BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Koperasi 2.1.1. Pengertian, Prinsip dan Fungsi Koperasi Koperasi mengandung makna “kerjasama”, ada juga mengartikan “menolong satu sama lain”. Koperasi berkaitan dengan fungsi-fungsi yaitu, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi politik, dan fungsi etika (Arifin dan Halomoan, 2001 : 13). Menurut Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang perorangan atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. Sesuai Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 Pasal 3, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Fungsi koperasi menurut UUD No. 25 Tahun 1992 Pasal 4, yaitu : a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
20
Universitas Sumatera Utara
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya. d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Koperasi juga memiliki beberapa prinsip yang sesuai dengan UUD No. 25 Tahun 1992 yang telah di sahkan dan menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan koperasi di Indonesia, yaitu : a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. b. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi. c. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masingmasing anggota. d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. e. Kemandirian. f. Pendidikan perkoperasian. g. Kerjasama antar koperasi.
21
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Permodalan Koperasi Modal terdiri dari modal jangka panjang dan modal jangka pendek. Yang
menjadi acuan pembahasan permodalan koperasi di Indonesia adalah UU No. 25 Tahun 1992 pasal 41, Bab VII tentang perkoperasian. Sumber-sumber Modal koperasi, yaitu : 1. Modal Sendiri Yaitu modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut modal eksekutif. Modal sendiri terdiri dari : a. Simpanan Pokok Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. b. Simpanan Wajib Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. c. Dana Cadangan Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan. 22
Universitas Sumatera Utara
d. Donasi atau Hibah Donasi dan Hibah adalah sejumlah uang atau barang yang dengan nilai tertentu yang disumbangkan oleh pihak ketiga,tanpa adanya suatu kewajiban untuk mengembalikannya. 2. Modal Pinjaman Untuk pengembangan usahanya Koperasi dapat menggunakan modal pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya. Modal pinjaman atau modal luar bersumber dari : a. Anggota Yaitu pinjaman dari anggota ataupun calon anggota koperasi yang bersangkutan . b. Koperasi Lainnya atau anggotanya Yaitu pinjaman dari koperasi lainnya dan atau anggotanya didasari dari kerja sama antar koperasi . c. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Yaitu pinjaman dari Bank dan Lembaga Keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku . d. Penerbitan Obligasi dan Surat Hutang Lainnya Adalah dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku .
23
Universitas Sumatera Utara
2.2. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) 2.2.1. Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT ) Dilihat dari konteks masa sekarang pengertian “Baitul Maal Wa Tamwil” dalam konteks istilah BMT kini lebih menyempit maknanya. Baitul Maal Wa Tamwil dalam konteks BMT hanya menjalankan fungsi sosial yang lepas dari kaitan politik Negara. Baitul Maal dalam kaitan BMT mempunyai kegiatan yang menyempit yaitu hanya menerima dan menyalurkan zakat, infaq, shodaqoh (ZIS) yang tidak bersifat komersial. Penyalurannya difokuskan kepada mustahik dalam aturan syariah dengan prioritas utama untuk fakir miskin. Baitul Maal dalam kaitannya dengan BMT ialah menyalurkan dana Qordhul Hasan yang tidak berorientasi komersial untuk keperluan kesejahteraan dan pengembangan ekonomi ummat. Dan apabila BMT berbadan hukum Koperasi Jasa Keuangan Syariah dapat berfungsi untuk kegiatan ril sektor atau serba usaha membantu kebutuhan sehari hari anggotanya (www.koperasisyariah.com). Dalam perkembangannya kedepan pengelolaan dana ZIS (zakat, infaq dan shodaqah) dihubungkannya dengan pemberlakuan UU No. 38 tahun 1998 tentang pengelolaan zakat. BMT masih dipercaya sebagai lembaga yang berhubungan langsung dengan kaum dhuafa yang dengan demikian memiliki kesempatan besar sebagai mitra kerja Lembaga Pengelola Zakat, baik berfungsi sebagai unit penghimpun ZIS maupun sebagai mitra menyalurkan ZIS. Pengertian Baitul Maal menurut para Ulama ialah “Pihak yang mengelola keuangan Negara, mulai dari menghimpun, memungut, mengambangkan, memelihara 24
Universitas Sumatera Utara
hingga menyalurkannya”. Definisi tersebut ditegaskan oleh Imam Mawardi dalam kitab Ahkam Sulthoniyyah dengan mendefinisikannya sebagai “Tempat atau wadah untuk memelihara dan menjaga hak-hak keuangan Negara. Baitul Maal juga diartikan petugas
yang
berwenang
dalam
mengatur
keuangan
Negara
tersebut”
(www.fiqhislam.com). BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) atau padanan kata Balai Usaha Mandiri terpadu menurut Soemitra (2009) adalah “lembaga keuangan mikro yang di operasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin”. Secara konseptual dasar (Huda, 2010 : 363), BMT memiliki dua fungsi : 1. Baitut Tamwil (Bait = rumah, at-Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha – usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecilterutama dengan mendorongkegiatan
menabung
dan
menunjang
pembiayaan
kegiatan
ekonominya. 2. Baitul Maal (Bait = rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infaq, sadaqah, serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
25
Universitas Sumatera Utara
Beberapa ahli mendefenisikan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan alternatif sebagai lembaga pendanaan di luar sistem perbankan konvensional dengan sistem bunga. Suhadi (1998) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan lembaga keuangan alternatif adalah “suatu lembaga pendanaan yang mengakar di tengah-tengah masyarakat, di mana proses penyaluran dananya dilakukan secara sederhana, mudah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada masyarakat kecil dan berazaskan keadilan”. Dengan cara pandang dan pengertian lembaga pendanaan tersebut, maka BMT dikelompokkan ke dalam koperasi jasa keuangan yang diartikan sebagai koperasi yang menyelenggarakan jasa keuangan alternatif. Dalam perkembangannya saat ini secara konseptual dasar BMT sebagai lembaga keuangan berbadan hukum koperasi berkembang kearah menjalankan juga fungsi kegiatan serba usaha atau ril sektor bagi memenuhi kebutuhan anggotanya. Sifat BMT adalah terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan simpanan dan pembiayaan sangat mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi angota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar (Ahmad, 2009 : 174).
