BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Nilai Tukar (Kurs) Valuta Asing 2.1.1 Pengertian Nilai Tukar atau Kurs Valuta Asing Pengertian nilai tukar (foreign exchange rate) menurut Cornelius Luca di dalam bukunya yang berjudul “Trading in the Global Currency Markets” adalah sebagai berikut: “An exchange rate is therefore the price of one currency in terms of another.” (Luca, 1995:1). Dari definisi tersebut, nilai tukar valuta asing dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain. Frank J. Fabozzi dan Franco Modigliani dalam buku “Capital Markets” memberikan definisi mengenai nilai tukar sebagai berikut: “An exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchanged per unit of another currency, or the price of one currency in terms of another currency.” (Fabozzi dan Modigliani, 1992:664). Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat dua cara untuk menyatakan kurs, yaitu: a. Model Eropa yang sering disebut dengan Indirect Quote. Model ini merupakan cara yang paling umum dipakai dalam perdagangan valuta asing atau antarbank di seluruh dunia. Penetapan kursnya dilakukan berdasarkan pada berapa unit mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang dalam negeri. Contohnya, kurs US Dollar terhadap Rupiah pada tanggal 16 Maret 2004 adalah 0.0000116 US Dollar per 1 Rupiah. Kurs ini biasa disebut sebagai harga satu unit mata uang domestik dalam mata uang asing. b. Model Amerika yang sering disebut Direct Quote. Model ini disebut sebagai harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik. Contohnya, kurs Rupiah terhadap Dollar pada tanggal 16 Maret 2004 adalah Rp 8.610,00 per 1 US Dollar. Dengan kata lain, model ini menjelaskan berapa unit Rupiah yang dibutuhkan untuk membeli satu unit US Dollar. Kurs ini merupakan kurs yang biasa dipakai di Indonesia. Apabila nilai tukar didefinisikan sebagai nilai Rupiah dalam valuta asing dapat diformulasikan sebagai berikut: NT IDR/USD = Rupiah yang diperlukan untuk membeli satu Dolar Amerika (USD). NT IDR/YEN = Rupiah yang diperlukan untuk membeli satu Yen Jepang. Dalam hal ini, apabila nilai tukar meningkat maka berarti Rupiah mengalami depresiasi, sedangkan apabila nilai tukar menurun maka Rupiah mengalami apresiasi. Sementara untuk sesuatu negara menerapkan sistem nilai tukar tetap, perubahan nilai tukar dilakukan secara resmi oleh pemerintah. Kebijakan suatu
Universitas Sumatera Utara
negara secara resmi menaikkan nilai mata uangnya terhadap mata uang asing disebut dengan revaluasi, sementara kebijakan menurunkan nilai mata uang terhadap mata uang asing disebut devaluasi. Apabila nilai tukar didefinisikan sebagai nilai valuta asing terhadap Rupiah dapat diformulasikan sebagai berikut: NT USD/IDR = Dolar Amerika yang diperlukan untuk membeli satu Rupiah. NT YEN/IDR = Yen yang diperlukan untuk membeli satu Rupiah. Dengan menggunakan konsep ini, apabila nilai tukar meningkat, maka Rupiah mengalami apresiasi untuk sistem nilai tukar mengambang bebas atau revaluasi untuk sistem nilai tukar tetap, sedangkan apabila nilai tukar menurun, maka Rupiah mengalami depresiasi untuk sistem nilai tukar mengambang bebas atau devaluasi untuk sistem nilai tukar tetap. Nilai tukar didasari oleh dua konsep, antara lain: 1. Konsep Nominal, merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain. 2. Konsep Riil, yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor suatu negara di pasaran internasional. Dalam transaksi perdagangan internasional, suatu negara tidak hanya melakukan transaksi pada satu negara, tetapi juga dengan beberapa negara. Dengan demikian, pengukuran nilai tukar riil suatu negara terhadap mitra dagangnya perlu juga disesuaikan dengan memperhitungkan laju inflasi dan nilai tukar dari masing-
Universitas Sumatera Utara
masing negara tersebut. Pengukuran rata-rata nilai tukar suatu mata uang riil terhadap seluruh atau sejumlah mata uang asing disebut sebagai nilai tukar efektif. Sebagai suatu angka rata-rata biasanya dalam menghitung nilai tukar efektif tersebut dipergunakan suatu bobot atas suatu mata uang tertentu. Bobot tersebut, misalnya, dapat berupa pangsa perdagangan suatu negara dengan negara lain. Nilai tukar efektif ini dapat dihitung antara satu negara dengan negara lain (bilateral) atau satu negara dengan beberapa negara (multilateral). Pasar valuta asing (Foreign Exchange Market) adalah sebuah pasar atau tempat
pertemuan
dimana
individu,
perusahaan,
dan
kalangan perbankan
mengadakan jual beli mata uang dari berbagai negara atau valuta-valuta asing. Pasar ini tidak memiliki lokasi fisik yang tunggal, akan tetapi ada dimana saja dan kapan saja transaksi valuta asing menjadi kebutuhan. Secara prinsip bursa didapati di pusat-pusat keuangan utama seperti London dan New York yang terdiri atas pencipta bursa (market maker) yang dipersiapkan untuk perdagangan valuta asing. 2.1.2 Kurs Beli dan Kurs Jual Kurs yang di-quote menunjukkan kesediaan untuk membeli dan menjual mata uang asing pada harga atau rate yang ditetapkan. Secara umum, terdapat dua macam kurs, yaitu kurs beli (bid) dan kurs jual (offer). Kurs beli adalah harga dimana dealer yang terdiri dari bank dan money changer bersedia membeli mata uang asing. Kurs jual adalah harga dimana dealer
Universitas Sumatera Utara
bersedia menjual mata uang asing. Selisih antara kurs jual dan kurs beli merupakan keuntungan dealer tersebut. 2.1.3 Sistem Nilai Tukar Valuta Asing Sistem nilai tukar yang dipakai oleh banyak negara di dunia, yaitu (Gillis et al, 1996): a. Sistem fixed (pegged), dimana otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar. Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi. b. Sistem Adjustable peg, dimana otoritas moneter terikat untuk mempertahankan nilai tukar valuta asing. Namun, otoritas moneter berhak mengubah kurs apabila terjadi perubahan kebijakan. c. Sistem Crawling peg, dimana otoritas moneter mengaitkan mata uang dalam negeri terhadap satu atau beberapa mata uang asing. Nilai tukar valuta asing dalam sistem ini diubah secara periodik dan berangsur-angsur dalam persentase yang kecil. d. Sistem
