BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DAN HUKUM JAMINAN A. Tinjauan Umum Koperasi 1. Pengertian, Peran dan Prinsip Koperasi Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata – kata Latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata ini, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Co dan Operation, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Cooperative Vereneging yang berarti bekerja dengan bersama orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.1Dalam bahasa Indonesia dilafalkan menjadi koperasi.2 Kata CoOperation kemudian diangkat dan dikenal dengan istilah ekonomi sebagai Kooperasi yang dibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan istilah KOPERASI, yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang bersifat sukarela. 3 Oleh karena itu koperasi dapat didefinisikan sebagai berikut :
1
Sutantya Rahardja Hadikusumah, Hukum Koperasi Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakerta : 2000, hlm. 1 2 Andjar Pachta, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, Badan Penerbit FH UI,Jakarta : 2008, hlm 15 3 Ibid
27
28
“Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang – orang atau badan – badan, yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebaga anggota menurut peraturan yang ada dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.” Dari definisi tersebut, maka dapatlah dilihat adanya unsur – unsur koperasi seperti berikut : 1.
Koperasi bukan suatu organisasi perkumpulan modal (akumulasi modal), tetapi perkumpulan orang – orang yang berasaskan social, kebersamaan bekerja dan bertanggung jawab.
2.
Keanggotaan koperasi tidak mengenal adanya paksaan apapun dan oleh siapapun, bersifat sukarela, netral terhadap aliran, isme dan agama.
3.
Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara bekerja sama secara kekeluargaan.
Undang – Undang
No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
memberikan definisi tentang Koperasi bahwa : “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.”
29
Pada penjelasan tersebut koperasi memiliki ciri – ciri khusus yaitu :4 a. Beberapa orang disatukan oleh kepentingan ekonomi yang sama. b. Tujuan mereka, baik bersama dengan tindakan perseorangan adalah memajukan kesejahteraan bersama dengan tindakan bersama secara kekeluargaan. c. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah badan usaha yang dimiliki, dibiayai, dan dikelola bersama. d. Tujuan utama badan usaha itu adalah meningkatkan kesejahteraan semua anggota perkumpulan. e. Dari berbagai definisi dan pengertian koperasi, pada umumnya terdapat beragam unsur yang terkandung, tetapi pada pokoknya sama yaitu :5 1. Merupakan perkumpulan modal orang, bukan semata perkumpulan modal. 2. Adanya kesamaan baik dalam tujuan, kepentingan maupun dalam bentuk kegiatan sosial, menyebabkan lahirnya beragam bentuk dan jenis koperasi. 3. Merupakan usaha yang bersifat sosial, tetapi tetap bermotif ekonomi. 4. Bukan bertujuan untuk keuntungan badan koperasi itu sendiri, tetapi untuk kepentingan kesejahteraan koperasi. 5. Diurus bersama, dengan semangat kebersamaan dan gotong royong. 6. Netral. 7. Demokratis 8. Menghindari persaingan antar anggota. 9. Merupakan suatu system (terintegrasi dan terorganisasi). 10. Sukarela. 11. Mandiri dan kepercayaan diri. 12. Keuntungan dan manfaat sama, propordional dengan jasa yang diberikan. 13. Pendidikan 14. Moral. 15. Pengaturan beragam untuk setiap Negara, tetapi dengan satu prinsip yang tetap sama, yaitu prinsip – prinsip koperasi. .
4 5
Abdulkadir Muhammad, Hukum Koperasi, Alumni, Bandung, 1982, hlm 120 Andjar Pachta,op.cit, hlm 20
30
Pada bab II, Bagian Kedua, Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tertuang tujuan koperasi Indonesia seperti berikut : “Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasioanal dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945”
Pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian diuraikan fungsi dan peran koperasi Indonesia seperti berikut:6 a.
b. c.
d.
Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Pada Bab II, Bagian Kedua, Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 diuraikan mengenain prinsip Koperasi bahwa : 1. Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut : a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. b. pembagian dilakukan secara demokratis c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil dan sebanding dengan besarnya jasa usaha masing – masing anggota. d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. 6
Idem, hlm 40
31
e. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. f. kemandirian. 2. Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut : a. pendidikan perkoperasian b. kerja sama antar koperasi. Penjelasan dari Pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan bahwa prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan
dalam
kehidupan
berkoperasi.
