BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan Pengeringan hasil pertanian dan perkebunan merupakan salah satu unit
operasi energi paling intensif dalam pengolahan pasca panen. Unit operasi ini diterapkan untuk mengurangi kadar air produk seperti berbagai buah-buahan, sayuran, dan produk pertanian atau perkebunan lainnya setelah panen. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut. Pada prinsipnya, pengeringan hasil pertanian dan perkebunan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada bahan sampai pada kadar air yang diinginkan. Tujuan mengurangi kadar air adalah untuk memperpanjang kehidupan rak-produk bio-asal dengan mengurangi kadar air ke tingkat yang cukup rendah sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme, reaksi enzimatik, dan reaksi lainnya yang memperburuk produk pertanian dan perkebunan tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan. 2.1.1
Pasca Panen Cabai Tanaman Cabai Merah adalah tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang
disebabkan oleh kandungan capsaicin. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010).
6
Universitas Sumatera Utara
Umumnya buah cabai merah dipetik apabila telah masak penuh, ciricirinya seluruh bagian buah berwarna merah. Di dataran rendah masa panen pertama adalah pada umur 75 – 80 hari setelah tanam dengan interval waktu panen 2 – 3 hari. Sedangkan di dataran tinggi agak lambat yaitu pada tanaman berumur 90 – 100 hari setelah tanam dengan interval panen 3- 5 hari. Secara umum interval panen buah cabai merah berlangsung selama 1,5 – 2 bulan. Produksi puncak panen adalah pada pemanenan hari ke 30 yang dapat menghasilkan 1 – 1,5 ton untuk sekali panen. Buah cabai merah yang dipanen tepat masak dan tidak segera dipasarkan akan terus melakukan proses pemasakan, sehingga perlu adanya penempatan khusus. Oleh karena itu hasil produksi cabai merah sebaiknya ditempatkan pada ruang yang sejuk, terhindar dari sinar matahari, cukup oksigen dan tidak lembab (Anonimb, 2011). Cabai merah besar merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai kadar air yang cukup tinggi pada saat panen. Selain masih mengalami proses respirasi, cabai merah akan mengalami proses kelayuan. Sifat fisiologis ini menyebabkan cabai merah memiliki tingkat kerusakan yang dapat mencapai 40%. Daya tahan cabai merah segar yang rendah ini menyebabkan harga cabai merah di pasaran sangat berfluktuasi. Alternatif teknologi penanganan pascapanen yang tepat dapat menyelamatkan serta meningkatkan nilai tambah produk cabai merah (Prayudi, 2010).
Tabel 2.1 Kualitas cabai merah besar segar berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4480-1989)
No
Jenis Uji
Persyaratan Mutu I
1.
Keseragaman Warna
2.
Keseragaman
3.
Bentuk
4.
Keseragaman Ukuran:
Merah>95%
Mutu II
Mutu III
Merah≥95% Merah≥95%
Seragam
Seragam
Seragam
(95%)
(96%)
(95%)
98 Normal
96 Normal
95 Normal
7
Universitas Sumatera Utara
a. Cabai merah besar segar Panjang buah
12-14 cm
9-1 cm
<9 cm
Garis tengah pangkal
1,5-1,7 cm
1,3-1,5 cm
<3cm
Panjang buah
>12-17 cm
>10-12 cm
<10 cm
Garis tengah pangkal
>1,3-1,5 cm
>1,0-1,3 cm
<1,0 cm
1
2
5
a. Cabai merah besar
0
1
2
b. Cabai merah keriting
0
1
2
b. Cabai merah keriting
5.
Kadar Kotoran
6.
Tingkat Kerusakan dan Busuk
Sumber: Departement Pertanian, Standart Mutu Indonesia SNI 01-4480-1989
2.1.2
Konsep Dasar Penge ringan Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian
menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim aktifitas serangga (Hederson and Perry, 1976). Sedangkan, menurut Hall (1957) and Brooker et. al. (1981), proses pengeringan adala h proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan. Pengeringan meruapaka salah satu cara dalam teknologi pangan yang dilalakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringa adalah memperkecil volume dan berat bahan disbanding kondisi awal sebelum pengeringan. Sehingga, akan menghemat ruang (Rahman dan Yuyun, 2005). Pengeringan produk atau hasil pertanian dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah suhu, kelembaban udara, kecepatan aliran udara serta kadar air. Ukuran bahan juga mempengaruhi cepat lambatnya pengeringan. Selain itu jenis alat pengering juga mempengaruhi proses pengeringan (Taib, dkk, 1988).
