BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya 1. Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi berkaitan dengan hal pengukuran, pencatatan dan pelaporan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Pihak-pihak yang memerlukan informasi keuangan secara garis besar dibedakan atas dua pihak: a. Pihak intern yaitu manajemen perusahaan. Pihak ini memerlukan informasi keuangan mengenai biaya yang berhubungan dengan produksi dan penjualan produk atau jasa agar dapat melaksanakan fungsi perencanaan, pengendalian biaya dan pengambilan keputusan dengan baik. b. Pihak ekstern seperti investor, kreditur, serikat buruh, pemerintah dan pihak lain. Pihak ini memerlukan informasi keuangan perusahaan agar dapat mengambil keputusan mengenai hubungan mereka dengan perusahaan yang bersangkutan. Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan pihak pemakai laporan keuangan akan informasi perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan, maka keberadaan akuntansi biaya dalam memperoleh data yang relevan sangat dibutuhkan. Hal ini mendorong 5
semakin
berkembangnya
Akuntansi
Biaya
agar
dapat
memberi
sumbangan yang lebih berarti bagi yang membutuhkan. Beberapa definisi akuntansi biaya antara lain: Menurut Abdul Halim (2002 : 3), definisi akuntansi biaya adalah sebagai berikut: Akuntansi Biaya adalah akun yang membicarakan tentang penentuan harga pokok dari suatu produk yang diproduksi baik untuk memenuhi pesanan dari pemesan maupun untuk menjadi persediaan barang dagangan yang akan dijual.
Sedangkan menurut Mursyidi (2008 : 6) : Akuntansi Biaya merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya-biaya pembuatan dan penjualan produk atau penyerahan jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadap hasil-hasilnya.
Dari definisi diatas terlihat bahwa akuntansi biaya merupakan suatu proses yang meliputi proses pencatatan, pengukuran, pelaporan, dan penafsiran data biaya yang menyediakan informasi biaya untuk kepentingan manajemen guna membantu mereka dalam mengelola perusahaan.
2. Fungsi Akuntansi Biaya Beberapa definisi fungsi akuntansi biaya antara lain:
6
Menurut Armanto Witjaksono (2006 : 4) fungsi akuntansi biaya adalah sebagai berikut: Fungsi Akuntansi Biaya adalah: 1.
Sebagai pemasok informasi dasar untuk menentukan harga jual produk barang dan jasa.
2.
Sebagai bagian dari alat pengendalian manajemen, terutama yang berkaitan
dengan
pengukuran
kinerja
manajer
pusat
pertanggungjawaban. 3.
Sebagai pemasok informasi pada pihak eksternal berkenaan dengan seluruh aspek biaya operasi.
Sedangkan menurut Mursyidi (2008 : 11), fungsi Akuntansi Biaya adalah: 1. Menentukan harga pokok produk atau jasa suatu produk. 2. Mengendalikan biaya (harga) pokok produksi pada segenap unsurnya. 3. Memberikan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan tertentu. 4. Memberikan data bagi proses penyusunan anggaran. 5. Memberikan informasi biaya bagi manajemen guna dipakai didalam pengendalian manajemen.
B. Pengertian dan Klasifikasi Biaya 1. Pengertian Biaya Dibawah ini beberapa pengertian biaya sebagai berikut:
7
Pengertian biaya dalam arti luas adalah “Merupakan yang telah terjadi atau mungkin akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu” (Abdul Halim 2002 : 3). Ada yang berpendapat bahwa pengertian biaya dalam arti luas adalah “pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu” (Mulyadi 2005 : 8). Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber daya ekonomis yang dapat diukur dalam satuan mata uang untuk mencapai tujuan tertentu, baik biaya yang telah terjadi maupun biaya yang mungkin akan terjadi. Oleh karena itu perusahaan didalam mengambil keputusan, harus mempertimbangkan manfaat dari keputusan tersebut dan pengorbanan untuk mencapai keputusan tersebut. Keputusan yang di ambil harus mrnghasilkan manfaat yang lebih besar dari pengorbanan tersebut.
