BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1
Pengertian Biaya
Pengertian atas konsep biaya sangat penting karena biaya merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya laba perusahaan disamping komponen lainnya yaitu pendapatan. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas mengenai biaya yang dinyatakan oleh para ahli. Mulyadi (2009:23) menyatakan bahwa biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang akan diukur dalam satuan uang yang telah terjadi untuk tujuan tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam pengertian diatas, yaitu : 1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. 2. Diukur dalam satuan uang. 3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi. 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. Senada dengan pendapat diatas, Supriyono (2006:209) mengemukakan biaya didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang dibuat untuk memperoleh barang dan jasa. Dalam akuntansi keuangan istilah biaya didefinisikan sebagai pengorbanan yang dibuat untuk memperoleh barang dan jasa. Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya merupakan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang digunakan untuk memperoleh barang dan jasa.
6
7
2.1.1.1 Klasifikasi Biaya Dalam akuntansi, biaya diklasifikasikan dengan berbagai cara. Umumnya pengklasifikasian atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan pengklasifikasian tersebut. Menurut Mulyadi (2009:14) biaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Objek pengeluaran Dalam penggolongan objek pengeluaran ini merupakan dasar penggolongan biaya, misalnya nama objek pengeluaran “depresiasi mesin”, maka semua objek pengeluaran yang berhubungan dengan depresiasi mesin disebut “biaya depresiasi mesin”. 2. Fungsi pokok dalam perusahaan a. Biaya produksi, merupakan biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap jual. b. Biaya
pemasaran,
merupakan
biaya-biaya
yang
terjadi
untuk
melaksanakan kegiatan pemasaran produk. c. Biaya administrasi, merupakan biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. 3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai a. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. b. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai.
8
4. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan a. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. b. Biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. c. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu. 5. Jangka waktu manfaatnya a. Pengeluaran modal (capital expenditure) adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Pada saat terjadi dibebankan sebagai harga pokok aktiva dan dibebankan dalam tahun pelaksanaannya. b. Pengeluaran pendapatan (revenue expense) adalah biaya yang hanya mempunyai
manfaat
dalam
periode
akuntansi
untuk
terjadinya
pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya yang diperoleh dari pengeluaran biaya. 2.1.1.2 Pengukuran biaya Terdapat dua pendapat yang berbeda atas masalah pengukuran biaya. Pendapat pertama bertitik tolak dari anggapan bahwa pengukuran besarnya biaya harus didasarkan atas nilai barang dan jasa yang digunakan dalam operasi perusahaan. Pendapat kedua menekankan pada pelaporan arus kas perusahaan, menganjurkan bahwa biaya harus diukur berdasarkan transaksi yang dilakukan perusahaan.
9
Pada dasarnya tujuan pengukuran biaya untuk mengukur jumlah barang dan jasa yang digunakan dalam upaya menghasilkan pendapatan, kemudian diklasifikasikan barang mana yang akan dibebankan pada periode yang akan datang. Pengukuran biaya menurut Ikatan Akuntan Indonesia yang tertulis dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (2002:24) yaitu penyajian laporan keuangan adalah sebagai berikut : 1. Historical cost (Harga perolehan historis) Aktiva dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aktiva tersebut pada saat perolehan. 2. Current price (Biaya kini) Aktiva dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar apabila aktiva yang sama atau setara aktiva diperoleh sekarang. 3. Realisable / Settlement value ( Nilai realisasi / penyelesaian) Aktiva dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aktiva dalam pelepasan normal (orderly disposal) 4. Present value (Nilai sekarang) Aktiva dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal.