Dengan
melaksanakan
keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial. Menurut Andjar Pachta dalam bukunya Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri dari koperasi. Dengan adanya prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya: 7 a. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan ini juga mengandung
arti
bahwa
seorang
anggota
koperasi
dapat
mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang 7
Idem, hlm 48 - 52
32
ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifaat terbuka mengandung arti bahwa dalam keanggotaan koperasi tidak terdapat pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun dan oleh siapapun. Koperasi terbuka untuk setiap warga Negara Indonesia, artinya keanggotaan koperasi Indonesia tidak mengenal perbedaan jenis kelamin, agama atau kepercayaan, suku, status ekonomi maupun golongan atau paham yang dianutnya. Menjadi anggota koperasi harus dengan penuh kesadaran dan keyakinan bahwa melalui koperasi akan diperolehnya manfaat yang akan mampu menaikkan taraf hidupnya, baik secara material maupun secara mental spiritual. b. Adanya prinsip demokrasi Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggotanya. Karena pada prinsipnya para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan teringgi dalam kopeasi, dan koperasi Indonesia adalah milik anggota dan untuk anggota. Sehingga koperasi di dalam kegiatan usahanya harus berusaha melayani anggota dengan sebaik – baiknya. Oleh karena itu pelaksanaan kepengurusan koperasi harus terbuka bagi setiap usahanya harus berusaha melayani anggota dengan sebaik – baiknya. Oleh karena itu pelaksanaan kepengurusan koperasi harus terbuka bagi setiap
33
anggota. Anggota berhak pula melakukan kontrol atas jalannya kepengurusan koperasi. Anggota koperasi mempunyai hak suara yang sama di dalam Rapat Anggota Koperasi, yang membicarakan dan memutuskan segala kebijaksanaan dan ketentuan – ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pengurus koperasi. Rapat Anggota Koperasi ini adalah merupakan sendi dasar kehidupan koperasi. c. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan asas kekeluargaan Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata – mata atas dasar modal yang dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar perimbangan jasa usaha mereka terhadap koperasi. Meskipun sisa hasil usaha yang berupa keuntungan itu tidak sebesar jika menjalankan perusahaan non koperasi, tetapi keuntungan tersebut diharapkan nantinya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan anggota dan juga untuk dana cadangan, dana social, dana pendidikan serta lainnya. Pada koperasi pemula yang masih memerlukan tambahan modal usaha, sisa hasil usaha yang didapat biasanya tidak dibagikan kepada para anggota, tetapi digunakan untuk menambah modal usaha koperasi bersangkutan. d. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal. Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal, tetapi koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan
34
kegiatan usahanya. Modal untuk kemanfaatan anggotanya, bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu, balas jasa terhadap modal yang mereka berikan kepada para anngota juga terbatas, tidak didasarkan semata – mata atas besarnya modal yang diberikan kepada koperasi. Terbatas di sini dimaksudnya adalah wajar, dalam arti tidak melebihi besarnya suku bunga yang berlaku. e. Prinsip kemandirian dari koperasi. Mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri – sendiri, tanpa
bergantung
kepada
pihak lain
yang
dilandasi
oleh
kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Kemandirian ini terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri. Tanpa adanya modal kepercyaaan atau keyakinan akan kemampuan dan kekuatan sendiri ini, niscaya tidak mungkin timbul suatu kegiatan dalam koperasi. Untuk itu, setiap kegiatan koperasi Indonesia selalu harus mendasarkan kepada prinsip swadaya, swakerta dan swasembada. Swadaya artinya koperasi Indonesia harus berusaha untuk dapat berdiri tegak di atas kekuatannya sendiri, baik kekuatan modal usaha maupun mental spiritual dari para anggota koperasi. Swakerta artinya
35
buatan sendiri. Dengan perinsip swakerta ini koperasi diharapkan dapat
melaksanakan
sendiri
segala
kegiatannya
dengan
menggunakan alat – alat buatan sendiri atau mengutamakan memakai barang – barang buatan bangsa sendiri. Sedangkan swasembada mempunyai arti kemampuan sendiri. Sifat ini menghendaki anggota koperasi dan masyarakat, dapat mencukupi kebutuhan snediri dengan kemampuanyya sendiri. Meskipun untuk itu dalam pelaksanaannya koperasi harus melakukan kerja sama dengan badan – badan usaha lainnnya. f. Prinsip pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi. Penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi
merupakan
prinsip
koperasi
yang
penting
dalam
meningkatkan kemampuan, memperluas wawasan anggota, dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan koperasi. Kerja sama ini dapat dilakukan antar koperasi baik di tingkat local, regional, nasional, maupun di tingkat internasional. Dengan pendidikan ini diharapkan para anggota memiliki pengertian tentang seluk – beluk dan lika liku koperasi, dan dari pengertian yang diperoleh tersebut akan tumbuh kesadaran berkoperasi dan kesetiaan pada koperasi pada diri dan jiwa para anggota koperasi, yang dapat meningkatkan taraf partisipasi anggota terhadap koperasi. Sedangkan kerjasama antar koperasi ini akan dapat
36
memperkuat dan memperkokoh koperasi sebagai suatu badan usaha ekonomi, sehingga dapat mewujudkan keinginan dari ketentuan Pasal 33 UUD 1945 di mana koperasi sebagai sokoguru perekonomian bangsa Indonesia. 2. Bentuk dan Jenis Koperasi Jenis – jenis koperasi menurut Pasal 15 UU No. 25 tahun 1992 menyatakan Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder. Koperasi sekunder, menurut penjelasan dari undang – undang tersebut
adalah
meliputi
semua
koperasi
yang
didirikan
oleh
dan
beranggotakan koperasi primer dan / atau koperasi sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan seperti yang selama ini dikenal sebagai Pusat, Gabungan, dan Induk, maka jumlah tingkatan
maupun
penamaannya
diatur
sendiri
oleh
koperasi
yang
bersangkutan.8 Jika dilihat kembali ketentuan Pasal 15 dan 16 UU No. 12 tahun 1967 tentang Pokok – Pokok Koperasi Indonesia beserta penjelasannnya, maka dapat diketahui adanya empat tingkatan organisasi koperasi yang diasarkan
8
Sutantya Hadhikusuma, op.cit, hlm 60
37
atau disesuaikan dengan tingkat daerah administrasi pemerintahan. Empat tingkatan koperasi tersebut dapat dijelaskan seperti berikut :9 a.
Induk Koperasi, terdiri dari sekurang – kurangnya 3 (tiga) gabungan koperasi yang berbadan hukum. Induk Koperasi ini daerah kerjanya adalah Ibukota Negara Republik Indonesia (tingkat Nasional).
b.
Gabungan Koperasi, terdiri dari sekurang –kurangnya 3 (tiga) Pusat Koperasi yang berbadan hukum. Gabungan koperasi ini daerah kerjanya adalah daerah tingkat I (tingkat Provinsi).
c.
Pusat Koperasi, terdiri dari sekurang –kurangnya 5 (lima) Koperasi Primer yang berbadan hukum. Pusat Koperasi ini daerah kerjanya adalah Daaerah Tingkat II (tingkat Kabupaten).
d.
