perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemahaman tentang Industri Perkebunan 2.1.1
Pengertian Perkebunan dan Karakteristik Perkebunan Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004, perkebunan adalah
segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu melalui tanah dan/atau media tumbuh yang lain dalam suatu ekosistem, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan
teknologi,
permodalan,
serta
manajemen
untuk
mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (Republik Indonesia, 2004). Usaha perkebunan merupakan usaha yang dilakukan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 menyebutkan, perusahaan perkebunan didefinisikan sebagai pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. Sedangkan hasil perkebunan adalah semua barang dan jasa yang berasal dari perkebunan, terdiri dari produk utama, produk turunan, produk sampingan, dan produk ikutan (Republik Indonesia, 2004). Dilihat dari bentuk perusahaan perkebunan, di Indonesia dikenal tiga bentuk utama usaha perkebunan yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perusahaan Besar Negara (PBN). Perusahaan commit to user
10
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkebunan seringkali bekerja sama dengan masyarakat setempat dan pihak terkait lainnya yang meliputi pengadaan proyek kebun plasma di atas lahan masyarakat atau penyediaan lahan perusahaan yang dikelola oleh masyarakat. Kerja sama tersebut merupakan karakteristik tambahan sektor perkebunan yang tercermin dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan perusahaan. Perkebunan inti rakyat (PIR) merupakan program pemerintah yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk membina masyarakat transmigran untuk menghasilkan komoditas perkebunan tertentu. Perusahaan diwajibkan untuk membuka lahan, menyediakan bibit, pupuk dan saranan lain yang dananya akan diganti jika tanaman telah menghasilkan. Perkebunan inti rakyat, terdiri dari (BAPEPAM, 2002): a. Perkebunan inti, yaitu perkebunan yang dimiliki perusahaan. b. Perkebunan rakyat, yaitu perkebunan yang akan diserahkan kepada petani setempat pada setiap saat menghasilkan. Perkebunan rakyat dibangun di atas tanah yang dimiliki pemerintah yang telah diserahkan kepada transmigran. Proyek PIR dibiayai oleh pemerintah yang telah disalurkan kepada perusahaan atau ditalangi sementara oleh perusahaan. Pengelolaan perkebunan inti rakyat ini akan diserahterimakan kepada petani (transmigran) senilai harga konversi yang ditetapkan pemerintah pada saat perkebunan rakyat siap menghasilkan. Petani (transmigran) berkewajiban menjual hasil panennya kepada perusahaan dan mencicil kredit pemerintah dengan cara pemotongan hasil dari penjualnnya. commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perkebunan inti plasma merupakan program pemerintah yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk membina masyarakat menghasilkan komoditas perkebunan tertentu. Perusahaan diwajibkan untuk membuka lahan, menyediakan bibit, pupuk dan sarana lain yang dananya akan diganti jika tanaman telah menghasilkan. Perkebunan inti plasma, terdiri dari (BAPEPAM, 2002): a. Perkebunan inti, yaitu perkebunan yang dimiliki perusahaan. b. Perkebunan plasma, yaitu perkebunan yang akan diserahkan kepada petani setempat pada saat siap menghasilkan. Perkebunan plasma dibangun di atas tanah yang dimiliki petani setempat (perkebunan plasma). Proyek perkebunan plasma dibiayai oleh kredit investasi dari bank yang disalurkan kepada perusahaan atau ditalangi sementara oleh perusahaan. Pengelolaan perkebunan plasma ini akan diserahterimakan kepada petani (petani plasma) senilai harga konversi yang ditetapkan pemerintah pada saat perkebunan plasma siap menghasilkan. Petani plasma berkewajiban menjual hasil panennya kepada perusahaan dan mencicil
kredit
investasi
dengan
cara
pemotongan
dari
hasil
tanaman
perkebunan
merupakan
penjualannya. Pada
industri
perkebunan,
komoditas utama entitas. Hal ini dikarenakan semua aktivitas entitas terkait operasional bisnisnya bermula pada proses pengelolaan dan hasil penjualan dari tanaman ini. Tanaman perkebunan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (BAPEPAM, 2001): commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Tanaman semusim. Tanaman semusim dapat ditanam dan habis dipanen dalam siklus tanam. Termasuk dalam kategori tanaman semusim adalah tanaman pangan seperti padi, kedelai, jagung, dan tebu. b. Tanaman keras. Merupakan tanaman yang memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun sebelum dapat dipanen secara komersial pertama kali. Contoh tanaman keras antara lain kelapa sawit, karet, dan coklat. c. Tanaman holtikultura. Merupakan tanaman yang hasil panennya dapat dikonsumsi langsung seperti buah-buahan dan sayuran. Tanaman holtikultura dapat berupa: 1) Tanaman semusim, misalnya wortel, kol, kentang, dan lain-lain. 2) Tanaman yang dapat dipanen lebih dari satu kali panen tapi bukan tanaman keras. Contohnya tomat, cabe, semangka, melon, timun, dan lain-lain. 3) Tanaman keras. Contohnya jeruk, apel, dan lain-lain. d. Tanaman non holtikultura. Merupakan tanaman yang hasil panennya tidak dapat dikonsumsi secara langsung. Tanaman non holtikultura dapat berupa: 1) Tanaman semusim, misalnya padi. 2) Tanaman yang dapat dipanen lebih dari satu kali panen tapi bukan tanaman keras. Contohnya bunga matahari. 3) Tanaman keras, contohnya kopi, teh, kelapa sawit, dan lain-lain. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Tanaman belum menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan yang dapat berupa semua jenis tanaman, yang dapat dipanen lebih dari satu kali. Digunakan sebagai sebutan akun untuk menampung biaya-biaya yang terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap untuk menghasilkan secara komersial. f. Tanaman telah menghasilkan. Merupakan tanaman keras yang dapat dipanen lebih dari satu kali yang telah menghasilkan secara komersial. Digunakan sebagai sebutan untuk biaya-biaya yang sudah harus dikapitalisasi sebagai bagian aktiva tetap.
