BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan
peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tetentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ratarata membaik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana dan prasarana, barang dan jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh enam pilar/aspek, yaitu, Pertama, aspek biogeofisik, kedua, aspek ekonomi, ketiga, aspek sosial dan budaya, keempat, aspek kelembagaan, kelima, aspek lokasi, dan keenam, aspek lingkungan Diagram dari ke enam pilar di atas terlihat seperti gambar 2.1. Melalui diagram yang tergambar, dapat dilakukan
analisis dari berbagai aspek berkaitan dengan
pengembangan wilayah; yaitu aspek biogeofisik, meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut.
9 Universitas Sumatera Utara
Aspek Sosial
Aspek Biogeofisik
Aspek Kelembagaan
Aspek Ekonomi
Pengembangan Wilayah
Aspek Lokasi
Aspek Lingkungan
Gambar 2. 1 Enam Pilar Pengembangan Wilayah Sumber: Budiharsono, 2005.
Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam dan di sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik, dan pertahanan dan keamanan (Hankam) yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta lembaga-lembaga sosial dan ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input yang berasal dari sumber daya alam, apakah merusak atau tidak (Rujiman, 2011)
Universitas Sumatera Utara
2.2
Perencanaan Wilayah Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan
perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Misalnya, dalam bentuk perencanaan pembangunan jangka panjang (25 tahun sampai dengan 30 tahun), perencanaan jangka menengah (5 tahun sampai dengan
6 tahun), dan
perencanaan jangka pendek (1 sampai dengan 2 tahun). Kedua bentuk perencanaan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan bersifat saling mengisi antara satu dengan lainnya. Tata ruang wilayah merupakan landasan dan sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah tidak terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Pelaku (aktor) pencipta kegiatan wilayah adalah
seluruh
masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah itu. Dalam kelompok aktor, termasuk di dalamnya pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, investor asing, pengusaha swasta dalam negeri, BUMN, BUMD, koperasi, dan masyarakat umum. Dalam membuat perencanaan pembangunan wilayah, pemerintah harus memperhatikan apa yang ingin atau akan dilakukan oleh pihak swasta dan masyarakat umum (Tarigan, 2004). Menurut Archibugi (Joni, 2010) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1) Perencanaan Fisik (Physical Planning). Perencanaan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. 2) Perencanaan Ekonomi Makro (Macro-Economic Planning). Dalam perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori yang digunakan ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah. 3) Perencanaan Sosial (Social Planning). Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.
4) Perencanaan Pembangunan (Development Planning). Perencanaan ini berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah. Perencanaan Wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 1996).
2.3
Pengembangan Ekonomi Lokal Pada era desentralisasi saat ini, tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan
secara tepat dan meningkatkan perekonomian daerah menjadi semakin tajam. Kedua isu kritis yaitu krisis ekonomi dan otonomi daerah telah membuka peluang bagi daerah untuk menggunakan pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) sebagai salah satu instrumen pembangunan karena PEL menyediakan pendekatan dan berbagai strategi bagi daerah untuk meningkatkan daya saing, mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pembahasan mengenai PEL menjadi sangat relevan dan menarik. PEL lebih diarahkan untuk membangun sebuah strategi holistik yang ditujukan untuk merangsang pertumbuhan usaha-usaha lokal, menyediakan iklim investasi lokal yang kompetitif, mendukung dan mendorong terjalinnya jaringan (network) dan kerjasama, mendorong pengembangan kluster-kluster ekonomi dan usaha, memberikan target pada penanaman investasi ke dalam untuk mendorong perbaikan kualitas hidup penduduk (World Bank Dalam Hania : 2006). Definisi yang telah dikenal luas mengenai PEL adalah yang dikembangkan oleh Bank Dunia (World Bank 2002). Defenisi tersebut menyatakan : ”local economic
Universitas Sumatera Utara
development is about local communities working together to achieve sustainable economic growth that brings economic benefits and quality of life improvements for all in the community”. Defenisi lain dikembangkan oleh Kemitraan bagi Pegembangan Ekonomi Lokal (KPEL), sebuah program kerjasama antara UNDP, UN-Habitat dan Bappenas yang dirintis pada tahun 1998 lalu. Dalam buku yang disusun dalam rangka menyosialisasikan pendekatan KPEL di daerah (Tim KPEL 2003), PEL didefenisikan : “sebagai proses penjalinan kerjasama antar seluruh komponen dalam suatu komunitas dengan tujuan menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan bertumpukan pada pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat utamanya rumah tangga miskin dan usaha kecil”.