Koperasi Primer, terdiri dari sekurang –kurangnya 20 (dua puluh) orang telah memenuhi syarat – syarat keanggotaan sebagaimana ditentukan dalam undang – undang.
Dengan tingkatan organisasi koperasi seperti tersebut, maka koperasi tingkat atas mempunyai kewajiban memberi bimbingan dan pula mempunyai wewenang untuk mengadakan pemeriksaan pada koperasi tingkat bawah, dengan tanpa mengurangi hak koperasi tingkat bawah. Adanya kerja sama yang baik di dalam organisasi koperasi dari tingkat Pusat sampai pada 9
Ibid
38
tingkat daerah atau dari tingkat atas sampai bawah, akan dapat memajukan usaha koperasi secara keseluruhan.10 Pemusatan koperasi menjadi empat tingkat organisasi dalam kesatuan yang tak dapat dipisah – pisahkan ini memiliki beberapa keuntungan yaitu :11 a. Menghilangkan atau menekan kemungkinan persaiangan yang tidak sehat di antara koperasi – koperasi yang ada. b. Di antara koperasi – koperasi tersebut, ada hubungan saling melengkapi dalam suasana asas kekeluargaan, beban diperingan, biaya usaha dapat dikurangi, dan harga dapat ditekan serendah mungkin. c. Dengan bekerjanya asas kebebasan yang bertanggung jawab (subsidaritas)
dijamin
sehatnya
sektor
koperasi
dari
sudut
kehidupan organisasi dan usaha : 1) Koperasi Primer atau salah satu tingkat organisasi lain yang kuat, dapat terus maju dengan tenaganya sendiri dan menjadi dasar
yang
sehat
bagi
tingkat
organisasi
di
atasnya,
sedangkan yang lemah dibantu oleh tingkat organisasi di atasnya (permodalan, administrasi dan manajemen).
10
Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi pada Umumnya dan Koperasi Indonesia di dalam Perkembangan, Taman Pustaka Kristen, Yogyakarta : 1986, hlm 61 11 Tom Gunadi, Sistem Perekonomian menurut Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945, Angkasa, Bandung : 1981, hlm. 244
39
2) Masalah – masalah dalam koperasi dapat diatasi dalam lingkungan kerja samanya sendiri, dan ini berarti berkurangnya atau hilangnya ketergantungan pada perusahaan atau badan lain di luarnya atau bahkan dari sektor lain. Dalam ketentuan pasal 16 UU No. 25 tahun 1992 dinyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut mengenai jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi jasa. Untuk koperasi – koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukanlah merupakan suatu koperasi tersendiri. 3. Kepengurusan Koperasi Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak secara bebas dari para calon anggota, tanpa adanya paksaan apapun dan oleh siapapun. Di dalam koperasi dijunjung tinggi asas persamaan derajat di antara sesame anggota koperasi, serta adanya jalinan hubungan koordinasi yang harmonis antar sesama anggota tanpa memandang perbedaan keturunan, politik dan agama. Anggota – anggota inilah yang mempunyai kewenangan penuh dalam koperasi.
40
Setiap orang yang merasa mempunyai kepentingan dan kebutuhan sama dan mempunyai kesadaran berkoperasi, boleh ikut serta menjadi anggota koperasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam keanggotaan koperasi dikenal adanya sifat bebas, sukarela, dan terbuka. Pada pasal 19 ayat (1) UU Perkoperasian, dinyatakan bahwa : “Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi. Ketentuan ini menunjukkan bahwa factor kesamaan kepentingan dalam usaha koperasi merupakan tolak ukur untuk menentukan diterima atau tidaknya seseorang / badan hukum koperasi menjadi anggota koperasi baik untuk Koperasi Primer maupun Koperasi Sekunder.”
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU Perkoperasian menjelaskan bahwa : “Yang dapat menjadi anggota koperasi Indonesia adalah setiap warga Negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan seperti ditetapkan dalam anggaran dasar.”
Hal tersebut dimaksudkan sebagai konsekuensi dari koperasi yang berstatus badan hukum (rechts person). Namun demikian ketentuan ini tidak menutup bagi para pelajar, siswa atau yang dipersamakan dan dianggap belum mampu untuk melakukan tindakan – tindakan hukum, untuk membentuk badan usaha koperasi. Mereka dapat membentuk badan usaha koperasi namun demikian koperasi tersebut tidak disahkan sebagai badan hukum dan statusnya hanya sebaga Koperasi tercatat.