2.1.2
Kegiatan Perkebunan Menurut BAPEPAM (2002) dalam Pedoman Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik (P3LKEPP) Industri Perkebunan, kegiatan industri perkebunan dapat digolongkan menjadi: 1) Pembibitan dan penanaman, yaitu pengelolaan bibit tanaman hingga siap ditanam yang diikuti dengan proses penanaman; 2) Pemeliharaan,
berupa
pemeliharaan
tanaman
melalui
proses
pertumbuhan dan pemupukan hingga menghasilkan produk; 3) Pemungutan hasil, merupakan pengambilan atau panen atas produksi tanaman untuk dijual atau dibibitkan kembali; dan 4) Pengemasan dan pemasaran, yaitu proses lebih lanjut agar produk siap dijual. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut
BAPEPAM
(2002),
industri
perkebunan
memiliki
karakteristik khusus yang membedakan dengan sektor industri lain karena adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan produk yang akan dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Jenis kegiatan perkebunan dinyatakan lain dalam Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan berbasis IFRS, antara lain (Kementrian Negara BUMN, 2008): 1) Pengusahaan budidaya tanaman, meliputi pembukaan, persiapan, pengelolaan lahan, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan. Misalnya melalui perkebunan tanaman kelapa sait, karet, teh, kopi, tebu, kakao, tembakau,kina, dan lainnya; 2) Produksi, meliputi pemungutan hasil tanaman, pengolahan hasil tanaman sendiri atau pihak lain menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dilakukan melalui pabrik kelapa sawit, pabrik pengolahan inti sawit, pabrik pengolahan minyak kelapa sawit, pengolahan karet, teh kemasan, pabrik gula, pengeringan kakao, dan lainnya. 3) Perdagangan, meliputi pemasaran hasil produksi dan perdagangan lainnya terkait dengan kegiatan usaha, melalui penjualan hasil tanaman dan produksi ke pasar domestik dan luar negeri, baik dilakukan sendiri maupun melalui kantor pemasaran bersama, serta mengimpor dan memasarkan beberapa komoditas seperti gula putih dan raw sugar. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Pengembangan usaha di bidang perkebunan, agrowisata, dan agrobisnis, melalui pendirian pabrik karung goni, karung plastik, dan lainnya. 5) Kegiatan usaha lain yang menunjang kegiatan usaha perkebunan, seperti pendirian rumah sakit, dan pusat penelitian.
2.1.3 Fungsi dan Tujuan Perkebunan Menurut
Undang-Undang
Nomor
18
Tahun
2004
tentang
Perkebunan pasal 4, perkebunan memiliki fungsi antara lain (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004): 1) Ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional. 2) Ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung. 3) Sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Sedangkan
tujuan
dari
penyelenggaraan
perkebunan
adalah
meningkatkan pendapatan masyarakat, penerimaan negara, penerimaan devisa negara, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, serta mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004).
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.1.4
Risiko Industri Perkebunan Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten
atau
Perusahaan
Publik
Industri
Perkebunan
(BAPEPAM,
2002)
menyebutkan bahwa perusahaan pada industri ini memiliki risiko melekat seperti: 1) Kegagalan panen yang diakibatkan oleh: a) Keadaan alam. Industri perkebunan merupakan industri yang sangat tergantung oleh keadaan alam. Kekeringan, kebakaran dan bencana lain seperti hama penyakit merupakan risiko melekat yang harus dihadapi oleh perusahaan pada indutri ini. b) Kesalahan manajemen. Panen dapat pula mengalami kegagalan yang disebabkan oleh kesalahan perencanaan dan proses produksi. 2) Ikatan yang mungkin dilakukan perusahaan perkebunan sesuai dengan kewajiban yang diharuskan oleh pemerintah. Ikatan ini biasanya berbentuk pengembangan perkebunan inti rakyat (PIR) atau bentuk lainnya yang mungkin menimbukan konsekuensi kegagalan yang harus ditanggungoleh perusahaan perkebunan. 3) Peraturan perundangan
yang wajib ditaati
meliputi
konsep
pengembangan yang jelas, dampak terhadap lingkungan hidup, dan peraturan lainnya. Hal ini dapat membatasi gerak perusahaan dalam melakukan produksi dan pemasaran dengan adanya pembatasan lahan perkebunan, pengenaan pajak, pembatasan wilayah distribusi commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
regional, dan lain-lain, sehingga mengharuskan perusahaan memiliki perencanaan yang rapi dalam menjalankan aktivitas operasinya. 4) Kondisi internasional dan kawasan regional menyangkut: a) Perubahan harga, kuota, fluktuasi, nilai tukar valuta asing; b) Perubahan iklim; c) Pembatasan-pembatasan tertentu. 5) Tingkat kompetisi. Dengan
bertambahnya
jumlah
penduduk,
menyebabkan
meningkatnya kebutuhan konsumsi pangan, termasuk produk nabati. Di satu sisi merupakan peluang bagi industri perkebunan untuk meningkatkan kuantitas dankualitas produknya. Di sisi lain, kondisi ini merupakan suatu ancaman karena semakin banyak pesaing baik dalam maupun luar negeri yang memasok produk merek di pasar Indonesia. Hal ini tentunya menciptakan iklim persaingan yang semakin ketat bagi industri perkebunan di Indonesia. 6) Perubahan teknologi. Pesatnya
perkembangan
bio-teknologi
khususnya
di
sektor
perkebunan mengakibatkan teknologi yang ada tidak ekonomis untuk dipakai. Kalaupun masih dipakai, perusahaan yang menggunakan teknologi lama menjadi kurang mampu bersaing dengan perusahaan yang menggunakan teknologi baru. 7) Pemogokan karyawan. Semakin kuatnya peranan serikat karyawan dalam menyikapi setiap kebijakan pemerintah atau perusahaan, menyebabkan karyawan lebih commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kritis dalam menyuarakan ketidakpuasan terhadap kondisi kerja seperti kompensasi, perubahan peraturan, sampai keadaan ekonomi dan politik yang tidak stabil. Ketidakpuasan ini bisa dinyatakan dalam bentuk demonstrasi dan pemogokan massal yang berpotensi menimbulkan kerusuhan. 8) Kerusuhan dan penjarahan. Semakin buruknya kondisi sosial dan ekonomi menyebabkan masyarakat lebih mudah terpengaruh oleh berbagai informasi yang dapat
menyebabkan
ketidakpuasan
pengerahan
terhadap
massa
perusahaan.
dalam
menyuarakan
Ketidakpuasan
ini
bisa
dinyatakan dalam bentuk demonstrasi dan pemogokan massal yang berpotensi menimbulkan kerusuhan (riot). 9) Risiko Leverage. Pengembangan usaha perkebunan, terutama dalam pembangunan sarana dan prasarananya membutuhkan dana dalam jumlah besar. Keterlibatan kreditor sebagai penyedia sumber dana tentunya tidak bisa dihindari. Semakin besarnya pendanaan dari luar (external financing) mengakibatkan semakin besar
pula kemungkinan
perusahaan tidak mampu melunasi hutang tersebut.
