52
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Alur berfikir dalam Penelitian Gambar 1 Alur berfikir Kasus Pelita Hati National Plus School
Teori keadilan menurut John Rawl dan teori Badan Hukum (untuk mengkaitkan dengan contoh kasus dalam penelitian)
Perlindungan Hak Anak dari kekerasan dan cidera di lingkungan sekolah
Tanggungjawab Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga/Orangtua
Keterangan: Alur berpikir dalam skripsi ini penulis menyertakan contoh kasus cedera anak yang terjadi di dalam lingkungan sekolah “Pelita Hati National Plus School”, tetapi kasus
53
tersebut tidak dijadikan dasar penelitian melainkan dijadikan sebagai contoh kasus dalam penelitian ini.
2. Gambaran Umum Contoh Kasus Dalam skripsi ini penulis menggunakan contoh kasus yang dialami oleh Dr. Yudha Nurdian, M.Kes, kasus ini bukan dijadikan sebagai bahan penelitian namun hanya sebagai gambaran kasus yang melatar belakangi guna memaparkan dan sekaligus menganalisis isu hukum dari penelitian ini. Pemahaman yang dimiliki oleh Dr. Yudha Nurdian, M.Kes ketika menyekolahkan anaknya di “Pelita Hati National Plus School” bahwa anaknya akan mendapat pelayanan yang baik, nyaman, dan aman. Namun dalam realita yang dihadapinya tidak sesuai yang diharapkan, karena justru anaknya mengalami cedera berkali – kali saat berada dalam lingkungan dan proses belajar mengajar di sekolah. Secara spesifik, sekolah tersebut memberlakukan aturan bahwa orang tua anak tidak diperbolehkan menjaga anak didik selama jam sekolah. Pada tanggal 14 September 2011 Zsa – Zsa (4 tahun) mengalami kesakitan, bibir pecah serta terdapat darah kering di baju seragamnya. Tidak ada laporan dari pihak sekolah, orang tua anak Zsa – Zsa menanyakan guru wali kelas. Wali kelas menjelaskan bahwa Zsa – Zsa naik ayunan dan belum sempat duduk ayunan tersebut sudah didorong temannya hingga bibirnya membentur tanah. Selanjutnya Wali kelas berjanji agar lebih memperhatikan anak didiknya lagi. Kejadian kedua, yaitu pada
54
tanggal 1 Mei 2012 Zsa –Zsa kembali kesakitan karena 3 jarinya bengkak dan lecet. Akibatnya pada hari tersebut Zsa –Zsa menjadi lebih pendiam dari biasa. Setelah orang tua menanyakan kepada Guru, dan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan karena guru tidak mengetahui apa yang terjadi terlebih Zsa – Zsa tidak mengeluh. Pada peristiwa yag lain, Pilar Menara Falah (10 tahun) kakak dari Zsa – Zsa pada tanggal 31 Mei 2012 mengalami cedera parah yakni berupa luka memar dan luka robek dengan jaringan kulit hilang di dahi, pelipis kiri, kelopak mata dan hidung. Cedera tersebut terjadi ketika Pilar Menara Falah sedang bermain dengan kedua temannya pada jam istirahat di dalam lingkungan sekolah. Pilar Menara Falah terlambat meloncat saat bergandengan dengan kedua temannya yang merupakan sesama anak didik. Namun karena kedua temannya memiliki postur tubuh yang lebih besar daripada korban maka korban jatuh dan mengalami cedera luka parah, dan tidak segera mendapat pertolongan dari pihak sekolah. Pihak-Pihak dalam contoh Kasus adalah: Penggugat : Dr. Yudha Dr. Yudha Nurdian, M.Kes. Tergugat : 1.
HM. Arum Sabil, SP., Ketua I, Taruna Bumi Foundation.
2.
Rizky Ayu Ningati, Ketua II, Taruna Bumi Foundation.
3.
