Tinjauan Hukum Terhadap Koperasi Simpan Pinjam Berbasis Syariah (Studi Kasus Koperasi Jasa Keuangan Syariah Berkah Madani)
Dian Maharsi Pandu Pertiwi
Pembimbing: M. Sofyan Pulungan S.H., M.A
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai operasional dan mekanisme pinjaman pada koperasi simpan pinjam yang berbasis syariah serta pengaturan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan Indonesia terhadap koperasi simpan pinjam yang berbasis syariah. Pemilihan topik penelitian mengenai koperasi simpan pinjam syariah ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa sistem ekonomi syariah dan koperasi memiliki keunggulan dari sistem ekonomi dan badan usaha lain, yakni tahan terhadap krisis ekonomi global. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menjelaskan mengenai pengaturan dari peraturan perundang-undangan Indonesia terhadap koperasi simpan pinjam berbasis syariah, operasional yang sesuai dengan prinsipprinsip syariah bagi koperasi dikaitkan dengan praktik dalam koperasi simpan pinjam syariah Berkah Madani, dan kesesuaian mekanisme pinjaman dari koperasi simpan pinjam syariah Berkah Madani dengan prinsip-prinsip syariah.
Kata kunci: Operasional, Mekanisme Pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam Syariah, Syariah
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
ABSTRACT
This research talks about operation and mechanism of loan that distributes by sharia based financial cooperative also the regulation made by the Indonesian legislation of sharia based financial cooperative. The selection of research topics on sharia financial cooperative was motivated by the fact that sharia economic system and cooperative have the advantage of economic system and other business entities, which are resistant to the global economic crisis. The study is a qualitative with descriptive design. The result from this research will explain about regulation on sharia financial cooperative that applies in Indonesia also the suitability of sharia financial cooperative Berkah Madani operation and loan mechanism with Indonesian regulation and the sharia principles.
Key Word: Operational, Loan Mechanism, Financial Sharia Cooperative, Sharia
Pendahuluan
Hukum Islam merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam sistem hukum di Indonesia. Hukum Islam berperan dalam mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, baik aspek kehidupan manusia dengan Tuhannya, kehidupan pribadi, maupun bermasyarakat. Salah satu dari aspek bermasyarakat yang diatur oleh hukum Islam dan yang diberlakukan di Indonesia adalah mengenai perekonomian. Peran hukum Islam dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari sistem perbankan Indonesia yang menganut dual banking system, dimana saat ini Indonesia memiliki dua jenis sistem perbankan yakni sistem konvensional dan sistem syariah. Penggunaan prinsip-prinsip hukum Islam atau prinsip-prinsip syariah dalam manajemen serta operasional perbankan terbukti membawa pengaruh yang baik bagi bank itu sendiri. Hal ini dikarenakan bank yang menganut sistem syariah mempunyai kekuatan untuk menahan dampak krisis ekonomi global di
Unoversitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
Indonesia. Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Muhammad Syakir Sula mengungkapkan krisis ekonomi global tahun 1998 telah menyebabkan hampir semua bank konvensional bangkrut. Syakir berpendapat bahwa bank Muamalat, sebagai satu-satunya bank syariah, relatif kuat menahan krisis meski hanya jalan di tempat, namun bank itu tidak bangkrut. Bank konvensional yang bangkrut tersebut kemudian dibantu pemerintah melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 650 triliun. Bantuan tersebut sepenuhnya diberikan ke bank konvensional. Kemudian syakir juga berpendapat bahwa bank syariah ternyata terbukti mampu bertahan hingga saat ini tanpa bantuan.1 Dilihat dari fakta tersebut dapat dikatakan sistem ekonomi syariah yang menerapkan
prinsip-prinsip
syariah
dalam
suatu
bentuk
badan
yang
menggerakkan perekonomian dan melakukan kegiatan ekonomi mempunyai kelebihan-kelebihan dan kebaikan-kebaikan dibandingkan sistem ekonomi konvensional. Selain itu, ada fakta menarik mengenai badan usaha yang juga tahan terhadap krisis ekonomi yakni koperasi. Koperasi yang termasuk dalam sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dikatakan dapat bertahan dari krisis ekonomi karena pada umumnya koperasi menggunakan input lokal dan tidak berhutang kepada luar negeri. Peran koperasi tidaklah kecil dalam pertumbuhan ekonomi nasional karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2008 menunjukkan sektor UMKM dapat menyerap tenaga kerja sebesar 91 juta orang (97,3 persen) dan mampu menyumbang PDB Rp 2.121,31 triliun (53,6 persen). Jika dilihat dari isi pasal 33 Undang-Undang Dasar 45 (UUD 45), koperasi merupakan bentuk usaha yang paling tepat dengan asas kekeluargaan yang terkandung dalam pasal tersebut. Hal ini dikarenakan koperasi merupakan badan usaha yang terdiri dari sekumpulan orang yang saling bekerjasama untuk meningkatkan taraf hidupnya. Unsur-unsur dalam koperasi yang dapat dipenuhi secara bersama-sama yakni kebersamaan dalam menjalankan usaha dalam rangka
Nuraini,”Perbankan Syariah Tahan Banting Hadapi Krisis Global” http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/11/09/26/ls3sl0-perbankan-syariahtahan-banting-hadapi-krisis-global, diunduh 10 September 2012. 1
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
kemampuan ekonomi para anggotanya.2 Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan dalam pasalnya bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa kemakmuran masyarakat sangat diutamakan dan bukan kemakmuran perseorangan. Dengan demikian, bentuk usaha yang tepat dengan jiwa pasal tersebut adalah koperasi yang didasarkan atas asas gotong royong yang artinya bahwa peranan masyarakat maupun lembaga masyarakat harus tetap dilibatkan.3 Mohammad Hatta dalam pidatonya tanggal 12 Juli 1951 mengatakan sebagai berikut: “Apabila kita membuka UUD 45 dan membaca serta menghayati isi pasal 38, maka tampaklah di sana akan tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuannya ialah menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerjasama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga. Di sini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, antara pemimpin dan pekerja. Segala yang bekerja adalah anggota dari koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya itu. Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para anggota koperasi sama-sama bertanggung jawab atas koperasi mereka.