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT ) Perkembangan
ekonomi
syariah
di
Indonesia
dikatakan
mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan banyak berdirinya lembaga
26
Universitas Sumatera Utara
keuangan yang secara operasional menggunakan prinsip bagi hasil atau dikenal dengan prinsip syariah. Kaitannya dengan segi kelembagaan BMT, memiliki kedudukan dan fungsi untuk terlibat langsung dalam upaya pengembangan UMK. BMT didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Segala dasar dan tujuan dari didirikannya BMT antara lain untuk kepentingan masyarakat dan dilakukan secara swadaya dan berkesinambungan. Oleh karena itu peran BMT hanya dapat dibangun apabila BMT dan masyarakat dapat bekerja sama secara aktif. Khususnya keterlibatan para pengusaha UMK dengan menjadi mitra usaha utama lembaga BMT. Peran utama BMT adalah sebagai berikut (Huda, 2010 : 365) : 1. Sebagai motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak. 2. Ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi syariah. 3. Penghubung antara kaum aghniya (kaya) dan kaumdhu’afa’ (miskin). 4. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu ’amala, dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiyah. Jika dilihat dari kerangka ekonomi islam, tujuan BMT dapat berperan melakukan hal – hal berikut (Suhendi, 2004) : 1. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program pengentasan kemiskinan. 2. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan umat.
27
Universitas Sumatera Utara
3. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syari’ah. 4. Menumbuhkan usaha – uaha produktif dan sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota di bidang usahanya. 5. Meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola perekonomian islam. 6. Membantu pengusaha lemah untuk mendapatkan modal pinjaman. 7. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
2.2.3. Azaz dan Prinsip Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT ) BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang salaam, yaitu penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan. Prinsip Dasar BMT (Huda, 2010 : 365) adalah: 1. Ahsan (mutu
hasil
kerja
yang
terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu
’amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. 2. Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat. 3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah).
28
Universitas Sumatera Utara
4. Demokratis, parsitipatif, dan inklusif. 5. Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non-diskriminatif. 6. Ramah lingkungan. 7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman budaya. 8. Keberlanjutan,
memberdayakan
masyarakat
dengan
maningkatkan
kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.
2.2.4. Anggota dan Modal Baitul Maal Wat Tamwil ( BMT ) Anggota BMT terdiri atas (Sudarsono, 2005) : a.
Anggota pendiri BMT, yaitu anggota yang membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan-simpanan pokok khusus minimal 4% dari jumlah modal awal BMT yang direncanakan.
b.
Anggota biasa, yaitu anggota yang membayar simpanan pokok dan simpanan wajib.
c.
Calon Anggota, yaitu mereka yang memanfaatkan jasa BMT tetapi belum melunasi simpanan pokok dan simpanan wajib.
d.
Anggota kehormatan, yaitu anggota yang mempunyai kepedulian untuk ikut serta memajukan BMT baik moril maupun materiil tetapi tidak bisa ikut serta secara penuh sebagai anggota BMT.
29
Universitas Sumatera Utara
Modal BMT terdiri atas (Sudarsono, 2005) : a. Simpanan Pokok (SP) yang ditentukan besarnya sama besar untuk semua anggota. b. Simpanan Pokok Khusus (SPK), yaitu simpanan pokok yang khusus diperuntukkan
guna
mendapatkan
sejumlah
modal
awal
sehingga
memungkinkan BMT melakukan persiapan-persiapan pendirian dan memulai operasinya. Jumlahnya dapat berbeda-beda antaranggota pendiri. Pada pendirian BMT, para pendiri dapat bersepakat agar dalam waktu 4 (empat) bulan sejak disepakati dapat terkumpul uang sejumlah minimal Rp75 juta untuk wilayah Jabotabek, minimal Rp50 juta untuk wilayah ibu kota provinsi, minimal Rp30 juta untuk wilayah ibu kota kabupaten/kota minimal Rp20 juta untuk wilayah kecamatan, minimal Rp10 juta untuk daerah pedesaan.
2.2.5. Cara Kerja BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) Cara Kerja BMT (Sudarsono, 2005) : 1. Pembiayaan dan usaha mikro dilakukan dengan menerapkan sistem bagi hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang telah disepakati. 2. Hasil bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola untuk membayar honor pada pengelola dan membayar kegiatan operasional BMT. 3. Hasil bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada penyimpan dana, diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para penyimpan dana bisa lebih besar dari bunga bank konvensional. 30
Universitas Sumatera Utara
4. BMT juga dapat melakukan penghimpunan dana baik untuk tujuan komersil melalui produk simpanan juga sebagai Baitul Mal menghimpun dana wakaf dan zakat. 5. Apabila diperlukan BMT dapat membuka unit serba usaha bagi memenuhi kepentingan anggotanya.
