BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Tanah sebagai Faktor Produksi Ekonomi Tanah merupakan sumber daya material dan sumber terpenting, tanah merupakan lapisan teratas dan dalam lapisan inilah
hidup beraneka ragam
makhluk termasuk manusia, menjelaskan bahwa tanah dianggap sebagai satusatunya sumber untuk mendapatkan pendapatan dan kekayaan, dan sektor pertanian
merupakan kegiatan produktif,
tanah juga diyakini mengandung
kemampuan untuk menghasilkan produksi dalam jumlah dan mutu yang melebihi (menciptakan
surplus) bahan mentah dan peralatan yang digunakan dalam
menghasilkan produk bersih. Faktor tanah Secara teoritis dibahas berkenaan dengan nilai sewa atas tanah, apakah dimasukkan dalam
harga perolehan atau
dinikmati oleh pemilik tanah (residu)
bagian yang harus
penjelasan terhadap tanah dalam
perekonomian Imbalan jasa untuk penggunaan tanah tidak dianggap sebagai faktor menentukan harga, melainkan sewa tanah (land rent) merupakan residu, suatu unsur sisa hasil (residual) dari harga barang, bagian residu itu jatuh pada dan dinikmati oleh pemilik/penguasa tanah. Sewa tanah bukan merupakan komponen dalam biaya produksi yang menentukan harga barang, melainkan
Universitas Sumatera Utara
tinggi-rendahnya upah beserta bunga dan laba yang menjadi faktor yang menentukan tinggi dan rendah harga barang. Sementara itu David
Ricardo menjelaskan bahwa sewa tanah timbul
karena kekurangan tanah,
dan terbatasnya kesuburan tanah. Sewa tanah
merupakan ganti kerugian
yang harus dibayar kepada pemilik tanah untuk
pemakaian. Harga dari hasil-hasil pertanian akan tergantung pada pada jumlah kerja yang dipergunakan untuk memproduksi hasil pertanian tersebut. Sumbangan Ricardo adalah distribusi pendapatan berkenaan dengan tanah sebagai faktor produksi dengan mengemukakan praktis. Teori distribus Ricardo mengandung tiga element yaitu teori sewa, sebuah teori untuk menjelaskan upah dan sebuah teori laba. Teorinya memperlihatkan bagaimana pendapatan nasional dibagi menjadi tiga kategori dan apa yang terjadi pada sewa, upah dan laba ketika
ekonomi tumbuh. Dalam menganalisis mengikuti Multhus (1970)
sebelumnya yaitu teori sewa differensial. Menurut teori differensial sewa berasal dari perbedaan kesuburan dari berbagai bidang tanah. Apabila tersedia persediaan tanah yang kaya dan subur yang berlimpah, orang-orang tidak akan membayar untuk penggunaan tanah ini dan tidak akan ada biaya sewa tanah. Tetapi biasanya
ada keterbatasan persediaan tanah yang baik. Ketika
sebagian tanah yang paling subur habis dipakai, maka bidang tanah yang paling subur yang selanjutnya harus diolah juga. Keuntungan dari orang-orang yang mempunyai tanah yang paling subur akan segera bertambah. Ketika tanah yang dipakai semakin lama semakin memburuk kualitasnya, sewa differensial akan naik. Ketika tanah kualitas ketiga ditanami, sewa tanah yang kedua
akan segera meningkat, dan diatur dengan perbedaan
kemampuan
Universitas Sumatera Utara
produktif mereka.Pada saat yang sama sewa untuk kualitas yang pertama akan naik. Sementara
itu
Schumacher
(1973)
merupakan faktor produksi penting namun
mengemukakan
bahwa
tanah
merupakan faktor kedua, faedah
(utility) dan kemanfaatan tanah yang merupakan sumber daya yang perlu dijaga (ekologis), tanah adalah tujuan, tanah merupakan meta-ekonomis, keramat dalam pengertian bahwa tanah tidak bisa dibuat oleh manusia, maka perlu dijaga kelestariannya, Schumacher juga menawarkan gagasan bahwa dalam pengelolaan tanah perlu memenuhi tiga tugas utama yakni : (1) Memelihara hubungan manusia dengan alam kehidupan, dimana manusia merupakan bagian yang rapuh sekali, (2) untuk memberikan sifat yang lebih manusiawi dan lebih mulia pada pemukiman manusia yang lebih luas (3) menghasilkan pangan dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk hidup yang layak. 2.2. Faktor-Faktor yang bisa membuat suatu wilayah memilki keunggulan komperatif Faktor yang bisa membuat suatu daerah memilki keunggulan komperatif dapat berupa kondisi alam, yaitu suatu wilayah memilki keunggulan komperatif karena salah satu faktor atau gabungan dari beberapa factor yang akan diuraikan dala beberapa kelompok : − Pemberian alam, yaitu karena kondisi alam akhirnya wilayah itu memiliki keunggulan untuk menghasilkan suatu produk tertentu. − Masyarakatnya menguasai teknologi mutahir untuk produk jenis tertentu. − Masyarakatnya menguasai keterampilan tertentu. − Wilayah tersebut dekat dengan pasar.
Universitas Sumatera Utara
− Wilayah dengan aksesibilitas tinggi. − Daerah konsentrasi/ sentra dari suatu kegiatan sejenis. − Daerah agglomerasi dari berbagai kegiatan,
yaitu memanfaatkan
keuntungan agglomerasi, yaitu efisiensi dalam biaya produksi dan kemudahan dalam pemasaran. − Upah buruh yang rendah dan tersedia dalam jumlah yang cukup serta didukung oleh keterampilan yang memadai dan mentalitas yang mendukung. − Mentalitas masyarakat yang sesuai untuk pembangunan, jujur, terbuka, mau bekerja keras, dan disiplin sehingga lingkungan kehidupan aman, tertib dan teratur. Kondisi masyarakat ini
menjamin kelangsungan
investasi, biaya investasi dan biaya operasi yang lebih rendah dan efisien. − Kebijakan pemerintah, antara lain dengan menciptakan salah satu/ beberapa factor yang menciptakan keunggulan seperti disebutkan diatas. Ada juga cara yang bisa dilakuakan pemerintah yaitu dengan memberikan subsidi untuk mendorong sektor tertentu. Akan tetapi, hal ini haruslah bersifat sementara sehingga akhirnya bisa bersaing tanpa subsidi. Selama pemerintah masih memberikan subsidi, keungulan tersebut adalah keunggulan semu.(95) 2.3. Teori Tenaga Kerja 1. Adam Smith (1729 – 1790) Dalam teorinya, Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya adalah bahwa alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia
Universitas Sumatera Utara
(SDM) yang mengelolanya, jadi alam yang tersedia tersebut akan lebih bermanfaat bagi kehidupan apabila sudah dikelola. Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary conditional) bagi pertumbuhan ekonomi. 2. Lewis (1959) Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah melainkan merupakan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberikan andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja disektor lain. Ada dua sektor di dalam perekonomian, yaitu subsektor terbelakang dan kapasitas modern. Pada sektor subsektor terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian tetapi juga terdiri dari sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer Koran. Pekerja di sektor subsektor terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran kerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis modern. Lebih rendahnya tingkat upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja disektor subsisten terbelakang akan diserap. Bersamaan dengan diserapnya kelebihan pekerja disektor industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan. Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya, kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan adanya asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten terbelakang kesektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi terlalu banyak. 3. Fei- Ranis (1996) Teori Fer- Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai ciriciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, tingkat pertumbuhan penduduk tinggi. Menurut Fei- Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh yakni: 1. Para pengangguran semu (yang tidak menambah produk pertanian) dialihkan ke sektor industrialisasi dengan upah institusional yang sama. 2. Tahap dimana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri. 3. Tahap ketiga ditandai dengan adanya awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap
Universitas Sumatera Utara
ke sektor jasa dan industri yang terus menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya. 2.4. Mewujudkan Keadilan dan Kemakmuran Bangsa Melalui Masyarakat Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat kaya, terutama karena dimilikinya berbagai macam sumber daya alam. Potensi sumber daya alam baik dilihat dari kesuburan tanah, kekayaan biota laut, maupun berbagai bahan tambang yang masih belum dimanfaatkan secara optimal bagi kemakmuran masyarakatnya. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tidak tersebar secara merata merupakan salah satu kendala dalam pengolahan sumber daya alam, terutama di daerah-daerah. Selain itu potensi daerah khususnya sumberdaya alam yang seharusnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat ternyata tidak banyak mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat daerah, karena hasilnya diambil untuk kepentingan kelompok tertentu melalui pemerintah pusat. Kesalahan kebijakan pembangunan pemerintah pusat sentralistik, selama ini ternyata berakibat jauh dengan hilangnya hak-hak masyarakat atas potensi daerah yang dimilikinya. Kemiskinan masyarakat di daerah terjadi bukan karena kemalasan ataupun kebodohan mereka, melainkan akibat kebijakan pembangunan pemerintah
pusat
saat
itu
yang
tidak
berpihak
pada
masyarakat
di
daerah.(G.M.Tampubolan: 2000,12). 2.4.1. Masyarakat Sebagai Penggerak Proses Pembangunan Bangsa Perubahan
berpolitik
Indonesia
sekarang
ini
menuntut
bahwa
masyarakatlah yang harus berhak mengatur dirinya sendiri. Mengatur dalam artian merencanakan, melaksanakan, dan menikmati hasil – hasil pembangunan
Universitas Sumatera Utara
daerahnya melalui pengelolaan potensi sumber daya alam uang dimilikinya. Masyarakat semakin harapan dan keyakinan bahwa merekalah sebenarnya yang paling berhak untuk mengelola dan potensi daerahnya, terutama pemanfaatan kekayaan sumber daya alamnya. Kebijakan pembangunan yang bersifat sentralisasi harus diubah secara radikal dengan mengedepankan masyarakat daerah sebagai cerminan peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam mengelola potensi daerahnya. Masyarakat daerahlah yang seharusnya menentukan apa yang terbaik harus dilakukan, sehingga pengelolaan potensi daerahnya dapat meningkatkan kemakmuran mereka. Dengan terjadinya perubahan iklim potilik di Indonesia maka diharapkan oleh masyarakat melalui perbaikan kehidupan ekonomi, bahwa sumber daya alam melalui perkebunan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada disekitarnya, pemerintah perlu memperhatikan hal tersebut karena perkebunan memiliki sungbangsi bagi perekonomian masyarakat. Dengan penyerapan tenaga kerja yang besar maka diharapkan memberi kesejahteraan hidup bagi para pekerja di perkebunan itu. Hidup keseharian yang selama ini terabaikan kondisi ekonominya diharapkan mulai bangkit kembali dengan harapan baru akan masa depan yang lebih baik. Khususnya, dengan kemampuan mengelolah potensi sumberdaya alam secara optimal, sehingga mampu mendorong roda perekonomian masyarakat, terutama sektor pertanian, perkebunan, perikanan, perdagangan, dsb. Bangkitnya perekonomian masyarakat daerah, secara langsung akan juga mendorong pertumbuhan perekonomian secara nasional. Dalam konteks ini, dialektika pembangunan yang kemudian terjadi adalah bahwa semakin meningkatnya
Universitas Sumatera Utara
kemakmuran di daerah-daerah secara otomatis kemakmuran bangsa Indonesia akan terlihat secara jelas dan nyata dab tidak hanya sekedar dalam angka-angja atau jargon-jargon politik. Peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini nyata, karena ukurannya dari daerah akan menggambarkan kondisi bangsa dalam skala nasional. Tidak seperti sebelumnya, ukuran kondisi nasional diterapkan pada kondisi daerah, sehingga tidak mampu mencerminkan keadaan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Kini saatnya kemakmuran bangsa ditentukan oleh kemakmuran daerah dan masyarakat daerahlah yang berperan secara aktif melakukan kegiatan pembangunan didaerahnya. Membangun masyarakat yang adil dan makmur dalam nuansa demokrasi berarti memberdayakan masyarakt daerah, khususnya dalam mengelola potensi daerahnya. Mengelola sumberdaya dan sumberdaya manusia tentu memerlukan landasan pijak yang jelas, yaitu pembangunan yang peduli pada masyarakat banyak
terutama
masyarakat
daerah
yang
bersangkutan.
Pemberdayaan
masyarakat di daerah sebagai prioritas utama tidaklah mudah mengingat kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang berbeda-beda. Tugas yang paling berat dalam melakukan pembangunan adalah menciptakan manusia yang berkualitas, sehingga dapat di andalkan dalam mengelola potensi daerahnya demi kemakmuran bersama. 2.5. Kebijakan Pembangunan Indonesia Strategi peningkatan pertumbuhan ekonomi terjadi sejak tahun pertama Repelita I, namun strategi pertumbuhan yang antara lain ditempuh melalui pemberian konsensi kepada modal asing, selain itu pemerintah membuat
Universitas Sumatera Utara
kebijakan yang sedikit populis lewat pembiayaan usaha kecil seperti Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen KMKP), dan untuk selanjutnya pemerintah meluncurkan pula kebijakan delapan jalur pemerataan meliputi : a. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang, dan perumahan. b. Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. c. Pemerataan pembagian pendapatan. d. Pemerataan kesempatan kerja. e. Pemerataan kesempatan berusahan. f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita. g. Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh tanah air. h. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan. Dengan perubahan prioritas dalam trilogi pembangunan, terjadi pergeseran strategi pembangunan yang menekankan pertumbuhan kea rah strategi yang lebih berorientasi pemerataan. Namun secara substansial telah terjadi perubahan strategi pembangunan dari pertumbuhan ke pemerataan. Sasaran pembangunan yang dicanangkan melalui APBN menunjukkan pemerintah
tetap meletakkan
pertumbuhan ekonomi di puncak prioritas. Pemerintah tidak meletakkan variabelvariabel yang berbicara tentang pemerataan dan pengurangan kesenjangan ekonomi, serti penurunan angka kemiskinan absolute, sebagai tolak ukur kinerja pembangunan ekonominya melainkan target pertumbuhan, inflasi dan sasaran makro lainnya (Revsisond Baswir, 2003:3).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan Upaya mengatasi kemiskinan dan kesenjangan distribusi pendapatan , sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Negara-negara berkembang yang memperoleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sejak tahun 1960an, ternyata belum memberikan pengaruh yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat,
bahkan terjadi penurunan riil.