2. Klasifikasi Biaya Akuntansi biaya bertujuan untuk menyajikan informasi biaya yang akan digunakan untuk berbagai tujuan, dan dalam mengklasifikasikan biaya harus disesuaikan dengan tujuan dari informasi biaya yang disajikan. Oleh karena itu dalam mengklasifikasikan biaya tergantung untuk apa biaya tersebut digolongkan, untuk tujuan berbeda diperlukan cara penggolongan yang berbeda pula, dan tidak ada satu cara penggolongan biaya yang dapat dipakai untuk semua tujuan menyajikan informasi biaya, atau yang biasa dikenal dengan konsep “different cost for different purposes.” 8
Menurut Mulyadi (2007 : 13-16), biaya digolongkan menurut: a. Penggolongan biaya berdasarkan obyek pengeluaran b. Penggolongan biaya berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan c. Penggolongan biaya berdasarkan hubungan dengan volume produksi / kegiatan perusahaan d. Penggolongan biaya berdasarkan dalam hubungannya untuk tujuan pengawasan e. Penggolongan biaya berdasarkan dalam hubungannya dengan departemen produksi f. Penggolongan biaya berdasarkan dalam hubungannya dengan fungsifungsi yang ada diperusahaan. Sehubungan dengan penggolongan biaya diatas, penulis hanya akan menguraikan penggolongan biaya atas dasar fungsi pokok dari aktifitas perusahaan dan penggolongan biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume atau kegiatan.
Penggolongan biaya berdasarkan dalam hubungannya dengan fungsi-fungsi yang ada diperusahaan.
Berdasarkan fungsinya maka biaya dapat dikelompokan menjadi: 1) Biaya produksi, yaitu total biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik dalam rangka memproduksi produk. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam: a) Biaya Bahan Baku
9
Adalah harga perolehan dari bahan baku yang dipakai di dalam pengolahan produk. Sedangkan arti bahan baku itu sendiri adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasi atau diikuti jejaknya atau merupakan bagian integral pada produk tertentu. b) Biaya Tenaga Kerja Langsung Adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang akan dihasilkan perusahaan. c) Biaya Overhead Pabrik Adalah biaya produksi selain bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, yang elemennya dapat digolongkan kedalam: 1. Biaya bahan penolong 2. Biaya tenaga kerja tidak langsung 3. Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik 4. Reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik 5. Biaya overhead lain-lain 2) Biaya pemasaran, yakni biaya yang dikeluarkan dalam rangka memasarkan produk yang dihasilkan. Misalnya biaya iklan, gaji penjual dan lain-lain. 3) Biaya administrasi dan umum, yakni biaya yang dikeluarkan dalam rangka
mengarahkan,
mengendalikan
dan
mengoperasikan
perusahaan. Misalnya biaya gaji direksi, biaya surat, telepon dan lainlain. 4) Biaya keuangan, yakni biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendapatkan dana untuk operasi perusahaan. Misalnya biaya bunga. 10
Penggolongan biaya berdasarkan hubungannya dengan volume produksi / kegiatan perusahaan. Penggolongan biaya ini dapat dikelompokkan menjadi: 1) Biaya variabel (variable cost) Karakteristik biaya variable: a. Total biaya berubah secara proporsional sesuai dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variable, dan sebaliknya. b. Biaya satuan bersifat konstan dan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, sebagian biaya overhead seperti biaya listrik, gas dan air yang dibayar sesuai dengan pemakaian, depresiasi yang dihitung atas dasar unit produksi (satuan unit output). 2) Biaya semi variable (Semi variable cost) Karakteristik biaya semi variable adalah: a. Total biaya berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. b. Biaya satuan akan berubah berbanding terbalik dihubungkan dengan perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak sebanding. Sampai pada tingkatan kegiatan tertentu semakin tinggi volume kegiatan, semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
11
Contoh biaya semi variable adalah gaji salesman / sales girl yang sistem penggajiannya dengan gaji tetap plus persentase tertentu dari penjualan, biaya reparasi dan pemeliharaan dan lain-lain. 3) Biaya tetap (Fixed cost) Karakteristik biaya tetap adalah: a. Biaya yang jumlah totalnya konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu. b. Biaya satuan berubah berbanding terbalik dengan perubahab volume kegiatan, artinya semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, dan sebaliknya. Contoh biaya tetap adalah biaya penyusutan aktiva tetap dengan metode garis lurus, gaji bulanan mandor.
C.
Tujuan Perhitungan Harga Pokok Ada beberapa tujuan dalam penetapan perhitungan harga pokok yang dilakukan oleh manajemen pada suatu perusahaan, yaitu: 1. Sebagai dasar penentuan harga jual. Harga penjualan akan ditentukan oleh harga pokok produk, diartikan bahwa seorang produsen tidak akan memproduksi sesuatu barang apabila tidak untuk mendapatkan laba dari pekerjaan itu. Seorang produsen baru akan menghasilkan produk suatu barang bila harga penjualan lebih tinggi dari harga pokok. Selanjutnya bila harga pokok suatu barang labih rendah dan harga penjualan yang sedang berjalan, maka harga penjualan dari barang itu akan 12
ditekan, dan bila harga pokok sama atau lebih tinggi dari penjualan maka barang itu tidak akan diproduksi lagi.
