BAB II URAIAN TEORITIS II. 1 Komunikasi II. 1. 1) Pengertian Komunikasi Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu itu memaksa manusia perlu berkomunikasi. Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia ( Effendy, 1993: 8). Komunikasi juga dapat diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling berpengaruh mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi (Cangara, 2002 : 20). Secara etimologi istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Komunikasi yang terjadi diantara dua orang minimal harus memiliki kesamaan makna. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif tapi juga persuatif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu kegiatan atau perbuatan dan lain-lain. Diantara para ahli sosiologi, ahli psikologi, dan ahli politik di Amerika Serikat yang menaruh perhatian dan minat pada perkembangan komunikasi, Carl Hovland memberikan
Universitas Sumatera Utara
pengertian tentang komunikasi. Menurut Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Effendy, 2006 : 10). Pengertian ini menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Sedangkan menurut Harold D. Laswell bahwa untuk memahami pengertian komunikasi secara efektif adalah dengan menjawab pertanyaan : Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?. Paradigma Laswell ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai berikut : 1. Who : Komunikator, yakni pengirim pesan 2. Says What : pernyataan yang didukungoleh lambang-lambang 3. In Which Channel : saluran atau media yang digunakan dalam menyampaikan pesan 4. To Whom : Komunikan, yakni orang yang menerima pesan 5. With What Effect : dampak atau pengaruh pesan atau dapat juga dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi. II. 1. 2) Elemen-elemen Komunikasi Cara lain dalam memandang komunikasi adalah berdasarkan elemen atau unsur-unsur yang membentuk komunikasi. Setiap peristiwa komunikasi dalam tingkat apapun, baik komunikasi antar pribadi ataupun komunikasi massa akan selalu melibatkan elemen-elemen dari komunikasi. Menurut Joseph Dominic 2002 (dalam Morissan, 2009 : 17) setiap peristiwa komunikasi akan melibatkan tujuh elemen komunikasi sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Komunikator Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber (source) atau pengirim pesan, yaitu dimana gagasan, ide, atau pikiran berasal, yang kemudian akan disampaikan kepada pihak lain, yaitu penerima pesan. Sumber atau komunikator bisa jadi adalah individu, kelompok atau bahkan organisasi. b. Enkoding Enkoding dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan sumber untuk menerjemahkan pikiran dan ide-idenya ke dalam suatu bentuk yang dapat diterima oleh indra pihak penerima. Enkoding dalam proses komunikasi dapat berlangsung satu kali namun dapat terjadi berkali-kali. c. Pesan Pesan dapat diartikan sebagai sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima, dapat dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. d. Saluran Saluran atau media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Alat yang digunakan dapat menghubungkan secara terbuka dimana orang-orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. e. Dekoding Kegiatan penerimaan pesan diawali dengan proses dekoding yang merupakan kegiatan yang berlawanan dengan proses enkoding. Dekoding adalah kegiatan untuk menerjemahkan atau menginterpretasikan pesan-pesan fisik ke dalam suatu bentuk yang memiliki arti bagi penerima.
Universitas Sumatera Utara
f. Komunikan Komunikan atau receiver atau disebut juga audiens adalah sasaran atau target dari pesan. Komunikan dapat berupa satu individu, satu kelompok, lembaga, atau bahkan suatu kumpulan besar manusia yang tidak saling mengenal. g. Umpan balik Umpan balik atau feedback adalah tanggapan atau respons dari penerima pesan yang membentuk dan mengubah pesan berikut yang akan disampaikan sumber. Umpan balik menjadi tempat perputaran arah dari arus komunikasi. II.1 3) Hambatan Komunikasi Ada banyak hambatan yang dapat merusak proses komunikasi dan hal ini harus mendapatkan perhatian dari komunikator ketika mengharapkan komunikasi berlangsung secara efektif (Effendy, 1993 : 45-49) diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Gangguan Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi menurut sifatnya yang diklasifikasikan menjadi gangguan mekanik dan gangguan semantik. Dimana gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik baik seperti suara ganda, bunyi mengaung, gambar yang meliuk-liuk di layar televisi. Sementara gangguan semantik adalah jenis gangguan yang bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata, termasuk didalamnya pengertian denotatif dan pengertian konotatif. 2. Kepentingan
