II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Kopi Arabika Menurut Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian (2010), Kopi Arabika adalah spesies asli yang berasal dari Ethiopia. Kopi Arabika tumbuh di Afrika Barat, India Barat, Brazil, dan Jawa. Kopi Arabika merupakan tanaman perdu tahunan yang memiliki akar tunggang, tingginya antara 7-12 m dan mempunyai cabang. Percabangan sekunder sangat aktif bahkan pada cabang primer di atas permukaan tanah membentuk kipas berjuntai menyentuh tanah. Panjang cabang primer rata-rata mencapai 123 cm sedangkan ruas cabangnya pendek-pendek. Batang tanaman Kopi Arabika berkayu, keras, dan tegak dengan warna putih keabu-abuan. Beberapa sifat penting Kopi Arabika antara lain. 1. Syarat tumbuh Kopi Arabika pada daerah yang ketinggiannya antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20°C. Daerah yang iklimnya kering atau bulan kering tiga bulan per tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman. 2. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. 3. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 kuintal kopi beras/ha/th), tetapi mempunyai harga dan kualitas yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. Produksi Kopi Arabika bisa mencapai 15-20 kuintal/ha/th apabila dikelola secara intensif. 4. Umumnya berbuah sekali dalam setahun. Beberapa varietas kopi yang termasuk Kopi Arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain Abesinia, Pasumah, Marago Type, dan Congensis. 9
10
2.2 Budidaya Kopi Arabika Menurut Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian (2010), adapun langkah-langkah dalam budidaya Kopi Arabika, antara lain. 1. Persemaian Benih yang digunakan harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki. Biji diperoleh setelah benih kulit, dan daging buah dipisahkan dan lendir dibersihkan dengan abu, setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang sudah disiapkan. Tanaman persemaian harus dipacu kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Bagian atas bedengan diberi lapisan pasir tepat kira-kira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup, tetapi tidak tergenang. Benih dipindahkan ke tempat persemaian lapangan setelah berusia tiga bulan. 2. Penanaman Persiapan lahan dilakukan dengan pembersihan semak, membongkar tunggul atau akar pohon yang ada, kemudian diberakan dan dilakukan pengajiran. Pengajiran adalah cara untuk mengatur jarak tanam agar rapi, lurus, dan teratur dengan menggunakan ajir (bilahan bambu atau tongkat dari kayu). Jarak tanam berbentuk segi empat 2,5 x 2,5 m, pagar 1,5 x 2,5 m, untuk tumpang sari 2 x 4 m. Lubang tanam dibuat tiga bulan sebelum ditanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm dan tanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2-4 minggu. Bibit kopi harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah minimal tiga pasang.
11
Penanaman Kopi Arabika memerlukan pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2 tahun. Biasanya jenis pohon yang ditanam seperti lamtoro, dadap, dan sengon. Pohon pelindung selain berguna untuk melindungi tanaman kopi, juga berguna untuk memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit, mengurangi biaya penyiangan, dan dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas. 3. Pemeliharaan Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali dalam sebulan pada tanaman muda sedangkan untuk tanaman dewasa dua kali dalam sebulan yang bertujuan meratakan unsur hara dan air. Pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun yaitu awal musim hujan dan akhir musim hujan. 4. Panen Ukuran kematangan buah kopi ditandai oleh perubahan kulit buah telah merah. Warna tersebut akan berubah menjadi kehitam-hitaman setelah masa masak penuh terlampaui (over ripe). Sistem petik merah akan menghasilkan kopi pasar bermutu tinggi dengan rendemen yang tinggi sekitar 20-22%. Tanaman Kopi Arabika sudah mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Buah kopi yang bisa dipetik pada panen pertama hanya sedikit. Jumlah tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai puncaknya setelah berumur 7-9 tahun. Tanaman
Kopi Arabika
mampu berproduksi rata-rata 5-7
kuintal/ha/tahun pada saat umur tersebut. 5. Pascapanen (pengolahan hasil) Ada dua cara pengolahan buah Kopi Arabika, antara lain.