Restu Prayogi, Manajer Taruna Bumi Foundation.
4.
Dra. Ribka Utami, Principal Pelita Hati National Plus School
55
5.
Lazarus Heo Manno A.Md. Primary Supervisor Pelita Hati National Plus School.
6.
Zainal Abidin, S.Pd, Primary Assistant Supervisor Pelita Hati National Plus School.
7.
Francisca Siwi, Wali kelas Primary III (SD Kelas III) dan Teacher on Duty (TOD).
8.
Dhinar Hastuti Kusuma wardhani, S.S., Preschool Supervisor Pelita Hati National Plus School.
9.
Silvia Thuresiana, S.Pd., Preschool Assistant Supervisor Pelita Hati National Plus School.
10. Fraya Irenne Mokoginta, A.Md., Wali kelas Kindergarten I Class A 11. Diana Yekti Utami, S.S., Assisten Wali kelas Kindergarten I Class A 12. Nur Idvid Fitria,Guru Agama Islam dan TPA Pelita Hati National Plus School. 13. Indarto Adi, Bapak kandung Eveline Floresia Anggodo, Pekerjaan Wiraswasta, bertempat tinggal di Jl. Moch. Seruji No. 58, Desa Gambirono, Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember. 14. Anugrahani Dwi Astri, Ibu kandung Dinda, Pekerjaan NotarisPPAT,berkedudukan di Jl. S. Parman 23 Jember
56
Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak gugatan dengan pertimbangan Hakim tanggung jawab fisik anak menjadi tanggung jawab orang tua murid, sedangkan tanggung jawab materiil pendidikan ada pada sekolah.
B. ANALISIS 1. Analisis terhadap siapa yang bertanggungjawab terhadap anak didik yang berada di dalam lingkungan sekolah Untuk melihat siapa yang bertanggungjawab terhadap anak didik di dalam lingkungan sekolah harus melihat terlebih dahulu prinsip secara umum perdata yakni dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pengertian anak dalam KUHPerdata Pasal 330, anak atau belum dewasa adalah sebelum berumur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah menikah. Anak berada dibawah kekuasaan orangtuanya selama anak tersebut belum menikah, dan orangtua bertanggungjawab atas kesejahteraan anaknya baik secara rohani maupun jasmani. Kewajiban orang tua adalah memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya. Secara umum tanggung jawab perlindungan anak di dalam lingkungan sekolah berada di tangan guru atau pihak sekolah seperti yang diatur dalam KUHPerdata Pasal 1365, 1366, 1367 ayat (4), yang berbunyi: Pasal 1365 “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kesalahan itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.”
57
Pasal 1366 “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian, atau kurang hatihatinya.” Pasal 1367 ayat (4) “guru sekolah bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid selama waktu murid itu berada di bawah pengawasan mereka.” Tanggung jawab tersebut dibatasi oleh waktu, selama murid tersebut dibawah pengawasan guru. Syarat pertanggung jawaban adalah : 1 1. Terhadap hubungan antara guru dan murid 2. Terjadinya perbuatan melawan hukum harus pada saat mereka berada di bawah pengawasannya. Dalam hal pengawasan, semua orang pengawas dapat dianggap mempunyai tugas untuk menjaga, jangan sampai seorang yang diawasi itu melakukan perbuatan yang
melanggar
hukum.
