BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga
Negara
lainnya,
Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. 2.1.2 Teori Sikap dan Perilaku Teori sikap dan perilaku dikembangkan oleh Triandis (1971), menyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh sikap, aturan-aturan sosial dan kebiasaan. Sikap terdiri dari komponen kognitif yaitu keyakinan, komponen afektif yaitu suka atau tidak suka, berkaitan dengan apa yang dirasakan dan komponen perilaku yaitu bagaimana seorang ingin berperilaku terhadap sikap. Jazen (1975) menyatakan 1). sikap dapat dipelajari, 2). sikap mendefinisikan prediposisi kita terhadap aspek-
6
aspek yang terjadi di dunia, 3). sikap memberikan dasar perasaan bagi hubungan antara pribadi kita dengan orang lain, 4). Sikap diatur dan dekat dengan
inti kepribadian.
Menurut
Robbins
(2003)
sikap
adalah pernyataan evaluatif, baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang obyek, orang, atau peristiwa. Menurut Khikmah (2005) sikap memberikan pemahaman tentang tendensi atau kecenderungan untuk bereaksi. Sikap bukan perilaku tetapi lebih pada kesiapan untuk menampilkan suatu perilaku, sehingga berfungsi mengarahkan dan memberikan pedoman bagi perilaku. Menurut Triandis (1980) bahwa model perilaku interpersonal yang lebih komprehensif dengan menyatakan faktor-faktor sosial, perasaan dan konsekuensi dirasakan akan mempengaruhi tujuan perilaku. 2.1.3 Etika, Profesi, dan Etika Profesi 2.1.3.1 Etika Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan atau adat. Menurut Martin 1993 (dalam Buku ajar etika profesi), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur
7
pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip – prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan
akan
bisa
difungsikan
sebagai
alat
untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”. 2.1.3.2 Profesi Menurut De George (dalam buku ajar etika profesi 2009), Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok
untuk
menghasilkan
nafkah
hidup
dan
yang
mengandalkan suatu keahlian. Menurut KBBI, Profesi adalah bidang
pekerjaan
yang
dilandasi
pendidikan
keahlian
(keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu. Menurut Brooks (2004), Profesi adalah suatu kombinasi fitur, kewajiban dan hak, yang kesemuanya dibingkai dalam seperangkat nilainilai profesional yang umum, nilai-nilai yang menentukan bagaimana
keputusan
dibuat
dan
bagaimana
tindakan
dilaksanakan. Jadi dapat disimpulkan profesi adalah suatu kegiatan pekerjaan yang dilakukan manusia sebagai kewajiban
8
atau hak untuk dijadikan sumber nafkah dalam kehidupan yang membutuhkan keahlian atau pelatihan. 2.1.3.3 Etika Profesi Arens (2010 : 67) mendefinisikan etika secara umum sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Perilaku beretika diperlukan oleh masyarakat agar semuanya
dapat
berjalan
secara teratur. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip–prinsip moral yang mengatur tentang perilaku profesional. Tanpa etika, profesi auditor tidak akan ada karena fungsi auditor adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan. Merujuk pada klasifikasi profesi secara umum, maka salah satu ciri yang membedakan profesi-profesi yang ada adalah etika profesi yang dijadikan sebagai standar pekerjaan bagi para anggotanya. Etika profesi diperlukan oleh setiap profesi, khususnya bagi profesi yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat seperti profesi auditor. Masyarakat akan menghargai profesi yang menerapkan standar mutu yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya. Auditor wajib menaati segala peraturan perundang undangan yang berlaku, menyimpan rahasia jabatan, menjaga
9
semangat dan suasana kerja yang baik. Kode etik berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung moralitas
dan
menjalankan
seperti
nilai-nilai
bertanggung
kebenaran
jawab
dan
(responsibility),
berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity), dan
menjaga
independensinya
terhadap
kepentingan
berbagai pihak (independence) serta berhati – hati dalam menjalankan profesi. 2.1.4 Perilaku Organisasi Dalam literatur, teori perilaku organisasi telah didefenisikan oleh para ahli. Menurut Toha (2001 : 4) bahwa yang dimaksud perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Indriyo dan Nyoman (2000 : 8) dalam mempelajari perilaku keorganisasian dipusatkan pada tiga karakteristik: 1)
Perilaku Fokus dari perilaku keorganisasian adalah perilaku individu dalam organisasi. Untuk dapat memahami perilaku keorganisasian maka harus mampu memahami perilaku berbagai individu dalam organisasi.