10
2.1.2 Biaya Operasional 2.1.2.1 Pengertiaan Biaya Operasional Istilah
operasional
sering digunakan
dalam
suatu
organisasi
yang
menghasilkan keluaran outptut, baik yang berupa barang dan jasa. Secara umum operasional
diartikan
sebagai
suatu
usaha,
kegiatan
atau
proses
mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output). Dalam pengertian yang bersifat umum ini penggunaan cukup luas, sehingga mencakup keluaran (output) yang berupa barang dan jasa. Jadi dalam pengertian produksi dan operasional tercakup setiap proses yang mengubah masukan – masukan (input) dan menggunakan sumber – sumber daya untuk menghasilkan keluaran – keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Menurut Assauri (2004:12) menjelaskan yang dimaksud biaya operasional adalah suatu pengorbanan sumber daya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan perusahaan dalam mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output), tercakup semua aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, serta kegiatan-kegiatan lain yang mendukung atau menunjang usaha untuk menghasilkan produk tersebut. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan biaya operasional adalah jumlah pengeluaran yang diukur dalam satuan uang dalam bentuk uang tunai. Penyerahan produk atau jasa atau kewajiban–kewajiban yang ditimbulkan sehubungan pengadaan barang atau jasa yang diperlukan untuk penyelenggaraan operasi perusahaan.
11
Menurut Usry dan Hammer (2004:29) total biaya operasional terdiri dari biaya pabrikasi, dan beban komersial. Elemen–elemen biaya operasional tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Biaya Pabrikasi Biaya pabrikasi sering disebut juga biaya produksi atau biaya pabrik (factory cost), biaya ini merupakan jumlah dari tiga unsur biaya sebagai berikut : a. Bahan langsung adalah semua beban yang membentuk bagian integral dari bahan jadi dan dapat dimasukan langsung dalam kalkulasi biaya produk. b. Pekerja atau tenaga kerja langsung adalah karyawan yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi. c. Overhead pabrik adalah biaya dari bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung, dan semua biaya produksi lainnya yang tidak dibebankan langsung pada suatu produk tertentu. d. Bahan tidak langsung adalah bahan – bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya sedemikian kecil, atau sedemikian rutin, sehingga tidak dianggap sebagai bahan langsung yang tidak berguna atau tidak ekonomis. e. Pekerja tidak langsung adalah para karyawan yang dikerahkan dan tidak secara langsung mempengaruhi pembuatan atau pembentukan barang jadi.
12
2)
Beban komersial dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu : a. Beban pemasaran (distribusi dan penjualan), dimulai pada saat biaya produksi berakhir yaitu pada saat proses produksi diselesaikan dan barang–barang sudah dalam kondisi siap untuk dijual. Beban ini meliputi beban penjualan dan pengiriman. b. Beban administrasi meliputi beban yang dikeluarkan dalam mengatur dan mengendalikan organisasi. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan biaya operasional adalah biaya yang
digunakan oleh perusaahan untuk membiayai kegiatan pokok perusahaan yang terdiri dari biaya produksi, biaya penjualan, dan biaya administrasi. 2.1.2.2 Tujuan Biaya Operasional Adapun maksud dari semua biaya–biaya ini dijalankan oleh pihak perusahaan, karena biaya ini mempunyai hubungan langsung dari kegiatan utama perusaahan. Menurut Assauri (2004:12), menjelaskan bahwa tujuan biaya operasi adalah : 1.
Mengkoordinasikan dan mengendalikan arus masukan (input) dan keluaran (output), serta mengelola penggunaan sumber – sumber daya yang dimiliki agar kegiatan dan fungsi operasional dapat lebih efektif.
2. Untuk mengambil keputusan, akuntansi biaya menyediakan informasi biaya masa yang akan datang (future cost) karena pengambilan keputusan berhubungan dengan masa depan. Informasi biaya masa yang akan datang tersebut jelas tidak diperoleh dari catatan karena memang tidak dicatat,
13
melainkan diperoleh dari hasil peramalan. Proses pengambilan keputusan khusus ini sebagian besar merupakan tugas manajemen perusahaan dengan memanfaatkan informasi biaya tersebut. 3.
Digunakan sebagai pegangan atau pedoman bagi seorang manajer di dalam melakukan kegiatan – kegiatan perusahaan yang telah direncanakan perusahaan.