Seorang
pengawas
seharusnya
turut
berusaha
menghindarkan pelanggaran yang dilakukan oleh tingkah laku orang yang diawasinya. Pengawasan yang sangat mendalam (intensif) misalnya berada dalam perhubungan hukum antara seorang anak yang belum dewasa dan orang tuanya atau walinya. Kalau anak tersebut masih sangat muda maka pengawasan harus dilakukan dengan mata pengawas sendiri., artinya anak tidak boleh dipisahkan dari pengawas. Pengawasan terhadap anak yang sudah sedikit besar dapat sedikit dilonggarkan, wujud pengawasan ini misalnya dalam pendidikan. Pengawasan tersebut terbatas
1
Setiawan Rachmat, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 49-50
58
pada waktu tertentu, yaitu pada saat murid berada dalam lingkungan sekolahan.2 Sebenarnya pengawasan keras atau longgar itu tergantung pada sekolah masing – masing. Pengawasan paling keras biasanya terwujud dalam Taman Kanak – Kanak (TK), dimana pengawasan kepada anak harus dilakukan sendiri oleh guru seperti halnya orang tua terhadap anak yang masih sangat muda. Menurut hemat saya, apabila sekolah sudah menerapkan kebijakan bahwa orangtua anak tidak boleh menjaga anaknya selama berada di sekolah hal tersebut berarti pengawasan sepenuhnya berada di pihak sekolah, terbatas waktu tertentu yakni selama di lingkungan sekolah. Dari gambaran contoh kasus dalam penelitian ini, tanggung jawab dilakukan oleh guru-guru sekolah tersebut karena kelalaiannya selama dalam pengawasan. Namun, kelalaian yang dilakukan guru tersebut terdapat di lingkungan lembaga pendidikan swasta berbentuk yayasan. Menurut teori organ, Badan hukum bukanlah suatu kekayaan yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Badan hukum sebagai wujud kesatuan tidak bertindak sendiri melainkan organnya. Organ yayasan sebagai wakil yayasan untuk melakukan perbuatan hukum untuk mencapai tujuan yayasan. Dalam pelaksanaan mencapai tujuan yayasan guru lalai dalam melakukan pengawasan. Maka dalam contoh kasus ini yayasan lembaga pendidikan tersebut turut bertanggung jawab atas kepengurusan dalam yayasan berdasarkan pengaturan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menyebutkan “Pengurus
2
Wirjono Projodikoro, opcit, h 65-66
59
yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan”. Apabila diatas melihat dari sisi hukum perdata, maka perlu pula melihat dari sisi hukum publik. Sesuai dengan Konvensi Hak Anak Pasal 3 disebutkan bahwa tindakan yang menyangkut anak baik yang dilakukan oleh lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta kepentingan anak harus dijadikan pertimbangan utama. Sehingga Negara dan Pemerintah ikut bertanggung jawab dalam perlindungannya. Jika melihat dalam UUD 1945 tujuan pendirian Negara adalah untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah harus secara aktif melaksanakan misi tersebut. Negara berkewajiban menyediakan sarana dan prasana serta fasilitas untuk pemenuhan hak atas pendidikan. Perlu di lihat bahwa ketika kecelakaan atau kekerasan yang terjadi didalam lingkungan sekolah merupakan permasalahan yang terjadi di wilayah publik. Berdasarkan hukum public, negara mempunyai tanggung jawab paling besar terhadap anak didik ketika di dalam sekolah. Selain kewajiban untuk membiayai pendidikan negara juga berkewajiban untuk menjamin fasilitas kesehatan dan fasilitas umum termasuk di dalam sekolah. Pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan pada tingkat dasar (SD dan SMP dan atau sederajat). Nergara dan pemerintah di rasa belum mampu menyeimbangkan antara kekuasaan
60
