BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Otonomi Daerah Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan pelaksanaan asas desentralisasi tersebut maka dibentuklah daerah otonomi yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999. Menurut pasal 1 ayat (1) dalam Undang-Undang tersebut dirumuskan bahwa: “Daerah Otonom”, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Menurut UU No. 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya untuk memberikan wewenang lebih besar kepada daerah agar dapat membantu
Universitas Sumatera Utara
pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada masa sekarang ini titik berat pemberian otonomi daerah diberikan kepada daerah tingkat II dan bukan kepada daerah tingkat I atau desa, karena pemerintah daerah tingkat II dianggap sebagai tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat sehingga dapat mengetahui kebutuhan masyarakat di daerahnya. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Otonomi daerah memiliki tiga asas pada prinsip pelaksanaannya, yaitu: 1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI. 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. 3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Desentralisasi dari aspek fiskal merupakan otonomi keuangan yang meliputi pemberian
kewenangan
penerimaan
(revenue
assignment)
dan
pengeluaran (expenditure assignment) yang memungkinkan daerah dapat
Universitas Sumatera Utara
memobilisasi sumber-sumber penerimaan dan meningkatkan kapasitas keuangan. Dengan desentralisasi, sebagian atau seluruh fungsi pemerintah pusat dilimpah kepada daerah. Pemerintah daerah membiayai pelaksanaan fungsi tersebut dengan PAD yang dihasilkan oleh setiap daerah. Dalam kenyataanya pemerintah daerah memiliki keterbatasan untuk membiayai pelaksanaan program-program daerah dan kegiatan pembangunan dengan hanya mengandalkan potensi PAD. Bantuan pemerintah pusat sangat dibutuhkan dalam menunjang pembangunan di daerah. Sehingga diharapkan dengan adanya otonomi daerah pertumbuhan ekonomi daerah semakin kuat untuk menyokong pertumbuhan ekonomi nasional. Otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, otonomi daerah pada hakikatnya adalah hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom, artinya penetapan kebijakan sendiri, pelaksanan sendiri, serta pembiayaan sendiri dan pertanggungjawaban daerah sendiri (Aser, 2005). Pada prinsipnya otonomi daerah mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar pada pelaksanaan otonomi daerah adalah, (1) mendorong untuk memberdayakan masyarakat, (2) membutuhkan prakarsa dan kreatifitas serta kemandirian, (3) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, (4) mengembangkan peran dan fungsi DPRD (Ilyas, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, sasaran pelaksanaaan otonomi daerah adalah daerah kabupaten dan daerah kota yang berkedudukan sebagai daerah otonom memiliki wewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Kewenangan daerah kabupaten atau kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan pusat dan provinsi. Bidang pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah kabupaten atau kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Sebelum dikeluarkannnya Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 1999, sumber keuangan daerah menurut UU No. 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan Asli Daerah (PAD) 2. Bagi hasil pajak dan non pajak 3. Bantuan pusat (APBN) untuk daerah tingkat I dan tingkat II 4. Pinjaman daerah 5. Sisa lebih anggaran tahun lalu 6. Lain-lain penerimaan yang sah
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999, sumber pendapatan daerah antara lain : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari : a. Pajak daerah b. Retribusi daerah c. Bagian Pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD) d. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari : a. Dana bagi hasil b. Dana alokasi umum c. Dana alokasi khusus 3. Pinjaman daerah 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sedangkan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah antara lain: 1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: a. hasil pajak daerah b. hasil retribusi daerah c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. lain-lain PAD yang sah 2. Dana Perimbangan 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Universitas Sumatera Utara
Dana perimbangan terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan dari sumber daya alam, Pajak Penghasilan (PPh), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999, alokasi DAU ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu potensi ekonomi dan kebutuhan daerah. Karena tujuan utama pemberian DAU adalah untuk mengurangi ketimpangan antar daerah, maka pada prinsipnya daerah-daerah yang miskin sumber daya alam akan memperoleh porsi yang lebih besar. Masalahnya, keragaman daerah-daerah dalam hal potensi ekonomi dan kebutuhan sangat besar. Jadi, daerah-daerah harus dapat mengoptimalkan peran sektor-sektor perekonomiannya sehingga dapat meningkatkan pembangunan daerah. Pada masa sebelum otonomi, semua wewenang pemerintah dipegang oleh pemerintah pusat, daerah hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Adanya otonomi daerah membuat wewenang pemerintah daerah semakin besar. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam bidang pemerintah kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, kebijakan tentang perencanaan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konversi, dan standarisasi nasional (Elmi, 2002). Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 membawa angin baru dan optimisme bagi daerah dalam mengurus dan mengatur kepentingan