Tingkat
pengangguran dan
pengangguran semu meningkat di daerah pedesaan dan perkotaan, ketimpangan distribusi pendapatan antara kaum kaya dan kelompok miskin, dan ketimpangan regional. Distribusi pendapatan merupakan masalah perbedaan pendapatan antara individu yang paling kaya dengan pendapatan individu miskin. Semakin besar jurang pendapatan semakin besar pula variasi dalam distribusi pendapatan (Yustika, 2005:24). Jika ketimpangan terus dibiarkan terjadi antara kelompok kaya dan miskin, maka perekonomian tersebut benar-benar menggambarkan perekonomian yang tidak merata, yangn disebut dengan kesenjangan distribusi pendapatan. 2.7. Upaya Penanggulangan Kemiskinan Dalam prakteknya, penanggulangan kemiskinan terbukti tidak selalu efektif, karena cenderung melihat program tersebut sebagai proyek kepentingan bagi oknum-oknum tertentu. Apalagi melihat latar belakang terjadinya masalah kemiskinan yang bersumber dari proyek-proyek yang selalu mengatasnamakan pembangunan dengan menggusur dan menindas hak-hak rakyat. 2.7.1. Perkembangan Konsep Kemiskinan
Universitas Sumatera Utara
Pembicaraan
mengenai
kemiskinan
bisa
meliputi
berbagai
aspek.kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan, sumber daya manusia, kekurangan gizi, pendidikan, pelayanan kesehatan, pendapatan per kapita rendah, dan minimnya investasi. Masih banyak variable kemiskinan yang melekat pada orang miskin, dengan begitu konsep kemiskinan perlu didalami karena akan berpengaruh bagi program pengentasan kemiskinan di daerah berdasarkan corak dan karakteristik kemiskinan itu sendiri. Rasanya penyatuan gerak program pengentasan kemiskinan perlu dilakukan, mengingat selama ini banyak ukuran-ukuran kemiskinan yang dipakai. Misalnya kemiskinan dilihat dari sisi pendapatan rata-rata per kepala (income per capita) dan ada yang melihat dari sudut pandang kebutuhan dasar (Ahmad Erani, 2005:25). Ukuran kemiskinan yang terkenal dibuat oleh Sayogyo. Parameter kemiskinan tersebut adalah dengan mengukur kemiskinan dari konsumsi beras per kapita per tahun, yaitu di bawah 420 kg bagi daerah perkotaan dan 320 kg di daerah pedesaan. Perbedaan ini dapat dipahami karena dinamika kehidupan yang berbeda antara keduanya. Penduduk diperkotaan mempunyai kebutuhan yang relative lebih beragam dari pada daerah pedesaan sehingga mempengaruhi pola pengeluaran. Diluar itu terdapat pandangan lain dalam melihat kemiskinan di Indonesia, misalnya mengukur kemiskinan melalui tingkat pendapatan dan pola waktunya. Adanya pula yang mengkategorikan miskin secara absolut, apabila tingkat pendapatannya lebih rendah dari garis kemiskinan absolute, atau ketika pendapatan tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan absolute tersebut (Kartasasmita,2005:26).
Universitas Sumatera Utara
Lembaga
pengembangan
Sumber
Daya
Manusia/
Lakpesdam
mendefinisikan kemiskinan absolute sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup sesuai dengan yang diperlukan untuk memenuhi kehidupan seharihari. Kemiskinan absolut ini umumnya disejajarkan dengan kemiskinan relative, yang artinya adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat. Intinya, kesenjangan antara kelompok yang mungkin tidak miskin dan kelompok masyarakat yang relatif kaya. Dengan menggunakan ukuran pendapatan, keadaan ini dikenal dengan ketimpangan distribusi pendapatan. 2.7.2. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pembangunan diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi ini mengandung tiga unsure yaitu: •
Suatu proses yang berate perubahan yang terus menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi.
•
Usaha peningkatan perkapita.
•
Berlangsung dalam jangka panjang. Perkembangan ekonomi selalu dipandang sebagi kenaikan dalam
pendapatan perkapita merupakan suatu pencerminan dari timbulny perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi
masyarakat namun masalah pembangunan
merupakan suatu jalinan eksistensi dari masalah social dan ekonomi, oleh karena itu kebijakan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan perlu pertimabngan faktor-faktor yang bersifat non-ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan nasiaonal merupakan usah a peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan kemampuan nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu kepada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, keadlian, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Dalam pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebutkan bahwa usaha kesejahteraan social mempunyai raung lingkup yang khusus tertuju pada manusia sebagai perorangan manusia atau faktor-faktor dari luar mengatasi kehilangan kemampuan untuk melaksannakan peran sosialnya (dfungsi sosial). Dunkam (1999) mengemukakan yang dimaksud kesejahteraan social adalah bagian kegiatan yang terorganisir dengan tujuaan meningkatkan kesejahteraan dari segi social melalui pembangunan dn bantuan kepada oorang untuk memenuhi kebutuhan di dalam berbagai situasi seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang dan hubungan sosial. Dari pengertian tentang kesejahteraan sosial di atas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat adalah suatu cara dan penghidupan social materil dan spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentrasman lahir batin yang meningkat abgi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial bagi diri, keluarga dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Adapun tahap keluarga sejahtera menrut kantor mentri Negara kependudukan (BKKBN) dibagi lima tahap yaitu: a. Keluarga prasejahtera Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal seperti kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, dan keluarga berencana.
b. Keluarga prasejahtera I Yaitu keluaga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kegiatan sosial psikologisnya seperti kbutuhan akan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan linkungan tempat tinggal dan transportasi. c. Keluarga prasejahtera II Yaitu keluaga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik, sosial psikologisnya dan pengembangan
namun kebutuhan pengembangan
seperti kebutuhan untuk menabung dan informasi. d. Keluarga prasejahtera III Yaitu keluaga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik, sosial psikologisnya dan pengembangan namun belum dapat memberikan sumbangan
dan
peran
serta
aktif
menjadi
pengurus
lembaga
kemasyarakatan yang ada. e. Keluarga prasejahtera plus
Universitas Sumatera Utara
