BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1
Pengendalian Internal Pengendalian internal pada suatu perusahaan manufaktur merupakan hal
yang perlu diperhatikan dengan seksama, karena dengan adanya pengendalian internal yang baik maka suatu tujuan dari perusahaan akan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Dan untuk mengetahui pengendalian internal lebih jauh maka perlu mengetahui terlebih dahulu hal - hal sebagai berikut : 1. Definisipengendalian internal Menurut Bodnar dan Hopwood (2006:10) menyatakan bahwa istilah proses pengendalian internal mengindikasikan tindakan yang diambil dalam suatu organisasi untuk mengatur dan mengarahkan aktivitas dalam organsisasi tersebut. Menurut Messier et al. (2006) pengendalian internal (internal control) adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel entitas lainya yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan berikut : a. Keandalan laporan keuangan. b. Efektifitas dan efesiensi operasi. c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
620 44
Menurut Diana dan Setiawati (2011:83) menyatakan bahwa COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai proses yang diimplementasikan oleh dewan direksi, manajemen serta seluruh staf dan karyawan dibawah arahan mereka dengan tujuan untuk memberikan jaminan yang memadai atas tercapainya tujuan pengendalian. Sedangkan menurut Harrison et al. (2012) pengendalian internal adalah perencanaan organisasi dan sistem prosedur yang diimplemetasikan oleh manajemen perusahaan dan dewan direksi serta dirancang untuk memenuhi lima tujuan antara lain menjaga aset, mendorong para karyawan untuk mengikuti kebijakan perusahaan, meningkatkan efisiensi operasional, memastikan pencatatan akuntansi yang akurat dan dapat diandalkan dan menaati persyaratan hukum. Kesimpulan dari beberapa definisi diatas pengendalian internal adalah suatu tindakan yang diambil oleh dewan komisaris untuk mengatur serta mengarahkan jalannya aktivitas dalam suatu organisasi, yang nantinya akan diterapkan oleh seluruh staf karyawan yang ada pada perusahaan yang bersangkutan dengan tujuan menjaga aktiva, meningkatkan efektifitas dan efesiensi operasi, mendorong para karyawan untuk mengikuti kebijakan perusahaan, memastikan pencatatan akuntansi yang akurat dan dapat diandalkan, serta menaati persyaratan hukum.
2. Tujuan Pengendalian Internal Tujuan pengendalian menurut COSO (Committee of Sponsoring Organization) (Diana dan Setiawati, 2011:83) : a. Efektifitas dan efesiensi operasi. b. Reabilitas laporan keuangan. c. Kesesuaian dengan aturan yang ada. Tujuan utama dari pengendalian internal atas persediaan menurut Hery (2009:301) adalah : a. Mengamankan atau mencegah aktiva perusahaan (persediaan) dari tindakan pencurian, penyelewengan, penyalahgunaan dan kerusakan. b. Menjamin keakuratan (ketepatan) penyajian persediaan dalam laporan keuangan. 3. Klasifikasi pengendalian internal Menurut Krismiaji (2010:220) berdasarkan tujuannya, pengendalian internal dikelompokkan menjadi tiga antara lain : a. Pengendalian preventif, merupakan pengendalian yang dimaksudkan untuk mencegah masalah sebelum masalah tersebut benar - benar terjadi. b. Pengendalian detektif, merupakan pengendalian yang dimaksudkan untuk menemukan masalah dan masalah tersebut telah terjadi. c. Pengendalian korektif, merupakan pengendalian yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang ditemukan oleh pengendalian detektif.
Menurut waktu pelaksanaanya, pengendalian dibagi menjadi dua antara lain: a. Pengendalian umpan balik (feedback control), merupakan pengendalian yang masuk dalam kelompok pengawasan detektif karena jenis pengawasan ini mengukur sebuah proses dan menyesuaikan apabila terjadi penyimpangan dari rencana semula. b. Pengendalian dini (feedforward control), merupakan pengendalian yang termasuk
dalam
kelompok
pengendalian
preventif
karena
jenis
pengawasan ini memonitor proses dan input untuk memprediksi kemungkinan masalah yang akan terjadi. Sedangkan menurut objek yang dikendalikan, pengendalian pengawasan dibagi menjadi dua antara lain: a. Pengawasan umum (general control), merupakan pengawasan yang dirancang untuk menjamin bahwa lingkungan pengawasan suatu organisasi telah dikelola dengan baik supaya untuk meningkatkan efektifitas pengawasan yang telah di jalankan. b. Pengawasan aplikasi (application contol), merupakan pengawasan yang digunakan untuk mencegah, mendeteksi dan membetulkan kesalahan transaksi saat transaksi tersebut diproses. Menurut tempat implementasi dalam siklus pengolahan data, pengawasan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a. Pengawasan input, dirancang supaya menjamin bahwa hanya data yang valid, akurat, saja yang dimasukkan kedalam proses.