dan wewnang dengan kewajiban dan layanan public dalam dunia pendidikan. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang merupakan lembaga yang berwenang dan bertanggung jawab tinggi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui penyelenggaraanpendidikan. Maka pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan. Guru maupun sekolah dipersamakan sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara karena Guru dan sekolah dianggap melaksanakan tugas Negara. Menurut prinsip – prinsip tanggung jawab hukum, tanggung jawab dalam gambaran kasus ini termasuk prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault). Menurut KUHPerdata yang menjadi unsur pokok agar orang dapat dimintai pertanggung jawaban karena perbuatan melawan hukum ada 4 (empat), yaitu: 1. Adanya perbuatan melawan hukum Dalam gambaran kasus skripsi ini memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dimana kasus tersebut bertentangan dengan hak orang lain. Anak didik dalam lingkungan sekolah wajib mendapat perlindungan dari kekerasan baik dari pendidik atau sesama anak didik, karena hal tersebut merupakan bagian dari hak anak mendapat perlindungan, selain itu juga anak dalam keadaan darurat wajib mendapatkan pertolongan pertama,. Jika dilihat dari gambaran kasus tersebut pihak sekolah yang paling dekat dan tahu kondisi anak didik di dalam lingkungan sekolah. 2. Adanya unsur kesalahan
61
Unsur kesalahan juga terpenuhi dalam kasus tersebut karena pihak sekolah dalam hal ini guru, sekolah/guru lalai dalam menjalankan pengawasan terhadap anak didik selama anak didik berada dalam lingkungan sekolah. 3. Adanya kerugian yang diderita Kerugian yang timbul karena kelalaian pihak sekolah terhadap anak didik dan keluarganya bukan hanya mengakibatkan kerugian materi saja, akan tetapi juga mengakibatkan luka yang cukup serius pada wajah serta goncangan psikologi yang mengakibatkan ketakutan yang dialami anak didik tersebut. 4. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian Yang dimaksud disini adalah adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan melawan hukum dan kerugian. Apabila merujuk dalam gambaran kasus skripsi ini, sudah jelas ada yakni hal tersebut terjadi disebabkan karena kelalaian pengawasan oleh pihak sekolah dan tidak mengupayakan pertolongan pertama pada anak didik tersebut sehingga mengakibatkan kerugian yang berupa luka-luka pada wajah korban serta menimbulkan rasa ketakutan. Perlindungan Anak dapat terwujud apabila mendapat dukungan dari berbagai pihak. Anak berdasarkan UU Perlindungan Anak, adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Secara khusus sudah ada Undang – Undang mewajibkan perlindungan anak selama dalam lingkungan sekolah, yakni UU Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1a), Pasal 54 yang berbunyi:
62
Pasal 9 ayat (1a) “Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidik, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. ” Pasal 54 ayat (1) “Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapat perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik dan/atau pihak lain.” Dilanjutkan ayat (2) “perlindungan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.” Selain UU Perlindungan Anak, UU HAM juga mengatur mengenai hak anak dalam memperoleh perlindungan dari kekerasan. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 58 ayat (1), yang berbunyi: “Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan anak tersebut.” Poin penting dalam pasal ini adalah anak mempunyai hak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan maka orang tua maupun pihak lain wajib bertanggungjawab terhadap perlindungan anak selama anak tersebut dalam pengasuhannya. Selama dalam lingkungan sekolah kedudukan anak yang semula adalah anak dari orang tua akan berubah menjadi anak didik dalam lingkungan sekolah. Seharusnya begitu pula dengan tanggung jawabnya, yang semula menjadi tangung jawab orang tua akan berubah menjadi tanggung jawab pihak sekolah dalam hal ini di pegang oleh guru. Dalam
UU
Sistem
Pendidikan
Nasional
Pemerintah
berkewajiban
memberikan layanan dan kemudahan dalam penyelenggaraan pendidikan seperti
63
