BAB II URAIAN TEORITIS
A. Perpajakan 1. Pengertian pajak Menurut Rochmat Soemitro seperti dikutip oleh Waluyo ( 2007 : 3 ) mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tiada mendapat jasa timbal ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sedangkan yang dikemukakan oleh P J A Adriani seperti dikutip Waluyo ( 2007 : 2 ) Mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran kepada negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari dua definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada kas Negara ( baik pusat maupun daerah ) berdasarkan Undang – undang, yang sifatnya dapat dipaksakan dan tidak mendapat kontraprestasi langsung yang langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerinrtah.
5
Ada beberapa ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah: a. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah b. Iuran dari rakyat kepada negara, dengan demikian pihak swasta tidak boleh memungut pajak dengan alasan apapun c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah d. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang – undang serta peraturan pelaksanaannya e. Digunakan
untuk
membiayai
rumah
tangga
negara,
yakni
pengeluaran –pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas f. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang bukan buggeter, yaitu mengatur
2. Fungsi pajak Pajak memiliki dua fungsi yang dapat diketahui dari ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu: a. Fungsi penerimaan ( Budgetair ) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran – pengeluaran pemerintah. Dimaksudkannya
6
pajak kedalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri merupakan salah satu fungsi pajak sebagai penerimaan ( Budgetair), karena pajak termasuk sumber dana yang sangat potensial yang dapat dipakai oleh pemerintah untuk membiayai semua pengeluaran dan juga dapat dipakai untuk membiayai pembangunan sarana dan fasilitas umum yang dapat dipakai oleh masyarakat luas b. Fungsi mengatur ( Regulerend ) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi telah dilaksanakan pemerintah seperti pada produk minuman keras di Indonesia dapat ditekan serendah mungkin. 3.
Sistem pemungutan pajak Pemerintah merupakan pihak yang berwenang untuk melakukan pemungutan pajak di Indonesia pemungutan pajak diatur dalam Undang – undang Dasar 1945 pada 23 ayat 2, yang berbunyi : “ pengenaan dan pemungutan pajak untuk keperluan negara berdasar atas Undang –undang”. a.
Official Assessment System Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah ( fiskus ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
7
b.
Self Assessment System Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung
jawab
kepada
Wajib
Pajak
untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya yang harus dibayar c.
Withholding System Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
2.
Pajak Penghasilan ( PPh ) pasal 21 1.
Pengertian PPh pasal 21 Pajak penghasilan ( PPh ) pasal 21 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari atau berupa gaji, honorarium,upah,tunjangan,dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pajak Penghasilan pasal 21 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh pemotong Pajak yaitu pemberi pekerjaan, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. PPh pasal 21 yang telah dipotong dan disetorkan secara benar oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diterima atau
8
diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutama untuk tahun pajak yang bersangkutan. Bagi pegawai atau orang pribadi yang memperoleh penghasilan lain selain penghasilan yang telah pajaknya telah dibayar atau dipotong dan bersifat final. Pada akhir tahun pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh atas Pajak Penghasilan pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun. Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan pasal 21 Undang – undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah menjadi Undang – undang Nomor 10 Tahun 1994 telah diubah lagi menjadi Undang – undang Nomor 17 Tahun 2000 besarnya Penghasilan tidak kena pajak diubah terakhir berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.564/KMK.03/2004 2.
Subjek Pajak Penghasilan a. Menurut ketentuan pasal 2 Undang – undang No 17 Tahun 2000
yang menjadi Subjek Pajak adalah: 1)
Orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjuk warisan yang
9
belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar penggenaan pajak atas penghasilan berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan 2)
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya. Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, yayasan, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau oraganisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
3)
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga ) hari dalam jangka waktu 12 ( dua belas ) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
b.
Subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri : 1)
Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah :
10
(a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga ) hari dalam jangka waktu 12 ( dua belas ) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. (b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia (c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2)
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Luar Negeri adalah : (a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga ) hari dalam jangka waktu 12 ( dua belas ) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. (b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga ) hari dalam jangka waktu 12 ( dua
11
belas ) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
12
TABEL II – 1 PERBEDAAN SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
Dikenakan pajak atas penghasilan baik Dikenakan
pajak
hanya
atas
yang diterima atau diperoleh dari penghasilan yang berasal dari sumber Indonesia dan Luar Negeri Dikenakan
pajak
panghasilan di Indonesia berdasarkan Dikenakan
pajak
penghasilan neto
penghasilan bruto
Tarif pajak umum
Tarif pajak sepadan
Wajib
menyampaikan
berdasarkan
Surat Tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana Pemberitahuan
Tahunan,
karena
untuk menetapkan pajak yang terutang kewajiban pajaknya dipenuhi melalui dalam suatu tahun pajak
pemotongan pajak yang bersifat final
Sumber: Perpajakan Indonesia c.