8
Universitas Sumatera Utara
Kelembaban udara (RH) juga mempengaruhi proses pengeringan. Kelembaban udara berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kelembaban udara maka proses pengeringan (waktu pengeringan) akan berlangsung lebih lama. Apabila bahan pangan dikeringkan dengan menggunakan udara sebagai medium pengering, maka semakin panas udara tersebut semakin cepat perngeringan. Berbeda dengan RH, kecepatan aliran udara berbanding tebalik dengan waktu pengeringa. Semakin tinggi kecepatan aliran uda ra, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat (Brooker, dkk., 1981). Faktor lain yaitu kadar air bahan yang dikeringkan bahwa pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan organism pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan. Kadar air bahan pangan dapat dinyatakan sebagai kadar air basi kering dan kadar air basis basah. Kadar air basis kering adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat bahan keringnya. Kadar air basis basah adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat bahan total (Heldman and Signh, 1981).
Tabel 2.2 Standart Mutu Cabai Kering (SNI 01-3389-1994). No
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan Mutu I
Mutu II
Khas
Khas
(%)
Tidak ada
Maks 3
Mg/Kg
Maks 2
Maks 3
1.
Bau dan Rasa
2.
Berjamur dan Berserangga
3.
Excreta
4.
Kadar Air (%)
%
Maks 11
Maks 11
5.
Benda Asing
%
Maks 1
Maks 3
6.
Buah Cacat
%
Maks 5
Maks 5
Sumber: Standart Nasional Indonesia, 1994. Bila bahan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau dibelah maka proses pengeringan akan berlangsung lebih cepat. Hal ini dikarenakan pembelahan atau pemotongan akan memperluas permukaan bahan sehingga akan lebih banyak permukaan bahan yang berhubungan
dengan udara panas dan
9
Universitas Sumatera Utara
mengurangi jarak gerak panas untuk samapi ke bahan yang dikeringkan (Muchtadi, 1989).
2.1.3
Kadar Air Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air,
pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapakan dan lamanya proses pengeringan (Taib, dkk., 1988). Kadar air suatu bahan merupakan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dinyatakan dalam persen basis basah (wet basis) atau dalam persen basis kering (dry basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air basis kering lebih rendah dari 100%. Kadar air basis basah (b,b) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan. Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut: M
Wt Wd Wm x100% x100% ................................................................(2.1) Wt Wt
Dimana: M
= Kadar air basis basah (%bb)
Wm = Berat air dalam bahan (g) Wd = Berat bahan kering (g) Wt
= Berat total (g)
Kadar air basis kering (b,k) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut: M
Wm Wd x100% .....................................................................................(2.2) Wm
Dimana: M
= Kadar air basis kering (%bk)
Wm = Berat akhir sampel + air (g)
10
Universitas Sumatera Utara
Wd = Berat bahan kering (g) Wt
= Berat total (g)
Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak seluruhnya diuapkan meskipun demikian hasil yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Anonime, 2011). 2.2
Defenisi Vitamin C Vitamin C adalah vitamin yang berbentuk Kristal putih agak kuning tidak
berbau, mudah larut dalam air, terasa asam, mencair pada suhu 190-192o C dan merupakan suatu asam organik. Rumus molekul vitamin C adalah (C 6 H8 O6 ) dan berat molekulnya adalah 176.13. Vitamin C mempunyai dua bentuk molekul aktif yaitu bentuk tereduksi (asam askrobat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidro askrobat). Bila asam dehidroaskrobat teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis. Manusia lebih banyak menggunakan asam askrobat dalam bentuk L; bentuk D asam askrobat hanya dimetabolisme dalam jumlah sedikit. D asam askrobat banyak digunakan sebagai bahan pengawet (daging). Manusia tidak dapat mensintesis asam askrobat dalam tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau galaktosa menjadi asam askrobat, sehingga harus disuplai dari makanan.
2.3
Metode Penetapan Kadar Vitamin C 1. Metode Fisika a.
Metode Spektroskopis Metode ini berdasarkan pada kemampuan vitamin C yang telarut dalam air menyerap ultraviolet dengn panjang maksimum 265 nm.
b.
Metode Polarografik Metode ini berdasarkan pada potensial oksidasi asam askrobat dalam larutan asam atau pangan yang bersifat asam.
11
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Kimia Metode kimia merupakan metode yang paling banyak dan paling sering digunakan. Sebagian besar metode didasarkan pada kemampuan daya reduksi yang kuat dari vitamin C. Macam- macam penetapan metode kimia antara lain: a. Titrasi dengan Iodimetri Iodimetri akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium dimana hal ini potensial reduksi iodium +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga
dapat
dilakukan
titrasi
langsung
dengan
iodium
(Andarwulan, 1992; Rohman, 2007). b. Titrasi dengan Metylen Blue Vitamin C dapat direduksi oleh metylen blue dengan bantuan cahaya menjadi senyawa leuco (leuco- metylene blue). Reaksi
ini sering
digunakan untuk menentukan vitamin C secara kuantitatif. c. Titrasi dengan 2,6-dikhlorofenol indofenol Metode ini adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan
vitamin
C
dalam bahan
pangan.