10
2)
Struktur Struktur berkaitan dengan hubungan yang bersifat tetap dalam organisasi, bagaimana pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi dirancang, bagaimana pekerjaan itu diatur dalam bagan organisasi. Struktur organisasi berpengaruh besar terhadap perilaku individu atau orang-orang dalam organisasi serta efektivitas dari organisasi tersebut.
3)
Proses Proses organisasi berkaitan dengan interaksi yang terjadi antara anggota organisasi. Proses organisasi antara lain meliputi komunikasi, kepemimpinan, proses pengambilan keputusan dan kekuasaan. Salah satu pertimbangan utama dalam merancang struktur organisasi yang efektif adalah agar berbagai “proses” di atas dapat dilakukan dengan efisien dan efektif.
2.1.4.1 Peranan dan Kontribusi Ilmu-Ilmu Lain dalam Perilaku Organisasi Perilaku organisasi merupakan disiplin ilmu yang tidak berdiri sendiri tetapi mendapat sumbangan yang amat besar dari ilmu lainnya, diantaranya menurut Sunarto (2004 : 17) adalah ilmu psikologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi dan ilmu politik. Secara sekilas dan singkat peranan dan kontribusi ilmu-
11
ilmu tersebut kepada ilmu perilaku organisasi, dapat diuraikan berikut ini: 1. Psikologi Psikologi adalah ilmu yang berkenaan dengan usaha untuk mengukur, menjelaskan dan kadang-kadang mengubah perilaku manusia. Oleh karena itu para psikolog melibatkan diri mereka dalam studi dan usaha untuk memahami perilaku individu. Secara spesifik sumbangan mereka dalam bidang perilaku organisasi berkenaan dengan masalahmasalah antara lain : kebosanan, kelelahan, kondisi kerja, persepsi, kepribadian, latihan, kepemimpinan, motivasi, pengambilan keputusan dan pengukuran sikap. 2.
Sosiologi Pusat perhatian sosiologi mempelajari sistem sosial dimana para individu memainkan peranannya. Artinya sosiologi tersebut mempelajari manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Dalam kaitannya dengan perilaku organisasi maka konsep-konsep yang berasal dari sosiologi dapat memberi masukan terhadap perilaku organisasi seperti : dinamika kelompok, proses sosialisasi, budaya organisasi, struktur organisasi formal, birokrasi, komunikasi, status, kekuasaan dan konflik.
12
3.
Psikologi Sosial lmu psikologi sosial mempelajari perilaku antar pribadi dalam arti berusaha mencari penjelasan tentang bagaimana dan mengapa para individu berperilaku tertentu dalam kegiatan
kelompoknya.
Kontribusi
untuk
perilaku
organisasi yaitu bagaimana menerapkan perubahan dan bagaimana mengurangi hambatan agar suatu perubahan dapat diterima, mengukur dan mamahami serta mengubah sikap, pola komunikasi dan cara-cara bagaimana kegiatan kelompok memenuhi kebutuhan individu. 4.
Antropologi Antropologi mempelajari masyarakat untuk mengetahui seluk beluk manusia dan aktivitasnya. Hal yang dapat diambil dari antropologi untuk perilaku organisasi seperti perbedaan-perbedaan fundamental dalam nilai, sikap dan norma tentang perilaku yang dapat diterima mempengaruhi cara orang bertindak.
5.
Ilmu Politik Para ilmuwan politik mempelajari perilaku individu dan kelompok dalam suatu lingkungan politik. Berbagai hal yang dapat diambil dari ilmu politik oleh perilaku organisasi adalah struktur konflik, alokasi kekuasaan dan
13
bagaimana
orang
memanipulasi
kekuasaan
untuk
kepentingan pribadinya. 2.1.4.2 Model Perilaku Organisasi Stephen P. Robbins (2002) mengembangkan 3 level model dalam mempelajari perilaku manusia dalam organisasi melalui tiga tingkatan analisis yaitu: 1.
Tingkatan Individu: karakteristik bawaan individu dalam organisasi
2.
Tingkatan Kelompok: dinamika perilaku kelompok dan faktor-faktor determinannya
3.
Tingkatan Organisasi: faktor-faktor organizational yang mempengaruhi perilaku.