2.4
Regional Marketing Pendekatan klasik untuk memahami istilah dapat diperoleh melalui kajian
etimologis. Kata ‘regional’ berasal dari kata region menunjuk pada sifat kewilayahan (ruang) yang melibatkan beberapa area administratif baik sebagian ataupun menyeluruh (Abdurahman, 2008). Area administratif yang menjadi pusat perhatian dalam konteks paradigma desentralistik yang dimaksudkan pada pengertian di atas adalah Daerah Otonom. Dengan demikian, peran beberapa Daerah Otonom dalam suatu kesatuan ruang (kewilayahan) pada konteks pengertian kata ‘regional’ di sini menjadi sangat dominan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan ‘marketing’ secara umum dapat diterjemahkan sebagai ‘pemasaran’ (Echols & Shadily, 1992). Oleh karena itu, Regional Marketing diterjemahan menjadi ‘Pemasaran Regional’ dan bukan sekedar ‘Pemasaran Wilayah’. Pengertian pemasaran daerah mengacu pada pengertian place marketing, yaitu “...designing a place to satisfy the needs of its target markets. It succeeds when citizen and business are pleased with their community, and the expectations of visitors and investors are met” (Kotler et al.2002) Masih menurut Kotler dalam buku yang sama, yang dimaksud dengan target markets adalah “.....place customer, which are producers of goods and services, corporate headquaters and regional offices, outside invesment and export market, tourism and hospitality, and new resident. Dengan demikian, pemasaran daerah dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan kondisi daerah sedemikian rupa sehingga para produser, perusahaan, investasi asing, eksportir, wisatawan bahkan penduduk merasa nyaman di dalamnya. Dengan kata lain, pemasaran daerah dapat diartikan sebagai upaya menarik investasi swasta, pedagang maupun turis dalam mewujudkan rencana daerah dengan penerapan konsep-konsep pemasaran.
Universitas Sumatera Utara
2.5
Strategi Regional Brand Strategi Branding sebagai perwujudan komunikasi pemasaran Komunikasi
pemasaran merupakan suatu strategi untuk meningkatkan ekuitas merek dan loyalitas publik terhadap suatu merek. Merek dibangun untuk menempatkan diri dibenak publik, untuk terciptanya positioning yang kuat dimata publik. Menjalankan komunikasi pemasaran untuk memperkenalkan sebuah merek atau produk dibutuhkan strategi dalam pelakasanaanya yaitu dengan strategi branding. Strategi dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah rencana secara cermat mengenai suatu kegiatan guna meraih suatu target atau sasaran. Brand dipandang mewakili sebuah nama dari suatu produk dan merupakan alat pengidentifikasian dengan produk lain yang sejenis. Begitu juga dengan branding daerah diibaratkan sebuah brand dari semua produk barang atau jasa yang ada didaerah tersebut. American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai nama, istilah, tanda simbol, atau desain atau kombinasi barang dan jasa dari penjual atau sekelompok penjual agar dapat dibedakan dari kompetitornya.
2.5.1
Pengertian regional brand Merek (brand) menurut Sudargo Gautama (Sudargo:1977) adalah suatu nama,
istilah, tanda, simbul atau desain, atau suatu kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang-barang dan jasa seseorang atau sekelompok penjual serta membedakannya dari pesaing-pesaingnya.
Universitas Sumatera Utara
.
Pengertian brand dikemukakan juga oleh Ike Janita Dewi (2009) adalah ide, kata,
desain grafis dan suara/bunyi yang mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut. Ada beberapa hal yang dapat di-branding-kan (diberi merek). Pemberian merek tidak saja berlaku pada suatu produk atau layanan saja tetapi juga bisa terhadap (Jackie: 2007) 1. Retailer dan distributor Retailer dan distributor bisa di-branding-kan, contohnya melalui produk-produk private label seperti garam, gula atau minyak goreng bermerek Hero. Akibatnya banyak Retailer dan distributor semakin memiliki power tinggi. 2. Orang Orang dapat mem-branding-kan dirinya. Contohnya Krisdayanti atau Michael Jackson dapat mem-branding-kan dirinya atau dapat disebut personal branding. 3. Organisasi Contohnya Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH). 4. Perusahaan (Corporate Branding) Contohnya Astra International, Unilever. 5. Berbagai Event Olahraga Contohnya Piala Dunia, All England, NBA, PON dapat di-brandingkan tujuannya untuk meningkatkan value-nya ke stakeholder. Piala Dunia memiliki ekuitas merek yang sangat kuat sehingga selalu menarik perhatian penonton di seluruh dunia dan mendatangkan “sponsor iklan” miliaran dollar atau rupiah. 6. Karya Seni
Universitas Sumatera Utara
Contohnya karya seni Van Gogh atau Affandi adalah sebuah merek yang nilainya bisa mencapai jutaan dollar. 7. Tempat, Daerah, atau Daerah Wisata di Negara Tertentu Contohnya Yogyakarta melakukan branding “Jogja Never Ending Asia”. Untuk membangun sebuah brand, pemerintah daerah tidak bisa asal jadi. Jika perlu pemerintah bekerjasama dengan pelaku professional di bidang branding. Namun pada umumnya langkah-langkah teknis dalam melakukan branding daerah adalah sebagai berikut: Differentiation. Membedakan branding atau merk sebuah kota dan menonjolkan keunggulan kota. Branding dan keunggulan kota itu harus berbeda dengan branding yang sudah ada dan juga menunjukan perbedaan kualitas kota dibanding kota lain. Relevance. Kota sebagai sebuah produk harus dibranding sesuai dengan kualitasnya. Maksudnya adalah, jika sebuah kota tidak memiliki kualitas teknologi, jangan melakukan branding kota itu sebagai kota teknologi. Esteem. Dihargai oleh target market karena memiliki konsistensi antara branding dengan kenyataan kualitas kota yang sebenarnya. Awareness. Memunculkan kesadaran target market akan sebuah kota. Langkah ini penting. Jika branding tidak memunculkan kesadaran di dalam diri calon investor atau wisatawan, maka branding ini dapat dikatakan gagal. Mind. Branding memiliki kemampuan masuk ke dalam alam pikiran dan kesadaran target market, sehingga sebuah kota selalu diingat, dibayangkan dan dirindukan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2
