BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Kerangka Teori Teori harus dipahami oleh setiap peneliti, karena dengan teori peneliti mampu memahami, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena atau masalah yang sedang diteliti.Suwardi Lubis menjelaskan bahwa kerangka
teori
menggambarkan darimana suatu masalah riset berasal, atau dengan teori mana masalah itu dikaitkan. Dalam kerangka teori diuraikan tentang pengaliran jalan pikiran menurut kerangka logis, atau menurut logical construct (Lubis, 1998 : 95). Jadi kerangka teori disusun berdasarkan pemikiran logis atau berlandaskan akal sehat yang menjelaskan variabel-variabel dan keterhubungan antara variabelvariabel yang dianggap secara integral menyatukan dinamika dari situasi-situasi yang diselidiki (Silalahi, 2009 : 95). Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah : 2.1.1 Media Massa Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa, karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. Media massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai perangkatperangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat (McQuail, 2000:17). Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal (Bungin, 2006:7). Perkembangan media massa tidak terlepas dari ilmu komunikasi yang pada intinya bertujuan untuk menyampaikan pesan karena pada dasarnya media massa berfungsi menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Sejarah perjalanan media massa di Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut peran media massa. Hal ini terjadi karena media massa sebagai bagian dari subsistem
Universitas Sumatera Utara
komunikasi Indonesia dalam sistem sosial Indonesia, akan dipengaruhi oleh subsistem social lainnya, termasuk ideologi, politik dan pemerintahan negara dimana media massa itu berada. Secara garis besar media massa merupakan "kekuatan keempat" (The Fourth Estate) dalam menjalankan kontrol sosial terhadap masyarakat setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Media massa terbagi dua, yakni: media cetak dan elektronik. Media cetak meliputi, surat kabar, majalah, tabloid, buku newsletter, dan buletin. Sedangkan media elektronik meliputi radio, televisi, internet, dan film. Media massa memiliki fungsi-fungsi, yakni menyiarkan informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi.
2.1.1.1 Pengertian Media Massa Media massa pada awalnya dikenal dengan istilah pers yang berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harafiah pers berarti cetak, dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara tercetak (print publications). Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian sempit dan pers dalam pengertian luas. Pers dalam arti luas adalah meliputi segala penerbitan, termasuk media massa elektronika, radio siaran dan televisi siaran, sedangkan pers dalam arti sempit hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah dan buletin kantor berita (Onong 2002:145). Di Indonesia, kedudukan pers diatur dalam Undang-Undang Pers No.40 tahun 1999. Dalam pasal 1 UU tersebut, pers didefinisikan sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Universitas Sumatera Utara
Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa, karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. Media massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai perangkatperangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat (McQuail, 2000:17). Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal (Bungin, 2006:7). Media massa merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat, digunakan untuk berhubungan dengan khalayak (masyarakat) secara umum, dikelola secara profesional dan bertujuan mencari keuntungan (Mondry, 2008: 12). Menurut Bungin (2008: 85), media massa merupakan institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Secara umum, media massa diartikan sebagai alat-alat komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak dan cepat kepada audiens dalam jumlah yang luas dan heterogen (Nurudin, 2004: 3).
2.1.1.2 Jenis Media Massa Mengingat kedudukan media massa dalam perkembangan masyarakat sangatlah penting, maka industri media massa pun berkembang pesat saat ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya stasiun televisi, stasiun radio, perusahaan media cetak, baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya. Para pengusaha merasa diuntungkan dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang media massa seperti itu. Hal itu disebabkan karena mengelola perusahaan dengan jenis spesifikasi mengelola media massa adalah usaha yang akan selalu digemari masyarakat sepanjang masa, karena sampai kapanpun manusia akan selalu haus akan informasi. Adapun bentuk media massa antara lain media elektronik (radio, televisi), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku, film dan internet (Bungin,
Universitas Sumatera Utara
2008:85). Media massa dalam konteks jurnalistik pada dasarnya terbatas pada tiga jenis media (Yunus, 2010: 27), yaitu : 1. Media cetak, yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah, buletin/jurnal dan sebagainya. 2. Media elektronik, yang terdiri dari radio dan televisi. 3. Media online, yaitu media internet seperti website, blog dan lain sebagainya.
2.1.1.3 Kekuatan Media Massa Media massa diyakini mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa bisa mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan datang. Media massa mampu mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi kehidupan di masa kini dan masa mendatang (Nurudin, 2005:59). Denis McQuail (1987) menggambarkan bahwa media massa memiliki sumber kekuatan sebagai alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya, dan media juga seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma. Pengaruh yang besar terhadap massa (dapat membentuk opini publik), membuat media massa disebut sebagai "kekuatan keempat" (The Fourth Estate) setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahkan karena idealisme dengan fungsi sosial kontrolnya, media massa disebut-sebut sebagai "musuh alami" penguasa. (Romly, 2002:5).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.4 Fungsi Media Massa Dalam buku Media Relations: Sarana Membangun Reputasi Organisasi, dijabarkan fungsi-fungsi media massa secara universal (Wardhani 2008:25), yakni sebagai berikut: 1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform). Penyampai informasi yang berkaitan dengan peristiwa, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain atau special event. Pesan yang informative adalah pesan yang bersifat baru (actual) berupa data, gambar, fakta, opini dan komentar yang memberikan pemahaman baru/penambahan wawasan terhadap sesuatu. 2. Fungsi
mendidik
(to
educate).