Disamping
mengoksidasi vitamin C, pereaksi indofenol juga mengoksidasi senyawa lain, misalnya senyawa-senyawa sulfidhril, thiosianat, senyawa-senyawa piridimium, bentuk tereduksi dari turunan asam nikosianat dan riboflavin. Dalam larutan vitamin C, terdapat juga bentuk dehidro asam askrobat yang harus diubah menjadi asam askrobat.
2.4
Metode Analisa Warna Sampel Metode yang digunakan pada analisa warna pada sampel adalah softwere
Adobe Photoshop. Adobe Photoshop adalah perangkat lunak citra editor buatan adobe system yang dikhususkan untuk pengeditan foto/gambar dan pembuatan
12
Universitas Sumatera Utara
efek. Analisa warna sampel menggunakan metode RGB yang ada pada Adobe Photoshop. Warna Additive dibuat dengan bersumber dari sinar. Pesawat televisi maupun
monitor
komputer
menggunakan
sistem
yang
sama,
yakni Warna Additive Color. Sumber sinar pada kedua alat tersebut difilter dengan komponen warna merah, hijau dan biru (Red, Green, Blue). Ketiga warna ini selanjutnya akan menghasilkan spektrum warna yang dapat kita tonton baik melalui monitor maupun TV. Di samping itu, di dalam bekerja dengan komputer anda hanya mengingat 3 konsep, yaitu:
Kombinasi antara 3 komponen warna Merah, Hijau dan Biru yang dimaksimalkan (diberi intensitas yang maksimal) akan menghasilkan warna putih.
Sebaliknya jika 3 komponen tersebut dikombinasikan dan dikurangi intensitasnya hingga habis, maka akan menghasilkan warna hitam. Ini sama seperti jika suatu sinar ditutup dengan rapat maka akan menghasilkan kegelapan.
Karena komponen warnanya terdiri dari Red, Green dan Blue, maka konsep warna ini dikenal juga dengan istilah RGB.
2.5
Jenis - Jenis Pengeringan Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa
pengering konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu : (Arun S. Mujumdar, Chung Lim Law. 2009). a) Baki atau wadah Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.
13
Universitas Sumatera Utara
b) Rotary Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara material yang dikeringkan jaruh di dalam ruang pengering. Medium pengering, umumnya udara panas, dimasukkan ke ruang pengering dan bersentuhan dengan material yang dikeringkan dengan arah menyilang. Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering untuk memungkinkan terjadinya konduksi. c) Flash Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan. Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone. d) Spray Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone. e) Fluidized bed Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.
14
Universitas Sumatera Utara
f) Vacum Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah. Dimana pada ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan massa pada suhu rendah. g) Membekukan Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya. h) Batch dryer Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.
2.6
Matahari (Surya)
2.6.1 Karakteristik Matahari Matahari adalah bintang terdekat dari bumi. Seperti halnya bintang yang lain, matahari memancarkan cahayanya sendiri. Cahaya yang terpancar dari matahari disebabkan oleh adanya reaksi fusi nuklir yang terjadi di inti matahari. Selain memancarkan cahaya, matahari juga menghasilkan energy yang sangat besar dalam bentuk panas. Energi dari proses reaksi di inti hingga terhantar ke permukaan matahari berlangsung melalui proses yang kompleks. Terjadinya reaksi nuklr di inti dan proses penghantarannya di bagian dalam matahari menyebabkan matahari selalu beraktivitas secara dinamis sepanjang waktu.
Gambar 2.1 Matahari (Sumber: cuaca-antariksa.dirgantara- lapan.or.id)
15
Universitas Sumatera Utara
a) Inti matahari Matahari bukanlah satu benda padat yang homogen, tetapi seperti bola gas raksasa yang terdiri atas lapisan- lapisan yang berbeda. Pada bagian inti, reaksi fusi nuklir berlangsung pada suhu sekitar 15 juta derajat Celcius. Inti matahari mengsisi sepertiga jari-jari terdalam dari matahari. Di sini, bergabung empat inti hydrogen membentuk satu buah inti helium. Reaksi ini menghasilkan energy yang sangat besar dalam bentuk gelombang electromagnet dan partikel. Energi yang besar ini kemudian merambat ke bagian yang lebih luar melalui cara radiasi atau pancaran. b) Daerah radiasi Bagian dalam matahari yang menghantarkan energy secara radiasi disebut sebagai daerah