BAB II URAIAN TEORITIS 1 Perbandingan Politik Studi perbandingan adalah bidang di dalam Ilmu Politik yang acap kali mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan studi intensif untuk mengurangi kekakuan dalam sistem politik yang ada. Perbandingan melibatkan sebuah abstraksi situasi atau proses konkrit yang tidak pernah dibandingkan semata, setiap fenomena diharapkan merupakan peristiwa yang unik; setiap manifestasi adalah unik; setiap individu dan perilakunya adalah unik. Melakukan perbandingan dalam studi politik, hanya akan memberikan sebuah teori politik yang secara umum, tetapi secara perlahan melalui berbagai proses akan terjadi pengembangan kondisi. Singkatnya pendekatan yang nantinya dilakukan dalam proses memperbandingkan juga akan menentukan deskripsi pendekatan, apakah akan terbatas pada pendekatan lembaga pemerintahan yang dibentuk secara formal atau lebih pada sebuah kontekstual dalam pembongkaran kekuatan-kekuatan politik yang melatari yaitu ideologi. Pengembangan terhadap sebuah abstraksi situasi akan membentuk relevansi dengan kekuatan kategori umum, sebuh relevansi yang terhimpun dari berbagai perbandingan yang dilakukan melalui peristiwa dan fenomena politik yang terjadi. Yang kesemua pada gilirannya dapat mengarahkan kesimpulan dan tanggapan kita kepada sebuah pandangan umum mengenai stabilitas politik; makanya diperlukannya pengkajian terhadap fenomena yang terjadi dalam studi ilmu politik15.
15
Macridis, Roy, Perbandingan Ilmu Politik, Jakarta, 1992 hal 5.
Secara garis besar tinjauan didalam perbandingan ilmu politik dari awal perkembangannya sampai dengan kondisi politik yang mutakhir, terdapat beberapa teori yang mendukung 16, yakni; Pertama, Teori sistem, seperti apa yang diutarakan David Easton di dalam bukunya “The Political System”, yang memuat mengenai konsep input dan output politik, tuntutan dan dukungan serta umpanbalik terhadap keseluruhan sistem yang saling berhubungan. Kedua, Teori Budaya, berangkat dari karya tradisional tentang budaya dalam dunia antopologi, studi sosialisasi dan kelompok-kelompok kecil dalam sosiologi; serta konsep kebudayaan yang dikaitkan dengan konsep negara dan budaya-budaya nasional. Ketiga, Teori Pembangunan, kemunculan negara di dunia ketiga mendorong kemunculan teori ini, yang tercurahkan pada wawasan keterbelakangan dan potensi untuk memajukan diri unruk tumbuh dan berkembang menjadi sebuah bangsa, yang kesemua terkait dalam pola modernisasi politik. Dalam sebuah kaitannya dapatlah dipahami bahwa setiap manifestasi sikap, hubungan, motivasi dan ide dalam masyarakat merupakan relevansi dalam kegiatan politik. Secara sederhana polituk dapat dipahami sebagai sebuah aspirasi dalam membentuk sebuah kepentingan, yang diawali dengan sebuah tuntutan dan akhirnya menghasilkan sebuah keputusan serta konsensus bersama. Dan dalam memahami sebuah fenomena politik yang ada diperlukannya sebuah pemahaman holistik tentang potensi potensial politik dan memahami bahwa ada sebuah sikap yang dianggap bertentangan yaitu sebuah sikap apolitis. Semua terbentuk pada ruang dan waktu yang berbeda tetapi semua menyangkut kegiatan politik dalam sebuah wadah partisipasi politik. 16
Chilcote, Ronald, Teori Perbandingan Politik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 11-13.