Managed
float,
dimana
otoritas
moneter
tidak
terikat
untuk
mempertahankan nilai tukar valuta asing tertentu. Namun, otoritas moneter secara kontinyu mengintervensi pasar berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya, karena cadangan devisa yang menipis. Contoh yang lain, otoritas
Universitas Sumatera Utara
moneter dapat mengintervensi pasar agar nilai mata uang Rupiah melemah untuk mendorong peningkatan ekspor. e. Sistem Wider band, dimana otoritas moneter membiarkan nilai tukar valuta asing mengambang atau berfluktuasi di antara dua titik tertinggi dan terendah, misalnya di antara Rp4.000 – Rp3.000 per 1 US Dollar. Jika keadaan perekonomian menyebabkan kurs bergerak melampaui dua titik tersebut, otoritas moneter akan mengintervensi pasar dengan cara membeli atau menjual Rupiah atau US Dollar. Intervensi tersebut menjaga nilai tukar Rupiah tetap berada di antara kedua titik tersebut. f. Sistem Free floating berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem fixed. Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoretis tidak perlu mengintervensi pasar sehingga sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa. 2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Valuta Asing Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal diciptakan secara tetap terhadap mata uang asing. Sementara dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat berubah-ubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik. Setiap perubahan dalam penawaran dan permintaan dari suatu mata uang akan mempengaruhi nilai tukar mata uang yang bersangkutan. Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing, antara lain adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor turun, maka permintaan valuta asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar. b. Faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran modal keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan pada lanjutannya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri. c. Kegiatan spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh spekulan, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing. Sementara itu, penawaran valuta asing dipengaruhi oleh dua faktor utama, antara lain adalah sebagai berikut: a. Faktor penerimaan hasil ekspor. Semakin besar volume penerimaan ekspor barang dan jasa, maka semakin besar jumlah valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya nilai tukar terhadap mata uang asing cenderung menguat atau apresiasi. Sebaliknya, jika ekspor menurun, maka jumlah valuta asing yang dimiliki semakin menurun sehingga nilai tukar juga cenderung mengalami depresiasi. b. Faktor aliran modal masuk (capital inflow). Semakin besar aliran modal masuk, maka nilai tukar akan cenderung semakin menguat. Aliran modal masuk tersebut dapat berupa penerimaan utang luar negeri, penempatan dana jangka pendek oleh
Universitas Sumatera Utara
pihak asing (Portfolio Investment) dan investasi langsung pihak asing (Foreign Direct Investment). 2.1.5 Teori Nilai Tukar Valuta Asing Berikut ini adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta asing, antara lain adalah sebagai berikut: a. Balance of Payment Approach. Pendekatan ini mendasarkan diri pada pendapat bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan permintaan adalah Balance of Payment. Dalam menggunakan pendekatan ini harus berhati-hati melihat data yang ada pada Balance of Payment. Karena tidak jarang data yang tersaji di sana memberikan gambaran yang bias terhadap pergerakan mata uang itu sendiri. Contohnya adalah sebagai berikut: ● Balance of Payment tidak memperhitungkan transaksi di pasar gelap. Memang transaksi di pasar gelap tidak terlalu besar dibandingkan dengan transaksi resmi. Tetapi untuk beberapa negara yang transaksi pasar gelapnya besar (transaksi narkotika dll.) maka aliran dana ini akan berpengaruh signifikan. ● Balance of Payment tidak memperhitungkan transaksi yang sifatnya berjangka. b. Teori Purchasing Power Parity. Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut
Universitas Sumatera Utara
Law of One Price sebagai dasar. Dalam Law of One Price disebutkan bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) seharusnya mempunyai harga yang sama. Ada dua versi teori ini yaitu versi absolute dan versi relatif.
• Versi absolute menyatakan bahwa nilai tukar adalah perbandingan harga barang di dua negara. Ukuran yang digunakan adalah rata-rata tertimbang dari harga seluruh barang yang ada di negara tersebut. Versi absolute ini banyak mendapat kritikan karena beberapa hal antara lain: ▪ Sulit sekali menemukan produk di dua negara yang benar-benar identik. ▪ Versi ini tidak memperhatikan hal-hal lain seperti selera, tingkat pendapatan, merk barang, dll.
• Versi relatif mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar valuta dua negara adalah sama dengan selisih kenaikan harga barang di kedua negara tersebut pada periode tertentu. Versi relatif ini masih mendapat beberapa kritikan yaitu: ▪ Belum memperhitungkan pembatasan perdagangan yang diterapkan pada dua negara tersebut. ▪ Perbedaan dalam pembobotan indeks harga. ▪ Kesulitan dalam menentukan periode perhitungan sehingga mengalami kesulitan dalam perbandingan tingkat kenaikan harga. ▪ Kenyataan bahwa pada jangka pendek pergerakan valuta lebih dipengaruhi oleh kondisi pasar keuangan daripada pasar komoditi.
