24
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, meliputi Neraca, Perhitungan Laba-Rugi dan laba ditahan, serta Laporan perubahan posisi keuangan.
Laporan keuangan ini disusun dengan maksud untuk
menyediakan informasi keuangan mengenai suatu perusahaan kepada pihakpihak
yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam
pengambilan keputusan-keputusan ekonomi. Melalui laporan keuangan itu, secara periodik dilaporkan berupa informasi penting mengenai suatu perusahaan yang berupa : 1. Informasi mengenai sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal perusahaan 2. Informasi
mengenai
perubahan-perubahan
dalam
sumber-sumber
ekonomi netto atau kekayaann bersih (modal = sumber dikurangi kewajiban) yang timbul dari aktivitas usaha perusahaan dalam rangka memperoleh laba. 3. Informasi mengenai hasil usaha prusahaan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menilai dan membuat estimasi tentang kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
25
4. Informasi mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban yang disebabkan oleh aktivitas pembelanjaan dalam investasi. 5. Informasi penting lainnya yang berhubungan dengan laporan keuangan seperti : Kebijaksanaan akuntansi yang dianut perusahaan
2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan
Menurut PSAK No.1 dalam Sofyan Syafri Harahap, (2009:134) Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas. Perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang meliputi : Aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan beban termasuk keuntungan dan kerugian, arus kas
2.1.3 Pengguna Laporan Keuangan dan Kebutuhan Informasi
Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan – keputusan investasi dan pendanaan, seperti yang dinyatakan SFAC No. 1
26
dalam Yulia Purwanti (2005) bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi : 1. Untuk keputusan investasi dan kredit 2. Mengenai jumlah dan timing arus kas 3. Mengenai aktiva dan kewajiban 4. Mengenai kinerja perusahaan 5. Mengenai sumber dan penggunaan kas 6. Penjelas dan interpretif 7. Untuk menilai stewardship Ketujuh tujuan ini terangkum dengan disajikannya laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan pengungkapan laporan keuangan. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia,( 2007:2-3) dalam Yulia Purwanti (2005) pengguna laporan keuangan meliputi : a. Investor membutuhkan informasi untuk menentukan apakah harus membeli, menanam atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan membayar deviden. b. Karyawan, menggunakan laporan keuangan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pasca kerja dan kesempatan kerja c. Pemberi pinjaman, menggunakan informasi keuangan untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo
27
d. Pemasok dan kreditur usaha lainnya, mereka tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan pada saat jatuh tempo. e. Pelanggan, berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan terutama kalau mereka terkait dengan perjanjian jangka panjang dengan atau bergantung pada perusahaan. f. Pemerintah, membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. g. Masyarakat, laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
2.1.4 Komponen Laporan Keuangan Secara umum laporan keuangan terdiri dari beberapa bagian, yaitu: a. Neraca, adalah laporan keuangan yang memperlihatkan jumlah dan sifat aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik usaha pada saat tertentu. • Aktiva, adalah sumber-sumber ekonomi yang dimiliki perusahaan yang biasanya dinyatakan dalam satuan uang. • Kewajiban, adalah utang yang harus dibayar perusahaan dengan uang atau jasa pada suatu saat tertentu di masa yang akan datang. • Modal, adalah hak pemilik perusahaan atas kekayaan perusahaan.
28
Berdasarkan pendapat Sawir (2005, p3), neraca merupakan laporan yang memberikan informasi mengenai jumlah harta, utang, dan modal perusahaan pada saat tertentu. Secara garis besar, neraca memberikan informasi mengenai sumber dan penggunaan dana perusahaan. b. Laporan Laba-Rugi, adalah suatu daftar yang menggambarkan hasil operasi perusahaan pada suatu periode waktu tertentu. Di dalamnya terdiri dari pendapatan dan beban. Bila pendapatan lebih besar dari beban, maka perusahaan akan mendapatkan laba dan bila pendapatan lebih kecil dari beban, maka perusahaan akan menderita kerugian. • Pendapatan, adalah aliran penerimaan kas/harta lain yang diterima dari konsumen sebagai hasil penjualan barang atau pemberian jasa. • Beban, adalah harga pokok barang yang dijual dan jasa-jasa yang dikonsumsi untuk menghasilkan pendapatan. Berdasarkan pendapat Sawir (2005, p4), laporan laba-rugi merupakan laporan mengenai pendapatan, biaya-biaya, dan laba perusahaan selama periode tertentu. c.