4
Pasal 38 yang dimaksud oleh
Mohammad Hatta dalam pidatonya adalah pasal 38 UUDS 1950, di mana isi dari pasal 38 tersebut sama dengan isi pasal 33 UUD 45. Sistem ekonomi syariah yang bersumber pada pengaturan perekonomian dalam hukum Islam serta koperasi yang merupakan bentuk usaha yang sesuai dengan dasar negara untuk menyusun perekonomian nasional, memiliki kesamaan yakni sama-sama memiliki kelebihan dari sistem ekonomi dan bentuk usaha lain karena dapat bertahan dari krisis ekonomi global. Jika sistem ekonomi syariah dan bentuk usaha koperasi digabungkan, kemungkinan akan memberi manfaat yang Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia, cet.3, (Jakarta: Kencana Indonesia, 2005), hlm.14. 3 Nur S. Buchori, Koperasi Syariah Teori dan Praktik, cet.1, (Banten: Pustaka Aufa Media, 2012), hlm. 4. 4 Pachta W, Bachtiar dan Benemay, Hukum Koperasi Indonesia, hlm. 20. 2
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
lebih baik lagi bagi perekonomian nasional Indonesia. Penerapan prinsip-prinsip syariah dalam menggerakkan koperasi juga memiliki kemungkinan membawa dampak yang baik bagi masyarakat Indonesia karena fakta membuktikan bahwa sistem ekonomi berdasarkan prinsip syariah dan badan usaha berbentuk koperasi memberi pengaruh yang signifikan dalam pembangunan serta pertumbuhan ekonomi. Koperasi memiliki berbagai jenis bidang usaha yang terdiri dari koperasi produksi, koperasi konsumsi, dan koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam merupakan salah satu sarana meminjam uang bagi masyarakat untuk berbagai keperluan, mulai dari meminjam untuk kegiatan sehari-hari seperti berobat, pendidikan, membeli barang-barang konsumsi, sampai pinjaman untuk modal usaha. Meminjam uang tentu saja bukan perkara yang mudah bagi masyarakat. Salah satu faktornya adalah bunga pinjaman yang tinggi dan jangka waktu untuk mengembalikan uang yang terkadang tidak berbarengan dengan waktu saat dimana para peminjam memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman. Prinsip-prinsip syariah yang mengharamkan riba atau sistem bunga, sesuai dengan kebutuhan peminjam yang menghindari bunga pinjaman yang tinggi. Ideologi koperasi yang mengedepankan kebersamaan dalam usaha serta saling tolongmenolong antar anggotanya untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, juga dapat menjadi pilihan dan sarana mendapatkan pinjaman karena koperasi mengedepankan kesejahteraan anggotanya. Koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip syariah dalam praktiknya, bukan lah hal baru di Indonesia. Sejarah gerakan koperasi syariah di Indonesia dapat dikatakan dimulai pada tahun 1905 pada masa syarikat dagang Islam, namun keberadaannya tidak berkembang pesat hingga terjadi kekosongan yang cukup lama. Pada tahun 1992, muncul kembali gerakan ekonomi Islam dengan sebutan Baitul Maal Wattamil (BMT). Lembaga BMT yang memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat dengan falsafah yang sama dengan koperasi yaitu dari anggota oleh anggota untuk anggota, maka berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 25 tahun 1992 berhak menggunakan badan hukum koperasi.5 5
Buchori, Koperasi Syariah Teori dan Praktik, hlm. 4.
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
Letak perbedaan antara koperasi syariah dan koperasi konvensional (non syariah) salah satunya terletak pada teknis operasionalnya saja yakni koperasi syariah mengharamkan bunga dan mengusung etika moral dengan melihat kaidah halal dan haram dalam melakukan usahanya. Berangkat dari kebijakan pengelolaan BMT yang memfokuskan anggotanya pada sektor keuangan dalam hal penghimpunan dana dan pendayagunaannya, maka bentuk yang ideal bagi BMT adalah koperasi simpan pinjam syariah yang selanjutnya pada tahun 2004 oleh kementerian koperasi disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) melalui Keputusan Menteri Koperasi RI No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang “Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah”.6 Pada praktiknya ternyata ada beberapa pendapat yang beranggapan bahwa hukum Islam melarang praktik koperasi, salah satunya adalah Khalid Abdurrahman Ahmad, panulis Al-Tafkir Al-Iqrishadi Fi Al-Islam (Pemikiranpemikiran Ekonomi Islam). Penulis ini berpendapat bahwa prinsip-prinsip keorganisasian koperasi tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan syariah. Selain itu pembagian keuntungan koperasi yang dilihat dari segi pembelian atau penjualan anggota pada koperasinya, dianggap menyimpang dari ajaran islam karena menurut bentuk kerjasama dalam Islam hanya mengenal pembagian keuntungan atas dasar modal, atas dasar jerih payah, atau atas dasar keduanya. Meskipun demikian, pendapat tersebut belum menjadi kesepakatan/ijma para ulama. 7 Dilihat dari pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa permasalahan riba serta pengambilan keuntungan yang ada dalam sistem pinjaman dari koperasi konvensional adalah beberapa hal yang menjadi perdebatan dibolehkan atau tidaknya berkoperasi dari segi hukum Islam. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini berusaha meneliti apakah koperasi simpan pinjam dapat dioperasikan dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat menjadi pilihan masyarakat mendapatkan pinjaman untuk berbagai keperluannya dengan tetap sesuai prinsip-prinsip syariah.