b. Pengawasan proses, dirancang supaya menjamin bahwa keluaran sistem diawasi dengan semestinya. 4. Komponen-komponen pengendalian internal Menurut Diana dan Setiawati (2011:83) menyatakan bahwa terdapat lima komponen dalam model pengendalian COSO antara lain : a. Lingkungan pengendalian Setiap organisasi harus memiliki lingkungan pengendalian yang kuat. Lingkungan pengendalian yang lemah kemungkinan besar dapat diikuti dengan kelemahan dalam komponen pengendalian internal yang lain. Lingkungan pengendalian meliputi faktor - faktor sebagai berikut : 1) Filosofi dan gaya operasi manajemen Manajer bertanggung jawab untuk menyusun kode etik perusahaan dan memperlakukan setiap karyawan dengan adil dan dengan hormat, manajer juga harus menekankan pentingnya pengendalian internal. 2) Komitmen terhadap integritas dan nilai etika Penting bagi manajemen untuk menciptakan budaya organisasi yang menekankan pada integritas dan nilai - nilai etika. Perilaku etis atau tidak etis manajer dan karyawan berdampak besar terhadap keseluruhan pengendalian internal. Oleh sebab itu perusahaan perlu memiliki kode perilaku untuk mengatur tindakan manajemen maupun karyawan. Manajemen harus mengambil tindakan proaktif untuk memastikan bahwa semua karyawan benar - benar sadar akan standar
perilaku tersebut. selain itu, manajemen harus memberi contoh dalam perilakunya sehari-hari. 3) Komite audit dan dewan direksi Dewan direksi bertanggung jawab untuk memilih komite audit yang beranggotakan orang-orang dari luar perusahaan. Peran komite audit adalah memantau akuntansi perusahaan serta praktik dan kebijakan pelaporan keuangan. Komite audit juga berperan sebagai perantara antara auditor internal dan auditor eksternal. 4) Struktur organisasi Struktur organisasi perusahaan menggambarkan pembagian otoritas dan tanggung jawab dalam perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi harus disajikan secara eksplisit dalam bentuk grafis agar jelas siapa yang bertanggung jawab atas apa. 5) Penetapan otoritas dan tanggung jawab Otorisas adalah hak yang dimiliki karena posisi formal seseorang untuk memberi perintah kepada bawahan. Sedangkan tanggung jawab adalah kewajiban seseorang untuk menjalankan tugas tertentu dan untuk diminta pertanggung jawaban atas hasil yang dicapai. Oleh karena itu penting bagi sebuah organisasi untuk memiliki deskripsi pekerjaan yang jelas agar tidak terjadi saling melempar tanggung jawab.
6) Kebijakan dan praktek sumber daya manusia Kegiatan sumber daya manusia meliputi perekrutan karyawan baru, pelatihan karyawan, motivasi karyawan, evaluasi karyawan, konseling karyawan, perlindungan karyawan, dan pemberhentian karyawan. 7) Pengaruh eksternal dapat mempengaruhi lingkungan pengawasan organisasi, dan dapat meningkatkan kesadaran manajemen akan pentingnya prosedur serta kebijakan pengawasan intern. Pengaruh peraturan ini mencakup peraturan yang dikeluarkan oleh badan penyusunan standar akuntansi. b. Aktivitas pengendalian Aktivitas pengendalian yang terkait dengan pelaporan keuangan antara lain meliputi : 1) Desain dokumen yang baik dan bernomor urut tercetak Desain dokumen yang baik adalah desain dokumen yang sederhana sehingga meminimalkan kemungkinan kesalahan mengisi. Dokumen juga harus memuat tempat untuk tanda tangan bagi mereka yang berwenang, jika dokumen digunakan sebagai bukti peralihan harta maka ada kolom untuk tanda tangan dan nama terang penerima. 2) Pemisahan tugas Terdapat tiga pekerjaan yang harus dipisahkan agar tidak ada peluang untuk mencuri harta perusahaan serta memalsukan catatan akuntansi, antara lain : fungsi penyimpanan harta yang dimaksud disini ialah pemegang kas atau pemegang persediaan, fungsi pencatat meliputi