Universitas Sumatera Utara
c. Fisher Effect yang diperkenalkan oleh Irving Fisher. Fisher Effect menyatakan bahwa tingkat suku bunga nominal di satu negara akan sama dengan tingkat suku bunga riil ditambah tingkat inflasi di negara itu. d. International Fisher Effect. Pendapat ini menyatakan bahwa pergerakan nilai mata uang satu negara dibanding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut. Implikasi dari International Fisher Effect adalah bahwa orang tidak bisa menikmati keuntungan yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka ke negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang negara yang suku bunganya tinggi tersebut akan terdepresiasi (turun nilainya) sebesar selisih bunga nominal dengan negara yang mempunyai suku bunga nominal lebih rendah. 2.1.6 Nilai Tukar dan Neraca Perdagangan Berdasarkan konsep Purchasing Power Parity (PPP), harga barang-barang ekspor dan impor suatu negara dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing. Devaluasi atau depresiasi nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing mengakibatkan harga barang impor lebih mahal dan harga barang ekspor menjadi lebih murah. Sebaliknya, apabila kebijakan revaluasi atau apresiasi dilakukan harga barang impor menjadi lebih murah dan harga barang ekspor lebih mahal. Kebijakan devaluasi atau penurunan nilai tukar mata uang lokal dapat digunakan untuk
memperbaiki
neraca perdagangan.
Devaluasi nilai tukar
mengakibatkan penurunan harga barang ekspor dan pada lanjutannya mendorong
Universitas Sumatera Utara
peningkatan daya saing barang-barang ekspor dan pada akhirnya dapat meningkatkan volume barang-barang ekspor. Dari sisi barang impor, devaluasi dapat mengakibatkan semakin mahalnya barang impor dan pada akhirnya dapat mengurangi permintaan impor. Dasar pemikiran tersebut mendorong beberapa negara menerapkan kebijakan devaluasi untuk memperbaiki neraca perdagangannya, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1978, 1983, dan 1986. Dalam praktek tidak semua negara yang nilai tukarnya mengalami depresiasi atau devaluasi selalu menunjukkan perbaikan di sisi neraca perdagangan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan devaluasi terhadap neraca perdagangan, terutama berkaitan dengan elastisitas barang impor dan ekspor. Jika elastisitas barang impor atau barang ekspor terhadap harga elastis, maka kebijakan devaluasi ataupun depresiasi akan sulit untuk memperbaiki neraca perdagangan. Kebijakan devaluasi dapat berhasil memperbaiki neraca perdagangan jika elastisitas barang ekspor dan impor lebih dari satu dan persyaratan ini disebut dengan Marshall Lerner Condition. Terdapat
beberapa alasan melemahnya respons perubahan nilai tukar
terhadap harga, antara lain: Terdapat lag kebijakan karena penyampaian informasi tidak sempurna sehingga importir baru menyadari bahwa telah terjadi perubahan harga akibat kebijakan tersebut. Terdapat lag antara pengambilan keputusan dan waktu pemesanan, seperti persediaan bahan baku untuk produksi akan habis dua atau tiga bulan kemudian sehingga perusahaan tidak perlu mengimpor.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat lag antara impor baru dengan produksi dan penyampaian barang sebelum dipenuhi, misalnya, perusahaan yang telah memesan barang-barang modal, seperti mesin, tidak dapat membatalkan pesanannya karena telah terikat kontrak. Pengaruh devaluasi atau depresiasi nilai tukar akan dirasakan dalam jangka waktu yang lebih panjang, sementara dalam jangka pendek neraca perdagangan cenderung memburuk. Pengaruh dari devaluasi sebagaimana telah dikemukakan di atas dapat digambarkan dalam bentuk kurva J (J-Curve) pada Gambar 2.1. Pada daerah (1) neraca perdagangan akan memburuk akibat kebijakan devaluasi. Hal ini dapat terjadi karena dalam jangka pendek kebutuhan impor perusahaan masih tinggi sementara ekspor belum meningkat. Pada daerah (2) elastisitas barang ekspor dan impor meningkat secara bertahap, dan daerah (3) neraca perdagangan akan melampaui titik awal ketika Marshall-Lerner condition dipenuhi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kurva J
2.2 Produksi 2.2.1 Pengertian Produksi Menurut Richard Ruggles beserta istrinya Nancy D. Ruggles, definisi produksi di dalam ilmu ekonomi adalah sebagai berikut: “In broader terms any process that creaters value or adds value to already existing goods is production”.