Universitas Sumatera Utara
masyarakatnya serta suasana baru dalam hubungan antar pusat dan daerah. Masyarakat di daerah yang selama ini lebih banyak dalam posisi dimarginalkan maka selanjutnya diberi kesempatan untuk mendapat pengakuan dan penghargaan terhadap hak-hak, aspirasi dan kepentingannya. Dengan kebijakan otonomi daerah, anggapan bahwa pemerintah lebih tahu kebutuhan masyarakat akan bergeser kepada masyarakat yang lebih mengetahui kebutuhan, aspirasi dan kepentingannya (Haris, 2005). Sejak tanggal 1 Januari 2001 secara serentak otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 diimplementasikan secara nasional. Daerah menyambut implementasi kebijakan otonomi daerah dengan sangat antusias. Antusiasme masyarakat ini timbul karena besarnya harapan mereka terhadap otonomi daerah untuk menjawab berbagai masalah hubungan pusat dan daerah serta menuntaskan permasalahan berbagai tuntutan daerah selama ini. Secara bertahap daerah mulai menyesuaikan kelembagaan, struktur organisasi, kepegawaian, keuangan dan perwakilan di daerah dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1999 (Haris, 2005).
2.2.
Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang
dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya.
Kenaikan
kapasitas
itu
sendiri
ditentukan
atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi,
Universitas Sumatera Utara
institusional, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2004). Kapasitas pertumbuhan dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi, penyesuaian-penyesuaian kelembagaan dan ideologi sebagaimana yang diminta oleh kondisi masyarakatnya. Definisi ini memiliki tiga komponen pokok, yaitu, (1) Adanya peningkatan terus menerus dalam keluaran atau produksi nasional, yang merupakan manifestasi pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai jenis barang yang dibutuhkan merupakan pertanda kematangan ekonomi; (2) Kemajuan di bidang teknologi telah memberikan dasar atau
prakondisi
untuk
berlangsungnya
pertumbuhan
ekonomi
secara
berkelanjutan, suatu kondisi yang penting tetapi tidak cukup hanya itu; (3) Penyesuaian-penyesuaian kelembagaan, sikap, dan ideologi harus diciptakan. Menurut
Tarigan
(2005),
pertumbuhan ekonomi wilayah
adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kuznet dalam Jhingan (2004), pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Defenisi ini mempunyai tiga komponen, pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terusmenerus suatu persediaan barang. Persediaan ini juga mengidentifikasi pertumbuhan suatu wilayah di suatu negara. Jika wilayah tersebut dapat meningkatkan persediaan barangnya secara terus-menerus maka wilayah tersebut dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi. Kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menetukan derajat pertumbuhan
kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk. Komponen kedua ini juga dapat dijadikan sebagai acuan apakah suatu wilayah di suatu negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi. Jika wilayah tersebut dapat mengadopsi atau menemukan teknologi baru yang dapat meningkatkan produksi tanpa menambah input maka persediaan barang disuatu wilayah tersebut bertambah, ini berarti wilayah tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi. Ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Dalam analisisnya yang mendalam mengenai pertumbuhan ekonomi modern, Kuznets telah memilah-milah enam ciri pokok sehubungan dengan pertumbuhan yang dialami hampir di semua negara maju yaitu yang termasuk
Universitas Sumatera Utara
dalam agregat variabel ekonomi, variabel transformasi struktural, dan faktor yang mempengaruhi penyebaran pertumbuhan ekonomi internasional. Dua agregat variabel ekonomi yaitu; (1) Tingkat pertumbuhan keluaran perkapita yang tinggi dan laju pertumbuhan penduduk, (2) Tingkat kenaikan yang tinggi pada total produktivitas faktor, terutama produktivitas tenaga kerja. Dua variabel transformasi struktural yaitu; (1) Tingkat transformasi struktural yang tinggi, dan (2) Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi. Dua faktor yang mempengaruhi
penyebaran
pertumbuhan
ekonomi
internasional
adalah
kecenderungan negara-negara yang secara ekonomis maju untuk menggapai bagian dunia yang lain dalam usaha untuk memperluas pasar dan memperoleh bahan mentah, serta terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya meliputi sepertiga bagian dunia.