dalam Pasal 11 “Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Pengaturan tentang kewajiban pengawasan terhadap perlindungan anak didik yang berada dalam lingkungan sekolah tidak secara kusus diatur dalam UU ini dan hanya fokus mengatur tentang pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan dalam hal akademik saja. Akan tetapi dalam UU Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan harus diselenggarakan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.” Penyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan melalui jalur formal, nonformal, dan informal. Apabila pendidikan dilakukan melalui jalur formal maka pendidikan dilakukan di sekolah yang diperoleh secra teratur, sistematis, bertingkat. Sekolah memiliki tugas untuk meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga dengan mentaati undang-undang yang berlaku dan hak asasi manusia. Di dalam lingkungan sekolah guru adalah orang dewasa yang di dengar dan dilihat oleh anak didik. Terdapat pengaturan yang sama mengenai penyelenggaraan tersebut dalam UU tentang Guru dan Dosen Pasal 20 huruf d “kewajiban guru meliputi menjunjung
64
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika”. Jika dilihat kembali hak anak dalam Konvensi tentang Hak-Hak Anak yang sudah diratifikasi menjadi Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child, terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang pemenuhan hak pendidikan anak. Kususnya yang berkaitan dengan skripsi ini adalah Pasal 19, yang berbunyi: “Negara – negara peserta akan mengambil langkah legislatif, administratif, social dan pendidikan, untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik dan mental, cidera atau penyalahgunaan, penelanaran atau perlakuan salah atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, sementara berada dalam asuhan orang tua, wali, atau orang lain yang memelihara anak. ” Setiap pihak yang terlibat di sekolah (tenaga pendidik, tukang kebun sekolah, penjaga sekolah, petugas kebersihan sekolah dan semua peserta didik) harus menyadari bahwa tidak boleh ada kekerasan fisik, mental, dan seksual dalam bentuk apapun, adanya termasuk pengabaian anak yang membutuhkan perlindungan. Sekolah harusnya menjadi tempat yang aman sebagai rumah kedua bagi anak sebagai peserta didik. Di sekolah, para anak harusnya merasakan kasih sayang yang wajar dari para orang dewasa (guru, petugas kebersihan sekolah, semua warga sekolah). Seharusnya sesama peserta didik harus menumbuhkan nilai persaudaraan sehingga dapat saling menghargai, menyayangi, dan menghormati sehingga tidak melakukan kekerasan fisik maupun mental terhadap anak didik lainnya. Para orang dewasa yang berada dalam lingkungan sekolah juga seharusnya
65
memperlakukan semua anak didik seperti anaknya sendiri, memiliki rasa ingin melindungi dan mengasihi mereka secara wajar. Pelaksanaan pendidikan di sekolah meliputi semasa proses belajar mengajar di dalam kelas, waktu istirahat, dan selama anak didik berada dalam lingkugan sekolah. Hak yang harus dipenuhi sekolah salahsatunya menciptakan suasana yang aman, nyaman, dan kondusif selama pelaksanaan pembelajaran. Suasana yang aman, nyaman, dan kondusif dapat memperlancar dalam mencapai tujuan sistem pendidikan nasional. Dalam pelaksanaan pendidikan di lingkungan sekolah, bukan hanya hak memperoleh pendidikan saja yang di butuhkan anak selama dalam sekolah namun hak bermain, hak perlindungan, hak kesehatan, dan hak kesamaan juga merupakan bagian dari hak anak yang harus dipenuhi selama dalam sekolah. Lebih spesifik lagi diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan pendidikan. Dimana disebutkan bahwa sekolah selaku satuan pendidikan wajib melakukan perlindungan terhadap anak didik. Sekolah berkewajiban mencegah terjadinya kekerasan di dalam lingkungan sekolah. Seperti yang tertuang dalam Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) huruf a huruf b huruf c dan huruf d, yakni: Pasal 7 ”pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua/ wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya.”