Yaitu keluarga yang telah memenuhi seluruh kebutuhan serta memiliki suatu kepedulian yang tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga sekitar. 2.7.3. Kebijakan Kesejahteraan Mayarakat Pelaksanaan pembangunan tidak semata-mata diarahkan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga ditekankan pada peningkatan pemerataan pendapatan, yang pada gilirannya diharapkan dapat mengurangi kesenjangan pendapatan yang juga nantinya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitannya dengan penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah melaksanakan berbagai penanggulangan kemiskinan. Secara teoritis, semakin banyaknya program penanggulangan kemiskinan menjadikan jumlah kemiskinan dapat ditekan serendah mungkin. Sistem desentralisasi juga memungkinkan pelayanan kepada masyarakat miskin semakin cepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sayangnya, dari sejumlah hasil penelitian tentang program-program pengentasan kemiskinan, ternyata hasilnya sama dengan sebelum digulirkan program pengentasan kemiskinan tersebut. Dalam rangka menerjemahkan paradigma baru yang memaklumatkan bahwa orang miskin merupakan aktor utama, ada isu sentral yang menjadi focus perhatian bagi upaya penanggulangan kemiskinan yakni sebagai berikut : a. Upaya penanggulangan kemiskinan harus bersifat local specific. Maksudnya bahwa penanggulangan kemiskinan harus dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat lokal sesuai dengan kondisi daerah tersebut. b. Upaya penanggulangan kemiskinan dalam era otonomi daerah harus diikuti dengan perbaikan melalui (a) penetapan kebijakan land reform melalui
Universitas Sumatera Utara
peraturan daerah; (b) terciptanya demokrasi ekonomi rakyat dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan; (c) terbentuknya lembaga keuangan mikro untuk membiayai usaha ekonomi rakyat; dan (d) perlunya partisipasi yang lebih proporsional bagikaum wanita dalam pengambilan keputusan,
pelaksanaan
dan
pemantauan
dari
kegiatan-kegiatan
penanggulangan kemiskinan. c. Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan dengan pendekatan pembangunan ekonomi rumah tangga. d. Program
penanggulangan
kemiskinan
harus
merupakan
program
pembangunan yang produktif dan memberi sumbangan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat miskin di tingkat akar rumput secara berkelanjutan dan dengan pendampingan yang intensif. e. Agenda penanggulangan kemiskinan harus menjadi agenda nasional dengan dua arena sasaran aksi yakni (a) menciptakan kebijaksanaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin melalui upaya peningkatan pendapatan; dan (b) meningkatkan pelayanan masyarakat yang efektif dan tepat menjangkau penduduk miskin. f. Penanggulangan kemiskinan merupakan gerakan masyarakat yang dilakukan sendiri oleh masyarakat dan hasilnya untuk masyarakat penduduk miskin sebagai pelaku penanggulangan kemiskinan. g. Dalam suasana demokrasi dan desentralisasi, upaya penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan tidak dapat lepas dari berbagai hal yang terkait, yaitu; (a) terselenggaranya praktik pemerintahan yang baik; (b) pembagian peran yang jelas antara pemerintahan pusat dan daerah; (c)
Universitas Sumatera Utara
kerjasama antara pemerintah,
swasta,
dan
masyarakat
sipil dalam
penanggulangan kemiskinan; dan (d) upaya pemberdayaan masyarakat yang bertumpu pada kekuatan setempat. h. Strategi penanggulangan kemiskinan dalam era otonomi harus memenuhi syarat (a) sederhana agar mudah dipahami serta dapat menggerakkan aktivitas ekonomi setempat; (b) masyarakat lokal diberi ruang otonom untuk menentukan aktifitas ekonomi yang dibutuhkan; (c) partisipasi yang menyeluruh; (d) keterbukaan informasi agar masyarakat dapat mengetahui dan memberikan kontribusi, bahkan kompetisi; dan (e) pengelolaan program dan dana yang harus transparan. i.
Operasional strategi penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan dengan menerapkan (a) koordinasi; (b) katalisasi; (c) mediasi; (d) fasilitasi.
2.7.4. Iptek Untuk Penuntasan Kemiskinan Salah satu tantangan terbesar pembangunan kita dewasa ini adalah penanggulangan kemiskinan melalui usaha pemerataan kesejahteraan rakyat. Jadi, persoalan ini terkait dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Misalnya, pembangunan masyarakat desa harus senantiasa dikaitkan atau bermuara pada peningkatan pendapatan masyarakat dan menurunkan jumlah penduduk miskin. Jika pembangunan tidak mengarah pada pemberdayaan ekonomi rakyat sesungguhnya pemabangunan itu salah sasaran. Oleh karena itu pembangunan diarahkan kepada pencapaian potensi dan kebutuhan rakyat desa berkembang sesuai kapasitas masyarakat dalam kegiatan sosial ekonomi produktif. Agar pembangunan tepat sasaran dan sesuai dengan
kebutuhan dan
kapasitas rakyat, dukungan iptek menjadi salah satu kunci yang tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
diabaikan keberadaannya. Demikian pula dukungan dan peranan aparat pemerintah tingkat bawah sebagai ujung tombak atau agen dalam melaksanakan tugas pelayanan publik. Kualitas iptek yang tepat guna dan aparat yang fleksibel, akomodatif, paham nilai-nilai sosial masyarakat setempat barangkali merupakan kunci penting yang sering diabaikan keberadaanya oleh para pengambil kebijakan yang teknis ekonomis dan sering mengecilkan arti pentingnya nilai dan kearifan tradisional setempat. Dengan demikian setiap upaya penuntasan kemiskinan yang sasarannya ekonomi rakyat memerlukan aparat pemerintah yang paham betul kebutuhan, kapasitas, dan nilai-nilai serta kearifan tradisional masyarakat setempat. jadi tidak hanya persoalan teknologi semata yang harus tepat guna. Aparat yang diturunkan hendaknya menjaga fungsi lembaga pemerintahan, dengan begitu perlu adanya peningkatan kualitas dan pola pikirnya. Pemberdayaan aparat pemerintahan mendesak sekali urgensinya, terutama kemampuan lembaga dan aparat di tingkat desa dan kecamatan. Sebagai langkah pertama, peningkatan kualitas aparat dimaksudkan agar kemampuannya sejajar dengan peningkatan kemampuan masyarakat dibidang perencanaan prasarana dan sarana pedesan yang dibangun. Setelah itu diperlukankemampuan peningkatan kemampuan yang sinergi agar dapat meningkatkan kegiatan sosial ekonomi dan pembentukan modal produktif di pedesaan. Selanjutnya dengan sinergi itu akan memperluas kesempatan dan lapangan pekerjaan serta meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang secara langsung mendukung kegiatan sosialekonomi masyarakat antar desa disuatu wilayah kecamatan. semuanya itu hanya mungkin jika mendapat
Universitas Sumatera Utara
dukungan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran seerta mempunyai nilai tambah tinggi. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu menyadari pentingnya penguasaan ilmu dan teknologi (iptek). Kondisi ini telah member kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengembangkan teknologi tepat guna agar membangun masa depan bangsa yang lebih mandiri, demikian juga jika kita melihat sejarah perkembangan ekonomi dinegara-negara maju. Telah terbukti bahwa dalam semua tahapan pembangunan sangat memerlukan dukungan kualitas sumber daya manusia yang menguasai iptek baik kuantitas maupun kualitas. Tingginya penguasaan iptek telah mengantarkan negara-negara seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura sebagai Negara industry baru. Mereka memiliki nilai tambah sangat tinggi dibandingkan Negara lain yang mengandalkan keunggulan komparatif dengan sumber daya alam yang melimpah seperti Indonesia. 2.7.5. Transformasi Struktural Ekonomi Kesejahteraan suatu perekonomian pada dasarnya mengarah kepada dua hal pokok: peningkatan pendapatan per kapita dan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktural bisa dilihat dari sudut penerimaan, pengeluaran dan produksi. Dari tiga indikator tersebut yang paling mudah dimengerti adalah perubahan kontribusi dari tiap-tiap sector terhadap variabel agregat seperti GDP dan GNP. Peningkatan persentase sumbangan dari suatu sektor terhadap GDP dan GNP menunjukkan bahwa sektor tersebut semakin berperan dalam medorong perekonomian. Tidak adanya perubahan peran dari masing-masing sektor terhadap