Dalam melihat struktural kelembagaan pemerintahaan maka dianggap penting mempelajari pelaku elite-elite pemerintahan yang menggunakan kekuatannya untuk mendapatkan kekuasaan. Kita harus melihatnya dari sebuah sisi dimana segala aktivitas politiknya merupakan sebuah jalan pemecahan permasalahan dan berorientasi pada sebuah tujuan, sebuah aktivitas yang merupakan ciri khas dalam sebuah fenomena politik. Komplotan elit pada umumnya mengambil keputusan akan perencanaan yang bersifat menguntungkan posisi mereka, yang dalam studi dan penilaiannya jauh lebih menguntungkan kelompoknya daripada masyarakat secara luas 17. Tindakan dan kehendak yang dijalankan oleh kelompok elite kembali sebagai sebuah penentu berjalannya lembaga pemerintahan dengan menunjukan kondisikondisi yang seolah membatasi ruang kebebasan individu. Konsepsi pemikiran dan perbandingan politik, adalah bertujuan untuk melihat dan penekanan pada pergolakan sosial dan konsensus yang terbangun, dan tidak pula tertutup kemungkinan akan terjadinya konflik di dalam masyarakat. Mulai dari pemahaman yang konservatif sampai dengan pemahaman yang radikal tentang negara dan tujuannya, semua merupakan dan interpertasi terhadap analisis peran negara dalam kondisi yang temporer. Lewat berbagai diskursus tentang teori perbandingan, maka kedepannya diharapkan akan menghasilkan sebuah implikasi yang nyata dalam memberikan kontribusi pemikiran politik serta ruang untuk mencapai sebuah sistem yang muncul dari kondisi latar belakang sosialpolitik masyarakat.
17
Shonfield, Andrew, Kapitalisme Modern, Terjemahan dari Modern Capitalism, London; Oxford University, 1965.
2. Partisipasi Politik Partisipasi politik dalam defenisi umum yang diartikan oleh Doktor Ilmu Politik, Miriam Budiardjo, adalah sebagai sebuah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam Pemilu, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai politik atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat atau anggota parlemen 18. Galen dan Irwin dalam tulisannya “Political Efficacy, Statisfaction and Participation” , mengungkapkan bahwa partisipasi politik adalah sebuh proses yang sistematis untuk memilih kepala negara dengan jalan pemilihan. Dan diharapkan hasil Pemilihan harus dapat diterima oleh masyarakat umum sebagai sebuah kebijakan bersama
19
. Dalam sebuah pengertian bahwa pemipmin yang
lahir bukan hanya menjadi milih masyarakat pemilihnya saja tapi lebih diharapkan dapat diterima secara luas sebagai sebuah hasil konsensus bersama. Sementara Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam partisipasi politik di negara berkembang, mendefenisikan konsep partisipasi politik sebagai kegiatan negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi ini bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal 20.
18
Bidiardjo, Miriam, Partisipasi dan Partai Politik, Yayasan Obor Indonesia, Jakrta, 1998, hal. 9. 19 Ibid, hal 6. 20 Hutington, Samuel, Partispasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal 67.
2.1 Tujuan Partisipasi Politik Menurut Sudijono Sastroadmodjo partisipasi politik merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah 21. Sama halnya dengan Samuel P. Hutington dan Joan M. Nelson dalam partisispasi poltik di negara berkembang seperti dikutip olehSudjiono Sastroadmodjo, tujuan dari partisipasi politik adalah untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Pendapat yang memiliki kesamaan seperti apa yang diungkapkan oleh Miriam Budiardjo, bahwa tujuan dari partisipasi politik aktif alaha dengan cara datang ke tempat pemungutan suara untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Dengan harapan bahwa melalui proses pemilihan diharapakan tujuan dan maksu politik dapat disampaikan oleh pemimpin yang sesuai dengan kepentingan politik yang kita gariskan. Secara umum partisipasi politik masyarakat merupakan indikator dalam membuat atau melakukan perubahan kebijakan negara, dengan jalan menentukan pilihan politiknya untuk memilih pemimpin yang memiliki platform yng berdekatan denga kepentingan dan perilaku politik individu yang pada akhirnya harus diasosiasikan dalam bentuk kebijakan publik. 2.2 Bentuk Partisipasi Politik Bentuk partisipasi politik aktif dalam masyarakat seperti apa yang diuraikan oleh Miriam Budiardjo adalah, Partisipasi Politik dapat bersifat aktif dan pasif, entuk paling sederhana dari partisipasi politik adalah ikut memberikan suara dalam Pemilu, turut serta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan 21
67.