12
a. Pengolahan kering (dry process) Pengolahan kering biasanya dilakukan pada buah kopi yang belum masak (masih hijau) dan kelewat masak, serta buah kopi yang cacat lainnya. Buah kopi disortasi dengan cara memisahkan buah kopi yang masak dari buah yang belum masak dan kelewat masak, buah cacat dan kotoran lainnya. Buah kopi dijemur selama 10-15 hari hingga kadar air kurang dari 13% setelah disortasi, setelah proses penjemuran buah kopi dikupas dengan mesin pengupas (huller). b. Pengolahan basah (wet process) Buah kopi yang baik dan masak dipisahkan dari buah busuk, mentah, dan kotoran lainnya. Buah kopi dimasukkan ke dalam bak sortasi buah yang berisi air. Air yang digunakan adalah air yang bersih dan bebas dari kotoran yang dapat mencemari biji kopi. Buah yang mengapung (terserang bubuk buah) dipisahkan dari buah yang tenggelam dan selanjutnya diolah terpisah. Buah kopi dikupas dengan mesin pengupas (pulper) tipe silinder setelah proses sortasi, kemudian biji kopi difermentasi. Tahap fermentasi hanya dilakukan untuk pengolahan Kopi Arabika. Tujuan proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan lendir yang tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan. Tujuan lain proses fermentasi ini adalah untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan mild pada citarasa seduhannya. Prinsip fermentasi adalah pernguraian senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Proses fermentasi dapat dilakukan secara basah (merendam biji kopi di dalam genangan air) dan secara kering tanpa rendaman air. Cara sederhana untuk fermentasi kering adalah dengan menyimpan biji kopi HS basah dalam karung
13
plastik yang bersih atau dapat juga dilakukan dengan menumpuk biji kopi HS basah di dalam bak semen dan kemudian ditutup dengan karung goni, dan dilakukan pembalikan minimal satu kali sehari. Akhir fermentasi ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi biji Kopi Arabika berkisar 12-36 jam. Biji kopi dicuci untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang masih menempel dikulit tanduk setelah proses fermentasi. Proses pencucian ini dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin. Kopi gabah (kopi HS) yang telah dicuci ditiriskan selama beberapa jam. Proses selanjutnya adalah pengeringan. Kopi HS harus dijemur sampai kadar air 30%, selanjutnya dapat dikeringkan dengan mesin pada suhu maksimum 45oC atau dijemur terus hingga kering. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas yang bersih. Pengeringan ini dilakukan sampai kadar air kopi lebih rendah dari 12%. c. Penggerbusan (Hulling) Buah kopi kering digiling dengan mesin huller untuk mendapatkan biji kopi Ose (kopi beras) atau dapat juga dilakukan dengan cara ditumbuk. Penggerbusan dilakukan terhadap kopi HS yang cukup kering. d. Penyimpanan i.
Biji kopi HS atau kopi beras dapat disimpan setelah cukup kering, dengan kadar air 12%.
ii. Biji kopi harus dikemas dan disimpan dengan bahan kemas dari ruang simpan yang tidak lembab, aerasi baik, bersih, dan bebas dari bahan yang berbau asing dan hama gudang.
14
iii. Penyimpanan kopi bisa secara curah atau dalam karung. Penyusunan karung dalam gudang menggunakan palet (landasan kayu) dengan jarak dari lantai 10 cm, 60 cm dari dinding, dan 60 cm antartumpukan. Penyusunan karung dengan sistem kunci lima dengan tinggi tumpukan kurang dari 20 karung. iv. Selama penyimpanan dilakukan pengawasan mutu biji kopi secara periodik (setiap bulan) meliputi kadar air, serangan hama, dan jamur. Penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari tiga bulan. 6. Proses pengolahan kopi bubuk Kopi yang akan diolah menjadi bubuk kopi biasanya masih dalam bentuk kopi Ose. Kopi Ose diolah menjadi kopi bubuk untuk menghasilkan nilai tambah. Berikut ini proses pengolahan yang dilakukan (Puslitkoka Jember, 2013). a. Penyangraian Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai. Secara fisik, reaksi pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang umum adalah 195-205oC. Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7-30 menit tergantung pada suhu dan tingkat sangrai yang diinginkan. Kisaran suhu sangrai adalah sebagai berikut. i.
Suhu 190-195oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda)
ii. Suhu 200-205oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap)
15
iii. Suhu > 205oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung agak hitam) b. Penghalusan biji kopi sangrai Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut saat diseduh ke dalam air panas. c. Pengemasan Kopi bubuk dikemas dalam kemasan alumunium foil atau pembungkus dari plastik dan di-press panas. Kesegaran, aroma, dan citarasa kopi bubuk akan terjaga dengan baik pada kemasan vakum, supaya kandungan oksigen di dalam kemasan minimal.