Universitas Sumatera Utara
Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku yang menjadi sifat reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuain atau bertentangan dengan suatu kepentingan. 3. Motivasi terpendam Motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. 4. Prasangka Prejudice atau prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. II. 2 Komunikasi Massa II.2.1) Defenisi Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa, (televisi, radio, majalah, surat kabar, film) dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas (Bungin, 2006 : 71). Secara garis besar terdapat lima elemen dalam defenisi ini, yaitu komunikator, pesan, media massa, komunikan dan umpan balik. Komunikator dalam komunikasi massa adalah pihak yang mengandalkan media massa dengan teknologi telematika modern sehingga dalam informasi yang disebarkan
Universitas Sumatera Utara
akan cepat ditangkap oleh publik. Sementara informasi yang disampaikan berupa pesan yang diterima oleh komunikan. Dalam hal ini informasi-informasi yang disebarkan adalah informasi yang dianggap penting oleh komunikator. Media massa merupakan saluran atau alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi, sehingga sampai atau diterima oleh komunikan. Khalayak sebagai komunikan adalah massa yang menerima informasi massa yang disebarkan oleh media massa, mereka terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa yang bersifat heterogen (Bungin, 2006 : 72). Sementara efek atau umpan balik dalam media massa bersifat tertunda namun dalam perkembangannya sudah semakin modern dengan perkembangan teknologi sehingga umpan balik yang tertunda tersebut mulai ditinggalkan. Sementara itu menurut Jay Black dan Frederick C (Nuruddin, 2006 : 12) menyebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang homogen diproduksi secara massal atau tidak, disebarkan kepada massa penerima yang luas, anonim dan heterogen. Komunikasi massa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat karena itulah komunikasi massa juga dipengaruhi oleh budaya dan peristiwa sejarah masyarakat. II.2.2 Ciri-Ciri Komunikasi Massa Berdasarkan pengertian diatas terdapat beberapa ciri dari komunikasi massa yang dapat menjelaskan bagian-bagian penting dari komunikasi massa (Bungin, 2006 : 72), yakni : 1. Komunikator dalam komunikasi massa adalah merupakan sumber pemberitaan yang pada umumnya mewakili institusi formal yang sifatnya mencari keuntungan dari penyebaran informasi tersebut. Artinya komunikator dalam komunikasi massa bukan terdiri dari satu orang tetapi kumpulan orang yang tergabung sebagai sebuah lembaga yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan mencari, mengumpulkan, mengolah, menuangkan ide maupun gagasan menjadi sebuah pesan yang akan disebarkan sebagai sumber informasi. Komunikator dalam penyebaran informasi mencoba berbagi informasi, pemahaman, wawasan dan solusi-solusi dengan jutaan massa yang tersebar dimana tanpa diketahui dengan jelas keberadaan mereka. 2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen. Bersifat heterogen artinya adalah bahwa komunikan terdiri dari berbagai atau beragam karakteristik seperti pendapatan, usia, jenis kelamin, agama, status sosial dan ekonomi dan sebagainya. Pada intinya setiap komunikan dalam komunikasi massa tidak saling berinteraksi/tidak mengenal satu sama lain atau memiliki perbedaan efek dalam menerima sebuah informasi media massa. 3. Komunikasi massa bersifat satu arah (Nuruddin, 2006 : 19-32) Bersifat satu arah berarti komunikator tidak dapat melihat secara langsung respon yang diberikan oleh komunikannya dari informasi yang disampaikan karena bersifat tertunda. 4. Informasi atau pesan yang disampaikan bersifat umum, artinya informasi tersebut tidak ditujukan kepada khalayak atau pihak tertentu secara sengaja. 5. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis yang mencakup pemancar untuk media elektronik. Salah satunya adalah televisi yang mengandalkan pemancar dalam proses penyampaian informasi. 6. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper. Gatekeeper adalah penyeleksi informasi (Bungin, 2006 : 72). Penyeleksian yang dilakukan adalah melihat informasi mana yang layak untuk disiarkan atau yang tidak layak. Bahkan mereka adalah orangorang yang memiliki wewenang untuk membatasi informasi yang akan disiarkan. Gatekeeper ini terdiri dari redaksi, wartawan, desk surat kabar dan editor.