2. Menetapkan efisiensi atau tidaknya suatu perusahaan. Salah satu cara penilaian efisiensi tidaknya suatu perusahaan dapat kita lakukan dengan melihat perbandingan-perbandingan atau dengan harga standar terhadap harga pokok historis. Apabila harga pokok historis lebih tinggi dari harga pokok standar, maka hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut bekerja tidak efisien, dan bila harga pokok historis sama atau lebih rendah dari harga pokok standar, berarti bahwa perusahaan bekerja secara efisien.
3. Dalam rangka menentukan kebijaksanaan perusahaan. Keuntungan atau kerugian suatu perusahaan mencerminkan kebijakan dari pimpinan perusahaan. Kebijakan tertentu harus diubah bila ternyata bahwa dengan pelaksanaan tersebut jauh dari tujuannya. Akan tetapi tidaklah berarti bahwa dengan adanya keuntungan harus selalu mempertahankan kebijakan tersebut. Harga pokok juga merupakan suatu alat untuk menentukan apakah suatu kebijakan dan metode penjualan barang diubah atau tidak. Biasanya bagian penjualan akan mencari saluran penjualan tertentu yang memungkinkan harga pokok historis serendah mungkin, agar kebijakan dalam pendistribusian barang dapat diperbaiki jika harga pokok historis terlalu tinggi.
4. Sebagai pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan baru. Penentuan harga pokok dapat pula dipergunakan sebagai petunjuk apakah mesin-mesin dan alat perlengkapan diganti atau ditambah dengan 13
mesin baru. Harga pokok suatu produk untuk bagian yang diakibatkan oleh biaya yang dikeluarkan dalam memperbaiki mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan. Meningkatkan pengeluaran, untuk itu dapat terlihat dalam perhitungan harga pokok historis, yaitu merupakan pertanda bahwa mesinmesin dan alat-alat sudah terlalu tua untuk digunakan dan sudah tidak layak lagi dipakai.
5. Sebagai bahan dalam penyusunan neraca. Untuk keperluan penyusunan neraca, perlu diketahui harga pokok barang jadi atau harga pokok yang masih ada dalam gudang. Hal ini dapat ditentukan dengan mengetahui harga pokok barang jadi yang bersangkutan.
D. Metode Perhitungan Harga Pokok Produksi Dalam akuntansi biaya dikenal dua metode perhitungan harga pokok produksi, yaitu: 1. Metode Full Costing 2. Metode Direct Costing Perbedaan antara kedua metode ini dapat ditinjau dari dua sudut yaitu: 1. Ditinjau dari sudut penentuan harga pokok produksi 2. Ditinjau dari sudut penyajian laporan laba rugi Atau dapat dikatakan bahwa perbedaan harga pokok diantara kedua metode ini terletak pada perlakuan biaya produksi yang bersifat tetap.
1. Metode Full Costing
14
Definisi Metode Full Costing atau sering disebut absorption atau convensional costing adalah “metode penentuan harga pokok produk yang membebankan seluruh biaya produksi yang bersifat tetap maupun variable kepada produk” (Mulyadi 2005 : 122). Menurut metode Full Costing, harga pokok produksi terdiri atas biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya overhead termasuk biaya overhead pabrik yang bersifat tetap atau yang bersifat variable dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik yang sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik yang bersifat tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk jadi yang belum terjual. Jika dalam suatu periode biaya overhead pabrik yang sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan kepada produk tersebut, maka akan terjadi pembebanan overhead lebih (overapplied factory overhead). Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut semuanya belum terjual, maka apabila terdapat pembebanan overhead lebih akan digunakan untuk mengurangi harga pokok produk yang masih dalam persediaan, sebaliknya pembebanan overhead kurang akan digunakan untuk menambah harga pokok produk yang masih dalam persediaan.