2.3 Konsep Nilai Tambah Menurut Hayami et. al (1987 dalam Kementrian Keuangan RI, 2012) menyatakan nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Definisi lain nilai tambah menurut Hayami et.al (1987 dalam Maimun, 2009) adalah selisih antara komoditi yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen. Metode Hayami merupakan salah satu metode analisis nilai tambah yang sering dipakai. Hayami menerapkan analisis nilai tambah pada subsistem
16
pengolahan (produksi sekunder). Produksi sekunder merupakan kegiatan produksi yang mengubah bentuk produk primer. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tambah adalah penyusutan, yaitu biaya penggantian untuk keausan dan kelapukan modal dalam produksi. Ada dua konsep nilai tambah berdasarkan penyusutan yaitu nilai tambah netto dan nilai tambah brutto. Nilai tambah netto adalah nilai yang memperhitungkan penyusutan yang terjadi, sedangkan nilai tambah brutto adalah nilai yang tidak memperhatikan penyusutan (Sicat dan Arndt, 1991 dalam Nur, 2013). Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan, dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan harga input lain. Menurut Hayami et.al (1987 dalam Pertiwi, 2013) dalam analisis nilai tambah terdapat tiga komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan, serta kualitas bahan baku. Penerapan teknologi cenderung padat karya maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar dari proporsi bagian
17
keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian tenaga kerja.
2.4 Analisis Finansial Gittinger (1986 dalam Nisa, 2014) menyatakan aspek finansial merupakan proyeksi anggaran dan pengeluaran pada masa yang akan datang pada setiap tahunnya. Analisis aspek finansial proyek membahas analisis biaya manfaat proyek, serta kriteria kelayakan investasi. 2.4.1 Analisis biaya dan manfaat Menurut Ichsan dkk, (2000) biaya didefinisikan sebagai manfaat (benefit) yang dikorbankan dalam rangka memperoleh barang dan jasa, sedangkan manfaat (benefit) adalah hasil yang diharapkan dari suatu investasi. Biaya yang diperlukan untuk suatu bisnis antara lain. a. Biaya modal, yaitu dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, alat dan mesin, dan lain-lain. b. Biaya operasional, yaitu dana yang dikeluarkan untuk menutupi kebutuhan yang diperlukan pada saat bisnis mulai dilaksanakan. Contoh biaya ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya perlengkapan. c. Biaya lain-lain, seperti pajak, bunga pinjaman, dan asuransi. 2.4.2 Kriteria kelayakan investasi Kriteria investasi adalah alat ukur yang menentukan apakah suatu proyek layak atau tidak layak untuk dilaksanakan. Kriteria investasi dapat dibedakan atas dua kategori, diantaranya.
18
1. Undiscounted criteria adalah kriteria investasi yang tidak memperhitungkan suku bunga yang berlaku. Kriteria investasi ini mempergunakan analisis PBP yang digunakan untuk mengukur seberapa cepat investasi dapat kembali dengan adanya keuntungan yang dihasilkan oleh usaha dengan satuan waktu. Kelemahan metode ini adalah sulitnya menentukan periode pengembalian maksimum sebagai angka pembanding. Metode ini mengabaikan nilai waktu uang dan aliran kas setelah periode pengembalian. 2. Discounted criteria adalah kriteria investasi yang memperhitungkan suku bunga yang berlaku. Kriteria investasi ini menggunakan analisis NPV, Net B/C, IRR, dan analisis sensitivitas. a. Net B/C Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah NPV yang positif dengan jumlah NPV yang negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu bisnis dinyatakan layak jika nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan satu (Net B/C ≥ 1). Suatu bisnis dikatakan tidak layak dilaksanakan apabila nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), karena manfaat yang akan diperoleh dari suatu bisnis lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan bisnis tersebut. b. NPV NPV merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu bisnis yang nilainya diperoleh dari selisih antara nilai kini (present value) arus manfaat dengan nilai kini (present value) arus biaya. NPV dari suatu bisnis merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan
19
pengeluaran awal. Suatu bisnis dikatakan layak dilaksanakan jika usaha tersebut memiliki nilai NPV lebih besar dari nol (NPV > 0), dan sebaliknya bila NPV usaha tersebut kurang dari nol (NPV < 0) maka hasil usaha tersebut tidak dapat menutupi biaya yang telah dikeluarkan, sehingga usaha tersebut tidak layak dilaksanakan dan bila nilai NPV suatu usaha tepat sama dengan nol (NPV = 0), artinya usaha tersebut mengembalikan tepat sebesar biaya investasi. Menurut Soekartawi (1986 dalam Candraningtyas, 2013), menyebutkan bahwa cara perhitungan NPV merupakan cara yang praktis untuk menentukan kelayakan suatu usaha. Cara ini juga memiliki kekurangan, yaitu dibutuhkannya penentuan suku bunga yang tepat dan benar sebelum menghitung nilai NPV. c. IRR Menurut Ichsan dkk, (2000), IRR adalah tingkat bunga (diskonto) yang akan menyebabkan nilai sekarang bersih sama dengan nol, sebab jika nilai sekarang bersih sama dengan nol, maka nilai sekarang aliran kas masuk akan sama dengan nilai sekarang pengeluaran awal investasi. IRR menunjukkan seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Suatu bisnis dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh bisnis tersebut lebih besar dari tingkat diskonto, jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka bisnis tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Sama halnya dengan NPV, IRR pun memiliki kelemahan.