Universitas Sumatera Utara
II.2.3 Fungsi Komunikasi Massa Secara umum fungsi komunikasi massa adalah menginformasikan pesan-pesan lewat media massa yang digunakan. Namun secara spesifik Burhan Bungin dalam bukunya “Sosiologi Komunikasi” (2006 : 79-81) menjelaskan beberapa fungsi dari komunikasi massa, sebagai berikut : 1. Fungsi Pengawasan Fungsi pengawasan ini dapat berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif sebagai aktivitas preventif. Dalam hal ini adalah upaya memberi reward dan punishment kepada masyarakat. Media massa dapat memberikan reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi anggota masyarakat lainnya, namun akan memberi punishment apabila aktivitasnya tidak bermanfaat bahkan merugikan fungsi-fungsi sosial lainnya di masyarakat. 2. Fungsi Social Learning Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu berlangsung. Komunikasi massa dimaksudkan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat luas. 3. Fungsi Penyampaian Informasi Komunikasi massa yang mengandalkan media massa memiliki fungsi utama yaitu menjadi proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu cepat dan singkat.
Universitas Sumatera Utara
4. Fungsi Hiburan Komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komunikasi massa menggunakan media massa sehingga fungsi hiburan yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa. Fungsi hiburan tidak lepas dari fungsi-fungsi lainnya dalam komunikasi massa. II. 3 Media Massa II. 3.1) Pengertian Media Massa Istilah ‘media massa’ memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala terbatas hingga dapat mencapai dan melibatkan siapa saja di masyarakat, dengan skala yang sangat luas (Morissan, 2010 : 1). Istilah media massa mengacu pada sejumlah media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap dipergunakan hingga saat ini, seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, internet dan lainnya. Media massa sendiri diartikan sebagai saluran/media yang dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan massa. Di dalam Bungin (2006 : 85) media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Massa pada media massa adalah non periodik manusia (rapat umum) dan massa pada tatap muka, dimana satu komunikator menghadapi massa komunikan misalnya pada rapat umum, maka massa disini berada di suatu tempat yang sama dan dapat memberikan reaksi secara langsung (two way traffic communication) sesuai dengan komunikasi tatap muka (Morrisan, 2010 : 1). II. 3.2 ) Fungsi Media Massa Menurut Muhtadi dalam bukunya “Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek” (1999 : 84-85), fungsi dari media massa adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Menyiarkan informasi Fungsi ini merupakan fungsi utama media massa, sebab masyarakat membeli media tersebut adalah karena memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di dunia ini. 2. Mendidik Dalam fungsi ini media memperlihatkan bahwa pesan-pesan atau tulisan-tulisan yang disajikan oleh media massa mengandung pengetahuan serta sekaligus dapat dijadikan media pendidikan massa 3. Menghibur Dalam memainkan fungsinya untuk menghibur, media massa biasanya menyajikan rubrik-rubrik atau program-program yang bersifat hiburan. 4. Mempengaruhi Melalui fungsi mempengaruhi pers memegang peranan penting dalam tatanan kehidupan masyarakat. Secara luas fungsi ini juga digunakan oleh media untuk menguasai pendapat dan tanggapan dari masyarakat. Ditinjau dari sasaran/komunikan media massa maka setiap manusia menerima pesan apakah dari media cetak, elektronik atau on line akan mengadakan reaksi yang berbeda-beda karena setiap manusia mempunyai karakter dan kepentingan yang berbeda pula. II. 3. 3) Ciri-ciri Lembaga Media Massa McQuail tahun 1987 (dalam Wahyudi, 1986 : 47-48) menyebutkan ciri-ciri khusus lembaga media massa adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan, dan budaya. b. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain, pengirim dan penerima. Semua ini merupakan saluran tata cara dan pengetahuan yang menentukan siapakah sebenarnya yang patut atau berkemungkinan untuk mendengar sesuatu dan kepada siapa ia harus mendengarnya. c. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik dan merupakan institusi terbuka bagi semua orang untuk peran serta sebagai penerima. Institusi media juga mewakili kondisi publik seperti yang tampak bila mana media massa menghadapi masalah yang berkaitan dengan pendapat publik (opini publik). d. Partisipasi anggota audien dalam institusi pada hakikatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Partisipasi anggota audien lebih mengacu pada mengisi waktu senggang dan santai. e. Industri media dikaitkan dengan industri dan pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi, dan kebutuhan pembiayaan. f. Meskipun institusi media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media, mekanisme hukum, dan pandangan-pandangan menentukan yang berbeda antara negara yang satu dengan lainnya. II.4. Televisi II.4 1) Pengertian Televisi Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh, dan visi (vidire-bahasa Latin) berarti penglihatan. Dengan demikian televisi