Manfaat regional brand Merek bagi suatu daerah/kota di era otonomi daerah dapat meningkatkan daya
saing suatu wilayah menjadi sangat penting, wilayah yang tidak memiliki daya saing tinggi akan tertinggal dari wilayah lain. Dalam konteks marketing, wilayah yang ingin maju dan memenangi persaingan harus berhasil menerapkan standar global, memiliki perspektif regional dan menjadi juara di tingkat lokal. Salah satu konsep yang ditawarkan oleh para pakar marketing seperti Jack Trout adalah diferensiasi. Porter juga merumuskan strategi bersaing yang dikenal dengan strategi generic salah satunya adalah diferensiasi di samping strategi low cost dan focus (Porter : 1993) Pakar pemasaran Trisnanto (http://www.suaramerdeka.com : 2003) menyatakan, pembuatan slogan atau tag line merupakan bagian dari pengelolaan merek. Penetapan kata-kata "sakti'' itu semestinya melalui proses identifikasi merek dan dikuatkan dengan penentuan posisi merek. Dikatakan, penentuan Regional Branding tidak boleh dilakukan secara serampangan. Diperlukan langkah bersama, tidak hanya dari pakar dan praktisi pemasaran, tetapi juga berbagai kalangan yang menjadi pemangku kewenangan daerah. Pada era otonomi daerah dewasa ini penataan percitraan sebuah daerah/kota menjadi sangat penting. Merek Wilayah (Regional Branding) akan menjadi dasar dan peluang pengembangan wilayah di masa depan. Pengembangan Merek Wilayah (Regional Branding) menjadi langkah awal untuk mengarahkan wilayah tersebut di masa depan. Oleh karena itulah pentingnya merencanakan Regional Branding bagi setiap daerah (http://lestude.com : 2010) Merumuskan Regional Branding suatu daerah merupakan proses untuk mengkomunikasikan sesuatu yang berbeda kepada masyarakat luas dengan tujuan agar
Universitas Sumatera Utara
menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung maupun para investor yang ingin menanamkan modalnya. Seperti halnya produk/jasa pada umumnya, brand merupakan identitas sekaligus pembeda dari produk lainnya dan tentu saja berlaku untuk Regional Branding. Oleh karena itulah pentingnya merumuskan Regional Branding agar benarbenar dapat dibedakan dari daerah lain sebagai salah satu strategi meraih keunggulan bersaing
baik
tingkat
lokal,
regional
bahkan
internasional
(Helmi:
2009).
Konsepstualisasi dan proses membangun Merek Kota/Daerah dalam dunia pemasaran, brand digambarkan sebagai aset tidak berwujud (intangible assets). Proses membentuk brand disebut branding. Menurut Philip K. dan Waldemar P (2006), Branding adalah tentang membawa hal yang biasa dan meningkatkanya dengan cara-cara yang membuatnya menjadi lebih berharga dan berarti. Jadi suatu obyek dengan diberi merek diharapkan dapat memberikan nilai tambah. Kunci utama proses membangun merek sukses adalah kualitas, layanan, inovasi dan diferensiasi (Andy : 2005) Selain itu juga Regional Brand diharapkan dapat mengubah mindset rutinitas yang
berorientasi
produksi
menjadi
berorientasi
pasar,
Mengembangkan
dan
memasarkan potensi unggulan secara tepat sasaran, Meningkatkan pendapatan masyarakat, Mewujudkan kepemerintahan yang entrepreneur.
2.5.3 Beberapa daerah yang sudah melakukan branding Pemerintahan Daerah adalah sebuah insitusi yang berwenang mengelola berbagai kebijakan publik sesuai dengan perundang-undangan. Di dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah akan berinteraksi dengan seluruh stakeholders di mana masingmasing stakeholders memiliki kepentingan yang saling terkait. Stakeholders itu antara
Universitas Sumatera Utara
lain masyarakat lokal, masyarakat di luar daerah, para investor, wisatawan (lokal, nasional, regional dan internasional), pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, serta organisasi masyararakat, politik, LSM, dan sebagainya. Mengingat banyaknya stakeholders maka selain berperan sebagai pengelola kebijakan, Pemerintah Daerah juga berfungsi sebagai “traffic system” (Penata Kendali) dari berbagai kepentingan seluruh stakeholders. Kebijakan satu dengan kebijakan lainnya harus merupakan keterpaduan, yang pada gilirannya akan membentuk sebuah jati diri daerah atau apa yang disebut sebagai branding daerah. Contoh beberapa daerah yang cukup berhasil membangun branding selain sepuluh daerah di atas antara lain Kabupaten Jembrana, Musi Banyuasin, Kutai Kartanegara dan Kabupaten Bantaeng. Sementara branding lama yang cukup berhasil adalah Jogyakarta yang memiliki brand sebagai “Kota Pelajar”, dan yang dirancang cukup baik adalah NTB yang memiliki brand “Propinsi Mutiara”. Meski demikian, sangat penting diketahui bahwa branding daerah sama sekali bukan semata-mata slogan atau semboyan seperti “TEGUH BERIMAN”, “IKHLAS”, ASRI” dan lain-lain yang sangat artifisial. Branding lebih bersifat menyeluruh, strategik dan mendalam. Sementara dalam konteks komunikasi pemasaran, sebuah daerah berarti juga adalah sebuah “merk”. Agar laku “dijual”, sebuah merk harus memenuhi syarat. Jika merk sebuah daerah dipersepsikan “menguntungkan” di mata investor, maka para investor akan menginvestasikan modalnya di daerah itu. Namun sebaliknya jika para investor mempersepsikan merk sebuah daerah “kurang potensial”, maka sulit bagi investor untuk menanamkan modalnya. Merek itulah yang kemudian harus dibentuk secara cermat dan kemudian dipasarkan secara baik.