Menurut ketentuan pasal 3 Undang – undang Penghasilan No.17 Tahun 2000 yang tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimasuk dalam pasal 2 adalah : (1)
Badan perwakilan negara asing Pejabat – pejabat perwakilan diplomatic, dan konsulat atau pejabat – pejabat lain dari negara asing, dan orang – orang yang diperbantukan
13
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama – sama mereka, dengan syarat bukan negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan pekerjaan tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik (2) Organisasi – organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat: 1.
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
2.
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh panghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
(3) Pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan yang lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia 3.
Objek Pajak Penghasilan a. Menurut ketentuan pasal 4 Undang – undang No 17 Tahun 2000 yang menjadi Objek Pajak adalah (1)
Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
14
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: (a)
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali di tentukan lain dalam undang – undang ini.
(b)
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
(c)
Laba usaha
(d)
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
(e)
Penerimaan
kembali
pembayaran
pajak
yang
telah
dibebankan sebagai biaya. (f)
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
(g)
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
(h)
Royalti
(i)
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
(j)
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
15
(k)
Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
(l)
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
(m)
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
(n)
Premi asuransi
(o)
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
(2)
Atas penghasilan berupa deposito dan tabungan – tabungan lainnya, penghasilan berasal dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tahan dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah
b. Yang tidak termasuk objek pajak adalah : (1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau yang disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak. (2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu serajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak
16
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau peguasaan, antara pihak – pihak yang bersangkutan (3) Warisan (4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah (5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa (6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : 1.
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
2.
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 % ( dua puluh lima persen ) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut
17
(7)
Iuran
yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai (8)
Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagai mana dimaksud pada huruf 7, dalam bidang bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan
(9)
Bagian laba yang diterima atau yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham – saham persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi
(10) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 ( lima ) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha 4.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21 adalah a. Hak – hak Wajib Pajak PPh pasal 21 adalah (1)
Wajib Pajak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak. Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari Pajak Penghasilan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh pasal 21 yang bersifat final
(2)
Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Dorektorat Jenderal Pajak, jika PPh pasal 21 yang dipotong untuk pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam bahasa Indonesia
18
dengan mengemukakan jumlah pajak yang dipotong menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang jelas. Pengajuan surat keberatan ini dapat
dilakukan dalam jangka
waktu 3 ( tiga ) bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan jangka
waktu tersebut tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya (3)
Wajib pajak berhak melakukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada badan penyelesaian sengketa pajak terhadap keputusan mengenai yang ditetapkan untuk Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan sejak keputusan diterima, dilampirkan dengan surat keputusan tersebut. Apabila badan peradilan belum terbentuk, maka permohonan banding dapat diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ). Keputusan BPSP Pajak bukan keputusan Tata Usaha Negara.
b. Kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21 (1)
Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi
19
subjek pajak dalam negeri, untuk mendapatkan pengurangan PTKP ( Penghasilan Tidak Kena Pajak ) (2)
Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak dalam hal ada perubahan tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim
(3)
Wajib Pajak berkewajiban memasuki Surat Pemberitahuan Tahunan pajak, jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja
5.
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh ) pasal 21 Pemotongan , penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau diperoleh. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh: a.
Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai
b.
Bendarawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan , jasa, atau kegiatan
c.
Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun
20
d.
Badan yang membayar honararium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
e.
Penyelenggaraan kegiatan wajib memotong pajak atas pembayaran hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan
B.
Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Pengurangan yang diperbolehkan Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemegang dan calon pegawai serta distributor
Multi Level
Marketing ( MLM ) direct selling dan kegiatan sejenis, dikarenakan tarif pasal 17 Undang – undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak ( PKP ). Penghasilan Kena Pajak dihitung berdasarkan sebagai berikut : 1
Pegawai tetap Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan 5 % ( lima persen ) dari penghasilan bruto, maksimum Rp 1.296.000 setahun atau Rp.108.000 ( sebulan ) dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )
2
Penerima pensiun bulanan
21
Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun 5 % ( lima persen ) dari bruto, maksimum Rp. 432.000 setahun atau Rp. 36.000 ( sebulan ) dikurangi penghasilan Tidak Kena Pajak 3
Pegawai tidak tetap, pemegang, calon pegawai penghasilan bruto dikurangi penghasilan tidak kena pajak
4
Distributor Multi Level Marketing ( MLM / Direct Selling dan kegiatan sejenis, penghasilan bruto tiap bulan dikurangi penghasilan tidak kena pajak perbulan
1. Tarif Pajak Penghasilan pasal 21 Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan, mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, grafikasi, bonus, peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun, dikarenakan tarif berdasarkan pasal 17 Undang – undang
PPh
dikalikan dengan penghasilan bruto Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas pengacara, akuntan, arsitek, dokter,konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris ) dikenakan tarif
PPh 15 % ( lima belas persen ) dari perkiraan
22
penghasilan neto. Perkiraan penghasilan neto adalah 50 % ( lima puluh persen ) dari penghasilan bruto Penerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp. 24.000,00 sehari tetapi tidak melebihi Rp.240.000 dalam satu bulan dan tidak dibayarkan secara bulanan dikenakan tarif 5 % ( lima persen ) dari penghasilan bruto / upah dikurangi Rp. 24.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000 maka dikenakan tariff 5 % ( lima persen ) dari penghasilan bruto setelah dikurangi penghasilan tidak kena pajak harian yang sebenarnya dari penerima panghasilan. Penghasilan tidak kena pajak harian adalah penghasilan tidak kena pajak setahun dibagi 360 ( tiga ratus enam puluh ) Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau jaminan hati tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tariff PPh final sebagai berikut a. 5% dari penghasilan bruto diatas Rp.25.000.000. s/d Rp 50.000.000 b. 10 %
dari penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 s/d Rp
100.000.000 c. 15% dari penghasilan bruto diatas Rp 200.000.000 penghasilan bruto
sampai
dengan
Rp
250.000.000
dikecualikan
dari
pemotongan pajak
23
Pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh pasal 21 dengan tariff 15 % ( lima belas Persen ) dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IId kebawah, anggota TNI / POLRI Peltu ke bawah / ajun Insp / Tingkat 1 ( satu ) ke bawah Dalam perubahan ketiga Undang – undang pajak Penghasilan No 17 tahun 2000, besarnya PTKP kembali disesuaikan. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan UU No.17 Tahun 2000 adalah sebagai berikut : a. Rp. 2.880.000 ( dua juta delapan ratus delapan puluh ribu ruapiah ) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi b. Rp.1.440.000 ( satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah ) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin c. Rp.2.880.000 ( dua juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah ) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami d. Rp 1.440.000 ( satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah ) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
24
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 ( tiga ) orang untuk setiap keluarga. Berdasarkan peraturan Dirjen Pajak No 15 /PJ/2006 sebagai perubahan Keputusan Direktur Jendral Pajak No Kep-545 / PJ/2000 tentang petunjuk pelaksanaan Pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi, Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) adalah sebagai berikut : Setahun
Sebulan
a. Untuk diri pegawai
Rp. 13.200.000,-
Rp.1.100.000,-
b. Tambahan untuk pegawai
Rp. 1.200.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 1.200.000,-
Rp. 100.000,-