Universitas Sumatera Utara
yang dalam bahasa Inggrisnya television diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat “lain” melalui sebuah perangkat penerima (televisiset). Televisi lahir sebagai karya Alexander Edmund Becquerel dalam penemuan efek elektrokomia tentang cahaya dan mendorong pada berkembangnya media visual. Aplikasi prinsip-prinsip transmisi informasi visual dimulai pada tahun 1884 oleh Paul Nipkow, ilmuwan kebangsaan Jerman dengan karyanya “ Scanning-disc Transmitter and Receiver”. Pada saat yang tidak jauh berbeda, Edward Muybridge dan J.D. Issacs berhasil dalam membuat proyeksi gambar. Hasil eksperimen ini digunakan untuk mengambil gambar melalui gulungan film. Televisi diperkenalkan kepada publik pada acara Pameran Dunia tahun 1939 sejalan dengan perkembangan televisi kemudian berkembang pesat dan semakin populer di masyarakat. II. 4. 2) Karakteristik Televisi Adapun karakteristik televisi adalah sebagai berikut (Usman, 2009 : 23) : 1. Media pandang dengar (audio visual) Televisi adalah media pandang sekaligus media dengar dimana orang-orang memandang gambar yang ditayangkan dan sekaligus mendengar atau mencerna narasi dari gambar. 2. Mengutamakan gambar Kekuatan dari televisi adalah dari gambar yang hidup sehingga lebih menarik dibanding dengan media cetak. 3. Mengutamakan kecepatan Deadline atau tenggat televisi bisa disebut setiap detik karena televisi mengutamakan kecepatan dan ini menjadi salah satu unsur yang menjadikan berita televisi bernilai.
Universitas Sumatera Utara
4. Bersifat sekilas Jika media cetak mengutamakan dimensi ruang, televisi mengutamakan dimensi waktu atau durasi. 5. Bersifat satu arah Bersifat satu arah dalm arti pemirsa tidak bisa pada saat itu juga memberi respons balik terhadap siaran televisi yang ditayangkan. 6. Daya jangkau luas Televisi dapat menjangkau segala lapisan masyarakat, dengan berbagai latar belakang sosial dan ekonomi. II. 4. 4) Faktor-faktor yang perlu diperhatikan Pesan yang disampaikan melalui media televisi memerlukan pertimbanganpetimbangan lain agar pesan dapat diterima oleh khalayak sasaran (Usman, 2009 : 25) yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Pemirsa Komunikasi melalui media elektronik, khususnya televisi, faktor pemirsa perlu mendapat perhatian. Dalam hal ini komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik kategori anak-anak, remaja, dewasa dan lainnya. 2. Waktu Dalam hal ini media harus dapat mengatur dan menyesuaikan waktu penyangan dengan minat dan kebiasaan pemirsa. Hal ini mengingat agar setiap program acara dapat ditayangakan secara proporsional.
Universitas Sumatera Utara
3. Durasi Durasi berarti jumlah menit dalam setiap penayangan acara. Durasi disesuaikan dengan jenis acara, tuntutan skrip atau naskah sehingga mencapai tujuan acara. 4. Metode Penyajian Fungsi utama televisi menurut khalayak pada umumya adalah untuk menghibur menginformasikan namun juga mendidik dan mempersuasi. Pesan yang ingin disampaikan harus dikemas sedemikian rupa sehingga dapat diterima baik oleh pemirsa. II.5 Pemberitaan II. 5.1) Pengertian Berita Berita merupakan substansi utama di berbagai media jurnalistik baik cetak maupun elektronik. Berita juga menjadi semacam barang dagangan yang dijajakan media elektronik. Hampir semua kesempatan dan peristiwa menjadi bahan berita. Dan untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan keinginan, setiap stasion televisi swasta menyajikan “acara berita”, tanpa harus menyebutnya bahwa itu adalah berita, dalam nuansa yang berbeda-beda. Sehingga berita menjadi sesuatu yang sentral dalam media elektronik, karena baik media cetak maupun elektronik keduanya berfungsi sebagai media informasi (Muhtadi, 1999 : 106107). Menurut Bruce D. Itule dalam bukunya ”News Writing and Reporting for Today’s Media” (dalam Muhtadi, 1999 : 108) berita didefenisikan dengan sebuah ungkapan “man bites dog” yang secara abstraksi dipahami bahwa berita merupakan sesuatu yang belum pernah terjadi atau belum pernah didengar sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa esensi
Universitas Sumatera Utara
sebuah
berita
adalah
ketika
sesuatu
itu
menimbulkan
keanehan,
ketertarikan,