menyusun laporan keuangan, fungsi otorisasi transaksi bisnis dapat diwujudkan dalam bentuk tanda tangan dalam dokumen sebagai tindakan atau persetujuan untuk memulai sebuah transaksi. 3) Otorisasi yang memadai atas setiap transaksi bisnis yang terjadi Otorisasi adalah pemberian wewenang dari manajer kepada bawahanya untuk melakukan aktivitas atau untuk mengambil keputusan tertentu. 4) Mengamankan harta dan catatan perusahaan Dapat dilakukan dengan cara, antara lain menciptakan pengawasan yang memadai, memastikan catatan harta yang akurat, menjaga catatan dan dokumen dengan menyimpanya kedalam lemari. 5) Menciptakan adanya pengecekan independen atas pekerjaan karyawan Dapat dilakukan dengan cara rekonsiliasi dua catatan yang dihasilkan oleh dua pihak yang independen, membandingkan catatan dengan aktual fisik yang ada, review independen. c. Penaksiran resiko Semua perusahaan pasti mengalami resiko, resiko dapat bersumber dari : 1) Tindakan tidak disengaja, seperti : kesalahan yang disebabkan oleh kecerobohan karyawan, sistem yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan. 2) Tindakan sengaja, seperti : sabotase, mencuri atau menyalah gunakan harta perusahaan. 3) Bencana alam.
4) Kesalahan perangkat lunak dan kegagalan peralatan komputer, seperti : arus listrik yang tidak stabil, kerusakan sistem informasi.
d. Informasi dan komunikasi Informasi harus diidentifikasi, diproses, dan dikomunikasikan ke personil yang tepat sehingga setiap orang dalam perusahaan dapat melaksanakan tanggung jawab mereka dengan baik. Sistem informasi akuntansi harus bisa menghasilkan laporan keuangan yang andal. e. Pengawasan Kegiatan utama dalam pengawasan kinerja meliputi : 1) Supervisi yang efektif, meliputi : pelatihan terhadap karyawan, memonitor kinerja karyawan, mengkoreksi kesalahan yang mereka lakukan. 2) Akuntansi pertanggungjawaban, meliputi : penyusunan anggaran, membandingkan rencana kinerja dengan kinerja aktual, membuat prosedur untuk investigasi penyimpangan yang signifikan yang dilanjutkan dengan mengambil tindakan untuk mengoreksi penyebab terjadinya penyimpangan tersebut. 3) Pengauditan pengendalian
internal, internal,
kebijakan manajemen
meliputi penilaian evaluasi
kepatuhan
terhadap karyawan
efektifitas terhadap
5. Struktur Pengendalian Intern Menurut Krismiaji (2010:219) menyatakan bahwa struktur pengendalian intern (internal control structure) adalah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk memberikan jaminan yang layak bahwa tujuan khusus organisasi akan dicapai. Struktur pengendalian intern ini memiliki tiga elemen yaitu : a. Lingkungan pengendalian Lingkungan pengendalian menggambarkan efek dari berbagai faktor pada penetapan, peningkatan atau penurunan efektifitas prosedur dan kebijakan khusus. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1) Komitmen terhadap integritas dan nilai etika. 2) Filosofi dan gaya operasi manajemen. 3) Struktur organisasi. 4) Komite audit dewan direktur. 5) Penetapan wewenang dan tanggung jawab. 6) Praktik dan kebijakan sumber daya.
b. Sistem akuntansi Sistem akuntansi terdiri atas metode dan catatan yang ditetapkan untuk mengidentifikasi,
menganalisis,
menggolongkan,
mencatat
dan
melaporkan transaksi - transaksi perusahaan dan untuk memelihara aktiva dan kewajiban yang terkait. Sistem akuntansi yang efektif memberikan
dasar yang memadai untuk penetapan metode dan catatan yang akan berfungsi sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi dan mencatat seluruh transaksi yang sah. 2) Menguraikan secara tepat waktu transaksi bisnis secara rinci sehingga memungkinkan klasifikasi transaksi secara tepat untuk pelaporan keuangan. 3) Mengukur nilai transaksi secara tepat sehingga memungkinkan pencatatan dalam laporan keuangan. 4) Menentukan
periode
waktu
terjadinya
transaksi
sehingga
memungkinkan pencatatan transaksi dalam periode akuntansi yang tepat.