Universitas Sumatera Utara
Harapan melakukan branding dan komunikasi pemasaran daerah sangat jelas, yakni untuk membangun citra positif, meningkatkan PAD dan memberdayakan masyarakat lokal. Hanya sayangnya, sesuai fakta yang terjadi, masih banyak daerah yang belum menganggap bahwa branding dan komunikasi pemasaran daerah sebagai hal yang sangat penting bagi daerah tersebut. Sehingga wajar terjadi bahwa di banyak daerah PAD mereka kecil, masyarakat tidak diberdayakan, dan citra mereka buruk di mata investor dan wisatawan. Perlu ada paradigma baru dan political will yang kuat untuk membangun hal ini. Hanya para Kepala Daerah yang concern dan memiliki visi kuat saja yang bersedia melakukannya. Pada tahun 2008 majalah Tempo memasukan sepuluh Kepala Daerah terbaik karena dinilai telah berhasil membangun daerahnya masing-masing dalam kerangka Otonomi Daerah (Otda). Para Kepala Darah ini bukan saja dinilai berhasil dalam melakukan perbaikan administrasi pemerintahan dan reformasi birokrasi, namun lebih dari itu itu mereka juga berhasil melakukan pembangunan yang khas di daerah; meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatkan citra daerah di mata stakeholders, dan yang terpenting mereka juga mampu memberdayakan masyarakat di daerah masing-masing. Sepuluh Kepala Daerah itu adalah Jusuf Serang Kasim (Walikota Tarakan, Jawa Tengah), Untung Sarono Wiyono Sukarno (Bupati Sragen, Jawa Tengah), Joko Widodo (Walikota Solo, Jawa Tengah), Herry Zudianto (Walikota Yogyakarta, Jawa Tengah), Ilham Arif Sirajudin, (Walikota Makassar, Sulawesi Selatan), Djarot Saiful Hidayat (Walikota Blitar, Jawa Timur), David Bobihoe (Bupati Gorontalo, Gorontalo), Anak
Universitas Sumatera Utara
Agung Gde Agung (Bupati Badung, Bali), Andi Hatta Marakarma (Bupati Luwu Timur, Sulawesi Selatan), dan Suyanto (Bupati Jombang, Jawa Timur).
2.5.4
Regional brand dalam perencanaan pengembangan wilayah Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah terpenting yang menjadi perhatian
para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2007). Dalam
merencanakan
pertumbuhan
ekonomi
maka
dibutuhkan peranan masyarakat dalam mengembangkan potensi daerah, secara umum pembuatan brand daerah diarahkan pada 3 potensi daerah yaitu : investasi dengan kelompok sasaran para investor, pariwisata atau tourism dengan kelompok sasaran para turis baik domestik maupun manca negara, dan perdagangan atau trade dengan kelompok sasaran para trader. Ketiga hal tersebut sering dikemas dalam suatu initial ITT (Invest, Tourism and Trade). Investasi: Pada era otonomi dearah masing-masing daerah seakan berlomba menawarkan daerah sebagai tempat investasi yang strategis, aman, murah, infrastruktur yang lengkap dan tidak birokratif. Menyederhanakan birokrasi dalam perijinan seperti pelayanan satu atap atau yang lebih dikenal dengan one stop service merupakan upaya daerah untuk menarik calon invetor. Jika dengan city branding berhasil menarik investor tentu akan menimbulkan dampak positif bagi perekonomian daerah tersebut seperti
Universitas Sumatera Utara
tesedianya lapangan kerja, adanya bagian pajak dan retribusi daerah serta turunan dari dampak positif tersebut. Pariwisata: Potensi wisata untuk setiap daerah tentulah tidak sama tetapi yang menjadikan daerah menjadi obyek wisata dikarenakan daerah tersebut memiliki keunikan atau karakteristik yang khusus seperti tradisi dan budaya, kondisi alam, sistem sosial, sistem pertanian, makanan khas dan sebagainya. Jadi daerah harus bisa mengembangkan nilai dasar potensi wisata agar memiliki atraksi wisata sehingga wisatawan memiliki ketertarikan untuk mengunjunginya. Misalnya, Kabupaten Boyolali salah satu Kabupaten di Jawa Tengah mulai merintis desa wisata sebagai upaya untuk menjual potensi wisata di daerah tersebut. Pemeritah Kabupaten Boyolali telah melakukan benchmarking dengan daerah lain guna mengkaji cara pengelolaan, cara menangani wisatawan yang berkunjung dan sarana promosi daerah. Keberhasilan menjual objek wisata suatu daerah akan memberi manfaat di antaranya dapat menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong untuk menjadikan lingkungan desa sebagai hunian yang bersih, sehat dan humanis, menumbuhkan
masyarakat
untuk
senantiasa
menghargai
potensi
daerah
dan