Media
massa
mendidik
dengan
menyampaikan pengetahuan dalam bentuk tajuk, artikel, laporan khusus, atau cerita yang memiliki misi pendidikan. Berfungsi mendidik apabila pesannya
dapat
watak,penambahan
menambah
pengembanga
keterampilan/kemahiran
intelektual,pembentukan bagi khalayaknya
serta
mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat. 3. Fungsi menghibur (to entertain), yakni memerikan pesan yang bisa menghilangkan ketegangan pikiran masyarakat dalam bentuk berita, cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, sinetron, drama, musik, tari, dan lainnya. Berfungsi menghibur apabila kahlayak bisa terhibur atau dapat mengurangi ketegangan, kelelahan dan bisa lebih santai. 4. Fungsi mempengaruhi (to influence). Fungsi mempengaruhi pendapat, pikiran dan bahkan perilaku masyarakat inilah yang merupakan hal paling penting dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah, media yang memiliki kemandirian (independent) akan mampu bersuara atau berpendapat, dan bebas melakukan pengawasan social (social control).
2.1.1.5 Unsur-unsur dan Karakteristik Media Massa Menurut Djafar H. Assegaf (1991), media massa memiliki 5 ciri : 1. Komunikasi yang terjadi dalam media massa bersifat searah dimana komunikasi tidak dapat memberikan tanggapan secara langsung kepada komunikatornya yang biasa disebut dengan tanggapan yang tertunda.
Universitas Sumatera Utara
2. Media massa menyajikan rangkaian/aneka pilihan materi yang luas bervariasi. 3. Media massa dapat menjangkau sejumlah besar khlayak. 4. Media massa menyajikan materi yang dapat mencapai tingkat intelek ratarata. 5. Media massa diselenggarakan oleh lembaga masyarakat atau organisasi yang terstrutur.
Sebuah media bisa disebut media massa jika memiliki karakteristik tertentu. Menurut Prakosa (2006:39) secara umum karakteristik media massa itu meliputi : 1. Publisitas, disebarkan kepada khalayak. 2. Universalitas, kesannya bersifat umum. 3. Perioditas, tetap atau berkala. 4. Kontinuitas, berkesinambungan. 5. Aktulitas, berisi hal-hal baru (Romly, 2002:5-6). Karakteristik media massa menurut cangara (2006) antara lain : 1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari
banyakorang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelola, sampai pada penyajian informasi. 2. Bersifat
satu
arah,
artinya
komunikasi
yang
dilakukan
kurang
memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi/umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda. 3.
Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama.
4.
Memakai perantara teknis atau mekanis, seperti radio, televise, surat kabar dan semacamnya.
5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan
dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.
Universitas Sumatera Utara
Pemberitaan dalam media massa merupakan elemen yang paling penting dalam komunikasi massa. Inti dari komunikasi adalah proses penyampaian pesan yaitu berupa sebuah informasi (berita). Pemberitaan yang baik adalah pemberitaan yang memenuhi unsure 5 W dan 1 H, yaitu What (peristiwa apa yang terjadi), When (kapan peristiwa itu terjadi), Where (di mana peristiwa itu terjadi), Who (siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut), Why (mengapa peristiwa tersebut terjadi), dan How (bagaimana peristiwa tersebut terjadi). (Junaedi, 2007:21-22).
2.1.1.6 Peran Media Massa Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma. (Dennis McQuail, 1987:1). Media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu kedudukan media massa dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya media massa, masyarakat yang tadinya dapat dikatakan tidak beradab dapat menjadi masyarakat yang beradab. Hal itu disebabkan, oleh karena media massa mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat yang membaca tidak hanya orang per orang tapi sudah mencakup jumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat terlihat di permukaan masyarakat. Informasi yang disampaikan di media massa pada umumnya dinilai masyarakat memiliki kredibilitas yang tinggi, sehinga apa yang diungkapkan dianggap suatu kebenaran yang ada di masyarakat. Informasi tersebut juga mampu mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku manusia. Karena itu media massa dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan pesan atau aspirasi (termasuk di dalamnya pendapat juga kritik) dari berbagai pihak, pemerintah, masyarakat dan termasuk organisasi. (Wardhani 2008:7)
Universitas Sumatera Utara
Informasi yang disampaikan media massa megenai seseorang, organisasi atau peristiwa dinilai lebih obyektif, karena informasi yang dapat dipublikasikan harus memenuhi sejumlah persyaratan tertentu yagn cukup ketat. Misalnya informasi tersebut haruslah menarik perhatian khalayak luas, khususnya khalayak media itu sendiri. Menarik perhatian khalayak karena informasinya baru diketahui, karena keunikan, keluarbiasaan, karena penting bagi mereka dan sejumlah daya tarik lainnya. (Wardhani 2008:8) Dalam menjalankan paradigmanya sebagai institusi pelopor perubahan, media massa memiliki peran (Bungin, 2008: 85): 1. Sebagai institusi pencerahan masyarakat 2. Menjadi media informasi 3. Sebagai media hiburan. Media merupakan sarana bagi komunikasi dalam menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak. Hal ini menunjukan media massa merupakan sebuah institusi yang penting bagi masyarakat. Asumsi ini didukung oleh McQuail dengan mengemukakan pemikirannya tentang media massa : 1. Media merupakan indrustri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan indrustri lain yang terkait, media juga merupakan indrustri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat
dan institusi sosial lainnya, di lain
pihak,institusi diatur olah masyarakat. 2. Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat di dayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. 3. Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan, untuk menampilkan pristiwa-pristiwa kehidupan masyarakat, baik bertaraf nasional maupun internasional.
