumlah gelandangan sakit jiwa yang tertangkap sebanyak 1 orang Akan tetapi berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis5 masih terdapat 6 gelandangan sakit jiwa yang berkeliaran di sekitar Pasar Gede, pasar Kebun Polo, Pasar Rejowinangun dan Terminal bus Magelang.
Tahapan Kegiatan :
Kegiatan yang dilakukan DINSOSNAKERTRANS dengan berbagai tahapan dan penanggulangannya : 1. Koordinasi dengan Satpol PP untuk bantuan personil Tim Penjaringan ; Peran Satpol PP untuk menjalankan suatu penjaringan yang direkomendasikan oleh Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi melalui Bidaang Rehabilitasi dan Potensi Ssosial, dikarenakan yang bisa atau mempunyai wewenang menjaring di jalanan adalah Satpol PP.
5
Observasi penulis tanggal 6 Oktober 2013 di Pasar Polo, Pasar Gede, Pasar Rejowinangun dan terminal
51
2. Observasi lapangan untuk mendapatkan informasi Dari Bidang Sosial menempatkan personil di setiap kecamatan di waktuwaktu tertentu untuk melihat dan mendata mana saja yang terdapat masalah sosial. 3. Penyusunan jadwal penjaringan dan lokasi penjaringan 4. Penjaringan di lokasi ; Dilakukan oleh Satpol PP yang direkomendasikan oleh Dinsosnakertran melalui Bidang Sosial sebagai pihak yang berwenang dalam hal tersebut. 5. Tindak lanjut penjaringan antara lain ; Gelandangan yang terjaring razia di rujuk ke Rumah Sakit Umum untuk diperiksa apakah perlu dilakukan perawatan intensif atau tidak. Apabila setelah pemeriksaan di rumah sakit umum menyatakan bahwa gelandangan tersebut sakit ringan maka akan di rawat di Rumah Sakit Umum sampai sembuh. Akan tetapi jika penyakit jiwanya sudah berat maka rumah sakit umum akan memberitahukan kepada Disnakertransos untuk merujuk ke Rumah Sakit Jiwa untuk dilakukan rehabilitasi. Jika setelah rehabilitasi gelandangan sakit jiwa sembuh maka akan dikembalikan ke keluarga, akan tetapi jika gelandangan tidak memiliki keluarga maka akan dikirim ke Panti Sosial untuk menerima pembinaan lebih lanjut untuk diberikan bimbingan social dengan biaya ditanggung oleh pemerintah. Di Panti Sosial ini para gelandangan yang telah sembuh dari sakit jiwanya diberikan bermacammacam ketrampilan yang dapat menunjang kehidupan mereka ketika mereka 52
dikembalikan ke masyarakat nantinya, selain itu mereka juga mendapatkan bimbingan rohani menurut agama mereka dengan mendatangnya pemimpin agama untuk memberikan siraman rohani. 6. Pembuatan laporan ; Laporan mengenai pendataan jumlah dan masalah yang ada dilapangan untuk di laporkan kepada Kepala Bidang Sosial, sebagai acuan penanggulangan yang akan dilakukan ditahapan-tahapan selanjutnya. b. Faktor
Penghambat
Dinsosnakertrans
dalam
Melaksanakan
Kegiatan
Penjaringan gelandangan sakit jiwa Dalam pelaksanaan tugas pokok Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang juga mengalami hambatan yang menyebabkan pelaksanaan penanganan gelandangan yang sakit jiwa kurang optimal. Hambatan yang dialami pihak Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmograsi dan Sosial Kota Magelang diantaranya terbatasnya jumlah pegawai Dinas Sosial, dan Dinas terkait. Dalam usaha penjaringan gelandangan dilakukan oleh Satpol PP. Terbatasnya petugas Satpol PP menyulitkan mereka untuk menangkap satu persatu gelandangan yang ada di Kota Magelang termasuk di dalamnya gelandangan yang sakit jiwa. Banyaknya tempat yang dijadikan tempat mangkal gelandangan dan pengemis didalamnya termasuk yang berpenyakit jiwa. Para gelandangan yang sakit jiwa belum tentu dapat ditemukan di tempat keramaian, karena mereka berjalan tidak tentu arah dan tidak menetap sehingga menyulitkan para petugas untuk mencari keberadaan mereka. Hanya gelandangan yang 53
