BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Ilmu Pertanian Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi) tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia, misalnya bercocok tanam, beternak, dan melaut. Pertanian juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman tanaman atau usahatani (pangan, hotikultura, perkebunan, dan kehutanan), peternakan (beternak) dan perikanan (budi daya dan menangkap). Sementara petani adalah orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di dalam bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut (Surahman et. al, 1999). Sektor pertanian terdiri atas subsektor (Rahim dan Hastuti, 2007), yaitu: 1. Tanaman pangan 2. Hortikultura 3. Perkebunan. 4.
Perikanan.
5. Peternakan, dan 6. kehutanan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian kali ini, penulis akan menitip beratkan pada subsektor. 2.1.1. Sub Sektor Tanaman Pangan Subsektor tanaman pangan (food) dikenal juga sebagai makanan pokok. Suatu komoditas termasuk sebagai makanan pokok jika dikonsumsi (dimakan) secara teratur oleh kelompok penduduk dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai contoh tanaman pangan adalah padi dan palawija (kedelai, kacang hijau, jagung dan gandum). Pangan menurut Suharja et. Al (1985) merupakan bahan- bahan yang dimakan sehari- hari untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak. 2.1.2 Sub Sektor Hortikultura Subsektor tanaman holtikultura (horticulture) merupakan cabang ilmu pertanian yang membicarakan masalah budi daya tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, tanaman hias, serta rempah- rempah dan bahan baku obat tradisional (Soenoeadji: 2001). Contoh tanaman buah- buahan antara lain apel (pyrusmalus), anggur (vitis sp), alpukat (porsea americana), belimbing manis (averrloa carambola), dan jeruk (citrus sp). Contoh tanaman sayur adalah kubis/ kol (brassica oleracea), cabai (capsicum sp), kapri (pisum sativun), bayam (amaratum sp), labu putih (legenaria leucantha), wortel (daucus carota), dan tomat (solanum lypersicum). Tanaman hias seperti anggrek (orchidaceace), bakung (crinum asiaticum), mawar (rosaceae), dan melati (rubiaceae). Sementara itu, contoh tanaman penghasil rempahrempah dan bahan baku tanaman obat tradisional antara lain jahe dan temulawak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Subsektor Tanaman Perkebunan Subsektor tanaman perkebunan (plantation) sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian (Deptan) dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tanaman tahunan atau keras (perennial crop) dan tanaman semusim (annual crop). Tanaman yang termasuk perennial crop adalah kakao, karet, kopi, teh, kelapa, kelapa sawi, kina, kayu manis, cengkeh, kapuk, lada, pala, jambu mete dan sebagainya. Sementara annual crop antara lain tebu, tembakau, kapas, rosella, dan rami. 2.1.4. Subsektor Peternakan Subsektor peternakan (cattle raising) terdiri dari komoditas unggas (ayam dan itik yang menghasilkan telur dan daging), sapi potong dan kambing yang menghasilkan daging, serta sapi perah menghasilkan susu. 2.1.5. Subsektor Perikanan Subsektor perikanan (fishery) terdiri dari perikanan laut (penangkapan di laut misalnya ikan tuna dan tenggiri serta budi daya di laut, muara dan sungai misalnya tiram dan mutiara) dan perikanan darat (penangkapan di perairan umum, yaitu di sungai, waduk dan rawa; serta budi daya di darat, yaitu tambak, kolam, keramba, dan sawah). 2.1.6. Subsektor Kehutanan Subsektor kehutanan (forestry) terdiri atas hutan lindung yang berfungsi mencegah erosi dan banjir; hutan produksi untuk keperluan manusia, industri, dan
Universitas Sumatera Utara
ekspor, misalnya hutan jati, hutan wisata untuk keperluan wisata; serta hutan suaka alam seperti flora fauna dan marga satwa (binatang liar) yang mempunyai nilai khas. 2.2 Agribisnis Menurut soekartawi (1990) dalam bukunya agribisnis teori dan aplilkasinya mengatakan bahwa semakin bergemanya kata “Agribisnis” ternyata belum diikuti dengan pamahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal, pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari konsep semula yang dimaksud. Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan pertanian. Menurut Arsyad dkk. (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah: “Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian baik kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian”. Terlihat di Gambar 2.1, bahwa cakupan kegiatan agribisnis cukup luas dan karena itu penanganan agribisnis sering kali sangat kompleks.