2.1.3 Persediaan Persediaan merupakan aktiva yang penting bagi perusahaan, setiap perusahaan selalu membutuhkan persediaan dalam menunjang kelancaran produksinya. Persediaan membutuhkan pengelolaan yang baik agar persediaan yang dimiliki oleh perusahaan sesuai dengan kebutuhan. 2.1.3.1 Pengertian Persediaan Persediaan merupakan unsur yang paling penting dalam kegiatan sebuah perusahaan, karena persediaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelancaran produksi dan penjualan.
Pengertian persediaan menurut Ristono
(2009:1) sebagai berikut: “Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang”. Sedangkan menurut Manullang dan Sinaga (2005;50) sebagai berikut: “Persediaan merupakan sejumlah bahan atau barang yang disediakan oleh perusahaan baik berupa barang jadi, bahan mentah maupun barang dalam proses yang disediakan untuk menjaga kelancaran operasi perusahaan demi memenuhi permintaan konsumen setiap waktu”.
14
Berdasarkan pengertian persediaan diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah barang yang simpan oleh perusahaan baik berupa bahan mentah, barang setengah jadi maupun barang jadi untuk digunakan atau dijual. Persediaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelancaran produksi dan penjualan, oleh karena itu persediaan harus dikelola secara tepat. Dalam hal ini perusahaan harus dapat menentukan jumlah persediaan optimal, sehingga di satu sisi kontinuitas produksi dapat terjaga dan pada sisi lain perusahaan dapat memperoleh keuntungan, karena perusahaan dapat memenuhi setiap permintaan yang datang. Persediaan merupakan aktiva yang penting dalam perusahaan dan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap laporan laba rugi dan neraca. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan perlu dilakukan dengan sebaikbaiknya. 2.1.3.2 Klasifikasi persediaan Dalam suatu perusahaan persediaan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, tergantung pada jenis kegiatan usaha perusahaan baik perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur. Menurut Jusup (2005:184) klasifikasi persediaan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan dagang, yaitu persediaan barang dagangan . 2. Perusahaan Manufaktur, yaitu : a Persediaan bahan baku (raw material) b Persediaan barang dalam proses (work in process) c Persediaan barang jadi (finished goods)
15
Dalam perusahaan dagang, klasifikasi persediaannya hanya satu yaitu persediaan barang dagangan, dimana persediaan tersebut adalah persediaan barang yang siap untuk dijual kepada pelanggan dalam satu kegiatan normal perusahaan. Sedangkan perusahaan industri tidak membeli barang dagangan yang siap dijual, namun
membeli
berbagai
bahan
baku
dan
komponen-komponen
dan
mengubahnya menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Persediaan pada perusahaan industri diklasifikasikan sebagai berikut: a) Persediaan Bahan baku (Raw materials inventory) Adalah barang-barang yang dimiliki untuk dipergunakan dalam aktivitas proses produksi yang merupakan bagian terbesar yang terkandung didalam produk tersebut. b) Persediaan Barang Dalam Proses (Work in process inventory) Merupakan barang-barang yang pada tanggal penyusunan neraca belum selesai dikerjakan dan perlu pengerjaan lebih lanjut. c) Persediaan Barang Jadi (Finished goods inventory) Persediaan barang jadi adalah barang-barang yang sudah selesai diproduksi dan menunggu untuk dijual. 2.1.3.3 Fungsi Persediaan Persediaan merupakan salah satu bagian dari harta perusahaan yang penting, karena sangat berperan dalam kelancaran proses produksi yang merupakan bagian dari aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, persediaan tersebut harus direncanakan, dikelola, dan diawasi dengan sebaik-baiknya, baik kuantitas maupun kualitasnya sehingga diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar dan memenuhi kebutuhan
16
perusahaan. Menurut Rangkuti (2009) menyatakan bahwa fungsi utama persediaan yaitu : 1. Fungsi Decoupling 2. Fungsi Economic Lot Sizing 3. Fungsi Antisipasi Dari istilah diatas dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Fungsi Decoupling adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan prosesproses individual perusahaan terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para langganan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuations stock. 2. Fungsi Economic Lot Sizing. Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan atau potongan pembelian., biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, resiko, dan sebagainya).