Perhitungan Harga Pokok Produksi menurut Full Costing: Biaya Bahan Baku
Rp.
xxx
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp.
xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp.
xxx 15
Biaya Overhead Pabrik Tetap
Rp.
xxx (+)
Harga Pokok Produksi
Rp.
xxx
Perhitungan Rugi Laba menurut Full Costing: Penjualan
Rp.
xxx
Harga Pokok Penjualan
Rp.
xxx (-)
Laba Kotor
Rp.
xxx
Biaya Operasi
Rp.
xxx (-)
Laba Sebelum Pajak
Rp.
xxx
2. Metode Direct Costing Menurut Mursyidi (2008: 24), Direct Costing didefinisikan sebagai berikut: Direct Costing adalah penentuan harga pokok produk yang hanya memasukkan unsur – unsur biaya produksi yang bersifat variabel, yaitu: biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel.
Sedangkan
menurut
Mulyadi
(2007:
18-19),
Direct
Costing
didefinisikan sebagai berikut: Direct Costing adalah metode penentuan kos produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel kedalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel.
16
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada metode Direct Costing, perhitungan harga pokok produksi hanya meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel saja. Biaya overhead pabrik tetap tidak dimasukkan kedalam harga pokok produksi, tetapi diperlukan sebagai period cost, dan dibebankan ke penjualan yaitu bagian dari harga pokok penjualan didalam laporan rui laba. Dalam perhitungan rugi laba menurut metode direct costing dikenal dengan istilah margin kontribusi yaitu merupaka selisih diantara hasil penjualan dan biaya variabel. Hal itu dihitung dengan mengurangkan semua biaya variable, baik biaya pabrikasi maupun non pabrikasi, dari hasil penjualan. Margin kontribusi menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk menutupi biaya tetapnya. Semakin besar kontribusi margin berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk menutupi biaya tetapnya dan dengan demikian pula sebaliknya. Apabila seluruh biaya tetap sudah dapat ditutupi maka sisa dari margin kontribusi tersebut merupakan laba perusahaan sebelum pajak.
Perhitungan Harga Pokok Produksi menurut Direct Costing: Biaya Bahan baku
Rp.
xxx
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp.
xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp.
xxx (+)
Harga Pokok Produksi
xxx
Rp.
Perhitungan Rugi Laba menurut Metode Direct Costing: 17
Penjualan
Rp.
xxx
Harga Pokok Produksi Variabel Rp.
xxx (-)
Biaya Operasi Variabel
Rp.
xxx
Margin Kontribusi
Rp.
xxx
Biaya Overhead Pabrik Tetap
Rp.
xxx (-)
Biaya Operasi Tetap
Rp.
xxx
Laba Sebelum Pajak
Rp.
xxx
Metode Direct Costing hanya digunakan untuk tujuan pelaporan internal (performance measurement), meliputi: 1. Perhitungan persediaan (inventory valuation) 2. Pengukuran pendapatan (income measurement) 3. Analisis biaya relevan (relevant cost analysis) 4. Analisis biaya-volume (cost-volume analysis) 5. Pengambilan keputusan manajerial jangka pendek. Metode direct costing tidak dipakai untuk pelaporan keuangan eksternal dan pelaporan pajak pendapatan.
3. Direct Costing vs Full Costing Pembebanan biaya overhead pabrik tetap 1. Metode direct costing hanya membebani produk dengan biaya pabrikasi yang bervariasi langsung dengan volume produksi. Biayabiaya tersebut adalah biaya-biaya variabel seperti biaya bahan baku, upah langsung ditambah biaya overhead variabel. Sedangkan biaya overhead pabrik tetap dibebankan dalam jumlah total sebagai beban period (period cost) termasuk biaya pemasaran dan administrasi. 18
Direct Costing: Biaya Bahan Baku
Rp.
xxx
Biaya Upah Langsung
Rp.
xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp.
xxx (+)
Biaya Produk
Rp.
xxx
Biaya pabrikasi tetap dibebankan sebagai period cost. 2. Dalam metode full costing, biaya yang dibebankan mencakup seluruh biaya-biaya pabrikasi baik biaya variabel maupun biaya tetap. Full Costing: Biaya Bahan Baku
Rp.
xxx
Biaya Upah Langsung
Rp.
xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp.
xxx
Biaya Overhead Pabrik Tetap
Rp.
xxx (+)
Biaya Produk
Rp.