Kelemahan IRR adalah
pengerjaannya yang paling sulit di antara semua analisis investasi yang ada, akan tetapi untuk perusahaan menengah ke atas, analisis inilah yang paling banyak digunakan (Ichsan, dkk 2000).
20
d. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar perhitungan biaya atau manfaat (Pudjosumarto 2002 dalam Sari, 2013). Perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat seperti perubahan harga input dan output (perubahan faktor eksternal). Perubahan faktor eksternal tersebut akan berpengaruh terhadap kriteria kelayakan investasi suatu usaha.
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini yaitu penelitian dari Dewi (2015), Rahayuni (2013), dan Nisa (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2015) yang berjudul ‘Analisis Finansial dan Nilai Tambah Pengolahan Kopi Arabika di Koperasi Tani Manik Sedana Kabupaten Bangli’ menjelaskan tentang perhitungan nilai tambah dari kegiatan pengolahan kopi serta kelayakan usaha pengolahan kopi dilihat dari aspek finansial. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengolahan dari gelondong merah menjadi kopi HS dan gelondong merah menjadi kopi bubuk menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 1.875,05 dan Rp 6.642,34 per kilogram bahan baku. Berdasarkan kriteria investasi, pengolahan Kopi Arabika ini layak secara finansial dengan NPV sebesar Rp 667.757.620,00; IRR sebesar 28,70%; dan Net B/C sebesar 2,00. Usaha ini akan menjadi tidak layak apabila harga jual kopi HS dan kopi bubuk menurun. Penelitian Rahayuni (2013) yang berjudul ‘Analisis Nilai Tambah Usaha Pengolahan Kopi Arabika di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli’ menjelaskan tentang proses pengolahan kopi dengan sistem olah basah dan olah
21
kering, nilai tambah dari kegiatan pengolahan kopi serta kendala-kendala yang dihadapi usaha pengolahan kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai tambah usaha pengolahan kopi Tri Guna Karya untuk kopi HS Rp 4.094,09/kg, kopi bean Rp 5.015,73/kg, kopi Ose sebesar Rp 2.529,30/kg. Pengolahan kopi Sari Mukti menghasilkan nilai tambah untuk kopi HS sebesar Rp 2.291,95/kg, kopi bean sebesar Rp 3.153,06 /kg dan kopi Ose sebesar Rp 2.092,87/kg. Serta kendala yang dihadapi dari segi teknis yaitu kurangnya alat, cuaca yang kurang mendukung dan sulitnya pemasaran. Penelitian Nisa (2014) yang berjudul ‘Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Kopi pada Kelompok Usaha Bersama Robusta Akur di Kabupaten Temanggung’. Penelitian ini menjelaskan tentang kelayakan usaha pengolahan kopi dilihat dari aspek finansial dan aspek non finansial. Aspek non finansial terdiri atas aspek pasar, teknis, manajemen, sosial, dan lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa, usaha pengolahan kopi layak dijalankan dengan nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 43.507.123, IRR sebesar 30,16 persen, Net B/C sebesar 1,50, Gross B/C sebesar 1,04, dan PBP selama 8,81 tahun. Analisis sensitivitas dengan pendekatan switching value diperoleh batas maksimal penurunan jumlah produksi sebesar 12,74 persen dan kenaikan biaya biaya bahan baku sebesar 29,45 persen. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pengolahan kopi peka terhadap perubahan jumlah produksi namun tidak peka terhadap perubahan biaya bahan baku. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dan perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
22
Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Penulis No. 1.