2.3.
Konsep Wilayah Budiharsono (2001) menyatakan, wilayah diartikan sebagai suatu unit
geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (1) wilayah homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, dan (4) wilayah administratif. 1. Wilayah Homogen Konsep wilayah homogen dipandang sebagai daerah-daerah geografik yang dikaitkan bersama-sama menjadi satu daerah tunggal, apabila daerah-daerah tersebut memiliki ciri-ciri yang seragam/relatif sama. Ciri-ciri kehomogenan itu
Universitas Sumatera Utara
dapat bersifat ekonomi misalnya daerah dengan struktur produksi dan konsumsi yang serupa, bersifat geografi misalnya wilayah yang mempunyai topografi/iklim yang sama, bahkan dapat juga bersifat sosial/politik misalnya kepribadian suatu wilayah yang bersifat tradisional kepada partai. Dengan demikian, apabila terjadi suatu perubahan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya. 2. Wilayah Nodal Wilayah nodal merupakan satuan-satuan yang heterogen dan memiliki hubungan yang erat satu sama lain dengan distribusi penduduk manusia, sehingga terbentuk suatu kota-kota besar, kotamadya maupun desa-desa. Ciri umum pada daerah-daerah nodal adalah penduduk kota tidak tersebar secara merata diantara pusat-pusat yang sama besarnya, melainkan tersebar pula diantara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu hirarki perkotaan (urban hierarchy), sehingga timbul ketergantungan antar pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Hal ini menyebabkan terjadinya pertukaran barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut. Daerah belakang akan menjual barang-barang mentah dan jasa tenaga kerja kepada daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi. Contoh daerah nodal adalah Provinsi DKI Jakarta dan BOTABEK (Bogor, Tangerang, Bekasi) yang mana DKI sebagai daerah inti dan BOTABEK sebagai daerah belakangnya. 3. Wilayah Administratif Wilayah administratif merupakan wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan/politik, seperti: provinsi,
Universitas Sumatera Utara
kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan dan RT/RW. Hal ini disebabkan dua faktor, yaitu: (1) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah diperlukan tindakan dari berbagai badan pemerintahan, dan (2) wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan satuan administrasi pemerintah lebih mudah dianalisis. 4. Wilayah Perencanaan Wilayah perencanaan didefinisikan sebagai wilayah yang memperlihatkan kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan harus memiliki ciri-ciri: (1) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi. (2) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada, (3) memiliki struktur ekonomi yang homogen, (4) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, (5) menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan dan (6) masyarakat dalam wilayah mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya. Contoh wilayah perencanaan yang lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi adalah BARELANG (Pulau Batam, Pulau Rembang, Pulau Galang), daerah perencanaan tersebut adalah lintas batas administrasi. Gunawan (2000) mengatakan, pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, kemampuan sumberdaya manusia, potensi lokal, aksesabilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini, wilayah dapat diklasifikasikan dalam empat wilayah, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Wilayah Maju Wilayah maju
merupakan wilayah yang telah berkembang dan
diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju di dukung oleh perkembangan sumberdaya yang ada di wilayah tersebut maupun wilayah belakangnya (hinterland) dan potensi lokasi yang strategis. Sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastruktur yang lengkap, seperti jalan, pelabuhan, alat komunikasi dan sebagainya mengakibatkan aksesabilitas yang tinggi terhadap pasar domestik maupun internasional. 2. Wilayah Sedang Berkembang Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa. 3. Wilayah Belum Berkembang Potensi sumber daya alam yang ada pada wilayah ini, keberadaannya masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk masih rendah, aksesibilitas yang kurang terhadap wilayah lain. Struktur ekonomi wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai pembangunan secara mandiri.