Universitas Sumatera Utara
total pendapatan nasional menunjukkan pembangunan telah terjadi tidak mengubah struktural ekonomi. Perubahan struktural kesempatan kerja akibat penurunan peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja pada umumnya berlangsung lebih lambat disbanding penurunan peran produk pertanian terhadap GDP. Bisa dikatakan terjadi perubahan struktural
yang cukup berarti dalam ekonomi
Indonesia namun demikian transformasi struktural semacam
ini tidak diikuti
mobilitas penduduk antar sektor secara signifikan. Perubahan struktural yang telah terjadi ditandai dengan ketidakmampuan sector industry yang tumbuh pesat dengan menyediakan tenaga kerja sehingga sektor pertanian yang tumbuh lambat dengan harus menampung sebagian besar tenaga kerja. Akibatnya, kesejahteraan tenaga kerja di sektor pertanian lebih rendah dibandingkan sektor industri. 2.8. Strategi Pengembangan Sektor-Sektor Produksi Setiap kegiatan produksi akan membutuhkan input berupa lahan, tenaga kerja, modal, dan teknologi. Sebagai imbalannya akan tercipta nilai tambah yang dapat dinikmati oleh factor-faktor produksi yang terlibat atau terkait dengan kegiatan tersebut. Setiap kegiatan produksi umumnya memiliki backward lingkage (daya tarik) dan forward linkage (daya mendorong). Misalnya pengembangan sebuah perkebunan kelapa sawit seluas 1000 ha, akan memiliki banyak dampak terhadap perekonomian/ kehidupan masyarakat disekitarnya. Pada masa pembersihan lahan/ penanaman, dibutuhkan banyak tenaga kerja lepas, bibit, pupuk, penyewaan alat, dan sebagainya. Hal tersebut akan mendorong tumbuhnya kegiatan transportasi untuk mengangkut orang, bahan, dan
Universitas Sumatera Utara
alat yang akan meningkatkan volume perdagangan termasuk pedagang makanan/ kebutuhan sehari-hari yang berlokasi disekitar proyek. Hal ini juga akan terjadi pada masa pemeliharaan, walaupun intensitasnya lebih rendah dibanding dengan pada waktu pembersihan lahan/ penanaman, setelah kebun kelapa sawit itu berproduksi maka intensitras kegiatan kembali meningkat, misalnya diperlukan tambahan tenaga kerja untuk untuk memetik buah dan tambahan transportasi untuk mengangkut buah, intensitas pemupukan juga meningkat hal mana berarti kebutuhan pupuk juga meningkat. Hal ini jelas meningkatkan kegiatan di sektor pengangkutan dan perdagangan bahkan kemungkinan tumbuhnya kegiatan jasa seperti tukang pangkas, tukang jahit pakaian, perbengkelan dan lain-lain. Dampak berantai ini disebut multiplier effect. Pada sisi lain buah sawit yang dihasilkan akan mendorong tumbuhnya industri pengolahan buah sawit atau paling tidak industri yang sudah ada kegiatannya akan meningkat. Peningkatan kegiatan pabrik pengolahan buah sawit ini kembali mendorong tumbuhnya berbagai kegiatan pendukung lainnya. Kalau hasil olahan industry pengolah sawit berupa CPO langsung diekspor, akan meningkatkan kegiatan ekspor yang juga memiliki dampak pengganda. Kalau CPO itu diolah lagi pada pabrik pembuatan minyak goring, kegiatan pada pabrik yang disebut terakhir juga memiliki dampak pengganda.(74). 2.9. Konsep dan Definisi Konsumsi Pengeluaran konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Dalam identitas pendapatan nasional menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini lazim dilambangkan dengan huruf “C”, inisial dari kata Consumption. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian
Universitas Sumatera Utara
dari pendapatan yang dibelanjakan. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Secara makro agregat, pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap pendapatan disebut hasrat marginal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume : MPC). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif belum mapan biasanaya angka MPC mereka relatif besar, sementara angka MPS mereka relatif kecil, artinya jika memperoleh tambahan pendapatan maka sebagian besar tambahan pendapatan tersebut akan teralokasi untuk konsumsi. Hal ini sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif lebih mapan. Menurut Rahardja (2001), pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi masyarakat atau rumah tangga ( household consumption). Alasan yang mendasarinya : 1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki posisi terbesar dalam total pengeluaran agregat. 2. Konsumsi rumah tangga bersifat endogenous dalam arti besarnya konsumsi rumah tangga
berkaitan dengan faktor-faktor lain yang dianggap
mempengaruhinya. Karena itu kita dapat menyusun model dan teori ekonomi yang menghasilkan pemahaman tentang hubungan tingkat konsumsi dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Teori dan
Universitas Sumatera Utara
model tersebut dikenal dengan teori model konsumsi yang telah terbukti bermanfaat bagi pengelola perekonomian makro. 3. Perkembangan masyarakat yang begitu cepat mengakibatkan perilakuperilaku konsumsi juga berubah cepat. Hal ini merupakan alasan lain yang memuat studi tentang konsumsi rumah tangga tetap relevan. Sedangkan
menurut
BPS,
pengeluaran
konsumsi
adalah
semua
pengeluaran antara lain pengeluaran untuk makan, minum, pakaian, pesta/upacara, barang-barang tahan lama dan lain-lain yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga, baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Besar kecilnya jumlah pengeluaran untuk konsumsi individu atau rumah tangga merupakan faktor yang turut menentukan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Meningkatnya pengeluaran individu atau rumah tangga akan mendorong peningkatan produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut. Rencana konsumsi sebuah rumah tangga atau individu tergantung pada : •
Selera-selera, maksudnya sikap psikologis terhadap benda-benda yang berbeda-beda.
•
Jumlah uang yang akan dikeluarkan untuk tujuan konsumsi
•
Harga benda-benda yang diduga Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah semua pembelian barang dan
jasa oleh rumah tangga yang tujuannya untuk dikonsumsi selama periode tertentu dikurangi netto penjualan barang bekas. Untuk menduga pengeluaran konsumsi rumah tangga digunakan data pendukung antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Data hasil survey sosial ekonomi nasional (SUSENAS) sebagai dasar, yaitu rata-rata pengeluaran perkapita sebulan kelompok makanan dan bukan makanan. 2. Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk masing-masing kelompok komoditi dan jasa dari bagian statistik harga konsumen. 3. Jumlah penduduk dari proyeksi hasil survey penduduk antar sensus. Konsep kecondongan mengkonsumsi perlu dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu kecondongan mengkonsumsi marginal dan kecondongan mengkonsumsi rata-rata. Definisi dan arti setiap konsep ini adalah : 1. Kecondongan mengkonsumsi marginal, atau secara ringkas selalu dinyatakan sebagai MPC (Marginal Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan diantara pertambahan konsumsi∆C) ( yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disposible ∆Yd) ( yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula MPC = ΔC/ΔYd 2. Kecondongan mengkonsumsi rata-rata, atau secara ringkas selalu dinyatakan sebagai APC (berasal dari istilah Inggrisnya Avarage Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan diantara tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposible (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula APC = C/Yd. 2.9.1. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Masyarakat
golongan
penerima
pendapatan
yang
rendah
akan
menghabiskan aseluruh pendapatannya untuk konsumsi, yaitu memenuhi kebutuhan pokoknya. Sehingga peningkatan pendapatan golongan masyarakat ini akan digunakan untuk memperbaiki kualitas konsumsinya sehari-hari. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat penerima pendapatan tinggi, walaupun terjadi peningkatan pendapatan tidak akan mempengaruhi tingkat konsumsi, karena konsumsi golongan masyarakat ini sudah terencana dengan baik. Sehingga peningkatan pendapatan hanya akan memperbaiki tabungan mereka. Menurut Mulia Nasution (1997 : 97) bahwa tingkat konsumsi yang terjadi dapat dipengaruhi oleh : 1. Distribusi Pendapatan Karena terjadi perbedaan marginal propensity to consume (MPC) antar masyarakat berpenghasilan tinggi dengan rendah, maka akan terjadi perubahan konsumsi apabila terjadi pemerataan pendapatan yang lebih merata. Karena masyarakat berpenghasilan rendah MPC-nya lebih tinggi dibandingkan masyarakat berpenghasilan tinggi, sehingga bila terjadi distribusi pendapatan yang lebih merata akan menciptakan peningkatan konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah ini. 2. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan sangat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang atau masyarakat, karena makin tinggi pendapatan masyarakat tingkat konsumsi sudah semakin terencana, sehingga peningkatan-peningkatan pendapatan bagi masyarakat berpenghasilan tinggi tidak akan mempengaruhi konsumsi. Akan tetapi, pendapatan masyarakat pada tingkat rendah dan menengah akan bisa meningkatkan konsumsi bila terjadi kenaikan pendapatan. 3. Tingkat pajak Besarnya pajak yang dikenakan pemerintah terhadap pendapatan akan mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Bila masyarakat dikenakan pajak yang sama rata misalnya 10%, ini akan mempengaruhi pendapatan yang siap
Universitas Sumatera Utara
untuk dikonsumsikan. Semakin tinggi pajak yang dikenakan pemerintah terhadap pendapatan, maka akan memperkecil konsumsi yang terjadi. 4. Tingkat pendapatan yang pernah dicapai Bila seseorang pernah mendapatkan pendapatan yang tinggi dalam jangka pendek tingkat konsumsi tidak akan berubah sebesar penurunan pendapatan yang terjadi. Sehingga tingkat pendapatan seperti ini akan memperbesar tingkat konsumsi masyarakat (hipotesis pendapatan relatif). Jadi dengan demikian tingkat pendapatan yang tertinggi dicapai seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsi yang terjadi. 5. Banyaknya barang tahan lama dalam masyarakat Bila masyarakat telah mengkonsumsi barang tahan lama tahun x, maka pada periode berikutnya konsumsi untuk barang jenis ini tidak akan dilakukan lagi (barang tidak mengalami kerusakan), sehingga konsumsi barang tahan lama tahun y tidak akan dilakukan lagi. Juga barang tahan lama harganya relatif tinggi, sehingga masyarakat untuk membelinya tentu diperlukan menabung terlebih dahulu (tabungan ini akan mempengaruhi konsumsi masyarakat). 6. Banyak Alat Pembayar yang Likuid Dalam Masyarakat Pengeluaran konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak alat pembayaran yang likuid yang dimiliki masyarakat. Semakin banyak alat pembayaran yang likuid (dengan pendapatan yang sama) akan lebih besar jumlah pengeluaran untuk konsumsi, dibandingkan dengan alat pembayaran likuid sedikit yang ada dalam masyarakat. 7. Adanya Perkiraan Terjadinya Perubahan Harga
Universitas Sumatera Utara
Perubahan harga pada masa yang akan datang kalau dapat diperkirakan masyarakat sebelumnya maka akan sangat mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat sekarang ini. Perkiraan masyarakat akan adanya devaluasi khususnya masyarakat kota besar, hal ini akan menyebabkan kenaikan hargaharga. Oleh karena itu, konsumsi masyarakat yang dapat memperkirakan kenaikan harga ini akan meningkatkan konsumsinya sekarang untuk menghindari terjadinya kerugian akibat selisih harga.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tingkat pengeluaran atau konsumsi dalam rumah tangga/masyarakat yaitu : A. Penyebab Faktor Ekonomi 1. Pendapatan Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang tadinya makan nasi aking ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar akan meninggalkan nasi aking menjadi nasi beras rajalele. Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa jadi tiga kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik. 2. Kekayaan Orang kaya yang punya banya aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar. Contonya seperti seseorang yang memiliki banyak rumah kontrakan dan rumah kost biasanya akan memiliki banyak uang tanpa
Universitas Sumatera Utara
harus banyak bekerja. Dengan demikian orang tersebut dapat membeli banyak barang dan jasa karena punya banyak pemasukan dari hartanya. 3. Tingkat Bunga Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang. 4. Perkiraan Masa Depan Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya. B. Penyebab Faktor Demografi 1. Komposisi Penduduk Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi-tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi. 2. Jumlah Penduduk Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya konsumsinya sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya sangat banyak pula. C. Penyebab / Faktor Lain
Universitas Sumatera Utara
1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memiliki pengeluaran yang besar.
2. Gaya Hidup Seseorang Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik kepada orang lain maupun dengan kartu kredit. 2.9.2. Cara Menghitung Konsumsi •
Rata-rata pengeluaran/konsumsi rumah tangga didapat dengan membagi jumlah seluruh pengeluaran rumah tangga baik makanan, pendidikan, kesehatan, perumahan dan lain-lainnya dengan jumlah rumah tangga keseluruhan.
•
Rata-rata pengeluaran rumah tangga per-jenis pengeluaran dapat dihitung dengan membagi seluruh pengeluaran untuk jenis pengeluaran tertentu dengan jumlah seluruh rumah tangga.
•
Persentase pengeluaran untuk jenis pengeluaran tertentu dibanding dengan pengeluaran rumah tangga total dihitung dari jumlah pengeluaran jenis
Universitas Sumatera Utara
tertentu (misal makanan) dengan jumlah total pengeluaran rumah tangga kali seratus. Rumus yang digunakan untuk mengestimasi konsumsi rumah tangga sebagai berikut : Xi,k = X1,k IBi,k / IB1,k Keterangan : Xi, k = konsumsi perkapita triwulan ‘i’ pada tahun k IBi,k = IHK triwulan pada tahun k X1,k = konsumsi perkapita yang diduga langsung dari data susenas tahun k I
= 1,2,3,4
Konsumsi rumah tangga atas dasar harga berlaku didapat dari rumus : Ci,k = Xi,k . Pi,k Dimana : Ci,k = nilai konsumsi atas dasar harga berlaku triwulan ‘i’ tahun k. Xi,k = konsumsi perkapita triwulan ‘i’ tahun k. Pi,k = penduduk triwulan ‘i’ tahun k. Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara. Dan konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan : Cki,k = Pi,k . Co Dimana : Cki,k = konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan Pi,k
= rata-rata penduduk triwulan
Co
= konsumsi perkapita pada triwulan tahun dasar.
