BAB II URAIAN TEORITIS
II.1. KOMUNIKASI II.1.1. Pengertian Komunikasi Setiap orang yang hidup dalam masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur kembali, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi hubungan sosial (social relations). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain, yang disebabkan oleh hubungan tersebut, menimbulkan interaksi sosial (social
interaction)
dan
terjadinya
interaksi
sosial
disebabkan
oleh
interkomunikasi (intercommunication) (Effendy, 2004: 3). Komunikasi juga dapat diartikan
sebagai
bentuk
interaksi
manusia
yang
saling
berpengaruh
mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi ( Cangara, 2002:20 ). Secara etimologi istilah komunikasi dalam bahasa Inggris yaitu communication, berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama yang dimaksud adalah sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2003:30). Dari hal tersebut dapat diartikan jika tidak terjadi kesamaan makna antara komunikator dan komunikan maka komunikasi tidak akan terjadi.
Menurut Carl I. Hovland komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals)(Effendy, 2005:10). Akan tetapi, perubahan sikap, pendapat atau perilaku orang lain dapat terjadi apabila komunikasi tersebut berlangsung secara komunikatif. Sedangkan menurut Wilbur Schramm seorang ahli linguistik, mengatakan communication berasal dari kata Latin “communis” yang artinya common atau sama. Jadi menurut Schramm jika mengadakan komunikasi dengan suatu pihak, maka kita menyatakan gagasan kita untuk memperoleh commones dengan pihak lain mengenai suatu objek tertentu (Purba, dkk, 2006:30). Sedangkan Harold Lasweel memberikan pengertian komunikasi melalui paradigma yang dikemukakannya dalam karyanya The Structire abd Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Whos Says What In Which Channel To Whom With What Effect ?” Paradigma Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yakni : 1.
Who : Komunikator; orang yang menyampaikan pesan.
2.
Says What : Pernyataan yang didukung oleh lambing-lambang.
3.
In Which Channel : Media; sarana atau saluran yang mendukung pesan yang disampaikan.
4.
To Whom : Komunikan; orang yang menerima pesan.
5.
With What Effect : Efek dampak sebagai pengaruh pesan atau dapat juga dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi.
Berdasarkan paradigma lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2005:10). Berdasarkan defenisi diatas dapat diketahui bahwa komuikasi merupakan proses penyampaian pesan melalui penggunaaan simbol/ lambang yang dapat menimbulkan efek berupa perubahan tingkah laku yang bisa dilakukan dengan menggunakan media tertentu. Menurut Nordenstreng dan Varis, 1973 dalam Bungin (2006: 107), ada empat titik penentu yang utama dalam sejarah komunikasi manusia, yaitu: 1) Ditemukannya bahasa sebagai alat interaksi tercanggih manusia. 2) Berkembangnya seni tulisan dan berkembangnya kemampuan bicara manusia dengan menggunakan bahasa. 3) Berkembangnya kemampuan reproduksi kata-kata tertulis (written words) dengan menggunakan alat pencetak, sehingga memungkinkan terwujudnya komunikasi massa yang sebenarnya. 4) Lahirnya komunikasi elektronik, mulai dari telegraf, telepon, radio, televisi, hingga satelit. Berkembangnya keempat titik penentu dalam sejarah komunikasi merupakan puncak prestasi peradaban umat manusia, mengungguli siapa pun makhluk Tuhan di alam jagat raya. Dari empat titik tersebut kemudian manusia berkembang bersama semua aspek kehidupan manusia yang membedakannya dengan makhluk lainnya.
II.1.2. Unsur-unsur Komunikasi Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilaksanakan secara efektif, maka diperlukan pemahaman tentang unsur komunikasi. Adapun unsur ataupun elemen yang mendukung terjadinya suatu komunikasi (Cangara, 2002:23-26) sebagai berikut : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Sumber Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim, komunikator. (source, sender). Pesan Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. Media Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Dalam komunikasi massad, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Penerima Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau Negara. Penerima adalah elemen yang penting dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau saluran. Pengaruh Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang. Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. Tanggapan balik Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Tetapi, sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Lingkungan Lingkungan atau situasi adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi.
II.1.3. Proses Komunikasi Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu : 1.
Proses Komunikasi secara primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar dan lain sebagaianya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan (Effendy, 2005:16).
2.
Proses Komunikasi secara sekunder Proses Komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang secara media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relative jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan lain sebagainya merupakan media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi (Effendy, 2005:16).