66
Pasal 8 ayat (1) huruf a, b, c, dan d “tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi: a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan; b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman nyaman, dan menyenangkan serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan; c. wajib menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan; d. wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali termasuk mencari informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagi korban maupun pelaku. ” Selain Pasal yang mengatur tentang pencegahan tindak kekerasan di lingkungan sekolah terdapat pula Pasal yang mengatur kewajiban sekolah dalam penanggulangan apabila terjadi tindak kekerasan di lingkungan sekolah, yakni pada Pasal 10 ayat (1). Dimana peserta satuan pendidikan mempunyai kewajiban untuk memberikan pertolongan terhadap korban tindak kekerasan dilingkungan sekolah, serta wajib memberikan laporan pada orang tua anak didik. Dalam hal terjadi tindak kekerasan selama dalam lingkungan sekolah, pihak sekolah wajib menjamin hak anak untuk mendapat perlindungan baik ketika anak didik menjadi korban maupun pelaku. Dalam Peraturan Menteri ini juga mengatur tentang sanksi yang diberikan ketika terjadi tindak kekerasan di dalam lingkungan sekolah. Sanksi diberikan apabila guru/kepala sekolah terbukti lalai menjdi pelaku, atau lalai, atau melakukan pembiaran sehingga terjadi tindak kekerasan. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 12 ayat (1). Jelas terlihat bahwa guru/kepala sekolah memangku tanggung jawab yang besar ketika anak didik berada dalam lingkungan sekolah. Ketika pihak sekolah
67
melakukan pengabaian berarti sekolah tidak memenuhi hak anak dalam mendapat perlindungan.
2. Analisis terhadap dasar mengapa harus bertanggungjawab Anak merupakan cikal bakal lahirnya harapan baru baik dalam keluarga, agama, maupun bangsa Indonesia. Anak sebagai manusia yang di harapkan mampu memelihara Indonesia di masa mendatang. Anak adalah orang yang unik yang memiliki ciri dan sifat khusus, bukan seseorang yang sama dengan orang dewasa sehingga wajib dilindungi dari segala tindakan yang tidak manusiawi. Anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Hak anak untuk memperoleh pendidikan sangat berguna agar anak memiliki pengetahuan dan kepribadian yang baik, sehingga masa depan bangsa Indonesia akan semakin baik pula. Pengawasan sangat dibutuhkan dari semua pihak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak agar fisik, mental dan psikis anak terjaga dengan baik sehingga dapat memberikan dampak yang positif untuk keluarga dan Negara. Menurut teori keadilan John Rawls, keadilan sosial terbangun di dalam institusi sosial yang adil. Keadilan lebih didasarkan pada aspek-aspek kesamaan dan kesetaraan (equality) untuk mendapatkan hak-hak, kemerdekaan, dan kesempatan. Setiap warga Negara memiliki hak yang sama, termasuk hak seorang anak harus sama dengan orang dewasa. Di dalam teori keadilan ini terdapat prinsip persamaan yang
68
adil atas kesempatan (the principe of fair equality of opportunity). Manfaat dari prinsip ini ialah untuk memberikan keuntungan pada orang-orang yang kurang beruntung tanpa membedakan ras, umur, harta kekayaan, memberikan kesejahteraan dan persamaan posisi yang sama bagi semua orang. Sehingga apabila prinsip dikaitkan dalam bidang pendidikan, anak didik mendapat peluang yang sama dalam menerima kesempatan dan perlakuan pendidikan. Alasan mengapa guru harus bertanggung jawab adalah Guru sebagai orang dewasa memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak didik dalam kegiatan pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan melakukan tanggung jawabnya dalam kegiatan pembelajaran harus menunjukan rasa keadilan (equality), kewajaran (fairness), dan tidak memihak (impartiality). Keadilan yang berkaitan dengan perlindungan anak ialah untuk mengupayakan agar hak-hak anak tidak dirugikan. Anak dalam usia yang masih sangat muda harus dilindungi, sesuai dengan: 1. Undang–Undang Kesejahteraan Anak Pasal 2 ayat (1) “anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kesih saying baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.” Dilanjutkan dalam Pasal 3 “Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan, batuan, dan perlindungan.” 2. Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
69
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” 3. Undang-Undang HAM Pasal 52 ayat (1) “Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara.” Dari penjelasan pasal-pasal diatas, maka anak wajib mendapat perlindungan dari orang dewasa. Tanggung jawab dalam pemberian perlindungan pada anak termasuk pemenuhan hak-hak anak pada hakekatnya berada di tangan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Orang tua berperan penting dalam upaya kesejahteraan dan perlindungan anak. Masyarakat dan lembaga-lembaga lain seperti lembaga pendidikan (sekolah) berkewajiban untuk berperan serta dalam memfasilitasi demi terselenggaranya perlindungan dan kesejahteraan anak. Tabel 1 Tanggung jawab orangtua, masyarakat, pemerintah dan/atau negara terkait perlindungan anak didik di lingkungan sekolah Tanggung jawab -
lingkungan pertama dan utama bagi anak, maka dalam orang tua harus berkeja sama dengan pihak
Orang tua / keluarga
sekolah dalam melindungi hak – hak anak -
orang tua mempersiapkan dan mendampingi anak, serta orang tua harus berpartisipasi tinggi dalam proses pemdidikan di sekolah
perorangan Masyarakat
Ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan disekolah, termasuk dalam pengawasan dan control/ koreksi terhadap sekolah sehingga anggota di dalam sekolah lebih hati-hati dalam pelayanan terhadap anak.