Universitas Sumatera Utara
Secara lebih luas setiap proses yang menciptakan nilai atau memperbesar nilai sesuatu barang adalah produksi. Dapat juga dikatakan bahwa produksi adalah setiap usaha yang menciptakan atau memperbesar daya guna barang. Suatu bangsa harus berproduksi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Produksi harus dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta dalam keadaan apapun. Tetapi, produksi tentu saja tidak akan dapat dilakukan apabila tidak ada bahan-bahan yang memungkinkan dilakukannya produksi itu sendiri. Agar dapat melakukan produksi, diperlukan tenaga manusia, sumber-sumber alam, modal dalam segala bentuknya, serta kecakapan. Semua unsur itu disebut faktor-faktor produksi (factors of production). Jadi, semua unsur itu yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor-faktor produksi. Seperti yang baru disebutkan di atas, faktor-faktor produksi itu terdiri dari: • tanah (land), atau SDA (natural resources) • tenaga kerja manusia (labor), atau SDM (human resources) • modal (capital) • kecakapan tata laksana (managerial skill) • Tanah Faktor produksi yang pertama ini sering pula disebut dengan natural resources disamping juga sering disebut land. Dengan demikian, istilah tanah atau
Universitas Sumatera Utara
land ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal dari atau disediakan oleh alam, yang antara lain meliputi: a. Tenaga penumbuh daripada tanah, baik untuk pertanian, perikanan, maupun pertambangan. b. Tenaga air, baik untuk pengairan, pegaraman, maupun pelayaran. Termasuk juga di sini adalah misalnya air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh Perusahaan Air Minum. c. Ikan dan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala, dan sebagainya) maupun ikan dan mineral laut. d. Tanah yang di atasnya didirikan bangunan. e. Living stock, seperti ternak dan binatang-binatang lain yang bukan ternak. f. Iklim, cuaca, curah hujan, arus angin, dan yang sebangsanya. g. Dan lain-lainnya, seperti bebatuan dan kayu-kayuan. Kesimpulannya, yang dimaksud dengan istilah tanah (land) maupun sumber daya alam (natural resources) di sini adalah segala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia. • Tenaga Kerja Di dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan istilah tenaga kerja manusia (labor) bukan semata-mata kekuatan manusia untuk mencangkul, menggergaji, bertukang, dan segala kegiatan fisik lainnya. Yang dimaksudkan di sini bukan
Universitas Sumatera Utara
sekedar labor atau tenaga kerja saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu human resources (SDM). Istilah yang disebut terakhir itu nyata-nyata lebih luas artinya daripada hanya sekedar labor saja. Di dalam istilah human resources atau SDM ini, tercakup tidak saja tenaga fisik atau tenaga jasmani manusia tetapi juga kemampuan mental atau kemampuan non fisiknya, tidak saja tenaga terdidik tetapi juga tenaga yang tidak terdidik, tidak saja tenaga yang terampil tetapi juga yang tidak terampil. Jadi, di dalam istilah atau pengertian human resources itu terkumpul semua kemampuan
manusiawi
yang
dapat
disumbangkan
untuk
memungkinkan
dilakukannya produksi barang-barang dan jasa-jasa. Kualitas atau mutu sumber daya manusia sesuatu bangsa itu tergantung pada kualitas atau mutu kesehatan, kekuatan fisik, pendidikan, serta kecakapan penduduknya. • Modal Faktor produksi yang ketiga adalah modal (capital). Secara lengkap, nama atau sebutan bagi faktor produksi yang ketiga ini adalah real capital goods (barangbarang modal riil), yang meliputi semua jenis barang yang dibuat untuk menunjang kegiatan produksi barang-barang lain serta jasa-jasa. Termasuk ke dalam bilangan barang-barang modal semacam itu misalnya adalah mesin-mesin, pabrik-pabrik, jalan-jalan raya, pembangkit tenaga listrik, gudang serta peralatan-peralatannya. Pengertian modal (capital) semacam itu sebenarnya hanyalah merupakan salah satu saja daripada pengertian modal seluruhnya, sebagaimana yang sering
Universitas Sumatera Utara
digunakan oleh para ahli ekonomi. Sebab, modal juga mencakup arti uang yang tersedia di dalam perusahaan untuk membeli mesin-mesin serta faktor produksi lainnya. Yang dimaksudkan dengan “modal” dalam faktor produksi yang ketiga ini adalah barang-barang modal, bukan modal uang. Adapun produksi yang menghasilkan barang-barang modal adalah produksi tidak langsung (indirect production). Jadi, indirect production adalah pembuatan suatu alat, sebuah mesin ataupun setiap jenis barang modal, yang pada dasarnya akan membantu dalam hal pembuatan barang-barang yang dipakai langsung (atau barang konsumsi), untuk memenuhi kebutuhan manusia. Istilah indirect production ini sering juga disebut istilah ciptaan Von Bohm Bawerk: “round about production”. • Kecakapan Tata Laksana Ketiga faktor produksi yang telah disebutkan di atas adalah faktor-faktor produksi yang dapat diraba (tangible). Ketiganya, yakni, tanah, tenaga manusia, dan modal, dapat dilihat, dapat pula diraba, disamping juga dapat dihitung, dan begitu pula dapat diukur, ditimbang, dan ditakar. Kecakapan (skill) yang menjadi faktor produksi keempat ini disebut dengan entrepreneurship, yang merupakan faktor produksi yang tidak dapat diraba (intangible), tetapi peranannya sangat menentukan. Sebagai contoh, dua masyarakat atau dua bangsa yang memiliki natural resources, human resources serta capital yang sama, tetapi salah satu di antara
Universitas Sumatera Utara
keduanya bisa berproduksi lebih baik karena memiliki kapasitas entrepreneurship yang lebih daripada yang dimiliki oleh masyarakat atau bangsa yang lain itu. Dengan demikian, entrepreneurship atau skill itu merupakan faktor produksi yang justru paling menentukan di dalam perkembangan ekonomi masyarakat. Keempat faktor produksi yang telah disebutkan di atas, adalah unsur-unsur yang harus bekerja demi terlaksananya proses produksi. Kepada faktor produksi tanah, dibayarkan sewa (rent). Untuk tenaga manusia (labor), dikenal tiga jenis pembayaran balas jasa, yaitu upah (wage), gaji (salary), dan royalty. Untuk modal, modal uang maupun barang-barang modal, dibayarkan bunga (interest). Adapun dividen adalah sejenis bunga, yang dibayarkan kepada mereka yang ikut serta dalam modal perusahaan. Kepada para entrepreneur, diterima laba (profit). Tetapi laba usaha itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama dibayarkan kepada pemerintah dalam bentuk pajak perusahaan (corporate tax), bagian kedua adalah laba yang tidak dibagikan (undistributed corporate tax), karena digunakan untuk cadangan perusahaan maupun untuk usaha perluasan perusahaan, dan bagian ketiga adalah laba yang dibagikan dalam bentuk dividen, yakni bagian laba untuk para pemegang saham. Semua usaha serta daya dan kemampuan yang bisa menunjang produksi disebut dengan istilah produktif (productive). Sehubungan dengan hal itu, maka keempat faktor produksi tersebut di atas dapat pula disebut sebagai sumber-sumber yang produktif (productive resources).