Universitas Sumatera Utara
4. Media sering sekali sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalm pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan normanorma. 5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normayif yang diburkan dengan berita dan hiburan (McQuail (1987:83).
2.1.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa 2.1.2.1 Pengertian Televisi Televisi sebagai media komunikasi massa berasal dari dua suku kata yaitu tele yang berarti jarak dalam bahasa yunani dan visi yang berarti citra atau gambar dalam bahasa latin. Jadi kata “televisi” berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya dari suatu tempat yang berjarak jauh (Olii, 2007: 69). 2.1.2.2 Sejarah Televisi di Indonesia Kegiatan penyiaran televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan status sampai sekarang. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya. Pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi TPI yang merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan RCTI, SCTV, Indosiar dan ANTV. Sejak tahun 2000, muncul hampir serentak lima stasiun televis swasta baru (Metro TV, Trans TV, Trans7, TV One dan Global TV) dan banyak televisi lokal (Morrisan, 2004: 3).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3 Karakteristik Televisi Sebagai Media Massa Televisi dapat dikatakan sebagai media komunikasi massa yang dapat dimiliki oleh masyarakat dibandingkan media massa lainnya. Dengan model audio visual yang dimilikinya, siaran televisi sangat komunikatif dalam memberikan pesan. Karena itulah televisi bermanfaat sebagai upaya pembentukan sifat, perilaku dan sekaligus perubahan pola berpikir (Effendy, 2005: 21). Televisi sebagai media audiovisual memiliki beberapa sifat diantara lain (Morrisan, 2004:5) : 1. Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran 2. Dapat dilihat dan didengar kembali, bila ditayangkan kembali 3. Daya rangsang tinggi 4. Elektris 5. Sangat mahal 6. Daya jangkau luas Televisi memiliki beberapa karakteristik (Ardianto, 2004: 128), sebagai berikut : 1. Audiovisual Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dilihat (audiovisual). 2. Berpikir dalam gambar Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah pengarah acara. Bila ia membuat naskah acara atau membaca naskah acara, ia harus berpikir dalam gambar (think in picture). Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama adalah visualisasi, yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang
menjadi
gambar
secara
individual.
Tahap
kedua
adalah
penggambaran (picturization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa sehingga mengandung makna tertentu 4. Pengoperasian lebih kompleks Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih kompleks dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menayangkan acara
Universitas Sumatera Utara
siaran berita saja dapat melibatkan 10 orang lebih. Peralatan yang digunakan juga lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Itulah sebabnya, televisi menjadi lebih mahal daripada media lain, seperti surat kabar, majalah dan radio siaran.
2.1.3 Pemberitaan 2.1.3.1 Pengertian Pemberitaan Dalam buku Here’s The News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer (Olii, 2007: 27), berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting dan bermakna (signifikan), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati oleh mereka. Walter Lippman (McQuail, 1996: 190) memfokuskan hakikat berita pada proses pengumpulan berita, yang dipandang sebagai upaya menemukan “isyarat jelas yang objektif yang memberartikan suatu peristiwa.” Defenisi lain dari berita, menurut James A. Wollert (Sumadiria, 2005: 64) adalah berita merupakan apa saja yang ingin dan perlu diketahui oleh orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa saja yang mereka butuhkan. Sedangkan menurut Assegaf (Mondry, 2008: 83), berita merupakan informasi yang menarik perhatian masyarakat yang disusun sedemikian rupa dan disebarluaskan secepatnya, sesuai periodisasi media. Dalam kerja media, peristiwa tidak dapat langsung disebut sebagai berita, tetapi dia harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut mempunyai nilai berita. Nilai berita tersebut menyediakan standar dan ukuran bagi wartawan sebagai pedoman kerja dari praktik jurnalistik. Sebuah berita yang mempunyai unsur nilai berita paling tinggi memungkinkan untuk ditempatkan dalam headline, sedangkan berita yang tidak mempunyai unsur nilai berita atau setidaknya tidak berdampak besar akan dibuang. Penentuan nilai berita ini merupakan prosedur pertama bagaimana peristiwa dikonstruksi (Eriyanto, 2001: 104).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Unsur-unsur Pemberitaan Terdapat beberapa unsur berita yang terkait dengan nilai berita (Mondry, 2008: 141) : 1. Akurat Suatu berita harus ditulis dengan cermat, baik data seperti angka dan nama maupun pernyataan. 2. Lengkap Penulisan berita harus lengkap dan utuh sehingga pihak lain tahu informasinya dengan benar, tetapi bukan berarti menulis berita harus dipanjang-panjangkan karena itu tidak efisien. 3. Kronologis Berita sebaiknya ditulis berdasarkan waktu peristiwa agar urutannya jelas dan lancar, tidak membingungkan pembaca. 4. Magnitude (daya tarik) Berita harus ditulis dengan mempertimbangkan daya tariknya.Bila daya tarik informasi yang diperoleh tidak ada, informasi itu tidak layak dijadikan berita. 5. Balance (berimbang) Penulisan berita harus balance. Artinya, dalam menulis berita tidak boleh ada pemihakan bila terdapat pihak yang berbeda.