Universitas Sumatera Utara
4. Wilayah Tidak Berkembang Karakteristik
wilayah
ini
diidentifikasikan
dengan
tidak
adanya
sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk, kualitas sumberdaya manusia dan tingkat pendapatan masih tergolong rendah dan pembangunan infrastruktur pun tidak lengkap.
2.4.
Konsep Pembangunan Wilayah Seluruh wilayah di Indonesia memiliki kontribusi terhadap tingkat
pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan di daerah, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah, antarkota, antardesa, dan antarkota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah melalui pembangunan yang serasi antarsektor
maupun
antarpembangunan
sektoral
dengan
perencanaan
pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok Tanah Air (Soegijoko, 1997). Pembangunan wilayah merupakan hasil dari aktivitas ekonomi pada wilayah tertentu. Hal ini berupa pendapatan perkapita, kesempatan kerja dan pemerataan. Pembangunan wilayah membandingkan permasalahan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih maju. Dalam pelaksanaan pembangunan wilayah
Universitas Sumatera Utara
terdapat pihak yang mengatur dan mengambil keputusan untuk mempengaruhi perubahan sosial (Friedman dalam Restuningsih, 2004). Sasaran pembangunan menurut Todaro (1994) yaitu: 1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan. 2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi untuk meningkatkan kesadaran harga diri baik individu maupun nasional. 3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua pilihan individu dan nasional dengan cara membeb askan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi juga dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan. Untuk mencapai sasaran pembangunan diatas, pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada: 1. Meningkatkan output nyata/produktivitas yang tinggi harus terus menerus meningkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan, dan kesehatan. 2. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah yang ditandai dengan ketersediaan lapangan kerja yang cukup.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan. 4. Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga pemerintah. Pada kenyataannya, tidak semua wilayah dapat mewujudkan hal tersebut, sehingga pembangunanpun tidak merata di seluruh wilayah. Perbedaan pembangunan antarwilayah dapat dijelaskan oleh sejumlah teori, yakni teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori daya tarik industri (Tambunan, 2001). 1. Teori Basis Ekonomi Teori ini menjelaskan bahwa faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh hubungan langsung permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu wilayah yang menggunakan sumber daya produksi lokal (tenaga kerja, bahan baku dan produk unggulan yang diekspor) akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita dan penciptaan lapangan kerja di wilayah tersebut. 2. Teori Lokasi Teori ini digunakan untuk menentukan pengembangan kawasan industri di suatu wilayah. Lokasi usaha ditempatkan pada suatu tempat yang mendekati bahan baku/pasar. Hal ini ditentukan berdasarkan tujuan perusahaan dalam rangka memaksimumkan keuntungan dengan biaya serendah mungkin. 3. Teori Daya Tarik Industri Teori ini dilatarbelakangi oleh adanya pembangunan industri di suatu wilayah. Sehingga faktor-faktor daya tarik usaha antara lain produktivitas,
Universitas Sumatera Utara
industri-industri kaitan, daya saing masa depan, spesialisasi industri, potensi ekspor dan prospek permintaan domestik. Dengan demikian, konsep pembangunan wilayah secara mendasar mengandung prinsip pelaksanaan kebijaksanaan desentralisasi dalam kerangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas. Dalam hal ini pembangunan wilayah merupakan upaya pemerataan pembangunan dengan pengembangan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Soegijoko, 1997). Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah/wilayah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Perencanaan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada, untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan usaha-usaha baru. Jhingan (2004), menjelaskan syarat utama bagi pembagunan adalah proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan
Universitas Sumatera Utara
kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi atau diintimidasi oleh daerah luar.