Universitas Sumatera Utara
Cara yang dapat dipakai untuk melihat besarnya kapasitas produktif sesuatu sumber produktif tertentu adalah dengan melihat produktivitas (productivity)nya. Pengertian produktivitas ini adalah seperti yang diterangkan oleh Stonier dan Hague: For the economist, “productivity” means about per unit of input. Bagi ahli ekonomi, “produktivitas” berarti keluaran untuk tiap satuan masukan. Semua faktor produksi adalah input, sedang hasil produksi adalah outputnya. Dengan demikian, produktivitas berarti besarnya hasil produksi yang dapat dihasilkan oleh setiap satuan input. 2.2.2 Fungsi Produksi Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, yaitu sebagai berikut: Q = f ( K, L, R, T ) dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawanan, R adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya. Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda juga. Disamping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu, dapat pula digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu dapat ditentukan gabungan faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksi sejumlah barang tersebut. 2.2.3 Teori Produksi Teori produksi dalam ilmu ekonomi membedakan analisisnya kepada dua pendekatan berikut: a. Teori produksi dengan satu faktor berubah. b. Teori produksi dengan dua faktor berubah. a. Teori Produksi Dengan Satu Faktor Berubah Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan diantara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlah, yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja. Hukum Hasil Lebih Yang Semakin Berkurang
Universitas Sumatera Utara
Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari hubungan diantara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak
satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak
pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun. Dengan demikian pada hakikatnya hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa hubungan diantara tingkat produksi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu: • Tahap pertama: Produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat. • Tahap kedua: Produksi total pertambahannya semakin lambat. • Tahap ketiga: Produksi total semakin lama semakin berkurang. Dalam tabel di bawah ini dikemukakan suatu gambaran mengenai produksi suatu barang pertanian di atas sebidang tanah yang tetap jumlahnya, tetapi jumlah tenaga kerjanya berubah-ubah. Dalam gambaran itu ditunjukkan bahwa produksi total yang ditunjukkan dalam kolom (3) mengalami pertambahan yang semakin cepat apabila tenaga kerja ditambah dari 1 menjadi 2, dan 2 menjadi 3. Maka dalam
Universitas Sumatera Utara
keadaan ini kegiatan memproduksi mencapai tahap pertama. Dalam tahap ini setiap tambahan tenaga kerja menghasilkan tambahan produksi yang lebih besar dari yang dicapai pekerja sebelumnya. Dalam analisis ekonomi keadaan ini dinamakan produksi marginal pekerja yang semakin bertambah. Data dalam kolom (4) yaitu data produksi marginal pada tahap pertama, menggambarkan keadaan tersebut. Apabila tenaga kerja ditambah dari 3 menjadi 4, kemudian 4 menjadi 5, kemudian 5 menjadi 6, dan selanjutnya 6 menjadi 7, produksi total tetap bertambah; tetapi jumlah pertambahannya semakin lama semakin sedikit. Maka dalam keadaan ini produksi mencapai tahap kedua, yaitu keadaan dimana produksi marginal semakin berkurang. Maksudnya, setiap pertambahan pekerja akan menghasilkan tambahan produksi kurang daripada tambahan produksi pekerja sebelumnya. Pada tahap ketiga, pertambahan tenaga kerja tidak akan menambah produksi total, yaitu produksi total berkurang. Pada waktu tenaga kerja bertambah dari 7 menjadi 8, produksi total masih mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 15 unit. Akan tetapi apabila satu lagi tenaga kerja ditambah dari 8 pekerja menjadi 9 pekerja, produksi totalnya menurun. Produksi total berkurang lebih lanjut apabila tenaga kerja menjadi 10.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Hubungan Jumlah Tenaga Kerja dan Jumlah Produksi
Tanah (hektar)
Tenaga Kerja
Produksi Total
Produksi
Produksi
(orang)
(unit)
marginal
rata-rata
(unit)
(unit)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
1
150
150
150
1
2
400
250
200
1
3
810
410
270
1
4
1080
270
270
1
5
1290
210
258
1
6
1440
150
240
1
7
1505
65
215
1
8
1520
15
180
1
9
1440
-80
160
1
10
1300
-140
130
Tahap
(6)
Pertama
Kedua
Ketiga
Universitas Sumatera Utara
Produksi Total, Produksi Rata-Rata, dan Produksi Marginal Kolom (4) menunjukkan nilai produksi marginal, yaitu tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu tenaga kerja yang digunakan. Apabila ∆L adalah pertambahan tenaga kerja, ∆TP adalah pertambahan produksi total, maka produksi marginal (MP) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: MP =
∆TP ∆L
Besarnya produksi rata-rata, yaitu produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja, ditunjukkan dalam kolom (5). Apabila produksi total adalah TP, jumlah tenaga kerja adalah L, maka produksi rata-rata (AP) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: AP =
TP L
b. Teori Produksi dengan dua faktor berubah Dalam analisis ini dimisalkan terdapat dua jenis faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Misalnya yang dapat diubah adalah tenaga kerja dan modal. Misalkan pula bahwa kedua faktor produksi yang dapat berubah ini dapat dipertukartukarkan penggunaannya, yaitu tenaga kerja dapat mengganti modal atau sebaliknya. Analisis
mengenai
kegiatan
produksi
dapat
dilakukan
dengan
memaksimumkan produksi dan meminimumkan biaya. Analisis memisalkan ada dua faktor produksi yang dapat diubah penggunaannya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan jumlah produksi yang maksimum dan jumlah biaya yang minimum dapat dilakukan dengan menggabungkan dua kurva, yaitu: a. Kurva Produksi Sama (Isoquant), yaitu kurva yang menggambarkan gabungan tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan satu tingkat produksi tertentu. b. Garis Biaya Sama (Isocost), yaitu garis yang menggambarkan gabungan faktorfaktor produksi yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah biaya tertentu. 2.2.4 Hubungan Produksi dan Ekspor Di Indonesia istilah industri lebih banyak dipergunakan dalam konteks produksi barang. Di dalam proses produksi barang terdapat tahapan-tahapan, dimana barang tersebut langsung dapat dimanfaatkan kegunaannya, ataupun masih berupa bahan baku, ataupun produk antara yang masih harus diproses lebih lanjut sebelum menjadi suatu customer product atau barang jadi. Apabila rupiah mengalami depresiasi terhadap mata uang negara-negara mitra dagang, misalnya terhadap Dollar AS, akan menyebabkan harga komoditi ekspor bisa lebih kompetitif di pasar internasional terutama komoditi yang bahan-bahan produksinya berasal dari dalam negeri sendiri dan bahan mentah dari sumber-sumber alam menjadi lebih murah dibanding produksi sejenis negara lain sehingga pada akhirnya dapat mendorong peningkatan ekspor.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Ekspor 2.3.1 Pengertian Ekspor Kegiatan ekspor merupakan hal yang terpenting bagi setiap negara baik negara maju maupun negara berkembang, bahkan mendapat perhatian utama dalam kegiatan ekonomi mengingat peranannya yang sangat besar dalam menunjang setiap program pembangunan yang dilaksanakan yakni sebagai penggerak kegiatan ekonomi dan pembangunan. Ekspor merupakan arus keluar sejumlah barang dan jasa dari satu negara ke pasar internasional. Menurut Soekartawi (1991:126), alasan yang mendesak mengapa suatu negara perlu menggalakkan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan negara yang berarti pula
meningkatkan
pendapatan
perkapita
masyarakat.