2.1.5 Sensitivitas Dalam melaksanakan kegiatannya, auditor dituntut untuk lebih sensitif ketika memahami masalah etika profesi. Auditor yang profesional harus menjunjung tinggi standar etika dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap norma etika. Komitmen yang tinggi dapat direfleksikan dalam tingkat sensitivitas yang tinggi pula untuk masalah yang berkaitan dengan etika profesional (Ariyanto, 2009). Kemampuan seorang profesional untuk berperilaku etis sangat dipengaruhi oleh sensitivitas individu tersebut. Faktor yang penting dalam menilai perilaku etis adalah adanya kesadaran para individu 14
bahwa mereka adalah agen moral. Kesadaran individu tersebut dapat dinilai melalui kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etis dalam suatu keputusan yang disebutkan sebagai sensitivitas etika (Velasque dan Rostankowski, 1985 dalam Falah, 2007) Sensitivitas dapat diartikan sebagai tingkat kepekaan seseorang dalam merespon kejadian atau peristiwa tertentu. Jadi Sensitivitas etika profesi merupakan
kemampuan untuk dapat mengerti dan peka
terhadap permasalahan etika pijak
bagi
praktek
profesi
akuntan
yang
merupakan
landasan
dan memainkan peran kunci dalam
semua area akuntansi (Hoesada, 1997). 2.1.6 Pemahaman Good Corporate Governance Good
corporate
governance
(GCG)
secara definitif
merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep pertama,
pentingnya
hak
ini,
pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Pemahaman good governance merupakan wujud penerimaan akan pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik
15
untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik. Pemahaman atas good governance adalah untuk menciptakan keunggulan manajemen kinerja baik pada perusahaan bisnis manufaktur (good corporate governance) ataupun perusahaan jasa, serta lembaga pelayanan publik/pemerintahan (good governance). Pemahaman good corporate governance
merupakan
wujud
respek terhadap sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan produktivitas usaha. Good Governance juga dimaksudkan sebagai suatu kemampuan manajerial untuk mengelola sumber daya dan urusan suatu negara dengan caracara terbuka, transparan, akuntabel, equitable, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat (Widyananda, 2008 dalam Wati, Elya, dkk, 2010). 2.1.6.1 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Dalam praktik corporate governance berbeda disetiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menggambarkan perbedaan dalam kekuatan suatu kontrak, sikap politik pemilik saham dan hutang. Dengan demikian beberapa aturan, pedoman, atau prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan corporate governance juga akan berbeda (G. Suprayitno, et all, 2000 : 18). Konsentrasi 16
kepemilikan, ukuran perusahaan, dan jenis perusahaan akan mempengaruhi
kualitas
implementasi
Good
Corporate
Governance perusahaan (Deni Darmawati, 2006). Selain itu, pelaksanaan
prinsip-prinsip
dasar
GCG
harus
mempertimbangkan karakter setiap perusahaan seperti besarnya modal, pengaruh dari kegiatannya terhadap masyarakat dan lain sebagainya. (Wilson Arafat, 2008 : 9) Prinsip-prinsip
mengenai
corporate
governance
memiliki banyak versi, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan. Untuk penelitian ini prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang digunakan adalah prinsip-prinsip yang dikenal sebagai “TARIF” (transparency, accountability, responsibility, independency, fairness). Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 bagian penjelasan umum memberikan definisi prinsip-prinsip GCG sebagai berikut: “Pertama transparansi (transparency) diartikan sebagai keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang materil dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan
keputusan.
Kedua,
akuntabilitas
(accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pertangungjawaban bank
sehingga
pengelolaannya
pertanggungjawaban
berjalan
(responsibility)
efektif.
yaitu
Ketiga,
kesesuaian
pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang
17
berlaku dan prinsip pengelolaan bank yang sehat. Keempat, independensi (independency) yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia (2004) yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) memaparkan mengenai arti dari
kelima
prinsip
tersebut,
yakni:
“Sebagai
lembaga
intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan
usahanya
harus
menganut
prinsip
keterbukaan
(transparency), memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate value, sasaran usaha dan strategi bank sebagai pencerminan akuntabilitas bank (accountability), berpegang pada prudential banking practices dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang
berlaku
sebagai
wujud
tanggung
jawab
bank
(responsibility), objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan (independency), serta senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (fainess)”.
18
Good Corporate Governance akan memberikan empat manfaat besar (Wilson Arafat, 2008 : 10), yaitu : 1.
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan
keputusan
yang
lebih
baik,
meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders 2.
Meningkatkan corporate value.
3.
Meningkatkan kepercayaan investor.