41
Kewajiban dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU Perkoperasian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Mematuhi Anggaran Dasar Koperasi Mematuhi Anggaran Rumah Tangga Koperasi Mematuhi hasil Keputusan – Keputusan Rapat Anggota Koperasi Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan koperasi Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan Menghadiri rapat anggota dan ambil bagian secara aktif dalam rapat tersebut Memanfaatkan fasilitas – fasilitas usaha koperasi Berlaku jujur dan tidak melakukan tindakan – tindakan yang dapat merugikan koperasi Bertanggung jawab dalam hutang – hutang koperasi
Hak dari setiap anggota koperasi seperti yang tercantum pada ketentuan Pasal 20 ayat (2) UU Perkoperasian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Hadir di dalam Rapat Anggota Menyatakan pendapat di dalam Rapat Anggota Memberikan suara di dalam Rapat Anggota Memilih dan / atau dipilih dalam kepengurusan (sebagai Pengurus atau sebagai Pengawas) 5. Meminta diadakannya Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Rapat Anggota 6. Mengemukakan pendapat dan / atau saran kepada pengurus di luar Rapat Anggota, baik diminta maupun tidak 7. Mendapatkan keuntungan atau sisa hasil usaha 8. Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota dalam koperasi 9. Menerima pengembalian uang simpanan sebagai anggota 10. Menerima bonus dan / atau bunga atas modal saham, obligasi, dan sebagainya
42
11. Menerima kembali modal saham, obligasi jika anggota tersebut mengundurkan diri sebagai anggota koperasi tersebut bubar 12. Mengundurkan diri sebagai anggota koperasi 13. Mendapat keterangan – keterangan tentang perkembangan dari koperasi Ketentuan pengenai perangkat organisasi koperasi diatur dalam Pasal 21 beserta Penjelasannya, terdiri dari : 1. Rapat Anggota Menurut Pasal 23 UU Perkoperasian Rapat Anggota Koperasi menentukan : a) Anggaran Dasar b) Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha koperasi c) Pemilihan, pengangkutan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas d) Rencana kerja, rencana pendapatan dan belanja koperasi serta pengesahan laporan keuangan e) Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya f) Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) g) Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi 2. Pengurus Koperasi Mengenai tugas dan kewenangan pengurus, sesuai dengan ketentuan Pasal 30 UU Perkoperasian adalah seperti berikut : a) Mengelola koperasi dan usaha koperasi. b) Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi. c) Menyelenggarakan rapat anggota.
43
d) Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. e) Memelihara daftar buku anggota dan pengurus. f) Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan. g) Memutuskan dalam penerimaan dan penolakan anggota baru, serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. h) Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan serta kemanfaatan koperasi, sesuai tanggung jawabnya dan sesuai keputusan rapat anggota. 3. Pengawas Koperasi Indonesia Tugas dan wewenang pengawas di dalam UU Perkoperasian dalam Pasal 39 antara lain seperti berikut : a) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. b) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. c) Meneliti catatan yang ada pada koperasi. d) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. e) Merahasiakan hasil pengawsannya terhadap pihak ketiga. Pertanggungjawaban dari Koperasi sebagai badan hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah dapat digugat atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orgaannya sebagai organ (als zodenig door de organ).12Mengenai sanksi-sanksi yang diberikan oleh pengurus yang tidak memenuhi kewajibannya diatur dalam Anggaran Dasar KSU 23 secara khusus pada bab XIX pasal 41 bahwa anggota Koperasi yang tidak aktif dalam kegiatan usaha tidak mendapatkan bagian SHU. Selanjutnya pada Pasal 42 diatur bahwa jika tindakan Pengurus oleh Rapat Anggota dinilai
12
Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung : 1991, hlm. 218
44
merugikan Koperasi, maka anggota Koperasi dapat diberhentikan dari kedudukan
sebagai
Pengurus.
Pengurus
yang
bersangkutan
harus
mengganti kerugian yang diderita oleh koperasi. 4. Anggaran Dasar Koperasi Anggaran dasar adalah keseluruhan aturan yang mengatur secara langsung kehidupan koperasi dan hubungan antara koperasi dengan para anggotanya, untuk terselenggaranya tertib organisasi. Dalam batas – batas tertentu, anggaran dasar koperasi dianggap sebagai peraturan intern koperasi yang harus ditaati oleh seluruh perangkat organisasi koperasi dan seluruh anggota koperasi. Anggaran Dasar Koperasi dibuat dan disahkan dalam rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi koperasi. Anggaran dasar koperasi ini memuat ketentuan – ketentuan pokok seperti antara lain : a. Nama Koperasi b. Tempat Kerja atau Daerah Kerja c. Maksud dan Tujuan d. Syarat – syarat keanggotaan e. Permodalan f. Hak dan Kewajiban serta Tanggung Jawab Anggota g. Pengurus dan Pengawas Koperasi
45
h. Rapat Anggota dan Keputusan Rapat Anggota i. Penetapan Tahun Buku 5. Penggolongan Usaha Koperasi Indonesia Mengenai penggolongan jenis koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai sudut pendekatan maka dapatlah diuraikan seperti berikut :13 a.
Berdasar pendekatan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal jenis – jenis koperasi seperi berikut : 1) Koperasi Konsumsi. 2) Koperasi Kredit. 3) Koperasi Produksi.
b.
Berdasar pendekatan menurut lapangan usaha dan/ atau tempat tinggal para anggotanya, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara lain : 1) Koperasi Desa Adalah koperasi yang anggota – anggotanya terdiri dari penduduk
desa
yang
mempunyai
kepentingan
–
kepentingan yang sama dalam koperasi dan menjalankan aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu. 2) Koperasi Unit Desa (KUD)
13
Nindyo Pramono, op.cit., hlm. 118
46
Adalah Unit Desa ini berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 1973 adalah merupakan bentuk antara dari Badan Usaha Unit Desa (BUUD)csebagai suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi, yang pada tahap awalnya dapat merupakan gabungan dari koperasi – koperasi pertanian atau koperasi desa wilayah Unit Desa, yang dalam perkembangannya kemudian dilebur atau disatukan menjadi satu KUD. Dengan keluarnya Instruksi Presiden Republik No. 2 tahun 1978, KUD bukan lagi merupakan bentuk antara dari BUDD tetapi telah menjadi organisasi
ekonomi
yang
merupakan
wadah
bagi
pengembangan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan yang diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat pedesaan itu sendiri serta memberikan pelayanan kepada anggotanya dan masyarakat pedesaan. 3) Koperasi Konsumsi Koperasi Konsumsi adalah koperasi yang anggota – anggotanya terdiri dari tiap – tiap orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan konsumsi. Koperasi jenis ini biasanya menjalankan usahanya untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari para anggotanya dan masyarakat sekitarnya.