Laporan Perubahan Modal, adalah suatu daftar informasi yang menggambarkan tentang perubahan modal pemilik. Perubahan ini biasa disebabkan karena ada tambahan modal atau disebabkan adanya prive (pengambilan untuk kepentingan pribadi pemilik).
d. Laporan Arus Kas, adalah suatu daftar informasi yang melaporkan penerimaan dan pengeluaran kas entitas selama periode tertentu, serta dari mana kas datang dan bagaimana kas tersebut dibelanjakan.
29
Di dalam laporan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: • Aktivitas Operasi, yang berhubungan dengan transaksi-transaksi yang menghasilkan laba bersih. • Aktivitas Investasi, yang berkaitan dengan akun-akun dalam aktiva tetap. • Aktivitas Pendanaan, yang berkaitan dengan akun kewajiban dan ekuitas pemilik. Berdasarkan pendapat Supangkat (2005, p43-44), pada dasarnya perusahaan harus membuat tiga macam laporan keuangan, yaitu: a) Neraca; adalah ringkasan mengenai posisi keuangan pada tanggal tertentu yang menunjukkan Aktiva sama dengan Kewajiban ditambah Ekuitas. Aktiva terdiri atas Aktiva Lancar dan Aktiva Tidak Lancar, sedangkan Kewajiban terdiri atas Kewajiban Jangka Pendek dan Kewajiban Jangka Panjang.
Definisi lancar dan jangka pendek adalah
periode yang kurang dari satu tahun, sedangkan definisi tidak lancar dan jangka panjang adalah periode waktu yang lebih lama dari satu tahun. Adapun Ekuitas adalah modal sendiri Pemilik yang merupakan selisih antara nilai buku Aktiva dan Kewajiban. b) Laporan Laba Rugi; adalah ringkasan mengenai Pendapatan dan Biaya yang selisih antara keduanya akan menunjukkan Laba atau Rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Pembuatan Laporan Laba Rugi dilakukan berdasarkan prinsip akrual di mana Pendapatan dan Biaya akan dicatat pada saat terjadinya bukan pada saat diterima atau dibayarkannya.
30
c) Laporan Arus Kas; adalah ringkasan mengenai transaksi dalam bentuk kas yang berasal dari tiga macam kegiatan yang dilakukan perusahaan, yaitu Kegiatan Operasi, Kegiatan Investasi, dan Kegiatan Pendanaan.
2.1.5 Keterbatasan Laporan Keuangan Berikut adalah beberapa keterbatasan dari laporan keuangan yang perlu diperhatikan. Data yang dicatat dan dilaporkan oleh laporan keuangan mendasarkan pada harga perolehan (historical cost). Penyusunan laporan keuangan juga berdasarkan pada beberapa beberapa alternatif metode akuntansi (missal metode FIFO, LIFO, rata-rata persediaan).
Upaya perbaikan bias dilakukan oleh pihak manajemen
untuk memperbaiki laporan keuangan sehingga laporan keuangan keuangan nampak bagus. Apabila perusahaan mempunyai banyak divisi, biasanya informasi per divisi tidak lengkap
31
2.1.6 Proses Terjadinya Laporan Keuangan Berdasarkan Pendapat Supangkat (2005, p21), berikut ini adalah gambaran mengenai proses terjadinya laporan keuangan.