membangkitkan semangat berwirausaha lokal bagi masyarakat yang pada ujungnya dapat menciptakan lapangan kerja. Perdagangan: Terjadinya perdagangan antar daerah atau bahkan antar negara karena suatu daerah atau negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan produk/jasa baik menyangkut biaya, teknologi atau sumber daya. Dengan meningkatnya arus perdagangan berarti akan meningkatkan perputaran ekonomi suatu daerah. Di beberapa daerah telah dibentuk pusat-pusat perdagangan dan penjualan yang mencitrakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai daerah produsen yang memiliki keunggulan komparatif. Misalnya saja di Pekalongan dibentuk Pusat Penjualan Batik. Di Bali dikenal dengan pasar seni Sukawati dan belakangan di penghujung tahun 2008 di Bantul Yogyakarta dikembangkan Pasar Seni Gabusan (PSG) sebagai pasar seni kerajinan tangan sebagai pintu perdagangan handicraft di Yogyakarta. Dengan pencitraan sebagai pusat penjualan dan perdagangan diharapkan dapat membentuk image yang kuat bagi para pedagang untuk melakukan transaksi karena disamping lebih lengkap, lebih murah juga asli. Dari 3 bidang yakni investasi, perdagangan dan pariwisata yang menjadi sasaran dalam mempromosikan potensi daerah yang telah diuraikan di atas, jika berhasil akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Tantangannya bagi suatu daerah tentu saja bagaimana mengimplementasi brand yang telah dirumuskan.
2.6
Hubungan Antara Brand, Identitas dan Logo Brand identity terwujud dalam bentuk icon atau simbol yang merepresentasikan
sebuah organisasi secara keseluruhan, apakah itu produknya ataupun jasa yang ditawarkan oleh organisasi itu. Brand identity terdiri dari tiga elemen dasar, yaitu (Newman, Damien. The Designer’s Guide to Brand Strategy, 2003): 1.
Visual system, merupakan logo, sistem tipografi, palet warna dan sebagainya
2.
Personality, sebuah brand memiliki kepribadian seperti halnya manusia. Kepribadian ini memiliki fungsi untuk memposisikan diri di benak konsumen dan juga berfungsi untuk memperkuat hubungan emosional dengan konsumen.
3.
Functionality and behaviour, yaitu mengintegrasikan brand ke dalam bisnis, strategi brand dan juga aktivitas-aktivitas lain yang mendukung brand.
Universitas Sumatera Utara
Logo dan system visual yang saling berkesinambungan adalah aset yang sangat berharga. Dalam era saat ini dimana beragam media sering digunakan dikombinasikan dengan strategi bisnis, logo bukan lagi sekedar lambang atau simbol sederhana (Morioka, Adams. Logo Design Workbook – A Hands on Guide to Creating Logos, 2004, USA, Rockport Publishers, Inc ). Berikut adalah definisi tentang logo, identitas, dan brand (Ibid): 1. Logo: Simbol yang khusus dimiliki oleh perusahaan, objek, perseorangan, instansi, atau media. 2. Identity: Sebuah kombinasi yang terdiri dari logo, elemen visual (huruf, warna, gambar) dan sistem pengaplikasian yang ditujukan untuk membentuk pesan yang unik dan kohesif bagi sebuah instansi, perusahaan, dan semacamnya. 3. Brand: Identity bukanlah brand. Brand adalah persepsi tentang sebuah instansi, perusahaan dan semacamnya yang tercipta di benak audiens. Persepsi ini didapatkan dari logo, identitas visual, pesan, produk dan service yang dilakukan oleh instansi atau perusahaan tersebut. Sedangkan dalam pengembangannya, logo terdiri dari beberapa elemen yaitu: 1. Tipografi, meliputi pemilihan huruf dan penataannya 2. Warna 3. Gambar dan atau iconography 4. Bentuk 5. Pengaplikasian pada media, seperti misalnya bagaimana menerapkan logo pada beragam media: stationery, merchandise, promotion tools, atau bahkan bagaimana menerapkannya dalam bentuk animasi multimedia.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah identitas haruslah bersifat dinamis sehingga dapat memenuhi kebutuhan klien yang juga sama dinamisnya. Oleh karena itu, seorang desainer hendaknya menciptakan logo dengan pemikiran yang fleksibel: 1.
Consistency of Concept: Sistem identitas seharusnya berfungsi sebagai kesatuan yang padu antara elemen-elemen visual maupun verbal untuk memudahkan target audiens mengidentifikasi klien. Konsistensi adalah hal utama dalam menunjang branding yang efektif. Identitas akan gagal jika dia mudah ditebak dan tidak memorable. Kekuatan, kejelasan, dan kebaruan adalah elemen-elemen lain yang juga harus ada dalam menyertai konsistensi.