2.2.6. Teori Dana BMT Pengertian Dana BMT, yaitu Dana BMT atau Financeable Fund adalah sejumlah uang yang dimiliki dan dikuasai suatu BMT dalam kegiatan operasionalnya. Dana BMT ini terdiri dari : 1. Dana Pihak Pertama yaitu, dana yang berasal dari pemilik/ simpanan wajib anggota berupa modal dan hasil usaha BMT. 2. Dana Pihak Kedua yaitu, dana yang berasal dari instrumen pasar uang dan instrumen pasar modal. 3. Dana Pihak Ketiga yaitu, dana yang berasal dari penghimpunan dana BMT berupa tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito berjangka, kewajiban segera lainnya. Dana BMT memiliki fungsi yakni: 1. Sebagai sumber dana biaya operasional BMT. 2. Sumber dana untuk investasi primer dan sekunder BMT. 3. Sebagai penyangga (cushion) dan penyerap kerugian BMT bersangkutan
31
Universitas Sumatera Utara
4. Sebagai tolok ukur besar kecilnya suatu BMT. 5. Untuk menarik masyarakat yang kelebihan dana agar menyimpan uangnya di BMT bersangkutan. 6. Untuk memperbesar solidaritas masyarakat terhadap BMT bersangkutan. 7. Untuk memperbesar daya saing BMT bersangkutan. 8. Untuk mempermudah penarikan dan peningkatan sumber daya manusia. 9. Untuk memperbanyak pembukaan kantor cabang. 10. Sebagai tool of management bagi manajer BMT.
2.2.7. Produk Penghimpun dan Pembiayaan BMT 2.2.7.1. Produk Penghimpunan Dana Pada sistem operasional BMT syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di BMT tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Produk penghimpunan dana lembaga keuangan syariah adalah (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003) : 1. Tabungan Wadiah Tabungan Wadiah adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja. Dana nasabah dititipkan di BMT dan boleh dikelola. Setiap dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan Tabungan oleh BMT. Besarnya bonus tidak ditetapkan di muka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan BMT. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitif (Fatwa DSNMUI No. 01/DSN-MUI/IV/2000). 32
Universitas Sumatera Utara
2. Tabungan Mudharabah Dana yang disimpan nasabah akan dikelola BMT, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akandiberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan nasabah.
Nasabah
bertindak
sebagai
shahibul
mal
danlembaga
keuangan
syariah bertindak sebagai mudharib (Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000). 3. Deposito Mudharabah BMT bebas melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan syariah dan mengembangkannya. BMT bebas mengeola dana (Mudharabah Mutaqah). BMT berfungsi sebagai mudharib sedangkan nasabah juga shahibul maal. Ada juga dana nasabah yang dititipkan untuk usaha tertentu. Nasabah memberi batasan penggunaan dana untuk jenis dan tempat tertentu. Jenis ini disebut Mudharabah Muqayyadah.
2.2.7.2. Produk Pembiayaan Dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan, BMT syariah menempuh mekanisme bagi hasil sebagai pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing) dan investasi berdasarkan imbalan melalui mekanisme jual beli sebagai pemenuhan kebutuhan pembiayaan (debt financing) (Arifin, 1999). 1. Equity Financing Ada dua macam dalam kategori ini, yaitu :
33
Universitas Sumatera Utara
a. Pembiayaan Musyarakah (Join Venture Profit Sharing) Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:50).
Dari
pengertian
di
atas,
dapat dilihat
ciri-ciri
dari
perjanjian/akad musyarakah, yaitu kontribusi dana berasal dari dua pihak (BMT dan nasabah) dan bagi hasil berdasarkan kontribusi modal. Dalam musyarakah, kepemilikan dua orang atau lebih terbagi dalam sebuah aset nyata.
Dalam
atau dilibatkan
hal
pengelolaan
dalam
proses
usaha,
manajemen.
pihak BMT Aplikasi
diikutsertakan BMT
untuk
akad musyarakah adalah : 1. Pembiayaan Proyek. Nasabah dan BMT sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati bersama. 2. Modal Ventura. Pada BMT yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan,musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktutertentu, dan setelah itu BMT melakukan divestasi, baik secara singkat maupun bertahap.
34
Universitas Sumatera Utara
b. Pembiayaan Mudharabah (Trustee Profit Sharing) Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibulmaal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:40). Di dalam mudharabah hubungan kontrak bukan antara pemberi modal, melainkan antara penyedia dana (shahibul maal) dengan enterpreneur (mudharib) (Arifin,1999). Dari kedua pengertian diatas dapat dilihat
bahwa
BMT
menanggung
seluruh
modal
sedangkan
nasabahhanya memiliki modal keahlian (tetapi tidak mempunyai dana). Keuntungan seluruhnya
usaha
dibagi
ditanggung
oleh
menurutkesepakatan pemilik
modal
sedangkan (BMT)
selam
kerugian bukan
akibatkelalaian si pengelola. Aplikasi dalam BMT untuk mudharabah dari sisi pembiayaan adalah: 1.
Pembiayaan Modal Kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
2.
Investasi
khusus
(mudharabah muqayyadah),
dimana
sumber
dana khusus dengan penyaluran yangkhusus dengan syarat-syarat yang tetapkan oleh shahibul mal. 2. Debt Financing Debt Financing dilakukan dengan teknik jual-beli. Pengertian bai’ meliputi berbagai kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah tetentu atas barang dan jasa bersangkutan (Arifin,1999). Penyerahan jumlah barang atau jasa dapat dilakukan 35
Universitas Sumatera Utara
dengan segera (cash) atau dengan tangguh (deferred). Bentuk dari Debt Financing adalah sebagi berikut : 1.