radiasi (radiation zone). Daerah radiasi ada pada bagian terluar inti matahari hingga jarak sekitar 0.8 jari-jari matahari. Daerah radiasi memiliki kerapatan yang sangat tinggi sehingga gelombang elektromagnetik dari inti matahari membutuhkan waktu hingga ratusan ribu tahun untuk sampai di bagian terluarnya. Pada bagian dasar daerah radiasi, suhunya mencapai 7 juta derajat Celcius, sedangkan bagian luarnya memiliki suhu 2 juta derajat Celcius. c) Daerah konveksi Di bagian luar daerah radiasi terdapat daerah konveksi. Di bagian ini, energy menjalar ke permukaan matahari melalui proses konveksi atau aliran. Aliran energy ini terbawa oleh medium plasma yang mengisi daerah konveksi. Plasma adalah gas yang terionisasi oleh suhu yang sangat tinggi sehingga electron-elektronnya terpisah dari atom atau molekulnya . Pada daerah konveksi, aliran plasma begitu kompleks sehingga menghasilkan medan magnet yang berfluktuasi sepanjang waktu. Dinamika medan magnet ini sangat aktif sehingga mempengaruhi munculnya beragam aktivitas di permukaan matahari. Aktivitas matahari ini kadang teramati dari bumi dan sering mengakibatkan pengaruh yang besar terhadap kondisi cuaca antariksa secara keseluruhan. Bagian matahari yang terlihat dari bumi adalah permukaan matahari atau fotosfer. Fotosfer terletak di atas daerah konveksi. Suhu di fotosfer
16
Universitas Sumatera Utara
sekitar 6000 derajat Celcius. Sebagian dari proses konveksi tampak di fotosfer berupa luapan plasma seperti gelembung yang disebut granula. Di fotosfer juga terjadi beberapa aktivitas matahari akibat dari dinamika medan magnet di daerah konveksi. Di atas fotosfer terdapat lapisan atmosfer matahari yang disebut kromosfer. Kromosfer memiliki suhu antara 4500 hingga 25.000 derajat Celcius. Suhu di atas kromosfer meningkat dengan tajam hingga mencapai 2 juta derajat Celcius pada daerah yang dinamakan korona. Meskipun jauh lebih panas dari permukaan matahari, korona lebih redup darinya sehingga tidak tampak dari bumi kecuali pada saat gerhana matahari. Pada bagian atmosfer matahari ini terjadi beberapa aktivitas matahari yang dapat berpengaruh pada cuaca anatraiksa.
2.6.2 Teori Dasar Radiasi Surya Radiasi adalah proses perpindahan panas tampa melalui media. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi) , sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol.
Gambar 2.2 Radiasi surya
17
Universitas Sumatera Utara
Terdapat dua jenis pantulan radiasi yaitu spekular dan diffuse. Jika sudut pantulan radiasi sama, maka pantulannya disebut spektular. Jika sudut pantulannya beragam ke semua arah maka pantulannya adalah diffuse. Atmosfer bumi terdiri atas empat lapisan dari yang terdekat dari permukaan bumi yaitu troposfer (0-10 km), stratosfer (10-40 km), mesosfer (4050 km), dan thermosfer (50-300 km).
Gambar 2.3 Lapisan atmosfer bumi Radiasi yang sampai di lapisan thermosfer dilambangkan (Gon ). Radiasi yang diteruskan ke permukaan bumi dilambangkan (Gbeam ). Radiasi akibat pemantulan dan pembiasan dilambangkan (Gdiffuse). 2.6.3 Rumusan Radiasi Surya Matahari mempunyai diameter 1,39×109 m. Bumi mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellipse dan matahari berada pada salah satu pusatnya. Jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,49×10 11 m. Lintasan bumi terhadap matahari berbentuk ellipse, maka jarak antara bumi dan matahari adalah tidak konstan. Jarak terdekat adalah 1,47x10 11 m yang terjadi pada tanggal 3 Januari 2011,dan jarak terjauh pada tanggal 3 juli dengan jarak 1,52x1011 m. Karena adanya perbedaan jarak ini, menyebabkan radiasi yang diterima atmosfer bumi juga akan berbeda.
18
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Pergerakan bumi terhadap matahari
Untuk menghitung radiasi pada hari ke- n, diperlukan rumusan Duffie dan Beckmann (1991):
Gambar 2.5 Hubungan matahari dan bumi
Persamaan radiasi pada atmosfer yang diajukan oleh Spencer pada tahun 1971. Gon = Gsc (1,00011 + 0,034221 cos B + 0,00128 sin B + 0,000719 cos 2B + 0,000077 sin 2B) .............................................................................. .(2.3) dengan nilai B (konstanta hari) sebagai berikut :
B=
n −1 360 365
.......................................................................... (2.4)