Sastroadmodjo, Sudijono, Perilaku Politik, IKIP Press, Semarang, 1995, hal.
keuangan dengan memberikan sumbangan. Sedangkan benttuk partisipasi pasif adalah bentuk partisipasi yang hanya sebentar. Misalnya bentuk diskusi, politik informal oleh individu dalam keluarga, tempat kerja atau di lingkungan lainnya 22. Menurut Ramlan Surbakti, bentuk partisipasi dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif adalah mencakup kegiatan warganegara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda kepada pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kerjasama, membayar pajak, dan ikut dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan. Partisipasi Pasif merupakan kegiatan mentaati peraturan pemerintah, memahami dan melaksanakannya begitu saja setiap keputusan pemerintah 23. Sementara menurut Milbrath dan Goel dalam membedakan partisipasi politik, kegiatan politik dapat dijadikan beberapa kategori, yakni
24
:
1. Apatis, adalah orang yang menarik diri dalam proses politik 2. Spektator, yaitu orang yang setidaknya pernah mengikuti media pemilihan umum. 3. Gladiator, yaitu orang yang selalu aktif dalam kegiatan politik. 4. Pengkutik, yaitu orang yang mengikuti proses politik dalam bentuk yang konvensional.
22
Hutington, Ibid, Hal 68 Budiardjo, Ibid, hal 10 24 Ibid, hal 11. 23
3. Pemilihan umum 3.1. Pengertian Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah pemilihan umum (Pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau kepemimpinan daerah dalam periode tertentu. Ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan Pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara. Pemilu memiliki fungsi
utama
untuk
menghasilkan
kepemimpinan
yang
benar-benar
mendekatikehendak rakyat. Oleh karena itu, Pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan. Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, Pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta Pemilu harus bebas dan otonom. Kedua, Pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam artian Pemilu harus diselenggarakan secara teratur denganjarak waktu yang jelas. Ketiga, Pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam Pemilu. Tidak ada satu pun kelompok yang diperlakukan secara diskriminatif dalamproses Pemilu. Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untukmempertimbangkan
dan
mendiskusikan
alternatif
pilihannya
dalam
suasanabebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Kelima, penyelenggara Pemilu yang tidak memihak dan independen.Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasionaldan
kepemimpinan daerah. Pengalaman dalam rangkaian penyelenggaraan seleksi kepemimpinan nasional dan kepemimpinan daerah melalui Pemilu membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar demokrasi. Di negara yang demokratis pemilihan merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serat mempengaruhi kebijakan pemerintah dan sistem politik yang berlaku. Dengan hal itu pula, pemilihan tetaplah merupakan bentuk partisipasi politik rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatanjabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Memilih sebagaian rakyat untuk menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seharusnya merupakan hak semua rakyat yang kelak diperintah oleh orang-orang terpilih. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutanya menjadi : pemilihan. Dalam hal ini pemilihan yaitu semua rakyat harus ikut, tanpa dibeda-bedakan maka dipakaian pemilihan umum. Sistem pemilihan adalah suatu mekanisme atau tatacara untuk menentukan pasangan calon dan berhak menduduki jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah 25.
Pemilihan Umum adalah motode demokratis untuk memilih wakil-wakil rakyat dalam badan-badan perwakilan, dan merupakan pranata konstitusional bagi perubahan hubungan-hubungan kekuasaan.
Pemilihan umum di Indonesia
secara formal mengakui asas- asas langsung,umum, bebas dan rahasia, mempunyai perangkat aturan dan lembaga penyelenggara pemilu. Mengenai 25
Sitepu, Antonius, Sistem Politik Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006, hal.12
signifikasi dan fungsinya sebagaimana dimuat, Asas-asas Pemilihan umum menurut perundang-undang yang berlaku adalah :
a) Umum, dalam arti semua warga yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu telah berusia 17 tahun atau telah kawin berhak ikut memilih dalam pemilu, dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih. Pemilihan bersifat umum berarti pemilihan yang berlaku menyeluruh bagi setiap warga negara.