xxx
Pengaruh pada net income 1. Jika volume produksi melebihi penjualan, net income pada metode full costing akan lebih besar. Karena biaya variabel dan biaya tetap seluruhnya dibebankan dalam full costing, sedangkan dalam direct costing hanya biaya-biaya variabel saja yang dibebankan. Disaat produksi melebihi penjualan, persediaan bertambah. Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik tetap dimasukkan dalam persediaan sedangkan dalam metode direct costing biaya overhead pabrik tetap tidak dimasukan. Pada metode full costing, overhead pabrik tetap menjadi bagian dari biaya produk (product cost) dan 19
pada metode direct costing, overhead pabrik tetap dibebankan pada period cost. 2. Jika penjualan melebihi produksi, net income pada metode direct costing akan lebih besar. Dalam kondisi ini, persediaan akan berkurang. Pada metode full costing, biaya tetap masuk dalam product
cost,
oleh
karena
itu
penurunan
pada
persediaan
mengakibatkan perubahan biaya dari penjualan dalam overhead pabrik tetap pada periode bersangkutan. Pada metode direct costing hanya biaya-biaya variabel yang dimasukkan pada penurunan persediaan. 3. Jika penjualan dan produksi seimbang, net income akan sama dalam metode direct costing maupun full costing. Pada kondisi ini persediaan konstan. Sejauh tidak ada perubahan dalam jumlah persediaan, total biaya overhead pabrik tetap akan dibebankan pada biaya dari penjualan dalam kedua metode tersebut. 4. Dapat ditarik kesimpulan pada metode direct costing, income cenderung berubah mengikuti penjualan, sedangkan pada full costing, income cenderung berubah mengikuti produksi.
E. Kegunaan dan Kelemahan Metode Direct Costing 1. Kegunaan Metode Direct Costing Direct Costing sebagai alat bantu manajemen agar dapat bekerja lebih efektif dan efisien mempunyai beberapa manfaat, diantaranya adalah: a. Sebagai alat perencanaan laba Metode direct costing menitik beratkan pada informasi mengenai margin kontribusi yang merupakan kelebihan hasil penjualan terhadap 20
biaya variabel. Nilai margin kontribusi ini mempunyai manfaat sebagai berikut: 1) Dapat membantu manajemen di dalam pengambilan keputusan produk mana yang perlu ditambah atau dikurangi produksinya. 2) Dapat dipergunakan untuk menilai berbagai macam alternative yang timbul dalam hubungannya dengan penurunan harga jual, pemberian potongan khusus dan lain-lain. 3) Dapat dipergunakan untuk perencanaan laba yang hendak dicapai melalui tingkat penjualan. b. Pengambilan keputusan manajerial Dengan direct costing dapat langsung diketahui besarnya masingmasing kontribusi margin yang akan digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu divisi akan diteruskan atau ditutup. c. Pengawasan biaya Direct costing cenderung untuk mengawasi biaya periode dengan cara yang lebih baik daripada full costing. Didalam full costing biaya overhead pabrik tetap diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik dan dibebankan sebagai unsur biaya produksi. Oleh karena itu ada kemungkinan manajemen kehilangan perhatian terhadap biaya periode tertentu yang dapat diatasi. Didalam direct costing, biaya periode dikumpulkan dan disajikan secara terpisah didalam laporan rugi laba sebagai pengurang terhadap marjin kontribusi.
2. Kelemahan Metode Direct Costing
21
Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode direct costing adalah sebagai berikut: 1. Kesulitan untuk memisahkan biaya tetap dan biaya variabel. Dalam prakteknya pemisahan antara biaya tetap dan variabel sulit dilakukan terutama yang bersifat semi variabel, dimana biaya tersebut tidak dapat dengan tetap dipisahkan yang mana biaya tetap dan yang mana biaya variabel. 2. Metode direct costing dianggap tidak sesuai dengan standar akuntansi yang lazim, sehingga laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan masyarakat umum harus dibuat berdasarkan metode full costing. Menurut pendukung full costing, adalah tidak wajar apabila biaya overhead pabrik tetap tidak diperhitungkan dalam harga pokok produksi dan penjualan. Biaya overhead pabrik tetap seperti halnya biaya overhead pabrik variabel, diperlukan untuk memproduksi dan oleh karena itu harus dibebankan sebagai biaya produksi. 3. Timbulnya keraguan dari investor. Hal ini disebabkan karena perhitungan rugi laba menjadi titik stabil, sebab tidak ada penundaan biaya overhead pabrik tetap pada persediaan awal dan akhir. Pada perusahaan yang bersifat musiman, direct costing akan menyajikan kerugian yang berlebihan pada periode tertentu, sedangkan pada periode berikutnya dapat terjadi kenaikan yang tidak wajar. 4. Tidak memperhatikan biaya overhead pabrik tetap dalam harga pokok persediaan yang akan menyebabkan nilai persediaan lebih rendah sehingga akan mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk tujuan analisis keuangan.
22