Universitas Sumatera Utara
AGRIBISNIS Kegiatan
usaha
yang
Kegiatan
usaha
yang
menghasilkan, menyedi
mengguanakan
kan prasarana/ sarana/
pertanian sebagai input
input
bagi
kegiatan
Kegiatan Pertanian
(industri
pertanian
(industri
hasil
pupuk,
alat-alat
perdagangan
pertanian, pestisida dan
sebagainya).
hasil
pengolahan pertanian, dan
sebagainya).
Gambar 2.1. Mata Rantai Kegiatan Agribisnis (Arsyad dkk, 1985). Sumber: Agribisnis Teori dan Aplikasi ( Soekartawi, 1990)
Bagi Indonesia, agribisnis berkembang dan berprospek cerah karena kondisi daerah yang menguntungkan, antara lain: 1. Lokasinya digaris khatulistiwa yang menyebabkan adanya sinar matahari yang cukup bagi perkembangan sektor pertanian. Suhu tidak terlalu panas dan karena agroklimat yang relatif baik, maka kondisi lahan juga relatif subur. 2. Lokasi Indonesia berada diluar zona angin taifun seperti banyak yang manimpa Filipina, Taiwan dan Jepang.
Universitas Sumatera Utara
3. Keadaan sarana dan prasarana seperti daerah aliran sungai, tersedianya bendungan
irigasi,
jalan dipedesaan
yang
relatif baik,
mendukung
berkembangnya agribisnis. 4. Adanya kemauan politik pemerintah yang masih menempatkan sektor pertanian menjadi sektor yang mendapatkan prioritas. Walaupun sektor pertanian telah mengalami kemajuan yang cukup nyata selama empat pelita yang lalu, namun disana-sini masih terdapat hambatan- hambatan yang masih perlu dibenahi. Menurut Perhepi (1989), hambatan dalam pengembangan agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek antara lain: 1. Pola produksi pada beberapa komoditi pertanian tertentu terletak di lokasi yang terpencar- pencar, sehingga penyulitkan pembinaan dan menyulitkan terciptanya efisiensi pada skala usaha tertentu. 2. Sarana dan prasarana, khususnya yang ada diluar jawa terasa belum memadai, sehingga menyulitkan untuk mencapai efisiensi usaha pertanian. 3. Akibat dari kurang memadainya sarana dan prasarana tersebut, maka biaya trasportasi menjadi lebih tinggi. Hal ini terjadi bukan saja dalam satu pulau tetapi juga antar pulau. Hal ini memang merupakan konsekuensi logis dari suatu Negara yang terdiri dari banyak pulau.
Universitas Sumatera Utara
4. Sering dijumpai adanya pemusatan agroindustri yang terpusat di kota- kota besar, sehingga nilai bahan baku pertanian menjadi lebih mahal untuk mencapai lokasi agrobisnis tersebut. 5. Sistem kelembagaan, terutama di pedesaan terasa masih lemah sehingga kondisi seperti ini kurang mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis. Akibat dari lemahnya kelembagaan ini dapat dilihat dari berfluktuasinya produksi dan harga komoditi pertanian. Masalahnya bukan saja terletak pada aspek produksi, pegolahan hasil dan pemasaran saja, tetapi juga pengaruh yang lain. Dengan adanya persaingan yang ketat tentang pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia (world market), menuntut peranan kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia menjadi sangat penting. Kemampuan mengantisipasi pasar (market intelligent), juga menjadi amat penting dan untuk itu bentuk usaha yang skala kecil perlu bergabung dalam skala usaha yang lebih besar agar mampu bersaing dipasaran internasional. Untuk menjaga kelangsungan kemampuan menerobos pasar ini, maka kontinuitas bahan baku pertanian perlu dijamin; bukan saja pada jumlah bahan baku yang diperlukan tetapi juga kualitas dan kontinuitasnya. 2.3. Pengembangan Agribisnis Petani atau golongan masyarakat pedesaan dapat dikategorikan pada kelompok masyarakat yang selalu memaksimalkan keuntungan pada setiap usaha yang dilakukannya. Mereka selalu mengandalkan asas profit maximization. Selain itu
Universitas Sumatera Utara