6
Ibid., hlm. 6. Ainu Amri, “Koperasi (Sirkah Ta’awuniyah) Dalam Pandangan Islam,” http://ainuamri.wordpress.com/2007/10/24/koperasi-sirkah-taawuniyah-dalam-pandanganislam/, diunduh 20 September 2012. 7
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya pada bagian ini akan dipaparkan beberapa pokok permasalahan yang akan menjadi pertanyaan penelitian ini yakni: 1. Bagaimana peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur tentang koperasi simpan pinjam berbasis syariah? 2. Bagaimana koperasi simpan pinjam beroperasi agar sesuai dengan prinsipprinsip syariah? 3. Apakah pelaksanaan mekanisme pinjaman di koperasi berkah madani sesuai dengan prinsip-prinsip syariah?
Pembahasan
Konsep utama operasional koperasi syariah adalah menggunakan akad syirkah mufawadhoh yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih dengan masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-masing partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban dan tidak diperkenankan salah seorang memasukkan modal yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula dibanding dengan partner lainnya. Penekanan manajemen usaha dilakukan secara musyawarah (syuro) sesama anggota dalam rapat anggota tahunan (RAT) dengan melibatkan seluruh potensi anggota yang dimilikinya.8
1. Akad Pembiayaan Murabahah Secara pelaksanaan, mekanisme pinjaman dengan menggunakan akad pembiayaan murabahah dari KJKS Berkah Madani adalah sesuai dengan prinsipprinsip syariah. Hal ini dapat dilihat kesesuaian pelaksanaan akad murabahah dengan Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. Pengenaan marjin keuntungan dalam akad murabahah dari KJKS Berkah Madani sebagai keuntungan jual beli bukanlah sesuatu yang termasuk riba. Riba terjadi jika mekanismenya adalah pinjaman hutang-piutang, sedangkan akad murabahah 8
Buchori, Koperasi Syariah Teori dan Praktik, hlm. 7-8.
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
ini adalah mekanisme jual beli bukan hutang-piutang. Perbedaan hutang-piutang dengan jual beli adalah jika dalam hutang-piutang nasabah tidak mengetahui berapa harga sebenarnya suatu barang yang ingin dibeli dan berapa keuntungan yang diambil oleh koperasi. Sedangkan dalam jual beli, sebelum mengadakan akad, nasabah telah terlebih dahulu mengetahui harga barang yang akan dibeli dan keuntungan yang diperoleh koperasi. Ketidakpastian harga menggambarkan bahwa dalam mekanisme hutangpiutang terdapat unsur al gharar. Syaikh As-Sa’di, seorang al’allamah (seorang yang sangat dalam ilmunya), menyatakan bahwa al gharar adalah pertaruhan dan ketidakjelasan. Al gharar adalah hal yang dilarang dalam hukum Islam, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadits Abu Hurairah yang berbunyi: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al hashah dan jual beli gharar.” Selain itu, rukun akad murabahah seperti yang dikatakan oleh Syeikh Bakr Abu Zaid adalah pengetahuan kedua belah pihak tentang nilai modal pembelian dan nilai keuntungannya, dimana jika hal itu diketahui kedua belah pihak maka jual belinya shohih dan bila tidak diketahui maka menjadi batil. Dengan menggunakan mekanisme hutang piutang, koperasi berarti mengambil kemanfaatan dalam hutang nasabah. Mengambil kemanfaatan dari hutang adalah riba dan riba dilarang oleh hukum Islam. Hal ini tertuang dalam Firman Allah dalam surat Al- Baqarah ayat 275. Sedangkan jual beli dengan akad murabahah tidak mengandung unsur mengambil kemanfaatan dalam hutang. Hal ini dikarenakan koperasi bukan mengambil keuntungan dari uang yang dipinjamkan kepada nasabah, melainkan mengambil keuntungan dari barang yang dibelinya dengan menambahkan harga pokok barang sebagai harga jual barang yang nantinya akan dijual kepada nasabah. Dengan kata lain, selisih dari harga jual dengan harga pokok barang itulah yang dinamakan laba atau marjin keuntungan bagi koperasi. Marjin keuntungan ini harus disepakati bersama oleh nasabah dan koperasi, serta harga pokok barang juga harus diketahui secara jelas oleh nasabah untuk menghindari adanya gharar. Ibnu Qudamah dalam bukunya Mughni mengatakan bahwa murabahah adalah menjual dengan harga asal ditambah dengan marjin
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
keuntungan yang telah disepakati. Berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: Dari Said Al Hudri, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka.” (HR. Al Baihaqi, Ibnu Majjah, dan sahih menurut Ibnu Hibban ). Hal ini berarti dalam jual beli tidak boleh ada suatu paksaan diantara kedua belah pihak dan dengan adanya suatu kesepakatan mengenai marjin keuntungan maka dapat dikatakan nasabah dan koperasi sama-sama menerima tanpa paksaan mengenai jumlah marjin keuntungan tersebut. Dengan adanya kesepakatan tersebut berarti akad murabahah (jual beli) yang dilakukan antara nasabah dengan koperasi didasarkan atas suka sama suka. Ketentuan mengenai hal tersebut juga tertuang dalam Firman Allah yaitu surat Annisa ayat 29. KJKS Berkah Madani telah menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam akad murabahah yang dilakukannya untuk menyalurkan dana kepada nasabah. KJKS Berkah Madani bertindak sebagai penjual dalam akad murabahah tersebut, dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Hal ini dapat dilihat dari mekanisme penyaluran dana yang dilakukan KJKS Berkah Madani yakni KJKS Berkah Madani membiayai pembelian barang untuk keperluan nasabah lalu menjualnya kembali kepada nasabah dengan tambahan harga sebagai marjin keuntungan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dengan KJKS Berkah Madani membiayai pembelian barang berarti barang tersebut milik KJKS Berkah Madani. Setelah barang tersebut menjadi milik KJKS Berkah Madani barulah dapat dijual kepada nasabah. Kepemilikan barang yang dibutuhkan nasabah oleh KJKS Berkah Madani adalah penting karena jika barang tersebut bukan milik KJKS Berkah Madani, maka mekanismenya menjadi hutang piutang dan bukan lagi jual beli dengan akad murabahah. Mekanisme hutang piutang dalam jual beli menimbulkan riba dan hal tersebut sangat dilarang oleh hukum Islam. Jadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan akad murabahah, jika nasabah mengajukan permohonan kepada koperasi untuk membiayai pembelian barang yang dibutuhkan, maka barang tersebut haruslah menjadi milik koperasi terlebih dahulu baru dapat diserahkan kepada nasabah dengan cara koperasi menjual barang tersebut kepada nasabah. KJKS Berkah