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2.9.3. Jenis-Jenis Fungsi Konsumsi Adapun jenis-jenis fungsi konsumsi (Dwi Eko Waluyo, 2003:44) dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Fungsi Konsumsi Menurut Keynes (Absolute Income Hypothesis) Fungsi konsumsi Keynes sering disebut hipotesis pendapatan absolut, dimana dalam bentuk konsumsi didasarkan pada asumsi, yaitu fungsi konsumsi Keynes menunjukkan bentuk hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan harga yang konstan (harga tetap), pendapatan yang terjadi adalah pendapatan nasional yang sebenarnya (riil), bukan pendapatan yang lalu atau yang akan datang. Secara singkat dibawah ini disajikan beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes yaitu : 1. Variabel Nyata Yang dimaksud ialah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang kedua-duanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan. Jadi bukannya hubungan antara pendapatan nasional nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal. Mengingat bahwa masalah ini sudah banyak dibahas di depan maka dapatlah dianggap tidak memerlukan tambahan penjelasan lebih lanjut. 2. Pendapatan yang terjadi Dalam literatur banyak disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau current national income. Penekanan ini sekedar untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud Keynes bukannya pendapatan yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi sebelumnya, bukan pula pendapatan yang diramalkan akan terjadi dimasa datang atau konsepsi-konsepsi pendapatan nasional lainnya yang ternyata oleh para pemikir-pemikir sesudahnya dianggap bahkan ditemukan sangat besar peranannya terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat. 3. Pendapatan absolut Dalam literatur banyak pula disebut-disebut bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut yang dapat dilawankan pula misalnya dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya lagi. Selanjutnya ada dua hal yang perlu mendapat perhatian : 1. Fungsi konsumsi menurut Keynes tidak melalui titik silang sumbu 0, melainkan memotong sumbu vertikal pada nilai C0 yang positif. Ini membawa konsekuensi bahwa baik dalam hal fungsi berbentuk garis lurus ataupun berbentuk garis lengkung seperti diasumsikan oleh Keynes, meningkatnya pendapatan nasional mengakibatkan nilai APC menurun, dan berlaku pula MPC < APC. 2. Fungsi konsumsi berbentuk lengkung dengan nilai MPC yang menurun dengan meningkatnya pendapatan nasional. Dari analisis konsumsi yang dikemukakan oleh Keynes tersebut terdapat dua hal yang penting yaitu : 1. MPC < APC dalam jangka pendek. 2. APC orang kaya lebih kecil dari APC orang miskin. Dimana Keynes memberikan formulasi model fungsi konsumsi sebagai berikut : C = f (Y) , dimana bentuk fungsinya C = a + cY
Universitas Sumatera Utara
C
: Merupakan konsumsi masyarakat riil.
a
: Besarnya konsumsi pada tingkat Y= 0.
c = MPC
: Hasrat konsumsi marginal ΔC / ΔY.
Y
: Pendapatan nasional riil.
Dari model fungsi diatas, bila digambar dalam bentuk kurvanya sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kurva Fungsi Konsumsi Keynes
Bentuk kurva tersebut, membawa konsekuensi bahwa meningkatnya pendapatan nasional akan meningkatkan hasrat konsumsi rata-rata (MPC) akan lebih kecil dari pada APC. Pengertian pendapatan yang dijelaskan oleh Keynes adalah pendapatan nasional yang berlaku (current national income) yang merupakan pendapatan absolut. Penekanan disini untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud pendapatan menurut Keynes, bukanlah pendapatan yang terjadi sebelumnya atau pendapatan yang diharapkan akan terjadi pada saat yang akan
Universitas Sumatera Utara
datang. Disamping variabel pendapatan, analisis Keynes juga membagi variabel bukan pendapatan (non-income) menjadi dua: 1. Faktor-faktor subyektif, misalnya : iklan, daya tarik barang. 2. Faktor-faktor obyektif, misalnya : distribusi pendapatan, cara pembayaran yang digunakan, dan aktiva-aktiva yang semula berpengaruh terhadap konsumsi. 2. Fungsi Konsumsi Menurut Simon Kuznets Ada beberapa kesimpulan-kesimpulan penting yang dikemukakan yaitu: a. Perlu dibedakan antara fungsi konsumsi jangka panjang atau long-run consumption function dan fungsi konsumsi jangka pendek atau short-run consumption function, oleh karena kedua macam fungsi konsumsi tersebut dari hasil studi empiriknya ternyata mengalami bentuk yang berbeda. b. Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata mengalami pergeseran ke atas. Kesimpulan ini, apabila diungkapkan dengan menggunakan bentuk standar persamaan fungsi konsumsi kita C = C0 + bY, dapat kita katakan bahwa nilai C0 tendensinya meningkat dari waktu ke waktu.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Kurva Fungsi Konsumsi Kuznets •
Dalam fungsi konsumsi jangka panjang Kuznets mengatakan, bahwa untuk APC tidak akan banyak berubah atau konstan sebagaimana digambarkan Keynes (Keynes tidak membedakan konsumsi jangka panjang dan pendek). Kurva konsumsi jangka panjang (LC) merupakan garis lurus yang melalui titik silang sumbu 0. Ini juga dapat diartikan bilamana APC tidak berubah dalam jangka panjang, maka MPC juga tidak akan berubah dari pendapatan yang lain.
•
Dalam konsumsi jangka pendek ternyata mengalami pergeseran (digambarkan garis SC) keatas, kesimpulan ini dapat mengungkapkan kepada kita. Dengan menggunakan persamaan fungsi konsumsi C = co + MPC Y.
3. Fungsi Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis)
Universitas Sumatera Utara
Fungsi konsumsi ini dikemukakan oleh James Dusenberry dimana dalam bukunya Income, Saving and The Theory of Consumer Behavior mengemukakan pendapatnya bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Ia berpendapat bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi ini, mereka terpaksa mengurangi saving. Kalau pendapatan bertambah lagi, konsumsi mereka juga akan bertambah. Akan tetapi bertambahnya tidak begitu besar. Sedangkan mengenai saving akan bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan seperti ini akan terus kita jumpai sampai pada tingkat pendapatan tertinggi yang telah pernah tercapai dicapainya lagi. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak, bertambahnya saving tidak begitu cepat. Di dalam teorinya Duesenberry menggunakan dua asumsi yang digunakan untuk mengamati faktor – faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi seseorang, yaitu : 1. Selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependent. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga diperoleh konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Jadi faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi. Sebagai misal, seseorang yang memiliki kemampuan pengeluaran konsumsi yang sederhana tinggal di tempat/wilayah masyarakat yang pengeluaran konsumsinya serba kecukupan (serba mewah), secara otomatis ada rangsangan dari orang tersebut untuk mengikuti pola
Universitas Sumatera Utara
konsumsi
masyarakat
sekitarnya
(demonstration
effects),
begitupun
sebaliknya. 2. Pengeluaran konsumsi adalah Irreversible, artinya pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat pola pengeluaran mengalami penurunan. Di dalam pengertian disini dikatakan bahwa pengeluaran konsumsi seseorang dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan relatif. Pendapatan relatif disini adalah merupakan pendapatan tertinggi yang pernah dicapai oleh seseorang. Sebagai misal, apabila pendapatan seseorang mengalami kenaikan secara otomatis konsumsi juga mengalami kenaikan dengan proporsi tertentu, dan seterusnya bila pendapatan mengalami penurunan, maka juga akan diikuti oleh penurunan konsumsinya. Akan tetapi proporsi penurunannya lebih kecil dibandingkan proporsi akibat kenaikan pendapatan tadi. Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry akibat dari adanya pendapatan relatif adalah sebagai berikut : C