47
4) Koperasi Pertanian (Koperta) Koperasi ini adalah koperasi yang anggota – anggotanya terdiri dari para petani pemilik tanah, penggadoh atau buruh tani, dan orang – orang yang berkepentingan serta bermata pencaharian yang berhubungan dengan usaha – usaha pertanian. 5) Koperasi Peternakan Adalah kperasi yang anggotanya terdiri dari peternak, pengusaha
peternak
berkepentingan
dan
dan mata
buruh
peternak
yang
pencahariannya
yang
berhubungan dengan usaha – usaha pertanian. 6) Koperasi Perikanan Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para peternak ikan, pengusaha perikanan, pemilik kolam ikan, pemilik alat perikanan, nelayan, dan sebagainya yang kepentingan serta mata pencahariannya langsung berhubungan dengan soal – soal perikanan. 7) Koperasi kerajinan atau Koperasi Industri Koperasi kerajinan atau Koperasi Industri adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para pengusaha kerajinan / industry dan buruh yang berkepentingan serta mata
48
pencahariannya langsung berhubungan dengan kerajinan atau industri. 8) Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari orang – orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam soal – soal perkreditan atau simpan pinjam. c.
Berdasarkan pendekatan menurut golongan fungsionalnya, maka dikenal jenis – jenis koperasi seperti antara lain : 1) Koperasi Pegawai Negeri (KPN) 2) Koperasi Angkatan Darat (KOPAD) 3) Koperasi Angkatan Laut (KOPAL) 4) Koperasi Angkatan Udara (KOPAU) 5) Koperasi Angkatan Kepolisian (KOPAK) 6) Koperasi Pensiunan Angkatan Darat 7) Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri 8) Koperasi Karyawan, dan lain – lainnya
6. Pembubaran Koperasi Cara pembubaran koperasi pada UU Perkoperasian diatur dalam ketentuan Pasal 46 – 50 beserta Penjelasannya. Menurut ketentuan Pasal 46 UU Perkoperasian terdapat 2 (dua) cara yang dapat dilakukan untuk membubarkan koperasi yaitu :
49
1) Berdasar Keputusan Rapat Anggota Pembubaran Koperasi atas kehendak Rapat Anggota ini, di dalam ketentuan Pasal 46 – 50 UU Perkoperasian tidak diberikan penjelasan mengenai alasan – alasan apa yang dipakai oleh rapat anggota, sehingga rapat anggota boleh memutuskan untuk membubarkan koperasi tersebut. 2) Pembubaran Oleh Pejabat Koperasi Pemerintah dalam hal ini Pejabat Koperasi, berhak pula melakukan pembubaran koperasi. Pembubaran koperasi oleh pejabat koperasi ini harus berdasarkan alasan – alasan tertentu, yang menyebabkan koperasi tersebut terpaksa harus dibubarkan. Sebelum Pejabat memberikan Keputusan maka menurut Pasal 42, Pejabat memberitahukan niatnya kepada Koperasi dan kepada Menteri dengan surat tercatat. Selama tiga bulan, dihitung dari tanggal pengiriman surat tercatat ini, maka baik Pengurus Koperasi maupun sekurang – kurangnya sepertiga bagian dari pada anggota Koperasi dapat mengajukan keberatan kepada Menteri. Selama tiga bulan itu, Menteri meninjau niat Pejabat akan membubarkan
Koperasi
atau
keberatan
–
keberatan
tersebut
dan
memutuskan menyetujui atau tidak pembubaran, Keputusan Menteri ini juga dapat dengan surat tercatat dikirim kepada Koperasi dan Pejabat. Setelah pemberitahuan Menteri ini yang mengandung menyetujui pembubaran Koperasi, maka Pejabat berkuasa memutuskan pembubaran tersebut.
50
B. Tinjauan Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam 1. Pengertian Koperasi Simpan Pinjam Pasal 1 angka 2 Kepmenkop No. 96/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Pedoman Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi yang selanjutnya disebut dengan Kepmenkop No. 96 memberikan definisi mengenai Koperasi Simpan Pinjam adalah kopersi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam. Pasal 1 angka 2 menjelaskan bahwa Kegiatan Usaha Simpan Pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkan melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota, calon anggota Koperasi yang bersangkutan, Koperasi lain dan atau anggotanya. Pasal 1 angka 3 menerangkan bahwa Usaha Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak dibidang usaha simpan pinjam sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 44 UU Perkoperasian dan penjelasannya telah diatur bahwa : ”Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam.” Kegiatan usaha simpan pinjam tersebut dilaksanakan dan untuk : a. anggota Koperasi yang bersangkutan
51
b. calon anggota yang memenuhi syarat c. koperasi lain dan / atau anggotanya Ketentuan ini menjadi dasar hukum yang kuat bagi Koperasi untuk melaksanankan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu ataupun satu – satunya kegiatan usaha koperasi, sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas. Kegiatan usaha ini banyak menanggung resiko, oleh karena itu penelolaannya harus dilakukan secara profesional. 2. Persyaratan Pembentukan Unit Simpan Pinjam Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia
Nomor
351/Kep/M/XII/1998
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam memberikan syarat – syarat dalam pembentukan Unit Simpan Pinjam adalah sebagai berikut : a.
b.