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
Madani menerapkan mekanisme tersebut yakni dengan memiliki terlebih dahulu barang yang dibutuhkan nasabah. Namun, pada pelaksanaannya KJKS Berkah Madani dapat mewakilkan pembeliaan barang yang dibutuhkan nasabah kepada nasabah itu sendiri dengan menggunakan akad wakalah. Mewakilkan pembelian barang tersebut tertuang di dalam Fatwa DSN MUI tentang murabahah dengan syarat akad murabahah dilakukan setelah secara prinsip barang yang dibeli menjadi milik koperasi. KJKS Berkah Madani melakukan pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah menggunakan dana titipan (wadi’ah) yang merupakan salah satu sumber modal KJKS Berkah Madani untuk menggerakkan usahanya. Dengan demikian saat nasabah menerima perwakilan untuk membeli barang tersebut atas nama KJKS Berkah Madani, maka barang tersebut setelah dibeli oleh nasabah sudah menjadi milik KJKS Berkah Madani. Walaupun nasabah yang melakukan pembelian secara fisik, tetapi tetap sumber dana untuk pembelian barang tersebut adalah modal dari KJKS Berkah Madani. Selain itu, secara prinsip ini diartikan sebagai pembelian yang dilakukan nasabah tersebut adalah atas dasar kuasa dari KJKS Berkah Madani sehingga barang memang milik KJKS Berkah Madani karena nasabah hanya sebagai penerima kuasa saja. Akad wakalah ini dilengkapi dengan dokumen pembelian yang dilakukan oleh nasabah dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dokumen ini sebagai bukti bahwa nasabah memang membeli barang yang dibutuhkannya seharga harga pokok yang telah disepakati kedua belah pihak dan sebagai bentuk pengawasan KJKS Berkah Madani terhadap pembelian barang yang dilakukan nasabah. Dasar dari murabahah adalah amanah, sehingga kedua belah pihak harus menjaga amanah tersebut dan tidak boleh saling mengkhianati. Dengan adanya dokumen pembelian dalam akad wakalah tersebut, amanah yang mendasari akad murabahah dapat dijaga. Dasar amanah ini dapat dilihat dari rukun murabahah yang mewajibkan kedua belah pihak untuk mengetahui nilai modal pembelian dan nilai keuntungannya, sesuai dengan hadits Rasulullah SAW: “Kalau keduanya (pedagang dan pembeli) bersifat jujur dan menjelaskan (keadaan barang dagangan atau uang pembayaran), maka Allah akan memberkahi keduanya dalam jual beli tersebut. Akan tetapi kalau keduanya berdusta dan
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
menyembunyikan (hal tersebut), maka akan hilang keberkahan jual beli tersebut”. (HR al-Bukhari dan Muslim). Adanya jaminan dalam pelaksanaan akad murabahah juga diperbolehkan berdasarkan Fatwa DSN MUI tentang murabahah. Dengan demikian, permintaan KJKS Berkah Madani kepada nasabah untuk menyediakan jaminan dalam pelaksanaan akad murabahah tidak menyalahi prinsip syariah. Jaminan ini berfungsi agar nasabah tetap baik dalam melaksanakan kewajibannya. Jaminan ini tidak terkait langsung dengan akad murabahah dan tidak mempunyai hubungan subtansi dengan akad murabahah tersebut. Jaminan ini bukan sebagai alat untuk melunasi pembayaran dari nasabah kepada KJKS Berkah Madani, tetapi sebagai penghindar dari itikad tidak baik nasabah yang tidak mau melunasi pembayaran. Pada praktiknya saat nasabah tidak mampu melunasi pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, KJKS Berkah Madani tidak serta merta langsung menjual jaminan yang diserahkan nasabah kepadanya. Pilihan lain jika nasabah tidak mau menjual jaminannya adalah
jangka waktu pelunasannya ditambah
beserta infaq oleh KJKS Berkah Madani, namun marjinnya ditiadakan karena penambahan jangka waktu ini bukan berarti adanya pembiayaan yang baru. Landasan hukum Islam mengenai jaminan ini tertuang dalam Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 283. Selain jaminan, ada suatu hal lain yang juga tidak terkait langsung dengan akad murabahah yakni soal denda. Di dalam Fatwa DSN MUI tentang murabahah tidak disebutkan mengenai denda keterlambatan pembayaran angsuran hutang oleh nasabah kepada koperasi. KJKS Berkah Madani memberlakukan pengenaan denda jika nasabah telat membayar angsuran hutangnya kepada KJKS Berkah Madani. Pengenaan denda ini tidak secara otomatis dikenakan kepada nasabah karena harus dilihat terlebih dahulu alasan keterlambatan tersebut. Jika alasannya syar’i maka denda tidak dikenakan oleh KJKS Berkah Madani, sedangkan jika tidak ada alasan yang syar’i dari keterlambatan maka KJKS Berkah Madani akan mengenakan denda kepada nasabah yang selanjutnya uang dari denda tersebut akan digunakan untuk dana sosial. Mekanisme pengenaan denda ini dapat dikatakan sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran. Fatwa DSN MUI ini mengatur bahwa yang dapat dikenakan denda adalah nasabah yang mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar. Ini berarti nasabah tidak memenuhi kewajibannya yang tertuang di dalam akad padahal dirinya mampu dalam menunaikan kewajiban tersebut. Dengan demikian nasabah tersebut tidak mempunyai alasan yang syar’i dalam menunda pembayarannya karena Allah memerintahkan hambanya untuk memenuhi akad yang telah disepakatinya seperti yang tertuang dalam Firman Allah surat Al Maidah ayat 1. Pengenaan denda pada nasabah dalam akad murabahah oleh KJKS Berkah Madani telah sesuai dengan Fatwa DSN MUI tersebut karena KJKS Berkah Madani hanya mengenakan denda kepada nasabah yang tidak memiliki alasan yang syar’i dalam keterlambatannya. Selain itu, Fatwa DSN MUI tentang sanksi atau denda ini juga mengatur bahwa dana yang berasal dari denda tersebut diperuntukkan sebagai dana sosial. Hal ini juga dipenuhi oleh KJKS Berkah Madani dengan mengalihkan dana yang berasal dari denda tersebut ke Baitul Maal Berkah Madani sebagai infaq fisabilillah. Dengan dialihkannya dana yang berasal dari denda tersebut menjadi dana sosial, dapat dilihat bahwa pengenaan denda ini bukanlah bertujuan untuk mengambil keuntungan dari nasabah tetapi bertujuan agar nasabah disiplin dalam memenuhi kewajibannya. Di dalam akad murabahah yang mengikat KJKS Berkah Madani dan nasabah ini tertuang pasal mengenai denda itu sendiri dan dengan ditandatanganinya akad tersebut oleh nasabah berarti ia menyepakati perihal denda tersebut. Hal ini berarti KJKS Berkah Madani telah memenuhi ketentuan Fatwa DSN MUI tentang sanksi yang menyebutkan bahwa sanksi ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