terlihat saja yang dapat terjaring razia. Minimnya dana dari pemerintah. Untuk menangani gelandangan dan pengemis yang jumlahnya sangat banyak tersebut diperlukan biaya yang cukup besar. Akan tetapi menurut Kepala Disnakertransos Kota Magelang dana yang turun dari pemerintah sangat terbatas, sehingga penanganan yang dilakukan oleh pihak dinas sosialpun kurang begitu maksimal. Keadaan Panti Sosial dan Rumah Sakit yang kurang mendukung juga dapat menjadi penghambat dalam penanganan gelandangan yang sakit jiwa. Rumah Sakit yang menjadi rujukan pertama dari Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang adalah Rumah Sakit Umum Magelang, Rumah Sakit Jiwa Dr. Soerojo. Adapun Panti Sosial yang menjadi tujuan penempatan gelandangan yang telah sembuh dari masa rehabilitasi diantaranya adalah Panti Rehabilitasi Sosial Mandiri di Sendangguwo Semarang, Balai Ngudi Rahayu Kendal I, dan Panti Jompo Ungaran. Sebagian besar keadaan panti kurang layak untuk dijadikan tempat penampungan karena tempat yang kumuh dan kurang terawat. Keadaan lingkungan Panti Sosial yang pada umumnya kumuh dan kotor tersebut membuat banyak pihak enggan untuk sekedar berkunjung kesana, sehingga lingkungan tidak kondusif dan membuat para penghuni semakin bermalasmalasan dan terbiasa hidup kotor. Masing-masing Balai Sosial tesebut memiliki kapasitas sekitar 20 – 25 orang. Sedangkan gelandangan yang dirujuk ke Balai tidak
semuanya
dapat
dikembalikan
ke
masyarakat
sehingga
tidak
memungkinkan untuk menerima gelandangan baru karena kapasitas tampung penuh. Keadaan lingkungan Rumah Sakit selalu penuh gelandangan sakit jiwa 54
maupun yang sudah siap untuk dikembalikan ke masyarakat tersebut menyulitkan pihak Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial untuk melakukan rujukan ke Rumah Sakit Jiwa. Disamping itu banyaknya gelandangan yang tidak memiliki keluarga atau keluarga yang tidak mau menjemput mereka sehingga mereka harus tinggal di Panti Sosial dalam jangka waktu yang lama. Hal ini menambah penghuni Panti Sosial sehingga timbul masalah tempat bagi penghuni baru.
c. Gambaran Mengenai Keberadaan gelandangan sakit jiwa di Kota Magelang Jumlah gelandangan sakit jiwa yang tercatat di DINSOSNAKERTRANS Kota Magelang Tabel 3.2 Jumlah gelandangan sakit jiwa di Kota Magelang6 No
Tahun
Jumlah gelandangan sakit jiwa
1
2011
21 orang
2
2012
14 orang
3
2013
10 orang
Sumber, data primer di Dinsosnakertrans. Jumlah gelandangan sakit jiwa yang terjaring razia di Kota Magelang pada tahun 2011 sebanyak 21 orang yang semuanya dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa 6
Wawancara ke Dinsosnakertrans Kota Magelang, oleh ibu Lies Ambarwati, SE pada tanggal 9 September 2013
55
Soerojo Magelang. Pada tahun 2012 gelandangan yang mengalami sakit jiwa yang terjaring razia sebanyak 14 orang dan dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa Soerojo, Rumah Sakit Umum Tidar dan Panti Sosial. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah gelandangan sakit jiwa yang terjaring sebanyak 10 orang dan dirujuk ke rumah sakit jiwa dan panti sosial.7 Dari jumlah tersebut dapat dikatakan bahwa jumlah gelandangan sakit jiwa yang terjaring razia setiap tahunnya mengalami penurunan. Dinsosnakertran memberlakukan upaya-upaya dalam menangani gelandangan sakit jiwa dan berharap kepada keluarga gelandangan tersebut untuk lebih memperhatikan gelandangan sakit jiwa agar dapat sembuh dan dapat kembali menjadi masyarakat normal.