c. Prosedur pengendalian Prosedur pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang ditambahkan ke lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi yang telah ditetapkan oleh manajemen untuk memberikan jaminan yang layak bahwa tujuan khusus organisasi akan dicapai. Menurut Harrison et al (2012) prosedur pengendalian meliputi : 1) Adanya pemisahan tugas Dalam perusahaan yang memiliki pengendalian internal yang baik, tidak ada tugas penting yang terabaikan. Oleh karena itu tanggung jawab karyawan harus disebutkan dengan jelas. Dan bagi perusahaan
yang terlalu kecil kunci menuju pengendalian yang baik adalah dengan melibatkan pemilik. 2) Memonitor ketaatan Untuk melihat apakah catatan akuntansi serta monitoring mengenai ketaatan telah berjalan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu melakukan adanya audit baik internal maupun eksternal. 3) Adanya catatan yang memadai Catatan akuntansi menyediakan rincian tentang transaksi bisnis yang dijalankan. Catatan akuntansi harus didukung dengan dokumen maupun catatan elektronik. 4) Akses yang dibatasi Untuk melindungi pencatatan akuntansi perusahaan harus membatasi akses kepada orang yang bertanggung jawab terhadap pencatatan tersebut. Semua catatan secara manual harus dilindungi dengan kunci sedangkan untuk catatan elektronik harus dilindungi dengan password. 5) Persetujuan yang tepat Tidak ada transaksi yang boleh diproses tanpa persetujuan dari manajemen.Semakin besar nilai transaksi, semakin spesifik pula persetujuan yang harus dimiliki. Persetujuan ini yang menentukan ialah manajemen puncak atau bahkan mungkin melalui dewan direksi. Sedangkan untuk transaksi yang bernilai kecil manajemen dapat mendelegasikan persetujuan kepada departemen yang bersangkutan.
6) Teknologi informasi Sistem informasi akuntansi tidak begitu bergantung pada prosedur manual dan lebih banyak bergantung pada teknologi informasi. Penggunaan komputer memilki keunggulan dalam kecepatan serta keakuratan apabila terprogram dengan benar. Namun apabila tidak terprogram dengan benar maka akan dapat merusak semua data. Jadi diperlukan orang yang berpengalaman serta kompeten untuk menjalankanya. 7) Pengendalian pengamanan Perusahaan untuk menjaga keaman harta yang dimiliki biasanya menggunakan kamera keamanan (CCTV).
6. Prinsip-prinsip pengendalian internal Menurut Jusup (2005:4) menyatakan bahwa prosedur - prosedur pengendalian internal berbeda - beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainya, namun demikian prinsip-prinsip pengendalian intern yang pokok dapat diterapkan pada semua perusahaan. Tujuh buah prinsip pengendalian intern yang pokok meliputi : a. Penetapan tanggung jawab yang jelas Untuk menciptakan pengendalian intern yang baik, manajemen harus menetapkan tanggung jawab secara jelas dan tiap orang memiliki tanggung jawab yang diberikan padanya. Apabila perumusan tanggung jawab tidak jelas dan terjadi suatu kesalahan, maka akan sulit untuk mencari siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan tersebut.
b. Penyelenggaraan pencatatan yang memadai Untuk melindungi aktiva dan menjamin bahwa semua karyawan melaksanakan prosedur yang ditetapkan perlu ditetapkan, diperlukan pencatatan yang baik. Catatan yang bisa dipercaya akan menjadi sumber informasi yang dapat digunakan manajemen untuk memonitor operasi perusahaan.
Untuk
menciptakan
pengendalian
intern
yang
baik,
perusahaan harus merancang formulir - formulir (business papers) secara cermat sesuai dengan kebutuhan dan menggunakanya dengan benar. c. Pengasuransian kekayaan dan karyawan perusahaan Kekayaan perusahaan harus diasuransikan dengan jumlah pertanggungan yang memadai. Demikian pula karyawan yang menangani kas, surat-surat berharga harus dipertanggungkan. Salah satu caramempertanggungkan karyawan ialah dengan memberi polis asuransi atas kerugian akibat pencurian oleh karyawan. Cara seperti ini akan dapat mengurangi pencurian karena perusahaan asuransi (penaggung) akan melakukan pengusutan seandainya terjadi kekurangan (kehilangan) kas. d. Pemisahan pencatatan dan penyimpanan aktiva Prinsip pokok pengendalian intern mensyaratkan bahwa pegawai yang menyimpan
atau bertanggung jawab
atas
aktiva tertentu, tidak
diperkenankan mengurusi catatan akuntansi atas aktiva yang bersangkutan. Apabila prinsip ini terapkan pegawai yang bertanggung jawab atas suatu aktiva cinderung untuk tidak memanipulasi atau mencuri aktiva yang menjadi
tanggung
jawabnya.