=
Yt
f[Y ] Y*
Dimana : Yt = pendapatan pada tahun t. Y* = pendapatan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lalu. Lebih lanjut bentuk fungsi tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva Ratchet Effect sebagai berikut berikut:
Universitas Sumatera Utara
Keseimbangan awal terletak pada titik D. Pada saat pendapatan sebesar Y= OY1; C =DY1; dan saving sebesar DH. Ketika pendapatan turun Y = 0Y0, konsumsi tidak turun langsung ke titik a, tetapi masih tetap berkonsumsi di sepanjang kurva C1, Konsumsinya terletak di titik f (JK. PENDEK), Namun dalam jangka panjang turun ke titik a. Ketika pendapatan turun, terjadi pemanfaatan saving sebesar af untuk tetap dapat mengkonsumsi yang besar. Proporsi tabungan menurun. Seharusnya proporsinya adalah ga/gY0, karena dimanfaatkan untuk menutupi konsumsi sehingga hanya mencapai gf/gY0. Sebaliknya apabila terjadi peningkatan pendapatan menjadi OY2, Konsumsi tidak langsung naik pada garis C2 (TITIK i). Tetapi tetap di garis C1 (TITIK e), baru setelah jangka panjang bergeser ke titik i. Dalam jangka pendek, terjadi peningkatan proporsi tabungan, yang seharusnya adalah ji/jY2, namun dalam jangka pendek sebesar je/jY2. Kejadian ini disebut Ratchet Effect, yaitu penurunan atau kenaikan pendapatan, tidak secara
Universitas Sumatera Utara
langsung menurunkan/menaikkkan konsumsi dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang terjadi. Dari hasil penelitiannya, Duessenbery membuat kesimpulan: 1. Konsumsi seseorang akan tergantung dari penghasilan saat ini dan penghasilan tertinggi tahun sebelumnya. (Ratchet Effect). 2. Perilaku konsumsi seseorang akan tergantung pula dengan perilaku konsumsi lingkungannya (Demonstration Effect) 4. Fungsi Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis) Dikemukakan oleh A.Ando, R.Brumberg dan F. Modigliani yang mencoba menerangkan pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya. Dalam modelnya ketiga tokoh ini menggunakan asumsi bahwa konsumsi bersikap rasional. Ini berarti bahwa konsumen berusaha untuk memaksimumkan kepuasan dari aliran pendapatan yang ia perkirakan berlaku untuknya dan juga mengasumsikan bahwa dalam memaksimumkan kepuasannya konsumen menghadapi batasan berupa samanya nilai sekarang daripada saving yang terjadi pada umur B sampai umur P dengan hasil penjumlahan nilai sekarang daripada dissaving yang terjadi pada usia muda dan usia tua. Didalam teorinya dijelaskan bahwa pengeluaran konsumsi seseorang (masyarakat) sangat tergantung dari perjalanan usia (umur). Teori ini membagi pengeluaran konsumsi seseorang menjadi tiga bagian (tahapan) berdasarkan perjalanan umur seseorang. Tahap pertama dimulai dari usia 0 tahun sampai usia kerja (usia tertentu/belum mandiri). Dalam tahap ini dikatakan oleh ketiga tokoh
Universitas Sumatera Utara
tersebut bahwa seseorang melakukan konsumsi dalam kondisi dissaving, kenapa demikian karena seseorang melakukan konsumsi sangat tergantung pada orang lain (orang tua atau saudara). Tahap kedua dimulai dari usia kerja (sudah bekerja) sampai dengan usia dimana orang tersebut sudah menjelang usia tua (kurang produktif) tahap ini dikatakan bahwa seseorang berkonsumsi dalam kondisi saving, kenapa dikatakan demikian, karena seseorang pada tahap ini pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain (mandiri). Tahap ketiga dikatakan bahwa pada tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi dissaving, dengan kata lain bahwa seseorang melakukan konsumsi kembali tergantung pada orang lain. Dari pembagian tahapan tersebut diatas, kemudian ketiga tokoh ini lebih memperjelas analisanya dengan menggunakan pendekatan kurva yang disebut dengan kurva hipotesa siklus hidup.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Kurva Fungsi Konsumsi Hipotesa Siklus Hidup Gambar tersebut menjelaskan tentang tahapan-tahapan pengeluaran konsumsi seseorang yang tergantung dari usia, dimana dengan bertambahnya usia seseorang tingkat pengeluaran konsumsi semakin meningkat, akan tetapi kemampuan untuk memperoleh pendapatan semakin lama semakin menurun. Sumbu vertikal menunjukkan tingkat konsumsi seseorang dan sumbu horizontal menunjukkan waktu (usia / umur) orang tersebut. Pada tahap I, dijelaskan bahwa pada usia 0 tahun hingga t0 tahun seseorang melakukan pengeluaran konsumsinya dalam kondisi dissaving (ada ketergantungan pada orang lain). Pada usia t0 tahun hingga usia t1 tahun digambarkan bahwa pada usia tersebut sebenarnya seseorang sudah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, akan tetapi kondisinya masih ada ketergantungan dengan orang lain. Tahap II , dimana dalam usia t1 tahun hingga usia t2 tahun menunjukkan orang berkonsumsi sepenuhnya dalam kondisi saving artinya pengeluaran konsumsinya sudah tidak lagi tergantung pada orang lain. Dan pada tahap ketiga, ketika seseorang pada usia tua (sudah tidak produktif) dimana orang tersebut tidak mampu lagi bekerja menghasilkan pendapatan sendiri, sehingga seseorang tersebut dapat dikatakan bahwa orang berkonsumsi kembali dalam kondisi dissaving. 5. Fungsi Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis) Dikemukakan oleh Milton Friedman yang
mengungkapkan hasil
pemikirannya mengenai penggunaan hipotesis pendapatan permanen untuk
Universitas Sumatera Utara
menerangkan variabel agregatif konsumsi dalam bukunya yang berjudul A Theory of Consumption Function. Dengan menggunakan asumsi bahwa konsumen bersikap rasional dalam mengalokasikan pendapatan yang diperolehnya selama hayatnya di antara kurun-kurun waktu yang dihadapinya serta menghendaki pola konsumsi yang kurang lebihnya merata dari waktu ke waktu. Milton Friedman menarik kesimpulan bahwa konsumsi permanen suatu masyarakat mempunyai hubungan yang positif dan proporsional dengan pendapatan mereka yang bersangkutan. Dalam bentuk matemetik dapat diungkapkan : Cp = kYp Dimana : Cp = Konsumsi permanen. Yp = Pendapatan permanen. k = Angka konstan yang menunjukkan bagian pendapatan permanen yang dikonsumsi. Ini berarti 0 < k < 1. Menurut Friedman tidak ada hubungan antara besarnya konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Juga tidak ada hubungan antara konsumsi permanen dengan konsumsi sementara. Demikian juga tidak ada hubungan antara pendapatan permanen dengan pendapatan sementara. Model formulasi kekayaan menurut Friedman adalah : W=Yp/iW Dimana : W = kekayaan. Yp= pendapatan permanen.
Universitas Sumatera Utara
i = tingkat bunga. Formulasi pendapatan permanen seseorang (Yp) dapat diperoleh dari formulasi kekayaan (W), sehingga : Yp = i W Pendapatan yang terukur (measured income) seseorang merupakan penjumlahan dari pendapatan permanen dan pendapatan sementara, sehingga secara matematis adalah sebagai berikut : Y = Yp + Yt Dimana : Y adalah pendapatan yang terukur. Yp adalah pendapatan permanen. Yt adalah pendapatan sementara.
Mengenai hubungan antara pendapatan permanen dengan pendapatan sementara, ada dua asumsi berikut : •
Tidak ada korelasi antara pendapatan permanen dengan pendapatan transitory, karena pendapatan sementara merupakan faktor kebetulan saja.
•
Pendapatan sementara tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsi, artinya jika seseorang mendapatkan transitory income yang bernilai positif, maka semuanya ditabung, namun jika seseorang memperoleh penghasilan sementara negatif, maka ia akan mengurangi tabungan dan tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsinya.
Universitas Sumatera Utara