2.1.3.3 Penilaian Terhadap Kualitas Pemberitaan Penilaian terhadap kualitas pemberitaan di televisi dapat ditinjau dari beberapa hal. Denis McQuail (Morrisan, 2010: 62) mengajukan suatu kerangka kerja dalam memberikan penilaian terhadap kualitas pemberitaan di televisi, yaitu: 1. Kebebasan media Kebebasan media mengacu pada hak-hak untuk menyatakan sesuatu secara bebas dan kebebasan dalam membentuk opini. Dalam mewujudkan kebebasan media harus terdapat akses bagi masyarakat menuju ke berbagai saluran informasi dan juga kesempatan untuk menerima berbagai jenis informasi. Dalam hal ini, kebebasan komunikasi memiliki dua aspek,
Universitas Sumatera Utara
yaitu media dalam pemberitaannya harus dapat menyajikan informasi yang mewakili berbagai suara atau pandangan yang beragam dan memberikan tanggapan terhadap berbagai keinginan atau kebutuhan yang beragam. Menurut McQuail (Morissan, 2010: 63), beberapa kriteria yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kebebasan media adalah sebagai berikut: a. Tidak adanya praktik sensor, perizinan atau berbagai bentuk kontrol oleh pemerintah sehingga tidak menghambat hak masyarakat untuk menerbitkan atau menyebarluaskan berita dan opini serta tidak adanya kewajiban untuk mempublikasikan sesuatu yang tidak dikehendaki untuk dipublikasikan. b. Hak yang sama bagi seluruh masyarakat untuk menerima secara bebas dan mendapatkan akses ke sumber-sumber berita, opini, pendidikan dan budaya. c. Kebebasan bagi media untuk memperoleh informasi dari sumbersumber yang relevan. Dalam arti, sumber-sumber yang relevan juga punya hak untuk menolak. d. Tidak ada pengaruh tersembunyi dari pemilik media atau pemasang iklan dalam hal pemilihan berita atau opini. e. Kebijakan
redaksi
berita
yang
aktif
dan
kritis
dalam
menyampaikan berita dan opini. 2. Keragaman berita Prinsip keragaman berita (diversity) adalah upaya media untuk menyajikan berita yang lengkap dengan menggunakan prinsip keadilan atau (fairness). Media harus menyajikan berita secara proporsional, berdasarkan topiktopik yang relevan bagi masyarakat atau dengan kata lain, pemberitaan di televisi harus mampu mencerminkan keragaman kebutuhan atau minat audiens terhadap berita. Keragaman berita dapat dinilai berdasarkan empat kriteria: a. Media dalam menyajikan isi berita harus mampu menyajikan keragaman realitas sosial, ekonomi dan budaya dalam masyarakat secara proporsional.
Universitas Sumatera Utara
b. Media dalam menyebarkan berita harus mampu memberitakan kesempatan yang lebih kurang sama terhadap berbagai pandangan dalam masyarakat, termasuk pihak minoritas dalam masyarakat. c. Media harus bisa berfungsi sebagai forum bagi berbagai pandangan dan kepentingan yang berbeda dalam masayarakat. d. Media harus mampu menyajikan pilihan berita yang relevan pada waktu tertentu (dalam hal adanya peristiwa besar) dan juga keragaman berita pada waktu lainnya. 3. Gambaran Realitas Berita yang mengandung bias pada akhirnya akan menjadi berita bohong atau propaganda sebagaimana sebuah cerita fiksi. Beberapa ciri berita yang mengandung bias, antara lain sebagai berikut: a. Media memberikan terlalu memberikan banyak waktu untuk menyampaikan pandangan pejabat dan kalangan elit masyarakat saja. b. Berita luar negeri hanya terfokus pada negara-negara kaya saja. c. Media menyampaikan pandangan yang mengandung bias karena cara pandang yang sempit terhadap nasionalisme atau kesukuan. d. Berita terlalu mengutamakan nilai-nilai yang terlalu mendukung peran pria atau sebaliknya. e. Kepentingan kelompok minoritas diabaikan atau dipinggirkan. f. Terlalu berlebihan dalam menyajikan berita kriminal dan mengabaikan realitas sesungguhnya di masyarakat. 4.