2.
Clarity of Message: Identitas memiliki peran untuk membentuk image sesuai yang dibutuhkan oleh klien (harus jelas dari segi visual dan juga pesan). Agar tujuan ini terpenuhi semua elemen visual dalam sebuah identitas harus mampu memberi support pada logo.
3.
Accomodating to the Client: Ketika sebuah sistem identitas dikerjakan, seorang desainer harus mengerti bagaimana klien menggunakannya. Identitas harus mampu mencerminkan kepribadian yang dimiliki oleh klien, dan desainer harus pula menciptakan sistem yang bisa disesuaikan dangan kebutuhan klien.
4.
Flexibility for Users: Sebuah identitas harus memiliki fleksibilitas agar dapat dimodifikasi oleh bidang kreatif lain yang lebih spesifik. Seorang desainer harus menyiapkan rencana agar identitas tersebut dapat diterapkan pada berbagai macam variabel tanpa harus keluar dari koridor sistem yang telah dibuat.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1
Teori Logo Menurut Kamus Bahasa Indonesia, logo berarti huruf atau lambang yang
mengandung suatu makna yang terdiri dari atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, logo bukan hanya sekedar symbol atau lambang melainkan mempunyai makna tersendiri. Sebuah logo akan mudah diingat bila logo tersebut mempunyai keunikan tersendiri yang berbeda tetapi pada saat bersamaan mampu memberikan identitas dan membawa pesan yang ingin disampaikan. Logo dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Logotype ( Visual logo yang menggunakan type / huruf ) 2. Logogram ( visual logo yang menggunakan symbol / atau karakter) Logo untuk brand pulau tidung terdiri dari logogram dan logotype yang sintaktik. Logogram akan dibuat dengan shape yang sederhana dan mengalami proses stilasi dan memiliki keunikan agar mudah diingat oleh target audience. Logotype akan menggunakan jenis font san serif dengan tetap memperhatikan kesinambunganya terhadap mood dan logogram.
2.6.2
Teori Typography Menurut Sihombing (2001, p80 ) dalam bukunya tipografi dalam desain grafis,
mengungkapkan bahwa proses perancangan dengan menggunakan huruf merupakan tahapan yang paling menentukan dalam solusi masalah tipografi, seorang designer akan bertindak sebagai komunikator visual yang memiliki berbagai peluang mengontrol setiap keputusan kreatif yang dapat memperkuat efetivitas dan efisiensi dari sebuah pesan yang akan disampaikan kepada penerima.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rob Carter, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam tipografi diantaranya adalah : • Legibility, yaitu mudah dibaca. Penting dalam penyampaian pesan dan gagasan. • Readability, yaitu dapat dibaca • Visibility, mudah diliat • Clarity, Jelas Tipe huruf yang digunakan dalam logotype maupun body text dalam media promosi dan aplikasi lain adalah sans serif yang dimaksudkan sebagai bagian penting untuk menguatkan mood yang ingin dicapai yaitu ramah dan simple. Pemilihan jenis huruf akan didasarkan dari tingkat readabilitas yang tinggi agar lebih mudah dibaca oleh khalayak sasaran.
2.6.3
Teori Warna Warna mempunyai kekuatan untuk menciptakan emosi, mengekspresikan
kepribadian, serta memacu ingatan untuk memberikan sensasi Menggunakan wana yang tepat dalam bidang desain grafis meerupakan sesuatu yang cukup rumit, hal ini disebabkan warna mempunyai konotasi yang berbeda disetiap kebudayaan dan masyrakat yang berbeda. Seperti dikatakan oleh Henry Dreyfuss, bahwa warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut. Warna juga dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu terang, sedang, gelap dan sebagai pertimbangan dari daya lihat target audience, maka daya pantul cahaya dapat dinilai sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
•
Warna terang adalah warna yang disukai muda-mudi, yang dapat membuat produk menjadi lebih besar dan lebih dekat ke mata
•
Warna keras/ hangat seperti merah, orange, kuning, warna-warna ini dapat menjadi daya tarik dan dampak sangat besar, dan sangat tepat diaplikasikan pada media
•
Warna lembut/dingin seperti hijau dan biru, warna ini sangat dinamis dan cocok untuk produk-produk tertentu
•
Warna tua, seperti coklat dan hitam, warna ini harus dikomposisikan dengan warna yang tingkat pantulnya tinggi serta latar belakang yang harus diletakkan dengan warna yang lebih kontras
2.6.4
Teori Fotografi Sebuah Foto akan terlihat baik apabila foto tersebut dapat mengungkapkan ataun
menceritakan banyak hal kepada audience tentang sesuatu yang ada dalam foto tersebut. Berdasarkan Yozardi (2003) dituliskan bahwa pencahayaan alami maupun buatan bisa memberikan efek yang bervariasi. Hal ini bergantung pada arah datangnya sumber cahaya sehingga memberikan kesan yang berbeda – beda. Cahaya samping dapat mebuat foto menjadi berdimensi dan dramatis. Efek cahaya dari belakang menginformasikan mengenai bentuk objek atau yang kita kenal dengan nama siluet. Foto siluet mengesankan efek dramatis.