17
3. Fungsi Antisipasi. Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories). 2.1.3.4 Penilaian Persediaan Penilaian persediaan diperlukan untuk menghitung persediaan akhir yang dilaporkan di neraca dan harga pokok penjualan yang akan dilaporkan dalam laba/rugi. Persediaan barang dagangan bisa dihitung dengan menggunakan beberapa metode penilaian persediaan diantaranya adalah metode FIFO (First In First Out), LIFO (Last In First Out), dan metode biaya rata-rata (Average cost method). Seperti yang dikemukakan oleh Warren et al. (2005:476)
yang
diterjemahkan oleh Aria Farahmita, Amanugrahani, dan Taufik Hendrawan sebagai berikut: Ada 3 asumsi arus biaya yang umum dalam bisnis adalah: 1. LIFO 2. FIFO 3. Metode biaya rata-rata Setiap metode biasanya menghasilkan jumlah harga pokok penjualan dan persediaan akhir barang dagangan yang berbeda. Jadi, pemilihan asumsi arus biaya secara langsung mempengaruhi laporan laba rugi neraca. Adapun penjelasan dari kutipan diatas adalah sebagai berikut: 1. FIFO (First In First Out)
18
Yaitu metode dimana barang-barang yang paling awal masuk dikeluarkan paling awal juga sehingga persediaan akhir dinilai dengan harga-harga yang terakhir masuk. Metode ini mengasumsikan bahwa barang-barang yang paling lama di gudang (berarti barang dagangan yang dibeli pertama kalinya) yang akan dijual terlebih dahulu dan barang-barang yang dibeli terakhir akan menjadi persediaan akhir. 2. LIFO (Last In First Out) Yaitu metode dimana barang-barang yang paling terakhir masuk dikeluarkan paling pertama sehingga persediaan akhir dinilai dengan harga-harga pembelian yang paling awal. Metode ini mengasumsikan bahwa barangbarang dagangan yang dibeli atau diproduksi terakhir maka akan dijual atau digunakan terlebih dahulu dan barang-barang yang dibeli pertama kali akan menjadi persediaan akhir. 3. Metode biaya rata-rata (Average cost method) Yaitu metode dimana persediaan akhir dinilai berdasarkan harga rata-rata dari seluruh pembelian yang pernah dialami yaitu nilai rupiah seluruh pembelian dibagi dengan jumlah barang yang dibeli. Biaya pokok rata-rata tertimbang ditentukan dengan membagi jumlah biaya perolehan dari setiap komoditas yang tersedia untuk dijual. 2.1.3.5 Manajemen Persediaan Setiap perusahaan baik itu perusahaan manufaktur maupun jasa selalu memerlukan persediaan. Perusahaan yang melakukan kegiatan produksi atau manufaktur akan memiliki 3 jenis persediaan, yaitu persediaan bahan baku,
19
persediaan barang setengah jadi dan persediaan barang jadi. Sedangkan perusahaan dagang memiliki satu jenis persediaan, yaitu persediaan barang dagangan. Tanpa adanya persediaan, para manajer akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi permintaan konsumen, sehingga harus dilakukan manajemen terhadap persediaan. Pengertian manajemen persediaan menurut Ristono (2009:4) adalah sebagai berikut: “Kegiatan dalam memperkirakan jumlah persediaan (bahan baku/penolong) yang tepat, dengan jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan”. Pengendalian pengadaan persediaan perlu diperhatikan karena berkaitan langsung dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan sebagai akibat adanya persediaan. Oleh sebab itu, persediaan yang ada harus seimbang dengan kebutuhan, karena persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan perusahaan menaggung risiko kerusakan dan biaya penyimpanan yang tinggi di samping biaya investasi yang besar. Tetapi jika terjadi kekurangan persediaan akan berakibat terganggunya kelancaran dalam proses produksi. 2.1.3.6 Tujuan Pengelolaan Persediaan Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian persediaan yang dijalankan adalah untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang optimal. Hal ini dianggap penting agar dapat menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontinuitas produksi dengan pengorbanan atau pengeluaran biaya yang ekonomis.