ketidakpercayaan orang-orang. Namun disisi lain berita dapat didefenisikan sebagai “what editors and reporters say it is”. Yang berarti bahwa kita mempercayakan pemilihan apakah suatu peristiwa itu layak atau tidak layak menjadi berita kepada reporter. Berita harus mengangkat sesuatu yang masih dianggap baru dan segar, meskipun kebaruan dan kesegaran itu tergantung dari sisi bagaimana serta kapan pembaca itu menerima informasi. Kesegaran berita itu juga bisa ditentukan oleh karena barunya pelaku dalam peristiwa itu, bedanya tempat kejadian, alasan mengapa peristiwa itu terjadi dan sebagainya. Evan Hill dan John J. Breen dalam bukunya Reporting and Writing the News (dalam Muhtadi, 1999 : 112) memberikan beberapa kriteria berita yang baik dan menarik dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Apakah berita itu merupakan laporan peristiwa-peristiwa baru, fakta-fakta, atau opini-opini? 2. Apakah berita memberikan informasi tentang sesuatu yang belum pernah pembaca mengetahui sebelumnya? 3. Apakah berita itu menarik perhatian pembaca dalam jumlah yang signifikan, bukan sekedar menarik perhatian penulis berita tersebut? 4. Apakah berita itu dapat menambah pengetahuan pembaca tentang apa yang sesungguhnya terjadi? II. 5. 2) Pengertian Pemberitaan
Pemberitaan atau reportase adalah laporan lengkap ataupun interpretatif (telah disajikan sebagaimana dianggap penting oleh redaksi pemberitaan) ataupun berupa
Universitas Sumatera Utara
pemberitaan penyelidikan (investigatif reporting) yang merupakan pengkajian fakta-fakta lengkap dengan latar belakang, trend/kecenderungan, yang mungkin terjadi di masa mendatang (Wikipedia).
Penilaian terhadap kualitas pemberitaan TV dapat ditinjau dalam beberapa aspek . Dalam hal ini McQuail (dalam Morissan, 2010 : 62) mengajukan suatu kerangka kerja dalam memberikan penilaian terhadap kualitas media yang terbagi atas empat kriteria, yakni sebagai berikut : a. Kebebasan media Kebebasan media telah menjadi faktor terpenting dalam menilai atau mengukur kualitas pemberitaan media massa. Kebebasan media merupakan prinsip dasar dari setiap teori dasar mengenai komunikasi publik. Kebebasan media juga menjadi sumber manfaat media lainnya dan mengacu terutama pada hak-hak untuk menyatakan sesuatu secara bebasdan kebebasan dalam membentuk opini. Namun demikian, untuk dapat mewujudkan kebebasan media harus terdapat akses bagi masyarakat menuju ke berbagai saluran informasi dan juga kesempatan untuk menerima berbagai jenis informasi. Dalam hal ini kebebasan komunikasi memiliki dua aspek, yaitu: pertama, media dalam pemberitaannya harus dapat menyajikan informasi yang mewakili berbagai suara atau pandangan yang beragam dan; kedua, memberikan tanggapan terhadap berbagai keinginan atau kebutuhan yang beragam. b. Keragaman berita Media massa dalam menyebarkan berita tidak boleh hanya memberikan perhatian pada satu isu tertentu saja. Prinsip keberagaman berita (diversity) adalah upaya media untuk menyajikan berita yang lengkap dengan menggunakan prinsip keadilan (fairness). Dalam hal
Universitas Sumatera Utara
ini prinsip keadilan dinilai berdasarkan pada principle of proportional representation (prinsip keterwakilan secara proporsional). Media harus menyajikan berita secara proporsional, berdasarkan topik-topik yang relevan bagi masyarakat atau dengan kata lain, pemberitaan TV harus mampu mencerminkan keragaman kebutuhan atau minat audien terhadap berita. Dalam hal ini keragaman berita dapat dinilai berdasarkan empat kriteria sebagai berikut : 1. Media dalam menyajikan isi berita harus mampu mencerminkan keragaman realitas sosial, ekonomi dan budaya dalam masyarakat secara proporsional. Dengan kata lain media harus mampu dan mau memberikan berbagai pilihan berita kepada audien. 2. Media dalam menyebarkan berita harus memberikan kesempatan yang lebih kurang sama terhadap berbagai pandangan dalam masyarakat, termasuk pihak minoritas dalam masyarakat. 3. Media harus bisa berfungsi sebagai forum bagi berbagai pandangan dan kepentingan yang berbeda dalam masyarakat. 4. Media harus mampu menyajikan pilihan berita yang relevan pada waktu tertentu (dalam hal adanya peristiwa besar) dan juga keragaman berita pada waktu lainnya. c. Gambaran Realitas Bias pada pemberitaan mengacu pada hal-hal seperti terjadinya penyimpangan (distorsi) terhadap realitas. Berita yang mengandung bias pada akhirnya kan menjadi berita bohong atau propaganda sebagaimana sebuah cerita fiksi (McQuail dalam Morissan, 2010 : 64). Beberapa cirri berita yang mengandung bias antara lain sebagai berikut : 1. Media memberikan terlalu banyak waktu memberikan pandangan pejabat dan kalangan elit di masyarakat. 2. Berita luar negeri hanya berfokus pada negara-negara kaya saja.
