BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1
Biaya
1. Pengertian Biaya Dalam penerapan activity based costing, pemahaman konsep dan klasifikasi dari biaya sangat penting. Biaya-biaya yang terjadi di dalam kegiatan operasi perusahaan merupakan salah satu informasi yang sangat mendasar untuk menghitung harga pokok jasa dengan menggunakan activity based costing oleh karena itu terlebih dahulu diperlukan suatu pemahaman mengenai biaya itu sendiri, ada beberapa pendapat yang dikemukan mengenai pengertian biaya: Menurut Hansen dan Mowen (1999:34) yang menjelaskan bahwa biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbanuntuk mendapat barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau masa datang
bagi
organisasi.
Sedangkan
menurut
Horngren
(2005:34)
mendefinisikan biaya merupakan suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Pada dasarnya biaya merupakan kas atau sumber daya yang dimiliki yang harus dikorbankan agar mendapatkan suatu manfaat yang diharapkan oleh manajemen pada saat ini atau dimasa datang. Apabila biaya telah digunakan atau dihabiskan dalam suatu proses kegiatan yang menghasilkan pendapatan, maka biaya tersebut dinyatakan dengan beban.
Menurut Mulyadi (2005; 8) biaya merupakan objek yang diproses oleh akuntansi biaya. Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Ada empat unsur pokok dalam mendefinisikan biaya tersebut di atas: a. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, b. Diukur dalam satuan uang, c. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, d. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. Biaya merupakan pengorbanan sumber daya atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan member manfaat saat sekarang atau dimasa akan datang bagi organisasi. 2. Objek Biaya Pada sistem akuntansi manajemen itu sendiri agar dapat mengukur dan membebankan biaya kepada entitas yang disebut dengan objek biaya. Menurut Hongren, et al (2005:34) menjelaskan untuk memandu keputusan, manajer ingin mengetahui berapa banyak biaya suatu hal (seperti biaya suatu produk, mesin, layanan, atau proses) hal ini disebut dengan obyek biaya. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (1999:37) objek biaya adalah setiap item seperti produk, pelanggan, departemen, proyek, aktivitas dan sebagainya, di mana biaya diukur dan dibebankan. Sebagai contoh, menentukan biaya pelayanan rawat inap, maka objek biaya adalah pelayanan rawat inap.
Pada objek biaya itu sangat penting bagi manajemen karena memberikan manfaat pada manajer dengan tujuan digunakan dalam perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Pembebanan biaya kepada objek merupakan penting karena dapat memberikan informasi biaya yang berkualitas. Apabila pembebanan biaya tidak sesuai terhadap objek biaya maka akan menimbulkan informasi biaya yang distorsi sehingga dapat menimbulkan pengambilan keputusan yang tidak tepat. 3. Metode Penelusuran Biaya Pada penelusuran ini adalah pembebanan aktual biaya yang terjadi pada objek biaya yang dapat digunakan sebagai ukuran yang diamati atas sumber daya yang dikonsumsi oleh objek biaya. Didalam penelusuran ini ada beberapa metode, menurut Hansen dan Mowen (2009:50) yaitu: a. Penelusuran Langsung Suatu proses pengidentifikasian dan pembebanan biaya yang berkaitan secara khusus dan fisik dengan suatu objek. Metode ini dilakukan dengan pengamatan secarta fisik. b. Penelusuran Penggerak Penggunaan penggerak untuk membebankan biaya pada objek biaya. Penggerak mertupakan faktor penyebab yang dapat diamati dan faktor penyebab yang mengukur konsumsi sumber daya objek biaya, sehingga penggerak salah satu faktor yang menyebabkan perubahan dalam penggunaan sumber daya dan memiliki hubungan sebab-akibat dengan biaya yang berhubungan dengan objek biaya.