II.1.4. Hambatan Komunikasi Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi secara efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkinlah seseorang melakukan komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Ada banyak hambatan yang dapat merusak komunikasi. Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan
hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi komunikator kalau ingin komunikasinya sukses (Effendy, 2003:45). a) Gangguan Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan gangguan semantik. Gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Sebagai contoh ialah gangguan suara ganda (interfensi) pada pesawat radio, gambar meliuk-liuk atau berubahubah pada layar televise, huruf yang tidak jelas, jalur huruf yang hilang atau terbalik atau halaman yang sobek pada surat kabar. Sedangkan gangguan semantik adalah jenis gangguan yang bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik ini tersaring ke dalam pesan istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator, maka akan lebih banyak gangguan semantik dalam pesannya. Gangguan semantik terjadi dalam sebuah pengertian. b) Kepentingan Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati pesan. Orang akan hanya memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita saja tetapi juga menentukan daya tanggap. Perasaan, pikiran dan tingkah laku kita merupakan sikap reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan. c) Motivasi Terpendam Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Keinginan, kebutuhan dan kekurangan seseorang berbeda dengan orang lain, dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat, sehingga karena motivasinya itu berbeda intensitasnya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang tidak sesuai dengan motivasinya. d) Prasangka Prejudice atau prasangkan merupakan salah satu rintangan atau hambatan terberat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar syakwasangka tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Prasangka bukan saja dapat terjadi terhadap suatu ras, seperti sering kita dengar, melainkan juga terhadap agama, pendirian politik, pendek kata suatu perangsang yang dalam pengalaman pernah member kesan yang tidak enak.
II.1.5. Ruang Lingkup Komunikasi Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari, menelaah, dan meneliti kegiatan-kegiatan komunikasi manusia yang luas ruang lingkup dan banyak dimensinya. Berikut ini jenis-jenis komunikasi menurut konteksnya (Efendi, 1993:52-54) yaitu : 1.
Berdasarkan bidang komunikasi a) Komunikasi sosial (sosial communication) b) Komunikasi organisasional/manajemen (organization.management communication) c) Komunikasi bisnis (business communication) d) Komunikasi politik (political communication) e) Komunikasi internasional (international communication) f) Komunikasi antarbudaya (intercultural communication) g) Komunikasi pembangunan (development communication) h) Komunikasi tradisional (traditional communication)
2.
Berdasarkan sifat komunikasi a) Komunikasi verbal (verbal communication) 1. Komunikasi lisan (oral communication) 2. Komunikasi tulisan (written communicaaation) b) Komunikasi nirverbal (nonverbal communication) 1. Komunikasi kial (gestural/body communication) 2. Komunikasi gambar (pictorial communication) 3. Lain-lain c) Komunikasi tatap muka (face-to-face communication) d) Komunikasi bermedia (mediated communication)
3.
Berdasarkan tatanan komunikasi a) Komunikasi pribadi (personal communication) 1. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) 2. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) b) Komunikasi kelompok (group communication) 1. Komunikasi kelompok kecil (small group communication) • Ceramah • Forum • Symposium • Diskusi panel • Seminar • Lain-lain 2. Komunikasi kelompok besar (large group communication) c) Komunikasi Massa (mass communication) 1. Komunikasi media massa cetak (printed mass media communication)
• surat kabar (daily) • majalah (magazine) 2. Komunikasi media massa elektronik (electronic mass media communication) • radio • televisi • film • lain-lain d) Komunikasi medio (medio communication) • surat • telepon • pamflet • poster • spanduk • lain-lain 4.
Tujuan Komunikasi a) Mengubah sikap (to change the attitude) b) Mengubah opini/pandangan/pendapat (to change the opinion) c) Mengubah perilaku (to change the behavior) d) Mengubah masyarakat (to change the society)
5.
Fungsi Komunikasi a) Menginformasikan (to inform) b) Mendidik (to educate) c) Menghibur (to entertain) d) Mempengaruhi (to influence) Sean MaBride dan kawan-kawan dalam buku Aneka Suara, Satu Dunia
(Many Voices One World) menyatakan tentang fungsi komunikasi bila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan ide, fungsi komunikasi dalam setiap sistem, yaitu sebagai berikut : (Effendy, 1993:27-28) 1. Informasi Pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan, dan orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
2. Sosialisasi (Pemasyarakatan) Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat. 3. Motivasi Menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar. 4. Perdebatan dan diskusi Menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah politik, menyediakan bukti-bukti yang relevan yang diperlukan utnuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional, dan lokal. 5. Pendidikan Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan ketrampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan. 6. Memajukan Kebudayaan Penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan masa lalu. 7. Hiburan Penyebarluasan symbol, suara, citra (image) dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, music, komedi, olahraga, permainan, dan sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu. 8. Integrasi menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain. 6.
Teknik Komunikasi a) Komunikasi Informatif (informative communication) b) Komunikasi persuasif (persuasif communication) c) Komunikasi Pervasif (pervasive communication) d) Komunikasi koersif (coercive communication) e) Komunikasi instruktif (instructive communication) f) Komunikasi manusiawi (humon relation)
7.