4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan
karena
sekaligus
akan
meningkatkan
shareholder’s value dan dividen. 2.1.7 Kinerja Auditor Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu (standar), dimana kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun
19
waktu tertentu, dan ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan. Kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang bersangkutan dilakukan pada tingkat ekonomis, efisien dan efektif. Kinerja seringkali identik dengan kemampuan (ability) seorang auditor bahkan berhubungan dengan komitmen terhadap profesi, Larkin dan Schweikart dalam (Chandra, 2006 : 26). Dalam hubungannya dengan kinerja, para profesional umumnya mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi terhadap pekerjaan mereka. Adapun profesionalisme itu sendiri menjadi elemen motivasi dalam memberikan kontribusi terhadap kinerja. Kinerja auditor yang berpengalaman dalam melakukan pemilihan dan analisis risiko yang terjadi dalam pelaksanaan audit ternyata dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya, Kalbers dalam (Trisnaningsih, 2007 : 9) Kinerja seorang pegawai dapat diketahui melalui serangkaian analisis. Adapun teori dasar yang digunakan sebagai landasan untuk mengkaji analisis kinerja pegawai adalah teori tentang kinerja pegawai (Performance) yang diformulasikan Davis dalam Wahyuni (2009 : 12) yaitu : Human Performance = ability + motivation, Ability = knowledge + skill, Motivation = attitude + situation. Formulasi analisis kinerja tersebut telah diuji dan diklarifikasikan oleh beberapa ahli yang menyatakan adanya hubungan antara motivasi dan kemampuan. Hasil 20
analisis kinerja yang dilakukan dapat mengetahui tingkat kinerja seorang pegawai. Kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang bersangkutan dilakukan pada tingkat ekonomis, efisien dan efektif serta dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi maupun secara fisik sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2.2 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Heru Kurnianto Tjahjono (2011) yang berjudul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor pada BPK Perwakilan Yogyakarta”. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel kompetensi, independensi, raffective
commitment,
normative
commitment
semuanya
berpengaruh terhadap kinerja auditor. Sedangkan continuence commitment tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. Dari semua variabel yang sangat berpengaruh adalah variabel kompetensi. 2.
Rendy Akriyanto (2012) yang berjudul “Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, dan Pemahaman Good Governance terhadap Kinerja Auditor pada KAP wilayah Surakarta
21
dan Yogyakarta”. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel independensi, gaya kepemimpinan, komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. Sedangkan variabel pemahaman good governance tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. 3.
Adelia
Rukyta
Arumsari
(2014)
yang
berjudul
“Pengaruh
Profesionalisme Auditor, Independensi, Budaya Organisasi, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali”. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa keempat hipotesis
yang
telah
diuji
yaitu
profesionalisme
Auditor,
independensi, budaya organisasi, dan gaya kepemimpinan memiliki pengaruh positif secara parsial terhadap kinerja auditor pada KAP di Bali. 4.
Dodik Ariyanto (2009) yang berjudul “Pengaruh Independensi, Kompetensi, dan Sensitivitas Etika Profesi terhadap Produktivitas Kinerja Auditor Eksternal”. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketiga hipotesis yang telah diuji yaitu independensi, kompetensi, dan sensitivitas etika profesi memiliki pengaruh positif secara parsial terhadap kinerja auditor eksternal.
5.
Nila Gustia (2014) yang berjudul “Pengaruh Independensi Auditor, Etika Profesi, Komitmen Organisasi, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Auditor Pemerintahan”. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel independensi, gaya kepemimpinan, 22
komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. Sedangkan variabel etika profesi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.
Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu Variabel
Kesimpulan
Peneliti
Judul
Heru Kurnianto Tjahjono( 2011)
Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Auditor pada BPK Perwakilan DIY
Variabel dependen : Kinerja Auditor Variabel independen : Kompetensi, Independensi, dan Komitmen Organisasi
Berdasarkan hasil pengujian, variabel kompetensi, independensi, raffective commitment, normative commitment semuanya berpengaruh terhadap kinerja auditor. Continuence commitment tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. Dari semua variabel yang sangat berpengaruh adalah variabel kompetensi.