B. Analisis 1. Peran Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang Dalam UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa kesejahteraan social adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan social warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Kesejahteraan social merupakan hak dari seluruh warga Negara termasuk di dalamnya gelandagan sakit jiwa untuk terpenuhi kebutuhan material dan spiritualnya. Akan tetapi gelandangan sakit jiwa masih jauh dari terpenuhinya kesejahteraan social. Hal ini dapat dilihat gelandangan sakit 7
Data Sekunder, Dinas Tenga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang Tahun 2011 - 2013
56
jiwa masih banyak yang berkeliaran di jalan tanpa mendapatkan perawatan yang layak. Penanganan gelandagan sakit jiwa di Kota Magelang dilakukan atas pertimbangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis yaitu bahwa: 2. Bahwa Gelandangan dan pengemis tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, karena itu perlu diadakan usaha-usaha penanggulangannya. 3. Bahwa usaha penanggulangan tersebut disamping usaha pencegahan timbulnya gelandangan dan pengemis bertujuan pula untuk memberikan rehabilitasi kepada gelandangan dan pengemis agar mampi mencapai taraf hidup, kehidupan dan penghidupan yang layak sebagai warga Negara republic Indonesia. Berdasarkan pada Peraturan tersebut maka Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang berusaha untuk melakukan upaya-upaya dalam menangani gelandangan sakit jiwa di Kota Magelang. Pada setiap tiga bulan sekali pada tanggal tertentu mereka melakukan razia untuk menjaring gelandangan dan pengemis termasuk di dalamnya adalah gelandangan sakit jiwa. Dalam melakukan usaha penanganan gelandangan sakit jiwa Disnakertransos Kota Magelang bekerja sama dengan dinas terkait lainnya untuk melakukan razia dan menyelenggarakan rehabilitasi terhadap gelandangan sakit jiwa yang tertangkap. Dinas tersebut adalah, Pamong Praja, dan Pemerintah Kota Magelang melalui bidang Kesra. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 14 ayat (1) menyebutkan “bahwa pemerintah bertanggung 57
jawab
merencanakan,
mengatur,
menyelenggarakan,
membina
dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”, maka Disnakertransos Kota Magelang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dalam hal ini melalui Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Jiwa Kota Magelang untuk melakukan perawatan rehabilitasi terhadap gelandangan sakit jiwa. Hal ini sesuai dengan Pasal 149 ayat (2) menyebutkan bahwa: Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau menganggu ketertiban dan/atau keamanan umum. Gelandangan sakit jiwa yang tertangkap kemudian akan dirujuk ke Rumah Sakit Umum untuk dilakukan perawatan, akan tetapi jika penyakit jiwa gelandangan sudah mencapai tahap kronis maka mereka akan dirujuk ke rumah sakit jiwa untuk dilakukan rehabilitasi. Usaha rehabilitasi ini sesuai dengan Peraturan Pemerintag No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis Pasal 2 yang menyebutkan bahwa: “Penanggulangan gelandangan dan pengemis yang meliputi usahausaha preventif, represif, rehabilitative bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat, ……”
Penanggulangan secara preventif meliputi; penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan
58
lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan,dalam penelitian ini pihak yang terkait yaitu disnakertransos kota magelang, , sehingga akan tercegah terjadinya pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya, meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya. pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitasi dan telah ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat. Usaha ini di titik beratkan pada masyarakat, khususnya keluarga yang memiliki anggota yang mengalami sakit jiwa. Tetapi disnakertransos kota magelang belum melakukan penangulangan secara preventif dengan maksimal,dikernakan penulis masih menemukan gelandangan berpenyakit jiwa banyak berkeliaran di tempat umum Usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat. Usaha ini dilakukan dengan melakukan razia terhadap gelandangan yang sakit jiwa. Sedangkan usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru 59
melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai. Usaha rehabilitasi ini dilakukan dengan cara memulihkan gelandangan yang sakit jiwa dengan merawat di Rumah sakit jiwa sampai sembuh dan kemudian mengembalikan kepada keluarga jika gelandangan telah sembuh dari sakit jiwanya, atau menyalurkan ke panti social jika tidak ada keluarga yang mengambil. Biaya rehabilitasi menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Magelang, hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 149 ayat (4) menyebutkan bahwa: Tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
Penanganan yang dilakukan oleh Disnakertransos Kota Magelang setelah
rehabilitasi gelandangan sakit jiwa diantaranya adalah apabila
gelandangan sakit jiwa tersebut sembuh maka akan dikembalikan ke keluarga, akan tetapi jika gelandangan tidak memiliki keluarga maka akan dikirim ke Panti Sosial untuk menerima pembinaan lebih lanjut untuk diberikan bimbingan social dengan biaya ditanggung oleh pemerintah. Panti yang menjadi rujukan penempatan gelandangan yang telah sembuh dari sakit jiwa terdapat di dalam kota maupun luar kota, diantaranya di Kendal dan Semarang.
60
Meskipun Disnakertransos telah melakukan berbagai upaya untuk menangani gelandangan sakit jiwa, akan tetapi pada kenyataannya, berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, masih terdapat gelandangan sakit jiwa, baik gelandangan yang sama maupun yang baru datang dari kota lain, yang berkeluyuran di jalan-jalan maupun tempat umum. Hal ini tidak lepas dari keterbatasan yang dimiliki oleh Disnakertransos maupun pihak lain yang terkait dengan penanganan gelandangan sakit jiwa,dimana pihak disnakertransos juga belum melakukan secara maksimal sesuai bunyi pasal 2 Peraturan pemerintah no 31 tahun 1980 tentang Penangulangan Gelandangan dan Pengemis.
4. Hambatan-Hambatan Menurut sosiologi hukum pada ruang lingkup pertama yakni sejauh mana keefektifan hukum dalam membentuk pola perilaku dalam masyarakat dan apakah pembentukan suatu peraturan hukum, keefektifan hukum didasarkan pada pola perilaku masyarakat tidak dipelajari dalam dunia hukum, peraturan yang telah dibuat untuk menangani gelandangan dan pengemis, khususnya gelandangan yang sakit jiwa sudah efektif. Hal ini terbukti adanya tindakan dari pemerintah daerah dalam hal ini melalui Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang untuk melakukan penanganan dalam mengatasi gelandangan sakit jiwa dimana pelaksanaanya disesuaikan dengan keadaan kota setempat. Ruang lingkup sosiologi hokum yang kedua 61
adalah Efek Hukum terhadap gejala sosial lainnya dalam masyarakat. Dalam pelaksanaannya suatu lembaga hokum dapat kurang memebrikan efek terhadap gejala social dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan banyaknya hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan peraturan hokum yang ada. Masih banyaknya gelandangan sakit jiwa yang berkeliaran di jalan dan tempat umum tidak lepas dari adanya hambatan-hambatan yang muncul dalam penanganan gelandangan sakit jiwa. Hambatan-hambatan yang muncul dapat disebabkan dari pihak dinas terkait yakni Disnakertransos Kota Magelang. Sumber hambatan lainnya dapat muncul dari pihak lain yang bekerjasama dengan Disnakertransos dan gelandangan sakit jiwa, serta keluarga. 1. Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang a. Kurangnya personel yang menangani gelandangan sakit jiwa membuat Disnakertransos Kota Magelang kesulitan untuk menangani gelandangan sakit jiwa yang tertangkap. Hal ini karena gelandangan terlalu banyak dan bukan hanya gelandangan sakit jiwa saja yang ditangani oleh Disnakertransos Kota Magelang, akan tetapi gelandangan dan pengemis lainnya yang berkeliaran di jalan dan tempat umum. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jumlah pegawai yang turun ke lapangan baik dari Disnakertransos maupun Satpol PP yang hanya satu mobil bak terbuka saja. Sedangkan jumlah gelandangan yang harus dirazia bukan hanya gelandangan dan 62
pengemis yang sakit jiwa, akan tetapi mereka yang normal juga harus dirazia. b. Pada tindakan preventif kurang berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan jarangnya penyuluhan yang dilakukan oleh pihak Disnakertransos kepada masyarakat Kota Magelang. Sehingga masyarakat masih memandang bahwa orang yang menderita sakit jiwa layak untuk dikucilkan atau dibuang bukan untuk diberikan pengobatan dan perawatan. c. Data mengenai gelandangan sakit jiwa yang tertangkap juga menjadi salah satu hambatan bagi Disnakertransos untuk melakukan penanganan. Banyak gelandangan sakit jiwa yang tidak memiliki identitas dan tidak diketahui darimana berasal dan siapa keluarganya. Sehingga menyulitkan Disnakertransos Kota Magelang untuk melakukan tindakan pegembalian kepada keluarga. d. Kurangnya dana dari pemerintah menyulitkan Disnakertransos untuk melakukan penanganan yang optimal terhadap gelandangan sakit jiwa yang tertangkap. 2. Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa dan Panti Sosial a. Kapasitas Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa dan Panti Sosial yang penuh sehingga tidak memungkinkan bagi Disnakertransos untuk menempatkan gelandangan sakit jiwa yang tertangkap ke Rumah Sakit atau Panti Sosial tersebut. 63
b. Keadaan lingkungan Panti Sosial yang pada umumnya kumuh dan kotor tersebut membuat banyak pihak enggan untuk sekedar berkunjung kesana, sehingga lingkungan tidak kondusif dan membuat para penghuni semakin bermalas-malasan dan terbiasa hidup kotor c. Kurangnya dana yang diperlukan untuk melakukan rehabilitasi gelandangan sakit jiwa dan perawatan gelandangan setelah sembuh dari sakit jiwa menyulitkan pihak rumah sakit dan panti social untuk merawat gelandangan yang dirujuk karena dalam penanganan rehabilitasi dan perawatan memerlukan biaya yang relative tinggi. 3. Gelandangan Hambatan juga dating dari gelandangan itu sendiri, yakni mereka menunjukkan gejala yang tampak seperti orang normal sehingga mereka dianggap sembuh dari sekit jiwa mereka. Akan tetapi ketika mereka kembali ke masyarakat penyakit mereka kambuh dan mereka kembali ke jalan. 4. Keluarga Pada umumnya keluarga gelandangan yang sakit jiwa tidak mau menerima anggota keluarga mereka yang mengalami sakit jiwa dikarenakan malu, Oleh karena itu mereka tidak mau menampung kembali anggota keluarga mereka yang telah melakukan rehabilitasi. Selain itu kondisi keuangan keluarga yang kurang membuat merkea tidak 64
mau merawat anggota keluarga mereka yang sakit jiwa sehingga mereka membiarkan anggota keluarga mereka yang sakit jiwa berkeliaran di jalan atau ditampung oleh Panti Sosial. Hal ini ditunjukkan dengan latar belakang ekonomi keluarga gelandangan yang sakit jiwa termasuk dalam kategori keluarga menengah ke bawah. 5. Masyarakat Hambatan juga datang dari masyarakat,dalam observasi ini khususnya masyarakat Kota Magelang, dikarnakan belum ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri dalam penanggulangan gelandangan berpenyakit jiwa. Hal ini tidak terlepas dari belum maksimalnya peran yang dilakukan disnakertransos dalam menjalankan tindakan preventif sesuai bunyi pasal 2 Peraturan pemerintah no 31 tahun 1980 tentang Penangulangan Gelandangan dan Pengemis.
65