20
Tujuan pengelolaan persediaan menurut Ristono (2009:4) adalah sebagai berikut: 1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen). 2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan alasan: a. Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh. b. Kemungkinan Supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan. 3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. 4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar. 5. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran. Karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar. 2.1.3.7 Biaya-biaya Persediaan Bagi perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, persediaan (bahan baku dan penolong) merupakan faktor yang paling utama karena tanpa persediaan yang cukup produksi akan terhambat. Besar kecilnya persediaan yang dimiliki sangat tergantung pada kebijakan perusahaan, dan hal ini ditentukan dengan pertimbangan tertentu, salah satunya adalah faktor biaya. Biaya yang dikeluarkan bukan hanya biaya penyimpanan persediaan di gudang, melainkan harus
21
diperhitungkan pula biaya yang dikeluarkan mulai dari pemesanan sampai barang tersebut masuk ke dalam proses produksi dan kembali ke gudang sebagai barang jadi. Menurut Ristono (2009:22) menyatakan bahwa biaya persediaan adalah sebagai berikut: 1. Ongkos pembelian (Purchase cost) 2. Ongkos pemesanan atau biaya persiapan (Order cost/set up cost) 3. Ongkos simpan (Carrying cost/holding cost/storage cost) 4. Biaya kekurangan persediaan (Stockout cost) Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Ongkos pembelian (Purchase cost) Ongkos pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi per unit apabila di produksi dalam perusahaan. Penetapan dari biaya pembelian ini tergantung dari pihak penjualan barang atau bahan sehingga pihak pembeli hanya bisa mengikuti fluktuasi harga barang yang ditetapkan oleh pihak penjual. 2. Ongkos pemesanan atau biaya persiapan (Order cost/Set up cost) Ordering cost adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pemesanan barang ke supplier. Besar kecilnya biaya pemesanan sangat tergantung pada frekuensi pesanan, semakin sering memesan barang maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar dan sebaliknya. Semakin besar jumlah yang dipesan dalam sekali pesan maka biaya pesan per unit akan
22
turun. Semakin sedikit jumlah yang dipesan dalam sekali pesan maka akan semakin besar biaya pesan per unit. 3. Ongkos simpan (Carrying cost/Holding cost/Storage cost) Ongkos simpan adalah semua biaya yang timbul akibat penyimpanan barang maupun bahan (Diantaranya: fasilitas penyimpanan, sewa gudang, keusangan, asuransi, pajak dan lain-lain). Besar kecilnya biaya simpan sangat tergantung pada jumlah rata-rata barang yang disimpan di gudang. Semakin banyak rata-rata persediaan, maka biaya simpan juga akan besar dan sebaliknya. Termasuk dalam biaya simpan antara lain adalah: a.
Biaya sewa atau penggunaan gudang.
b.
Biaya pemeliharaan barang.
c.
Biaya pemanasan atau pendingin, bila untuk menjaga ketahanan barang dibutuhkan factor pemanas atau pendingin
d.
Biaya menghitung dan menimbang barang. Biaya simpan merupakan biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung
pada volume persediaan. 4. Biaya kekurangan persediaan (Stockout cost) Biaya kekurangan persediaan adalah konsekuensi ekonomi atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar terjadi apabila pesanan konsumen tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak memenuhi kebutuhan departemen yang lain.