Gambar 1 Proses Terjadinya Laporan Keuangan
2.2 Analisa Laporan Keuangan 2.2.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan menurut Syafri Harahap (2009:333) adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data
32
kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Analisis laporan keuangan adalah metode atau teknik analisis atas laporan keuangan yag berfungsi untuk mengkonversikan data yang berasal dari laporan keuangan sebagai bahan mentahnya menjadi bahan informasi yang lebih berguna, lebih mendalam dan lebih tajam dengan teknik tertentu. Tujuan pokok analisis keuangan adalah analisis kinerja masa yang akan datang.
2.2.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Berikut beberapa tujuan analisis laporan keuangan. Tujuan ini akan menemukan arah analisis, batasan-batasan dalam analisis dan hasil yang diharapkan. Berikut ini beberapa contoh tujuan laporan keuangan. 1. Investasi Pada Saham Sertifikat
saham
merupakan
bukti
kepemilikan
suatu
perusahaan. Investor bias membeli, menahan, dan kemudian menjual saham tersebut. Membeli dan menaham saham berarti si investor memiliki perusahaan tersebut dan berhak atas laba dan kerugian yang di dapat perusahaan.
33
2. Pemberian Kredit Menilai
kemampuan
perusahaan
untuk
mengembalikan
pinjaman yang diberikan beserta bunga yang berkaitan dengan pinjaman tersebut yang akan dibayarkan pada akhir periode pinjaman (pada waktu jatuh tempo) atau dibayar dengan angsuran. 3. Kesehatan Pemasok (Supplier) Perusahaan yang tergantung pada “supply” pemasok akan mempunyai kepentingan pada pemasok tersebut. Pengetahuan akan kondisi keuangan supplier Ijuga akan bermanfaat bagi perusahaan dalam melakuakan negosiasi dengan supplier. 4. Kesehatan Pemasok (customer) Analisa yang dilakukan akan tergantung pada besarnya kredit, jangka waktu kredit, jenis usaha pelanggan, besarn kecilnya usaha pelanggan dan lain-lain. 5. Pemerintah Untuk menentukan besarnya pajak yang dibayarkan atau menentukan tingkat keuntungan yang wajar bagi suatu industry. 6. Analsis Internal Pihak internal perusahaan (manajemen) akan memerlukan informasi
mengenai
kondisi
keuangan
perusahaan
menentukan sejauh mana perkembangan perusahaan.
untuk
34
7. Analisis pesaing Kondisi keuangan pesaing bias dianalisis oleh perusahaan untuk menentukan sejauh mana kekuatan pesaing. 8. Penilaian perusahaan Untuk menentukan besarnya kerusakan yang dialami oleh perusahaan. Setelah dianalisis mengidentifikasi tujuan dari analisis keuangan untuk bias merumuskan arah dan lingkup analisisnya.
2.2.3. Pengertian Rasio Keuangan Berdasarkan pendapat Sawir (2005, p6) untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan memerlukan beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Menurut pendapat Munawir (2002, p37), analisa rasio adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hugungan pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan rugi-laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Artinya berdasarkan data-data yang terdapat dalam laporan keuangan baik dari neraca, laporan laba-rugi, maupun kedua-duanya dapat dihitung bermacam-macam jenis rasio yang dapat disuguhkan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan untuk kelangsungan hidup perusahaan.
35
2.2.4
Kegunaan Rasio-rasio Keuangan Menurut pendapat Sawir (2005, p6), analisis rasio keuangan yang menghubungkan unsur-unsur neraca dan perhitungan laba-rugi satu dengan yang lainnya, dapat memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan dan penilaian posisinya pada saat ini. Analisis rasio juga memungkinkan manajer keuangan memperkirakan reaksi para kreditor dan investor serta memberikan pandangan ke dalam tentang bagaimana kira-kira dana dapat diperoleh.