b) Langsung, yakni. rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya, menurut hati nuraninya, tanpa perantara dan tingkatan.
c)
Bebas,
dalam
arti
setiap
warga
negara
yang
berhak
mernilih
dalammenggunakan haknya dijamin keamanannya untuk melakukan pemilihan menurut hati nuraninya tanpa ada pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapa pun/dengan apapun.
d) Rahasia, yakni para pemilih dijamin oleh peraturan, tidak akan diketahui oleh pihak siapa pun dan dengan jalan apapunn, siapa pun yang dipilihnya. Pemilih memberikan suara pada surat suara dengan tidak diketahui oleh orang lain kepada siapa suara diberikan (secara ballot);
Pemilihan Umum merupakan salah satu sarana dalam menjalankan demokrasi. PEMILU adalah sarana pokok pemerintahan perwakilan yang demokratis, dalam pemilihan umum masyarakat akan diberikan hak suaranya untuk memilih perwakilannya di lembaga-lembaga negara melalui partai politik. Dan melalui kelembagaan PEMILU masyarakat memunculkan para calon
pemimpin dan menyeleksi calon-calon tersebut dalam ketentuan dan nilai yang berlaku, sehingga diharapkan calon yang terpilih mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Dan dengan terpilihnya perwakilan masyarakat di lembaga-lembaga pemerintahan, diharapkan mereka dapat membawa suara di tingkat basisi masyarakat ke dalam lembaga-lembaga pemerintahan.
Menurut Tatang Chimad pada prinsipnya Pemilihan umum dalam ranah demokrasi bermakna 26:
1. Kegiatan partisipasi politik dalam menuju kesempurnaan berbagai pihak. 2. Sistem perwakilan bukan partisipasi langsung dimana terjadi perwakilan penentu akhir dalam memilih elit politik yang berhak duduk mewakili masyarakat. 3. Sirkulasi para elit politik yang berujung pada perbaikan performa eksekutif.
Pemilu sebagai wujud dari demokrasibertujuan sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintah dan alternatif kebijakan umum. Memilih sebagaian rakyat menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seharusnya merupakan hak semua rakyat yang kelak diperintah oleh orang yang terpilih menjadi pemimpin. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutannya menjadi pemilihan. Dalam pemilihan itu semua rakyat harus ikut,
26
Chimad, Tatang, Kritik Terhadap Pemilihan Langsung, Pustaka Widyatama, Jogyakarta, 2004, hal. 3.
tanpa membedakan, maka dengan itu dipakailah sebutan Pemilihan Umum atau diseingkat dengan PEMILU 27.
Sesungguhnya pemilihan umum sudah sejak lama di sebut sebagai tata cara untuk memperoleh kedudukan atau status sebagai wakil rakyat atau sebagai anggota badan perwakilan dengan memanfaatkan pemilihan umum, dengan ini mengaitkan pemilihan umum sebagai usaha pembentukan dan pertumbuhan sistem perwakilan politik rakyat. Jadi melalui, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menjaring calon-calon tersebut berdasarkan niali yang berlaku. Keikutsertakan rakyat dalam pemilihan umum, dapat juga dipandang sebagai wujud partisipasi dalam proses pemerintahan. Sebab melalui lembaga pemilihan umum berarti rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin negara, pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat yang telah memilihnya. 3.1.Tujuan Pemilihan Umum Menurut rumusan penjelasan UU.No.15 tahun 1969, tentang pemilihan umum, yang masih berlaku sampai tahun pemilihan umum 1997, disebutkan bahwa tujuan pemilihan umum adalah : “Dalam mewujudkan penyusunan tata kehidupan yang dijiwai semangat cita-cita revolusi kemerdekaan RI proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana tersebut dalam Pancasila UUD 1945, maka penyusunan tata kehidupan itu harus dilakukan dengan jalan pemilihan umum”. Dengan demikian, diadakan pemilihan umum tidak sekedar memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan, dan juga tidak memilih wakil-wakil rakyat untuk menyusun negara baru, tetapi 27
Castles, Lance, Pemilu Dalam Konteks Komparatif dan Historis, Pustaka Widyatama, Jogyakarta, 2004, hal 16.
suatu pemilihan wakil-wakil rakyat oleh rakyat yang membawa isi hati nurani rakyat dalam melanjutkan perjuangan, mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia bersumber pada proklamasi 17 agustus 1945 guna memenuhi dan mengemban amanat penderitaan rakyat. Pemilihan umum adalah suatu alat
yang penggunaannya tidak boleh
mengakibatkan rusaknya sendi-sendi demokrasi bahkan menimbulkan hal-hal yang menderita rakyat, tetapi harus menjamin suksesnya perjuangan Orde baru, yaitu tetap tegaknya pancasila dan dipertahankan UUD 1945”. Maka yang tersimpul dalam tujuan pemilihan umum diatas merupakan fundamen pelaksanaan demokrasi di Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945. 28 Sedangkan tujuan pemilihan umum menurut UU No 12 tahun 2003, tentang pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah : “Pemilihan Umum diselenggrakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujaun nasional sebagaimana diamanatkan UUD 1945”. Adapun tujuan pemilihan umum menurut Undang-Undang No.23, tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden, yaitu : “Pemilihan Umum presiden dan wakil presiden diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden yang kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan pemerintah negara dalam rangka tercapai tujaun nasional sebagaimana diamanatkan UUD negara Republik Indonesia 1945”. 29
28 29
Rahman, A., Sistem Politik Indonesia, Jogjakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 147 ibid., hal.200
4. Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) 4.1 Pengertian PILKADA Kepala daerah adalah jabatan politik atau jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi menggerakan jalannya roda pemerintahan. Fungsi-fungsi pemerintahan terbagi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan. Kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan atas ketiga fungsi pemerintahan itu. Dalam kontek struktur kekuasaan, kepala daerah adalah kepala eksekutif di daerah. Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang merupakan mekanisme baru rekruitmen kekuasaan di daerah terus bergulir. Dinamika demokrasi yang berkembang di Indonesia pasca Orde Baru telah membawa wacana baru, bahwa ternyata penataan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak efektif apabila dikelola secara sentralistik. Oleh karena itu, muncullah wacana desentralisasi yang memberikan kewenangan kepada daerah dalam mengelola daerahnya secara lebih luas namun bertanggung jawab dalam koridor wilayah kesatuan RI. Cara paling efektif untuk membedakan pemilihan kepala daerah langsung dan pemilihan kepala daerah tidak langsung adalah dengan melihat tahapantahapan kegiatan yang digunakan. Dalam pemilihan kepala daerah tak langsung, partisipasi rakyat dalam tahapan-tahapan kegiatan sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Dalam pemilihan kepala daerah secara langsung, keterlibatan rakyat dalam tahapan-tahapan kegiatan sangat jelas terlihat dan terbuka lebar. Rakyat merupakan sabjek politik, mereka menjadi pemilih, penyelengara pemantau dan bahkan pengawas. Oleh sebab itu, dalam pemilihan
kepala daerah langsung, selalu ada tahapan kegiatan pendaftaran pemilih, kampanye, pemungutan dan perhitungan suara dan sebagainya.. Wujud semangat desentralisasi adalah terciptanya pemimpin daerah yang langsung dipilih oleh rakyat melalui Pilkada. Penyerapan aspirasi rakyat juga dilakukan melalui mekanisme demokrasi yang sehat dengan membuka peluang, bahwa keterwakilan dalam partai politik betul-betul mencerminkan keterwakilan masyarakat. Pilkada inilah yang pada akhirnya akan menjembatani aspirasi rakyat daerah untuk memilih figur-figur yang dekat dan mewakili masyarakatlah yang berhak untuk duduk memimpin daerah tersebut. Pemberlakukan aturan pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (hasil revisi UU 22/1999) yang mulai dilaksanakan sejak tahun 2005 termasuk langkah progresif bagi penataan kelembagaan dan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Pelaksanaan Pilkada langsung akan mencegah berbagai konspirasi antar elit politik yang selama ini selalu mendominasi proses seleksi pemilihan kepala daerah (walikota/bupati). Selain itu, Pilkada juga membuka peluang tampilnya pemimpin-pemimpin berkualitas yang mampu menjadi motor reformasi di tingkat birokrasi Pilihan terhadap sistem Pilkada langsung merupakan koreksi atas Pilkada terdahulu yang menggunakan sistem perwakilan oleh DPRD sebagaimana tertuang dalam UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No.151 tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan Dan Pemberhentian Kepala Daerah. Kepala Daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokasi untuk menggerakkan jalurnya roda pemerintahan. Fungsi pemerintahan terbagi menjadi perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan.