Dengan
demikian,
perbincangan mengenai ekspor sudah menjadi bahan pembicaraan umum baik di media massa maupun dalam kehidupan sehari-hari, sehingga istilah ekspor bukan lagi istilah yang asing bagi masyarakat. Menurut Michael P. Todaro (1983:620), ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar bersama dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktivitas perdagangan antar bangsa yang dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, menurut G. M. Meiner (1965:313), ekspor adalah salah sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara dimana dapat mengadakan perluasan dalam suatu industri sehingga mendorong sektor lain dalam perekonomian. Ada tiga hal yang menjadi landasan untuk kemungkinan memperdagangkan komoditi dalam pasaran internasional (Amir, 2003:7), antara lain: a. Bila komoditi atau produk itu mempunyai keunggulan mutlak atau keunggulan komparatif dalam biaya produksi dibandingkan dengan biaya produksi komoditi yang sama di negara lain. Asas ini lebih ditekankan pada masalah biaya produksi, tingkat produktivitas dan efisiensi dari komoditi yang bersangkutan. Sesuatu produk yang biaya produksinya lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dapat dikatakan mempunyai potensi untuk diekspor ke negara-negara yang biaya produksi untuk komoditi itu lebih mahal atau lebih tinggi. Suatu komoditi dikatakan mempunyai keunggulan mutlak, bila produk itu merupakan produk langka secara alamiah, misalnya karena terikat pada iklim tertentu atau wilayah tertentu. b. Bila komoditi tersebut sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen di luar negeri. Asas yang kedua ini dengan sendirinya dipandang dari sudut kepentingan konsumen. Komoditi yang mempunyai potensi ekspor dipandang dari sudut selera konsumen ini adalah komoditi yang mutu desain, ketepatan waktu penyerahan, pengaturan packing dan standardisasi produksi itu sesuai dan memenuhi selera konsumen.
Universitas Sumatera Utara
c. Bila komoditi tersebut diperlukan untuk diekspor dalam rangka pengamanan cadangan strategi nasional, misalnya pada suatu saat kita kekurangan beras, maka untuk menutupi kekurangan ini, justru kita lakukan ekspor beras yang bermutu tinggi dengan harga mahal dan pada waktu yang bersamaan diimpor beras dengan mutu yang lebih rendah dalam kuantum lebih besar, namun dengan nilai yang setaraf dengan nilai beras yang diekspor. Dengan cara ini kita dapat meningkatkan volume cadangan beras dalam negeri. Sebaliknya bisa juga yaitu mengekspor beras surplus dan mengimpor gandum misalnya untuk meningkatkan gizi atau mengubah pola konsumsi. Bidang ekspor sebagai salah satu dari perdagangan luar negeri
meliputi
bidang aktivitas seperti berikut: a. Bidang produksi. b. Bidang pengumpulan. c. Bidang sortasi dan up-grading. d. Bidang angkutan darat. e. Bidang pembiayaan (keuangan). f. Bidang pergudangan dan pengepakan. g. Bidang angkutan laut. h. Bidang perasuransian. i. Persoalan prosedur dan peraturan pemerintah. j. Persoalan administrasi perusahaan. k. Persoalan organisasi produksi dan pemasaran.
Universitas Sumatera Utara
l. Persoalan khusus disparitas dan subsidi. m. Persoalan pemasaran. 2.3.2 Manfaat dan Peranan Ekspor Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan ekspor (Djamin, 1994:5), antara lain: a. Keuntungan komparatif (comparative advantage), didasarkan pada hukum keuntungan komparatif yakni suatu negara akan mengekspor hasil produksi yang darinya terdapat keuntungan yang lebih besar dan mengimpor barang-barang yang darinya terdapat keuntungan yang lebih kecil. b. Sektor ekspor menjadi penggerak dari kegiatan perekonomian (leading sector). c. Ekspor merupakan sumber devisa bagi negara. Bila ekspor naik mengakibatkan penerimaan dalam negeri akan meningkat. d. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru, akibatnya permintaan barangbarang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk menaikkan produktivitas. e. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan . Karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam kapital sosial sebanyak yang dibutuhkan seandainya barang-barang itu akan dijual di luar negeri, misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi, 1991:128), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain: a. Harga internasional. Semakin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak. b. Nilai tukar uang (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara maka harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah. c. Quota ekspor-impor yakni kebijakan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantitas barang ekspor. d. Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tertsebut. Sedangkan kebijakan non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor. 2.3.4 Kebijakan Ekspor Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha untuk peningkatan devisa ekspor suatu negara.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari kebijakan ekspor adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat menutupi defisit transaksi berjalan dan neraca pembayaran. Untuk mencapai sasaran atau tujuan tersebut, dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain: a. Kebijakan Devaluasi, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang negara lain. Akibat kebijakan ini, harga barang-barang ekspor negara tersebut menjadi murah di luar negeri dan mampu bersaing dengan produk saingan dari negara lain. Sedangkan harga barang-barang impor bagi negara tersebut menjadi mahal. Akibatnya, hasrat mengimpor dapat ditekan sebagai upaya penghematan penggunaan devisa. Akan tetapi, bila kebijakan ini sering dilakukan akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat internasional terhadap negara tersebut karena merugikan negara lain untuk berkompetisi di pasar internasional. b. Subsidi Ekspor, merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan ekspor dengan memberikan bantuan kepada para produsen, sehingga biaya produksinya dapat ditekan. Hal tersebut akan membuat harga barang ekspor lebih murah di pasar internasional sehingga dapat memenangkan persaingan dengan negara lain. Akan tetapi, kebijakan ini melanggar perjanjian umum mengenai tarif dan perdagangan internasional (GATT) yang menggambarkan subsidi ekspor sebagai persaingan yang tidak adil dan mengizinkan negara-negara pengimpor untuk membalasnya dengan bea balasan (counter duties) yang bersifat proteksionis.