2.2.5
Penggunaan Analisis Rasio Menurut pendapat Sawir (2005, p6), analisis rasio keuangan meliputi dua jenis perbandingan, yaitu :
a) Perbandingan Internal Memperbandingkan rasio sekarang dengan yang lalu untuk perusahaan yang sama. Jika rasio keuangan yang disajikan dalam bentuk suatu daftar untuk periode beberapa tahun, analisis dapat mempelajari komposisi perubahan-perubahan dan menetapkan apakah telah terdapat suatu perbaikan atau bahkan sebaliknya di dalam kondisi keuangan dan prestasi perusahaan selama jangka waktu tersebut. b) Perbandingan Eksternal Perbandingan meliputi perbandingan rasio perusahaan dengan perusahaan lainnya yang sejenis atau dengan rata-rata industri pada suatu titik yang
36
sama. Perbandingan tersebut dapat memberikan gambaran tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan.
2.2.6
Jenis Analisis Rasio Keuangan Jenis analisis rasio keuangan menurut Sawir (2005, p8-22) adalah sebagai berikut : A. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) Merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang akan jatuh tempo. Rasio likuiditas yang umum digunakan yaitu :
Rasio ini dihitung dengan membagi Aktiva Lancar dengan Utang Lancar. Rasio lancar merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek, karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek di penuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang.
Aktiva Lancar Rasio Lancar =
Utang Lancar
Rasio lancar yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuiditas. Sebaliknya suatu
37
perusahaan yang rasio lancarnya terlalu tinggi juga kurang bagus, menunjukkan banyaknya dana mengangur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampulabaan perusahaan.
Rasio Cepat (Quick Ratio) Rasio ini dihitung dengan mengurangkan Persediaan dari Aktiva Lancar kemudian membagi hasilnya dengan Utang Lancar.
Aktiva Lancar – Persediaan Rasio Cepat =
Utang Lancar
Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya rendah, sering mengalami fluktuasi harga, dan unsur aktiva lancar ini sering menimbulkan kerugian jika terjadi likuidasi. Jadi rasio cepat lebih baik dalam mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio cepat yang umumnya dianggap baik adalah 1 (satu) B. Rasio Manajemen Utang (Solvability Ratio) Rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi segala kewajiban finansialnya dilikuidasi.
seandainya
perusahaan
tersebut
pada
saat
itu
38
Dengan demikian solvabilitas berarti kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Rasio leverage yang umum digunakan adalah: • Rasio Utang (Debt Ratio). Rasio ini dihitung dengan membagi Total Utang dengan Total Aktiva. Rasio ini memberikan tolak ukur seberapa besar total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan yang dibiayai melalui penggunaan utang. Total Utang Rasio Utang =
Total Aktiva
Rasio ini memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi persentasenya, cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. • Rasio Laba terhadap Beban Bunga (Times Interest Earned Ratio) Rasio ini dihitung dengan membagi Laba Sebelum Pajak dan Beban Bunga/EBIT (Earning Before Income and Tax) dengan Beban Bunga. Rasio Laba Terhadap Beban Bunga =
EBIT Beban Bunga
39
Rasio ini mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi (EBIT), sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan kegagalan dalam pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman. C. Rasio Manajemen Aktiva (Assets Management Ratio). Merupakan rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas manajemen perusahaan dalam mengelola asset-assetnya. Artinya dalam hal ini adalah mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola persediaan bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi serta kebijakan manajemen dalam mengelola aktiva lainnya dan kebijakan pemasaran. Rasio manajemen aktiva menganalisis
hubungan antara
laporan laba-rugi,
khususnya
penjualan dengan unsur-unsur yang ada pada neraca, khususnya unsur-unsur aktiva. Rasio akitivitas ini diukur dengan istilah perputaran unsur-unsur aktiva yang dihubungkan dengan penjualan. Rasio-rasio aktivitas yang umum digunakan: • Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover Ratio). Rasio ini dihitung dengan membagi Harga Pokok Penjualan dengan Rata-rata Persediaan. Sedangkan untuk menghitung periode rata-rata persediaan dihitung dengan membagi jumlah hari dalam setahunnya, dianggap 360 hari, dengan perputaran persediaan. Satu tahun dapat diasumsikan 360 hari atau 365 hari, kedua angka ini
40
digunakan dalam lingkup keuangan dan perbedaannya tidak akan mempengaruhi keputusan yang dihasilkan.