Bagi koperasi yang sudah berbadan hukum dan di dalam anggaran dasarnya telah merncantumkan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai salah satu kegiatan usahanya tetap belum melaksanakan usaha simpan pinjam setelah dikeluarkan petunjuk pelaksanaan ini maka Pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi, mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan bahwa ijin usaha simpan pinjam tersebut tidak berlaku. Hal ini dilakukan setelah diberikan peringatan terlebih dahulu secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut -turut dalam waktu 6 (enam) bulan. Bagi Koperasi yang sudah berbadan hukum tetap sebelum mencantumkan kegiatan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasarnya, apabila akan melakukan kegiatan usaha simpan pinjam
52
c.
d.
e.
f.
maka pengurus koperasi tersebut wajib nengajukan permohonan pengesahan perubahan anggaran dasarnya dengan mencantumkan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasar tersebut kepada pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi. Bagi Koperasi yang sudah berbadan hukum dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam tetapi belum mencantumkan kegiatan usaha simpan pinjam didalam anggaran dasarnya, diberikan kesempatan paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Petunjuk Pelaksanaan ini, sudah harus mengajukan perubahan anggaran dasarnya. Apabila koperasi tidak mengajukan perubahan anggaran dasarnya sampai batas waktu yang ditentukan maka koperasi yang bersangkutan tidak diijinkan untuk melanjutkan usaha simpan pinjam. Dalam pembentukan USP harus sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi serta Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan Koperasi, Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Bagi Koperasi yang membentuk USP, permohonan pengesahan pembentukan USP dan Perubahan anggaran dasar koperasinya diajukan kepada Pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi. Dalam pengajuan permohonan tersebut harus disertai lampiran sebagai berikut: 1) Surat bukti penyetoran modal tetap USP pada koperasi primer sekurang-kurangnya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk USP pada koperasi sekunder berupa deposito pada Bank Pemerintah yang disetorkan atas nama Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah cq. Ketua Koperasi yang bersangkutan. 2) Rencana Kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. 3) Administrasi dan pembukuan koperasi. 4) Nama dan riwayat hidup Pengurus, Pengawas dan calon Pengelola. 5) Daftar sarana kerja. 6) Surat perjanjian kerja antara Pengurus Koperasi dengan Pengelola/Manager/Direksi.
53
Penjelasan Iebih lanjut untuk ayat (2) s/d ayat (5) sesuai dengan penjelasan pada persyaratan pendirian KSP butir (e) mengenai permohonan pengesahan akte pendirian. Jawaban terhadap permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar koperasi akan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akte pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan perubahan anggaran dasar secara lengkap. Persetujuan perubahan anggaran dasar tersebut berlaku sebagai ijin usaha. Berdasarkan ijin usaha tersebut USP yang bersangkutan langsung dapat melakukan kegiatan usaha simpan pinjam. Pencairannya dilakukan Pengurus Koperasi dengan menunjukkan Surat Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah tentang Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
g.
h.
3. Jenis Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam Pelaksanakan kegiatan usaha penghimpunan dana, ada 2 (dua) bentuk simpanan yang diperbolehkan yaitu tabungan koperasi dan simpanan berjangka.Untuk
melayani
kebutuhan
penyimpanan,
koperasi
dapat
menciptakan berbagai jenis tabungan koperasi dan simpanan berjangka. Pemberian nama dan ketentuan mengenai jenis-jenis tabungan koperasi dan simpanan berjangka merupakan wewenang pengurus koperasi. Pinjaman yang diberikan oleh koperasi menanggung resiko, sehingga dalam
pelaksanaannya
koperasi
harus
memperhatikan
asas-asas
peminjamannya yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian
pinjaman
dalam
arti
keyakinan
atas
kemampuan
dan
54
kesanggupan peminjam untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjaniikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh koperasi Untuk
memperoleh
keyakinan
tersebut
sebelum
memberikan
pinjaman, koperasi harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari peminjam. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian pinjaman, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh keyakinan mengenai kemampuan peminjam dalam mengembalikan pinjaman tersebut, maka agunan dapat berupa barang atau hak tagih yang dibiayai oleh dana pinjaman yang bersangkutan atau pernyataan kesediaan tanggung renteng diantara anggota atas segala kewajiban peminjam. Barang tersebut secara phisik tetap berada pada peminjam. Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun setelah melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman, maka KSP dan USP hanya dapat menempatkan kelebihan dana tersebut dalam bentuk: a. Giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito pada bank dan lembaga keuangan lainnya; b. Tabungan dan/atau simpanan berjangka pada koperasi lain; c. Pembelian saham melalui pasar modal yang terdaftar pada bursa di Indonesia;
55
d. Pembelian obligasi yang terdaftar pada pasar bursa di Indonesia. Penempatan dana untuk pembelian saham, obligasi dan sarana investasi lainnya harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dan Rapat Anggota karena bentuk investasi tersebut menangung resiko yang cukup tinggi. C. Perikatan Pada Umumnya 1. Perikatan yang Timbul dari Perjanjian Gunawan Widjaja dalam bukunya yang berjudul Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang menjelaskan bahwa perikatan melahirkan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa konsekuensi bahwa seluruh harta kekayaan seseorang atau badan yang diakui sebagai badan hukum, akan dijadikan jaminan atas setiap perikatan orang perorangan dan atau badan hukum tersebut. Rumusan Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan :14 “Segala kebendaan, yang bergerak dan tak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitor itu”.
14
Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang”, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta : 2003, hlm. 1
56
Buku Seri Hukum Perikatan : Perikatan pada umunya telah dijelaskan bahwa berdasarkan dengan rumusan Pasal KUHPerdata, yang merupakan pasal pertama Buku III KUHPerdata Tentang Perikatan, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang”, selain perjanjian, KUHPerdata menentukan perikatan dapat lahir dari Undang-Undang. Dengan pernyataan ini, pembuat UndangUndang hendak menyatakan hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan dapat terjadi setiap saat., baik terjadi karena dikehendaki oleh peihak yang terikat dalam perikatan tersebut, maupun secara yang tidak dikehendaki olah orang perorangan yang terikat (yang wajib berprestasi) tersebut. 15 Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan mengenai perjanjian yaitu suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Rumusan dari definisi tersebut dianggap tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.