Objektivitas Berita Salah satu konsep penting dalam menilai kualitas suatu berita adalah sifat objektif berita tersebut. Westerstahl dalam penelitiannya di Swedia mengemukakan pemberitaan yang objektif harus memiliki dua kriteria (Morissan, 2010: 64), yaitu: 1. Faktualitas Sifat faktual (faktualitas) mengacu pada bentuk laporan berupa peristiwa atau pernyataan yang dapat diperiksa kebenarannya kepada narasumber berita dan dapat membedakan dengan jelas
Universitas Sumatera Utara
antara fakta dan komentar. Sifat faktualitas suatu berita mencakup keseimbangan, informatif dan netralitas 2. Tidak Berpihak Media harus memiliki sikap tidak memihak dengan cara, antara lain menjaga jarak dan bersikap netral dengan objek pemberitaan. Sikap ketidakberpihakan suatu media terdiri dari kebenaran dan relevan. Pemberitaan di media massa memiliki hubungan yang kuat dengan opini
publik. Masyarakat memperoleh informasi
melalui pemberitaan di media massa. Pengetahuan yang diperoleh dari media massa, menjadi bahan pembicaraan diantara mereka. Ada kalanya mereka mengembangkan gagasan itu untuk dijadikan bahan diskusi. Inilah yang menjadi langkah awal terbentuknya opini publik.
2.1.4 Opini Publik 2.1.4.1 Sejarah Opini Publik Public Opinion dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan “pendapat umum“, dengan demikian public diterjemahkan dengan “umum“ sedangkan opinion dialih bahasakan dengan “pendapat“. Dalam Ilmu Komunikasi terdapat istilah lain yaitu public relations yang umumnya diterjemahkan dengan “hubungan
masyarakat“,
dalam
hal
ini
public
diterjemahkan
dengan
“masyarakat“, sedangkan relations diterjemahkan dengan “hubungan“ (Sunarjo, 1984 :22). Adapun cara mengetahui adanya opini publik, dapat diketahui pada tahun 1963, Indonesia berkonfrontasi dengan Belanda mengenai Irian Barat. Di radio, surat kabar, rapat-rapat umum, pidato-pidato, ceramah-ceramah dan lain-lain orang membicarakan tentang Irian Barat. Pada umumnya pembicara-pembicara itu cenderung kepada pendapat bahwa Irian Barat adalah milik pemerintah Indonesia, oleh karena itu bangsa Indonesia wajib merebutnya kembali, dan hal inilah yang menjadikan bahwa pendapat-pendapat itu sangatlah penting
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan dapat mengambil suatu keputusan bersama. Gejala demikian biasanya disebut public opinion atau opini publik. Adapun dari gejala tersebut diatas, dapat diketahui bahwa adanya pengertian tentang pendapat itu sama dengan opinion, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan. 2. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat. 3. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar. Dari awal abad ke-17 sampai dengan abad ke-19, terdapat paham liberalisme, yaitu kemerdekaan mengeluarkan pendapat adalah demi kebenaran, atau kebebasan akan membantu orang dalam menemukan kebenaran. Sisa – sisa filsafat liberalisme masih ada, bahkan dipertahankan, sehingga umumnya setiap undang – undang Negara manapun mempunyai pasal tentang kebebasan mengeluarkan opini. Indonesia mempunyai pasal 29 UUD 1945, sedangkan dalam Declaration of Human Right 1948), kebebasan tercantum dalam pasal 19. Kebebasan mengeluarkan opini dipertahankan demi kebenaran (Susanto,1985:2). Beberapa ahli meninjau kebenaran: 1. Coherence theory, antara opini – opini yang dimiliki seseorang harus ada kesesuaian. Hal itu merupakan satu kesatuan bulat. Teori ini merupakan landasan berkembangnya ideologi – ideologi pada abad ke-19, sehingga seakan – akan teori
ini hanya membenarkan opini sendiri dan
menyalahkan opini orang lain. Dilihat dari ilmu jiwa sosial yang menyalahkan coherence theory ini, ternyata dalam diri manusia terdapat banyak opini dan norma – norma yang bertentangan satu sama lain yang membuatnya tak dapat diramalkan. 2. Correspondence theory, pernyataan manusia harus sesuai kenyataan. Teori ini merupakan landasan filsafat, opini yang menang adalah opini yang benar. Ilmu jiwa sosial banyak digunakan dalam memenangkan opini suatu opini maka kebenaran teori ini disangsikan. 3. Pragmatisme, yang tumbuh pada akhir abad 19 dan disebarkan oleh William James hasil dari penelitian John Dewey di AS. Setelah PD II
Universitas Sumatera Utara
popular kembali, menurutnya pemikiran kebenaran tetap harus dicari, karena orang mudah keliru. Pragmatisme sangat hati – hati menyatakan sesuatu itu benar, jadi teori ini menyatakan semua opini adalah relatif. Pemikiran ini tidak tergolong pragmatisme. Justru pragmatisme sebaliknya berpegang pada prinsip manusia bertanggung jawab atas opini – opininya, karena opini adalah penggerak dari tindakan. Opini seseorang adalah hasil pengalamannya, yang diajarkan kepadanya. Karena itu pragmatisme sangat menitikberatkan kepada pendidikan dalam mencari kebenaran, harus dapat dibuktikan sebagian benar pada masa lampau, sekarang dan masa depan. Dalam hal ini, pragmatisme menjelaskan pengaruh norma – norma pada manusia yang akan menentukan masa depannya, khusus pikiran individunya. Jika pragmatisme ditinjau dari segi masyarakat, ternyata di dalam masyarakat tidak