Metode Komunikasi a) Jurnalisme/ jurnalistik (journalism) b) Hubungan masyarakat (public relations) c) Periklanan (advertising) d) Propaganda e) Perang urat syaraf (phsylogical warfare) f) Perpustakaan (library) g) Lain-lain (Effendy, 2003:52-56)
II.2. KOMUNIKASI MASSA II.2.1. Pengertian Komunikasi Massa Secara sederhana komunikasi massa berarti komunikasi melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Dengan demikian, media massa adalah alatalat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak dan cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan pada waktu yang serempak. James W. Tankard (2005:4) memberi penjelasan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan, sebagian seni dan sebagian lagi ilmu. Keterampilan dalam artian meliputi tekni-teknik dasar tertentu yang dapat dipelajari seperti mengoperasikan kamera, atau pun keterampilan wawancara. Seni dalam artian meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip program televisi, mengatur tata letak (desain grafis) majalah maupun surat kabar. Pengertian ilmu meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana komunikasi berlangsung dan dapat dikembangkan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik. Josep A Devito, dalam Nurudin (2003:10), mendefinisikan bahwa komunikasi massa yakni, “First, mass communication is communication addressed to masses, to an extremely large science. This does not means that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitter. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms, television, radio, news paper, magaazines, films, books, and tapes.”
Jika diterjemahkan secara bebas bisa berarti, “pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk di definisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yag disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila di definisikan menurut bentuknya; televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita. Sedangkan menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney dalam Nurudin, (2003:11) menyebutkan bahwa “Mass communication is a process whereby mass – produced message are transsmited to large, anonymous, an heterogeneous masses of receivers. Yang artinya komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan diproduksi secara massal/ tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim dan heterogen. “Large” disini berarti lebih luas dari sekedar sekumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan “anonimous” berarti bahwa individu yang menerima pesan cenderung menjadi asing satu sama lain atau tidak saling mengenal satu sama lain, dan “heterogeneous” berarti bahwa pesan yang dikirim “to whom it may concern” (kepada yang berkepentingan), yakni kepada orang-orang dari berbagai macam atribut, status, pekerjaan dan jabatan dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen.
II.2.2. Ciri Komunikasi Massa Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan, dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Ciri-ciri komunikasi massa (Nurudin, 2007: 19), yaitu : 1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga 2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen 3. Pesannya bersifat umum 4. Komunikasinya berlangsung satu arah 5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan 6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis 7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper
II.2.3. Fungsi Komunikasi Massa Fungsi-fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney dalam Nurudin (2003:62), antara lain : a.
To inform (menginformasikan)
b.
To entertain (memberi hiburan)
c.
To persuade (membujuk)
d.
Transmission of the culture (transmisi budaya) Sedangkan fungsi komunikasi massa nmenurut John Vivian dalam
Nurudin (2003:62) menyebutkan : a.
Providing information
b.
Providing entertainment
c.
Helping to persuade
d.
Contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial). Ada juga, fungsi komunikasi massa yang pernah dikemukakan oleh Harold
D Lasswell dalam Nurudin (2003:62), yakni : a.
Surveilance of the environment (fungsi pengawasan)
b.
Correlation of the part of society in responding to the environment (fungsi korelasi)
c.
Transmission of the social hetigate from one generation to the next (fungsi pewarisan sosial) Sedangkan menurut Alexis S Tan, fungsi-fungsi komunikasi bisa
diperoleh dalam empat hal. Meskipun secara eksplisit ia tidak mengatakan fungsifungsi komunikasi massa, tetapi ketika ia menyebut bahwa penerima pesan dalam komunikasi bisa kumpulan orang-orang (a group of persons) atau ia menyebutnya Mass Audience, sedangkan pengirim pesan atau komunikatornya termasuk kelompok orang atau media massa, maka itu sudah bisa dijadikan bukti bahwa fungsi yang dimaksud adalah fungsi komunikasi massa. Paling tidak bisa dilihat dari ciri komunikator dan audience-nya.
Tabel 2 Ciri komunikator dan Komunikan
NO
TUJUAN KOMUNIKATOR
TUJUAN KOMUNIKAN
(Penjaga Sistem)
(Menyesuaikan diri pada sistem; pemuasan kebutuhan)
1.
Memberi informasi
Mempelajari
ancaman
dan
peluang;
memahami lingkungan; menguji kenyataan; meraih keputusan
2.
Mendidik
Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakatnya; mempelajari nilai, tingkah laku yang cocok agar di terima dalam masyarakatnya.
3.
Mempersuasi
Memberi keputusan; mengadopsi nilai, tingkah laku dan aturan yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya.
4.
Menyenangkan
Menggembirakan,
mengendorkan
uraf
syaraf, menghibur, mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi.
II.2.4. Model dan Riset Komunikasi Massa Dalam sebuah artikel “How Communication Works” yang dipublikasikan tahun 1954, Wilbur Schramm membuat 3 model yang dimulai dari komunikasi manusia yang sederhana, kemudian mengembangkan dengan memperhitungkan pengalaman dua individu hingga model komunikasi yang interaktif.