ada pula golongan petani yang dikenal dengan istilah petani subsistem yang dicirikan oleh kemauan mereka untuk tujuan memaksimumkan kepuasan (utility maximization) dari pada memaksimumkan keuntungan. Dari pengamatan para ahli proses pengambilan keputusan (decision making behaviour) yang dilakukan oleh petani dan golongan masyarakat terhadap teknologi baru dapat beraneka ragam tergantung dari situasi dan kondisi setempat; namun paling tidak ada enam kategori, yaitu: 1. Yang berkaitan dengan pentingnya aspek sosial-ekonomi. 2. Yang berkaitan dengan faktor resiko dan ketidakpastian. 3. Yang berkaitan dengan keterbatasan penguasaan sumber daya. 4. Yang berkaitan dengan potensi desa atau kelompok masyarakat desa. 5. Yang berkaitan dengan model pembangunan petani kecil. 6. Yang berkaitan dengan aspek ekonomi yang lain. Mengetahui ciri- ciri petani tersebut adalah penting kalau dikaitkan dengan pengembangan agribisnis yang kini sedang digalakkan. Sebab agaknya sulit untuk mengajak petani komersial untuk mengusahakan tanaman pertanian yang mempunyai elastisitas permintaan yang rendah dan sebaliknya agak sulit ubtuk mengajak petani subsistem untuk mengusahakan tanaman pertanian yang mempunyai elastisitas permintaan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena cakupan agribisnis adalah luas dan
Universitas Sumatera Utara
kompleks, yaitu meliputi kaitan mulai dari proses produksi, pengolahan sampai pada pemasaran hasil pertanian termasuk didalamnya kegiatan lain yang menunjang kegiatan proses produksi pertanian. Pengembangan agribisnis Indonesia mempunyai posisi yang strategis antara lain karena pertimbangan sebagai berikut: 1. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan pasar dunia (world market) yang kini bergerak ke Asia- Pasifik. 2. Kondisi investasi untuk tujuan ekspor, baik dibidang pertanian maupun non migas lainnya, cukup mendukung sebagai akibat kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. 3. Masih banyaknya sumber alam khususnya untuk kegiatan disektor pertanian yang belum dimanfaatkan seoptimal mungkin. 4. Semakin baiknya nilai tambah dan kualitas produk pertanian yang mampu menerobos pasar dunia. 5. Masih besarnya (sekitar 54%) tenaga kerja disektor pertanian. Pola dan hubungan seluruh mata rantai agribisnis didalam negeri pada umumnya belum optimal, karena beberapa faktor antara lain: 1. Pola produksi pertanian sebagian besar tidak mengelompok dalam satu areal yang kompak sehingga asas efisiensi berdasarkan skala usaha tertentu belum atau sulit mencapai tingkat yang efisien.
Universitas Sumatera Utara
2. Sarana dan prasarana ekonomi (di daerah tertentu misalnya di luar Jawa dan Bali) khususnya di daerah sentral produksi belum memadai. 3. Pola agroindustri yang cenderung terpusat di daerah perkotaan dan bukan di daerah pedesaan atau daerah sentral produksi. 4. Kondisi georafis Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan juga karena kondisi trasportasi khususnya di luar Jawa dan Bali yang belum memadai, sehingga biaya trasportasi menjadi relatif mahal. 5. Sistem klembagaan di pedesaan, baik kelembagaan keuangan, pasar atau informasi pasar yang belum memadai. Empat aspek seperti yang dikemukakan Mosher perlu diubah dan diarahkan untuk memperhatikan aspek tersebut yaitu: 1. Pemanfaatan sumber daya dengan tanpa merusak lingkungannya (resource endowment). 2. Pemanfaatan teknologi yang senantiasa berubah (technological endowment). 3. Pemanfaatan institusi (kelembagaan) yang menguntungkan (institutional endowment). 4. Pemanfaatan budaya (cultural endowment) untuk keberhasilan pembangunan pertanian.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2.4.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari PDRB akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor bersih (salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB). (BPS,1992) Konsumsi (consumption) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok: barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barangbarang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang- barang yang memiliki usia panjang, seperti mobil dan televise. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan, seperti potong rambut dan berobat ke dokter. Investasi (investment terdiri dari barang- barang yang dibeli untuk penggunaan dimasa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok: investasi tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan rumah. Sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika investasi gagal, maka investasi persediaan negatif).