ada kebenaran yang mutlak bagi individu, karena
kebebasan adalah juga hak – hak anggota masyarakat lain. 2.1.4.2 Pengertian Opini Publik Opini yang berarti tanggapan ataupun pendapat merupakan suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan ataupun isu. Menurut Cutlip dan Center (Sastropoetro, 1990 : 41), opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbedabeda. Opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subjek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang yang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling mempertentangkannya (Sunarjo, 1984 : 31). Pengertian publik menurut Emory. S. Bagardus, adalah sejumlah orang yang dengan suatu acara mempunyai pandangan yang sama mengenai suatu masalah atau setidak-tidaknya mempunyai kepentingan yang bersama dalam sesuatu hal (Sunarjo, 1984 : 20). John Dewey dalam The Publik and its Problem mendefenisikan publik sebagai kelompok individual yang sama-sama terpengaruh oleh suatu tindakan atau gagasan tertentu. Jadi, setiap persoalan, problem, atau
Universitas Sumatera Utara
kepentingan menciptakan publiknya sendiri (Djamaluddin, 1994: 105). Menurut Bernard Berelson dalam tulisannya berjudul “Communication and Public Opinion” (Komunikasi dan Pendapat/Opini Publik) mengemukakan bahwa dengan pendapat publik diartikan people’s response atau jawaban rakyat (persetujuan, ketidaksetujuan/penolakan atau sikap acuh tak acuh) terhadap issueissue/hal-hal yang bersifat politis dan sosial yang memerlukan perhatian umum, seperti hubungan internasional, kebijaksanaan dalam negeri, pemilihan (umum) untuk calon-calon, dan hubungan antar kelompok etnik (Sastropoetro, 1990 : 55). Menurut Cutlip dan Center dalam bukunya “Effective Public Relation”, opini publik adalah suatu hasil penyatuan dari pendapat individu-individu tentang masalah umum (Sastropoetro, 1990 : 52). Mariam D. Irish dan James W. Prothro dalam The Politics of American Democracy (1965) memberi defenisi pendapat umum: “the expression of attitude on a social issue”. Dalam defenisi ini ada tida unsur yaitu : dinyatakan (express), (attitude) sikap, social issue atau masalah masyarakat (Susanto, 1985: 91). Hennessy menegaskan bahwa, “Pada setiap persoalan yang muncul, opini publik merupakan kumpulan pandangan yang terukur atau tersimpulkan, yang dipegang oleh orang-orang yang menaruh kepentingan terhadap kepentingan tersebut (Djamaluddin, 1994: 105). Opini publik diartikan sebagai proses komunikasi mengenai soal-soal tertentu, yang apabila dibawa dalam bentuk tertentu kepada orang-orang tertentu akan memberikan efek tertentu juga. Opini publik tidak bersifat permanen, sering terjadi
pergeseran-pergeseran
berdimensi
jamak
karenaterjadi
perbedaan
penafsiran (persepsi) diantara peserta komunikasi. Setiap kali jaringan komunikasi berubah, maka opini publik juga berubah. Perubahan dalam opini publik disebut dengan “dinamika komunikasi”, sedangkan substansi opini publik tidak berubah karena ketika proses pembentukan opini publik berlangsung, pengalaman dari peserta komunikasi itu telah terjadi. Menurut William Albiq, opini publik adalah suatu jumlah dari pendapat individu-individu yang diperoleh melalui perdebatan. Opini publik dapat merupakan suatu mayoritas pendapat, tapi opini publik bukan mayoritas pendapat
Universitas Sumatera Utara
yang dihitung secara “numerik” (menurut jumlah). Mayoritas opini adalah opini yang dinyatakan atau sedikit-sedikitnya dirasakan oleh lebih dari separuh orangorang dari suatu kelompok atau suatu lingkungan (Sumarno, 1990: 29). 2.1.4.3 Proses Pembentukan Opini Publik Ronald D. Smith mengungkapkan, proses pembentukan opini dimulai dari beberapa tingkatan: 1. Awareness, berkaitan dengan kesadaran publik terhadap informasi yang diperoleh. 2. Acceptance, tahap dimana publik merespon secara emosional informasi yang mereka terima. 3. Action, terkait aksi yang akan dimunculkan mengenai suatu informasi. Aksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu opini dan sikap. Terdapat tiga tahap dalam pembentukan opini publik, yaitu: efek kognitif, efek afektif, dan efek konatif (Effendy, 2003: 318). 1. Efek kognitf, berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak mengerti menjadi mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contoh pesan komunikasi melalui media massa yang menimbulkan efek kognitif antara lain berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya. 2. Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Akibat dari pemberitaan di media itu yang akhirnya menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak, dan perasaan ini hanya bergejolak di dalam hati saja. 3. Efek konatif, dimana efek ini berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang memiliki kecenderungan memunculkan sebuah tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung muncul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan harus melalui efek kognitif dan efek afektif terlebih dulu. Dan opini publik merupakan hasil akhir dari proses tersebut dan masuk pada efek konatif. Bernard Hennessy (Olii, 2007: 40) mengemukakan lima faktor terbentuknya pendapat umum (opini publik): 1. Adanya isu 2. Nature of Publics