Kepala Daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan atas ketiga fungsi pemerintahan tersebut. Dalam konteks struktur kekuasaan, Kepala Daerah adalah kepala eksekutif di daerahTerminologi Jabatan Publik artinya kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat atau publik, berdampak kepada rakyat dan dirasakan oleh rakyat. Oleh karena itu kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepada rakyatnya. Pilkada merupakan rekrutmen politik yaitu dengan menyeleksi rakyat terhadap tokoh-tokoh lokal yang mencalonkan sebagai Kepala Daerah. Dalam kehidupan politik di daerah. PILKADA merupakan salah satu kegiatan yang nilainya sejajar dengan pemilihan legislatif terbukti kepala daerah dan DPRD setara dan menjadi mitra. Aktor utama Pilkada adalah rakyat, Parpol, pasangan calon Kepala Daerah dan KPUD sebagai penyelenggara, ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangkaian tahapan-tahapan pilkada langsung. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: pendaftaran pemilih, pendaftaran calon, penetapan calon, kampanye, pemungutan dan perhitungan suara, dan penetapan calon terpilih Karena pilkada langsung merupakan implementasi demokrasi partipatoris, maka nilai-nilai demokrasi menjadi parameter keberhasilan pelaksanaan proses kegiatan. Pilkada pemilihan langsung kepala daerah yang diawali setelah diberlakukannya Undang-Undang No.32 tahun 2004 merupakan langkah maju bagi proses demokratisasi lokal di Indonesia. Malalui pelaksanaan otonomi daerah sebagai
media
untuk
menyebarkan
sistem
demokrasi
yang
semakin
disempurnakan, termasuk pemilihan kepala daerah langsung diharapkan memacu tumbuhnya kekuatan yang pro demokrasi di daerah. Artinya melalui pemilihan kepala daearh yang secara lengsung ini, akan lahir aktor-aktor demokrasi didaerah, yang kemudian diharapkan mampu melakukan gerakan-gerakan baru baru bagi perubahan.
4.2. Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah Pada dasarnya terdapat empat peraturan perundangan yang menjadi acuan dan pedoman pelaksanaan penyelengaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah langsung yaitu: 1. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daearh 2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perpu) No.3 tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian kepala daearah dan wakil kepala daerah 4. Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2005 tentang perubahan atas peraturan pemerinatah
No.6
tahun
2005
tentang
pemilihan,
pengesahan
pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah
5. Partai Politik. 5.1 Defenisi Partai Politik Istilah partai politik ditinjau dari asal katanya berarti bagian atau pihak. Di dalam masyarakat secara alamiah terdapat pengelompokan-pengelompokan atau
parati-partai. Salah satu pengelompokan masyarakat didasarkan pada persamaan paham dalam bentuk doktrin politik yang seringkali disebut dengan partai. Pendapat ini kemudian popular untuk diberikan batasan pengertian partai politik, perlu diketahui bahwa partai berbeda dengan gerakan massa. Suatu gerakan merupakan kelompok atau golongan yang ingin menciptakan perubahan pada lembaga-lembaga politik, atau lebih kepada mendorong perubahan
tatanan
masyarakat dengan cara-cara politik. Berbeda dengan partai yang memiliki tujuan yang tidak hanya terbatas pada sebuah tujuan yang fundamental saja. Orientasi parati politik merupakan ikatan yang kuat pada anggota dan kadernya yang dapat menimbulkan identitas kelompok yang kuat, sebuah identitas, nama ataupun label partai politik yang dapat menunjukan karakteristik partai politik itu sendiri. Secara umum partai politik diartikan sebagai organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara secara sukarela atas dasar persamaan dan kehendak cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilu 30. Kedaulatan partai politik berada ditangan anggotanya, tiap partai politik mempunyai ciri masing-masing. Ciri masing-masing partai tersebut terletak pada ideologi, tujuan dan programnya. Berdasarkan tujuan dan programnya itu, partai politik menetapkan garis perjuangannya. Garis perjuangan atau platform partai politik merupakan pengejawantahan ideologi yang harus diketahui dan disadari dengan baik oleh angggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Partai politik din Indonesia dalam perjalanan sejarahnya pertama kali lahir dalam zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. pada 30
Porwantana, Undang-Undang Partai Politik, Yogjakarta : Pustaka Widya Utama, 2003, hal 144
masa itu semua organisasi, baik yang berhaluan sosial, politik, dan basis agama menyatukan kekuatan dalam sebuah gerakan dan memainkan peranannya dalam politik nasional. dan dalam perkembangannya, inisisiatif warga negara membentuk partai politik yang didasari berbagai macam kepentingan yang ingin disalurkan dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu argumen mendasar dibentuknya partai politik adalah ideologi, rumusan gagasan dan cita masyarakat yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Secara umum Miriam Budiardjo menagtakan bahwa partai Politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (dengan jalan konstitusional) untuk melaksanakan kebijakan mereka. 31 5.2. Fungsi dan Tujuan Partai Politik Menurut berbagai ahli dan penulis ilmu politik terdapat berbagai penafsiran terhadap fungsi partai politik, demikian juga berlaku disetiap negaranegara dimana fungsi politik itu berbeda-berbeda menurut keinginan yang ingin di capai negara tersebut. Dalan negara demokrasi partai politik memiliki atau menyelenggrakan beberapa fungsi, partai politik secara umum memiliki fungsi yaitu : 1. Fungsi Artikulasi Kepentingan Artikulasi kepentingan adalah suatu proses pengimputan berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga –lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam perbuatan kebijakan umum
31
Budiarjo, Opcit, hal 160
2. Fungsi Agregasi Kepentingan Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarakan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan umum. Agregasi kepentingan di jalankan dalam sistem politik yang memperbolehkan persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di tingkat atas, mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai dengan kebutuhan dari rakyat 32. 3. Fungsi Sosialisasi Politik Partai politik juga memiliki sarana sosialisasi. Sosialisasai politik diartikan sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana berada. 4. Fungsi Komunikasi Politik. komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dilakukan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, yakni mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik 33. 5. Fungsi Pengaturan Konflik Dalam negara demokratis yang masyarakatnya bersifat terbuka, adanya perbedaan dan persaingan pendapat sudah merupakan hal yang wajar. Akan tetapi di dalam masyarakat yang heterogen sifatnya, maka persoalan perbedaan pendapat itu, apakah ia berdasarkan perbedaan etnis, status sosial ekonomi atau agama mudah sekali mengandung konflik. Pertikaian-pertikaian semacam ini dapat
32
ibid., hal.17 Khoirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Pustaka Pelajar, Jogyakarta, 2004, hal 103. 33
diatasi dengan bantuan partai politik, sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa, sehingga akibat-akibat negatifnya sedemikian mungkin. 6.
Fungsi Rekruitmen Politik Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi anggota-anggota kelompok
untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrative maupun politik. Setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pola rekrutmen anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. Di indonesia, perekrutan politik berlangsung melalui pemilu, setelah setiap calon peserta yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh semua badan resmi, seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian khusus yakni penyangkutan kesetian pada ideologi negara 34. Menurut Sigmun Nauman bahwa didalam negara demokratis, partai politik mengatur keinginan dan aspirasi berbagaai golongan dalam masyarakat. Di dalam pasal 5 undang-undang nomor 31 tahun 2002 dijelaskan bahwa tujuan partai politik ada 2 yaitu tujuan umum dan tujuan khusus 1. Tujuan umum partai politik a. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. b. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi nilai kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
34
Khoirudin, Ibid., hal. 99