70
Lembaga
Dalam lembaga pendidikan terdiri dari beberapa pihak
(lembaga
yang mempunyai tugas dan kewajiban masing-masing.
pendidikan)
-
Kepala sekolah : mengkoordinasi dan mempimpin dalam mewujudkan visi, misi, tujuan sekolah
-
Komite
sekolah
pendukung pengontrol
:
pemberi
penyelenggaraan dalam
rangka
pertimbangan, sekolah,
dan
transparasi
dan
akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan -
Tenaga
kependidikan
penyelenggaraan
:
pendidikan
menunjang melaksanakan
administrasi, pengelolaan dan pelayanan teknis -
Penjaga sekolah : menjaga kebersihan, memelihara sarana dan prasarana sekolah, menjaga keamanan sekolah.
-
Guru : kehadiran guru dalam proses belajar mengajar sangat vital, guru merupakan seseorang dewasa yang paling dekat dan berkomunikasi secara langsung dengan orang tua dan anak didik.
pihak – pihak tersebut harus bekerjasama dalam penyelenggaraan pendidikan bukan hanya materi pelajaran akan tetapi fisik anak didik juga harus mendapat perlindungan, sehingga tercipta lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi anak didik.
Negara dan Pemerintah
-
Mengawasi terselenggaranya pendidikan
-
Memberikan layanan (sarana dan prasarana) dan kemudahan dalam pendidikan anak
-
Menjamin mutu pendidikan yang terbebas dari diskriminasi
71
Secara umum, perlindungan anak harus diusahakan oleh berbagai pihak selama anak tersebut berada dalam pengawasan atau pengasuhannya. baik keluarga, masyarakat dan/atau negara mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap perlindungan anak. Ketika anak berada di lingkungan sekolah, sesuai dengan rumusan masalah satu, guru adalah yang bertanggungjawab untuk melindungi anak didik. Alasan mengapa seorang guru harus bertanggungjawab terhadap anak didiknya, karena terdapat tanggung jawab hukum dimana guru harus melaksanakan kewajiban yang telah diberikan kepadanya. Orang tua/wali mempercayakan anaknya untuk dititipkan kepada pihak sekolah agar dapat dibina dan di didik, sehingga guru dapat dikatakan sebagai pengganti sementara dalam hal mengawasi anak didik selama dalam lingkungan sekolah. Pengawasan yang diberikan guru mempunyai maksud untuk menjaga agar jangan sampai anak didik yang diawasi itu melakukan perbuatan melawan hukum. Guru harus turut berusaha menghindarkan kegoncangan dalam masyarakat, yang mungkin akan di sebabkan oleh tingkah laku orang yang diawasinya. Di dalam Pasal 20 huruf Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika”
72
Menurut Pasal tersebut guru wajib menjunjung tinggi perundang-undangan dan hukum. Dimana ketentuan umum dalam KUHPerdata Pasal 1367 ayat (4) mengatur tentang tanggung jawab seorang guru terhadap anak didiknya terbatas anak tersebut masih berada di lingkungan sekolah. Begitupun dalam Kode Etik Guru Indonesia Pasal 6 ayat (1) huruf e, f, j, k, dan m yang menyatakan: “hubungan guru dengan peserta didik: e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus menerus harus berusaha menciptakan, memelihara dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindakan kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. j. guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil k. guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. m. guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.” Dilanjutkan Pasal 6 ayat (2) ketentuan mengenai hubungan guru dengan orangtua/wali: “a. guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan b. Guru bmemberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.” Di dalam kode etik sudah terlihat jelas bahwa salah satu kewajiban guru adalah memiliki hubungan baik dengan orangtua/wali, tentunya hal tersebut harus