Dilain
pihak
pegawai
yang
menyelenggarakan pencatatan tidak mempunyai alasan untuk membuat catatan yang tidak benar, karena aktiva yang bersangkutan berada di tangan orang lain. e. Pemisahan tanggung jawab atas transaksi yang berkaitan Pertanggungjawaban atas transaksi yang berkaitan atau bagian - bagian dari transaksi yang berkaitan harus ditetapkan pada orang-orang atau bagian dalam perusahaan, sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang akan diperiksa oleh orang lain. f. Pemakaian peralatan mekanis Apabila keadaan memungkinkan peralatan-peralatan mekanis, seperti kas register yang memiliki pita pencatatan terkunci didalamnya akan mencatat semua transaksi penjualan tunai. g. Pelaksanaan pemeriksaan yang independen Apabila suatu sistem pengendalian intern telah dirancang dengan baik, penyimpangan tetap mungkin terjadi sepanjang waktu. Apabila karyawan mengalami kelelahan maka prosedur yang telah ditertapkan mungkin diabaikan. Oleh karena itu perlu pengkajian ulang secara teratur, untuk memastikan
bahwa
prosedur
-
prosedur
telah
diikuti
dengan
benar.Pengkajian ini harus dilakukan oleh pemeriksa intern yang tidak terlibat langsung dalam operasi perusahaan. Apabila pemeriksa intern berkedudukan independen, maka ia dapat melakukan evaluasi efesiensi operasi secara menyeluruh dan efektif tidaknya sistem pengendalian intern.
7. Keterbatasan pengendalian internal Menurut Harrison et al. (2012) menyatakan bahwa keterbatasan pengendalian internal berada pada biaya serta manfaatnya. Semakin ketat sistem pengendalian internal maka semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan. Selain itu keterbatasan manusia seperti kelelahan dan kelalaian juga dapat menjadi keterbatasan dalam pengendalian internal. 8. Pengendalian internal persediaan Menurut Hery (2009 :301) menyatakan bahwa pengendalian internal atas persediaan seharusnya dimulai pada saat barang diterima (yang dibeli dari pemasok) untuk memastikan bahwa barang yang diterima sesuai dengan apa yang dipesan, maka setiap laporan penerimaan barang harus dicocokkan dengan formulir pesanan pembelian yang asli. Harga barang yang dipesan, seperti yang tertera dalam formulir pesanan pembelian, seharusnya dicocokkan dengan harga yang tercantum dalam faktur tagihan (invoice). Setelah laporan penerimaan barang, formulir, formulir pesanan pembelian dan faktur tagihan dicocokkan perusahaan akan mencatat persediaan dalam catatan akuntansi. Mengenai tempat penyimpanan persediaan, persediaan seharusnya disimpan dalam gudang yang mana aksesnya dibatasi hanya untuk karyawan tertentu saja. Setiap pengeluaran barang dari gudang seharusnya dilengkapi atau didukung dengan formulir permintaan barang. Suhu dimana tempat barang disimpan seharusnya juga diatur sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya kerusakan atas barang dagangan. Untuk menjamin keakuratan
besarnya persediaan yang dilaporkan dalam laporan keuangan, perusahaan manufaktur seharusnya melakukan pemeriksaan fisik terhadap persediaan barang jadi yang telah dihasilkan. Dalam sistem pencatatan perpetual, hasil dari perhitungan fisik akan dibandingkan dengan data persediaan yang tercatat dalam buku besar untuk menentukan besarnya kekurangan yang ada atas saldo fisik persediaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam sistem pencatatan perpetual, pemeriksaan fisik dilakukan bukan untuk menghitung saldo akhir persediaan melainkan sebagai pengecekan silang mengenai keabsahan atas saldo persediaan yang dilaporkan dalam buku besar persediaan.
2.1.2
Persediaan Setelah mengetahui pengendalian internal lebih dalam selanjutnya yang
perlu diperhatikan ialah persediaan. Pada perusahaan manufaktur persediaan barang termasuk di dalam aset perusahaan ,salah satunya ialah persediaan barang jadi karena barang jadi merupakan hasil akhir yang nantinya akan dapat dijual kepada konsumen. Mengingat pentingnya akan hal tersebut maka diperlukan adanya suatu pengendalian yang baik agar persediaan yang merupakan aset perusahaan tetap terjaga dan terkendali. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai persediaan maka alangkah baiknya apabila mengetahui terlebih dahulu hal - hal sebagai berikut : 1. Definisi Persediaan Menurut Kartikahadi et al. (2012) menyatakan bahwa IAS No 2 Inventory dan PSAK No 14 Persediaan. Persediaan adalah aset : a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.
b. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut. c. Dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Menurut Harrison et al. (2012) menyatakan bahwa persediaan sebagai aset yang : a. Disimpan untuk dijual dalam operasi rutin perusahaan. b. Dalam proses produksi untuk penjualan. c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan yang akan dikonsumsi selama proses produksi atau penyerahan jasa. Ini berarti persediaan dapat berupa bahan baku, barang dalam proses atau barang jadi. Dari definisi persediaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah aset yang telah dimiliki serta disimpan oleh perusahaan baik dalam bentuk bahan baku, barang dalam proses maupun barang jadi yang nantinya akan dijual dalam kegiatan rutin perusahaan. Menurut Kartikahadi et al. (2012) menyatakan bahwa untuk perusahaan manufaktur mengelompokkan persediaanya sebagai berikut : a. Persediaan barang jadi, yaitu barang yang selesai diproduksi dan siap untuk dijual. b. Persediaan barang dalam proses, yaitu barang yang sedang dalam proses produksi. c. Pesediaan barang mentah atau bahan baku, yaitu barang yang akan menjadi input dalam proses produksi.
2.
Sistem Akuntansi Persediaan Terdapat dua jenis sistem pencatatan akuntansi yaitu : sistem pencatatan perpetual dan sistem pencatatan periodik a. Sistem Pencatatan Perpetual Menurut Kartikahadi et al. (2012) menyatakan bahwa dalam sistem perpetual catatan persediaan selalu dimuthakirkan (updated) setiap kali terjadi transaksi yang melibatkan persediaan, sehingga perusahaan selalu mengetahui kuantitas dan nilai persediaanya setiap saat. Menurut Hery (2009:309) menyatakan bahwa setiap transaksi penjualan barang ke pembeli, harga pokok dari barang yang akan dijual akan dicatat dengan cara mendebet akun harga pokok penjualan dan mengkredit akun persediaan barang jadi. b. Sistem Pencatatan Periodik Menurut Kartikahadi et al. (2012) menyatakan bahwa dalam sitem pencatatan periodik, jumlah persediaan ditentukan secara berkala (periodik) dengan melakukan perhitungan fisik dan mengalikan jumlah unit tersebut dengan harga satuan untuk memperoleh nilai persediaan yang ada pada saat itu. Dalam metode ini setiap kali ada pembelian persediaan akan dicatat pada akun Pembelian. Sedangkan pada saat penjualan hanya dibukukan penjualan sejumlah harga penjualan, dan tidak dihitung harga pokok penjualan untuk setiap transaksi. Pada akhir periode usaha untuk menyusun laporan keuangan harus dilakukan perhitungan fisik persediaan untuk mengetahui nilai Persediaan Akhir dan Harga Pokok Penjualan.
Kelebihan penggunaan metode periodik adalah mudah untuk diterapkan, sedangkan kelemahanya adalah perusahaan tidak mengetahui dengan pasti kuantitas dan total biaya perolehan persediaan sampai dilakukanya perhitungan fisik.
3. Metode Penentuan Kuantitas Persediaan Menurut Jusup (2005:101) menyatakan bahwa adapun tujuan dari penentuan kuantitas persediaan ialah menetapkan jumlah unit (satuan) persediaan yang dimiliki perusahaan pada tanggal neraca. Penentuan kuantitas persediaan ini meliputi dua hal yaitu : a. Melakukan perhitungan fisik atas barang yang ada digudang Perhitungan fisik persediaan meliputi pekerjaan menghitung, menimbang atau mengukur tiap - tiap jenis barang yang berada dalam persediaan. Pada perusahaan yang memiliki persediaan dalam jumlah dan jenis yang banyak, pekerjaan menghitung persediaan akan sangat memakan waktu dan melelahkan. Perhitungan akan lebih tepat hasilnya jika dilakukan pada saat tidak terjadi penjualan atau penerimaan barang. Untuk memperkecil kemungkinan terjadi kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan, sebaiknya perusahaan menerapkan prosedur pengendalian intern berikut : 1) Perhitungan harus dilakukan oleh orang-orang yang tidak ditugasi untuk menyimpan persediaan (pembagian tugas). 2) Tiap bagian mendapat tugas yang jelas mengenai jenis persediaan yang menjadi tanggung jawabnya (penetapan tanggung jawab).
3) Harus dilakukan perhitungan kedua oleh orang lain (pemeriksaan intern secara independen). 4) Harus digunakan kartu persediaan yang bernomor urut bercetak dan kartu tersebut diawasi pemakainya (prosedur dokumentasi). 5) Harus ditunjuk pengawas yang bertugas untuk menentukan pada akhir perhitungan bahwa semua jenis persediaan diberi kartu dan tidak ada satu jenis persediaan pun yang diberi kartu lebih dari satu (pemeriksaan intern secara independen).
b. Menentukan pemilikan atas barang dalam perjalanan Hak pemilikan ditentukan oleh syarat penjualan yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli. Kartikahadi et al. (2012) menyatakan bahwa dalam dunia usaha lazimnya dikenal beberapa syarat serah terima kepemilikan (ownership) barang yang diperdagangkan sebagai berikut: 1) FOB (free on board) shipping point : barang menjadi milik pembeli ketika dinaikkan ke kapal dipelabuhan pengiriman. 2) FOB (free on board) destination : menjadi barang milik pembeli ketika diturunkan dari kapal di pelabuhan tujuan. Menurut Jusup (2005:102) bahwa setelah melakukan perhitungan fisik persediaan dan hak atas barang dalam perjalanan ditentukan, maka kuantitas setiap jenis barang didaftar dalam suatu daftar atau ikhtisar persediaan. Untuk menjamin ketelitian daftar persediaan, maka pembuatan daftar tersebut diperiksa lagi oleh pegawai lain atau pengawas. Langkah
selanjutnya ialah menetapkan harga untuk tiap jenis persediaan yang kuantitasnya telah tercantum pada daftar persediaan.
4. Dampak Kesalahan Akuntansi Persediaan Terhadap Kewajaran Laporan Keuangan Akuntansi persediaan berperan penting terhadap kewajaran laporan keuangan. Kesalahan dalam akuntansi pembelian, penjualan, dan persediaan akhir akan mempunyai dampak atas laporan posisi keuangan (Neraca) dan perhitungan Laba Rugi. Misalnya kesalahan pada persediaan akhir. Bila terjadi kesalahan pada persediaan akhir dihitung terlalu rendah akan berdampak dalam laporan posisi keuangan (Neraca) yaitu jumlah pesediaan, aset lancar, total aset, saldo laba akan menjadi dinyatakan terlalu rendah dan modal kerja bersih serta rasio lancar akan menjadi lebih rendah dari seharusnya. Dalam laporan Laba Rugi hasil perhitungan harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih usaha menjadi dinyatakan terlalu rendah. Dampak persediaan akhir yang dihitung terlalu rendah atau terlalu tinggi di laporan keuangan tahun bersangkutan adalah sebagai berikut “karena persediaan awal suatu periode akan terbawa menjadi persediaan akhir pada periode berikutnya“, maka perhitungan persediaan akhir juga akan berdampak pada periode berikunya, tapi akhirnya saldo laba dilaporan posisi keuangan (Neraca) akan terkoreksi dengan sendirinya, sehingga menjadi benar.
Menurut Hery (2009:305) menyatakan bahwa kesalahan dalam melakukan perhitungan fisik atas persediaan akhir biasanya baru diketahui dalam periode berikunya setelah kesalahan tersebut dicatat.
5. Persediaan Barang Jadi Hasil akhir pada perusahaan manufaktur ialah berupa barang jadi. Menurut Mulyadi (2001:560) transaksi yang berhubungan dengan persediaan barang jadi ialah produk selesai di produksi, penjualan, retur penjualan, dan perhitungan
fisik
persediaan.
Adapun
dokumen
dan
catatan
yang
bersangkutan dengan sistem akuntansi persediaan produk jadi ialah : a. Pencatatan Produk jadi 1) Dokumen sumber yang digunakan dalam prosedur pencatatan produk jadi adalah laporan produk selesai dan bukti memorial. 2) Catatan akuntansi yang digunakan dalam prosedur pencatatan produk jadi adalah kartu gudang, kartu persediaan, dan jurnal umum.
b. Harga pokok produk jadi yang dijual 1) Dokumen sumber yang digunakan untuk mencatat transaksi penjualan produk jadi ialah surat order pengiriman dan faktur penjualan. 2) Catatan akuntansi yang digunakan dalam prosedur pencatatan produk jadi adalah kartu gudang, kartu persediaan, dan jurnal umum.
c. Harga pokok produk jadi yang diterima kembali dari pembeli 1) Dokumen yang digunakan dalam prosedur pencatatan harga pokok produk jadi yang dikembalikan oleh pembeli adalah laporan penerimaan barang dan memo kredit. 2) Catatan akuntansi yang digunakan dalam prosedur pencatatan produk jadi adalah kartu gudang, kartu persediaan dan jurnal umum.
d. Sistem perhitungan fisik persediaan. 1) Dokumen
yang
digunakan
untuk
merekam,
meringkas
dan
membukukan hasil perhitungan fisik persediaan adalah : a) Kartu perhitungan fisik Dokumen ini digunakan untuk merekam hasil perhitungan fisik persediaan. Dalam perhitungan fisik persediaan, setiap jenis persediaan dihitung dua kali secara independen oleh penghitung dan pengecek. b) Daftar hasil perhitungan fisik Dokumen ini digunakan untuk meringkas data yang telah direkam. c) Bukti memorial Dokumen ini merupakan dokumen sumber yang digunakan untuk membukukan adjustment rekening persediaan sebagai akibat dari hasil perhitungan fisik ke dalam jurnal umum.
2) Catatan akuntansi yang digunakan dalam sistem perhitungan fisik persediaan adalah kartu persediaan, kartu gudang dan jurnal umum.
2.2 Rerangka Pemikiran PT Varia Usaha Beton Waru Sidoarjo
Persediaan Barang Jadi Genteng
Pengendalian Internal
Penaksiran Resiko
Lingkungan Pengendalian
Aktivitas Pengendalian
Pengawasan
Informasi dan Komunikasi
Studi Kasus dalam Perusahaan
Analisis 3 Kesimpulan dan Saran
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Sampeallo ialah Analisis Pengendalian Persediaan pada UD. Bintang Furniture Sangasanga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemesanan atas pembelian furniture (lemari pakaian) UD.Bintang Furniture sudah memperoleh biaya minimum, serta persediaan minimum yang harus ada di gudang agar tercipta suatu pengendalian. Hasil pembahasan dari penelitian ini menunjukan bahwa; kebijakan pemesanan atas pembelian furniture (lemari pakaian) pada UD.Bintang Furniture Sangasanga belum memperoleh biaya yang minimum. Karena pembelian yang memperoleh biaya minimum untuk furniture tahun 2010 sebesar 60 unit dengan menggunakan rumus Economic Order Quantity (EOQ) terjadi pada frekuensi pemesanan 9 kali pesanan dengan jumlah pemesanan 7 unit furniture karena dengan frekuensi tersebut maka dapat menekan biaya persediaan, dan dengan adanya persediaan minimum (safety stock) furniture (lemari pakaian) yang disediakan UD. Bintang Furniture Sangasanga sebesar 2 unit, maka titik Reorder Point yang merupakan batas diadakannya pemesanan kembali furniture selama masa tenggang (lead time) adalah 2 unit. Penelitian yang dilakukan oleh Tamodia ialah mengenai Evaluasi Penerapan Sistem Pengendalian Intern Untuk Persediaan barang jadi Pada PT Laris Manis Utama Cabang Manado.Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pengendalian atas persediaan barang jadi serta untuk mengetahui apakah sistem pengendalian persediaan yang telah diterapkan telah berjalan dengan efektif atau tidak. Adapun metode yang digunakan adalah metode
pendekatan kualitatif yaitu, analisis deskriptif. Dan dari hasil penelitian pada PT Laris Manis Utama Cabang Manado merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang distributor buah import, atau lebih dikenal sebagai penjual buah import grosir dan eceran. Evaluasi sistem pengendalian intern atas persediaan sudah efektif, dimana adanya pemisahan tugas antara fungsi – fungsi terkait dengan penerimaan dan pengeluaran barang. Pemantauan terhadap persediaan barang jadi juga dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali oleh bagian gudang melalui kegiatan stock opname.Sistem pengendalian persediaan barang jadi pada PT Laris Manis Utama Cabang Manado berjalan dengan baik.