Penelitian Terdahulu Dewi (2015)
-
2.
Rahayuni (2013)
-
Persamaan Komoditi Kopi Arabika Metode Hayami untuk analisis nilai tambah Krtiteria investasi yang digunakan (NPV, Net B/C, dan IRR) Melakukan analisis sensitivitas Komoditi Kopi Arabika Metode Hayami untuk analisis nilai tambah Analisis kendala usaha pengolahan kopi
-
-
-
-
3.
Nisa (2014)
-
-
Kriteria investasi yang digunakan (NPV, IRR, Net B/C, dan PBP) Melakukan analisis sensitivitas
-
-
Perbedaan Lokasi penelitian berada dalam satu kecamatan, namun berbeda pada Unit Usaha Produktif pengolahan Kopi Arabika Penelitian ini tidak melakukan analisis kendala usaha pengolahan kopi. Lokasi penelitian berada dalam satu kecamatan, namun berbeda pada Unit Usaha Produktif pengolahan Kopi Arabika Penelitian ini tidak melakukan analisis kelayak usaha Komoditi yang diteliti yaitu kopi Robusta Lokasi penelitian berada di Provinsi Jawa Tengah Menganalisis kelayakan usaha dari aspek non finansial Tidak melakukan analisis nilai tambah Tidak melakukan analisis kendala usaha
2.6 Kerangka Pemikiran Daerah Kintamani merupakan salah satu penghasil Kopi Arabika dengan luas tanam terluas di Provinsi Bali. Petani kopi di Provinsi Bali tergabung dalam kelompok atau lembaga tradisional yang disebut dengan subak abian. Subak Abian Ulian Murni merupakan salah satu subak abian penghasil komoditi Kopi Arabika. Subak Abian Ulian Murni membentuk Unit Usaha Produktif (UUP) yang bertujuan melakukan kegiatan pengolahan dan pemasaran Kopi Arabika untuk meningkatkan pendapatan. Kegiatan pengolahan kopi pada UUP Ulian Murni semakin berkembang setelah adanya bantuan berupa sarana dan prasarana pengolahan kopi dari Dinas
23
Perkebunan Provinsi Bali. Pemerintah Provinsi Bali juga memberikan bantuan kredit modal kerja untuk membantu UUP dalam membeli bahan baku dari para petani Kopi Arabika. Sampai saat ini produk yang telah dihasilkan yaitu kopi HS dan kopi bubuk. Kegiatan pengolahan kopi di UUP Ulian Murni dari kopi gelondong merah menjadi kopi HS hingga menjadi kopi bubuk menciptakan nilai tambah pada produk tersebut. Nilai tambah perlu dihitung untuk mengetahui keuntungan yang didapatkan dari proses pengolahan kopi sehingga memacu perusahaan untuk terus melakukan pengembangan terhadap produk yang dijual agar memiliki nilai tambah guna meningkatkan pendapatan. Nilai tambah dihitung dengan metode Hayami pada penelitian ini. Penelitian ini juga melakukan analisis terhadap kelayakan usaha UUP Ulian Murni yang dilihat dari aspek finansial. Aspek finansial usaha dianalisis dengan menggunakan kriteria investasi yaitu terdiri dari NPV, IRR, Net B/C, PBP, dan analisis sensitivitas. UUP Ulian Murni menghadapi kendala-kendala dalam melakukan usaha pengolahan kopi. Kendala-kendala usaha tersebut dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini kemudian dapat ditarik kesimpulan yang selanjutnya dapat dijadikan rekomendasi bagi pengelola usaha. Kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
24
Unit Usaha Produktif (UUP) Ulian Murni
Usaha Pengolahan Kopi Arabika
Nilai Tambah Akibat Perubahan Bentuk
Analisis Metode Hayami
Kelayakan Usaha
Analisis Kelayakan Finansial dengan kriteria investasi: - Net B/C - NPV - IRR - PBP - Analisis Sensitivitas
Kendala-kendala Usaha
Analisis Deskriptif
Hasil dan pembahasan
Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengolahan Kopi Arabika pada UUP Ulian Murni Kabupaten Bangli