2.5.
Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Berkembangnya
perekonomian
Indonesia
yang
ditandai
dengan
pertumbuhan ekonomi, terjadinya transformasi di bidang teknologi dan perekonomian. Hal ini jelas menandakan meningkatnya kemampuan pemerintah daerah untuk mewujudkan pembangunan. Namun dengan naiknya harga BBM pemerintah dituntut untuk lebih efisien dan tepat dalam alokasi pembiayaan pembangunan, dengan memanfaatkan potensi, serta aspirasi untuk memahami potensi pembiayaan asli daerah. Soegijoko (1997), menyatakan pelaksanaan pembangunan tidak lagi dapat dilaksanakan secara sektoral semata, namun harus lebih berorientasi pada pembangunan regional atau pembangunan multisektoral. Untuk itu perlu upaya pengembangan wilayah secara terpadu melalui penyusunan perencanaan regional. Perencanaan regional merupakan perencanaan yang dilakukan karena adanya perbedaan kepentingan, permasalahan, ciri dan karakteristik dari masing-masing daerah/wilayah yang menuntut campur tangan pemerintah pada tingkat regional. Perencanaan regional secara spesifik berupaya untuk mengantisipasi permasalahan di masing-masing wilayah dan mengupayakan keseimbangan pembangunan wilayah. Perencanaan wilayah secara terpadu diharapkan tidak terjadi ketumpangtindihan dalam membuat suatu kebijakan pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan suatu wilayah bukan berarti tidak mempunyai kendala, dalam hal ini untuk mengatasi dan mengantisipasi kendala-kendala pembangunan regional, pemerintah telah memprakarsai beberapa kegiatan berkaitan dengan pembangunan regional, diantaranya sebagai berikut: 1. Desentralisasi Pembiayaan Pemerintah telah menetapkan suatu kerangka dari fungsi desentralisasi yang lebih mendalam pada tingkat kabupaten, dituangkan dalam PP No. 8 Tahun 1995, peraturan ini merupakan tindak lanjut dari PP No. 45 Tahun 1992 (pelaksanaan otonomi wilayah dengan penekanan pada daerah tingkat II). UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dan telah disempurnakan dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. 2. Pengadaan Pelayanan Regional Pemerintah dalam beberapa sektor telah mulai mengadakan pelayanan dengan sistem desentralisasi pada tingkat wilayah. Sebagai contoh, Telkom telah di bagi ke dalam sejumlah perusahaan distribusi wilayah yang bertanggung jawab terhadap penyediaan pelayanan di wilayah yang bersangkutan. Hal ini juga terjadi pada distribusi pelayanan listrik. 3. Perencanaan Regional Suatu pendekatan kawasan strategis dalam rangka pengembangan regional telah mulai dilaksanakan dalam bentuk program Kawasan Andalan, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam rencana ini telah
Universitas Sumatera Utara
disusun kriteria untuk menetapkan kawasan andalan berdasarkan kepentingan ekonomi, sosial, dan budaya. 4. Pengentasan Kemiskinan Pengentasan kemiskinan lebih ditekankan pada masalah kemiskinan di wilayah Indonesia Timur, sehingga dibentuk suatu Komisi Dewan Kawasan Timur
Indonesia
untuk
mengamati,
menyusun
dan
mengkoordinasikan
kebijaksanaan bagi KTI. Dewan KTI ini telah menetapkan 13 kawasan andalan yang akan dikembangkan di KTI sebagai wilayah yang diharapkan dapat memacu perkembangan wilayah sekitar di KTI. 5. Inovasi Proyek Infrastruktur Perkotaan Pemerintah menetapkan kegiatan-kegiatan operasional dengan penekanan pada pengawasan biaya dan rasionalisasi serta penguatan kelembagaan subnasional dalam bentuk Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT).