Universitas Sumatera Utara
2.6.5
Visual Identity Manual Menurut Mendiola B Wiryawan, dalam buku kamus branding, Visual Identity
Manual adalah panduan tata cara pemakaian elemen visual/design agar dicapai kesatuan dan kesamaan presepsi identitas visual sebuah brand. Visual Identity manual dapat berupa buku, CD-ROM, e-book, dan website. Istilah lainnya adalah Graphic Standard Manual, Graphic Standard Guidelines, Brand Identity Manual, Visual Guidelines.
2.7
Partisipasi Masyarakat
2.7.1
Pengertian Partisipasi Terdapat banyak definisi mengenai partisipasi diantaranya adalah sebagai berikut:
• Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro, 1988:13). • Partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan (Soetrisno, 1995:207) • Menurut FAO dalam Mikkelsen (2003:64) - Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. - Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud partisipasi masyarakat dalam pembuatan brand daerah adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat dalam suatu proses kegiatan pembuatan branda daerah, dimulai dari proses penentuan gambar, tagline, warna dan segmentasi pemasaran daerah, mensosialisasikannya dan mengaplikasikannya.
2.7.2 Pentingnya Partisipasi Masyarakat Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Menurut Abe (2005:91), suatu perencanaan yang berbasis prakarsa masyarakat adalah perencanaan yang sepenuhnya mencerminkan kebutuhan konkrit masyarakat dan dalam proses penyusunannya benar-benar melibatkan masyarakat. Melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan akan membawa dampak penting yaitu: (1) terhindar dari peluang terjadinya manipulasi, dan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat; (2) memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik; (3) meningkatkan kesadaran dan ketrampilan politik masyarakat.
2.7.3 Fungsi dan Manfaat Partisipasi Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Carter (1977), Cormick (1979), Goulet (1989) dan Wingert (1989) dalam Santosa dan Heroepoetri (2005:2) merinci fungsi dari partisipasi masyarakat yaitu sebagai berikut: 1 Partisipasi Masyarakat sebagai suatu Kebijakan 2. Partisipasi Masyarakat sebagai Strategi 3. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Komunikasi 4. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa 5. Partisipasi Masyarakat sebagai Terapi
2.8 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tesis ini dapat diuraikan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No (1)
Peneliti dan Judul Penelitian (2)
Permasalahan
Kesimpulan
(3)
(4)
Universitas Sumatera Utara
1.
Riyadi 1.Seberapa pentingkah 1.Bersamaan dengan era (2009) merek kota dicanangkan otonomi, berbagai daerah 2.Siapa dan bagaimana di Indonesia ingin Judul : Fenomena City merumuskan merk yang menonjolkan identitasnya Branding Pada Era tepat untuk suatu daerah sehingga berbeda dari Otonomi Daerah 3.Bagaimana mewujudkan daerah lain, adalah salah rumusan merk agar tidak satu strategi promosi terkesan sekedar untuk meraih keunggulan memiliki merk saja bersaing baik tingkat Tetapi tidak ada upaya lokal, regional bahkan untuk mewujudkan internasional. janji-janji tersebut. 2.Brand yang baik harus merupakan ekstrak dari visi dan misi suatu daerah & dalam merumuskannya harus melibatkan seluruh stakeholders. Sebagai implementasi City brand harus dikomunikasikan kepada seluruh stakeholder dan menuntut perubahan perilaku masyarakat dan aparat untuk mewujudkan janji-janji dalam city brand. 2. Kunti Handani, SH 1.Apakah pertimbangan 1.Pertimbangan yang (2010) yang mendasari mendasari munculnya Judul : Regional munculnya Regional Regional Branding “Solo, Branding “Solo The Branding “Solo, The The Spirit of Java“ adalah Spirit Of Java” Spirit of Java” ? kerjasama yang bertujuan (Suatu Tinjauan Dari 2.Apakah Undang-Undang menciptakan sebuah Aspek Hak Kekayaan Nomor 15 Tahun 2001 kawasan dengan daya Intelektual) tentang Merek Dapat saing ekonomi yang kuat, dijadikan sebagai dasar 2.Undang-Undang Nomor hukum perlindungan 15 Tahun 2001 tentang Regional Branding Merek Dapat Dijadikan “Solo, The Spirit of sebagai Dasar Hukum Java” ? Perlindungan Regional Branding “Solo, The Spirit of Java” Tabel 2.1. Lanjutan (1)
(2)
(3)
(4)
Universitas Sumatera Utara
3.