23
2.1.3.8 Pengendalian Persediaan Pengelolaan persediaan mengandung banyak risiko seperti apabila terlalu banyak akan mengundang biaya penyimpanan sedangkan apabila terlalu sedikit akan mengganggu kelancaran operasi perusahaan. Oleh karena itu, persediaan harus dikendalikan secara efektif dan sebaik-baiknya. Pengertian persediaaan menurut Rangkuti (2009:19) adalah sebagai berikut: “Pengendalian persediaan adalah tindakan yang sangat penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan, serta kapan saat mulai mengadakan pemesanan kembali”. Sedangkan menurut Mulyadi (2009:164) adalah sebagai berikut: “Pengendalian persediaan meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi”. Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan adalah tindakan yang dilakukan dalam usaha untuk menjaga persediaan dalam tingkat yang optimal dan untuk menjaga harta kekayaan perusahaan. 1) Metode Analisis ABC (Activity Based Costing) Upaya mengatasi situasi dimana persediaan yang dikendalikan jumlahnya sangat banyak, adalah bijaksana apabila keputusan pengendalian persediaan dimulai dengan membuat klasifikasi atas persediaan yang ada. Klasifikasi persediaan biasanya dilakukan dengan membuat klasifikasi ABC. Pengertian analisis ABC menurut Ristono (2009:15) adalah sebagai berikut: “ABC analisis mengklasifikasikan persediaan dalam tiga kategori, yaitu: A,B dan C dengan basis volume penggunaan biaya persediaan dalam setahun”.
24
Persediaan yang termasuk kelas A, merupakan barang yang paling penting untuk perusahaan (Fast moving), untuk itu perlu diperhatikan secara lebih baik. Berikutnya adalah kelas B, yang mencakup barang-barang yang relative kurang penting bagi perusahaan. Persediaan yang termasuk kelas C merupakan persediaan kategori Slow moving yang jumlah persediaannya tidak perlu terlalu besar. Dengan metode ini manajemen menitikberatkan pada kelompok A yang bernilai strategis bagi perusahaan. Apabila pengelolaan kelompok A tidak tepat akan berakibat sangat besar bagi kelangsungan perusahaan. 2) Metode EOQ (Economic Ordering Quantity) Metode EOQ merupakan model klasik dalam penetuan jumlah pemesanan yang paling ekonomis. Model EOQ dapat dikembangkan secara aljabar maupun grafik. Pengertian metode EOQ (Economic ordering quantity) menurut Weston dan Brigham (2005:508) yang diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait adalah sebagai berikut: “Kuantitas pesanan yang ekonomis adalah kuantitas persediaan yang optimal, atau yang menyebabkan biaya persediaan mencapai titik terendah”. 3) Metode Just In Time (JIT) JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. metode ini memiliki
tujuan
mengakibatkan
untuk
biaya
meminimalkan
penyimpanan
persediaan,
menjadi
sehingga
minimal.
Metode
akan ini
25
mensyaratkan bahwa jika memungkinkan persediaan hanya ada pada saat dibutuhkan dan pada waktu yang tepat saja. Pengertian Just in Time (JIT) menurut Yamit (2005:193) adalah sebagai berikut: “Just-in-time adalah usaha-usaha untuk meniadakan pemborosan dalam
segala
bidang produksi,
sehingga
dapat
menghasilkan
dan
mengirimkan produk akhir tepat waktu untuk dijual.” 2.1.4 Laba 2.1.4.1 Pengertian Laba Untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas mengenai laba, penulis akan mengemukakan beberapa pengertian laba yang dinyatakan para ahli . Pengertian laba yang diungkapkan oleh Baridwan (2009:3) bahwa “laba (Gain) adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi atas kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha selama satu periode kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi dari pemilik”. Menurut Anthony et al. (2009:201) definisi laba adalah salah satu sasaran penting bagi orang yang berorientasi laba ialah menghasilkan laba, oleh karena itu laba dapat dipakai sebagai tolak ukur efektivitas. Laba adalah selisih antara pendapatan (ukuran keluaran) dengan pengeluaran (ukuran masukan), maka laba juga merupakan ukuran efisiensi, jadi laba merupakan ukuran efektivitas maupun efisiensi. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laba merupakan tujuan akhir dari suatu operasi perusahaan karena laba merupakan
26
tujuan yang paling menguntungkan dan merupakan tolak ukur efektivitas. Laba merupakan hasil yang didapat dari pendapatan setelah dikurangi pengeluaranpengeluaran. 2.1.4.2 Jenis-jenis laba Terdapat beberapa jenis laba yang bisa digunakan dalam akuntansi, diantaranya sebagai berikut : 1. Laba Kotor Laba kotor merupakan hasil selisih dari hasil penjualan netto dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual. Menurut Niswonger et al. (2000) mengungkapkan bahwa Laba kotor merupakan perbedaan antara pendapatan bersih dari penjualan dan harga pokok penjualan. Dalam pengertian ini laba kotor dianggap dapat menutupi biaya operasional perusahaan. Seandainya laba kotor ini tidak dapat memenuhi biaya operasional yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya administrasi maka berarti perusahaan menderita kerugian. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa laba kotor merupakan nilai lebih yang diperoleh perusahaan atas hasil penjualan yang diterima dari harga pokok barang yang dijual. Dengan meningkatnya penjualan ataupun menurunnya biaya produksi, maka pencapaian laba kotor akan maksimal. 2. Laba Operasi Laba dari operasi merupakan penghasilan yang diperoleh dari penjualan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode akuntansi tertentu dikurangi
27
biaya operasional termasuk harga pokok barang yang dijual. Hal ini selaras dengan pendapat Soemarso (2004:230) bahwa “Laba usaha (income from operation) adalah laba yang diperoleh semata-mata dari kegiatan utama perusahaan”. Cara untuk menentukan rasio pencapaian target laba operasi dilakukan dengan cara mencari persentase dari perbandingan antara realisasi laba operasi terhadap anggaran laba operasi. 3. Laba Bersih Pengertian laba bersih menurut Soemarso (2004:252) yaitu : “Selisih lebih semua pendapatan dan keuntungan terhadap semua biaya dan kerugian, jumlah ini merupakan kenaikan bersih terhadap modal”. Laba bersih dibagi menjadi : a. Laba bersih sebelum pajak, yaitu selisih lebih pendapatan dan keuntungan terhadap semua biaya dan kerugian yang merupakan kenaikan bersih atas modal, sebelum dikurangi beban pajak. b. Laba bersih setelah pajak, yaitu selisih lebih pendapatan atas biaya-biaya yang dibebankan yang merupakan kenaikan bersih atas modal, setelah dikurangi beban pajak. 4. Saldo Laba Saldo laba merupakan jumlah akumulasi laba bersih dari sebuah perseroan terbatas dikurangi distribusi laba (income distribution) yang dilakukan.
28
2.1.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laba Menurut Mulyadi, (2009:513) Laba dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1. Biaya Biaya yang timbul dari perolehan atau mengolah jasa akan mempengaruhi harga jual jasa yang bersangkutan. 2. Harga jual Harga jual jasa akan mempengaruhi besarnya volume jasa yang bersangkutan. 3. Volume penjualan dan produksi Besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produsi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi laba adalah volume produk yang dijual, harga jual produk dan biaya. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume produksi, sedangkan volume produksi mempengaruhi harga. 2.1.4.4 Kegunaan Dan Tujuan Laba Menurut
Suwardjono,
(2005:456)
Laba
akuntansi
dengan
berbagai
interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai:
1. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of retun on inuested capital).
29
2. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen. 3. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. 4. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara. 5. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik. 6. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang. 7. Dasar kompensasi dan pembagian bonus. 8. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan. 9. Dasar pembagian dividen.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laba merupakan penentu kinerja dari suatu perusahaan pada periode tertentu dan menghasilkan informasi untuk periode berikutnya 2.1.4.5 Pengukuran Laba Menurut Hendriksen (2002), untuk mengukur laba dapat digunakan dua pendekatan yaitu: 1. Pendekatan transaksi (Transaction approach) Pendekatan transaksi merupakan pendekatan yang konvensional yang digunakan oleh akuntan dalam mengukur laba. Dalam pendekatan ini meliputi pencatatan perubahan penilaian asset dan liabilities yang merupakan akibat dari adanya transaksi yang bersifat internal maupun eksternal. Prosedur umum dalam pendekatan ini adalah mencatat pengakuan penilaian revenue dan expense yang di dapat dari transaksi dan membandingkan selama periode tertentu.
30
2. Pendekatan aktivitas (Activity approach) Pendekatan
aktivitas
merupakan
pengukuran
laba
yang
lebih
memfokuskan pada deskripsi aktivitas dari pada perusahaan, income, atau laba diasumsikan diperoleh dari aktiva perusahaan, misalnya pada saat perencanaan, pembelian, produksi, dan proses penjualan. Perbedaan utama dengan pendekatan transaksi berdasarkan proses pelaporan yang mengukur peristiwa eksternal yaitu transaksi. 2.1.5 Hubungan Biaya Operasional Dengan Laba Perusahaan Laba umumnya diidentikkan dengan prestasi sebuah perusahaan, karena bagaimanapun laba merupakan salah satu tujuan perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tindakan yang dapat dilakukan perusahaan untuk memperoleh laba adalah dengan meningkatkan pendapatan atau melakukan pengendalian terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan. Namun secara intern, pihak manajemen hanya dapat mengendalikan komponen biaya karena pada komponen kuantitas penjualan yang akan mempengaruhi pendapatan, besarnya sangat bergantung pada konsumen. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Jusuf (2008:33) “Bila perusahaan dapat menekan biaya operasional, maka perusahaan akan dapat meningkatkan laba bersih. Demikian juga sebaliknya, bila terjadi pemborosan biaya (seperti pemakaian alat kantor yang berlebihan) akan mengakibatkan menurunnya net profit”. Laba merupakan salah satu komponen terpenting dalam menjalankan roda perusahaan. Laba merupakan selisih antara pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Untuk memperoleh laba yang maksimum diperlukan pengelolaan
31
yang baik terhadap sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Besarnya biaya operasional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laba perusahaan. Biaya operasional dalam perusahaan manufaktur dibagi tiga yaitu biaya produksi, biaya penjualan, biaya administrasi. Ketiga elemen biaya ini saling berkaitan satu sama lain. Pengelolaan yang efektif terhadap ketiga elemen biaya ini akan berpengaruh terhadap besarnya biaya operasional dan laba perusahaan. Memperbesar jumlah pendapatan berarti memerlukan penggunaan biaya yang lebih besar. Oleh karena itu penggunaan biaya operasional harus disesuaikan, karena jika tidak terkontrol akan mengakibatkan penurunan jumlah perolehan laba. Berdasarkan uraian diatas, secara teoritis biaya operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan berpengaruh terhadap pencapaian laba perusahaan. 2.1.6 Penelitian Terdahulu (Studi Empiris) Nasution dan Lisa Marlina (2013) meneliti pengaruh biaya operasional terhadap laba bersih pada Bank Swasta Nasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa beban bunga, beban administrasi dan umun, beban tenaga kerja mempunyai pengaruh terhadap laba bersih perusahaan Bank Swasta Nasional di Bursa Efek Indonesia. Pebriyanti (2013) meneliti pengaruh biaya operasional terhadap laba bersih dengan perputaran persediaan sebagai variabel pemoderasi pada PT. Petro Multi Guna Tanjungpinang tahun 2010-2012. Hasil penelitian tersebut menyatakan semakin besar biaya operasional maka semakin sedikit laba yang akan diterima dan semakin cepat perputaran persediaan yang terjadi maka semakin besar laba
32
yang akan diperoleh. Perputaran persediaan tidak memoderasi hubungan antara efisiensi biaya operasional dengan laba bersih. 2.2 Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran adalah suatu tinjauan mengenai apa yang diteliti yang dituangkan dalam sebuah bagan yang menjadi alur pemikiran penelitian. Kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Perputaran Persedian (PP) Biaya Angkut Pembelian
Biaya Operasional BOO)
Biaya Crane & Forklift Biaya Portal & Pelabuhan
Laba Bersih (LB)
Biaya Pembantu & Peralatan
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3 Perumusan Hipotesis Sugiyono (2010:51) mengatakan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian karena jawaban yang didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang akan diperoleh melalui pengumpulan data. Mengacu pada rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: H1
: Biaya operasional mempengaruhi laba bersih perusahaan.
H2
: Perputaran persediaan memoderasi pengaruh biaya operasional terhadap laba bersih perusahaan.