Schramm melihat komunikasi sebagai usaha yang bertujuan untuk menciptakan commonness antara komunikator dan komunikan. Hal ini karena komunikasi berasal dari kata latin communis yang artinya common (sama). •
Model Wilbur Schramm (1)
Sumber
Pengirim
Sinyal
Decoder
Saran
Menurut Schramm komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya 3 unsur : a. Sumber bisa berupa seorang individual berbicara, menulis, menggambar, dan bergerak atau sebuah organisasi komunikasi (Koran, rumah produksi, televisi). b. Pesan dapat berupa tinta dalam kertas, gelombang suara dalam udara, lambaian tangan atau sinyal-sinyal lain yang memiliki makna. c. Sasaran dapat berupa individu yang mendengarkan, melihat, membaca, anggota dari sebuah kelompok seperti diskusi kelompok, mahasiswa dalam perkuliahan, khalayak massa, pembaca surat kabar, penonton televisi, dll. •
Model Wilbur Schramm (2)
Area Pengalaman
Sumber
Encoder
Area Pengalaman Sinyal
Decoder
Sumber
Schramm mengenalkan konsep Area Pengalaman, yang menurut Schramm sangat berperan dalam menentukan apakah komunikasi diterima sebagaimana yang diinginkan oleh komunikan. Schramm menekankan bahwa tanpa adanya Area Pengalaman yang sama (bahasa yang sama, latar belakang yang sama, kebudayaan yang sama, dll) hanya ada sedikit kesempatan bahwa suatu pesan akan diinterpretasikan dengan tepat. Dalam hal ini model Schramm diatas adalah pengembangan dari model Shannon dan Weaver. Schramm mengatakan bahwa pentingnya feedback adalah suatu cara untuk mengatasi noise. Menurut Schramm feedback
membantu
kita
untuk
mengetahui
bagaimana
pesan
kita
diinterpretasikan. Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi balik pesan berdasarkan pengalaman yang dimiliki masing-masing. Jika wilayah irisan semakin besar, makan komunikasi lebih mudah dilakukan dan efektif. • Model Wilbur Schramm (3)
Pesan Decoder
Decoder
Penerjemah
Penerjemah
Decoder
Decoder Pesan
Pada model ini Schramm percaya bahwa ketika komunikan memberikan umpan balik maka ia akan berada pada posisi komunikator (source). Setiap individu dilihat sebagai sumber sekaligus penerima pesan dan komunikasi dilihat sebagai proses sirkular dari pada suatu proses satu arah seperti pada dua model
Schramm sebelumnya. Model yang ketiga ini disebut juga disebut model Osgood dan Schramm. (http://inherent.brawijaya.ac.id/vlm/login/index.php). Pesan menurut teori Cutlip dan Center yang dikenal dengan The 7C’s of Communication, meliputi: a. Credibility, yaitu memulai komunikasi dengan membangun kepercayaan. Oleh karena itu, untuk membangun berita kepercayaan itu berawal dari kinerja, baik pihak komunikator maupun pihak komunikan akan menerima pesan tersebut berdasarkan keyakinan yang dapat dipercaya begitu juga tujuannya. b. Context, yaitu suatu program komunikasi mestinya berkaitan dengan lingkungan hidup atau keadaan social yang bertentangan dan seiring dengan keadaan tertentu dan memperhatikan sikap partisipatif. c. Content¸ pesan itu mempunyai arti bagi audiensnya dan memiliki kecocokan dengan system nilai-nilai yang berlaku bagi orang banyak dan bermanfaat. d. Clarity, manyusun pesan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan mempunyai persamaan arti antara komunikator dan komunikan. e. Continuity and Consistency (kesinambungan dan konsistensi), yaitu komunikasi berlangsung terus dan pesan / berita tidak saling bertentangan (tidak berubah-ubah / tetap). f. Capability, kemampuan khalayak terhadap pesan, yaitu melibatkan berbagai factor adanya sesuatu kebiasaan-kebiasaan membaca, menonton dan menyerap ilmu pengetahuan dan sebagainya (Ruslan, 1997:72-24). g. Channels of Distribution (saluran penerimaan berita), yaitu komunikasi harus menggunakan media / alat komunikasi yang sudah biasa digunakan oleh umum, misalnya media cetak (surat kabar, majalah), media elektronik (televisi, radio).
II.3. TEORI S-O-R Dimulai pada tahun 1930-an, lahir suatu model klasik komunikasi yang banyak mendapat pengaruh psikologi, Stimulus Response Theory atau S-R Theory. Asumsi dasar dari model ini adalah: media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif misalnya jika orang tersenyum
dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model inilah yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic Needle atau teori jarum suntik. Asumsi teori ini pun tidak jauh berbeda dengan model S-O-R, yakni bahwa media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat terhadap komunikan. Artinya media diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan menghasilkan tanggapan (R) yang kuat pula.
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organism. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, dan gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat. Hovland (dalam Effendy, 2005: 256) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
a.
Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organism dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak, berarti stimulus itu tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu dan
berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organism, berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b.
Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organism (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
c.
Setelah itu organism mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d.
Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organism. Dalam meyakinkan organism ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.