2.2. Industri Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri, ekspor CPO yang menghasilkan devisa dan menyediakan kesempatan kerja. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit (Departemen Perindustrian, 2007). Perkebunan kelapa sawit menjadi primadona dan mampu mencapai perkembangan seperti sekarang ini, sehingga menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Hal ini disebabkan antara lain memberikan manfaat positif pertumbuhan ekonomi yang dirasakan masyarakat dan pelaku usaha kelapa sawit, harga yang cukup baik di tingkat internasional, minyak biofuel pengganti minyak fosil dan juga sangat dimungkinkan berkat prakarta pemerintah yang diawali dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit melalui proyek-proyek pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat)/NES (Nucleus Estate Smallholders) pada awal tahun ’80 an. Perkembangan sub-sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif. Insentif tersebut antara lain kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR-Bun dan pembukaan wilayah baru areal perkebunan besar swasta. Tanaman kelapa sawit tersebar di 32 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau pada tahun 2014 dengan luas areal seluas 2,30 juta Ha merupakan provinsi yang mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul berturutturut Provinsi Sumatera Utara seluas 1,39 juta Ha, Provinsi Kalimantan commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tengah seluas 1,16 juta Ha dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha serta provinsi-provinsi lainnya (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
Tabel 1 Sebaran Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2014 Luas (Ha) Riau 2.296.849 Sumatera Utara 1.392.532 Kalimantan Tengah 1.156.653 Sumatera Selatan 1.111.050 Kalimantan Barat 959.226 Kalimantan Timur 856.091 Jambi 688.810 Kalimantan Selatan 499.873 Aceh 413.83 Sumatera Barat 381.754 Bengkulu 304.339 Kep. Bangka Belitung 211.237 Lampung 165.251 Sulawesi Tengah 147.757 Sulawesi Barat 101.001 Jumlah 10.956.231 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014.
Produksi (Ton) 7.037.636 4.753.488 3.312.408 2.852.988 1.898.81 1.599.895 1.857.260 1.316.224 853.855 1.082.823 833.410 538.724 447.978 259.361 300.396 29.344.479
Provinsi
Sejak tahun 1990, perkebunan kelapa sawit telah bergeser kepemilikannya dari semula sebagian besar dimiliki oleh perkebunan milik negara, kini sebagian besar dimiliki oleh perkebunan swasta. Hal ini disebabkan adanya investasi besar-besaran dari perkebunan swasta. Pada saat krisis moneter tahun 1997, Indonesia mengalami perubahan dalam kepemilikan perkebunan kelapa sawit akibat masuknya investor Malaysia dengan
membuka
perkebunan
baru
perkebunan yang ada. commit to user
maupun
dengan
mengakuisisi
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Luas areal menurut status pengusahaannya milik rakyat (Perkebunan Rakyat) pada tahun 2014 seluas 4,55 juta Ha atau 41,55% dari total areal, milik negara (PTPN) seluas 0,75 juta Ha atau 6,83% dari total luas areal, milik swasta seluas 5,66 juta Ha atau 51,62%, swasta terbagi menjadi 2 (dua) yaitu swasta asing seluas 0,17 juta Ha atau 1,54% dan sisanya lokal.
Tabel 2 Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2004-2014 Luas areal (Ha) PR PBN PBS 2004 2.220.338 605.865 2.458.520 2005 2.356.892 529.854 2.567.068 2006 2.549.572 687.428 3.357.914 2007 2.752.172 606.248 3.408.416 2008 2.881.898 602.963 3.878.986 2009 3.061.413 630.512 4.181.369 2010 3.387.257 631.520 4.366.617 2011 3.752.480 678.378 4.561.966 2012 4.137.620 683.227 4.751.868 2013 4.356.087 727.767 5.381.166 2014 4.551.854 748.272 5.656.105 Rata-rata Laju Pertumbuhan (%) Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. Tahun
Jumlah 5.284.723 5.453.723 6.594.914 6.766.836 7.363.847 7.873.294 8.385.394 8.992.824 9.572.715 10.465.020 10.956.231
Laju Pertumbuhan 3,20% 20,92% 2,61% 8,82% 6,92% 6,50% 7,24% 6,45% 9,32% 4,69% 7,67%
Pergeseran kepemilikan dari perkebunan sawit diakibatkan karena banyaknya perkebunan sawit swasta besar menghadapi masalah keuangan karena besarnya hutang yang mereka tanggung. Saat ini, grup-grup perusahaan perkebunan sawit telah berubah, dan muncul perkebunan yang dimiliki oleh beberapa pemilik dengan porsi saham yang terbesar, baik saham yang dimiliki oleh publik maupun oleh private company. Pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang diambil dari Direktorat Jenderal commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perkebunan (2014), rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2004-2014 sebesar 7,67%. Sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09% per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga CPO yang relatif stabil di pasar internasional dan memberikan
pendapatan
produsen,
khususnya
petani,
yang cukup
menguntungkan. Berdasarkan buku statistik komoditas kelapa sawit terbitan Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO.
Tabel 3 Volume dan Nilai Ekspor CPO Tahun 2003-2013 Minyak Sawit Volume Laju Tahun (Ton) Pertumbuhan 2003 6.386.409 2004 8.661.647 35,63% 2005 10.375.792 19,79% 2006 10.471.915 0,93% 2007 11.85.418 13,40% 2008 14.290.687 20,34% 2009 16.829.205 17,76% 2010 16.291.856 (3,19)% 2011 16.436.202 0,89% 2012 18.850.836 14,69% 2013 20.577.976 9,16% Rata-rata 12,94% Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014.