Universitas Sumatera Utara
3. Pilihan yang sulit 4. Suatu pernyataan 5. Jumlah orang yang terlibat Opini dapat dinyatakan melalui perilaku, sikap tindak, mimik muka atau bahasa tubuh (body language) atau berbentuk simbol-simbol tertulis berupa pakaian yang dikenakan, makna sebuah warna. Menurut R.P. Abelson (Cutlip 2006: 242), bukan perkara yang mudah untuk memahami opini seseorang dan publik karena berkaitan dengan unsur-unsur pembentuknya, yaitu : 1. Kepercayaan mengenai sesuatu (belief) 2. Apa yang sebenarnya dirasakan untuk menjadi sikapnya (attitude) 3. Persepsi (perception), yaitu sebuah proses memberikan makna yang berakar dari beberapa faktor, yakni : a. Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat istiadat yang dianut seseorang/masyarakat. b. Pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atau pendapat atau pandangan. c. Nilai-nilai yang dianut (moral, etika, dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat) d. Berita-berita dan pendapat-pendapat yang berkembang yang kemudian mempunyai
pengaruh
terhadap
pandangan
seseorang.
Bisa
diartikanberita-berita yang dipublikasikan itu dapat berfungsi sebagai pembentukopini masyarakat. George Carslake Thompson dalam “The Nature of Public Opinion” mengemukakan bahwa dalam suatu publik yang menghadapi issue dapat timbul berbagai kondisi yang berbeda-beda (Sastropoetro, 1990: 106), yaitu: 1. Mereka dapat setuju terhadap fakta yang ada atau mereka boleh tidak setuju. 2. Mereka dapat berbeda dalam perkiraan atau estimation, tetapi juga boleh tidak berbeda pandangan. 3. Perbedaan yang lain ialah bahwa mungkin mereka mempunyai sumber data yang berbeda-beda.
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal yang diutarakan itu merupakan sebab timbulnya kontroversi terhadap issue-issue tertentu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa orang-orang yang mempunyai opini yang tegas, mendasarkannya kepada rational grounds atau alasan-alasan yang rasional yang berarti “dasar-dasar yang masuk akal dan dapat dimengerti oleh orang lain“. Kemudian, dalam hubungannya dengan penilaian terhadap suatu opini publik, perlu diperhitungkan empat pokok, yaitu : 1. Difusi,
yaitu
apakah
pendapat
yang
timbul
merupakan
suara
terbanyak,akibat adanya kepentingan golongan. 2. Persistence, yaitu kepastian atau ketetapan tentang masa berlangsungnya issue karena disamping itu, pendapat pun perlu diperhitungkan. 3. Intensitas, yaitu ketajaman terhadap issue. 4. Reasonableness atau suatu pertimbangan-pertimbangan yang tepat dan beralasan. 2.1.4.4 Kekuatan Dalam Opini Publik Opini publik atau pendapat umum sebagai suatu kesatuan pernyataan tentang suatu hal yang bersifat kontroversial merupakan suatu penilaian sosial, maka opini publik memiliki peranan penting dalam kehidupan bernegara, terutama yang menganut paham demokrasi, karena melekat di dalamnya beberapa kekuatan yang perlu diperhatikan : 1. Opini publik dapat menjadi suatu hukuman sosial terhadap orang atau sekelompok orang dalam bentuk rasa malu, rasa dikucilkan, rasa dijauhi, rasa rendah diri. 1. Opini publik sebagai pendukung bagi kelangsungan berlakunya norma sopan santun dan susila, baik antara yang muda dan yang lebih tua, maupun antara yang muda dengan sesamanya. 2. Opini publik dapat mempertahankan eksistensi suatu lembaga atau juga menghancurkan suatu lembaga institusi. 3. Opini publik dapat mempertahankan atau menghancurkan kebudayaan. 4. Opini publik dapat melestarikan norma sosial.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Peran Media Massa Dalam Opini Publik 2.1.5.1 Hubungan Media Massa Dengan Opini Publik Media massa dipandang memiliki pengaruh yang kuat dalam membangun opini publik. Media massa merupakan “alat” untuk menyampaikan pendapat umum, karena tidak adanya batasan ruang dan waktu sehingga memungkinkan memiliki pengaruh yang kuat pula. Media massa memberikan penekananpenekanan pada pemberitaan tertentu sehingga menciptakan isu-isu penting. Media massa menyampaikan informasi tertentu dan membawa aspirasi suatu kelompok atau golongan. Publik yang merupakan bagian dari massa tertarik terhadap suatu isu aktual menyangkut kepentingan umum melalui media massa. Dominick (Ardianto, 2004: 58) menyebutkan tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa terutama televisi, yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peranan penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan. Setiap kali jaringan komunikasi berubah, opini publik juga berubah. Salah satu faktor penyebab pergeseran dalam opini publik adalah media massa. Interaksi antara media dengan institusi masyarakat menghasilkan produk isi media (media content). Oleh audiens, isi media diubah menjadi gugusan-gugusan makna, apakah yang dihasilkan dari proses penyandian pesan itu, menurut Meyer, sangat ditentukan oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya, pengalaman yang lalu, kepribadian dan selektivitas dalam penafsiran (Olii, 2007: 50). Opini publik dapat direkayasa dan dibentuk dengan memanfaatkan media massa. Opini publik yang terbentuk ini dapat bernilai positif maupun negatif. Media massa berupaya menciptakan citra dan opini publik yang positif kepada khalayak (audiens) sebagai sasaran.