P3KT
pada
dasarnya
mengubah
dan
menggeser
pendekatan
pembangunan prasarana kota dari pendekatan sektoral dan terpusat ke pendekatan yang lebih terpadu dan lebih terdesentralisasi.
2.6.
Penelitian-Penelitian Terdahulu Sapta (2007) dalam penelitiannya untuk mengetahui potensi-potensi
daerah yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Kota Tangerang selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, dan seberapa besar sumbangan sektor-sektor potensial tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tangerang dan Propinsi Banten tahun 2001 hingga tahun 2004. Data tersebut diperoleh dari survei sekunder, yaitu dengan memanfaatkan data yang telah tersedia pada instansi terkait. Dalam skripsi ini digunakan model basis ekonomi yang tercermin pada analisis Location Quotient (LQ) yang dilengkapi analisis Shift Share, yang berguna untuk mengetahui sektor-sektor unggulan di Kota Tangerang. Hasil metode analisis Shift Share menggunakan komponen pertumbuhan differential (Dj) menunjukkan terdapat 4 sektor dengan rata-rata Dj positif, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai rata-rata Dj sebesar 6277,27; sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai rata-rata sebesar 47076,89; sektor bank dan lembaga keuangan lainnya dengan nilai rata-rata sebesar 54818,93; sektor
jasa-jasa
dengan
nilai
rata-rata
sebesar
1835,37,
hal
tersebut
mengindikasikan bahwa ke-4 sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Banten sehingga ke-4 sektor tersebut memiliki daya saing tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang, sedangkan komponen pertumbuhan proportional (Pj) menunjukkan bahwa terdapat 4 sektor yang memiliki nilai ratarata positif yaitu sektor listrik, gas dan air minum, sektor angkutan dan komunikasi, sektor bangunan dan konstruksi serta sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, hal ini berarti Kota Tangerang berspesialisasi pada sektor yang sama dengan sektor yang tumbuh cepat di perekonomian Banten.
Universitas Sumatera Utara
Sihombing (2006), dalam penelitiannya analisis mengenai dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara digunakan analisis Shift Share. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan nilai PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993-2004 berdasarkan harga konstan tahun 1993. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1993-1996, sektor yang pertumbuhannya paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan. Dilihat dari daya saingnya, sektor pertambangan adalah sektor yang mempunyai daya saing paling baik dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor yang tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling cepat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki daya saing yang buruk bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Pada masa otonomi daerah tahun 2001-2004, sektor pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya paling cepat, sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor bangunan. Pada masa otonomi daerah, semua sektor mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sektor bangunan merupakan sektor yang mempunyai daya saing yang paling baik bila dibandingkan dengan sektor yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif. Akan tetapi sebagian besar sektor ekonomi mempunyai laju pertumbuhan yang lambat. Ramadhanni (2007) menganalisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dalam menunjang pembangunan daerah Kabupaten Lahat pada masa otonomi daerah tahun 2001-2004, baik itu laju pertumbuhannya maupun daya saing sektor tersebut terhadap Propinsi Sumatera Selatan. Selain itu akan diidentifikasi profil pertumbuhan PDRB Kabupaten Lahat dan pergeseran bersih, sehingga dapat diketahui sektor-sektor tersebut termasuk kedalam kelompok pertumbuhan progresif (maju) atau kelompok pertumbuhan lambat. Penelitian ini menggunakan model analisis Shift Share. Perangkat lunak yang digunakan dalam proses pengolahan data Shift Share ini adalah Microsoft Excel. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten Lahat dan PDRB Propinsi Sumatera Selatan tahun 2001-2004 berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa otonomi daerah (20012004), dari sembilan sektor penyusun PDRB Kabupaten Lahat, terdapat enam sektor
yang
memiliki
pertumbuhan
progresif,
yaitu
sektor
pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat adalah sektor
Universitas Sumatera Utara
perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasajasa. Dengan melihat nilai pergeseran bersih Kabupaten Lahat terhadap Propinsi Sumatera Selatan, maka secara agregat, nilai yang diperoleh Kabupaten Lahat mengalami pertumbuhan yang masih progresif. Selain itu, sektor-sektor perekonomian Kabupaten lahat secara umum didukung oleh daya dukung (PPW > 0). Dengan total nilai pergeseran bersih yang positif (PB > 0), ini berarti bahwa pada masa otonomi daerah, Kabupaten Lahat termasuk Kabupaten yang mengalami laju pertumbuhan yang progresif. Sektor pertanian merupakan sektor andalan yang sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lahat dan juga memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lahat. Mahila (2007) dalam penelitiannya menganalisis pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Karawang. Pertumbuhan tersebut dibandingkan dengan pertumbuhan sektor ekonomi kabupaten lain di Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah analisis Shift Share. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data Produk Domertik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karawang dan PDRB Jawa Barat berdasarkan harga konstan tahun 1993. Jangka waktu yang diambil berkisar antara tahun 1993 yaitu sebagai tahun awal analisis dan data tahun 2005 sebagai data tahun akhir analisis. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa perekonomian Kabupaten Karawang didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih. Langkanya pertambangan di Jawa Barat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan sektor pertambangan di Kabupaten Karawang memiliki kontribusi terbesar ketiga terhadap PDRB Jawa Barat. Berkembangnya sektor industri pengolahan di Kabupaten Karawang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan penggunaan listrik, gas dan air bersih di Kabupaten Karawang. Sektor pertanian di Kabupaten Karawang memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat tetapi sektor ini masih mempunyai daya saing baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi di Jawa Barat, meskipun kontribusi sektor pertanian menurun, tetapi sektor ini masih menjadi penyumbang terbesar di Jawa Barat dalam memenuhi permintaan pasar. Perekonomian Kabupaten Karawang termasuk dalam kelompok yang progresif,
tetapi
ada
beberapa
sektor
yang
masih
bisa
ditingkatkan
kemampuannya untuk meningkatkan pendapatan daerah, karena Kabupaten Karawang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor bangunan. Semua sektor tersebut termasuk dalam pertumbuhan yang lambat.
2.7.
Kerangka Pemikiran Konseptual Kondisi perekonomian suatu wilayah dipengaruhi kondisi demografi
potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas, juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Salah satu kebijakan pemerintah yang berpengaruh kepada kondisi perekonomian daerah adalah kebijakan otonomi daerah. Pada masa sebelum otonomi, kewenangan pemerintah pusat sangat dominan dalam menentukan arah
Universitas Sumatera Utara
pembangunan suatu daerah, sehingga daerah tidak mampu berkreasi menentukan arah pembangunannya. Adanya kebijakan otonomi daerah menuntut daerahdaerah untuk mampu mengoptimalkan potensi sektor-sektor perekonomiannya. Potensi sektor perekonomian berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah. Apabila sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang cepat, maka suatu wilayah berkembang dengan cepat pula, begitu pula sebaliknya. Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dianalisis dengan analisis Shift Share. Pada penelitian ini analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Pematangsiantar, sehinggga dapat diketahui sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang cepat dan sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat. Selain itu, dapat pula dianalisis daya saing sektor, yaitu sektor mana yang mampu bersaing dan sektor mana yang tidak mampu bersaing. Informasi mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan pembangunan dan perencanaannya, dan bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada sektor-sektor yang menguntungkan. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar 2.1. sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Perekonomian Kota Pemtangsiantar
Sebelum Otonomi Daerah (1997-2000)
Analisis PDRB
Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2009)
Sektor-sektor Perekonomian
Laju Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi Masing-Masing Sektor Perekonomian
Analisis Shift Share
Laju Pertumbuhan, Daya Saing, dan Profil Pertumbuhan dari Masing-Masing Sektor Perekonomian
Pengembangan Wilayah Kota Pematangsiantar
Keterangan:
= Alat analisis yang digunakan = Hal-hal yang dihasilkan
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Universitas Sumatera Utara