Sehubungan dengan penjelasan diatas, teori S-O-R dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : • Pesan (Stimulus)
: Pemberitaan bebasnya Susno Duadji di Metro TV.
• Komunikan (Organism)
: Mahasiswa Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik FISIP USU.
• Efek (Response)
: Sikap yang timbul melalui pemberitaan bebasnya Susno Duadji di Metro TV di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik FISIP USU.
II.4. TEORI PELURU (BULLET THEORY) Teori Peluru (Bullet Theory) yang berarti teori komunikasi yang menempatkan pesan, komunikator, dan media massa yang determinan (powerful). Teori Bullet menggunakan lima komponen, yaitu who, says what, in which channel, to whom dan with what effect. Komunikan dalam Teori Bullet bersifat pasif, terpecah-pecah (atomistis) dan seragam (homogen). Bersikap pasif karena komunikator dapat menyampaikan pesan kepada komunikan dengan baik dan komunikan dapat menjadi seperti yang diinginkan oleh komunikator. Media massa memiliki kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi
dan
membentuk
audiens
sebagaimana
yang
diinginkan
komunikator. Kelemahan teori ini yaitu : a) Terlalu fokus pada perlakuan media terhadap audiens dan efek media massa. b) Mengabaikan adanya kemungkinan bahwa audiens juga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi media massa. c) ‘Bias’ karena terlalu menyederhanakan peristiwa-peristiwa komunikasi.
II.5. TELEVISI SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI MASSA II.5.1. Definisi Televisi Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh, dan visi (videre-bahasa Latin) berarti penglihatan. Dengan demikian televise yang dalam bahasa Inggrisnya television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat “lain” melalui sebuah perangkat penerima (televisi set). Pada hakekatnya, media televisi lahir karena perkembangan teknologi. Berawal dari ditemukannya electrische teleskop sebagai perwujudan dari gagasan seorang mahasiswa dari Berlin (Jerman Timur) yang bernama Paul Nipkov, untuk mengirim gambar melalui udara dari suatu tempat ke tempat yang lain. Atas perwujudan dari gagasan Nipkov, maka ia diakui sebagai “Bapak” televisi sampai sekarang (Kuswandi, 1996:6). Televisi adalah produk dari teknologi canggih dan kemajuannya sendiri sangat bergantung dari kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang teknologi, khususnya teknologi elektronika (Wahyudi, 1986:49). Dengan teknologi televisi yang ada sekarang ini, batas-batas Negara pun tidak lagi merupakan hal yang sulit untuk diterjang, melainkan begitu mudah untuk diterobos. Posisi dan peran media televisi dalam operasionalisasinya di masyarakat, tidak berbeda dengan media cetak dan radio. Robert.K. Avery dalam bukunya “Communication and The Media” dan Stanford B. Weinberg dalam “Message A Reader in Human Communication” Random House, New York 1980, mengungkapkan 3 (tiga) fungsi media, yaitu :
a) The surveillance of the environment yaitu mengamati lingkungan. b) The correlation of the part of society in responding to the environment yaitu mengadakan korelasi antara informasi data yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi. c) The transmission of the social heritage from one generation to the next, maksudnya ialah menyalurkan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya (Kuswandi, 1996:25).
II.5.2. Perkembangan Televisi Kehadiran televisi di dunia merupakan perkembangan teknologi khususnya teknologi elektronika sejak abad 19 dan akan terus menerus berlanjut pada abad-abad berikutnya, sehingga televisi siaran juga akan ditentukan oleh perkembangan elektronika itu sendiri. Kehadiran televisi menjadi bagian yang sangat penting sebagai sarana untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam berbagai hal yang menyangkut perbedaan dan persepsi tentang suatu isu yang terjadi di belahan dunia. Daya tarik televisi sedemikian besar, sehingga pola-pola kehidupan rutinitas sebelum muncul televisi berubah total sama sekali. Media televisi menjadi panutan baru (new religious) bagi kehidupan manusia. Tidak menonton televisi, sama saja dengan makhluk buta yang hidup dalam tempurung (Kuswandi, 1996:23). Kekuata media televisi adalah menguasai jarak dan ruang karena teknologi televisi telah menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan (transmisi) melalui satelit. Dunia perkembangan pertelevisian di Indonesia juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Awalnya, Indonesia hanya memiliki satu stasiun televisi, itupun dimiliki oleh pemerintah, yaitu Televisi Republik Indonesia (TVRI). Kemudian pada tahun 1989, lahirlah stasiun Televisi Rajawali Citra
Televisi Indonesia (RCTI). Stasiun tersebut merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia. Kemunculan stasiun RCTI memberikan sesuatu yang baru bagi pertelevisian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya stasiunstasiun televisi swasta, seperti Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang berubah nama menjadi MNC TV, Indosiar, dan Andalas Televisi (Antv). Sejak era reformasi bergulir, stasiun televisi swasta semakin ramai bermunculan, seperti Metro TV, Transformasi Televisi (Trans TV), TV 7 yang kini menjadi Trans 7, Lativi yang berubah menjadi TVOne, serta Global TV. Stasiun televisi lokalpun tidak mau ketinggalan. Sekitar tahun 2000an banyak bermunculan stasiun televisi lokal, seperti Bali TV di Bali, JakTv di Jakarta, JTV di Surabaya, Cahaya TV di Banten. Televisi berlangganan atau televisi berbayar (pay per view) juga turut mewarnai perkembangan pertelevisian Indonesia. Yang relative dikenal oleh masyarakat Indonesia seperti Indovision, Aora TV, First Media, dan Telkomvision. Bahkan sampai tahun 2008, paling tidak terdapat 13 stasiun televisi berlangganan yang beroperasi di Indonesia (Usman, 2009:1). Terkait dengan perkembangan teknologi, diperkirakan pada tahun 2018, televisi di Indonesia akan memasuki era televisi digital. Teknologi digital akan meningkatkan kualitas gambar televisi. Masih terkait dengan perkembangan teknologi, kini terjadi konvergensi media, misalnya antara media televisi dengan media online. Konvergensi ini tentu mempeluas jangkauan siaran televisi (Usman, 2009:2).