Murabahah BMT membeli barang kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga
jual senilai harga beli pluskeuntungannya. BMT harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang
kepada
nasabah
berikut
biaya
yang
diperlukan.
Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati dalam jangka waktu tertentu (Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000). Dalam hal ini BMT bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagaitambahannya. Sistem ini diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui letter of credit (L/C). Skema ini paling banyak digunakan karenasederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia BMT pada umumnya. 2.
Bai as-salam Bai as-salam jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. Pembayaran hrus dilakukan pada saat kontrak
disepakati.
Waktu
penyerahan
barangditetapkan
berdasarkan
kesepakatan dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati pula (HimpunanFatwa DSN-MUI, 2003 : 30).
36
Universitas Sumatera Utara
3.
Bai al-istishna Bai al-istishna merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengankriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni ) dan penjual (pembuat, shani) (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003:36). Transaksi Bai al-istishna biasanya dipakai untuk pembiayaan konstruksi dan barang-barang manufaktur jangka pendek.bKontrak Bai al-istishna walaupun kelihatan sama dengan bai’ as-salam tetapi berbeda. 4.
Al Ijarah Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran upah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri (Himpunan FatwaDSN-MUI, 2003 : 58 ). Tujuan pemberian pembiayaan tersebut tidak akan terlepas dari misi BMT tersebut didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu pembiayaan antara lain : a. Mencari Keuntungan Yaitu bertujuan untuk meperoleh hasil dari pemberian pembiayaan tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh BMT sebagai balas jasa dan biaya administrasi pembiayaan yang diberikan BMT kepada nasabah. b. Membantu usaha nasabah Yaitu untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluaskan usahanya.
37
Universitas Sumatera Utara
c. Membantu pemerintah Bagi pemerintah semakin banyak pembiayaan yang disalurkan oleh pihak BMT, maka semakin baik, mengingat semakin banyak Pembiayaan berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Disamping tujuan di atas, suatu fasilitas pembiayaan memiliki fungsi sebagai berikut : a. Untuk meningkatkan daya guna uang Dengan adanya Pembiayaan dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Dalam hal ini uang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya sehingga,suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh Pembiayaan maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya. d. Untuk meningkatkan daya guna barang Pembiayaan yang diberikan oleh BMT akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi barang berguna atau bermanfaat. e. Meningkatkan peredaran barang Pembiayaan dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lain bertambah atau pembiayaan dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar. 38
Universitas Sumatera Utara
e. Sebagai alat stabilitas ekonomi Dengan memberikan pembiayaan dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya pembiayaan yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. f. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha Bagi penerima pembiayaan tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan. g. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan Semakin banyak Pembiayaan yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. h. Untuk meningkatkan hubungan internasional Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima pembiayaan dengan si pemberi pembiayaan.
2.2.8. Pelayanan BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) Keberadaan perbankan syariah yang semakin memberikan prospek yang cerah terhadap iklim investasi di dalam negeri, mendorong munculnya lembaga-lembaga keuangan syariah yang sejenis. Sehingga bermunculan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) diseluruh Indonesia. Meskipun BMT tidak setingkat bank, bahkan berdirinya di bawah naungan koperasi guna memperoleh izin usahanya, namun prinsip oparasinya mengacu pada prinsip yang digunakan syariah. Pelayanan yang baik akan menumbuhkan minat masyarakat untuk menabung di bank tersebut semakin pasar, 39
Universitas Sumatera Utara
untuk menumbuhkan minat masyarakat kepada lembaga keuangan syariah, perlu dilakukan sosialisasi tentang perbankan syariah serta memberikan kesan yang baik, yaitu dengan memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas kepada masyarakat. Kualitas pelayanan memiliki hubungan erat dengan kepuasan anggota. Kualitas pelayanan memberikan suatu dorongan kepada nasabah untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan pihak bank, menginggat kualitas pelayanan kepada nasabah semakin menduduki peran utama dan memegang peranan kunci keberhasilan pada industri perbankan, hal ini memaksa pihak bank untuk lebih berorientasi eksternal dengan cara memberikan pelayanan dengan kuliatas terbaik dengan nasabah, dimana tingkat kualitas pelayanan yang baik akan berpengaruh pada kepuasan nasabah. Dalam memberikan pelayanannya BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan lembaga jasa keungan lainnya yaitu adanya kemudahan dalam prosedur, keringanan persyaratan, cepatnya pelayanan, dan sistem “jemput bola”. Berbeda dengan perbankan yang lebih mengutamakan nasabah ‘kakap’, prosedur relatif lama, dan keharusan adanya jaminan (http://efrisbahri.wordpress.com/page/6) Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana kepada masyarakat, maka BMT sebagai Lembaga Pembiayaanan, harus melakukan analisis melalui prinsip 5C, guna meminimalkan risiko bermasalahnya atau tidak kembalinya pembiayaan (Zulkifli, 2003 : 144) . Kelima prinsip tersebut meliputi :
40
Universitas Sumatera Utara
1. Character Keyakinan pihak BMT bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, ataupun sifat-sifat pribadi yang positip dan koperatip dan juga mempunyai rasa tanggung jawab baik dari kehidupan pribadi sebagaimanusia, kehidupan sebagai anggota masyarakat ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya. 2. Capacity Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajibankewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya yang akan dibiayai dengan pembiayaan dari BMT. Jadi jelaslah maksud dari penilaian terhadap capacity ini untuk menilai sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut, akan mampu untuk melunasinya tepat waktu sesuaidengan perjanjian yang telah disepakatinya. 3. Capital Penilaian terhadap jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur.
Hal
ini
kelihatannya
kontradiktif
dengan
tujuan
pembiayaan
yang berfungsi sebagai penyedia dana. Namun memang demikianlah halnya dalam kaitan bisnis murni, semakin kaya seseorang ia akan dipercaya untuk memperoleh Pembiayaan. 4. Collateral Suatu penilaian terhadap barang-barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam atau debitur sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya. Manfaat collateral yaitu sebagai alat pengamanan apabila usaha yang dibiayai dengan 41
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi pembiayaannya dari hasil usahanya yang normal. 5. Condition of economy Condition of economy yaitu adalah situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi kondisi perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh pembiayaan. Banyak faktor yang menyebabkan pembiayaan tersebut menjadi bermasalah. Faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, yaitu : a. Faktor internal BMT. b. Faktor internal nasabah. c. Faktor eksternal. d. Faktor kegagalan bisnis. e. Faktor ketidakmampuan manajemen.
42
Universitas Sumatera Utara
2.2.9. Peran BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) terhadap pengembangan UMK. Time
Target Market : Bank
Target Market : Micro Banking Target Market : Micro finance Target Market : KSM Sosial Fund
Type Potensial Passive BAZNAS, Bina Lingkungan, Donor
Potential Active
Feasible Dana program
PKBL
Eligible Dana Komersil
Bankable Dana Komersil
Gambar 2.1 : Grafik Siklus Perkembangan UMK Sumber : bmt.berkah madani
Siklus perkembangan UMK berkembang dari mulai dari usaha mikro yang bersifat potensial passive atau tahap paling dini yang ada di posisi paling kiri grafik siklus UMK menuju posisi grafik paling kanan yang disebut dengan UMKM yang bankable dimana UMK sudah dapat dapat diterima dan dibiayai oleh semua jenis lembaga keuangan yang punya produk UMK terutama lembaga keuangan formal seperti perbankan. UMK berharap usaha yang dibangun dapat tumbuh dan berkembang kearah kondisi yang bankable. Sedangkan untuk Usaha UMK diawal yang masih bersifat potensial aktive hingga eligible dapat dibiayai oleh lembaga keuangan mikro yang berbasis sistem konventional ataupun syariah.
43
Universitas Sumatera Utara
Sumber : permodalan nasional madani Gambar 2.2 : Peran Penting BMT sebagai Agent of Local Development Untuk dapat melayani Usaha mikro dan kecil yang masih bersifat potential aktif
hingga eligible maka Lembaga Keuangan tidaklah cukup hanya berfungsi
sebagai lembaga simpan pinjam akan tetapi juga memiliki fungsi sosial dan juga dapat menyentuh kegiatan ril sektor. Oleh karena itu maka BMT yang dirasakan memiliki konsep yang lengkap dapat diandalkan sebagai penunjang ekonomi kerakyatan baik di sesa maupun wilaha pinggiran kota. Diharapkan dengan tiga peran tersebut BMT dapat menjadi pendukung ekonomi lokal serta membantu dalam pengentasan kemiskinan.
44
Universitas Sumatera Utara
2.3. Usaha Mikro dan Kecil ( UMK ) 2.3.1. Pengertian Usaha Mikro dan Kecil ( UMK ) Dalam Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 1 tentang Koperasi dijelaskan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi criteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadibagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
2.3.2 Kriteria Usaha Mikro dan Kecil Usaha Mikro dan Kecil menurut UU No. 20 tahun 2008 pasal 6. Yaitu sebagai berikut : (1). Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2). Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
45
Universitas Sumatera Utara
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Ciri - ciri Usaha Mikro antara lain adalah : 1. Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu – waktu dapat berganti . 2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu – waktu dapat pindah tempat. 3. Belum melakuakan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha. 4. Sunber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai. 5. Tingkat pendidikan rata – rata relatif sangat rendah. 6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses kelembaga keuangan non bank. 7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP (nomor pokok wajib pajak). Ciri – ciri Usaha Kecil antara lain adalah : 1. Jenis barang atau komoditinya yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah. 46
Universitas Sumatera Utara
2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah - pindah. 3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana. 4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. 5. Sumber daya manusianya memiliki pengalaman dalam berwira usaha. 6. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal. 7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
2.3.3. Peran Usaha Mikro Kecil dalam Perekonomian Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UMK selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. UMK memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian (Kuncoro, 2010 : 187-188), yaitu : 1. UMK banyak menyerap tenaga kerja dan dominan dalam jumlah unit usaha. Dengan banyaknya penyerapan tenaga kerja, sehingga intensif dalam menggunakan sumber daya alam lokal. Akhirnya menimbulkan dampak positif seperti pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di pedesaan (Simatupang, et al., 1994; Kuncoro, 1996).
47
Universitas Sumatera Utara
2. UMK berkontribusi terhadap penerimaan eksport, walaupun jumlahnya masih jauh dari usaha besar. 3. Adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida, yang menunjukkan adanya ketimpangan yang lebar anatara pemain kecil dan besar dalam ekonomika Indonesia. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Departemen Koperasi dan UKM. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar didalam negeri, merupakan ancaman bagi UMK dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UMK saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UMK dapat tercapai dimasa mendatang. Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan (Partomo, 2004 : 2).
2.3.4. Kelemahan dan UMK di Indonesia Dalam proses perkembangan UMK (Usaha Mikro Kecil) di Indonesia, terdapat beberapa kelemahan yang membuat daya saing UMK menjadi kurang progresif, yaitu disebabkan karena hal – hal (Hubeis, 2009 : 2) : 1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. 48
Universitas Sumatera Utara
2. Keterbatasan keuangan. 3. Ketidak mampuan aspek pasar. 4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana. 5. Ketidak mampuan menguasai informasi. 6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku usaha besar (usaha besar). 7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama. 8. Sering tidak memenuhi standar. 9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas.
2.3.5. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil. Dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa peran UMK strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UMK tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMK, pemerintah dan masyarakat setempat. Strategi pemberdayaan UMK yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam (Kuncoro, 2010 : 197) : 49
Universitas Sumatera Utara
1. Aspek menejerial, yang meliputi: peningkatan produktivitas/omzet/tingkat utilisasi/tingkat
hunian,
meningkatkan
kemampuan
pemasaran
dan
pengembangan sumber daya manusia. 2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% ari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit. 3. Mengembangkan program kemitraan dengan usaha besar baik lewat sistem Bapak angkat, PIR, keterkaitan hulu – hilir (forward linkage), keterkaitan hilir – hulu (backward linkage), modal ventura ataupun subkontrak. 4. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan). Lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara atau “Intermediasi” dalam aktivitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi disini tidak membedakan antara uasaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha.Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya peningkatan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh UMK (www.bimakab.go.id).
50
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kondisi Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak terlepas dari perkembangan Usaha Mikro Kecil (UMK). Peranan UMK terutama semenjak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada saat ini sangat banyak dan bervariasi, baik ditinjau dari sisi kelembagaan, tujuan pendirian, budaya masyarakat, kebijakan pemerintah maupun sasaran lainnya. Secara umum LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu yang bersifat formal dan Informal. LKM formal dalam bentuk Bank terdiri dari BKD, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BRI Unit, sementara LKM formal non Bank mencakup Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) dan Koperasi (KSP & KUD). Adapun LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan lembaga swadaya masyarakat (KSM & LSM), Baitul Maal wat Tanwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa - Simpan Pinjam (UED-SP), dan bentuk kelompok lainnya (Thohari, 2002 : 4). Dengan mendasarkan fakta bahwa sebagian besar ekonomi rakyat adalah usaha skala mikro dan kecil (UMK) maka sistem pembiayaan mikro yang digerakkan oleh LKM merupakan kebutuhan dan pilihan pembiayaan bagi pelaku ekonomi rakyat. Belajar dari pengalaman dan ketangguhan sistem pembiayaan mikro, maka dapat diidentifikasi beberapa nilai kunci. Pertama, sistem pembiayaan mikro tumbuh 51
Universitas Sumatera Utara
di atas nilai kemandirian. Kedua, sistem pembiayaan mikro menempatkan aspek sosial-kultural sebagai pilarnya, disamping juga pertimbangan komersial. Ketiga, dilihat dari segi proses penumbuhan, sering sistem pembiayaan mikro pada mulanya sebagai
instrumen
pembangunan
pedesaan
atau
wilayah
(http://bachtiar-
bachtiarfadhil.blogspot.com/). Maka dapat dikatakan dalam perkembangannya LKM informal lebih mengena di kalangan pelaku UMK karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan dalam pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UMK, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha UMK. Keberadaan lembaga - lembaga keuangan informal ini yang kemudian disebut lembaga keuangan mikro. Lembaga Keuangan Mikro baik formal, semi formal, maupun informal adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah (Krisnamurthi, 2002). Lembaga Keuangan Mikro mempunyai karakter khusus yang sesuai dengan konstitusinya (Chotim dan Handayani : 2001), seperti: 1. Terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpanan dan pinjaman. 2. Diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah. 3. Menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana. 52
Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar, LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM bank dan nonbank, berikut ini : 1. Bank : - BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang pembantu BRI - BPR, berupa bank-bank mikro yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan serta Peraturan Perbankan oleh BI. 2. Non bank : - keluarga LKM nonbank yang besar (LDP di Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di Jawa dan Madura, BMT dan BK3D) - keluarga LKM nonbank yang kecil, dengan simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil (BMT, KSP) - berbagai program keuangaan mikro, NGO, dan asosiasi tidak resmi, KSM, dan lain-lain. Sungguh sebuah harapan yang ideal. Namun harus realistis dengan kenyataan bahwa LKM memiliki beban berat dengan dirinya sendiri maupun ketika berhadapan dengan lingkungan eksternal. Secara internal, LKM masih berkutat juga dengan masalah manajemen, pengembalian kredit, dan lain - lain. Secara eksternal, harus berhadapan dengan berbagai kekuatan dan kepentingan agar dapat tetap survive di tengah situasi yang masih abu-abu.
53
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Permasalahan LKM ( Lembaga Keungan Mikro ) Tabel 2.1 Permasalahan yang Dihadapi LKM dan UMK LEMBAGA KEUANGAN MIKRO 1. Kekurangan tenaga pendamping. 2. Minimnya dana pendampingan.
USAHA MIKRO KECIL 1. Akses ke bank formal. 2. Kekurangan permodalan. 3. Kuantitas dan Kualitas 3. Pembayaran angsuran kurang lancar. produksi. 4. Kekurangan sumber daya murah. 4. Pembukuan. 5. Keberlanjutan tidak terjamin. 5. Pemasaran. Sumber : Hasil Penelitian Kementerian KUKM dengan BPS (2006). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat adanya benang merah antara permasalahan yang dialami oleh LKM dengan UMK. Bagi UMK, masalah akses ke bank formal yang terbatas dan permodalan dapat diatasi oleh LKM dengan cara mengakses ke lembaga keuangan internasional maupun bank formal. Sementara masalah produksi, pembukuan, dan pemasaran dapat diatasi dengan pelatihan, dimana peran LKM adalah sebagai fasilitator. Disamping itu beberapa LKM juga mencoba mencarikan pasar buat produknya. Sementara bagi LKM, masalah kekurangan tenaga pendamping dan minimnya dana pendampingan dapat diatasi dengan melakukan pelatihan terhadap LKM atau unsur lainnya. Atau dengan kata lain LKM mengatasinya dengan capacity building baik kelembagaan maupun para stafnya. Di sisi lain temuan di lapangan menyatakan bahwa meskipun berbagai upaya dalam meningkatkan kemampuan UMK untuk survive dan berkembang selalu menghadapi kendala. Apapun yang dilakukan oleh berbagai pihak secara umum kurang memberikan hasil yang maksimal bagi perkembangan UMK (Wardoyo dan Hendro, 2001). 54
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Pemberdayaan UMK (Usaha Mikro Kecil) oleh BMT Industri Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam beberapa tahun terakhir ini khususnya di Indonesia sedang berkembang cukup pesat. Bahkan LKS dinilai lebih tahan dari krisis global. Muhammad Syafi’i Antonio mengatakan, “di tengah kondisi krisis ekonomi saat ini, pasar modal sudah terpangkas cukup banyak. Investor yang menitipkan aset di saham pun sudah banyak tergerus, sementara di sisi likuiditas semakin ketat dengan investor yang menyelamatkan asetnya”. Menurutnya sistem keuangan syariah menawarkan sistem yang lebih amanah dan bertanggung jawab (Republika, 27 Maret 2009). LKS Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) sebagai salah satu lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) mendapat penyaluran dana sebesar Rp. 10 Miliar dari Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) BMT yang diperoleh dari Lembaga Pembiayaan dan Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Negara Koperasi dan UKM (Republika, 27 Maret 2009). Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh – tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang berintikan keadilan. BMT bukan hanya sebuah lembaga yang berorientasi bisnis, tetapi juga sosial, lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Oleh karena itu BMT menjadi
55
Universitas Sumatera Utara
harapan bagi masyarakat atau UKM untuk mendapatkan pembiayaan. Dalam beberapa operasional BMT, LKMS tersebut juga melakukan pemberdayaan umat. Berdasarkan keterangan diatas, BMT dapat melakukan pemberdayaan kepada UKM khususnya pedagang kecil atau masyarakat menengah ke bawah, yaitu dengan melakukan tiga kegiatan sebagai berikut : 1. Pembiayaan Pedagang kecil ataupun masyarakat menengah ke bawah dalam memperoleh dana pembiayaan untuk memperluas usahanya ataupun membangun usaha baru bagi masyarakat menengah ke bawah relatif sangat sulit, maka BMT mampu menjangkaunya untuk memperoleh pembiayaan yang diberikan oleh BMT tanpa menghilangkan unsur kehati-hatian dalam penyaluaran pembiayaannya. 2. Pembinaan Pedagang Kecil dan masyarakat menengah ke bawah dalam melakukan usahanya dan agar mampu mempertanggungjawabkan pembiayaannya, maka BMT sering kali memberikan pembinaan kewirausahaan maupun pengelolaan keuangan. Bentuk pembinaan dapat dilakukan dengan cara mengadakan seminar ataupun pelatihan. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan yang dimiliki oleh penerima pembiayaan. Dalam program pembinaan ini, BMT dapat melakukan pembinaan pelatihan kewirausahaan untuk masyarakat umum, hal ini akan dapat meningkatkan nilai positif bagi masyarakat umum sekaligus membangkitkan semangat berwirausaha kepada masyarakat umum. Dengan demikian program
56
Universitas Sumatera Utara
pembinaan dapat memberikan peningkatan jumlah penyaluran dana BMT dengan meningkatnya jumlah penerima pembiayaan yang telah mendapatkan pembinaan terlebih dahulu. Faktor keberhasilan dan kegagalan usaha kecil yang dikemukakan erat kaitannya dengan bentuk pembinaan, baik parsial maupun alternatif, yaitu sebagai berikut (Hubeis, 2009 : 3) : a. Pembinaan Parsial 1. Pengembangan model inti – plasma. 2. Pengembangan model bapak angkat, yaitu antara usaha kecil dengan perusahaan besar dan atau BUMN. 3. Kemitraan usaha antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil. 4. Kepemilikan saham oleh usaha koperasi dan pembinaan rutin oleh lembaga terkait. b. Pembinaan alternatif 1. Bantuan inkubasi bisnis yang melibatkan LKS, pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha. 2. Pengembangan perusahaan modal ventura. 3. Pembuatan klinik konsultasi bisnis (KKB). 4. Pengembangan konsep LIK (Lingkungan Industri Kecil) atau PIK (Perkampungan Industri Kecil). 3. Pemasaran Produk / Jasa Untuk membantu kelancaran usaha dari penerima pembiayaan dan menjawab kerisauan para anggota penerima pembiayaan, maka BMT dapat melakukan bantuan 57
Universitas Sumatera Utara
kepada penerima pembiayaan usaha tersebut dengan cara menghubungkan antara penjual dan pembeli bahan baku yang tergabung dalam penerima pembiayaan. Dan bahkan BMT dengan bekerja sama dengan lembaga bisnis dalam lingkup usaha besar mampu melakukan pemasaran kepada masyarakat luas terhadap hasil usaha penerima pembiayaan. Dengan demikian BMT secara aktif mampu menuntaskan kemiskinan dan berhasil menggerakan sektor reil, kegiatan BMT dengan program CSR secara nyata telah membangun suatu masyarakat apalagi masyarakat tersebut merupakan daerah operasional BMT tersebut berada. Dengan adanya BMT yang secara aktif melakukan program CSR dalam pembangunan berkelanjuatan (sustainable development) dengan pemberdayaan masyarakat atau UKM tentunya dapat menghidupkan sektor rill.