yang kawin c. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 ( tiga ) orang untuk setiap keluarga
25
Tarif pasal 17 Undang – undang Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak :
TABEL II- 2 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK
TARIF PAJAK
< Rp 25.000.000,-
5%
> Rp 25.000.000,-
- > Rp 50.000.000,-
10%
> Rp 50.000.000,-
- > Rp 100.000.000
15 %
> Rp 100.000.000,- - > Rp 200.000.000
25 %
> Rp 200.000.000,-
35 %
Sumber: Himpunan Perubahan Undang – undang Perpajakan, 2000
TABEL II – 3 WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI DAN BUT
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK
TARIF PAJAK
Sampai dengan Rp 50.000.000
10%
Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000
15 %
Diatas Rp 100.000.000
30 %
Sumber : Himpunan Perumahan Undang – undang Perpajakan Tahun 2000
26
1. Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Penghasilan karyawan tetap Penghitungan Pph pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Gaji Bulanan Naufal, belum menikah adalah pegawai tetap pada Koperasi Tahu Tempe dengan menerima gaji sebesar Rp 5.000.000,- sebulan dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 26.000 sebulan. Naufal sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Perhitungan PPh pasal 21 adalah sebagai berikut : Penghasilan sebulan
Rp
5.000.000
Pengurangan : Biaya jabatan (5% X Rp 5.000.000,00 )
Rp 250.000
Maksimal
Rp 108.000
Rp ( 108.000,-)
Iuran Pensiun
Rp
( 26.000 )
Penghasilan neto sebulan
Rp
4.866.000
Penghasilan neto setahun (Rp.4.866.000x12)
Rp
58.392.000,-
PTKP : Diri WP
Rp 13.200.000
Status kawin
Rp 1.200.000
Anak (2 )
Rp 2.400.000 + (Rp 16.800.000,-)
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 41.592.000,-
27
PPh pasal 21 terutang : 5% X Rp 25.000.000 =
Rp 1.250.000,-
10% X Rp 16.592.000 =
Rp 1.659.200,-
PPh pasal 21 sebulan ( Rp 2.909.200,- : 12
=
Rp
2.909.200,-
Rp
242.433,-
b. Penghasilan karyawan tidak tetap Rachmat adalah pegawai tidak tetap di PT. Sumber Makmur yang berlokasi di Propinsi Lampung. Rachmat belum menikah menerima penghasilan sebesar Rp 600.000,00 sebulan. Misalnya UMP di Lampung sebesar Rp 350.000,00 sebulan. PPh psal 21 terutang: Penghasilan sebulan
Rp
PTKP (TK/ - ) sebulan
Rp
240.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp
360.000
PPh pasal 21( 5% X Rp 360.000,00 )
Rp
600.000
18.000
PPh pasal 21 yang ditanggung pemerintah UMP ( Lampung ) sebulan
Rp
350.000
PTKP (TK/ - ) sebulan
Rp
240.000
Penghasilan Kena Pajak
Rp
110.000
Ditanggung pemerintah PPh pasal 21 ( 5% X 110.000
)
PPh pasal 21 yang harus dipotong
Rp
5.500
Rp
12.500
28
PPh pasal 21 sebesar Rp 12.500 harus dipotong, disetor dan dilaporkan oleh pemberi kerja 2. Penghitungan PPh pasal 21 tahun 2005 bulanan a. Penghasilan pegawai tetap yang diterima bulanan Abdulah adalah pegawai tetap di PT. Gemilang. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar RP 1.400.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000 sebulan. Abdulah menikah tetapi belum mempunyai anak ( status K/ 0 ). Penghitungan PPh pasal 21 terutang : Penghasilan dan tunjangan sebulan
Rp
1.400.000
Rp
95.000
Penghasilan Neto sebulan
Rp
1.305.000
Penghasilan neto setahun ( 12 X Rp 1.305.000
Rp 15.660.000,00
Pengurangan: Biaya jabatan (5% X 1.400.000 )
Rp
70.000
Iuran pensiun
Rp
25.000
PTKP setahun : Untuk Wajib Pajak sendiri
Rp
12.000.000
Tambahan Wajib Pajak Kawin
Rp
1.200.000
Total PTKP
Rp
13.200.000
Penghasilan kena Pajak setahun
Rp
2.460.000
29
PPh pasal 21 terutang setahun : (5% X Rp 2.460.000
)
PPh pasal 21 terutang sebulan
Rp
123.000
Rp
10.250
Penghitungan PPh pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah : Penghasilan sebulan ditanggung oleh Pemerintah
Rp
1.000.000
Pengurangan : Biaya jabatan (5% X Rp 1.000.000 )
Rp
50.000
Iuran Pensiun
Rp
25.000
Penghasilan Neto sebulan :
Rp
75.000
Rp
925.000
PTKP sebulan : Untuk Wajib Pajak sendiri
Rp 1.000.000
Tambahan Wajib Pajak kawin
Rp
Penghasilan Kena Pajak sebulan
100.000 Rp
1.100.000
Rp
-
PPh pasal 21 yang harus dipotong oleh pemberi kerja Rp 10.250 b. Penghitungan PPh pasal 21 tahun 2005 atas penghasilan tidak teratus pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan dengan berlakunya sejak tahun 2005 peraturan ini, berdasarkan Penghitungan PPH pasal 21 DPT ( Ditanggung pemerintah ) yang diterima oleh penghasilan Karyawan
30
sampai dengan Rp 1.000.000 per –bulan karena berdasarkan hasil penghitungan PPh pasal 21 hasilya “ minim “
31