Rendy Pengaruh Akriyanto Independensi, Gaya (2012) Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, dan Pemahaman Good Governance
Variabel dependen : Kinerja Auditor Variabel independen : Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, dan Pemahaman Good
Berdasarkan hasil pengujian, variabel indepedensi, gaya kepemimpinan, komitmen organisasi mempunyai
23
terhadap Kinerja Auditor pada KAP wilayah Surakarta dan Yogyakarta
Governance
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. Sedangkan variabel pemahaman good governance tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor
Adelia Rukyta Arumsari (2014)
Pengaruh Profesionalisme Auditor, Independensi Auditor, Budaya Organisasi, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali
Variabel dependen : Kinerja Auditor Variabel independen : Profesionalisme Auditor, Independensi Auditor, Budaya Organisasi, dan Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa keempat hipotesis yang telah diuji yaitu Profesionalisme Auditor, Independensi Auditor, Budaya Organisasi, dan Gaya Kepemimpinan memiliki pengaruh positif secara parsial terhadap kinerja auditor pada KAP di Bali.
Dodik Ariyanto (2009)
Pengaruh Independensi, Kompetensi, dan Sensitivitas Etika Pofesi terhadap Produktivitas Kinerja Auditor Auditor Eksternal
Variabel dependen : Kinerja Auditor Variabel independen : Independensi, Kompetensi, dan Sensitivitas Etika Profesi
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga hipotesis yang telah diuji yaitu Independensi, Kompetensi, dan Sensitivitas Etika Profesi memeliki pengaruh positif 24
secara parsial terhadap kinerja auditor eksternal Nila Gustia (2014)
Pengaruh Independensi Auditor, Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Auditor Pemerintahan
Variabel dependen : Kinerja Auditor Pemerintahan Variabel independen : Independensi Auditor, Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan hasil pengujian, variabel indepedensi, gaya kepemimpinan, komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. Sedangkan variabel Etika Profesi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan yang mencerminkan hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya dari penelitian yang sedang diteliti. Menurut R. Rizal (2009 : 29), etika profesi berpengaruh pada kinerja auditor. Etika profesi sangat penting dalam menjalankan profesional akuntan. Dengan etika profesi yang tinggi auditor merefleksikan sikapnya sebagai individu yang independen, berintegritas dan berobyektivitas tinggi serta tanggung jawab, sehingga dapat diberikan kepercayaan dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adelia (2014) menunjukan bahwa
25
variabel etika profesi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada kantor akuntan publik di Bali. Menurut Sunarto (2004), perilaku organisasi sebagai perekat perusahaan melalui nilai-nilai yang ditaati, peralatan simbolik dan citacita sosial yang ingin dicapai. Jadi perilaku organisasi adalah sebagai aturan main yang ada dalam perusahaan yang menjadi pegangan bagi sumberdaya manusia dalam menjalankan kewajiban dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam perusahaan. Sehingga perilaku organisasi dapat berpengaruh positif pada kinerja auditor. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nenni (2014) maka perilaku organisasi berpengaruh terhadap kinerja auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Yogyakarta. Sensitivitas etika auditor didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakui sifat dasar etika pada situasi profesional auditor (Hunt dan Vitell, 1986 dalam Aziza, 2008). Auditor harus melaksanakan standar etika dan mendukung tujuan dari norma profesional yang merupakan salah satu aspek komitmen profesional. Sehingga memberikan dampak positif terhadap kinerja auditor. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dodik (2011) menunjukan bahwa sensitivitas etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada BPK RI Perwakilan Bali. Sejalan dengan sensitivitas etika auditor, terdapat juga pemahaman good corporate governance. Good corporate governance adalah tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional 26
dalam berusaha/berkarya. Good governance juga dimaksudkan sebagai suatu kemampuan manajerial untuk mengelola sumber daya dan urusan suatu negara dengan cara-cara terbuka, tranparan, akuntabel, equitable, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat (Widyananda,2008). Jadi good governance berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saputro (2014) pemahaman good governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor pada Kantor BPK Perwakilan Jawa Tengah. Adapun hubungan antara etika profesi, perilaku organisasi, sensitivitas, dan pemahaman good governance terhadap kinerja auditor dapat dilihat pada kerangka konseptual pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
X1 : Etika Profesi gggggggg H1 X2 : Perilaku Organisasi
H2
X3 : Sensitivitas
H3
Y : Kinerja Auditor Pemerintahan
H4 X4 : Pemahaman Good Governance
H5 27
2.4 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka teoritis di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut. •
H1 = Etika profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor
•
pemerintahan
H2 = Perilaku Organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor pemerintahan
•
H3 = Sensitivitas berpengaruh positif terhadap kinerja auditor
•
H4
pemerintahan
= Pemahaman good governance berpengaruh positif
terhadap kinerja auditor pemerintahan •
H5 = Etika profesi, perilaku organisasi, sensitivitas, dan pemahaman good governance secara simultan berpengaruh terhadap kinerja auditor pemerintahan
28