15 16
49
16
Idem, hlm. 1-2 R. Setiawan, Pokok – Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung : 1977, hlm.
57
Macam – macam perjanjian obligatoir : a. Perjanjian sepihak dan timbal balik Setiap perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok – pokok kepada kedua belah pihak. Perjanjian sepihak adalah perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja (hibah). b. Perjanjian dengan cuma – cuma atau atas beban Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi pihak yang satu terhadap prestasi pihak yang lain. Antara kedua prestasi tersebut terdapat hubungan hukum satu dengan yang lain (jual – beli, sewa – menyewa). Perjanjian dengan cuma – cuma adalah perjanjian di mana salah satu pihak mendapatkan keuntungan pihak yang lain secara cuma – cuma. c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil Perjanjian kensensuil adalah perjanjian yang terjadi dengan kata sepakat. Perjanjian riil adalah perjanjian di mana selain diperlukan kata sepakat juga diperlukan penyerahan barang. Misalnya, penitipan barang, pnjam pakai dan pinjam mengganti. Adakalanya
58
kata sepakat harus dituangkan dalam bentuk tertentu atau formil. Misalnya hibah. d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan campuran. Perjanjian – perjanjian bernama adalah perjanjian – perjanjian yang oleh undang – undang telah diatur secara khusus. Diatur pada KUHPerdata Bab V sampai dengan XVIII ditambah title VII A dalam KUHD perjanjian – perjanjian asuransi dan pengangkutan. Perjanjian – perjanjian bernama ataupun tidak bernama pada azasnya berlaku ketentuan – ketentuan Bab I, II, dan IV pada buku III KUHPerdata, sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian pada asasnya hanya mengikat pihak – pihak yang membuat perjanjian saja (Pasal 1315 – Pasal 1318 KUHPerdata dan Pasal 1340 KUHPer). Akan tetapi terhadap asas tersebut undang – undang mengadakan pengecualian yang tersebut dalam Pasal 1317 KUHPerdata yaitu mengenai janji bagi kepentingan pihak ketiga. Pasal 1316 KUHPerdata yang mengatur perjanjian untuk menanggung atau menjamin pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, sebenarnya bukan merupakan pengecualian dari Pasal 1315 KUHPerdata. Karena seseorang yang menanggung pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, mengikatkan dirinya
59
atas sesuatu kewajiban terhadap lawannya dalam perjanjian, bahwa manakala pihak ketiga tidak melakukan apa yang diharapkan dari padanya ia akan membayar ganti rugi. Dalam hal ini pihak ketiga menurut hukum tidak terikat oleh persetujuan tersebut. 2. Perikatan yang Timbul dari Undang – Undang Perikatan yang lahir bukan dari perjanjian ini secara prinsipil agak berbeda dari perikatan yang lahir dari perjanjian, yang selama memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang selanjutnya disebut dengan KUHPerdata, yang pelaksanaannya dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1321 KUHPerdata hingga Pasal 1337 KUHPerdata, serta berbagai macam peraturan perundang – undangan lainnya yang bersifat memaksa berlaku secara sah bagi mereka yang membuatnya (dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa sebagian besar ketentuan yang terdapat dalam Bab I hingga Bab IV Buku III KUHPerdata, termasuk Pasal 1320 hingga Pasal 1327 KUHPerdata bersifat memaksa dan ketentuan – ketentuan yang merupakan unsur – unsur esensialia dari setiap bentuk perjanjian yang diatur dalam Bab V hingga Bab XVII Buku III KUHPerdata juga bersifat memaksa). 17 Dan karena sifatnya yang berbeda inilah maka KUHPerdata, perikatan yang lahir secara khusus pula, yaitu dalam Bab III KUHPerdata di bawah judul besar “Tentang Perikatan – Perikatan yang Dilahirkan demi Undang – Undang”. 17
Gunawan Widjaja, op.cit, hlm 5
60
Dalam dua ketentuan awal di bawah ketentuan Buku III KUHPerdata tersebut dijelaskan rumusan pasal yang menyatakan bahwa : “Perikatan – perikatan yang dilahirkan demi undang – undang timbul dari undang – undang saja atau dari undang – undang sebagai akibat perbuatan orang (Pasal 1352 KUHPerdata)” “Perikatan – perikatan yang dilahirkan dari undang – undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum (Pasal 1353 KUHPerdata)” Konteks pasal 1352 KUHPerdata tersebut dapat kita lihat bahwa undang – undang membagi perikatan yang lahir ke dalam : 1. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang saja. 2. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang sebagai akibat perbuatan atau tindakan manusia. Terhadap
golongan
yang
kedua,
Pasal
1353
KUHPerdata
membaginya lagi ke dalam : 1. Perikatan yang lahir dari Undang – Undang sebagai akibat perbuatan manusia atau orang perorangan yang diperkenankan oleh undang – undang, yang halal, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
61
2. Perikatan yang lahir dari undang – undang sebagai akibat dari perbuatan manusia atau orang perorangan yang melanggar undang – undang yang tidak diperkenankan oleh hukum, yang melawan hukum. D. Perbuatan Melawan Hukum Perbuatan melawan hukum merupakan suatu bentuk perikatan yang lahir
dari
melanggar
Undang-Undang sebagai akibat hukum
sebagaimana
perbuatan telah
manusia diatur
yang dalam
KUHPerdata.18Pengaturan tentang perbuatan melawan hukum secara khusus diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1366 KUHPerdata. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum adalah :19 a. Ada suatu perbuatan yang melawan hukum b. Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian pada pihak lain c. Ada kesalahan dala perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan tersebut. d. Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan melawan hukum tersebut.