Universitas Sumatera Utara
Pengeluaran pemerintah (government expenditure) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kelompok ini meliputi paralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah. Ini tidak termasuk pembayaran transfer kepada indifidu, seperti jaminan sosial dan kesejahtraan, karena merelokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat perubahan dalam barang dan jasa. (BPS,1992) Ekspor bersih (nett export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang di impor dari Negara alin. Ekspor bersih menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik. Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993, atau 2002. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun (BPS,1992) Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui, maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB, juga disebut dengan deflator
Universitas Sumatera Utara
harga implisit untuk PDRB, yang didefinisikan sebagai rasio PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan. Deflator PDRB= Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian. 2.4.2. Metode Perhitungan PDRB Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menghitung PDRB adalah sama dengan konsep untuk menghitung Produk Nasional (Gross National Product) dan Produk Domestik Bruto (Gross Domestik Bruto). Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung PDRB, yaitu: a. Metode Langsung. 1. Pendekatan Produksi (Production Approach) PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi disuatu wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NPB adalah nilai produksi bruto dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. Y= P1Q1 + P2Q2+…+PnQn
Universitas Sumatera Utara
Dimana: Y
= PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
P1,P2,…Pn = Harga satuan produk pada satuan masing- masing sektor ekonomi. Q1,Q2,…,Qn = Jumlah produk pada satuan masing- masing sektor ekonomi yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda. 2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor- faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka nilai tambah bruto adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Y = Yw + Yr+ Yi+ Yp Dimana: Y
= PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Yw
= Pendapatan upah/ gaji
Yr
= Pendapatan sewa
Yi
=Pendapatan bunga
Yp
= Pendapatan laba
Universitas Sumatera Utara
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan nilai tambah bruto bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi. Y = C+ I + G+ ( X- M) Dimana: Y
= PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
C
= Pengeluaran rumah tangga konsumen untuk konsumsi
I
= Pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk investasi
G
= Pengeluaran rumah tangga pemerintah
(X– M) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri. Yang dihitung hanya nilai transaksi- transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda. b. Metode Tidak Langsung (Alokasi). Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan nilai tambah ke dalam masing- masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokatornya digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut melalui RDRB menurut harga berlaku maupun harga konstan.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan regional suatu daerah dapat diukur untuk menghitung kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan ini dapat disebabkan karena dua faktor yaitu: 1. Kenaikan pendapatan yang benar- benar bisa manaikkan daya beli penduduk (kenaikan riil) 2. Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, sedangkan kenaikan pendapatan yang disebabkan karena kenaikan harga pasar tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan seperti ini merupakan kenaikan pendapatan yang tidak riil. Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi belum dihilangkan) merupakan pendapatan regional dengan harga berlaku, sedangkan pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan disebut dengan pendapatan regional atas dasar harga konstan. 2.4.3 Teori- Teori PDRB Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor- faktor apa saja yang menentukan kenaikan out put perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor- faktor tersebut berintekraksi satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999). Teori- teori pertumbuhan dapat digunakan sebagai teori PDRB karena pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari PDRB suatu daerah.
Universitas Sumatera Utara
a. Teori Pertumbuhan Klasik Tokoh klasik ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, dan Maltus yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: luas tanah, jumlah penduduk, jumlah barang modal, dan teknologi yang digunakan. Para tokoh ini lebih mengfokuskan perhatiannya pada pengaruh pertambahan pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka mengasumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Ahli ekonomi klasik yakin dengan adanya perekonomian persaingan yang sempurna maka seluruh sumber ekonomi dapat dimanfaatkan dengan maksimal atau full employment. Para ahli ekonomiklasik menyatakan bahwa full employment itu hanya bisa dapat dicapai apabila perekonomian bebas dari campur tangan pemerintah dan sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. b. Teori Pertumbuhan Kuznet Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian- penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Masing- masing dari ketiga komponen pokok dari defenisi itu sangat penting, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah
manifestasi atau
perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu Negara bersangkutan. 2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor- faktor lain. 3. Guna mewujutkan potensi pertumbuhan yang terkandung didalam teknologi, maka perlu diadakan serangkaian penyesuain kelembagaan karena, Sikap dan teknologi (Todaro, 2000) 2.5. Luas Lahan Dalam ilmu ekonomi dapat kita ketahui ada empat macam faktor produksi, yaitu: tanah, modal, tenaga kerja, dan skill. Keempatnya memiliki peran yang sangat penting dan terkait satu sama lainnya serta saling mendukung untuk kelancaran proses produksi. Dibagian ini penulis akan lebih menitip beratkan penelitiannya pada salah satu faktor produksi tersebut, yaitu faktor produksi tanah atau lahan. Faktor produksi yang pertama ini sering pula disebut dengan natural resources disamping juga sering disebut land. Dengan demikian, istilah tanah atau
Universitas Sumatera Utara
land ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal dari atau disediakan oleh alam, yang antara lain meliputi: 1. Tenaga penumbuh dari pada tanah, baik untuk pertanian, perikanan maupun pertambangan. 2. Tenaga air, baik untuk pengairan, pengaraman, maupun pelayaran. Termasuk juga disini adalah misalnya air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh perusahaan air minum. 3. Ikan dan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala, dan sebagainya) maupun ikan dan mineral darat. 4. Tanah yang diatasnya didirikan bangunan. 5. Living stock, seperti ternak dan bintang- binatang lain yang bukan ternak. 6. Iklim, cuaca, curah hujan, arus angin, dan sebagainya. 7. Dan lain- lainnya, seperti bebatuan dan kayu- kayuan. Kesimpulannya, yang dimaksud dengan istilah tanah (land) maupun sumber daya alam (natural resources) disini adalah segala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia. Berbeda dengan proses produksi pada sektor industri yang tidak memerlukan waktu dan proses yang cukup panjang, pada sub sektor atau usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko juga. Panjangnya waktu yang dibutuhkan sama, tergantung pada jenis komoditi yang diusahakan.