Harga Pokok Penjualan Rasio Perputaran Persediaan =
Rata-rata Persediaan
360 Hari Periode Rata-rata Persediaan =
Perputaran Persediaan
Perputaran ini menunjukkan berapa kali jumlah persediaan barang dagang diganti atau dijual dalam suatu periode. Apabila perputaran persediaan barang itu cepat, maka tidak ada masalah bagi perusahaan. Sebaliknya, apabila perputaran persediaan barang lambat, hal ini akan mengganggu kelangsungan hidup perusahaan. Karena untuk menyimpan barang tersebut akan memerlukan berbagai macam biaya dan kerugian yang mungkin timbul, misalnya biaya sewa gedung, biaya pemeliharaan, biaya bunga, biaya kebakaran, dan lain-lain. • Rasio Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover Ratio). Rasio ini dihitung dengan membagi Penjualan dengan Ratarata Piutang Usaha.
Penjualan Rasio Perputaran Piutang =
Rata-rata Piutang Usaha
41
360 Hari Periode Rata-rata Piutang Usaha =
Perputaran Piutang Usaha
Apabila perusahaan menunjukkan perputaran piutang semakin tinggi, maka perusahaan tersebut mempunyai tingkat rasio yang baik. Oleh karena dana yang diinvestasikan dalam piutang itu rendah. Sebaliknya, kalau rasionya semakin rendah berarti dana yang diinvestasikan dalam piutang semakin tinggi, hal ini disebabkan oleh bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif, ada perubahan dalam kebijakan pemberian kredit kepada pelanggan. Dengan menggunakan perputaran piutang dagang dapat pula dihitung waktu rata-rata pengumpulan piutang tersebut, yaitu dengan membagi jumlah hari dalam setahun, dianggap 360 hari, dengan tingkat perputaran piutang tersebut. Semakin besar hari penagihan piutang, semakin besar pula resiko piutang tidak dapat ditagih. • Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover Ratio). Rasio ini dihitung dengan membagi Penjualan dengan Ratarata Total Aktiva.
Penjualan Rasio Perputaran Total Aktiva =
Rata-rata Total Aktiva
42
Rasio ini menunjukkan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan
dalam
rangka
menghasilkan
penjualan
atau
menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Kalau perputarannya lambat, ini menunjukkan bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan untuk menjual. D. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio). Kemampulabaan (profitabilitas) merupakan hasil akhir bersih dari
berbagai
kebijakan
dan
keputusan
manajemen.
Rasio
kemampulabaan akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan, rasio ini memberi gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan. Rasio profitabilitas yang umum digunakan: • Rasio Marjin Laba Bersih (Profit Margin on Sales Ratio). Rasio ini dihitung dengan membagi Laba Bersih dengan Penjualan. Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Laba Bersih Rasio Margin Laba Bersih =
Penjualan
43
• Rasio Daya Laba Dasar (Basic Earning Power Ratio). Rasio ini dihitung dengan membagi Laba Sebelum Pajak dan Biaya Bunga/EBIT (Earning Before Income and Tax) dengan Total Aktiva. Rasio ini menunjukkan kemampuan menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pengaruh pajak serta bunga. Rasio ini sangat berguna untuk membandingkan perusahaan dengan situasi pajak yang berbeda dan tingkat bunga yang berbeda.