c. Pembebanan Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang tidak dapat dibebankan pada objek-objek biaya, baik dengan menggunakan penelusuran langsung maupun penggerak. Hal ini berarti tidak ada hubungan sebab-akibat antara biaya dan objek biaya, atau penelusuran tidak layak dilakukan secara ekonomis. Pembebanan biaya tidak langsung pada objek biaya disebut alokasi. Karena tidak terdapat hubungan sebab-akibat, pengalokasian biaya tidak langsung didasarkan pada kemudahan atau beberapa asumsi yang berhubungan. Akan tetapi, alokasi biaya tidak langsung mungkin bermanfaat untuk tujuan lain disamping keakuratan. 4. Pengertian Perilaku Biaya Menurut Bastian (2008 : 204) perilaku biaya (cost behavior) adalah bagaimana biaya akan bereaksi atau menanggapi perubahan tingkat aktivitas lembaga. Biaya diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu: a. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tidak dipengaruhi oleh perubahan kegiatan organisasi. Biaya tetap mempunyai sifat sebagai berikut: 1. Jumlah totalnya tidak berubah walaupun kegiatan berubah. 2. Biaya per unit semakin kecil apabila kegiatan semakin besar. Biaya tetap menurut jangka waktu merupakan biaya yang jumlah totalnya tidak berubah dalam jangka waktu tertentu, sedangkan dalam jangka panjang jumlah totalnya dapat berubah. Biaya yang termasuk ke dalam
biaya tetap adalah biaya gaji direktur, biaya gaji bulanan atau tahunan, dan lain-lain. b. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya dipengaruhi oleh perubahan kegiatan. Biaya variabel mempunyai sifat: 1. Jumlah totalnya ikut berubah secara proposional ketika kegiatan organisasi berubah. Ini berarti apabila kegiatan bertambah, biaya totalnya ikut bertambah dalam persentase yang sama dengan penambahan kegiatan, dan begitu juga sebaliknya. 2. Biaya per unit tidak berubah walaupun kegiatan berubah. Biaya yang termasuk ke dalam biaya variabel pada organisasi manufaktur yaitu biaya bahan baku dan biaya upah tenaga kerja langsung. Sedangkan contoh biaya variabel untuk organisasi jasa adalah biaya administrasi dan biaya komisi. c. Biaya Semivariabel Biaya semivariabel adalah biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel. Unsur tetap adalah jumlah biaya minimum untuk menyediakan jasa, sedangkan unsure variabel adalah bagaian dari biaya semivariabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Biaya juga dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan yang direncanakan.
Jenis biaya langsung adalah biaya staf dan relawan serta biaya peralatan. 2. Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. 5. Pengertian dan Penggolongan Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya-biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan: a. Biaya Bahan Penolong Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. b. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang, biaya bahan habis pakai dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan. c. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu. d. Biaya yang timbul sebagai penilaian terhadap aktiva tetap Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adala biaya yang berkaitan dengan aktiva tetap.
e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biayabiaya asuransi gedung dan emplasemen, asuransi mesin dan ekuipmen, asuransi kendaran, asuransi kecelakaan karyawan, dan biaya amortisasi kerugian trial-run. f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai Biaya overhead pabrik yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN dan sebagainya. 2.1.2
Akuntansi Biaya Tradisional
1. Perhitungan Harga Pokok Berdasarkan Fungsi Menurut Hansen dan Mowen (2009:162) perhitungan biaya produk berdasarkan fungsi membebankan biaya dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk dengan menggunakan penelusuran langsung. Di lain pihak, biaya overhead dibebankan dengan menngunakan penelusuran penggerak dan alokasi. Secara spesifik, perhitungan biaya berdasarkan fungsi menggunakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan dalam biaya seiring dengan perubahan jumlah unit yang diproduksi (penggerak aktivitas tingkat unit) untuk membebankan biaya overhead pada produk. Tarif perkiraan overhead berdasarkan fungsi membutuhkan spesifikasi dari penggerak tingkat unit, yaitu suatu perkiraan dari kapasitas yang diukur penggerak dan perkiraan dari overhead yang diharapkan. Contoh-contoh
penggerak tingkat unit yang umumnya digunakan untuk membebankan overhead, meliputi: a. unit yang diproduksi, b. jam tenaga kerja langsung, c. biaya tenaga kerja langsung, d. jam mesin, e. biaya bahan baku langsung. Sistem ini mengalokasikan biaya ke produk melalui dua tahap yaitu: 1. Tarif Keseluruhan Pabrik Tarif overhead keseluruhan pabrik dihitung yang terdiri dua tahap. Pertama, biaya overhead yang dianggarkan akan diakumulasi menjadi satu kelompok untuk keseluruhan pabrik (pembebanan biaya tahap pertama). Biaya overhead dibebankan secara langsung pada kelompok biaya tersebut dengan menambahkan seluruh biaya overhead dalam satu tahun, tarif keseluruhan pabrik dihitung dengan menggunakan penggerak tingkat unit (biasanya jam tenaga kerja langsung). Terakhir, biaya overhead didbebankan pada produk dengan mengalihkan tarif tersebut dengan jumlah jam tenaga kerja langsung aktual yang digunakan oleh tiap-tiap produk. 2. Tarif Departemen Tarif departemen terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama, biaya overhead keseluruhan pabrik dibagi dan dibebankan pada setiap departemen produksi
dan membentuk kelompok biaya
overhead
departemen. Kemudian biaya dibebankan pada setiap departemen dengan menggunakan penggerak berdasarkan unit, seperti jam tenaga kerja langsung dan jam mesin, digunakan untuk menghitung tarif departemen. Produk
yang
menggunakan
diproses sumber
oleh daya
berbagai overhead
departemen sesuai
proporsi
diasumsikan penggerak
berdasarkan unit departemen. Pada tahap kedua, overhead dibebankan pada produk dengan mengalihkan tarif departemen dengan jumlah penggerak yang digunakan departemen terkait. Jumlah overhead yang dibebankan pada produk secara sederhana adalah jumlah dari banyaknya overhead yang dibebankan pada setiap departemen. 2.1.3
Activity Based Costing
1. Pengertian Activity Based Costing Menurut Simamora (2002:123) activity based costing adalah sistem akuntansi yang berfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Activity based costing menyediakan informasi perihal aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut. Sumber daya (resource) adalah unsur ekonomik yang diterapkan atau digunakan dalam pelaksanaan aktivitas. Sedang aktivitas (activity) adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yang bertindak sebagai faktor penyebab dalam pengeluaran biaya di dalam organisasi.
2. Manfaat Activity Based Costing Pada proses biaya berdasarkan aktivitas banyak membantu kepada manajemen perusahaan dalam mengambil suatu keputusan yang lebih akurat. Di dalam metode activity based costing mempunyai manfaat dan keunggulan dalam mengkaji perhitungan harga pokok sebagai berikut, menurut Tunggal (2000:23) menyatakan bahwa: a. Suatu pengkajian activity based costing dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan memfokuskan pada mengurangi biaya. b. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar. c. Activity based costing dapat membantu dalam keputusan membuat membeli yang manajemen harus lakukan. d. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk yang bervolume rendah. e. Melalui analisi data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat mulai merekayasa kembali (re-engineer) proses manufakturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih efisien dan lebih tinggi.
3. Pengidentifikasi Aktivitas Pada perhitungan biaya bedasarkan aktivitas itu memfokuskan terhadap aktivitas yang harus diperhatikan. Oleh sebab itu, mengidentifikasi aktivitas adalah langkah utama untuk penerapan activity based costing yang telah menjadi dasar sistem. Ada pengidentifikasian aktivitas meliputi pengumpulan beberapa data dari dokumen yang dimiliki oleh manajemen perusahan serta mencari data tambahan dengan melakukan wawancara langsusng dan observasi kepada pihak manajemen perusahaan. Harapan melakukan analisis aktivitas dapat memperoleh informasi yang akurat dan relevan terhadap alokasi biaya pada masing-masing aktivitas sehingga manajemen dapat melakukan pengambilan perencanaan yang tepat. Menurut Hansen dan Mowen (2009:183) menjelaskan bahwa pengklasifikasian aktivitas menjadi kategori umum ini akan memudahkan perhitungan biaya produk karena biaya aktivitas yang berkaitan dengan tingkat yang berbeda akan merespons jenis penggerak biaya yang berbeda (perilaku biaya berbeda berdasarkan tingkat). Aktivitas dapat diklasifikasikan dalam empat kategori umum, yaitu: a. Aktivitas tingkat unit (Unit level activities) Aktivitas tingkat unit adalah aktivitas yang dilakukan setiap kali sebuah unit diproduksi. Biaya aktivitas tingkat unit bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi.
b. Aktivitas tingkat batch (Batch level activities) Aktivitas tingkat batch adalah aktivitas yang dilakukan setiap suatu batch produk diproduksi. Biaya aktivitas tingkat batch bervariasi dengan jumlah batch, tetapi tetap terhadap jumlah unit pada setiap batch. c. Aktivitas tingkat produk (Product level activities) Aktivitas tingkat produk adalah aktivitas yang dilakukan bila diperlukan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi perusahaan. Aktivitas ini menggunakan input yang mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi atau dijual. Aktivitas ini dan biayanya cenderung meningkatkan sejalan dengan peningkatan jenis produk yang berbeda. d. Aktivitas tingkat fasilitas (Facility level activities) Aktivitas tingkat fasilitas adalah aktivitas yang menompang proses umum produksi suatu pabrik dan memberikan organisasi pada beberapa tingkat, tetapi tidak bermanfaat bagi setiap produk secara spesifik. 4. Penentuan Harga Pokok berdasarkan Aktivitas Sistem biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing system) adalah suatu sistem yang terdiri dari dua proses, dimana yang pertama kali dengan cara mencari biaya-biaya ke berbagai aktivitas dan selanjutnya mencari berbagai produk. Di dalam penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas ini banyak menggunakan pemacu biaya (cost driver) dibandingkan dengan penentuan harga pokok berdasarkan sistem tradisional yang menggunakan satu atau dua pemacu biaya (cost driver) yang berdasarkan unit. Sistem ini lebih menekankan pada penentuan harga pokok dan memberikan
informasi biaya yang berkaitan dengan berbagai aktivitas yang dilakukan pada kegiatan operasional. Namun apabila mengetahui biaya yang kemungkinan memberikan suatu peluang untuk dilakukan penghematan biaya yang dapat meminimalkan aktivitas dalam melakukan aktivitas, mengurangi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah. Menurut Supriyono (2002:230) dalam merancang sistem activity based costing, ada tahapan yang harus dilakukan dalam penentuan harga pokok produk, yaitu: 1. Prosedur Tahap Pertama Pada tahap pertama penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas meliputi empat langkah sebagai berikut: a. Penggolongan berbagai aktivitas Langkah pertama dalam prosedur tahap pertama activity based costing adalah
penggolongan
berbagai
aktivitas.
Berbagai
aktivitas
diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai suatu interprestasi fisik yang mudah dan jelas serta cocok dengan segmensegmen proses produksi yang dapat dikelola. b. Pengasosiasian berbagai biaya dengan berbagai aktivitas Langkah kedua adalah menghubungkan berbagai biaya dengan setiap kelompok aktivitas. c. Penentuan kelompok-kelompok biaya (cost pool) yang homogen Langkah ketiga adalah penentuan kelompok-kelompok biaya yang homogen ditentukan. Kelompok biaya homogen adalah sekumpulan biaya
overhead yang terhubungkan secara logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh cost driver tunggal. Jadi, agar dapat dimasukkan ke dalam suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas-aktivitas overhead harus dihubungkan secara logis dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk. Rasio konsumsi yang sama menunjukkan eksistensi dari sebuah cost driver. Cost driver, tentunya harus dapat diukur sehingga overhead dapat dibebankan ke berbagai produk. d. Penentuan tarif kelompok Langkah keempat adalah penentuan tarif kelompok. Tarif kelompok (pool rate) adalah tarif biaya overhead per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukuran aktivitas kelompok tersebut. 2. Prosedur Tahap Kedua Dalam tahap kedua, biaya untuk setiap kelompok biaya overhead dilacak ke berbagai jenis produk dengan menggunakan tarif kelompok (pool rate) yang
dikonsumsi
oleh
setiap
produk.
Ukuran
ini
merupakan
penyederhanaan kuantitas cost driver yang digunakan oleh setiap produk. Overhead ditentukan dari setiap kelompok biaya ke setiap produk dengan perhitungan sebagai berikut: Overhead yang digunakan = Tarif Kelompok × Unit-unit cost driver
2.1.4 Penerapan Metode Activity Based Costing 1. Syarat Penerapan Sistem Activity Based Costing Penerapan sistem activity based costing harus memiliki persyaratan, dimana diversifikasi produk yang tinggi, persaingan yang ketat, dan biaya pengukuran
yang
relatif
kecil.
Menurut
Supriyono
(2002:247)
mengemukakan bahwa perusahaan yang akan menerapkan activity based costing system, sebagai berikut: a. Biaya berdasarkan non-unit harus merupakan prosentase yang signifikan dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overhead yang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari keseluruhan overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya tradisional pun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sistem activity based costing kehilangan relevansinya. Artinya activity based costing akan lebih baik diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi saja. b. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasar non-unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan sistem activity based costing justru tidak tepat karena sistem activity based costing hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non-unit (memakai banyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem akuntansi biaya tradisional atau sistem
activity based costing membebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi paling rendah) mungkin masih dapat menggunakan sistem tradisional tanpa ada masalah. Menurut Rudianto (2006:286) sistem activity based costing diperlukan jika perusahaan menghadapi persaingan yang sangat ketat dengan para pesaingnya dan penetepan harga jual akan sangat berpengaruh pada keunggulan bersaing maka penggunaan sistem activity based costing akan sangat diperlukan. Karena, sistem activity based costing menghasilkan penetapan biaya produksi yang lebuh akurat dibanding dengan sistem tradisional maka dapat menolong perusahaan dalam mengelola keunggulan kompetitif yang dimilikinya. Dengan kemampuan menentukan biaya produksi yang lebih akurat maka penentuan harga jual per jenis produk pun akan lebih tepat, sehingga perusahaan tidak salah menetapkan harga jual yang kompetitif untuk suatu jenis produk tertentu. Jika perusahaan memiliki diversitas produk yang sangat tinggi dalam hal volume, ukuran, dan kompleksitas produk maka penggunaan sistem activity based costing akan sangat bermanfaat. terutama jika biaya untuk mengimplementasikannya lebih rendah dibanding dengan manfaatnya. 2. Penerapan Metode Activity Based Costing pada Perusahaan Jasa Dalam penerapan metode activity based costing memang lebih banyak dilakukan di perusahaan manufaktur, akan tetapi metode activity based costing dapat diterapkan dan memberikan manfaat pada perusahaan jasa.
Menurut Lulu (2010:23) perusahaan jasa memiliki karakteristik yang berbeda
dengan
perusahaan
manufaktur,
aktivitas-aktivitas
untuk
menghasilkan suatu produk cenderung dilakukan dengan cara yang sama dan hal tersebut akan sulit dijumpai pada perusahaan jasa. Berbeda dengan perusahaan manufaktur yang menghasilkan barang berwujud, output perusahaan jasa yang berupa produk tidak berwujud membuat proses perhitungan biayanya menjadi lebih rumit. Biaya overhead serta biaya-biaya tidak langsung pada perusahaan jasa akan lebih sulit untuk dihubungkan dengan jasa yang dihasilkan. 3. Pengertian Jasa Pelayanan Rumah Sakit Pelayanan rumah sakit saat ini merupakan salah satu isu terpenting dalam meningkatkan kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap di suatu rumah sakit. Tujuan pelayanan rumah sakit adalah memberikan kepuasan atas pelayanan yang paling mudah dan murah yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Rumah sakit juga harus memiliki pelayanan berkarakter yang harus ditekankan pada pihak manajemen rumah sakit agar dapat menarik pasien baru dan mempertahankan pasien lama. Hal ini dapat membangun citra rumah sakit suatu pelayanan rumah sakit. 4. Metode Penentuan Harga Jual Berdasarkan Activity Based Costing Penentuan harga jual merupakan hal yang paling tersulit dalam menentukan oleh pihak manajemen sehingga proses penerapan harga jual mengacu harga pada berbagai pasar. Oleh karena itu, pihak manajemen harus
memperoleh jaminan bahwa penentuan harga jual jasa atau produk harus menghasilkan laba yang wajar. Peranan perusahaan dalam penentuan harga jual jasa atau produk berbeda-beda. Metode penentuan harga jual berdasarkan Activity Based Costing System dapat menggunakan penentuan harga jual, menurut Mulyadi (2001:355) penentuan harga jual ditentukan sebesar biaya penuh ditambah dengan laba yang diharapkan. Perhitungan harga jual dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
2.2 Rerangka Pemikiran Dengan perkembangan aktivitas yang dilakukan pada perusahaan jasa terutama pada sektor pelayanan kesehatan, maka pihak manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan mengenai penetapan tarif dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perusahaan yang mampu mengelola kegiatan operasional dengan baik maka perusahaan tersebut dapat bertahan dalam persaingan di era modernisasi. Berdasarkan tinjauan teoritis serta permasalahan yang telah dikemukan, berikut ini gambar bagan rerangka pemikiran dalam penentuan harga pokok tarif rawat inap di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo Mojokerto.
Metode Pembebanan Harga Pokok
Activity based Costing
Harga Pokok Jasa berdasarkan Aktivitas
Tarif Rawat Inap
Gambar 1 Rerangka Konseptual 2.3 Penelitian Terdahulu Dari penelitian terdahulu maka dapat digunakan sebagai acuan dalam penulisan penelitian saat ini. Penelitian menurut Lulu (2010) dengan judul penelitian Penerapan Activity Based Costing dalam Perhitungan Harga Pokok Jasa Sebagai Pedoman Penetapan Tarif Pelayanan Rawat Inap di RSU Haji Surabaya.Yulianti (2011) dengan judul penelitian Penerapan Activity Based Costing System Sebagai Dasar Penetepan Tarif Jasa Rawat Inap pada RSUD. H. A. Sulthan Daeng Radja Bulukumba. Sedangkan penelitian menurut Dani Saputri (2012) dengan judul penelitian Penerapan Metode Activity Based Costing dalam Menentukan Besarnya Tarif Jasa Rawat Inap pada RS Hikmah
Makassar. Dari hasil penelitian yang diatas, dijadikan sebagai acuan untuk menambah wawasan mengenai
proses perhitungan menggunakan activity
based costing dan menjadi dasar untuk menunjang pembahasan masalah.
BAB 3