Nilai (000 US$) 2.454.626 3.441.76 3.756.557 3.522.810 7.868.640 12.375.571 10.367.621 13.468.966 17,261,247 17.602.180 15.838.850 Rata-rata
Laju Pertumbuhan 40,22% 9,15% (6,22)% 123,36% 57,28% (16,23)% 29,91% 28,16% 1,98% (10,02)% 25,76%
Laju pertumbuhan rata-rata volume ekspor kelapa sawit khususnya CPO selama 2013-2013 sebesar 12,94% per tahun dengan peningkatan nilai ekspor rata-rata 25,76% per tahun. Realisasi ekspor komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai volume 20,58 juta ton (minyak sawit/CPO dan commitnilai to user minyak sawit lainnya) dengan US$15,84 milyar. Volume ekspor
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
komoditas kelapa sawit sampai dengan bulan September 2014 mencapai 15,96 juta ton dengan nilai sebesar US$12,75 juta. Hal ini mengalami kenaikan sebesar 7,59% jika dibandingkan dengan volume ekspor sampai dengan September 2013 sebesar 15,831 juta ton. Neraca perdagangan untuk komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai US$19,34 milyar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
2.3. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik (P3LKEPP) Industri Perkebunan P3LKEPP adalah sebuah pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga keuangan atau sering disebut dengan BAPEPAM-LK (sekarang OJK) digunakan untuk membantu entitas yang mempunyai tanggung jawab pelaporan terhadap publik dalam menyajikan laporan keuangan yang sesuai dengan tujuan laporan keuangan. Pedoman ini dibuat untuk emiten atau perusahaan publik yang aktivitas utamanya adalah industri perkebunan dengan asumsi bahwa emiten atau perusahaan publik tersebut tidak mempunyai anak perusahaan yang dikonsolidasikan. Apabila perusahaan tersebut memiliki anak perusahaan yang harus dikonsolidasikan, maka pedoman ini harus digunakan bersama pedoman Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Perusahaan Investasi. P3LKEPP dimaksudkan untuk memberikan suatu panduan penyajian dan pengungkapan yang terstandarisasi dengan mendasarkan pada prinsipprinsip pengungkapan penuh (full disclosure), sehingga dapat memberikan kualitas penyajian dan pengungkapan yang memadai bagi pengguna commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Laporan keuangan harus cukup penting untuk mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang pemakai yang berpengetahuan. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengakui bahwa penyajian jumlah dan sifat informasi dalam laporan keuangan harus memenuhi kaidah keseimbangan antara biaya dan manfaat.
2.4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 Tentang Aset Tetap (Revisi 2011) PSAK No. 16 disusun dan diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. PSAK No. 16 (Revisi 2011) ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi aset tetap. PSAK No. 16 paragraf 6 menyatakan aset tetap merupakan aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif serta diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. PSAK No. 16 Aset Tetap mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk properti, pabrik, dan perlengkapan (yang biasa disebut sebagai ‘aset tetap’) dan akuntansi untuk penyusutan terkait. Namun, PSAK 16 tidak berlaku untuk (IAI, 2011): a. Aset tetap yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual (yang diatur oleh PSAK 58 Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan); commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
b. Properti investasi yang diperhitungkan menggunakan metode nilai wajar (yang diatur oleh PSAK 13 Properti Investasi); c. Aset biologis terkait dengan aktivitas agrikultural; dan d. Hak-hak atas mineral.
2.4.1. Definisi dan Karakteristik Aset Tetap Akuntansi aset tetap diatur dalam PSAK No. 16 dalam paragraf 6 bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode (IAI, 2011). Definisi aset tetap lainnya dikemukakan oleh Kieso et. al. (2012) sebagai berikut: “Plants assets are resources that have three characteristic: they have a physical substance (a definite size and shape), are used in the operation of business, and are not intended for sale customer. They are also called property, plant, and equipment, plant and equipment or fixed and assets”. Wild et. al. (2012) mengartikan “property, plant, and equipment are tangible assets in a company’s operation that have a useful life of more than one accounting period. They are also called plant assets or fixed assets”. Agar dapat diklasifikasikan sebagai aset tetap, menurut PSAK No. 16, suatu aset harus memiliki karakteristik-karakteristik berikut (Wahyuni, 2012). a. Aset tersebut digunakan dalam operasi. Hanya aset yang digunakan dalam operasi normal perusahaan saja yang dapat diklasifikasikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
sebagai aset tetap (misalnya kendaraan bermotor yang dimiliki oleh dealer mobil untuk dijual kembali harus diperhitungkan sebagai persediaan). b. Aset tersebut memiliki masa (umur) manfaat yang panjang. Lebih dari satu periode. c. Aset tersebut memiliki substansi fisik. Aset tetap memiliki ciri substansi fisik kasat mata sehingga dibedakan dari aset tak berwujud seperti hak paten dan merek dagang.
2.4.2. Pengakuan Aset Tetap Permasalahan perolehan aset tetap adalah penentuan besarnya harga perolehan (cost) aset tersebut yang diakui pada saat perolehan. Sebagaimana dikemukakan oleh Kieso et. al. (2012) bahwa “cost consists of all expenditures necessary to acquire the asset and make it ready for its intended use”. Untuk menentukan besarnya harga perolehan aset tetap, biaya-biaya yang dapat dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan harus diidentifikasi (Purba, 2013). Sesuai dengan paragraf 7, suatu entitas harus mengakui aset tetap sebagai aset jika dan hanya jika (IAI, 2011): 1) Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan 2) Biaya perolehan dapat diukur secara andal. Kriteria pertama dipenuhi apabila tingkat kepastian aliran manfaat ekonomis pada saat pengakuan awal. Pada umumnya kriteria ini dipenuhi commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
apabila risiko dan imbalan kepemilikan aset tersebut telah diterima oleh perusahaan (Wahyuni, 2012). Aset tetap yang diperoleh dari pasar dapat memenuhi kriteria kedua dengan mudah akibat adanya transaksi eksternal. Untuk aset tetap yang dibangun secara internal, pengukuran secara andal terhadap biaya yang timbul dalam pembangunan tersebut juga sering kali telah tersedia (Wahyuni, 2012).