Universitas Sumatera Utara
c. Diversifikasi Ekspor, yakni kegiatan penganekaragaman hasil ekspor. Hal ini juga salah satu cara yang ditempuh dalam meningkatkan ekspor. Ini berarti komoditas ekspor tidak hanya terfokus pada satu jenis komoditi saja, tetapi dari berbagai jenis komoditi lainnya. Agar
kebijakan-kebijakan
tersebut
dapat
lebih
efektif
dan
efisien
penerapannya, sekurang-kurangnya ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan (Soediyono, 1996:23), antara lain: a. Daya saing sesama negara produsen yang pada dasarnya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktivitas produksi serta mutu dari komoditi. b. Tindak tanduk dan taktik serta teknik yang dijalankan oleh konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta penawaran (supply) yang berkesinambungan. c. Campur tangan pemerintah negara konsumen dan pemerintah negara produsen yang menjadi saingan yang bersifat proteksionistis. d. Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang pengganti (barang substitusi) atau perkembangan teknologi dalam teknik produksi
dari
negara produsen saingan yang akan mempengaruhi biaya produksi dan mutu komoditi. Sementara itu, menurut Soedrajad Djiwandono (1992:56), keberhasilan dalam peningkatan ekspor tergantung oleh tiga faktor, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a. Perkembangan ekspor dan perdagangan dunia terutama mitra dagang dan negaranegara yang mempunyai pengaruh besar terhadap perdagangan dunia serta terbukanya kesempatan akses ke pasar negara-negara tersebut, misalnya Amerika Serikat. b. Iklim usaha yang baik yakni iklim usaha yang memungkinkan dunia usaha untuk bertumbuh dan berkembang secara wajar menurut prinsip-prinsip ekonomi rasional. Penciptaan iklim ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti penyederhanaan dan pengurangan berbagai bentuk pengaturan berupa perizinan, pembatasan serta terbinanya kerjasama yang terpadu antara berbagai instansi terkait dalam peningkatan ekspor. c. Perilaku dan kemampuan serta kesiapan dunia usaha dalam bersaing merebut pasar di luar negeri. 2.3.5 Aneka Cara Ekspor Dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat ditempuh beberapa cara (Amir MS, 1993:49), antara lain sebagai berikut: a. Ekspor Biasa Dalam hal ini barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan peraturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang diperoleh dari ekspor ini dapat dijual kepada Bank Indonesia, sedang eksportir menerima pembayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penetapan nilai lawan (kurs valuta) valuta
Universitas Sumatera Utara
asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau dapat juga dipakai sendiri oleh eksportir. b. Barter Yang dimaksud dengan barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan dalam negeri. Dalam hal ini berarti pengirim barang tidak menerima pembayaran dalam mata uang asing, tetapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang rupiah. Pada masyarakat primitif ataupun masyarakat suku terasing, sebagian besar cara yang ditempuh dalam memenuhi kebutuhannya adalah dengan cara
“tukar-menukar” apa
yang
dimilikinya
(diproduksinya) dengan barang apa yang dimiliki tetangganya. Pertukaran dalam bentuk natura ini disebut dengan barter. Sistem barter yang sudah sangat usang ini masih diteruskan dalam pergaulan antara bangsa dalam jaman modern dan dikenal dengan aneka istilah seperti: • Direct Barter Yang dimaksud dengan “direct barter” atau barter langsung adalah sistem pertukaran barang dengan barang dengan mempergunakan alat “penentu nilai” atau lazim disebut dengan “denominator of value” suatu mata uang asing seperti “dollar Amerika”, dan penyelesaian dilakukan melalui “clearing” pada neraca perdagangan antara kedua negara yang bersangkutan. Sistem “direct barter” ini banyak dikembangkan untuk menampung kegiatan perdagangan internasional antara Negara-
Universitas Sumatera Utara
Negara Sosialis dengan Negara Industri Barat (Kapitalis Barat). Transaksi “direct barter” ini biasanya dilakukan melalui bank yang mempunyai staf ahli yang bergiat dalam perdagangan barter ini. • Switch Barter Switch Barter atau barter alih adalah bilamana salah satu pihak tidak mungkin memanfaatkan sendiri barang yang diterimanya dari pertukaran itu, maka Negara pengimpor itu dapat mengalihkan (switching) barang tersebut ke Negara Ketiga yang membutuhkan. • Counter Purchase Counter Purchase atau imbal beli atau lazim juga disebut counter-trade adalah suatu sistem perdagangan timbal balik antar dua negara. Misalnya suatu negara yang menjual suatu produk kepada negara lain harus membeli pula suatu produk negara tersebut atau dengan mengaitkan ekspor dengan impor. Perdagangan jenis ini dikenal sebagai counter purchase frame agreement. Dengan Paket Ekspor 1982, Indonesia sudah mencoba sistem imbal-beli ini untuk mendorong ekspor Non-Migas. • Buy-back Barter Buy-back barter atau barter beli kembali adalah suatu sistem penerapan alih teknologi dari suatu negara maju kepada negara berkembang dengan cara membantu menciptakan kapasitas produksi di negara berkembang, yang nantinya hasil produksinya ditampung atau dibeli kembali oleh negara maju.