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2 Fungsi Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik Salah satu fungsi pokok media massa (Olii, 2007: 89) adalah sebagai sumber informasi dan pendapat tentang berbagai peristiwa dalam masyarakat. Media massa memiliki beberapa fungsi dalam opini publik (McQuail, 1996: 55), yaitu: 1. Fungsi Informasi Media menjadi fasilitas untuk mendiseminasikan pernyataan sumber yang dapat menjadi opini publik. 2. Fungsi mediasi Media menempatkan diri sebagai penghubung antara realitas sosial yang obyektif dengan pengalaman pribadi seseorang. Media dimanfaatkan untuk membentuk opini publik yang berlandaskan fakta empiris di tengah masyarakat. 3. Fungsi Amplifikasi Media dijadikan sarana untuk memperkuat pernyataan yang dilontarkan seseorang untuk berubah menjadi pendapat umum yang berkembang. 4. Media merupakan instrumen strategis yang tidak dapat dilepaskan dalam public opinion processing.
2.1.5.3 Kelebihan Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik Kelebihan media massa dalam proses pembentukan opini public (McQuail, 1996: 51) antara lain : 1. Media massa mampu menjangkau lebih banyak orang dan wilayah geografis yang lebih luas. 2. Format dan isi media selalu berhubungan dengan publik. Posisi media sering menjadi public sphere. 3. Media sebagai juru bahasa yang menjelaskan dan memberi makna terhadap suatu peristiwa yang menjadi public opinion. 4. Media massa bisa menjadi jaringan interaktif yang menghubungkan komunikator dengan khalayak beserta feedback-nya.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan kerangka berpikir yang bersifat teoritis serta tersusun secara sistematis mengenai masalah yang diteliti (Adi, 2004 :29). Sementara Suwardi Lubismengemukakan bahwa kerangka konsep merupakan kemampuan peneliti menyusun konsep operasional peneliti yang bertitik tolak pada kerangka teori dan tujuan penelitian. Dalam kerangka konsep harus bisa menunjukkan sistematis variabel-variabel penelitian yang menunjukkan kerangka operasional (Lubis, 1998 : 110-111). Adapun konsep atau variabel yang terdapat di dalam penelitian ini adalah Opini Masyarakat Desa Mulio Rejo, Sunggal, Deli Serdang Terhadap Pemberitaan Kebijakan Pemerintah Mengenai Kasus Narkoba di Televisi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut :
Media Massa
Televisi
Pemberitaan
Peran Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik
Fungsi Informasi
Fungsi Mediasi
Fungsi Amplifikasi
Universitas Sumatera Utara
2.3 Definisi Operasional 2.3.1 Operasionalisasi Variabel Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibentuk operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian sebagai berikut: Tabel 2 Operasional Variabel Variabel Penelitian Fungsi
Media
Massa
Pembentukan Opini Publik
Indikator Dalam 1. Fungsi Informasi 2. Fungsi Mediasi 3. Fungsi Amplifikasi
Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin 2. Usia 3. Pendidikan 4. Pekerjaan
2.3.2 Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Fungsi Media Massa Dalam Pembentukan Opini Masyarakat : a. Fungsi informasi, yaitu fungsi media televisi sebagai fasilitas untuk menyebarluaskan berita mengenai kebijakan pemerintah menghukum mati pengedar narkoba, yang kemudian menimbulkan opini publik.
b. Fungsi mediasi, yaitu fungsi televisi sebagai media penghubung antara kebijakan pemerintah menghukum mati pengedar narkoba dengan fakta empiris yang ada di masyarakat terkait masalah narkoba. Media
Universitas Sumatera Utara
menjadi sarana pembentukan opini publik yang berlandaskan fakta empiris di tengah masyarakat. c. Fungsi amplifikasi, yaitu fungsi televisi untuk memperkuat pernyataan yang disampaikan seorang sumber, terkait kebijakan pemerintah menghukum mati pengedar narkoba, yang kemudian berkembang menjadi pendapat umum. 2. Karakteristik Responden: a. Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin dari responden laki-laki atau perempuan b. Usia, yaitu umur atau usia dari responden. c. Pendidikan, yaitu tingkat pendidikan terakhir responden. d. Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan dari responden. e. Penghasilan, yaitu besar pendapatan responden dari pekerjaan yang menjadi mata pencaharian.
Universitas Sumatera Utara