Dimana : Gsc = Daya radiasi rata-rata yang diterima atmosfer bumi (1367 W/m2 ) B = konstanta yang bergantung pada nilai n Gon = radiasi yang diterima atmosfer bumi (W/m2 ) Nilai n bergantung pada urutan hari (i)
19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Urutan Hari Berdasarkan Bulan Bulan
N
Januari
I
Februari
31+i
Maret
59+i
April
90+i
Mei
120+i
Juni
151+i
Juli
181+i
Agustus
212+i
September
243+i
Oktober
273+i
November
304+i
Desember
334+i
(Sumber: Duffle, 2006) Beberapa Istilah yang biasanya dijumpai pada perhitungan radiasi adalah : a) Air Mass (m) Adalah perbandingan massa udara sampai ke permukaan bumi pada posisi tertentu dengan massa udara yang dilalui sinar jika matahari tepat pada posisi zenit. Artinya pada posisi tegak lurus (zenit =0) nilai m=1 , pada sudut zenith 600 , m=2. Pada sudut zenit dari 00 -700 . m=
1 COS θ
..................................................................................... (2.5)
b) Beam Radiation Radiasi energy dari matahari yang tidak dibelokkan oleh atmosfer. Istilah ini sering juga disebut radiasi langsung (direct solar radiation). c) Diffuse Radiation Radiasi energy surya dari matahari yang telah dibelokkan oleh atmosfer. d) Total Radiation Adalah jumlah beam dan diffuse radiation. e) Irradiance (W/m2 ) Adalah laju energi radiasi yang diterima suatu permukaan persatuan
20
Universitas Sumatera Utara
luas permukaan tersebut Solar irradiance
biasanya disimbolkan
dengan G. Dalam bahasa Indonesia besaran ini biasanya disebut dengan Intensitas radiasi. f) Irradiation atau Radian Exposure (J/m2 ) Jumlah energi radiasi (bukan laju) yang diterima suatu permukaan dalam interval waktu tertentu. Besaran ini didapat dengan mengintegralkan G pada interval waktu yang diinginkan, misalnya untuk 1 hari biasa disimbolkan H dan untuk 1 jam biasa disimbolkan I. g) Solar Time atau Jam Matahari Adalah waktu berdasarkan pergerakan semu matahari di langit pada tempat tertentu. Jam matahari (disimbolkan ST) berbeda dengan penunjukkan
jam
biasa
(standard time, disimbolkan
STD).
Hubungannya adalah: ST =STD ±4(Lst -Lloc)+E................................................................................... (2.6) Dimana :
STD = waktu lokal Lst
= standart meridian untuk waktu lokal (o )
Lloc
= derajat bujur untuk daerah yang dihitung (o ) ; untuk bujur Timur digunakan -4, untuk bujur barat digunakan +4
E
= faktor persamaan waktu
Pada persamaan ini Lst standard meridian untuk waktu lokal. Lloc adalah derajat bujur daerah yang sedang dihitung, jika daerah yang dihitung ada pada bujur timur, maka gunakan tanda minus didepan angka 4 dan jika bujur barat adalah tanda plus. E adalah equation of time, dalam satuan menit dirumuskan oleh Spencer pada tahun 1971. E = 229,2(0,000075 + 0,001868 cos B - 0,032077 sin B - 0,014615 cos 2B 0,04089 sin 2B) Dimana :
........................................................................................... .(2.7)
B
= konstanta yang bergantung pada nilai n
E
= faktor persamaan waktu
Dalam menentukan arah radiasi terdapat beberapa sudut yang harus diketahui. Dapat dilihat pada gambar 2.6. Beberapa sudut untuk mendefenisikan arah radiasi matahari.
21
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Sudut sinar dan posisi sinar matahari Slope
β adalah sudut
antara permukaan yang dianalisis dengan
horizontal. Nilai 0 ≤ β ≤ 900 . permukaan γ adalah sudut penyimpangan sinar pada bidang proyeksi dimana 0o pada selatan dan positif ke barat. Sudut penyinaran θ (angle accident) adalah sudut yang dibentuk sinar dan garis normal dari suatu permukaan. Sudut zenith θz adalah sudut yang dibentuk garis sinar terhadap garis zenith. Sudut ketinggian matahari α s (solar altitude angel) adalah sudut antara sinar dengan permukaan. Sudut azimut matahari γ s adalah sudut antara proyeksi matahari terhadap se latan, ke timur adalah negatif dan ke barat adalah positif. Sudut lain yang sering digunakan dalam menentukan jumlah radiasi yang dapat diterima oleh sebuah permukaan di bumi antara lain sudut deklinasi δ , yaitu kemiringan sumbu matahari terhadap garis normalnya. Kemudian sudut jam ω adalah sudut pergeseran semu matahari dari dari garis siang. Perhitungan berdasarkan jam matahari (ST), setiap berkurang 1 jam, ω berkurang 150 dan setiap bertambah 1 jam, ω bertambah 15 0 . Artinya tepat pukul 12.00 siang, ω=0 , pukul 11.00 pagi ω= -150 dan pukul 14.00, ω = 300 .