Universitas Sumatera Utara
c. Konsinyasi (Consignment) Yang dimaksud dengan konsinyasi adalah pengiriman barang ke luar negeri untuk dijual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Di dalam hal pengiriman barang sebagai barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu di luar negeri. Cara penjualan di luar negeri dapat dilaksanakan dengan penjualan di pasar bebas, atau juga mungkin dengan mengikutsertakan barang tersebut di dalam pelelangan atau yang biasa disebut juga pada “Commodities Exchange”. Commodities Exchange ini atau bursa hasil bumi terdapat di pusat pasar dunia seperti pada hasil bumi di London terdapat London Commodities Exchange, dimana hasil bumi dari berbagai negara dilelang atau dimasukkan di dalam Commodities Action. d. Package-Deal Dalam rangka memperluas pasaran hasil bumi terutama di negara-negara sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan (trade agreement) dengan salah satu negara. Pada perjanjian ditetapkan sejumlah barang tertentu akan diekspor ke negara itu dan sebaliknya dari negara itu akan diimpor sejumlah jenis barang yang dihasilkan di negara tersebut dan yang kiranya kita butuhkan. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari aneka komoditi. e. Penyelundupan (Smuggling) Di negara manapun hampir selalu ada, baik perorangan maupun badan-badan usaha yang hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri, tanpa mengindahkan kepentingan masyarakat banyak, apalagi peraturan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Setiap usaha yang bertujuan memindahkan kekayaan dari satu negara ke negara lain tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku dapat dianggap sebagai usaha penyelundupan atau smuggling. Penyelundupan dapat dibagi dalam garis besarnya menjadi dua bagian, antara lain: • Yang seluruhnya dilakukan secara ilegal. • Penyelundupan administratif yang dilakukan dengan cara membonceng pada prosedur yang legal. Sebelum dilakukan konfrontasi dengan Malaysia, sering terjadi adanya penyelundupan dari hasil bumi seperti karet dari daerah Kepulauan Riau ke Malaysia dan Singapore. Hal ini dapat dipandang sebagai penyelundupan ilegal. Tetapi ada pula penyelundupan yang dilakukan dengan membonceng pada prosedur yang legal. Manipulasi dalam mutu barang, kuantum, dalam ongkos angkut, dalam cara pengepakan barang ekspor dapat dimasukkan ke dalam kategori penyelundupan tidak kentara atau juga disebut penyelundupan administratif. 2.3.6 Hubungan Ekspor Dengan Perekonomian Perdagangan internasional memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah pembangunan negara-negara dunia ketiga karena ekspor komoditi primer memberikan sumbangan yang cukup besar di dalam GNP mereka. Kegiatan ekspor merupakan sumber pendapatan devisa bagi setiap negara. Oleh karena itu, setiap
Universitas Sumatera Utara
negara berusaha meningkatkan perdagangan internasional melalui ekspor-ekspor barang dan jasa. Hasil produksi (output) yang dihasilkan oleh suatu negara sebagian akan dibeli oleh pihak luar negeri dan sebagian lagi akan dipasarkan di dalam negeri. Dan sebagian pendapatan domestik akan digunakan untuk membeli barang dan jasa dari luar negeri. Hal inilah yang disebut dengan perdagangan internasional. Di dalam perekonomian terbuka, penjualan barang dan jasa yang merupakan sumber pendapatan nasional suatu negara meliputi juga penjualan kepada negara lain Persamaan
pendapatan
nasional
untuk
perekonomian
terbuka
dapat
dirumuskan sebagai berikut: Y = C + I + G + (X-M) Y adalah PDRB dan sama dengan konsumsi, ditambah investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Dan dalam perekonomian terbuka ini ekspor sama halnya dengan investasi yang merupakan tambahan bagi arus pendapatan suatu negara sedangkan impor sama halnya dengan tabungan, dapat dipandang sebagai kebocoran. Ekspor dan investasi cenderung merangsang produksi domestik, sedangkan impor dan tabungan cenderung menurunkan output domestik karena kedua hal tersebut membuat pendapatan menghilang yang sedianya dapat digunakan untuk berproduksi. Fungsi C + I + G + (X-M) merupakan fungsi pengeluaran agregat dalam perekonomian terbuka. Oleh karena ekspor merupakan komponen pengeluaran
Universitas Sumatera Utara
agregat maka ekspor dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai suatu negara. Apabila ekspor bertambah, maka pengeluaran agregat bertambah dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan nasional. Akan tetapi sebaliknya pendapatan nasional tidak dapat mempengaruhi ekspor . Ekspor belum tentu bartambah apabila pendapatan nasional bertambah atau ekapor dapat mengalami perubahan walaupun pendapatan nasional tetap. Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa ekspor memberikan sumbangan yang positif kepada kegiatan negara, yaitu semakin besar ekspor maka semakin tinggi ekonomi yang akan dicapai. Salah satu prioritas pembangunan sektor perdagangan Indonesia dalam memasuki era tinggal landas adalah untuk meningkatkan dan memantapkan ekspor terutama ekspor non-migas guna meningkatkan penerimaan devisa dan menciptakan kesempatan kerja yang lebih besar disamping sasaran stabilitas perekonomian yang merupakan prasyarat bagi kelancaran pembangunan nasional.
Universitas Sumatera Utara