2.4.3. Pengukuran setelah Pengakuan Awal Aset Tetap Paragraf 29 menyebutkan bahwa untuk melakukan pengukuran terhadap aset, suatu entitas memilih model biaya dalam paragraf 30 atau model revaluasi dalam paragraf 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Penjelasan mengenai model pengukuran aset pada PSAK 16 paragraf 30 dan 31 adalah sebagai berikut (IAI, 2011): a. Model Biaya Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Biaya perolehan (cost) adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi. Komponen biaya perolehan aset tetap dalam paragraf 16 meliputi: commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Harga perolehannya, termasuk bea impor, dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain; 2) Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen; 3) Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan. Berdasarkan PSAK 16 paragraf 12, entitas tidak boleh mengakui biaya perawatan sehari-hari aset tetap sebagai bagian dari aset bersangkutan. Biaya-biaya diakui dalam laba rugi saat terjadinya. Biaya perawatan sehari-hari terutama terdiri atas biaya tenaga kerja dan bahan habis pakai (consumable) termasuk di dalamnya suku cadang kecil. b. Model Revaluasi Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara handal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Definisi nilai wajar dalam PSAK 16 paragraf 6 adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkeinginan dan memiliki pengetahuan yang memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arm’s length transaction). Penyusutan merupakan alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Sedangkan definisi dari rugi penuruan nilai (impairment loss) adalah selisih dari jumlah tercatat suatu aset dengan jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aset tersebut. PSAK 16 ayat 33 menjelaskan bahwa jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjualbelikan. Entitas perlu mengestimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost approach). Nilai aset tetap perlu untuk direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali. Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama (memiliki sifat dan kegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas) harus direvaluasi. Terdapat dua kondisi sebagai hasil dari melakukan revaluasi aset tetap yaitu (IAI, 2011): 1) Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut
diakui
dalam
pendapatan
komprehensif
lain
dan
terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi (bagian kredit). Namun, kenaikan tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba rugi. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, maka penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai tercatat diakui melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.
Penurunan
nilai
yang
diakui
dalam
pendapatan
komprehensif lain mengurangi akumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi.
2.4.4. Penyusutan Penyusutan
merupakan
salah
satu
konsekuensi
akibat
dari
penggunaan aset tetap. Di mana aset tetap akan cenderung mengalami penurunan fungsi. Kieso et. al. (2012) mengemukakan bahwa “depreciation is the process of allocating to expense the cost of a plant asset over its useful (service) life in a rational and systematic manner”. Definisi penyusutan lainnya dikemukakan oleh Wild (2012) bahwa “depreciation is the process of allocating the cost of an item of property, plant, and equipment to expense in the accounting periods beneriting from it use”. Penyusutan aset tetap merupakan alokasi harga perolehan dari aset tetap yang bersangkutan, sebagai beban bagi periode-periode yang menikmati penggunaannya (Mardiasmo, 2012). Penyusutan berlaku untuk tiga kelas aset tetap, yaitu land improvements, bangunan, dan peralatan. Tiap aset dalam kelas tersebut dianggap sebagai aset yang dapat disusutkan (depreciable assets) karena daya guna bagi perusahaan dan kemampuan produksi tiap aset akan menurun seiring dengan bertambahnya usia aset tersebut (Kieso et. al., 2012).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
Perhitungan penyusutan aset tetap ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Mardiasmo, 2012): a. Harga perolehan, yaitu jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sehingga siap untuk dipergunakan di dalam operasi perusahaan. b. Taksiran nilai residu, yaitu taksiran nilai sisa aset tetap tersebut pada saat masa kegunaannya habis. c. Taksiran umur kegunaan, yaitu taksiran umur aset tetap yang bersangkutan dapat dipergunakan dalam operasi perusahaan. Kieso et. al. (2012) menyatakan bahwa “salvage value is an estimate of the asset’s value at the and of its useful life”. Berdasarkan PSAK No. 16 paragraf 52, nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap di-review minimum setiap akhir tahun buku. Apabila ternyata hasil review berbeda dengan estimasi sebelumnya, maka perbedaan tersebut diperlakukan sebagi perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25 tentang Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan (IAI, 2011). Penyusutan diakui walaupun nilai wajar aset melebihi jumlah tercatatnya, sepanjang nilai residu aset tidak melebihi jumlah tercatatnya. Jumlah tersusutkan suatu aset ditentukan setelah mengurangi nilai residualnya. Secara praktik, nilai residu aset terkadang tidak signifikan sehingga tidak material dalam penghitungan jumlah tersusutkan. Menurut PSAK No. 16 paragraf 62, metode penyusutan yang digunakan untuk aset di-review minimum setiap akhir tahun buku dan apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25. Metode tersebut antara lain metode garis lurus (straight line method), metode unit aktivitas (unit-of-activity method), dan metode saldo menurun (declining-balance method).
2.4.5. Penurunan Nilai Dalam menentukan apakah sesuatu aset tetap mengalami penurunan nilai, entitas menerapkan PSAK No. 48 tentang Penurunan Nilai Aset. Pernyataan tersebut menjelaskan bagaimana entitas me-review jumlah tercatat asetnya, bagaimana menentukan jumlah terpulihkan dari aset dan kapan mengakui atau membalik rugi penurunan nilai. Menurut PSAK No. 16 paragraf 65, kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami penurunan nilai, hilang atau dihentikan dimasukkan dalam laba rugi pada saat kompensasi diakui menjadi piutang (IAI, 2011). Berdasarkan PSAK 16 paragraf 66, penurunan nilai atau kerugian aset tetap, klaim atas atau pembayaran kompensasi dari pihak ketiga dan pembelian atau konstruksi selanjutnya atas penggantian aset adalah peristiwa ekonomi yang terpisah dengan ketentuan sebagai berikut (IAI, 2011): a. Penurunan nilai aset tetap diakui sesuai dengan PSAK 48 tentang Penurunan Nilai Aset. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Penghentian pengakuan aset tetap yang usang atau dilepas ditentukan sesuai dengan pernyataan ini. c. Kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami penurunan nilai, hilang atau dihentikan harus dimasukkan dalam penentuan laba rugi pada saat kompensasi diakui pada saat menjadi piutang. d. Biaya perolehan aset tetap yang diperbaiki, dibeli atau dikonstruksi sebagai penggantian ditentukan sesuai dengan pernyataan ini.
2.4.6. Pelepasan Aset Pelepasan aset tetap tentu saja bukan merupakan transaksi yang dapat dihindari terjadinya. Meskipun kepemilikan aset tetap oleh perusahaan bukan dimaksudkan untuk dijual, dalam keadaan dan alasan tertentu perusahaan mungkin saja menjual aset tetap yang dimilikinya. Transaksi pelepasan aset tetap tersebut jarang sekali terjadi, oleh karena itu transaksi tersebut dapat dikatakan transaksi yang bersifat luar biasa (Mardiasmo, 2012). Menurut PSAK No. 16 paragraf 67, jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepas atau ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap dimasukkan dalam laba rugi pada saat aset tersebut dihentikan
pengakuannya
(kecuali
PSAK
No.
30
tentang
Sewa
mengharuskan perlakuan yang berbeda dalam hal transaksi jual dan sewacommit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
balik). Keuntungan tidak boleh diklasifikasikan sebagai pendapatan (IAI, 2011). Perusahaan melepas aset tetap ketika aset tidak lagi memiliki manfaat
untuk
perusahaan.
Apapun
metodenya,
perusahaan
harus
menentukan nilai buku aset tetap pada waktu pelapasan untuk menentukan untung atau rugi. Kieso et. al. (2012) menjelaskan terdapat dua perlakuan akuntansi pelepasan aset yaitu retirement of plant assets dan penjualan aset tetap. Berdasarkan PSAK No. 16 paragraf 71, keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan suatu aset tetap ditentukan sebesar pendapatan antara jumlah hasil pelepasan neto, jika ada, dan jumlah tercatat dari aset tersebut. Piutang atas pelepasan aset tetap diakui pada awal sebesar nilai wajarnya. Jika pembayaran untuk hal tersebut ditangguhkan, maka perhitungan yang akan diterima diakui pada saat awal sebesar nilai tunainya. Perbedaan antara jumlah nominal piutang dan nilai tunainya diakui sebagai pendapatan bunga sesuai dengan PSAK No. 23 tentang Pendapatan yang mencerminkan imbalan efektif atas piutang.
2.4.7. Pengungkapan Aset Tetap PSAK No. 16 mengatur tentang pengungkapan atas aset dalam laporan keuangan. Pengungkapan untuk setiap aset dalam laporan keuangan dapat meliputi (IAI, 2011): 1) dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto; 2) metode penyusutan yang digunakan; commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 4) jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai jika ada) pada awal dan akhir periode; dan 5) rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: a) penambahan; b) aset yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual atau termasuk
dalam
kelompok
yang
akan
dilepaskan
yang
peningkatan
atau
diklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual; c) akuisisi
melalui
penggabungan
usaha,
penurunan nilai akibat dari revaluasi; d) penyusutan; dan e) perubahan lainnya.
2.5. Komponen Aset Perusahaan Perkebunan Menurut Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik (P3LKEPP) Industri Perkebunan, aset perusahaan perkebunan dibagi menjadi 2 (dua) komponen yaitu Aktiva Lancar dan Aktiva Tidak Lancar (Bapepem, 2002).
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4 Komponen Aset Perusahaan Perkebunan Komponen Aset Aset Lancar Kas dan Setara Kas Investasi Jangka pendek Wesel Tagih Piutang Usaha Piutang Lain-lain Persediaan Pajak Dibayar Dimuka Biaya Dibayar Dimuka Aset Lancar Lain-lain Aset Tidak lancar Piutang Hubungan Istimewa Piutang PIR (Plasma) Aset Pajak Tangguhan Investasi pada Perusahaan Asosiasi Investasi Jangka Panjang Lain Tanaman Perkebunan Aset Tetap Aset Tidak Berwujud Aset Lain-lain Sumber: BAPEPAM (2002), IAI.
Standar Akuntansi yang Berlaku KDPPLK, PSAK 1, PSAK 2 PSAK 1, PSAK 55, PSAK 50 PSAK 1, PSAK 7, PSAK 55, PSAK 50 PSAK 1, PSAK 7, PSAK 55, PSAK 50 PSAK 1, PSAK 7, PSAK 55, PSAK 50 PSAK 14 PSAK 1 PSAK 1 PSAK 1 PSAK 1, PSAK 7, PSAK 55, PSAK 50 PSAK 1, PSAK 7, PSAK 55, PSAK 50 PSAK 46 PSAK 4, PSAK 15, PSAK 40 PSAK 1, PSAK 55, PSAK 50 PSAK 16, PSAK 48, PSAK 25 PSAK 16, ISAK 25, PSAK 48, PSAK 25 PSAK 19 PSAK 1
Penelitian ini berfokus pada penerapan PSAK No. 16 di mana dalam komponen Aktiva Tidak Lancar terdapat pos Aktiva Tetap dan Tanaman Perkebunan tahunan yang hingga saat ini mengacu pada PSAK No. 16 tentang Aset Tetap. Tanaman Perkebunan merupakan aset yang tergolong unik menjadi ciri khas dari perusahaan perkebunan.
2.5.1. Tanaman Perkebunan Pos ini merupakan tanaman menghasilkan berumur panjang yang terdiri dari (BAPEPAM, 2002): commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Tanaman telah menghasilkan Pos ini merupakan tanaman keras dan dapat dipanen lebih dari satu kali yang telah menghasilkan secara komersial. Tanaman telah menghasilkan dicatat sebesar biaya perolehannya yaitu semua biayabiaya
yang
dikelaurkan
sampai
tanaman
tersebut
dapat
menghasilkan. Tanaman telah menghasilkan disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi deplesi (penyusutan). 2) Tanaman belum menghasilkan Pos ini merupakan tanaman yang belum menghasilkan dan dapat dipanen lebih dari satu kali. Tanaman belum menghasikan dicatat sebesar biaya-biaya yang terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap untuk menghasilkan secara komersial. Biaya tersebut antara lain terdiri dari biaya persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, kapitalisasi biaya pinjaman yang dipakai dalam pendanaan. Pada saat tanaman siap untuk menghasilkan maka direklasifikasi menjadi tanaman telah menghasilkan.