4
5
www.otonomi 1.Apakah pengertian City 1.Secara definisi, City daerah.net Branding ? Brand adalah indentitas, (2009) 2.Apakah pemerintah symbol, logo, atau merk daerah perlu yang melekat pada suatu Judul : City Branding Untuk membangun brand pada daerah. Pemda Perlukah ? wilayahnya ? 2.Sebuah pemda harus membangun Brand untuk daerahnya, yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target daerah tersebut. Syafrizal Helmi 1.Bagaimana pentingnya 1.Indonesia sebagai daerah Situmorang membangun destination yang memiliki berbagai (2007) branding bagi sebuah keunggulan dan potensi daerah di Indonesia pada sumber daya alam dan Judul : umumnya dan sumatera budaya yang melimpah Destination Brand: Membangun utara pada khususnya. merupakan starting point Keunggulan Bersaing yang sangat baik dalam Daerah menyusun dan mengemas ulang brand destination disetiap daerah Khususnya Muhith Afif Syam 1.Bagaimana city 1.UU No. 15 Tahun 2001 Hrp branding diatur dalam Tentang Merek belum (2008) UU No. 15 Tahun 2001 mengatur tentang city Tentang Merek? branding. Judul : Eksistensi City 2.Apakah city branding 2.City Branding berpotensi Branding Menurut dapat didaftarkan didaftarkan sebagai dalam UU No. 15 Tahun sebagai hak merek ke satu merek jasa atau 2001 Tentang Merek Direktorat Jenderal Hak dagang ke kantor (Studi Kasus Kekayaan Intelektual? Direktorat Jenderal Hak “Semarang Pesona 3.Apakah “Semarang Kekayaan Intelektual. Hal Asia” di Kota Pesona Asia” dapat ini disebabkan karena Semarang) dikategorikan sebagai citybranding tidak city branding? termasuk salah satu dari beberapa poin yang mengakibatkan merek tidak dapat didaftarkan ataupun merek ditolak pendaftarnnya. 3.Semarang Pesona Asia dapat dikategorikan sebagai city branding karena Semarang Pesona Asia memenuhi unsurunsur city branding.
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori, dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait, dapat dibuat suatu kerangka pemikiran seperti gambar 2.2. Dari gambar tersebut, diawali bahwa adanya kesadaran pentingnya peningkatan daya saing daerah untuk dapat bersaing dalam persaingan global yang terjadi saat ini terutama di tingkatan Asia Tenggara, setelah dilaksanakannya ACFTA 2010 selanjutnya ASEAN akan memasuki peradaban baru yang disebut dengan ASEAN Economic Community 2015 salah satu kesepakatan dalam AEC tersebut adalah mewujudkan pasar tunggal di Asia Tenggara, bisa kita bayangkan jika daerah-daerah di Indonesia tidak memiliki daya saing daerah tentunya akan tertinggal dengan daerah-daerah yang tergabung dalam ASEAN. Salah satu strategi peningkatan daya saing daerah (Hermawan Kartajaya, 2005) adalah dengan menganalisis potensi daerah dan membangun regional branding yang memiliki manfaat untuk kepentingan internal daerah dan eksternal daerah. Untuk dapata membangun regional branding tersebut dilakukan dengan pemetaan kondisi daerah menggunakan Metode TOWS yang mana didalamnya nanti akan menganalisis kondisi perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara, kajian refrensi ilmiah, kajian dokumen perencanaan
Universitas Sumatera Utara
pembangunan daerah dan menganalisis data kuantitatif dan kualitatif yang akan dilakukan melalui wawancara kepada responden, dari analisis tersebut, data dan informasi yang dianalisis, dibawa ke dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang para ahli yang memiliki kompetensi masing-masing untuk membangun Regional Branding Kabupaten Padang Lawas Utara. Tentunya harapan dari pembangunan Regional Branding Kabupaten Padang Lawas Utara akan memberikan pengaruh yang positif dalam
Meningkatkan Daya Saing Daerah Melalui Membangun Regional Brand
1.Pemetaan potensi ancaman dan peluang (TO) daerah melalui studi dokumen (literatur ilmiah), dan 2.Wawancara Ekspektasi & Persepsi masyarakat menggunakan Kuesioner
1. Pemetaan Potensi Kekuatan dan Kelemahan (WS) dari RPJM daerah Padang Lawas Utara 2009 – 2014, 2. Analisa kondisi perekonomian daerah melalui data PDRB menggunakan analisa LQ, Shift Share, Klassen
Merumuskan EFAS dan melakukan Analisa SWOT
Merumuskan IFAS dan melakukan Analisa SWOT
Melaksanakan Focus Group Discuccion (FGD) untuk : (1) Melakukan analisa SWOT daerah (2) Membangun brand daerah berdasarkan analisa SWOT (3) Membuat perencanaan implementasi brand daerah
Strategi Regional Brand Padang Lawas Utara
Pengembangan Wilayah Padang Lawas Utara
Universitas Sumatera Utara
pengembangan wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara. Meningkatkan Daya Saing Daerah Melalui Membangun Regional Brand
1.Pemetaan potensi ancaman dan peluang (TO) daerah melalui studi dokumen (literatur ilmiah), dan 2.Wawancara Ekspektasi & Persepsi masyarakat menggunakan Kuesioner
1. Pemetaan Potensi Kekuatan dan Kelemahan (WS) dari RPJM daerah Padang Lawas Utara 2009 – 2014, 2. Analisa kondisi perekonomian daerah melalui data PDRB menggunakan analisa LQ, Shift Share, Klassen
Merumuskan EFAS dan melakukan Analisa SWOT
Merumuskan IFAS dan melakukan Analisa SWOT
Melaksanakan Focus Group Discuccion (FGD) untuk : (1) Melakukan analisa SWOT daerah (2) Membangun brand daerah berdasarkan analisa SWOT (3) Membuat perencanaan implementasi brand daerah
Strategi Regional Brand Padang Lawas Utara
Pengembangan Wilayah Padang Lawas Utara
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara