BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Produk/Komoditas Unggulan 2.1.1. Kriteria dan Pengertian Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah suatu komoditas tergolong unggul atau tidak bagi suatu wilayah. Kriteria-kriteria tersebut, adalah (Alkadri, dkk. 2001 dalam Daryanto, 2003) : (1) harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian, (2) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, (3) mampu bersaing dengan produk/komoditas sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam hal harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan, (4) memiliki keterkaitan dengan wilayah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku, (5) memiliki status teknologi yang terus meningkat, (6) mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, (7) dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, (8). tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal, (9) pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan (keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/ disinsentif, dan lainnya, dan (10) pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, keberadaan komoditas unggulan pada suatu daerah akan memudahkan
upaya
pengembangan
agrobisnis.
Hanya
saja,
persepsi
dan
memposisikan kriteria serta instrumen terhadap komoditas unggulan belum sama. Akibatnya, pengembangan komoditas tersebut menjadi salah urus bahkan menjadi kontra produktif terhadap kemajuan komoditas unggulan dimaksud. Berikut adalah pengelompokan komoditas unggulan, sebagai rujukan untuk menempatkan posisi produk agro dari sisi teori keunggulan komoditas, antara lain : a. Komoditas unggulan komparatif : komoditas yang diproduksi melalui dominasi dukungan sumber daya alam, di mana daerah lain tak mampu memproduksi produk sejenis. Atau pula, komoditas hasil olahan yang memiliki dukungan bahan baku yang tersedia pada lokasi usaha tersebut. b. Komoditas unggulan kompetitif : komoditas yang diproduksi dengan cara yang efisien dan efektif. Komoditas tersebut telah memiliki nilai tambah dan daya saing usaha, baik dari aspek kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas dan harga. c. Komoditas unggulan spesifik : komoditas yang dihasilkan dari hasil inovasi dan kompetensi pengusaha. Produk yang dihasilkan memiliki keunggulan karena karakter spesifiknya. d. Komoditas unggulan strategis : komoditas yang unggul karena memiliki peran penting dalam kegiatan sosial dan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai perbandingan, komoditas unggulan akan lebih mudah dan lebih rasional untuk dikembangkan jika memandang komoditas unggulan dari kebutuhan pasar. Dilihat dari sisi positif, jika mengelompokkan komoditas unggulan berdasarkan potensi pasarnya, mengingat ukuran keberhasilan komoditas unggulan dapat diukur dari perannya dalam memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha. Selain itu, memberikan kontribusi dalam pengembangan struktur ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Adapun pengelompokan komoditas tersebut, dapat disusun sebagai berikut : a. Komoditas unggulan pasar ekspor : komoditas yang telah mampu memenuhi persyaratan perdagangan di pasar ekspor. Ini menyangkut aspek keamanan, kesehatan, standard, dan jumlah yang memadai, sehingga komoditas tersebut diminati negara pengimpor. b. Komoditas unggulan pasar tradisional : komoditas yang mampu memenuhi keinginan selera konsumen lokal, baik dari aspek cita rasa, bentuk, ukuran, kualitas harga, dan budaya lokal. c. Komoditas unggulan pasar modern : komoditas yang telah memiliki daya saing tinggi dari aspek harga, kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, serta biasa dibutuhkan oleh berbagai kalangan konsumen secara internasional. d. Komoditas unggulan pasar industri : komoditas yang merupakan bahan baku utama industri manufaktur agro.
Universitas Sumatera Utara
e. Komoditas unggulan pasar antar pulau : komoditas yang dibutuhkan oleh pasar antar pulau karena komoditas tersebut tak mampu diproduksi di pulau tersebut. f. Komoditas unggulan pasar khusus : komoditas yang memang dipesan oleh pasar tertentu lengkap dengan spesifikasinya. (Yuhana, 2008). 2.1.2. Produk Unggulan Daerah Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah, inventarisasi potensi wilayah (daerah) mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan pola pengembangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi potensi ekonomi daerah adalah dengan menginventarisasi produkproduk potensial, andalan dan unggulan daerah tiap-tiap sub sektor serta tingkat Kabupaten. Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumber daya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestik dan/atau menembus pasar ekspor. (Anonim, 2000). Sementara menurut Cahyana Ahmadjayadi (2001), Produk Unggulan Daerah (PUD) adalah unggulan daerah yang memiliki ciri khas dan keunikan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
dimiliki daerah lain serta berdaya saing handal dan dapat memberikan peluang kesempatan kerja kepada masyarakat lokal. Produk unggulan daerah juga berorientasi ramah lingkungan dan berorientasi pada pasar baik lokal maupun nasional dan regional. Pengembangan produk unggulan dan pemberdayaan sebagai potensi ekonomi daerah pada era otonomi adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah dilaksanakan, hal tersebut disebabkan karena pengembangan PUD terkait erat dengan kemauan politik atau kebijakan dari Pemerintah Daerah. Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dan sangat penting dalam pengembangan dan pemberdayaan produk unggulan daerah sebagai salah satu tonggak dari pada ekonomi daerah. Oleh karena, produk unggulan daerah terkait beberapa stakeholders yang saling berperan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Stakeholders dimaksud adalah pemilik bahan baku dan pengolah/penghasil bahan baku, pengguna atau konsumen, fasilitator atau pemerintah dan lembaga sosial masyarakat. Stakeholders tersebut saling terkait dan menunjang satu sama lain sehingga peranan koordinasi dalam pencapaian tujuan menjadi unsur utama dalam pengembangan PUD. Koordinasi ini menjadi instrumen penting dalam pengembangan produk unggulan daerah. (Cahyana Ahmadjayadi, 2001). Produk unggulan merupakan suatu strategi pembangunan yang tidak mudah didikte oleh daerah/negara lain. Produk unggulan daerah tidaklah harus berupa hasil industri yang berteknologi canggih atau dengan investasi tinggi tetapi produk
Universitas Sumatera Utara
unggulan bisa dengan produk lokal yang disebut dengan One Area Five Products (satu daerah bisa dengan lima produk unggulan) Hal tersebut sesuai dengan surat dari Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah pada tahun 1998 dan 1999. Inti daripada surat tersebut adalah bahwa kabupaten/kota dapat menghasilkan 5 (lima) PUD yang disahkan oleh kepala daerah. (Cahyana Ahmadjayadi, 2001). 2.1.3. Faktor-Faktor Vital pada Produk Unggulan 1. Pendapatan Tujuan pokok perusahaan adalah memperoleh keuntungan atau pendapatan maksimal, disamping ada tujuan-tujuan lain yaitu pertumbuhan sekala usaha dalam jangka panjang, kepentingan sosial dan sebagainya (Sudarsono; 1983). Dengan demikian untuk melihat keberhasilan dari suatu usaha dapat dilihat dengan tercapai tidaknya tujuan dari perusahaan. Demikian pula dengan keberhasilan pengusaha produk unggulan dapat diukur dengan melihat keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut. Pendapatan atau keuntungan ekonomi adalah pendapatan yang diperoleh pengusaha, setelah dikurangi oleh ongkos tersembunyi (Sadono Sukirno, 1982: 38). Pendapatan merupakan hasil yang didapatkan dari kegiatan usaha seseorang sebagai imbalan atas kegiatan yang dilakukan. Pengusaha sebagai pimpinan usaha dapat mengambil keputusan-keputusan untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, di
Universitas Sumatera Utara
samping itu pengusaha dapat memproduksi barang dan jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Kegiatan perusahaan dalam menciptakan keuntungan diperoleh dengan cara mengurangkan bebagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembayaran upah, pembayaran bunga, dan sewa tanah. Hasil penjualan yang dikurangi dengan biayabiaya tersebut diperolehkan keuntungan. Kentungan adalah perbedaan nilai uang dari hasil penjualan yang diperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. 2. Modal Kerja Pada fase Merkantilis, pengertian modal dihubungkan dengan pengertian uang, sebagai realisasi dari pandangan Merkantilis tersebut, maka Adam Smith dan David Hume atau yang dinamakan fase klasik, muncul pengertian modal dipandang dari sudut barang. Jenis modal ditinjau dari segi sumbernya meliputi: (Bambang Riyanto, 1994: 171-181) 1. Modal asing adalah modal yang berasal dari luar, sifatnya sementara sehingga modal tersebut merupakan hutang dimana pada saatnya harus dibayar kembali. 2. Modal sendiri adalah usaha yang berasal dari pemilik dan yang tertanam di dalam usaha tersebut untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Oleh karena itu modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas merupakan dana
Universitas Sumatera Utara
jangka panjang yang tidak tertentu waktunya. Berdasarkan fungsi kerjanya modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu (Bambang Riyanto, 1994: 51). 3. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat dominan dalam kegiatan produksi, karena tenaga kerja itulah yang berperan mengalokasikan dan memanfaatkan faktor-faktor produksi lain guna menghasilkan suatu output yang bermanfaat. Sedangkan pengertian tenaga kerja itu sebagai berikut: 1. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (UU Ketenagakerjaan No. 14 1969). 2. Tenaga kerja (Man Power) adalah sejumlah penduduk yang dapat menghasilkan barang atau jasa, jika ada permintaan tenaga kerja mereka akan berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga kerja sering pula disebut penduduk usia kerja dalam arti sudah bekerja, sedang mencari kerja dan sedang melakukan kegiatan lain yang belum tercakup mencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut berpartisipasi dalam bekerja (Sutomo, 1990:3). 3. Tenaga kerja berdasarkan definisi PBB dalah penduduk usia 15-64 tahun. Sementara penduduk Indonesia usia 10 tahun telah ada yang mulai bekerja
Universitas Sumatera Utara
atau membantu mendapatkan penghasilan, dan penduduk umur tua (65 keatas) juga ada yang masih bekerja, oleh karena itu definisi tenaga kerja yang tampak lebih sesuai untuk Indonesia adalah penduduk kelompok usia 10 tahun ke atas. Dalam definisi tenaga kerja Indonesia tercakup penduduk kelompok umur 10-14 tahun dan kelompok umur 65 tahun keatas (Aris Ananta dkk, 1998: 21). Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan harus diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan cuma dilihat dari segi jumlah tenaga kerjanya tetapi juga dari segi kualitas dan macam tenaga kerja yang memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengn kebutuhan sampai pada tingkat tertentu, sehingga jumlahnya optimal (Soekartawi, 1994: 7). Tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah tenaga kerja yang di gunakan (Sukirno, 1994 : 195). Apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus-menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan mengalami pertambahan, tetapi setelah mencapai tingkat produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai titik negatif dan ini berakibat pertambahan produksi semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun (Sukirno, 1994 : 195). Dengan perbedaan tingkat produksi maka akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pengusaha.
Universitas Sumatera Utara
4. Bahan Baku Bahan baku atau bahan mentah merupakan faktor produksi yang dibutuhkan dalam proses produksi (Gunawan Adi Saputro dan Mawan asri, 1989: 225). Menurut prinsip akuntansi, semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap olah, merupakan harga pokok bahan baku atau nilai bahan baku. Harga pokok bahan baku meliputi harga beli yang tercantum dalam faktur penjualan, biaya angkutan, biaya-biaya pembelian, dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah (Mulyadi, 1990: 163) Namun pada kenyataanya harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok. Hal ini dilakukan karena pembagian biaya pada masing-masing jenis bahan baku dalam faktur seringkali memerlukan biaya akuntansi yang lebih besar bila dibanding dengan manfaat ketelitian perhitungan harga pokok yang diperoleh (Mulyadi, 1990: 133). Dalam teori, yang perlu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan dalam produksi adalah banyaknya output yang harus di produksi, serta bagaimana kombinasi-kombinasi yang diperlukan (Budiono, 1982: 62)
Universitas Sumatera Utara
2.2. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 2.2.1. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah Usaha kecil menengah (UKM) merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis di Indonesia yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan struktur perekonomian nasional. Oleh karena itu berbagai upaya pemberdayaan perlu terus dilakukan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Usaha kecil menengah (UKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, atau nilai kekayaan (asset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (asset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan defenisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu. (Sukirno, 2004:365) Dalam konsep Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan UKM yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria: 1. Aset Rp Rp 50 milyar,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau 2. Omzet Rp 250 milyar. Adapun yang menjadi karakteristik UKM menurut Mintzberg, Musselman dan Hughes, ciri-ciri umum usaha kecil adalah (Situmorang dkk., 2003: 15): a. Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis
Universitas Sumatera Utara
b. Struktur organisasinya bersifat sederhana c. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar d. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan e. Sistem akuntansi kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki f. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya g. Kemampuan dasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas h. Margin keuntungan sangat tipis i. Keterbatasan modal sehingga tidak mampu mempekerjakan manajer-manajer profesional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi. Sedangkan ciri-ciri usaha kecil di Indonesia menurut Sutojo (Bararualo, 2001:7): a. Lebih dari setengah usaha kecil didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan b. Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha c. Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank d. Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional
Universitas Sumatera Utara
e. Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang kurang dari 60% f. Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial g. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada konsumen h. Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar Di dalam melaksanakan kegiatan usahanya, UKM menghadapi tantangan yang bersifat global dalam bentuk blok-blok perdagangan global serta perdagangan investasi lainnya. Selain tantangan tersebut, UKM juga menghadapi kendala seperti kualitas sumber daya manusia yang rendah; tingkat produktivitas dan kualitas produk dan jasa rendah; kurangnya teknologi dan informasi; faktor produksi, sarana dan prasarana belum memadai; aspek pendanaan dan pelayanan jasa pembiayaan; iklim usaha belum mendukung (seperti: Peraturan Perundangan Persaingan Sehat); dan koordinasi pembinaan belum berjalan baik. Namun demikian ada peluang yang dapat dimanfaatkan oleh UKM dalam kegiatan usahanya, seperti: adanya komitmen pemerintah; pembangunan yang makin berkeadilan dan transparan; ketersediaan SDM yang berkualitas (Eks PHK); sumberdaya alam yang beraneka ragam; terpuruknya usaha-usaha yang dikelola pengusaha besar; apresiasi dolar Amerika Serikat yang sangat tinggi. Berdasarkan peluang, kendala dan tantangan yang dihadapi UKM maka kita dapat menggunakan beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan UKM tersebut. Adapun yang menjadi indikator didalam melihat serta meningkatkan pertumbuhan UKM antara lain: (Anoraga, 2002: 250-272) 1. Legalitas Usaha (Perizinan) Legalitas (izin) untuk suatu usaha sangat penting mengingat dengan adanya legalitas usaha (izin usaha) tersebut para pengusaha baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil menegah dapat memudahkan mereka melakukan berbagai kegiatan seperti dalam melakukan akses permodalan, serta di dalam memasarkan produk. Dengan adanya legalitas usaha (izin) tersebut maka mereka dapat dengan mudah memperoleh kepercayaan dari pihak lain. Sehingga hal ini dapat memperlancar serta meningkatkan atau mengembangkan usahanya. 2. Permodalan Permodalan merupakan hal terpenting didalam mendirikan usaha. Masalah permodalan akan selalu dialami perusahaan, tidah hanya ketika perusahaan mulai berdiri tetapi juga ketika perusahaan tersebut ingin mengembangkan operasinya. Seringkali terjadi kesalahan terhadap pemahaman konsep di antara para pengusaha berkaitan dengan modal untuk ekspansi. Mereka akan menghendaki modal ekspansi ketika perusahaan mencapai tingkat laba dan produksi tertentu yang menghendaki tambahan tenaga kerja, peralatan atau fasilitas. Ketika mereka baru menyadari hal tersebut maka sebelum modal ekspansi diperoleh kesempatan sudah tidak ada lagi.
Universitas Sumatera Utara
Pengusaha UKM perlu membuat rencana strategik termasuk di dalamnya rencana bisnis dan pemasaran yang akan menggambarkan proyeksi pertumbuhan, kebutuhan kas dan kebutuhan investasi kapital. Ketika menentukan sumber permodalan, seorang pengusaha perlu menganalisis keuangan mereka untuk menentukan kemampuan meminjam dari luar. Dengan demikian UKM dapat menentukan kemampuannya baik sekarang maupun di masa yang akan datang. 3. Produksi Didalam melaksanakan kegiatan usahanya UKM memproduksi barang (produk) yang akan dipasarkan. Produk tersebut umumnya produk yang diminati masyarakat dan memerlukan biaya produksi yang rendah. Untuk dapat meningkatkan pertumbuhannya maka UKM harus menekan biaya produksi seminimal mungkin untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal. Untuk meningkatkan kualitas maka para pengusaha UKM juga harus memperhatikan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan baik dari segi bahan baku yang akan diperlukan apakah dapat diadakan tepat pada waktunya, waktu akan diproduksinya barang tersebut, kapan atau peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi, jumlah persediaan yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat (tidak memproduksi barang secara berlebihan). Selain itu UKM juga harus memperhatikan potensi dari tenaga kerja dan peralatan (teknologi) yang dipergunakan untuk memproduksi suatu barang sehingga dapat memuaskan konsumen (masyarakat).
Universitas Sumatera Utara
4. Pemasaran Pemasaran oleh banyak pengusaha kecil dan menengah dianggap sebagai aspek yang paling penting. Pendapat yang sering muncul adalah bahwa “kemampuan menghasilkan produk tetapi tidak disertai kemampuan memasarkan produk adalah kehancuran”. Oleh karena itu permasalahan di bidang pemasaran pada usaha kecil dan menengah sering ditempatkan sebagai masalah utama diantara masalah-masalah lainnya. Jadi, setiap perusahaan perlu memperdalam bidang pemasaran karena: a. Semakin banyak pesaing untuk produk-produk yang sejenis. b. Semakin berkembangnya teknologi yang digunakan oleh perusahaan untuk memproduksi barang. c. Semakin banyak barang-barang pengganti dengan manfaat yang sama. d. Semakin beraneka ragam desain, bentuk, warna dan corak dari barang yang mempunyai manfaat yang sama. e. Pergeseran perilaku konsumen yang begitu cepat mengakibatkan pergeseran dalam hal selera, maupun keinginan konsumen. Oleh karena itu, perlu mencari informasi yang paling akurat berkaitan dengan produk yang dibuat, baik mengenai pesaing, selera konsumen, teknologi yang terbaru untuk memproduksi dan masih banyak hal lain yang nantinya dapat dikembangkan di perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
5. Sumberdaya Manusia SDM merupakan salah satu unsur atau bagian yang dapat mempengaruhi kegiatan usaha baik yang berskala kecil maupun menengah. Permasalahan UKM yang menyangkut SDM terkait dengan struktur organisasi dan pembagian kerja, masalah tenaga kerja, dan kemampuan manajerial pengusaha. Pada umumnya struktur organisasi dan pembagian kerja/ deskripsi pekerjaan yang dimiliki UKM kurang atau tidak jelas bahkan yang mengarah pada one man show. Hal ini pada tingkat tertentu dapat mengganggu kelancaran usaha, menurunkan omzet, serta mengakibatkan lepasnya kesempatan untuk meraih peluang-peluang pasar. Karena bagaimanapun, kemampuan seorang pengusaha secara individu sangatlah terbatas, baik energi, waktu maupun pikiran. Sulit mencari dan mempertahankan tenaga kerja atau pegawai yang memenuhi loyalitas, disiplin, kejujuran dan tanggung jawab yang cukup tinggi. Hal ini merupakan implikasi dari sistem insentif pada UKM yang relatif kurang mampu bersaing, sehingga UKM tidak mempunyai kekuatan untuk mempertahankan pekerja, terutama pekerja yang berprestasi. 6. Teknologi Seiring dengan perkembangan zaman teknologi yang ada sangat berperan di dalam menggerakan roda perekonomian di suatu negara. Pemanfaatan teknologi yang baik dan tepat guna dapat mempermudah seseorang didalam melaksanakan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
(usahanya). Teknologi yang ada saat ini seharusnya dapat digunakan atau dimanfaatkan pula oleh UKM guna meningkatkan produktivitas usahanya. Teknologi yang ada saat ini sangat beraneka ragam seperti teknologi industri dan teknologi informasi. Penggunaan dan pemanfaatan teknologi produksi oleh UKM dapat kita lihat dari jenis peralatan atau alat-alat yang mereka pergunakan di dalam mengolah atau membuat produk (barang). Semakin baik alat-alat yang digunakan untuk memproduksi barang maka kegiatan produksi akan lebih efektif dan efisien sehingga para pengusaha dapat memenuhi permintaan dari konsumen atau masyarakat yang membutuhkan produk tersebut. Lain halnya dengan teknologi informasi, pada dasarnya teknologi ini memungkinkan dan mempermudah pengusaha agar dapat berhubungan dengan cepat, mudah dan terjangkau. Teknologi ini juga mendorong pemaknaan ulang perdagangan dan investasi, baik untuk usaha dalam skala yang besar, usaha kecil maupun usaha menengah. Selain itu, teknologi ini juga dapat membantu mereka di dalam memasarkan produk. Dengan demikian segala kegiatan baik produksi maupun distribusi akan menjadi lebih mudah. 2.2.2 Jenis-Jenis UKM Secara umum UKM bergerak dalam 2 (dua) bidang, yaitu bidang perindustrian dan bidang perdagangan barang dan jasa. Menurut Keppres No. 127 Tahun 2001, adapun bidang/ jenis usaha yang terbuka bagi usaha kecil dan menengah di bidang industri dan perdagangan adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional. b. Industri penyempurnaan benang dari serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotif/ celup, ikat dengan menggunakan alat yang digunakan oleh tangan. c. Industri tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan, dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah, dsb. d. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan: 1. Bahan bangunan atau rumah tangga, bambu, nipah, sirap, arang, sabut. 2. Bahan industri: getah-getahan, kulit kayu, sutra alam, gambir. e. Industri perkakas tangan yang diperoses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan. f. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop. g. Industri barang dari tanah liat baik yang diglasir maupun yang tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga. h. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal dibawah 30 GT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis.
Universitas Sumatera Utara
i. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi. j. Perdangangan dengan skala kecil dan informasi. 2.2.3. Landasan Hukum UKM Adapun yang menjadi landasan hukum UKM adalah sebagai berikut: a. Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU No. 1 Tahun 1985. b. Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995. c. Bentuk Badan Hukum Usaha Industri dan perdagangan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1985 tentang Perseroan Terbatas. d. Perizinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri. e. Tata cara perizinan usaha perdagangan (SIUP) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan (SIUP).
2.3. Industri Kecil Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yang menyebutkan bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
Universitas Sumatera Utara
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancangan dan perekayasaan industri. Pengertian industri juga meliputi semua perusahaan yang mempunyai kegiatan tertentu dalam mengubah secara mekanik atau secara kimia bahan-bahan organis sehingga menjadi hasil baru. Dari pengertian di atas maka industri mencakup segala kegiatan produksi yang memproses pembuatan bahan-bahan mentah menjadi bahan-bahan setengah jadi maupun barang jadi atau kegiatan yang bisa mengubah keadaan barang dari suatu tingkat tertentu ke tingkat yang lain, kearah peningkatan nilai atau daya guna yang berguna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Industri sebagai suatu sistem terdiri dari unsur fisik dan unsur perilaku manusia. Unsur fisik yang mendukung proses industri adalah komponen tempat meliputi pula kondisinya, peralatan, bahan mentah/bahan baku, dan beberapa hal yang memerlukan sumber energi. Sedangkan unsur perilaku manusia meliputi komponen tenaga kerja, ketrampilan, tradisi, transportasi, dan komunikasi, serta kpeadaan pasar dan politik (Dumairy, 1998). Menurut Azhary (1986) industri di Indonesia digolongkan dalam empat kriteria yaitu: 1. Industri besar menggunakan tenaga kerja mencapai 100 orang atau lebih. 2. Industri sedang menggunakan tenaga kerja mencapai 20-99 orang. 3. Industri kecil menggunakan tenaga kerja 5-19 orang.
Universitas Sumatera Utara
4. Industri rumah tangga menggunakan tenaga kerja mencapai 1-4 orang. Menurut Deperindag industri juga dapat dibedakan berdasarkan tingkat investasinya, yaitu: 1. Industri besar dengan tingkat investasi lebih dari Rp. 1 milyar. 2. Industri sedang dengan tingkat investasi Rp. 200 juta – 1 milyar. 3. Industri kecil dengan tingkat investasi Rp. 5 juta – 200 juta. 4. Industri kerajinan rumah tangga dengan tingkat investasi kurang dari Rp. 5 juta. Perusahaan industri kecil merupakan kesatuan produksi yang terkecil di suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah barang secara mekanis atau kimia sehingga menjadi barang atau produk baru yang sifatnya lebih dekat dengan konsumen. Karakteristik industri kecil menurut Tambunan (1999) antara lain: 1. Proses produksi lebih mechanized, dan kegiatannya dilakukan di tempat khusus (pabrik) yang biasanya berlokasi di samping rumah si pengusaha atau pemilik usaha. 2. Sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di industri kecil adalah pekerja bayaran (wage labour). 3. Produk yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang cukup sophisticated.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan eksistensinya dinamisnya industri kecil (dan kerajinan rumah tangga) di Indonesia dapat dibagi dalam tiga (3) kelompok kategori, yaitu: 1. Industri lokal, yaitu kelompok industri yang menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas, serta relatif tersebar dari segi lokasi. 2. Industri sentra, yaitu kelompok jenis industri yang dari segi satuan usaha mempunyai skala kecil, tetapi membentuk suatu pengelompokan atau kawasan produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis. 3. Industri mandiri, adalah kelompok jenis industri yang masih mempunyai sifatsifat industri kecil, namun telah berkemampuan mengadakan teknologi produksi yang cukup canggih (Saleh, 1986 dalam Subekti, 2007). Klasifikasi industri kecil menurut Departemen Perindustrian (dalam Subekti, 2007) antara lain: 1. Industri Kecil Modern Menurut definisi Departemen Perindustrian, industri kecil modern meliputi industri kecil yang: a. Menggunakan teknologi yang proses madya (intermediate process technologies). b. Mempunyai skala produksi yang terbatas.
Universitas Sumatera Utara
c. Tergantung pada dukungan Litbang dan usaha-usaha kerekayasaan (industri besar). d. Dilibatkan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor. e. Menggunakan mesin khusus dan alat perlengkapan modal lainnya. 2. Industri Kecil Tradisional Ciri-cirinya antara lain: a. Teknologi proses yang digunakan secara sederhana. b. Teknologi pada bantuan Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang disediakan oleh Departemen Perindustrian sebagai bagian dari program bantuan teknisnya kepada industri kecil. c. Mesin yang digunakan dan alat perlengkapan modal lainnya relative sederhana. d. Lokasinya di daerah pedesaan. e. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan yang berdekatan terbatas.
3. Industri Kerajinan Kecil Industri kerajinan kecil meliputi industri kecil yang sangat beragam mulai dari industri kecil yang menggunakan teknologi proses yang sederhana, sampai industri
Universitas Sumatera Utara
kecil yang menggunakan teknologi proses madya atau malahan teknologi proses yang maju. Selain potensinya untuk menyediakan lapangan kerja dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan bagi kelompok- kelompok yang berpendapatan rendah, terutama di daerah pedesaan, industry kerajinan kecil juga didorong atas landasan budaya yakni mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian warisan budaya Indonesia. Menurut Saleh (1986) dalam Subekti (2007) alasan-alasan yang mendukung pentingnya pengembangan industri kecil adalah: 1. Fleksibel dan adaptabilitasnya yang ditopang oleh kemudahan relatif dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. 2. Relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integrasi kegiatan pada sektor-sektor ekonomi lainnya. 3. Potensinya terhadap penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi pengangguran. 4. Berperan sebagai basis bagi suatu kemandirian pembangunan ekonomi, karena pada dasarnya diusahakan oleh pengusaha dalam negeri serta proses produksinya dengan dengan kandungan impor (impor content). Menurut Wening (1998) dalam Subekti (2007), bahwa usaha kecil mempunyai potensi untuk dikembangkan, yaitu: 1. Memiliki potensi penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.
Universitas Sumatera Utara
2. Kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal serta menghasilkan barang serta jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau. 3. Suasana kekeluargaan lebih mudah diciptakan. 4. Memiliki kelebihan dibanding dengan usaha besar, yaitu lebih leluasa bergerak, lebih fleksibel dan cepat mengantisipasi perubahan yang terjadi. 2.4. Ekonomi Daerah
2.4.1. Pertumbuhan Ekonomi. Pengertian pertumbuhan ekonomi sudah banyak dirumuskan dengan sudut pandang yang berbeda oleh para ekonom. Boediono (1999:1) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan di sini adalah pada proses karena mengandung unsur perubahan dan indikator pertumbuhan ekonomi dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama. Teori pertumbuhan secara umum terbagi dalam dua kelompok pendekatan yaitu pendekatan klasik yang dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo dan Arthur Lewis dan modern yang dianut oleh Keynes (Harrod-Domar), Neo Klasik (SolowSwan). Menurut teori pertumbuhan Adam Smith dalam Boediono (1999:7), proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang menyangkut dua aspek utama yaitu pertumbuhan output total yang berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan stok modal. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut di atas, maka setiap daerah dituntut dapat berperan aktif dalam mengelola dan mengembangkan sektor publik dalam
Universitas Sumatera Utara
upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan kemandirian serta mampu bersaing dengan daerah lainnya Dalam upaya pembangunan daerah akan dimanfaatkan aspek-aspek yang secara ekonomi berpotensi untuk dikembangkan. Secara harafiah, potensi ekonomi dalam kerangka pembangunan daerah dapat diartikan sebagai kesanggupan, kekuatan, dan kemampuan di bidang ekonomi yang dimiliki oleh suatu daerah untuk membangun daerah tersebut. Proses pembangunan tidak terjadi begitu saja, tetapi harus diciptakan melalui intervensi pemerintah, melalui kebijakan-kebijakan yang mendorong terciptanya proses pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan ada tiga pertanyaan dasar yang perlu dijawab, pertama, pembangunan perlu diletakkan pada arah perubahan struktur. Kedua, pembangunan perlu diletakkan pada arah pemberdayaan masyarakat dan memberikan ruang dan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat banyak untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan. Dan ketiga, pembangunan perlu diletakkan pada arah koordinasi lintas sektor mencakup program pembangunan antarsektor, pembangunan antardaerah, dan pembangunan khusus (Sumodiningrat, 2001 13-14). Selanjutnya Blakely, (1994: 70-73) menyatakan peranan pemerintah dalam pembangunan daerah adalah : (a) entrepreneur, yaitu pemerintah daerah bertanggungjawab untuk merangsang jalannya suatu usaha bisnis, (b) koordinator, yaitu pemerintah daerah sebagai koordinator dalam penetapan suatu kebijakan atau
Universitas Sumatera Utara
strategi-strategi bagi pembangunan daerah, (c) fasilitator, yaitu pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudional di daerahnya, (d) stimulator, yaitu pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan
pengembangan
mempengaruhi
usaha
investor
melalui
baru
agar
tindakan-tindakan masuk
dan
khusus
yang
akan
mempertahankan
serta
menumbuhkembangkan investor yang telah ada di daerahnya. Kebijakan pembangunan daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dapat berjalan ditandai dengan adanya perkembangan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi.
Suatu
perekonomian daerah dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan apabila, tingkat kegiatan ekonomi suatu masyarakat tersebut lebih tinggi dari kegiatan ekonomi yang dicapainya pada masa sebelumnya. Secara lebih mendalam Sukirno (1985:19) mengatakan bahwa perkembangan ekonomi baru dapat tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya, sedangkan Djojohadikusumo (1994:55) memberikan batasan tentang pertumbuhan ekonomi yang ditandai tiga ciri pokok yaitu adanya laju pertumbuhan pendapatan per kapita dalam arti nyata (riel), persebaran (distribusi) angkatan kerja menurut sektor kegiatan produksi yang menjadi sumber nafkahnya serta persebaran penduduk dalam masyarakat. Todaro (1997:112) lebih lanjut mengatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktur dan sektoral yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan aktivitas pertanian ke arah sektor non pertanian dari sektor industri ke sektor jasa, sedangkan Kuznets mendefinisikan bahwa dalam proses pembangunan terjadinya perubahan struktur ekonomi yaitu ditandai dengan adanya perubahan persentase sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi (lihat Sukirno 1985:77). Secara umum transformasi struktural ditandai oleh peralihan dan pergeseran kegiatan perekonomian dari sektor poduksi primer (pertanian) menuju sektor peroduksi sekunder (industri manufaktur, konstruksi) dan sektor tersier. Untuk mengetahui perekonomian suatu daerah dalam periode tertentu, salah satu indikatornya ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah Pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang
memiliki sumber daya yang
dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada hakekatnya setiap potensi diduga memiliki peluang untuk di kembangkan secara riil menjadi berbagai manfaat melalui kegiatan yang secara ekonomis dapat menghasilkan produk dalam bentuk barang dan jasa, guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemanfaatan potensi sumber daya tersebut dapat menciptakan berbagai peluang usaha baru yang kemudian dapat meningkatkan laju perekonomian yang berkelanjutan yang pada gilirannya akan menimbulkan dampak yang lebih luas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ekonomi suatu masyarakat menurut Arsyad (1999:244) adalah sebagai berikut . 1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources). 2. Pertumbuhan penduduk. 3. Kemajuan teknologi. Perkembangan atau pertumbuhan dari masing-masing sektor perekonomian ini ditentukan oleh berbagai sebab seperti ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia. Mengacu pada pendapat Kuznets (lihat Widodo, 1990 : 41) transformasi struktural merupakan rangkaian perubahan dalam komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan penggunaan faktor produksi untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
2.4.2. Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan
ekonomi
daerah
merupakan
proses
yang
mencakup
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, teknologi dan pembangunan usaha-usaha baru. Dalam teori pembangunan ekonomi daerah terdapat paradigma baru (Arsyad, 1999 : 302) sebagai dalam tabel berikut: Tabel 4. Paradigma Baru Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Universitas Sumatera Utara
Komponen
Konsep Lama
Konsep Baru
Kesempatan Kerja
Semakin banyak perusahaan
Perusahaan dalam mengembangkan usahanya harus menyesuaikan dengan kondisi penduduk daerah.
Basis Pembangunan
Semakin banyak peluang kerja.
Industri
Aset-aset Lokasi
Pengembangansektor ekonomi.
Pengembangan lembagalembaga Ekonomi baru.
Sumberdaya
Keunggulan komparatif didasarkan pada aset fisik.
Keunggulan kompetitif didasarkan pada kualitas lingkungan.
Pengetahuan
Ketersediaan Angkatan Kerja.
Pengetahuan sebagai pembangkit ekonomi.
Sumber : Arsyad (1999:302)
Strategi (program) pengembangan untuk kedua kondisi tersebut haruslah berbeda (spesifik). Bahkan strategi pengembangan untuk pengusaha yang sudah ada pun tidak dapat dilakukan dengan “penyeragaman”.
Apa yang disebutkan oleh
Haeruman di atas adalah kondisi yang digeneralisasi. Tiap jenis usaha, bahkan tiap pengusaha pada jenis yang sama akan mempunyai permasalahan yang berbeda. Diperlukan suatu studi yang matang dan mendalam (diagnosis) untuk mengetahui apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi oleh UKM yang akan dibina. Tanpa studi dan perencanaan yang matang, maka usaha program pengembangan (meski dengan niat yang baik) akan menemui
banyak kendala,
misalnya : (1) salah sasaran, (2) sia-sia (mubazir), dan (3) banyak manipulasi dalam
Universitas Sumatera Utara
implementasinya. Kasus munculnya koperasi (dan UKM di dalamnya) “dadakan” ketika diluncurkan kebijakan kredit tanpa bunga (kredit dengan bunga yang rendah), dapat dijadikan salah satu contoh kegagalan usaha pengembangan UKM yang dilakukan pemerintah. 2.4.3. Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu konsep pembangunan ekonomi daerah yang didasarkan pada pendayagunaan sumber daya lokal yang ada pada suatu masyarakat, baik sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya kelembagaan (SDL). Pendayagunaan sumber daya tersebut dilakukan oleh masyarakat itu sendiri bersama pemerintah lokal maupun kelompokkelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada. Keutamaan pada pengembangan ekonomi yang berorientasi atau berbasis lokal ini penekanannya pada proses peningkatan peran dan inisiatif masyarakat local dalam
pengembangan
aktifitas
ekonomi
serta
peningkatan
produktivitas.
Pengembangan ekonomi lokal menitikberatkan pada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dirancang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap komunitas atau wilayah. Kesesuaian ini membuat efektif dan berhasil dalam menjawab permasalahan kesejahteraan rakyat, dibanding dengan solusi - solusi yang bersifat global. Setiap upaya pengembangan ekonomi lokal
Universitas Sumatera Utara
mempunyai tujuan utama, yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Kebutuhan perubahan orientasi ini tidaklah berlebihan kalau mengamati bahwa di dalam era otonomi daerah ini banyak Pemerintah Kota/ Kabupaten yang tidak punya pegangan dalam mengelola ekonomi daerahnya. Otonomi daerah disambut dengan eksploitasi sumber daya alam, menjual aset daerah, memberlakukan berbagai pajak dan retribusi yang seringkali tidak rasional, yang justru menyebabkan investor enggan masuk. Tanpa ada visi tentang bagaimana mengelola kota/kabupaten sebagai unit ekonomi yang sustainable. Pengembangan ekonomi lokal bukan hanya retorika baru tetapi mewakili suatu perubahan fondamental pada aktor dan kegiatan yang terkait dengan pengembangan ekonomi, sebagaimana definisinya: “LED is the process by which actors within cities/districts (public, business and civil society partners) work collectively to enhance the quality of life by creating better conditions for economic growth, employment generation and assist local government to provide better services to its residents.” (LGSP-USAID) PEL pada hakekatnya merupakan proses kemitraan antara pemerintah daerah dengan para stakeholders termasuk sektor swasta dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia maupun kelembagaan secara lebih baik melalui pola kemitraan dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi daerah
Universitas Sumatera Utara
dan menciptakan pekerjaan baru. Ciri utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik beratnya pada kebijakan “endogenous development" mendayagunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. (Blakely, 1989). Apapun bentuk kebijakan yang diambil, PEL mempunyai satu tujuan, yaitu: meningkatkan jumlah dan variasi peluang kerja tersedia untuk penduduk setempat. Dalam mencapai itu, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat dituntut untuk mengambil inisiatif dan bukan hanya berperan pasif saja. Setiap kebijakan dan keputusan publik dan sektor usaha, serta keputusan dan tindakan masyarakat, harus pro-PEL, atau sinkron dan mendukung kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain kegiatan pengembangan ekonomi lokal, sebagaimana kegiatan publik lain, sifatnya tidak berdiri sendiri atau saling terkait dengan aspek publik lainnya.
2.4.4. Percepatan Pertumbuhan UKM dalam Daerah Sadar atau tidak sadar, dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan daerah. Masalah daerah memerlukan solusi kedaerahan. Wewenang yang selama ini dipegang pemerintah pusat harus diberikan kepada pemerintah daerah untuk menangani masalah di daerahnya. Dalam kaitan ini, strategi pembangunan daerah haruslah dilakukan dengan proses kolabo-ratif berbagai unsur terkait dengan masyarakat di daerah. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan harus menggunakan sumberdaya lokal yang efisien termasuk sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya. Lintas pelaku di masyarakat harus bekerja bersama untuk meningkatkan nilai sumberdaya setempat. Untuk itu, perlu diperhatikan bahwa peran UKM strategis untuk penciptaan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UKM tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UKM, pemerintahan setempat dan entitas masyarakat setempat. Adapun unsur lingkungan bisnis kondusif yang perlu menjadi perhatian, meliputi ketersediaan modal, infrastruktur dan fasilitasnya, ketersediaan tenaga terampil, layanan pendidikan dan pelatihan, jaringan pengetahuan, ketersediaan layanan bisnis, lembaga lingkungan pendukung pembangunan daerah, dan kualitas pengelola sektor publik.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai persyaratan agar strategi pembangunan daerah bekerja dengan baik, maka harus ada evaluasi terhadap kekuatan dan kelemahan masyarakat, identifikasi kesempatan bagi UKM, pengurangan hambatan bisnis, dan pemberian kesempatan lintas pelaku setempat untuk berpartisipasi dalam proses. Dalam pembangunan daerah ini, strategi dan pendekatan yang bisa dilakukan, antara lain : investasi di bidang infrastruktur, penyediaan insentif bagi investasi bisnis, mendorong pengembangan bisnis baru, pengembangan klaster, pengembangan kemitraan, pengembangan kesempatan kerja, penyediaan layanan pelatihan dan konsultasi, pengembangan lembaga keuangan mikro, penguatan proteksi lingkungan, pengembangan tanggungjawab sosial perusahaan, perlindungan terhadap warisan budaya, dan pendirian lembaga pembangunan daerah. Untuk
meningkatkan
pertumbuhan
UKM,
pemda
harus
selalu
mengintegrasikan semua lintas pelaku, termasuk berbagai unsur dalam pemerintah daerah, bisnis, organisasi nirlaba dan penduduk lainnya. Lintas pelaku harus bekerja bersama untuk membuat kerangka kerja formal dan informal atau lembaga untuk mendorong interaksi dan mengatur hubungan antarlembaga. Fleksibilitas harus menjadi kunci dari kerangka kerja dan lembaga yang harus menyalurkan perhatian dan kepentingan yang relevan dalam proses dan mobilisasi sumber daya masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Percepatan pembangunan pemerintahan daerah mungkin memerlukan pendirian suatu organisasi pengembangan khusus, yang bertanggungjawab dalam pengoordinasian seluruh lintas pelaku dan berfungsi sebagai juru bicara rencana aksi atau platform yang ingin dituju. Organisasi ini harus membentuk jejaring untuk pembangunan daerah untuk peningkatan efisiensi pengalokasian sumber daya serta berbagi pengetahuan dan informasi. Operasionalisasi dan pembiayaan organisasi ini harus didukung oleh lintas pelaku daerah. Salah satu misi utama dari entitas pemda adalah menggambarkan dan mengimplementasikan seluruh strategi pembangunan. Proses ini harus dimulai dengan penetapan tujuan yang jelas dan memahami kondisi lokal setempat. Entitas harus juga mempertimbangkan keberlanjutan pada semua tahapan perencanaan dan implementasi untuk menjamin suatu lingkungan yang sehat dan suatu kualitas hidup yang baik. Strategi yang diterapkan haruslah dikembangkan dengan pembagian tenaga kerja antar pelaku sesuai dengan kekuatan dan sumberdaya mereka. Sejalan dengan tren desentralisasi, peran pemda menjadi semakin penting dalam pembangunan. Otoritas pemda harus menyediakan petunjuk dan bantuan untuk efektivitas dan efisiensi implementasi pengembangan strategi. Simplifikasi dan deregulasi prosedur birokrasi harus dilakukan untuk mengurangi biaya bisnis. Pemda harus menjembatani antara masyarakat dan otoritas pemerintahan yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
1. Promosi Inovasi Seorang wirausaha secara umum mampu memanfaatkan kesempatan untuk pengembangan kapasitas ekonomi dan pengalokasian sumber daya secara efektif. Sejalan dengan tren baru dalam pembangunan ekonomi, wirausaha juga harus mampu menghadapi kompetisi dan berinovasi, menghasilkan pertumbuhan ekonomi, pembaharuan teknologi, penciptaan lapangan kerja dan perbaikan kesejahteraan masyarakat setempat. Sumberdaya lokal harus dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan bisnis
dengan
memfasilitasi
pengusaha
untuk
mengakses
informasi,
ilmu
pengetahuan, teknologi, modal, dan sumberdaya manusia yang dibutuhkan bagi keberhasilan bisnisnya. Lebih penting lagi, otoritas daerah harus mampu melakukan upaya penyederhanaan proses administratif bagi usaha pemula (new business startup). Sistem inovasi lokal merupakan mekanisme fundamental untuk penguatan kapasitas inovasi di tingkat lokal. Adapun aktor utama dalam sistem ini meliputi pemerintah setempat, industri, lembaga riset dan perguruan tinggi. Untuk penguatan operasi sistem inovasi lokal, pemda perlu mengembangkan kolaborasi antara industri dan perguruan tinggi dengan menyediakan insentif untuk pengembangan usaha patungan antara pengusaha daerah dan perguruan tinggi. Pengembangan inkubator akan meningkatkan diseminasi ilmu pengetahuan dalam sistem inovasi.
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan klaster akan mampu merangsang penumbuhan bisnis baru dan menarik perusahaan dari luar daerah, sehingga meningkatkan output industri dan menciptakan kesempatan kerja baru. Melalui interaksi dan berbagi sumber daya dalam jejaring, inovasi dan perbaikan teknologi dapat ditingkatkan. Dalam kaitan ini pemda perlu menumbuhkan iklim usaha yang kondusif sesuai dengan kondisi lokal untuk pengembangan industri klaster. 2. Pengembangan SDM. Kebijakan tenaga kerja terkait erat dengan strategi pengembangan ekonomi dan kebijakan stabilisasi sosial. Dan, keberhasilan pada satu sisi suatu kebijakan tergantung pada keberhasilan yang lain. Unsur-unsur interaksi mempengaruhi keberhasilan kebijakan tenaga kerja meliputi seberapa baik kebijakan itu sejalan dengan seluruh strategi pengembangan ekonomi, yang juga haru membangun jejaring dengan layanan organisasi ekonomi dan sosial lain, dan bagaimana kondisi sosial dan ekonomi mempengaruhi fleksibilitas implementasinya. UKM dan bisnis pemula menjadi pengelola penciptaan tenaga kerja di tingkat lokal. Penumbuhan UKM dan bisnis pemula mempunyai andil penting dalam penyusunan kebijakan tenaga kerja di berbagai wilayah. Agar kebijakan UKM dan bisnis pemula berjalan baik, otoritas pemda harus melibatkan mereka dalam setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
Pendirian organisasi pelatihan lokal perlu koordinasi antar pebisnis, tenaga ahli, dan perguruan tinggi. Masukan dari pebisnis dapat membantu menjamin kandungan pelatihan dapat merefleksikan keterampilan yang sesuai dengan alam kebutuhan pasar tenaga kerja. Otoritas daerah dapat menawarkan insentif untuk mengembangkan pelatihan keterampilan, dan mendorong partisipasi dalam pelatihan. Dalam era globalisasi, keterampilan yang dibutuhkan pasar berubah cepat. Tenaga kerja harus fleksibel mampu beradaptasi dengan perubahan. Oleh karena itu sangat penting untuk mempercepat kapasitas pekerja untuk mempelajari keterampilan baru, dan alih keterampilan bagi industri yang lain. 3. Dukungan Finansial Sejumlah mekanisme dapat dilakukan sesuai dengan keragaman kondisi yang dihadapi UKM berkaitan dengan akses finansial. Untuk pembiayaan usaha mikro, biasanya memerlukan pengembangan lembaga keuangan mikro dan ketersediaan kredit yang dapat diakses mereka. Lembaga keuangan mikro bisa berbentuk bank atau non bank, termasuk koperasi. Bagi usaha pemula, pengembangan jejaring lokal usaha malaikat (business angels) dapat mengatasi sebagian masalah mereka. Lembaga jaminan kredit termasuk di tingkat lokal juga memadai untuk pasar lokal yang lebih kecil. Adapun tujuan pengembangan lembaga jaminan kredit untuk menjamin keamanan pembiayaan UKM, membantu UKM mengatasi keterbatasan agunan,
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan minat lembaga keuangan meminjami UKM, dan mendukung lembaga lain yang telah berusaha membantu UKM. Dalam kaitan ini, otoritas daerah dapat menyediakan insentif dan bekerjasama dengan lembaga keuangan lainnya untuk membantu permodalan UKM. Kerja sama dengan lembaga konsultan yang selama ini membantu UKM menyusun sistem keuangan dan akuntansi, berguna bagi otoritas daerah untuk meningkatkan kapasitas UKM. 4. Strategi Pemasaran Di banyak daerah, masalah strategi pemasaran menjadi perhatian utama, khususnya untuk produk budaya lokal. Industri budaya lokal yang tradisional mungkin masih menggunakan metode pemasaran kedaluwarsa. Ini bisa membuat industri ini mengalami penurunan. Tetapi, upaya mengembangkan industri budaya lokal dengan pemasaran inovatif dan modern bisa membantu meraih kembali keuntungan pasar. Kebijakan seperti ini dapat mencegah hilangnya nilai budaya dan sejarah karena dampak globalisasi. Produk dari industri budaya lokal merupakan ekpresi budaya dan seni, yang biasanya banyak menarik bagi pembeli asing dan memiliki potensi ekspor tinggi. Walaupun secara umum, sebagain besar dari industri ini adalah usaha mikro yang kesulitan pemasaran di luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan e-commerce merupakan strategi yang dapat membantu memasarkan produknya ke luar negeri dengan biaya murah. Sebelum itu, memperkecil kesenjangan digital perlu dilakukan dan sekaligus pembangunan infrastruktur internet. Untuk mengatasi keterbatasan ukuran dan sumber daya, pebisnis budaya lokal dapat menerapkan strategi membangun kerja sama, seperti kerja sama pemasaran dengan pebisnis di industri budaya lokal dan bisnis lain yang saling menguntungkan. Para pasangan bisnis ini dapat bekerja bersama untuk membangun asosiasi atau jejaring untuk mempromosikan produk. Otoritas lokal dan asosiasi dapat mengembangkan model one village one product untuk memperoleh nilai tambah lebih baik. Model ini banyak dikembangkan Jepang, Taiwan, Thailand dan belakangan Malaysia dan Vietnam.
5. Membangun Kemitraan Pembangunan daerah sebagian besar tergantung pada kemitraan antara pemerintah, pebisnis dan lembaga non pemerintah. Kemitraan ini memfasilitasi koordinasi dan kerja sama. Pasangan lokal dari sektor swasta dapat membantu mengeksploitasi kesempatan daerah dalam mengembangkan kebijakan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan setempat.
Universitas Sumatera Utara
Kunci utama dari kemitraan ini adalah mekanisme untuk mengatur dan mengoordinir secara benar sumber daya dan upaya-upaya yang berbeda dari para pelaku yang berbeda. Perencanaan dan implementasinya dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan masing-masing. Selama dalam proses ini penting untuk diperhatikan, yakni membentuk jejaring kerja sama dan mengembangkan rasa saling percaya. Karena keterbatasan institusionalisasi, kemitraan untuk pembangunan daerah kerap kurang berjalan stabil. Oleh karena itu pemda harus memimpin di depan dalam membangun mekanisme yang lebih stabil dan formal untuk membantu memberikan kemitraan sebagai basis pelembagaan dan kemampuan merancang dan menerapkan rencana pengembangan. Konsep kemitraan untuk pembangunan daerah dekat hubungannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Sejalan dengan filosofi CSR, perusahaan ingin mendedikasikan dirinya untuk membangun kemitraan lokal, memperkuat kapasitas lokal, perlindungan lingkungan dan berkontribusi dana untuk pembangunan daerah. Kesadaran akan pentingnya CSR di antara para pebisnis menjadi prasyarat penting untuk melibatkan para pebisnis dalam kemitraan untuk pengembangan daerah. Membangun kesadaran ini merupakan bidang yang perlu menjadi perhatian pemda.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Daya Saing
2.5.1. Keunggulan Daya Saing Keunggulan daya saing pada dasarnya berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh sebuah perusahaan untuk konsumennya yang melebihi biaya perusahaan dalam menciptakannya. Nilai tersebut adalah apa yang konsumen sedia bayar dan nilai unggul yang berasal dari tawaran harga lebih rendah dari pesaing untuk manfaat yang sepadan (Porter, 1994). Saragih (1998), menyatakan bahwa dalam upaya meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia maka ada tiga hal mendasar yang perlu diperhatikan yaitu : a. Kemampuan untuk menghasilkan suatu komoditi yang mempunyai keunggulan
komparatif
(comparative
advantage)
seperti
dengan
menghasilkan suatu komoditi yang lebih murah dari pesaing. Namun hal ini juga tidak cukup untuk menjamin keunggulan daya saing di pasar. b. Kemampuan menyediakan produk yang sesuai dengan preferensi konsumen yang berkembang. Negara-negara agribisnis seperti Australia mampu bersaing di pasar internasional disebabkan oleh kemampuan negara tersebut dalam menjual apa yang diinginkan konsumen bukan menjual apa yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
c. Kemampuan untuk mendayagunakan seluruh keunggulan komparatif yang dimiliki mulai dari hulu (up stream industry) hingga hilir (down stream industry) dalam menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan preferensi konsumen. Keunggulan komparatif sebagaimana yang dinyatakan oleh Boediono (2001) adalah suatu aktivitas ekonomi yang dapat dilihat berdasarkan kemampuan aktivitas ekonomi tersebut dibandingkan dengan aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya dalam menggunakan sumberdaya domestik secara efisien dan ekonomis. Faktor utama yang menentukan keunggulan komparatif diantaranya adalah tersedianya suatu factor produksi dalam jenis atau jumlah yang berbeda antara satu negara dengan negara lain (factor endowment), adanya kenyataan bahwa pada sektor-sektor produksi tertentu terkadang bisa lebih efisien apabila skala produksinya bertambah (economic of scale) serta adanya perbedaan dalam jenis dan laju perkembangan teknologi (technological progress). Daya saing yang ditunjukkan melalui tingkat keunggulan komparatif (comparative advantage) ini dapat dibagi atas dasar keunggulan komparatif alamiah (natural comparative advantage) mencakup kondisi fisik lingkungan agroekologi seperti kesuburan lahan dan iklim serta keunggulan komparatif buatan (artificial comparative advantage) yaitu kondisi fisik buatan seperti teknologi yang digunakan,
Universitas Sumatera Utara
jaringan transportasi, kebijakan, pemasaran dan fasilitas penelitian ataupun penyuluhan (Bunasor, 1993). Menurut Badan Standarisasi Nasional (2004), standarisasi adalah suatu ukuran yang berkaitan dengan tingkat mutu suatu produk yang dapat digunakan dengan berdasarkan warna, ukuran atau volume, bentuk, susunan, ukuran jumlah dan jenis zat yang terkandung, kadar air serta tingkat kematangan. Standarisasi sebagai ukuran untuk tingkatan mutu produk memegang penting pada saat ini karena akan dapat memenuhi kriteria-kriteria yang diinginkan oleh pasar ataupun konsumen, adanya kesamaan persepsi tentang tingkatan mutu produk itu sendiri serta mempermudah proses pemasaran seperti dalam melakukan ekspor maka pembeli cukup memberikan standar yang diinginkannya dari produk dan kepada pembeli tersebut cukup dikirimkan contoh produknya tanpa perlu datang langsung ke lokasi produks. Hal terpenting bagi ukuran komoditas adalah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga mampu bersaing di pasar dengan komoditas pesaingnya. 2.5.2. Strategi Meraih Keunggulan Bersaing Setiap organisasi mengharapkan memiliki keunggulan bersaing terhadap organisasi lainnya. Dalam hal ini Agus Rahayu (2008:66-67) menyebutkan dua strategi dasar yang bisa dilakukan oleh organisasi, yaitu: “strategi bersaing (competitive strategy) dan strategi kerja sama (cooperative strategy)”. Strategi
Universitas Sumatera Utara
bersaing, menurut Agus Rahayu (2008:67) akan efektif apabila suatu organisasi memiliki sumber daya yang lebih baik (superior resources). Sebaliknya apabila sumberdaya yang dimiliki imperior (imperior resources), maka cooperative strategy. tepat untuk dipilih.
Sumber: Agus Rahayu (2008:67)
Bagan 1. Strategi Meraih Keunggulan
Berkaitan dengan strategi bersaing (competitive strategy), Agus Rahayu (2008:67) menerangkan lebih lanjut, bahwa: dalam skenario perancangan dan implementasinya strategi bersaing terdapat dua skenario yang dapat dipilih, yaitu skenario biaya (cost strategy) dan skenario manfaat unik (differentiation strategy). Substansi cost strategy berkaitan dengan penciptaan dan penawaran produk, untuk satu satuan manfaat yang relatif sama, dengan harga yang lebih rendah. Dalam hal ini, suatu satuan pendidikan menawarkan program dan atau manfaat tertentu (relatif sama dengan yang ditawarkan satuan pendidikan sejenis) dengan harga yang lebih rendah. Sedangkan substansi differentiation strategy berkaitan dengan penciptaan dan
Universitas Sumatera Utara
penawaran produk, untuk satu satuan manfaat yang lebih unik, dengan harga yang relatif sama. Untuk meraih keunggulan, suatu satuan pendidikan dapat menawarkan program dan atau manfaat yang lebih unik dari pada yang ditawarkan satuan pendidikan sejenis dengan harga yang relatif sama. Sementara cooperative strategy, dijelaskan oleh Agus Rahayu (2008:69) bahwa: “Cooperative strategy digunakan untuk meraih keunggulan melalui kerja sama dengan yang lain. Pada umumnya bentuk kerja sama yang dipilih adalah aliansi strategi (strategic alliance)”. Senada dengan Agus Rahayu (2008:69), strategi aliansi diungkapkan oleh Pietras & Stormer (2001) dalam Kuncoro (2008:111) bahwa: “Strategic alliances are a way for companies with complementary strengths to enter a given market more effectively an efficiently than either alliance partner could manage alone. Strategic alliances allow companies to minimize risks relating to their technological, market, or competitive environment. Berdasarkan definisi strategi aliansi dari Pietras & Stormer (2001) tersebut dapat diketahui bahwa strategi aliansi dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh kekuatan dalam memasuki sebuah pasar, karena dengan strategi aliansi perusahaan dapat meminimalkan resiko yang berkaitan dengan teknologi, kekuatan pasar dan persaingan lingkungan sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
Definisi lain disampaikan oleh Michael A. Hitt (1997) dalam Kuncoro (2008:112), yang menyebutkan aliansi strategi sebagai: “kemitraan perusahaanperusahaan sehingga sumber daya, kemampuan dan kompetensi inti digabungkan untuk meraih kepentingan dan tujuan bersama”. Dari pendapat Agus Rahayu (2008), Pietras & Stormer (2001), Kuncoro (2008), dan Michael A. Hitt (1997) di atas terungkap tentang pentingnya sinergi antara kelembagaan sekolah dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan daya saing sekolah. Hal ini didukung oleh pendapat Kuncoro (2008:97) yang menyebutkan bahwa: Faktor yang cukup penting untuk dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan daya saingnya adalah dengan melakukan aliansi strategis. Aliansi strategis kepada dunia usaha sebagai link and match pendidikan dengan dunia usaha/industri merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan daya saing lembaga pendidikan. Berkaitan dengan strategi aliansi ini, Kuncoro (2008:112) menyebutkan beberapa alasan organisasi melakukan sinergi atau kemitraan antara lain: (a) memperoleh akses ke dalam pasar baru, (b) memasuki bisnis baru, (c) memperkenalkan produk baru, (d) mengatasi halangan perdagangan, (e) menghindari persaingan tidak sehat, (f) memperoleh akses ke dalam sumberdaya komplementer,
Universitas Sumatera Utara
(g) menggabungkan sumber daya, keahlian, dan modal resiko, (h) berbagi resiko, dan (i) berbagi biaya penelitian dan pengembangan. Istilah kemitraan untuk aliansi strategis, dikemukan juga oleh Tjutju Yuniarsih (2004:63). Secara umum kemitraan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri bertujuan untuk: 1. mengembangkan kerja sama kemitraan antara lembaga penyelenggara pendidikan dengan dunia bisnis dan industri; 2. menyelaraskan pembekalan kompetensi lulusan dengan kebutuhan lapangan; 3. memberi
pengalaman
komparatif
kepada
mahasiswa
untuk
mengaktualisasikan pengetahuan teoritik yang diperoleh di bangku kuliah ke dalam bentuk keterampilan empirik yang dialaminya di dunia bisnis maupun industri; 4. memperluas wawasan peserta didik dengan melihat langsung kondisi kehidupan nyata di lapangan sehingga dapat mengenal lebih kongkrit tentang dunia kerja; 5. memberi pengalaman bekerja secara langsung, sehingga peserta didik memiliki daya saing yang lebih tinggi dengan dunia kerja yang akan dijalaninya kelak, dan mereka dapat mempersiapkan diri menjadi sumberdaya manusia yang handal, mandiri, dan profesional sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional.
Universitas Sumatera Utara
Sementara tujuan khusus pengembangan pola kemitraan menurut Tjutju Yuniarsih (2004:63) adalah agar peserta didik: 1. memiliki keterampilan praktis yang relevan dengan bidang keilmuannya; 2. memperoleh pengalaman empirik dalam menangani berbagai persoalan kerja, misalnya: bagaimana berkomunikasi dengan atasan, rekan kerja, bawahan, serta dengan mitra usaha; bagaimana mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam penyelesaian tugas; bagaimana mengembangkan kreativitas dalam bekerja; bagaimana mengenal teknik khusus mengoperasikan peralatan; bagaimana mengendalikan emosi di tempat kerja; 3. menjalin hubungan awal secara baik dengan institusi mitra kerja, untuk kemudian dikembangkan menjadi peluang bisnis; 4. mampu mempersiapkan diri untuk terjun ke masyarakat, tidak semata-mata berorientasi menjadi pegawai negeri. Selanjutnya menurut Tjutju Yuniarsih (2004) ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar tercipta kelancaran dan keberhasilan membangun kemitraan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri, yaitu mencakup: 1. Prinsip demokratis. Pembentukan dan pengembangan jaringan kolaborasi dilakukan secara sistemik dan transparan, sambil menjunjung tinggi nilai budaya kerja pada lembaga mitra dengan tetap mengedepankan pencapaian target pembelajaran bagi peserta didik.
Universitas Sumatera Utara
2. Prinsip empowering. Kolaborasi pembelajaran diselenggarakan dengan memberdayakan berbagai komponen masyarakat, khususnya dunia bisnis dan industri, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. 3. Prinsip simbiose mutualistis: Pola kolaborasi harus dapat memberi manfaat secara proporsional bagi semua pihak yang terkait, terutama bagi peserta didik yang sedang menjalani kegiatan, peserta didik yang akan mengikuti kegiatan berikutnya, institusi pendidikan, serta bagi perusahaan yang menjadi mitra kerja.. 4. Prinsip profesionalisme. Penetapan bidang kegiatan dalam program kerja sama kemitraan ini dilakukan sesuai dengan bidang kajian mahasiswa, di bawah
pengawasan
dosen
pembimbing
yang
berkolaborasi
dengan
pembimbing lapangan. 5. Prinsip efektivitas. Kolaborasi diarahkan pada tujuan yang jelas, sesuai dengan tuntutan kurikulum dalam rangka membentuk kompetensi tertentu. Berdasarkan pendapat Tjutju Yuniarsih tersebut (2004) tersebut, maka diperlukan upaya yang sungguh-sungguh agar terjadi sinergi yang baik antara kelembagaan daerah (sekolah) dengan masyarakat, baik itu lembaga sosial, perorangan atau dunia usaha/industri.
2.6. Pembangunan Berwawasan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran menuju model pembangunan berwawasan martabat manusia pada dasarnya merupakan pergeseran dari model pembangunan yang memiliki propertiproperti dasar, sebagai berikut: (1) logika yang mendasari adalah logika keseimbangan ekologi manusia; (2) sumber daya utama yang mendukungnya adalah sumberdaya
informasi,
yang
secara
potensial
mengandung
kemungkinan
kemungkinan yang sangat kaya dan inisiatif yang kreatif; sementara (3) tujuan yang ingin dicapai adalah realisasi potensi-potensi kemanusiaan yang penuh. Dengan semuanya itu, model pembangunan berwawasan martabat manusia memberikan peranan warga masyarakat bukan hanya sebagai "sumberdaya" dan "objek" pembangunan, melainkan lebih-lebih sebagai "subjek" dan "aktor" pem bangunan yang menentukan tujuan-tujuannya sendiri, menguasai sumberdayasumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan yang mengarahkan proses-proses yang mempengaruhi hidupnya sendiri (Guy Grant dikutip Korten, 1984; lihat juga Parmar, 1975; dalam Nasikun, 1993: 68). Strategi pembangunan yang berpusat pada manusia ataupun pembangunan yang berwawasan martabat manusia mempunyai perbedaan yang fundamental dibandingkan dengan strategi pertumbuhan ataupun strategi kebutuhan pokok yang selama ini mendominasi proses pembangunan nasional kita. Perbedaan karakteristik dasar tersebut dapat dilihat dalam matriks berikut ini.
Tabel 5. Transparansi David Korten
Universitas Sumatera Utara
No
Karakteristik
S
t
r
a
t
e
g
Fokus
Pertumbuhan
Nilai Berpusat pada
Industri
Pelayanan
Manusia
Indikator
Ekonomi makro
Berkiblat pada Manusia
Berpusat pada Manusia
Peranan Pemerintah Entrepreneur
Entrepreneur
Indikator sosial Service provider
Manusia dengan sumber Enabler/ facilitator
Sumber Utama M o d a l
Modal
Kemampuan administratif dan anggaran
Kreativitas dan Komitmen
Kendala Konsetrasi
Konsentrasi
keterbatasan anggaran dan inkompetensi aparat
Struktur dan prosedur yang tidak mendukung hubungan
Basic need
i People centred
Sumber: Transparansi David Korten yang disusun oleh Moeljarto T. (Moeliarto T., 1987: 26).
Sebagai konsekuensi dari pembangunan yang berpusat pada sumberdaya manusia atau pembangunan yang berwawasan martabat manusia adalah pem bangunan
dengan
"pengelolaan
sumber
yang
bertumpu
pada
komunitas"
("community-based resource management") sebagaimana diungkapkan oleh Korten. Ciri- ciri pendekatan yang demikian, adalah: a. Prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tahap demi tahap harus diletakkan pada masyarakat sendiri;
Universitas Sumatera Utara
b. Fokus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasikan sumber-sumber yang terdapat di dalam komunitas untuk memenuhi kebutuhan mereka; c. Pendekatan ini memberikan toleransi variasi lokal, karena itu sifatnya sangat fleksibel menyesuaikan dengan kondisi lokal masing - rnasing komunitas; d. Dalam melaksanakan pembangunan, pendekatan ini menekankan pada proses social learning yang di dalamnya terdapat interaks kolaboratif antara birokrasi dengan komunitas masyarakat dan pengusaha.
Universitas Sumatera Utara