2.5.2. Aset Tetap Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai, baik melalui pembelian maupun dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam kegiatan usaha perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (BAPEPAM, 2002). commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aset tetap dapat berupa: 1) Pemilikan Langsung Pos ini merupakan aset tetap yang siap pakai, transaksinya telah selesai, dan menjadi hak perusahaan secara hukum. Aset ini dicatat sebesar biaya perolehan. 2) Aset Sewa Guna Usaha Pos ini merupakan aset tetap yang diperoleh melalui transaksi sewa guna usaha yang memenuhi kriteria capital lease. Aset sewa guna usaha dicatat sebesar nilai tunai (present value) dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. 3) Aset dalam Penyelesaian Pos ini merupakan aset yang masih dalam proses pembangunan dan belum siap untuk digunakan, serta dimaksudkan untuk dipergunakan oleh perusahaan dalam kegiatan usahanya. Aset ini dicatat sebesar biaya yang telah dikeluarkan. Dalam hal proses pembangunan aset tersebut terhenti dan tidak mungkin dilanjutkan, maka harus dikeluarkan dari komponen aset tetap. Aset tetap perusahaan perkebunan umumnya terdiri dari (Pardamean, 2014:115): 1) Bangunan dan perumahan. Adapun bangunan dan perumahan terbagi atas: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
a) Bangunan kerja: kantor besar, kantor afdeling, bangunan bengkel, bangunan riset, gudang induk, gudang afdeling. b) Bangunan umum: gedung pertemuan/balai karyawan, mes, long house, poliklinik, sekolah, rumah ibadah, lapangan olahraga, penitipan bayi, kantin, koperasi, rumah genset, pos jaga. c) Bangunan perumahan: rumah manajer, rumah staf, rumah karyawan. 2) Kendaraan dan alat berat: contoh kendaraan darat, yaitu jeep, pick up, mini bus, truk, dump truck, dan sepeda motor, sedangkan kendaraan air, yaitu boat dan ponton. Contoh alat berat, di antaranya trailer, traktor, excavator, buldoser, grader, compactor, dan backoe loader. 3) Alat perbengkelan, pertanian, dan mesin. 4) Inventaris dan peralatan kantor. 5) Prasarana umum. Contohnya adalah jalan masuk ke areal perkebunan, tanggul dan waduk, jembatan permanen, serta dermaga. 6) Lahan/tanah. Akuntansi tanah di Indonesia sebelum tahun 2012 tunduk pada PSAK No. 47 tentang Akuntansi Tanah. Namun, PSAK ini dicabut oleh DSAK-IAI dan digantikan oleh ISAK 25 tentang Hak Atas Tanah yang akan berlaku pada tahun 2012 (Wahyuni, 2012). ISAK 25 tentang Hak Atas Tanah mensyaratkan tanah diakui sebagai aset tetap dan secara garis besar peraturannya mengikuti PSAK No. 16 Aset Tetap. Berdasarkan Undang-Undang No. 5/1960 tentang peraturan dasar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
Pokok-Pokok Agraria dan PP No. 40.1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, perusahaan di Indonesia tidak bisa memiliki tanah dengan sertifikat hak milik namun HGU, HGB, dan Hak Pakai yang bisa diperpanjang dan diperbarui. Dengan demikian, umur ekonomis tanah dapat tidak terbatas bila perusahaan berniat untuk terus memperpanjang dan memperbarui haknya. ISAK 25 mensyaratkan harga perolehan tanah tidak disusutkan kecuali memang perusahaan meyakini bahwa perpanjangan atau pembaruan hak mereka akan ditolak pemerintah (Wahyuni, 2012). Biaya perpanjangan atau pembaruan hak (bukan biaya untuk mendapatkan hak ketika pertama kali tanah diperoleh) berdasarkan ISAK 25 diakui sebagai aset tak berwujud dan tunduk terhadap PSAK No. 19 Aset Tidak berwujud. Berdasarkan PSAK No. 19, aset tak berwujud disusutkan sesuai dengan umur ekonomisnya (Wahyuni, 2012).