EBIT Basic Earning Power =
Total Aktiva
• Rasio Pengembalian Atas Total Aktiva atau ROA (Return on Assets Ratio). ROA sering disamakan dengan ROI (Return on Investment). Rasio ini dihitung dengan membagi Laba Bersih dengan Total Aktiva. Rasio ini menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Laba Bersih ROI =
Total Aktiva
• Rasio Pengembalian Atas Ekuitas atau ROE (Return on Equity Ratio).
44
Rasio ini dihitung dengan membagi Laba Bersih dengan Ekuitas. Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan.
Laba Bersih ROE =
Ekuitas
E. Rasio Penilaian Pasar (Valuation Ratio). Sekumpulan rasio yang menghubungkan harga saham perusahaan dengan laba dan nilai buku per saham. Rasio penilaian yang umum digunakan: • Rasio Harga terhadap Laba atau PER (Price to Earnings Ratio). Rasio harga per saham terhadap laba per saham.
Harga Saham Rasio Harga Terhadap Laba =
Laba Per Saham
• Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (Market to Book Ratio). Rasio harga pasar saham terhadap nilai bukunya. Harga Pasar Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku =
Untuk
mengatasi
kekurangan
dari
Nilai Buku Per Saham
analisis
rasio
maka
perlu
dikombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi yang
45
berarti. Analisa Z-skor merupakan suatu model untuk memprediksi kegagalan bisnis perusahaan yang diperoleh dari kombinasi rasio-rasio keuangan yang paling berkontribusi terhadap model prediksi
2.3 Prediksi Kebangkrutan Perusahaan 2.3.1 Arti Pentingnya Kontinuitas Perusahaan Salah satu pentingnya analisa terhadap laporan keuangan dari setiap perusahaan adalah untuk meramalkan kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan, karena sebelum tujuan – tujuan yang lain dari analisa yang dilakukan seperti membuat proyeksi laba, penilaian, likuiditas, solvabilitas, profitabilitas menjadi penting untuk jaminan perusahaan masih bias bertahan. Peramalan akan kontinuitas perusahaan atau kepastian bahwa perusahaan tidak akan bangkrut atau tidak di likuidasi pada saat tertentu di masa depan penting bagi para manjemen dan investor, karena kebangkrutan berarti menyangkut terjadinya biaya-biaya baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung untuk mengatasinya. Oleh karena itu akan lebih baik apabila adanya gejala dan tanda-tanda kebangkrutan itu di ketahui lebih awal, sehingga dapat dicari solusi dan penyelesainnya 2.3.2. Pengertian Kebangkrutan Kebangkrutan adalah situasi dimana perusahaan mengalami kekurangan dan ketikcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya. Akibat yang lebih serius dari kebangkrutan adalah berupa penutupan usaha atau likuidasi.
46
Berikut ini beberapa alternatif perbaikan berdasarkan besar kecilnya permasalahan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan
2.3.3 Analisis Kesehatan Keuangan Perusahaan Berdasarkan pendapat Sawir (2005, p22), rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat univariate, yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan dari analisis rasio maka perlu dikombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi yang berarti. Untuk tujuan tersebut, Sawir (2005, p22) menyatakan bahwa ada dua teknik stastistik yang digunakan yaitu: a) Analisis regresi, menggunakan data masa lampau untuk memprediksi nilai yang akan datang dari suatu variabel dependent. b) Analisis diskriminan, menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokkan yang bersifat apriori.