2. Akad Pembiayaan Ijarah Pelaksanaan akad ijarah dari KJKS Berkah Madani sebagian besar sudah sesuai dengan prinsip syariah. Dalam Fatwa DSN MUI No. 09/DSNMUI/IV/2000 disebutkan bahwa rukun dan syarat ijarah adalah ijab dan qabul para pihak, pihak-pihak yang berakad, serta objek dari akad ijarah tersebut. KJKS Berkah Madani telah memenuhi ketiga rukun tersebut dimana pihak dari KJKS
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
Berkah Madani yang diwakilkan oleh manajernya dan pihak nasabah melakukan ijab qabul dalam pelaksanaan akad ijarah. Objek dari akad ijarah yang dilakukan oleh KJKS Berkah Madani dan nasabah salah satunya adalah biaya pendidikan. Fatwa DSN MUI tentang ijarah juga membedakan objek ijarah menjadi dua jenis yakni manfaat barang dan manfaat jasa. Biaya pendidikan yang menjadi objek akad ijarah dari KJKS Berkah Madani ini bersifat manfaat jasa. Biaya pendidikan ini bukanlah suatu hal yang diharamkan oleh Islam, bahkan Islam memerintahkan agar umatnya untuk belajar seperti yang tercermin dalam surat Al’ Alaq ayat 1-4. Biaya pendidikan ini merupakan suatu hal yang dapat dinilai kemanfaatannya yakni dengan melihat biaya yang dikeluarkan untuk uang pangkal sekolah atau kuliah serta uang bulanan atau semesteran sekolah atau kuliah. Dalam akad ijarah dari KJKS Berkah Madani, spesifikasi manfaat jasa sudah dinyatakan cukup jelas dalam akad tersebut. Fatwa DSN MUI tentang ijarah menyebutkan bahwa ketentuan spesifikasi dari manfaat yang menjadi objek akad ijarah harus dinyatakan dengan jelas. Akad ijarah yang dilaksanakan oleh KJKS Berkah Madani dan nasabah mencantumkan jangka waktu ijarah serta objek ijarah yang cukup spesifik yakni pendidikan anak. Penulis rasa spesifikasi manfaat tersebut sudah cukup diterangkan dalam akad dengan hanya menyebutkan pendidikan anak tanpa perlu menyebutkan lembaga pendidikan dan tingkat berapa sang anak mengenyam pendidikan. Manfaat dari pendidikan anak inilah yang menjadi objek akad ijarah yang dilakukan oleh KJKS Berkah Madani dan nasabah. Tidak adanya keterangan mengenai lembaga dan tingkat pendidikan dalam akad menurut penulis tidak akan menyebabkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan menimbulkan sengketa karena yang dibutuhkan nasabah adalah manfaat dari pendidikan itu sendiri bukan lembaga atau tingkat pendidikan anak. Fatwa DSN MUI tentang ijarah mewajibkan lembaga keuangan syariah, yang salah satunya adalah koperasi simpan pinjam syariah, untuk menyediakan barang atau jasa yang disewakan. Penyedia jasa pendidikan dalam akad ijarah yang dilakukan antara KJKS Berkah Madani dengan nasabah adalah pihak lain dan bukan KJKS Berkah Madani itu sendiri. Memang dengan mekanisme seperti ini, akad ijarah yang dilaksanakan rawan dengan penyimpangan prinsip syariah
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
karena mekanismenya menjadi seperti pinjaman uang untuk membiayai pemanfaatan dari jasa pihak lain. Di dalam Fatwa DSN MUI itu sendiri tidak diterangkan mengenai kebolehan perwakilan nasabah untuk memperoleh objek akad ijarah atas nama koperasi atau dengan kata lain tidak ada keterangan mengenai akad wakalah sebagai penunjang pelaksanaan akad ijarah. Namun, larangan penggunaan akad wakalah dalam pelaksanaan akad ijarah juga tidak disebutkan dalam Fatwa DSN MUI tentang ijarah. Jika KJKS Berkah Madani bukan sebagai penyedia jasa melainkan sebagai penyedia dana untuk membiayai pemanfaatan jasa tersebut, maka mekanismenya menjadi pelaksanaan pinjaman uang bukan sebagai sewa menyewa. Pengambilan keuntungan dari penyaluran dana dengan meminjamkan uang sama saja dengan mengambil kemanfaatan dalam hutang. Hutang yang mendatangkan kemanfaatan sama saja dengan riba dan riba sangat dilarang oleh hukum Islam. KJKS Berkah Madani mengadakan akad wakalah dengan nasabah dalam pelaksanaan akad ijarah. Akad wakalah ini, seperti halnya dalam pelaksanaan akad murabahah, menjadikan KJKS Berkah Madani sebagai penyedia barang atau jasa secara tidak langsung karena nasabah mewakilkan KJKS Berkah Madani untuk membayar sewa yang disediakan pihak penyewa atas barang atau jasa yang dibutuhkan nasabah. Jadi dengan menggunakan akad wakalah tersebut KJKS Berkah Madani secara tidak langsung menjadi penyedia barang atau jasa setelah nasabah membayar sewa kepada pihak ketiga yakni pihak yang memang menyediakan barang atau jasa tersebut. Kemudian KJKS Berkah Madani memberikan barang atau jasa yang diperlukan nasabah untuk disewakan kepada nasabah itu sendiri dengan mendapatkan ujrah. Ujrah adalah upah atau pembayaran sewa untuk koperasi sebagai imbalan atas manfaat dari barang atau jasa yang digunakan oleh nasabah. Di dalam Fatwa DSN MUI tentang ijarah disebutkan bahwa nasabah atau penerima manfaat barang atau jasa wajib membayar sewa atau upah. Ujrah ini harus diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak. KJKS Berkah Madani bersama nasabah menyepakati sejumlah nilai ujrah di dalam surat pemberitahuan prinsip pembiayaan, sehingga kedua belah pihak telah mengetahui besaran ujrah tersebut sebagai imbalan dalam akad ijarah. Akad ijarah dan ujrah ini tertuang dalam Firman Allah surat Al Baqarah ayat 233.