2.5.
Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan atas fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empiris (Sugiyono, 1992). Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Adanya perbedaan omset nasabah BMT pada saat sebelum dan sesudah menerima pembiayaan dari BMT.”
58
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Penelitian Terdahulu BMT secara umum telah terbukti berhasil menjadi lembaga keuangan mikro
yang andal. Kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat terbilang luar biasa, mengingat mayoritas anggota dan nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro, yang selama ini tidak diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana. Dengan mengembangkan kemampuan menabung mereka, ketahanan masyarakat dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak seperti sakit, musibah maupun kebutuhan mendesak lainnya menjadi semakin kuat. Mereka pun mulai belajar mengakumulasikan modal bagi peningkatan kapasitas bisnis, atau pembuatan bisnis baru. Jati diri BMT adalah identitas dan ciri keislamannya. Secara historis, pendirian dan perkembangan gerakan BMT selalu berkaitan dengan nilai-nilai Islam dan respon atas kondisi umat Islam. Para pegiat pun berupaya mengedepankan berbagai identitas keislaman dalam operasionalisasi BMT, termasuk dalam proses dan kinerja sebagai badan usaha yang melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Secara penamaan, lembaga beserta produk-produknya, mengesankan citra Islami. Sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjadi motor penggerak sektor usaha mikro dan usaha kecil (UMK). Dengan fokus penyaluran kepada sektor UMK yang merupakan tumpuan hidup dari mayoritas rakyat Indonesia, maka diharapkan produktifitas masyarakat secara keseluruhan menjadi meningkat. Pada giliran berikutnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas karena ditopang oleh sektor riil akan terjadi secara memadai dan berkesinambungan, sehingga menguatkan 59
Universitas Sumatera Utara
fundamental ekonomi Indonesia. Keuangan mikro (microfinance) pada saat ini dipercaya menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk mengatasi kemiskinan, sekaligus menciptakan masyarakat yang memiliki tanggung jawab, mandiri dan bermartabat. Pandangan demikian tak hanya bersifat nasional, namun telah berlaku umum di dunia internasional. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan para akademisi maupun praktisi menemukan bahwa BMT memberikan peluang untuk terbentuknya economic society yaitu kondisi dimana seluruh masyarakat mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi dalam mendapatkan kesejahteraan hidup melalui pembiayaan BMT yang berlandaskan atas hukum Islam (syariah) yang menyentuh aspek keungan (financial). Dan juga adanya fungi non keungan (non-financial) berupa pembinaan atau bimbingan pengembangan usaha. Dalam penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh Fauziah Amini (2008) dengan judul “Analisis Peranan Koperasi Simpan Pinjam BMT Insani Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah Di Kota Padangsidimpuan” menyimpulkan bawa keberadaan BMT penting bagi pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah sehingga keberadaannya bisa tetap berlangsung hingga sampai saat ini. Disamping itu banyaknya usaha yang muncul lewat BMT dikarenakan BMT merupakan lembaga keungan mikro yang menawarkan kredit / pinjaman yang sangat mudah dan cepat prosesnya dan adanya kemudahan fasilitas apabila terjadi penunggakan pembayaran.
60
Universitas Sumatera Utara
Dan juga berdasarkan uji t-statistik yang dilakukan bahwa BMT berpengaruh nyata (signifikan) terhadap pengembangan UMKM yang ditinjau dari jumlah omset pada tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). Lalu kehidupan usaha yang jika dilhat dari segi omset produksi, nilai penjualan, pendapatan, asset perusahaan dan lain – lainnya mengalami peningkatan setelah bergabung dan melalukan pinjaman kredit usaha di BMT. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurul Widyaningrum (2002) dengan judul “Model Pembiayaan BMT dan Dampaknya bagi Pengusaha Kecil : Studi Kasus BMT dampingan Yayasan Peramu Bogor” menunjukkan ada empat kelebihan BMT, yakni: adanya kemudahan dalam prosedur, keringanan persyaratan, cepatnya pelayanan, dan sistem “jemput bola”. Berbeda dengan perbankan yang lebih mengutamakan nasabah ‘kakap’, prosedur relatif lama, dan keharusan adanya jaminan. Dan alasan utama UKM menerima kehadiran BMT bukanlah karena sistem syariahnya. Studi ini menunjukkan bahwa mayoritas mitra ternyata belum terlalu memahami sistem syariah yang digunakan BMT. Sebanyak 61 responden (41%) menyatakan hanya tahu sedikit tentang sistem syariah, 71 responden (47%) menyatakan tidak tahu, dan hanya 18 (12 %) yang menyatakan sudah tahu. Dari beberapa penelitian diatas dapat diketahui bahwa secara umum keberadaan BMT memang sangat diperlukan dan bermanfaat bagi pengembangan usaha, terutama untuk usaha mikro dan kecil. Dan lewat sistem syari’ah nya BMT hadir memberikan kemudahan dan kecepatan dalam pendanaan usaha, tanpa ada pihak yang dirugikan 61
Universitas Sumatera Utara