2.3.4 Analisis Altman Z-Score Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbahnisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Formula Z-score untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman
47
merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan untuk mengukur kesehatan finaansial dari sebuah perusahaan. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Fungsi diskriminan Z yang ditemukan oleh Altman adalah sebagai berikut: (Weston & Copeland, 2004 : 255) dalam (Diana Atim Iflaha, 2008) Z = 0.012 X1 + 0.014 X2 + 0.033 X3 + 0.006 X4 + 0.999 X5 Pada tahun 1983, 1984 model prediksi kebangkrutan dikembangkan lagi oleh Altman untuk beberapa Negara, dari penelitian tersebut ditemukan nilai Z, yang dicari dengan persamaan diskriminan sebagai berikut : (Hanafi & Halim, 2003:275) dalam Diana Atim Iflaha (2008) Zi = 1,2 X1 + 1,4 X2 +dengan persamaan diskriminan sebagai berikut : (Hanafi & Halim, 2003:275) dalam Diana Atim Iflaha (2008) Zi = 1.2 X1 + 1.4 X2 + 3.3 X3 + 0.6 X4 +1.0 X5 Dalam Laporannya Altman mengelompokkan perusahaan menjadi dua kategori, yaitu pailit dan tidak pailit. Dari hasil penelitrian tersebut diperoleh nilai Z rata-rata kelompok perusahaan yang pailit sebesar -0.2599 dan rata-rata untuk perusahaan
yang tidak pailit
sebesar
4.8863.
Sebesar
Patokan untuk
mengklasifikasikan perusahaan yang dipilih batas nilai Z sebesar 2.675 sebagai nilai kritis yang merupakan klasifikasi umum. Jadi nilai perusahaan dengan nilai skor Z yang lebih besar dari 2.675 diklasifikasikan perusahaan yang tidak pailit 30
48
dan skor nilai Z yang kurang dari 2.675 diklasifikasikan perusahaan yang pailit (Weston & Copeland, 2004:255) dalam Diana Atim Iflaha (2008). Masalah lain yang sering diahadapi oleh Altman dalam melakukan penelitian di Indonesia yang go public. Jika perusahaan tidak go-public, maka nilai opasar menggunakan nilai buku saham biasa dan preferan sebagai salah satu komponen
variable
bebasnya,
dan
kemudian
mengembanagkan
model
diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh model sebagai berikut ini. Z = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5 Dimana : X1 = Working Capital to Total Assets (Modal kerja / Total Aset) X2 = Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan / Total Aset) X3 = Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets (Pendapatan Sebelum Dikurangi Biaya Bunga / Total Aset) X4 = Market Value of Equityto Book Value of Total Liabilities (Harga Pasar Saham di Bursa / Nilai Total Hutang) X5 = Sales to Total Assets (Penjualan / Total Asset) Dengan criteria penilaian sebagai berikut: a) Z-Score > 2,90 dikatergorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.
49
b) 1,23 < Z-Score < 2,90 berada di daerah abu-abu sehingga dikategorikan sebagai
perusahaan
yang
memiliki
kesulitan
keuangan,
namun
kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya tergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan. c) Z-Score < 1,23 dikategorikan sebagai perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrutnya sangat besar. Kelima rasio inilah yang akan digunakan untuk menganalisis laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Dalam manajeman keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikategorikan dalam tiga kelompok besar yaitu : Rasio Likuiditas yang terdiri dari X1 Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X3 Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 dan X5 Uraian dari masing-masing variable tersebut adalah sebagai berikut : a) Modal Kerja terhadap total asset ( Working capital to total assets ) digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relative terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Indiaktor yang dapat digunakan
50
untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, dan beberapa indiaktor lainnya. b) Laba ditahan terhadap total harta ( retained earning to total assets ) digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan yang masih relative muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya. c) Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta ( earnings before interest and taxes to total assets ) digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan contributor terbesar dari model tersebut. Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang dagang meningkat, penjualan menurun, dan terlambatnya hasil penagihan piutang. d) Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang (market value equity of total debt) digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang lebih bear daripada aktivanya
51
dan perusahaan menjadia pailit. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen, sedangkan utang mencakup utang lancar dan utang jangka panjang. e) Penjualan terhadap total harta (sales to total assets) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggungakn aktiva untuk menghasilkan penjualan. 2.4 Kerangka Berpikir
52
Gambar 2 Kerangka Berpikir
Sumber : HRD PT.MAYORA INDAH,Tbk