Universitas Sumatera Utara
3. Media menyampaikan pandangan yang mengandung bias karena cara pandangn yang sempit terhadap nasionalisme atau kesukuan. 4. Berita terlalu mengutamakan nilai-nilai yang terlalu mendukung peran pria atau sebaliknya. 5. Kepentingan kelompok minoritas diabaikan atau dipinggirkan. 6. Terlalu berlebihan dalam menyajikan berita criminal dan mengabaikan realitas sesungguhnya di masyarakat. d. Objektivitas berita Objektivitas adalah suatu tindakan atau sikap tertentu terkait dengan pekerjaan mengumpulkan, mengolah dan menyebarluaskan informasi. Menurut Westerstahl (dalam Morissan, 2010 : 64), pemberitaan yang objektif harus memiliki dua kriteria, yaitu bahwa berita harus bersifat faktual, yang berarti berita ditulis berdasarkan fakta (factuality) dan tidak berpihak (impartiality). Sifat faktual atau faktualitas mengacu pada bentuk laporan berupa peristiwa atau pernyataan yang dapat diperiksa kebenarannya kepada nara sumber berita dan tidak memasukkan komentar ke dalam laporan. Sifat faktual juga melibatkan kriteria kebenaran lainnya, kelengkapan penjelasan (5W1H). Terkait pemberitaan yang disiarkan di stasiun TV khususnya stasiun TV di Indonesia, maka P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program Siaran) (dalam Morissan, 2010 : 67) menyatakan bahwa stasiun penyiaran dalam menayangkan informasi harus senantiasa mengindahkan prinsip-prinsip jurnalistik, yang terdiri atas tiga prinsip yaitu : a. Akurasi Dalam program faktual lembaga penyiaran bertanggung jawab menyajikan informasi yang akurat dan sebelum menyiarkan sebuah fakta, lembaga penyiaran harus memeriksa ulang keakuratan dan kebenaran materi siaran. Dalam hal redaksi berita stasiun TV
Universitas Sumatera Utara
memperoleh informasi dari pihak lain yang belum dapat dipastikan kebenarannya, maka ia harus menjelaskan kepada khalayak bahwa informasi itu berdasarkan versi sumber tertentu. b. Adil Lembaga penyiaran harus menghindari penyajian informasi yang tidak lengkap dan tidak adil. Penggunaan potongan gambar dan atau potongan suara dalam sebuah acara yang sebenarnya berasal dari program lain harus ditempatkan dalam konteks yang tepat dan adil serta tidak merugikan pihak-pihak yang menjadi subjek pemberitaan, dan bila sebuah program memuat potongan gambar atau potongan suara yang berasal dari acara lain, stasiun TV wajib menjelaskan waktu pengambilan potongan gambar dan atau potongan suara tersebut. c. Imparsialitas Pada saat menyajikan isu-isu kontroversial yang menyangkut kepentingan publik, stasiun penyiaran harus menyajikan berita, fakta, dan opini secara objektif dan berimbang. Dalam hal ini, pimpinan redaksi berita TV harus memiliki independensi untuk menyajikan berita dengan objektif, tanpa memperoleh tekanan dari pihak pimpinan, pemodal, atau pemilik stasiun penyiaran. II.6 Opini Publik II.6.1 ) Pengertian Opini Menurut Cutlip & Center opini (opinion) adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Dan menurut William Albig (Sunarjo, 1984 : 31) opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang bersifat bertentangan. Subjek opini publik biasanya adalah mengenai masalah-masalah yang baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang mempunyai rasa ragu-ragu terhadap suatu masalah yang lain
Universitas Sumatera Utara
dari kebiasaan, ketidakcocokan, dan adanya perubahan penilaian, sehingga unsur-unsur tersebut mendorong untuk saling mempertentangkannya. Pendapat atau opini itu tidak akan timbul bila tidak ada pertentangan dan pertentangan itu harus dinyatakan. Sunarjo (1984 : 24) menjelaskan opini atau pendapat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat c. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar.