18 19
Idem, hlm. 81 Idem, hlm. 82
20
62
E. Perjanjian Jaminan pada Kegiatan Simpan Pinjam 1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Pengertian benda jaminan dalam Pasal 1131 KUHPerdata disebut jaminan yaitu: ”Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”. Pasal 1131 KUHPerdata mencakup schuld dan haftung dari debitur dan merupakan jaminan yang ada karena telah ditentukan oleh UndangUndang meskipun tidak diperjanjikan lebih dulu oleh kreditur dan debitur. Oleh karenanya Pasal 1131 KUHPerdata berlaku bagi semua kreditur dan meliputi semua kreditur dan meliputi semua harta kekayaan debitur. Jaminan tersebut dinamakan jaminan umum dalam pengertian umum bagi semua kreditur dan umum mengenai macam jaminannya yaitu tidak ditunjuk secara khusus.
Kreditur
sebagai
pemegang
jaminan
menurut
Pasal
1131
KUHPerdata sebagai kreditur konkurent yaitu semua kreditur kedudukannya sama dalam praktek tidak memuaskan kreditur.
20
267
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung : 2006, hlm.
63
Jaminan digolongkan menjadi beberapa bagian, yang dijelaskan sebagai berikut : a. Jaminan
Berdasar
Undang-Undang
Dan
Jaminan
Berdasar
Perjanjian jaminan Berdasarkan KUHPerdata,
Undang-Undang
sedangkan
jaminan
ada
dalam
berdasar
Pasal
perjanjian
1131 yaitu
terjadinya karena adanya perjanjian jaminan dalam bentuk gadai, fidusia, hak tanggungan dan jaminan perorangan serta garansi bank. b. Jaminan Umum Dan Jaminan Khusus Jaminan umum meliputi pengertian untuk semua kreditur (kreditur konkurent) dan untuk seluruh harta kekayaan artinya tidak ditunjuk secara khusus yaitu yang ditentukan dalam Pasal 1131 KUHPerdata. Jaminan khusus yaitu hanya untuk kreditur tertentu (kreditur preferent) dan benda jaminannya ditunjuk secara khusus (tertentu) yaitu gadai, fidusia, hak tanggungan apabila orang/Badan Hukum yaitu penanggungan atau misal garansi bank.
64
c. Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yaitu hak milik. Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu Pasal 1820 KUHPerdata. d. Jaminan Atas Benda Bergerak Dan Benda Tidak Bergerak Jaminan berupa benda bergerak lembaga jaminannya gadai dan fidusia. Jaminan berupa benda tidak bergerak dahulu Hipotek, Credietverband dan sekarang Hak Tanggungan. e. Jaminan Dengan Menguasai Bendanya Dan Tanpa Menguasai Bendanya Jaminan Dengan Menguasai Bendanya yaitu gadai dan hak retensi. Gadai tidak pesat pertumbuhannya karena terbentur syarat inbezit stelling yang dirasakan berat oleh debitur yang justru memerlukan benda yang dijaminkan untuk menjalankan pekerjaan atau usahanya. Jaminan
Tanpa
Menguasai
Bendanya
yaitu
Hipotek,
Credietverband dan sekarang fidusia dan Hak Tanggungan. Jaminan tanpa menguasai bendanya menguntungkan debitur
65
sebagai pemilik jaminan karena tetap dapat menggunakan benda jaminan dalam kegiatan pekerjaannya atau usahanya. Fungsi dari jaminan itu sendiri adalah : a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank / kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji. b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya dengan merugikan diri sendiri dapat dicegah. c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya.
2. Sistem Hukum Jaminan dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Dilihat dari sistematika KUHPerdata maka seolah-olah hukum jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan kebendaan terdapat dalam buku II tentang benda, sedangkan perjanjian jaminan perorangan (persoonlijke zekerheids rechten, personal guaranty) seperti perjanjian penangungan (borgtocht) di dalam KUHPerdata merupakan salah satu jenis perjanjian yg diatur dalam buku III tentang perikatan.
66
Perjanjian jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan keduanya timbul dari perjanjian, hanya dalam sistematika KUHPerdata dipisahkan letaknya, maka seakan – akan hanya jaminan kebendaan yg merupakan obyek hukum jaminan. Menurut KUHPerdata jaminan dibagi menjadi dua yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Kekayaan seorang dijadikan jaminan untuk semua kewajibannya, yaitu semua utangnya yang disebut juga dengan istilah haftung. Dasar hukum Jaminan Khusus adalah Pasal 1133 dan Pasal 1134 KUHPerdata. Hukum jaminan timbul karena ada perjanjian antara kreditur (pemilik piutang) dengan debitur (penghutang) biasanya dalam pinjam meminjam uang. Jaminan bisa ada/bisa tidak ada tergantung dari kepercayaan si kreditur. Pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Jaminan dengan hak perorangan yaitu apabila orang yang menjamin (memberikan jaminan) meninggal, maka tidak ada jaminan lagi, sedangkan jaminan dengan hak kebendaan, sampai kapan pun jaminan tersebut melekat pada bendanya. “
3. Hapusnya Perjanjian Jaminan Tentang umumnya
hapusnya
disebabkan
atau
karena
berakhirnya
perjanjian
hapusnya perutangan
jaminan pokok.
pada
Dengan
hapusnya perutangan pokok, yang berwujud perjanjian kredit, maka perjanjian jaminannya ikut berakhir. Hal ini karena sifat perjanjian jaminan
67
merupakan perjanjian yang accesoir atau perjanjian pelengkap. Sedang hapusnya perutangan pokok pada umumnya disebabkan karena pembayaran piutang oleh pihak debitur kepada pihak kreditur.