73
dimulai dari komunikasi yang baik. Kewajiban guru untuk melindungi anak didiknya dapat dilakukan dalam berbagai hal, dimulai dengan memelihara suasana sekolah yang menyenangkan demi terwujudnya efisien dan efektifnya proses belajar. Selain itu guru harus memperhatikan keadilan bagi anak didik, dimana guru memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak didik tanpa membeda-bedakan serta memberikan rasa kasih sayang kepada anak didik sehingga tidak terjadi sifat pengabaian dalam kegiatan pembelajaran. Guru berkewajiban mentaati dan menjunjung tinggi hak – hak anak didik, antara lain: hak atas bermain, hak atas perlindungan, hak atas kesehatan, hak atas kesamaan. Menurut Supartini anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga bukan merupakan harta kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara social ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri.3 Dalam hal pemenuhan hak atas pendidikan, sekolah sebagai lingkungan untuk menimba ilmu yang bertujuan mencetak generasi-generasi penerus bangsa Indonesia haruslah menjadi tempat yang aman, nyaman dan kondusif bagi anak didik. Ketika bicara mengenai anak didik, dalam pemenuhan hak atas pendidikan terdapat hubungan antara anak didik dan guru sebagai orang dewasa yang diberikan kewenangan secara
3
Setiawati dan Elga C, Hubungan Asupan Nutrisi dengan obesitas usia dini pada anak usia Sekolah Dasar di SDS Kartika Siliwangi 5 Cimahi, Jurnal Kesehatan Kartika, h 53. Diakses 15 Maret 2016 pukul 10:40.
74
hukum untuk mendidiknya dan kewenangan untuk melindungi dalam artian sebagai “orang tua” anak didik di sekolah. Dilihat dari segi dirinya sendiri (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai berikut:4 a. Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam kegiatan – kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi di dalamnya. b. Pelajar dan ilmuan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan, dengan berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. c. Orangtua, yaitu mewakili orangtua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, sehingga dalam arti luas merupakan keluarga, guru berperan sebagai orang tua bagi siswa-siswanya. d. Pencari teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk siswa bukan untuk seluruh masyarakat. Guru menjadi ukuran bagi normanorma tingkah laku.
4
Mally Maeliah, Peran Guru dalam menyiapkan Kompetensi Kerja Siswa sesuai Tuntutan Dunia Kerja di Industri Busana, Seminar Internasional Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Diakses pada tanggal 16 maret 2016 pukul 12:10
75
e. Pencari keamanan, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa. Guru menjadi tempat berlindung bagi siswa – siswa untuk memperolah rasa aman dan puas di dalamnya Maka dapat dilihat dengan jelas di dalam lingkungan dan jam sekolah guru mempunyai peran penting terhadap perlindungan anak didik. Selain pencari keamanan bagi anak didik, guru adalah orang tua bagi anak didik.
Maka guru
bertanggungjawab dan berkewajiban untuk melindungi anak didik dalam pemenuhan hak anak atas pendidikan selama dalam lingkungan sekolah.