II.6.2) Pengertian Publik Menurut Mayor Polak (Sunarjo, 1984 : 19) publik atau khalayak ramai adalah sejumlah orang yang mempunyai minat yang sama terhadap suatu persoalan tertentu. Memiliki minat yang sama bukan berarti memiliki pendapat yang sama. Bogadus mengatakan bahwa publik itu adalah sejumlah besar orang antara yang satu dengan yang lain tidak saling mengenal, akan tetapi semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah (Sumarno, 1990 : 24). Herbert Blumer (Sastropoetro, 1990 : 108) mengemukakan ciri-ciri publik sebagai berikut : a. Dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu b. Terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut c. Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatur isu. Terdapat empat tipe publik menurut Grunig & Repper (1992 : 139) dalam bukunya “Srategic Manajement, Public and Issues”, yaitu sebagai berikut ; 1. All issue publics : bersikap aktif dalam berbagai isu
Universitas Sumatera Utara
2. Apathetic publics : tidak memperhatikan atau tidak aktif terhadap semua isu 3. Single issue publics : aktif pada satu atau sejumlah isu terbatas 4. Hot issue publics : baru aktif setelah semua media mengekspos hampir semua orang dan isu menjadi topik sosial yang diperbincangkan secara luas.
II.6.3) Pengertian Opini Publik Menurut Lord Bryce (dalam Satropoetro, 1990 : 55), opini publik adalah suatu tumpukan atau kumpulan dari bermacam-macam hal yang saling bertentangan seperti berbagai pendapat, kepercayaan, fantasi, prasangka, aspirasi. Setiap masalah yang timbul makin menjadi penting dan menjadi subjek bagi proses konsolidasi dan peenguaraian sehingga tampil dan membentuk suatu pandangan tertentu atau satu kumpulan pendapat yang saling berkaitan, massing-masing memiliki dan mempertahankan diri pada anggota masyarakat. Selain itu menurut W. Philips Davison dalam bukunya “International Political Communication” (dalam Satropoetro, 1990 : 75) mengemukakan bahwa pendapat umum atau opini publik bukanlah semata-mata kumpulan penilaian individu-individu yang terlepas satu sama lain, tetapi merupakan suatu organisasi, suatu hasil koooperatif dari komunikasi dan pengaruh yang bersifat timbal balik. Sementara Cutlip & Center menyatakan pengertian opini publik sebagai hasil pengumpulan pendapat para individu tentang masalah-masalah yang bersifat umum dan kontroversial (Sastropoetro, 1990 : 70). Pengertian-pengertian yang diberikan ahli untuk opini public berbeda-beda, namun tetap menonjolkan tentang adanya collective opinion atau pendapat yang bersifat kolektif. II. 6. 4) Proses Pembentukan Opini Publik Menurut Bernard Henessy (Muhtadi, 1999 : 55-56) terdapat lima faktor penting yang menyebabkan terbentuknya opini publik sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya isu Opini dapat diilustrasikan sebagai konsensus yang terbentuk dalam suatu arus perbincangan tentang suatu isu. Sedangkan isu dalam konteks ini adalah suatu persoalan kekinian yang sedang diperbincangkan dalam situasi ketidaksepakatan. Karena itu dalam suatu isu terdapat elemen-elemen yang mendorong munculnya kontroversi pendapat. 2. Adanya publik Adanya kelompok yang jelas dan tertarik dengan adanya isu tersebut. Dalam satu sistem sosial terdapat banyak publik yang masing-masing terdiri dari individu-individu yang secara bersama-sama dipengaruhi oleh suatu aksi dan gagasan. 3. Adanya kompleksitas pilihan-pilihan dalam publik Kompleksitas pilihan-pilihan ini merujuk pada totalitas opini berkaitan dengan isu yang menjadi perhatian seluruh anggota suatu publik. Pada setiap isu, perhatian publik akan dibagi menjadi dua atau lebih pandangan yang berbeda. 4. Pernyataan opini Pandangan yang dapat membentuk opini publik adalah pandangan yang dinyatakan secara terbuka. Terdapat banyak cara yang dapat digunakan untuk menyatakan opini salah satunya adalah melalui media massa sebagai alat yang relatif paling efektif dan efisien. 5. Banyaknya individu yang terlibat Besarnya publik tidak selalu ditentukan oleh jumlah mayoritas yang terlibat dalam perbincangan tentang isu. Publik yang terlibat tidak harus mereka yang memiliki gagasan awal ataupun mereka yang melahirkan isu dan signifikansi public terutama ditentukan oleh
Universitas Sumatera Utara
efektvitas komunikasi yang berlangsung dalam proses pembentukan opini sampai pada pertimbangan dalam penepatan bahwa suatu opini telah menjadi opini publik. II. 7 Teori Agenda Setting II. 7. 1) Defenisi Teori Agenda Setting Teori Agenda Setting pertama kali ditampilkan oleh Maxwell E. Mc. Combs dan Donald L. Shaw dalam “Public Opinion Quarterly” terbitan tahun 1972 berjudul “The Agenda Setting Function of Mass Media”. Keduanya mengatakan bahwa jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting (Effendy, 1993 : 287). Lebih lanjut kedua ahli tersebut menyatakan bahwa hubungan yang kuat antara berita yang disampaikan oleh media dengan isu-isu ysng dinilai penting oleh publik adalah merupakan salah satu efek dari media massa. Dearing dan Rogers tahun 1996 (dalam Morissan, 2010 : 89) mendefenisikan agenda setting sebagai persaingan terus menerus di antara berbagai isu penting untuk mendapatkan perhatian dari para pekerja media, publik, dan penguasa. Sementara Jennings Bryant dan Susan Thompson 2002 (dalam Morissan, 2010 : 89) mendefenisikan agenda setting sebagai hubungan yang kuat antara berita yang disampaikan media dengan isu-isu yang dinilai penting oleh publik.
Dalam hal lain
Mc.Combs dan Shaw tidak menyatakan bahwa media secara sengaja berupaya mempengaruhi publik, tetapi publik melihat kepada para profesional yang bekerja pada media massa untuk meminta petunjuk kepada media ke mana publik harus memfokuskan perhatiannya.
Universitas Sumatera Utara
II. 7. 2) Tahapan Agenda Setting Menurut Everet M. Rogers dan James Dearing tahun 1988 (dalam Morissan, 2010 : 95) agenda setting merupakan proses linier yang terdiri atas tiga tahap sebagai berikut : 1. Penetapan agenda media (media agenda), yaitu penentuan prioritas isu oleh media massa. Agenda memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut (Effendy, 1993 : 288-289): a. Visibility (visibilitas), yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita b. Audience salience, yaitu tingkat menonjolnya berita bagi khalayak atau relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak c. Valence (valensi), mengenai menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa. 2. Agenda media dalam cara tertentu akan mempengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang menjadi pikiran publik maka interaksi tersebut akan menghasilkan agenda publik atau agenda khalayak. Dimensi-dimensi agenda khalayak adalah : a. Familiarity atau keakraban, yaitu derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu b. Personal salience atau penonjolan pribadi, yaitu relevansi kepentingan dengan ciri pribadi c. Favorability atau kesenangan, yaitu pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita 3. Agenda publik atau agenda khalayak akan berinteraksi sedemikian rupa dengan apa yang dinilai penting oleh pengambil kebijakan sehingga menghasilkan agenda kebijakan (policy agenda). Dimensi-dimensinya agenda kebijakan adalah : a. Support atau dukungan, yaitu kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu b. Likelihood of action atau kemungkinan kegiatan, yaitu kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan
Universitas Sumatera Utara
c. Freedom of action atau kebebasan bertindak, yaitu nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah. Intensitas dan jumlah berita yang disampaikan media akan menentukan seberapa jauh pengaruh televisi dalam menciptakan kesadaran publik terhadap suatu isu. Namun sebaliknya kesadaran publik juga dapat mempengaruhi isi media ketika perhatian publik terhadap suatu isu tertentu meningkat terus menerus secara konsisten.
Universitas Sumatera Utara