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
Mengenai pengenaan denda atas keterlambatan dari nasabah, mekanisme pengenaan denda tersebut sama dengan pengenaan denda dalam akad murabahah yakni hanya dikenakan kepada nasabah yang tidak memiliki alasan yang syar’i atas keterlambatannya dan dana dari denda tersebut dijadikan infaq. Dengan demikian, pengenaan denda dalam akad ijarah yang dilakukan oleh KJKS Berkah Madani terhadap nasabah sudah memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Fatwa DSN MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 sebagaimana penerapannya yang sama dalam akad murabahah.
3. Akad Pembiayaan Mudharabah Mutlaqah Pelaksanaan pembiayaan mudharabah dari KJKS Berkah Madani sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah tentang praktek akad mudharabah. Hal ini dikarenakan pelaksanakan akad mudharabah tersebut sesuai dengan ketentuan pembiayaan dengan akad mudharabah dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSNMUI/IV/2000 tentang
pembiayaan
mudharabah
(qiradh).
Sesuai
dengan
ketentuan Fatwa DSN MUI, KJKS Berkah Madani sebagai pemilik dana membiayai 100% kebutuhan usaha yang akan dilakukan oleh nasabah dan tidak ikut campur dalam pengelolaan dan manajemen usaha nasabah tersebut. Ketentuan-ketentuan mengenai jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan KJKS Berkah Madani dengan nasabah. Kesepakatan bersama ini dibuktikan melalui surat pemberitahuan prinsip pembiayaan dimana KJKS Berkah Madani memberitahukan ketentuan-ketentuan tersebut kepada nasabah sebelum akad mudharabah mutlaqah dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Selain itu, ketentuan-ketentuan mengenai jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan dalam surat pemberitahuan prinsip pembiayaan ini tidak hanya semata-mata diputuskan sepihak oleh KJKS Berkah Madani, tetapi juga dibutuhkan persetujuan nasabah agar akad mudharabah mutlaqah dapat dilaksanakan. Dana yang diberikan oleh KJKS Berkah Madani kepada nasabah untuk menjalankan usahanya adalah tunai, dapat dilihat dari bentuk pencairan pembiayaan yang tertuang dalam surat pemberitahuan prinsip pembiayaan
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
dimana bentuk pencairannya adalah sekaligus ke rekening nasabah dan penarikan sesuai dengan kebutuhan nasabah. Dengan demikian ketentuan Fatwa DSN MUI tentang mudharabah mutlaqah mengenai keharusan dana pembiayaan berbentuk tunai telah dipenuhi oleh KJKS Berkah Madani. KJKS Berkah Madani juga menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, walaupun mengenai kerugian tenaga ditanggung oleh nasabah. Menurut penulis kerugian tenaga tersebut bukan dampak yang secara langsung ditimbulkan akibat dari pelaksanaan mudharabah. Kerugian tenaga merupakan kerugian tersendiri yang terlepas dari usaha nasabah meskipun tenaga tersebut adalah pendukung jalannya usaha. Menurut penulis objek dari mudharabah itu sendiri adalah usaha nasabah dan koperasi tidak berhak untuk ikut mengelola usaha nasabah tersebut. Tenaga merupakan aspek dari pengelolaan sehingga jika timbul kerugian maka yang sepatutnya menanggung adalah nasabah karena yang berkecimpung dalam pengelolaan usaha adalah nasabah bukan koperasi. Terlebih dalam Fatwa DSN MUI tentang mudharah ditentukan bahwa yang menanggung biaya operasional adalah nasabah, sehingga sudah seharusnya kerugian tenaga ditanggung oleh nasabah karena tenaga merupakan salah satu aspek operasional usaha. Ketentuan jaminan dalam akad mudharabah antara KJKS Berkah Madani dan nasabah tidak menyalahi ketentuan yang ada dalam Fatwa karena Fatwa DSN MUI tentang mudharabah juga membolehkan adanya jaminan agar nasabah tidak melakukan penyimpangan. Namun ada beberapa ulama seperti Malik dan Syafi’i berpendapat bahwa jika di dalam akad mudharabah disyaratkan adanya pemberian jaminan, maka akad mudharabah tersebut menjadi tidak sah. Sebabnya adalah bahwa prinsip amanah atau kepercayaan merupakan dasar hubungan para pihak yang terikat dalam akad mudharabah. Maksud dari prinsip amanah ini adalah mudharib dipercaya untuk mengelola modal dari shahibul maal sehingga ia tidak dibenarkan untuk mengganti kerugian atas usaha pengelolaan modal tersebut selama kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalaian, kesalahan disengaja, atau pelanggaran kesepatan oleh dirinya sendiri. Maka dari itu, shahibul maal, berdasarkan prinsip amanah, tidak dapat menuntut jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal atau modal dengan keuntungan.