2.6. Komponen Perlakuan Akuntansi terhadap Aset Tanaman dan Aset Tetap sesuai dengan PSAK 16 Aset tanaman perkebunan dan aset tetap perusahaan dikatakan sesuai dengan standar yang berlaku apabila telah menerapkan hal-hal di bawah ini. a. Pada pengakuan awal perolehan tanaman perkebunan/aset tetap diakui sebesar biaya perolehan. Hal tersebut sesuai dengan paragraf 15 pada PSAK 16 Aset Tetap. Hal tersebut berlaku pada aset yang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun seperti tanaman kelapa sawit dan aset tetap. Biaya perolehan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
yang dimaksudkan yaitu jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau jika diterapkan jumlah yang diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu. Biaya perolehan aset tanaman perkebunan maupun aset tetap harus diakui apabila kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut dan biaya perolehan aset dapat diukur secara andal seperti yang dijelaskan pada paragraf 7 PSAK No. 16 (IAI, 2011). b. Aset tetap yang diperoleh melalui pertukaran dengan aset nonmoneter diukur sebesar nilai wajar. Berdasarkan paragraf 24, PSAK 16 menyebutkan bahwa satu atau lebih aset tetap mungkin diperoleh dalam pertukaran aset nonmoneter, atau kombinasi aset moneter dan nonmoneter (IAI, 2011). Hal ini mengacu pada pertukaran satu aset nonmoneter dengan aset nonmoneter lainnya, tetapi hal ini juga berlaku untuk semua pertukaran. Dalam pertukaran tersebut suatu aset tetap harus diukur pada nilai wajar. Namun, pengukuran tersebut tidak berlaku apabila transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial, atau nilai wajar dari aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur secara andal. c. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan diakui sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak. Sumbangan/hibah ini dapat mengurangi nilai tercatat aset (IAI, 2011). Sumbangan/hibah yang dimaksudkan berasal dari pemerintah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
yang ditujukan untuk menunjang kegitan perkebunan sesuai dengan PSAK No. 61 tentang Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah. d. Harga perolehan aset tetap tanah yang dibangun sendiri merupakan akumulasi seluruh biaya perolehan dan pengembangan tanah. Hal tersebut dikhususkan untuk aset tetap berupa tanah, sehingga tidak dimasukkan untuk komponen perlakuan akuntansi pada aset tanaman. Walaupun tanaman perkebunan merupakan aset yang tertanam di dalam tanah, tanaman dan tanah juga merupakan aset yang dapat dipisahkan dan harus dicatat terpisah meskipun diperoleh sekaligus. Jika biaya perolehan tanah yang di dalamnya termasuk biaya untuk membongkar, memindahkan dan memugar, dan manfaat yang diperoleh dari pembongkaran, pemindahan dan pemugaran tersebut terbatas, maka biaya tersebut harus disusutkan selama periode manfaat yang diperolehnya. Dalam beberapa kasus, tanah memiliki umur manfaat yang terbatas, sehingga disusutkan dengan cara yang mencerminkan manfaat yang diperoleh dari tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan PSAK 16 paragraf 60 (IAI, 2011). e. Pengakuan setelah pengukuran awal. Berdasarkan PSAK No. 16 (Revisi 2011), entitas diperbolehkan memilih model biaya atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Oleh karena itu, tanaman perkebunan maupun aset tetap dapat menggunakan salah satu kebijakan tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Prinsipnya, entitas dapat menggunakan model biaya apabila setelah diakui sebagai aset. Aset tersebut dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset sesuai dengan paragraf 30 (IAI, 2011). Entitas juga boleh menggunakan model revaluasi dengan mencatat asetnya sebesar nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi penyusutan sesuai dengan paragraf 31, dengan catatan nilai wajar dapat diukur secara andal (IAI, 2011). Jika tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjualbelikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang berkelanjutan, maka entitas perlu mengestimasi nilai wajar menggunakan pendekatan pendapatan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost approach). f. Penyusutan. Penyusutan dapat terjadi pada jenis aset yang memiliki masa manfaat lebih dari satu periode seperti tanaman perkebunan maupun aset tetap. Sesuai dengan paragraf 44, setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan yang cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah. Pemilihan metode penyusutan ini memerlukan pertimbangan begitu juga pada estimasi umur manfaat aset tersebut. Oleh karena itu, pengungkapan metode yang digunakan dan estimasi umur manfaat atau tarif penyusutan memberikan informasi bagi pengguna laporan keuangan dalam me-review kebijakan yang dipilih manajemen dan memungkinkan perbandingan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
entitas lain. Dengan demikian, entitas perlu mengungkapkan apakah penyusutan diakui dalam laba rugi atau diakui sebagai bagian dari biaya perolehan aset lain selama satu periode dan akumulasi penyusutan. Hal ini sesuai dengan PSAK No. 16 paragraf 76 (IAI, 2011). g. Penurunan nilai diakui sebagai kerugian pada periode terjadinya. Penurunan nilai aset tanaman maupun aset tetap dapat dialami oleh entitas. Penurunan nilai aset tanaman perkebunan dapat terjadi pada saat aset berada dalam kualifikasi TBM, TM maupun dalam bentuk hasil produk tanamannya. PSAK No. 16 mengatur bahwa penurunan nilai atau kerugian aset tetap merupakan peristiwa ekonomi terpisah dan dicatat secara terpisah diakui sesuai dengan PSAK No. 48 (Revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset (IAI, 2011). Rugi penurunan nilai adalah selisih lebih jumlah tercatat suatu aset atas jumlah terpulihkan (IAI, 2011). Aset tanaman sangat rentan mengalami penurunan nilai dalam berbagai tahapan perkembangan vegetatifnya. Penurunan nilai aset tanaman biasanya dikarenakan ada sebagian bentuk aset tanaman yang cacat atau rusak sehingga tidak bisa lagi digunakan dalam operasional bisnis entitas dan otomatis mengurangikeseluruhan nilai tercatat dari aset tanaman, baik dalam akun TBM, TM maupun persediaan hasil panennya. h. Penghentian pengakuan. Aset tanaman perkebunan maupun aset tetap mungkin dilakukannya penghentian pengakuan. Aset tanaman dihentikan pengakuannya apabila sudah tidak dapat berproduksi atau tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari penggunaannya. Penghentian commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengakuan ini tidak berlaku untuk aset tetap tanah. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap dimasukkan dalam laba rugi pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan paragraf 68. Keuntungan atau kerugian tersebut tidak boleh diklasifikasikan sebagai pendapatan. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan suatu aset tetap ditentukan sebesar pendapatan antara jumlah hasil pelepasan neto dan jumlah tercatat dari aset tersebut (IAI, 2011). i. Pengungkapan. Setiap aset tanaman perkebunan dan aset tetap termasuk tanah harus mengungkapkan hal-hal berikut ini dalam laporan keuangan meliputi (IAI, 2011): 1) Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto. 2) Metode penyusutan yang digunakan. Ada beberapa macam metode penyusutan yang dapat digunakan oleh entitas untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing balance method), dan metode jumlah unit (sum of the unit method). Dalam CALK, entitas perlu mengungkapkan metode apa yang digunakannya. Metode penyusutan aset ditentukan berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari periode ke periode. 3) Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan. 4) Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode. 5) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode. 6) Perubahan metode penyusutan.
2.7. Kerangka Pemikiran Teroritis
Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Studi Dokumentasi Studi Pustaka Aset Tanaman Perkebunan
Pengakuan
Pengukuran
Aset Tetap dan Tanah
Penyajian
Content Analysis
PSAK 16 Aset Tetap
Gambar commit to1user Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengungkapan
Analisis Temuan
Standar yang berlaku