II.5.3. Karakteristik Televisi Adapun karakteristik televisi adalah sebagai berikut : (Usman, 2009:23) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Media Pandang dengar (audio-visual) Televisi adalah media pandang sekaligus media dengar. Televisi berbeda dengan media cetak, yang lebih merupakan media pandang. Televisi juga berbeda dengan media radio, yang merupakan media dengar. Orang memandang gambar yang ditayangkan televisi, sekaligus mendengar atau mencerna narasi atau naskah dari gambar tersebut. Mengutamakan Gambar Kekuatan televisi terletak lebih pada gambar. Gambar-gambar dalam hal ini adalah gambar hidup- membuat televisi lebih menarik disbanding media cetak. Narasi atau naskah bersifat mendukung gambar. Mengutamakan Kecepatan Jika deadline media cetak 1 x 24 jam, deadline atau tenggat televise bisa disebut setiap detik. Televisi mengutamakan kecepatan. Kecepatan bahkan menjadi salah satu unsur yang menjadikan berita televise bernilai. Bersifat Sekilas Jika media cetak mengutamakan dimensi ruang, televisi mengutamakan dimensi waktu atau durasi. Bersifat satu arah Televisi bersifat satu arah, dalam arti pemirsa tidak bisa pada saat itu juga memberi respon balik terhadap siaran televisi yang ditayangkan. Daya Jangkau Luas Televisi memiliki daya jangkau luas. Ini berarti televisi menjangkau segala lapisan masyarakat, dengan berbagai latar belakang sosial ekonomi. Siaran atau berita televisi harus dapat menjangkau rata-rata status sosial ekonomi khalayak, masuk ke berbagai strata sosial.
II.5.4. Fungsi Televisi Sebagai Media Massa Televisi merupakan media yang mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi mempunyai kelebihan dari media massa lainnya, yaitu bersifat audio visual (didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan langsung dapat menyajikan peristiwa yang sering terjadi ke setiap rumah para pemirsa dimanapun mereka berada. Dengan ini dapat dikatakan bahwa televisi sebagai media massa dapat berfungsi sangat efektif, karena selain dapat menjangkau ruang yang sangat luas juga dapat mencapai massa atau pemirsa yang sangat banyak dalam waktu
yang relatif singkat. Jadi suatu pesan yang ditayangkan di televisi selalu bisa di tonton oleh khalayak tertentu.
II.6. BERITA Menurut Assegraf, 1983 dalam Mondry, (2008:132) menjelaskan beberapa definisi berita yang dikutip dari beberapa tokoh, antara lain sebagai berikut. a.
M. Lyle Spencer, dalam buku News Writing menyebutkan, berita merupakan kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca.
b.
Wiliard
C.
Bleyer,
dalam
buku
Newspaper
Writing
and
Editing
mengemukakan, berita adalah sesuatu yang termasa dipilih wartawan untuk dimuat disurat kabar karena ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar atau karena ia dapat menarik pembacapembaca media cetak tersebut. c.
Wiliam S. Maulsby, dalam buku Getting in News menulis, berita dapat didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang menarik perhatian para pembaca surat kabar tang memuat berita tersebut.
d.