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
Pada pelaksanaannya, jaminan di dalam akad mudharabah yang diserahkan oleh nasabah kepada KJKS Berkah Madani bukan berfungsi sebagai pengembalian modal atau modal dengan keutungan, tetapi berfungsi untuk menjaga agar nasabah tetap amanah dan tanggung jawab dalam melaksanakan usahanya dan memastikan kinerja nasabah sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati bersama-sama dengan KJKS Berkah Madani dalam akad mudharabah. Dengan demikian, adanya jaminan dalam akad mudharabah tidak menyebabkan akadnya menjadi tidak sah bila jaminan tersebut bukan sebagai pengembalian modal. Mekanisme pembagian keuntungan dari usaha nasabah dalam akad mudharabah yang dilakukan oleh KJKS Berkah Madani dan nasabah juga sudah sesuai dengan Fatwa. Keuntungan dibagikan untuk kedua belah pihak yakni KJKS Berkah Madani dan nasabah dengan bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Bagian keuntungan proporsional masing-masing pihak dinyatakan dan diketahui oleh kedua belah pihak pada saat akad disepakati. Meskipun pembagian keuntungan proporsional telah diketahui para pihak dari sebelum akad dilaksanakan yakni tertuang dalam surat pemberitahuan prinsip pembiayaan, namun di dalam akad mudharabah tetap dijelaskan kembali mengenai hal tersebut sehingga pada saat akad disepakati baik KJKS Berkah Madani maupun nasabah mengetahui bagian keuntungannya masing-masing. Di dalam akad mudharabah mutlaqah ini juga disepakati pengenaan denda jika nasabah terlambat membayar karena alasan yang tidak syari’i dan dana dari denda tersebut diberikan kepada Baitul Maal Berkah Madani sebagai infaq. Pengenaan denda dalam akad mudharabah ini mekanismenya sama dengan akad murabahah dan ijarah sehingga pengenaan denda ini tidak melanggar syariah berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 karena pada dasarnya pengenaan denda ini bukan untuk mengambil keuntungan, tetapi sebagai usaha agar nasabah disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Sumber dana pembiayaan, baik dengan menggunakan akad murabahah, ijarah, maupun dengan menggunakan akad mudharabah mutlaqah, sebagian besar bersumber dari dana anggota-anggota KJKS Berkah Madani, sehingga kedisiplinan dalam memenuhi kewajiban dalam akad-akad tersebut adalah keharusan agar dana para anggota-
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
anggota yang dititipkan di KJKS Berkah Madani tetap terjaga dan terkelola dengan baik. Dasar hukum Islam dari akad mudharabah adalah surat Al Baqarah ayat 198.
4. Akad Pembiayaan Al Qardhul Hasan Pembiayaan al qardhul hasan merupakan pembiayaan dengan dana kebajikan. Sasaran nasabah yang dibiayai kebutuhannya dengan pembiayaan ini adalah nasabah yang tidak mampu atau dhuafa. Pelaksanaan pembiayaan ini tidak dikenakan marjin yang berarti nasabah hanya mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam saja tanpa ada tambahan untuk bagi hasil maupun marjin bagi koperasi simpan pinjam syariah Berkah Madani. Peruntukkan dana pembiayaan ini pada umumnya untuk kegiatan nasabah yang bersifat konsumtif. Sedangkan kegiatan usaha nasabah tidak dapat menjadi objek pembiayaan al qardhul hasan dari KJKS Berkah Madani karena sifatnya adalah mencari keuntungan. Perbedaan dari al qard dengan al qardhul hasan adalah sumber dananya yakni jika al qard bersumber dari modal koperasi atau laba yang disisihkan, sedangkan al qhardul hasan berasal dari dana zakat, infaq, dan shadaqah. Dengan demikian pelaksanaan mekanisme al qardhul hasan ini juga harus memperhatikan Fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al qard. Pelaksanaan mekanisme pinjaman al qardhul hasan dari KJKS Berkah Madani telah sesuai dengan prinsip syariah karena KJKS tidak mengambil keuntungan dari pinjaman uang yang diberikan kepada nasabah. Pengambilan keuntungan atas pinjaman uang sama halnya dengan pengambilan kemanfaatan dalam hutang seseorang yang berarti riba. KJKS Berkah Madani memberikan pembiayaan al qardhul hasan ini hanya kepada masyarakat dhuafa yang membutuhkan karena pada dasarnya pembiayaan ini didasarkan pada perbuatan saling tolong menolong. Di dalam Fatwa DSN MUI tentang al qard tidak disebutkan tujuan pembiayaan ini untuk kegiatan yang bersifat apa. KJKS Berkah Madani memberikan pembiayaan al qardhul hasan ini untuk kegiatan kaum dhuafa yang bersifat konsumtif, sedangkan dalam praktek perbankan pembiayaan ini ditujukan untuk kegiatan kaum dhuafa yang bersifat usaha. Kedua sifat kegiatan ini dapat dijadikan objek pembiayaan dengan prinsip syariah karena tidak ada larangan dari
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
syariat Islam untuk memberikan pinjaman konsumtif untuk orang yang membutuhkan, terlebih pembiayaan al qardhul hasan ini dasarnya adalah tolong menolong. Hal yang terpenting adalah dalam pelaksanaannya koperasi tidak mengambil riba dari masyarakat yang melakukan pinjaman kepadanya baik yang bersifat konsumtif maupun yang bersifat kegiatan usaha. Dasar hukum Islam dari akad al qhardul hasan adalah surat Al Baqarah ayat 245.