Spencer (1971) mengajukan persamaan untuk menghitung sudut deklinasi : = C1 + C2 CosB + C3 sinB + C4 cos2B + C5 sin2B + C6 cos3B + C7 sin3B ........(2.8)
Dimana
= sudut deklinasi (rad) C1 = 0.006918
C5 = 0.000907
22
Universitas Sumatera Utara
C2 = -0.399912
C6 = -0.002679
C3 = 0.070257
C7 = 0.00148
C4 = -0.006758 Nilai B dihitung dengan menggunakan persamaan (2.2) dan n adalah urutan hari pada suatu tahun. Berdasarkan bulan yang diketahui ditampilkan pada Tabel 2.1. Sudut zenith (θz) adalah sudut yang dibentuk garis sinar terhadap garis zenith. Cosinus sudut zenith dapat dicari melalui persamaan berikut: cos θz = cos φ cos δ cos ω + sin φ sin δ ........................................................... (2.9) z = Sudut zenith
Dimana
φ = Sudut posisi lintang = Sudut deklinasi. ω = Sudut jam matahari. Sudut jam matahari (ω) dihitung berdasarkan jam matahari. Definisi sudut jam matahari adalah sudut pergeseran semu matahari dari garis siangnya. Perhitungan berdasarkan jam matahari (ST), setiap berkurang 1 jam , ω berkurang 15o , setiap bertambah 1 jam, ω bertambah 15o . ω = 15(STD – 12) + (ST-STD) x Dimana :
15 60
...............................................
(2.10)
STD = waktu lokal ST
= solar time
𝜔
= sudut jam matahari (o )
Dengan estimasi langit cerah, fraksi radiasi matahari yang diteruskan dari atmosphere ke permukaan bumi (Duffle, 2006) adalah: τb = ao + a1 exp
Dimana
−k cos θ z
............................................................... (2.11)
ao
= ro (0,4237 - 0,0082 (6 – A)2 )
a1
= r1 (0,5055 + 0,00595 (6.5 – A)2 )
k
= rk (0.2711 + 0.01858 (2.5 – A)2 )
23
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Faktor Koreksi Iklim Iklim ro
r1
rk
Tropical
0,95
0,98
1,02
Midatude summe r
0,97
0,99
1,02
Subarctic Summer
0.99
0,99
1,01
Midatude Winte r
1,03
1,01
1,00
(Sumber : Duffle, 2006) Radiasi beam adalah radiasi yang langsung di transmisikan dari atmosphere ke permukaan bumi. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari radiasi beam : Gbeam = Gon τb cos θz Dimana :
...................................................................................................................
Gon
= radiasi yang diterima atmosphere (W/m2 )
τb
= faksi radiasi yang diteruskan ke bumi
(2.12)
cos θz = cosinus sudut zenith Gbeam
= radiasi yang ditransmisikan dari atmosphere ke permukaan bumi (W/m2 )
Radiasi diffuse adalah radiasi yang di pantulkan ke segala arah, dan kemudian dimanfaatan. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari radiasi diffuse adalah : Gdifuse = Gon cos θz (0,271 – 0,294 τb) ............................................................. (2.13) Dimana :
Gdifuse = Radiasi yang dipantulkan ke segala arah dan kemudian dapat dimanfaatkan. Gon
= radiasi yang diterima atmosphere (W/m2 )
τb
= faksi radiasi yang diteruskan ke bumi
cos θz
= cosinus sudut zenith
Radiasi total adalah jumlah dari radiasi beam dan radiasi diffuse seperti pada persamaan berikut : Gtotal = Gbeam + Gdifuse ..................................................................................... (2.14)
24
Universitas Sumatera Utara
Radiasi yang dapat ditangkap oleh luasan kolektor dengan asumsi effisiensi kaca 90%, intensitas radiasi diperoleh dari alat ukur, dan dihitung permenit, sehingga energi radiasi dapat di hitung mengunakan rumus : Q = I A Δt 90% ........................................................................................... (2.15) Dimana:
Q
= Energi Radiasi (J)
I
= Intensitas radiasi (W/m2 )
A = Luas penampang kolektor(m2 ) Δt = Selang waktu perhitungan (s)
2.7
Kolektor Surya Kolektor surya merupakan sebuah alat yang mampu menyerap sinar radiasi
matahari, sehingga dapat memanaskan udara yang ada di dalam ruang kolektor tersebut. Panas di dalam ruang kolektor dapat digunakan untuk berbagai keperluan salah satunya adalah untuk pengeringan di dalam bidang pertanian.
2.7.1 Komponen-komponen Kolektor Surya Kolektor datar dan konsentrator merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan energi radiasi surya sedemikian sehingga energi termal yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara lebih praktis untuk berbagai proses. Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu: a) Cover (penutup) transparan Cover berfungsi untuk meyerap panas dari sinar radiasi matahari dan untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan. b) Absorber Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari dan dengan panas tersebut digunakan untuk memanaskan udara yang ada di dalam kolektor. c) Kanal Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja atau tempat mengalirnya udara panas dari dalam kolektor menuju ruang pengeringan.
25
Universitas Sumatera Utara
d) Isolator Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan. e) Frame Frame berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.