Eric C. Hepwood menulis, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan dapat menarik perhatian umum. Menurut Walter Lippman, 1922 dalam McQuail, (1996:190) menjelaskan
hakikat berita adalah proses pengumpulan berita, yang dipandangnya sebagai upaya menemukan “isyarat jelas yang objektif yang memberartikan suatu peristiwa”. Oleh karena itu, :berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan
tentang salah satu aspek yang telah menonjolkan sendiri”. Dengan demikian perhatian kita diarahkan pada hal-hal yang menonjol (dan bernilai diperhatikan) sebagai laporan berita dalam bentuk yang sesuai bagi pemuatan terencana dan rutin. Sedangkan menurut Robert Park, 1940 dalam McQuail, (1996:190) menjelaskan hakikat berita sebagai berikut, a)
Berita tepat waktunya – tentang peristiwa yang paling akhir atau berulang.
b) Berita tidak sistematis – ia berurusan dengan berbagai peristiwa dan kejadian berlainan dan dunia dipandang melalui berita itu sendiri terdiri atas berbagai kejadian yang tidak bertalian, yang bukan merupakan tugas pokok berita untuk menafsirkannya. c)
Berita dapat sirna – berita hanya hidup pada saat terjadinya peristiwa itu serta bagi kerpeluan dokumentasi dan sumber acuan di kemudian hari dan bentuk informasi lain akan menggantikan berita.
d) Semua peristiwa yang dilaporkan sebagai berita bersifat luar biasa atau paling sedikit tidak terduga, sebagai syarat yang lebih penting ketimbang “signifikansi nyata” berita sendiri. e)
Disamping ketidakterdugaa, peristiwa berita dicirikan oleh ‘nilai berita’ lainnya yang relatif dan melibatkan kata putus tentang kemungkinan minat audience.
f)
Berita terutama bagi orientasi dan arahan-perhatian, bukan pengganti pengetahuan.
g) Berita dapat diperkirakan.
Menurut Askurifai Baksin (2006:63-68), terdapat unsur-unsur dominan yang menjadi ciri khas berita, yaitu : a. Penampilan Penyaji berita Penyaji atau yang lebih dikenal dengan sebutan presenter atau pemandu acara adalah istilah Inggris untuk orang yang membawakan acara atau program televisi. Seorang presenter televisi biasanya juga seorang aktor, penyanyi, dan lainnya, tapi umumnya terkenal karena presenter program tertentu. Kecuali presenter untuk program politik atau iptek yang merupakan profesional dibidangnya, atau selebriti yang berhasil di satu bidang tertentu lainnya. (http:/id?wikipedia.Org/wiki/Presenter_televisi). RM Hartoko dalam Baksin (2006:157) menyebutkan beberapa prasyarat untuk menjadi presenter televisi yang baik, yaitu: 5) Penampilan yang baik dan perlu didukung oleh watak dan pengalaman. 6) Kecerdasan pikiran yang meliputi pengetahuan umum, penguasaan bahasa, daya penyesuaian dan daya ingatan yang kuat. 7) Keramahan yang tidak berlebihan sampai over friendly yang dapat menjengkelkan dan menjadi tidak wajar. 8) Jenis suara yang tepat dengan warna suara yang enak untuk didengar dan memiliki wibawa yang cukup mantap. b. Bahasa Bahasa merupakan sistem ungkapan melalui suara yang dihasilkan oleh pita suara manusia yang bermakna, dengan satuan-satuan utamanya berupa kata-kata dan kalimat, yang masing-masing memiliki kaidah-kaidah pembentuknya (Baksin, 2006:67). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem lambang bunyi arbiter, yang dipergunakan oleh para anggota masyarakat untuk bekerja sama berinteraksi, dan menhidentifikasi diri. (Baksin 2006:67).
II.7. EFEK KOMUNIKASI MASSA Setiap aktifitas komunikasi akan menimbulkan pengaruh atau efek baik terhadap individu maupun masyarakat, dan berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Kajian tentang efek atau pengaruh komunikasi massa sudah muncul sejak masa Perang Dunia II ketika menyoroti berbagai ketakutan akibat propaganda yang dilakukan untuk mempengaruhi individu maupun massa melalui media pada masa itu.
Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu, efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Efek dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori (Effendy, 1993:318) yaitu: a.
Efek kognitif, yaitu berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.
b.
Efek afektif, yaitu berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film bioskop dapat menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak.
c.
Efek konatif, yaitu bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan afektif. Dengan kata lain timbulnya efek konatif setelah muncul efek kognitif dan afektif.
Ardianto menjelaskan lebih lanjut Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi diri sendiri (ardianto 2004 : 49). Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat memberntuk khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung. Informasi akan menstruktur atau mengorganisasi realitas, sehingga realitas tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna. Realitas yang ditampilkan
media adalah realitas yang sudah di seleksi atau realitas tangan-kedua (second hand reality). Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, dampaknya adalah memberikan status dan menciptakan stereotip. Stereotip adalah gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi, atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise, dan sering kali timpang dan tidak benar (Ardianto :2004 : 53). Para kritikus social memandang media massa bukan saja menyajikan realitas kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga “menipu” manusia; memberikan citra dunia yang keliru. Tetapi pengaruh media massa tidak berhenti sampai di situ. Media massa juga mempertahankan citra yang sidah dimiliki khalayaknya. Dampak media massa – kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-individu – telah dijuluki sebagai
fungsi
agenda
setting
dari
komunikasi
massa.
Media
massa
mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Media massa memang tidak menentukan “what to think”, tetapi mempengaruhi “what to think about”. Dengan memilih berita tertentu dan mengabaikan yang lain, dengan menonjolkan satu persoalan dan mengesampingkan yang lain, media membentuk citra atau gambartan dunia kita seperti yang disajikan media massa. Selain terbukti sanggup membentuk citra orang tentang lingkungan dengan menyampaikan informasi, kita juga dapat menduga dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang bbaik. Ini disebut efek prososial kognitif dari media, yaitu bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Media massa adalah penyampai informasi sekaligus penafsir informasi. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, ruang atau
waktu yang tidak kita alami secara langsung. Namun media pun melakukan seleksi terhadap realitas yang hendak ditampilkan, sehingga dampaknya adalah menimbulkan perubahan kognitif tertentu diantara individu-individu khalayaknya. Efek afektif media lebih tinggi kadarnya dari pada efek kognisi. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuat, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu,sedih, gembira, marah, dan sebagainya (Ardianto 2004 : 54). Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan (Ardianto 2004:56). Cara berbicara dengan menggunakan bahasa gaul, cara berpakaian artis dalam sinetron, penggunaan
produk-produk
yang
ditampilkan
oleh
iklan,
sampai
cara
mengemukakan pendapat ala mahasiswa yang identik dengan demonstrasi dan membakar ban di jalan raya. News, talk show, sampai parodipolitik mendorong pemirsanya bersikap kritis dan reaktif terhadap kebijakan pemerintah maupun kondisi sosial yang ada. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benaknya dan memanggil kembali saat mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan.
II.8. SIKAP Menurut Jalaluddin Rakhmat (2007:39) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu: 1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. 2. Sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari. 3. Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan. 4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. 5. Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Konsep sikap telah dideskripsikan oleh Gordon Allport 1954 dalam James W. Tankard (2009 : 178) yaitu “mungkin adalah yang paling istimewa atau penting dalam psikologi sosial Amerika kontemporer”. Allport menyebutkan bahwa istilah itu muncul untuk mengggantikan istilah-istilah samar psikologi seperti naluri, adat istiadat, tekanan sosial dan sentimen. Beberapa definisi penting sikap dalam James W. Tankard (2009 : 179) adalah sebagai berikut : •
Sikap pada dasarnya adalah suatu cara “pandang” terhadap sesuatu.
•
Kesiapan mental dan sistem saraf yang diorganisasikan melalui pengalaman menimbulkan pengaruh langsung atau dinamis pada respons-respons seseorang terhadap semua objek dan situasi terkait.
•
Sebuah kecenderungan yang bertahan lama, dipelajari untuk berperilaku dengan konsisten terhadap sekelompok objek.
•
Sebuah sistem evaluasi positif atau negatif yang awet, perasaanperasaan emosional, dan tendensi tindakan pro atau kontra terhadap suatu objek sosial.
Katz 1960 dalam James W. Tankard (2009 : 196) berpendapat bahwa pembentukan sikap dan perubahan sikap harus dipahami dalam istilah fungsifungsi sikap bagi kepribadian. Karena fungsi-fungsi ini berbeda demikian pula kondisi dan tekhnik perubahan sikap. Katz 1960 dalam James W. Tankard (2009 : 197) mengidentifikasi empat fungsi utama sikap berikut ini yang dapat bermanfaat bagi kepribadian : 1. Fungsi instrumental, penyelarasan atau kebermanfaatan yaitu sejumlah sikap dipegang kuat karena manusia berjuang keras untuk memaksimalkan penghargaan dalam lingkungan eksternal mereka dan meminimalkan sanksi. Misalnya seorang pemegang hak pilih yang beranggapan bahwa pajak terlalu tinggi mungkin akan memilih seseorang kandidat politik karena kandidat itu berjanji untuk menurunkan pajak.
2. Fungsi pertahanan diri yaitu sejumlah sikap kuat dipegang karena manusia melindungi ego mereka dari hasrat mereka sendiriyang tidak dapat diterima atau dari pengetahuan tentang kekuatan yang mengancam dari luar. Perasaan rendah diri sering diproyeksikan pada anggota-anggota sebuah kelompok minoritas sebagai alat memperkuat ego. Ini merupakan sebuah contoh sikap berprasangka yang memiliki fungsi pertahanan diri.
3. Fungsi ekspresi nilai yaitu beberapa sikap dipegang kuat karena memungkinkan seorang memberikan ekspresi positif pada nilai-nilai sentral dan pada jati diri. Misalnya seorang remaja yang menyukai sebuah grup musik rock and roll mengekspresikan kepribadiannya melalui sikap ini.
4. Fungsi pengetahuan yaitu beberapa sikap dipengang kuat karena memuaskan kebutuhan akan pengetahuan atau memberikan struktur dan makna pada sesuatu yang jika tanpanya dunia akan kacau. Banyak keyakinan religius memiliki fungsi ini, juga sikap-sikap lain seperti normanorma budaya yang berlaku.