Penutup Berdasarkan pemaparan hasil temuan di KJKS Berkah Madani dan olah studi tinjauan pustaka beserta kaitan dan penjelasannya yang telah diuraikan penulis pada bagian terdahulu, dalam penulisan yang berjudul Tinjauan Hukum Terhadap Koperasi Simpan Pinjam Berbasis Syariah (Studi Kasus Koperasi Jasa Keuangan Syariah Berkah Madani), pada bagian akhir ini penulis sampaikan beberapa hal terkait dengan jawaban dari pokok permasalahan, yakni: 1. Pengaturan oleh peraturan perundang-undangan mengenai koperasi simpan pinjam berbasis syariah di Indonesia Di dalam Keputusan Menteri Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 diatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jalannya koperasi simpan pinjam syariah mulai dari pendirian hingga pembubaran. Pada dasarnya hampir semua ketentuan yang diatur dalam Kepmen tersebut mirip dengan pengaturan untuk koperasi simpan pinjam konvensional. Hal-hal yang membedakan antara pengaturan koperasi simpan pinjam syariah dan koperasi konvensional dapat dilihat dari segi pengaturan mengenai keahlian pengelola, pembagian dan penggunaan SHU, pengesahaan pejabat yang berwenang, prinsip kerahasiaan pada koperasi simpan pinjam syariah yang melakukan kegiatan maal, pengendalian resiko, kelebihan dana, keberadaan dewan pengawas syariah, laporan penerimaan dan distribusi dana ZISWAF serta laporan keuangan pada koperasi simpan pinjam syariah yang melakukan kegiatan maal, perlakuan akuntansi, pembubaran koperasi simpan pinjam syariah, serta konversi koperasi simpan pinjam konvensional menjadi koperasi simpan pinjam syariah.
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
2. Operasional koperasi simpan pinjam yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Dalam pendirian koperasi, jenis syirkah yang tepat bagi operasional koperasi syariah adalah akad syirkah mufawadhoh yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih dengan masingmasing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Hal ini didasarkan pada Firman Allah yang tertuang dalam surat Al Maidah ayat 2. 3. Kesesuaian pelaksanaan mekanisme pinjaman dari koperasi simpan pinjam syariah Berkah Madani dengan prinsip-prinsip syariah Pelaksanaan mekanisme pinjaman dari koperasi simpan pinjam syariah Berkah Madani sebagian besar sudah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Pada pembiayaan murabahah, mudharabah, dan al qardhul hasan KJKS Berkah Madani telah bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dengan mengacu pada Al Qur’an, hadits Rasulullah SAW, dan pada Fatwa DSN MUI tentang akad-akad pembiayaan terkait. Akad ijarah yang dijalankan antara KJKS Berkah Madani dan nasabah pada pelaksanaannya terdapat aspek yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Aspek ini adalah mengenai perwakilan KJKS Berkah Madani oleh nasabah untuk menyewa barang atau jasa pihak ketiga atau dengan kata lain terdapat akad wakalah dalam pelaksanaan akad ijarah. Penggunaan akad wakalah ini dalam Fatwa DSN MUI tentang ijarah tidak diatur, sehingga dapat timbul resiko riba dalam pelaksanaannya karena mekanismenya menjadi rentan dekat dengan mekanisme hutang piutang. Berdasarkan
pokok
permasalahan
dan
pembahasan
yang
telah
disampaikan dan dijelaskan oleh penulis dalam bab dan sub bab terdahulu, maka terhadap permasalahan tersebut, penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Pemerintah sebaiknya segera mengadakan Undang-Undang tentang koperasi syariah agar mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum yang lebih kuat. Hal ini dikarenakan sampai saat ini, pengaturan mengenai koperasi syariah hanya melalui Keputusan Menteri yang jika dilihat dari hierarki perundang-undangan berada
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
dibawah Undang-Undang, sedangkan perkembangan koperasi syariah semakin maju sehingga membutuhkan pengaturan yang lebih memadai. 2. Koperasi simpan pinjam syariah sebaiknya mengadakan pelatihan atau seminar mengenai ekonomi syariah bagi para anggota dan pengelola agar mereka dapat menjalankan kegiatan usahanya yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah dengan baik dan benar. Hal ini bertujuan agar penyimpangan akibat ketidaktahuan mengenai prinsip-prinsip syariah dalam praktik ekonomi yang menunjang pelaksanaan kegiatan usaha koperasi simpan pinjam syariah, baik dari segi penghimpunan dana maupun penyaluran dana, dapat dihindari. 3. Dalam pelaksanaan akad ijarah, sebaiknya KJKS Berkah Madani tidak me-wakalah-kan penyewaan barang atau jasa dari pihak ketiga kepada nasabah karena rentan terhadap praktik riba. Lebih baik jika KJKS Berkah Madani melakukan penyewaan sendiri langsung kepada pihak ketiga yang diinginkan oleh nasabah, sehingga KJKS Berkah Madani lah kemudian yang menjadi penyedia barang atau jasa itu sendiri untuk disewakan kepada nasabah.
Daftar Pustaka
Buku An-Nabhani, Taqiyuddin. An-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam. Beirut: Darul Ummah, 2004. Buchori, Nur S. Koperasi Syariah Teori dan Praktik. Banten: Pustaka Aufa Media, 2012. Departemen Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi Jakarta. Pengetahuan Perkoperasian. Jakarta: Departemen Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi, 1977. Kaslan A, Tohir. Pelajaran Koperasi. Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kementerian P.P. dan K, 1955.
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013
M D, Sagimun. et al. Indonesia Berkoperasi. Jakarta: Jawatan Pendidikan Umum Bagian Naskah/Majalah Departemen P.P dan k., 1955. Pachta W, Andjar, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta: Kencana Indonesia, 2005. S, Burhanuddin. Hukum Bisnis Syariah. Yogyakarta: UII Press, 2011. Tohar, M. Permodalan dan Perkreditan Koperasi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1999.
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian. UU No. 17 tahun 2012. LN No. 212 Tahun 2012. TLN. No. 5355. Indonesia, Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. PP No. 9 tahun 1995. Indonesia, Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. PERMEN No. 35.2/PER/M.KUKM/X/2007. Indonesia, Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. KEPMEN No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000. Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Murabahah, Fatwa DSN MUI No. 04 /DSN-MUI/IV/2000.
Universitas Indonesia Tinjauan hukum ..., Dian Maharsi Pandu Pertiwi, FH UI, 2013