Gambar 2.7 Komponen-komponen umum kolektor
Panas dari absorber dimanfaatkan melalui penukar panas ke media pembawa panas. Media pembawa panas yang umum digunakan dapat merupakan udara atau air. Ketika menggunakan air sebagai media, absorber akan mengkonduksikan panas menuju ke permukaan pipa-pipa bagian luar. Selanjutnya berlangsung konduksi panas dari permukaan luar ke permukaan dalam. Dengan proses konveksi, panas akan berpindah dari permukaan dalam ke air yang mengalir di dalam pipa tersebut, sehingga suhu air akan meningkat. Air dengan suhu yang tinggi kemudian dimanfaatkan pada di bagian lain di luar kolektor datar. Proses yang mirip terjadi ketika udara digunakan sebagai media pembawa panas, namun dalam hal ini pipa jarang digunakan. Udara di atas (atau di bawah) absorber dipanaskan melalui proses konveksi akibat kontak langsung dengan absorber. Udara dengan suhu tinggi ini kemudian dialirkan keluar kolektor untuk dimanfaatkan pada proses-proses yang memerlukan udara panas. Kinerja sebuah kolektor surya akan bergantung dari karakteristik absorptivitas dari absorber, transmisivitas dari bahan transparan, overall heat transfer coefficient (koefisien pindah panas keseluruhan) dari insulator, bahan transparan serta absorber.
26
Universitas Sumatera Utara
Absorbtivitas merupakan porsi cahaya yang diserap oleh suatu objek; transmisivitas merupakan porsi cahaya yang d iteruskan oleh suatu objek; sedangkan koefisien pindah panas keseluruhan merupakan daya hantar panas atau kebalikan dari resistansi panas.
2.7.2 Macam-macam Kolektor Surya Terdapat empat jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya yaitu : a) Flat-Plate Collectors ( Kolektor Pelat Datar ) Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri. Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorbernya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar (beam dan diffuse), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain; transparent cover, absorber, insulasi, dan kerangka.
27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Kolektor surya pelat datar (Sumber: daviddarling.info) b) Prismatic Solar Colector ( Kolektor Surya Prismatik ) Kolektor surya tipe prismatik dapat digolongkan dalam kolektor plat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari 4 bidang yang membentuk prisma, 2 bidang berbentuk segi-tiga sama kaki dan 2 bidang yang lain berbentuk segi-empat siku-siku. Keunggulan dari kolektor surya tipe prismatik ini adalah kemampuannya untuk dapat menerima energi radiasi matahari dari segala posisi matahari.
Gambar 2.9 Kolektor surya prismatic c) Concentrating Collectors( Kolektor Surya Konsentrasi ) Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh
28
Universitas Sumatera Utara
absorber. Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu line focus dan point focus.
Gambar 2.10 Kolektor surya konsentrator (Sumber: interestingenergyfacts.blogspot.com) d) Evacuated Tube Collectors Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan
dua
jenis
kolektor
surya
sebelumnya.
Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.
Gambar 2.11 Evacuated tube collector (Sumber: greenspec.co.uk/solar-collectors.php)
29
Universitas Sumatera Utara
2.8
Perpindahan Panas Apabila dua logam saling berhimpitan dan suhu-suhu benda itu berbeda,
maka akan terjadi proses perpindahan panas dari benda yang panas menuju benda yang lebih dingin, sehingga menyebabkan suhu keduanya menjadi sama. Perpindahan panas dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu perpindahan panas konduksi, konveksi, dan radiasi. Untuk lebih mengetahui defenisi dari klasifikasi perpindahan panas ini dapat kita lihat pada penjelasan di bawah ini.
2.8.1 Perpindahan Panas Konduksi Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dari partikel yang bertemperatur tinggi ke partikel yang bertemperatur rendah sebagai hasil dari interaksi antar partikel tersebut. Karena partikelnya tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat atau benda padat lainnya. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Dimana pada alat ini terjadi pada peristiwa kehilangan panas dari kolektor surya yang hilang melewati dinding-dinding dari kolektor.
Gambar 2.12 Perpindahan panas konduksi.
Secara matematik laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier :
30
Universitas Sumatera Utara
.
Qc kA
dT .................................................................................................. (2.16) dx .
Dimana :
Q
c
= laju perpindahan panas (Watt)
k
= konduktivitas thermal ( W /m.K)
A
= luas penampang yang terletak pada aliran panas (m2 )
dT dx
= gradien temperatur dalam aliran panas (K/m)
2.8.2 Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas secara konveksi adalah adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida yang mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perpindahan panas konveksi pada alat ini terjadi pada fluida kerja yang digunakan (udara).
Gambar 2.13 Perpindahan panas konveksi. Perpindahan panas konveksi pada saluran kolektor sangat dipengaruhi oleh bilangan Reynold, apakah laminar maupun turbulent.Bilangan Reynold pada plat datar dirumuskan sebagai berikut.
31
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Perpindahan panas konveksi pada plat datar. Bilangan Reynold dirumuskan sebagai berikut:
Re
VL
Dimana :
……………….…..…………………………………...…… (2.17) = bilangan Reynold
Re V
= kecepatan rata-rata dari fluida (m/s)
L
= panjang kolektor( m )
ρ
= massa jenis ( kg/m3 )
μ
= viskositas dinamik (kg/m.s)
Dengan pembagian jenis aliran berdasarkan bilangan Reynold sebagai berikut: Re < 5x105
Laminar
Re > 5x105
Turbulent
Untuk laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : . .
Q h hA(Ts T ) Dimana:
……………………………...………….…………….. (2.18)
h
= koefisien konveksi ( W / m2 . K )
A
= luas permukaan kolektor surya (m2 )
Ts
= temperatur dinding ( K )
T∞
= temperatur udara lingkungan( K )
.
Q
= laju perpindahan panas ( Watt )
32
Universitas Sumatera Utara
2.8.3
Perpindahan Panas Radiasi Perpindahan panas secara radiasi adalah proses perpindahan panas melalui
gelombang elektromagnetik atau paket-paket energi (photon) yang dapat dibawa sampai pada jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan medium. Berbeda dengan mekanisme konduksi dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya sinar matahari kepermukaan bumi adalah adalah contoh yang paling jelas dari perpindahan panas radiasi. Perpindahan panas radiasi pada alat ini terjadi padakolektor surya.
Gambar 2.15 Perpindahan Panas Radiasi. Perpindahan panas secara radiasi dirumuskan sebagai berikut: .
Qr . .E s .Ts ............................................................................................. (2.19) 4
Dimana:
2.8.4
Qr
= laju perpindahan panas radiasi (W)
= emisivitas panas permukaan ( 0 1)
= konstanta Stefan Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2 K4 )
A
= luas permukaan (m2 )
Perpindahan Massa Koefisien perpindahan massa (mass transfer coefficient) mempunyai
analogi dengan koefisien perpindahan panas, sehingga dapat didefinisikan seperti halnya perpindahan panas. 𝑚 𝐴 = ℎ𝐷𝐴 𝐴 𝐶𝐴1 − 𝐶𝐴2 ............................................................................... (2.20)
33
Universitas Sumatera Utara
Difusivitas yang terjadi pada keadaan steady yang melintasi ketebalan lapisan batas setebal Δy, adalah : 𝑚𝐴 =
𝐷𝐴𝐵 𝐶𝐴 1 −𝐶𝐴 2 𝑦
= ℎ𝐷𝐴 𝐴 𝐶𝐴1 − 𝐶 𝐴2 ........................................................... (2.21)
Berdasarkan hukum-hukum fenomena dalam persamaan yang mengatur perpindahan massa, momentum dan energi mempunyai keserupaan, sehingga profil suhu, kecepatan dan konsentrasi mempunyai bentuk yang sama dalam fenomena lapisan batas. Karena fenomena yang terjadi dalam lapisan batas mempunyai analogi terhadap hubungan antara profil kecepatan, profil konsentrasi massa dan profil suhu sehingga dalam persoalan perpindahan panas, hubungan fungsional koefisien pindah panas dapat dituliskan dalam bentuk : ℎ𝑥 𝑥 𝑘
= 𝑓 𝑅𝑒, 𝑃𝑟 ............................................................................................ (2.22) Sedangkan dalam hal perpindahan massa, hubungan fungsional koefisien
pindah massa dapat dinyatakan dalam bentuk : ℎ𝐷𝐴 𝑥 𝐷𝐴𝐵
= 𝑓 𝑅𝑒, 𝑆𝑐 ........................................................................................... (2.23) Bilangan Schmidt (SC=v/DAB) menyatakan perbandingan antara profil
kecepatan dan konsentrasi, sedangkan untuk profil suhu dan konsentrasi dinyatakan dalam bentuk bilangan Lewis (Le =α/DAB). Keserupaan antara persamaan-persamaan yang mengatur perpindahan massa, momentum dan energi dalam lapisan batas memberi petunjuk bahwa korelasi empirik untuk koefisien perpindahan massa mempunyai analogi dengan koefisien perpindahan panas. Hubungan empirik untuk koefisien perpindahan massa ini dinyatakan oleh Gilliland (1934) dalam Holman (1981) dalam bentuk persamaan : ℎ𝐷𝐴 𝑥 𝐷𝐴𝐵
= 0.023
𝑢 𝑥 0.83
𝑣 𝐷𝐴𝐵
0.44
................................................................ (2.24)
pada keadaan : 2000 < Re < 35000 dan 0.6 < Sc < 2.5
34
Universitas Sumatera Utara
Analogi Reynold untuk perpindahan panas dengan koefisien gesek pada lapisan batas dapat pula digunakan untuk menentukan koefisien perpindahan massa dengan koefisien gesek pada lapisan batas, pada aliran laminar, Holman, J.P, (1981) memberikan bentuk persamaan seperti berikut : untuk perpindahan panas : ℎ 𝑥 2 𝑃 3 𝑢 𝐶𝑝 𝑟
𝑓
= 8 .............................................................................................. (2.25)
untuk perpindahan massa : ℎ𝐷𝐴 𝑢 𝐶𝑝
𝑆 𝑐
2
3
𝑓
= 8 ............................................................................................... (2.26)
35
Universitas Sumatera Utara