Universitas Sumatera Utara
Bukan hanya waktu, kecukupan faktor- faktor produksi lainnya pun merupakan suatu keharusan. Dari segi waktu sudah jelas disadari bahwa usaha pertanian umumnya memerlukan waktu yang panjang. Untuk menjalankan sektor produksi, sub sektor pertanian memerlukan beberapa syarat utama yang tidak dapat ditawar lagi keberadaannya, yakni harus ada faktor- faktor produksi. Temperatur, sinar matahari, kelembaban dan lainnya. Semuanya secara bersama- sama menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau setidaknya jenis tanaman tertentu. Untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi menghendaki jenis tanah tertentu, temperatur udara sekian, kelembaban sekian persen, peyinaran sekian persen dan lain sebagainya. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi inefisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Dalam subsektor pertanian, faktor produksi tanah atau lahan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima tanah dibandingkan faktor- faktor produksi lainnya. Tanah merupakan salah satu faktor produksi seperti halnya modal, tenaga kerja dan skill yang kedudukannya dapat dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa (sewa tanah atau rent) yang sesuai dengan permintaan dan penawaran tanah itu dalam masyarakat dan daerah tertentu. 2.5.1. Teori Tentang Lahan David Ricardo, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dikenal sebagai salah satu penulis terkemuka soal sewa tanah dengan teorinya mengenai sewa tanah differensial, dimana dikatakan bahwa tinggi rendahnya sewa tanah disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
perbedaan kesuburan tanah, makin subur tanah maka makin tinggi pula sewa tanahnya. Adapun mengapa sewa tanah itu dapat tinggi atau rendah mempunyai hubungan langsung dengan harga komoditi yang diproduksi dari tanah (Rahim dkk,2007). Faktor yang mula- mula merupakan alasan mengapa tanah merupakan faktor produksi yang sangat penting adalah karena tanah itu persediaannya terbatas. Tanah digunakan untuk kepentingan yang berbeda- beda. Inilah yang mengakibatkan kompleksnya persoalan sewa tanah itu. Seiring dengan perkembangan zaman, sewa tanah tidak lagi ditentukan oleh faktor kelangkaan dan perbedaan kesuburan saja, tetapi kini juga disebabkan oleh harga berbagai jenis komoditi yang diproduksikan dan pembayaran- pembayaran keperluan lain. Dengan berkembangnya penduduk nilai tanah akan terus meningkat dan munkin turun. Menurut Moehar Danial (1996) dikatakan bahwa luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan usaha pertanian. Luas pemilikan lahan sangat berhubungan dengan efisiensi lahan. Pada kegiatan usaha pertanian, yang memiliki lahan yang cukup luas, akan sering terjadi ketidak efisienan dalam penggunaan teknologi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam pertanian adalah faktor kesuburan tanah atau lahan. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dari pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah. Kesuburan lahan pertanian biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. struktur dan tekstur tanah ini pada akhirnya akan menentukan jenis tanaman yang dapat dan sesuai untuk tumbuh dilahan tersebut. Misalnya cengkeh hidup dengan baik
Universitas Sumatera Utara
di tanah yang mengandung liat, apalagi jika tanah yang mengandung liat tersebut tertutup denga tanah humus serta mudah dilalui air, maka tanaman cengkeh akan hidup dan tumbuh dengan subur. Tanah adalah salah satu faktor produksi yang tahan lama sehingga biasanya tidak diadakan depresiasi atau penyusutan. Bahkan dengan perkembangan penduduk niali tanah selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Peryataan demikian sebenarnya kurang tepat karena bagaimana pun juga tanah yang dikerjakan terus menerus akan berkurang kesuburannya. Untuk itu haruslah diadakan rotasi tanaman dan usaha- usaha konservasi tanah. Dalam tahun belakangan ini kita tidak menyadari sepenuhnya bahwa telah terjadi penurunan atau degradasi dalam hal ketersediaan lahan baik untuk pertanian maupun perkebunan. Banyak hal yang menyebabkan penurunan tersebut, diantaranya adalah bencana alam dan erosi. Perkembangan kehidupan, jumlah penduduk terus bertambah, tuntutan peningkatan kualitas kehidupan serta tekanan kebutuhan sektor lain terhadap lahan telah menyebabkan alih fungsi lahan sulit dihindari. Selain itu dampak dari otonomi daerah menyebabkan terbentuknya kabupaten atau kota yang baru setelah UU otonomi daerah diberlakukan. Akhirnya konversi lahanpun tidak dapat dihindari. Sedangkan teori tentang penggunaan lahan semula dikembangkan oleh von Thunen pada pertengahan abad 18, seorang Jerman. Ia mencatat hasil-hasil dari berbagai jenis tanaman dan melengkapinya dengan upaya-upaya yang terlibat dalam pengangkutan produks ini, oleh kuda dan kereta, ke pasar. Dengan mengasumsikan
Universitas Sumatera Utara
sebuah kota yang terisolir, yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya sama, von Thunen berargumentasi bahwa pola-pola konsentris penggunaan lahan akan terjadi. Lahan di dekat kota akan digunakan untuk memproduksi tanaman yang hasilnya banyak dan voluminous, seperti kayu dan kentang, sedangkan lahan yang jauh dari pasar akan digunakan untuk memproduksi tanaman ekonomis-tinggi, volumenya kecil,seperti hasil-hasil peternakan(www.teorilahanpertanian.indonesia.blogspot.com) 2.6. Tenaga Kerja 2.6.1 Pengertian Tenaga Kerja Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi kedalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
PENDUDUK
TENAGA KERJA
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
BUKAN TENAGA
BUKAN ANGKATAN
TIDAK BEKERJA/ MENCARI PEKERJAAN
Gambar 2.2: Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO) Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja. TPAK = Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefinisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
Penduduk adalah semua orang yang mendiami suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu. Menurut UU No.25 Tahun 1997 tentang ketentuan- ketentuan pokok ketenagakerjaan disebutkan bahwa: ”Tenaga Kerja adalah setiap orang laki- laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik didalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat’. 2.6.2. Teori Tentang Tenaga Kerja Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidak seimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor) pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho, 2006). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for supply).
W
S E
WE NE
D N
O Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
W
W Excess Supply
S L
S L
W1 W1 Excess Demand
DL O
N1
N2
N
O
N1
N2
DL N
Gambar 2.4 Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Keterangan gambar: SL = Penawaran tenaga kerja (Supply of labor). DL = Permintaan tenaga kerja (Demand of labor). W = Upah (Wage) L = Jumlah tenaga kerja (labor). Penjelasan gambar : 1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing- masing sebesar Le pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, titik keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We semua orang yang bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We.
Universitas Sumatera Utara
2. Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah We, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar dari pada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan hanya diminta hanya N1. dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2. 3. Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand of labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar dari pada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2. Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya: a. Adam Smith (1729- 1970) Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Smith melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
b. Lewis (1959) Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja disektor lain. Ada dua struktur didalam perekonomian, yaitu subsistem terbelakang dan kapitalis moderen. Pada sektor subsistem terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsistem terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsistem terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah dari pada sektor kapitalis moderen. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri moderen perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsistem terbelakang akan diserap. Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja disektor industri moderen, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan. Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsistem
Universitas Sumatera Utara
terbelakang ke sektor kapitalis moderen berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi terlalu banyak. c. Fei- Ranis (1961) Teori Fei- Ranis berkaitan dengan Negara berkembang yang mempunyai ciriciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut Fei- Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh, yaitu: 1. Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama. 2. Tahap dimana pekerja pertanian manambah produksi, tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri. 3. Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh petani menghasilkan produksi lebih besar dari pada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang terus menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja a. Tingkat Upah Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect). Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang- barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subsitusi (substitution). b. Teknologi Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi sejumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi, kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada
Universitas Sumatera Utara
kemampuan
manusia.
Misalnya,
mesin
huller
(penggilingan
padi)
akan
mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi. c. Produktifitas Tenaga Kerja Arsyad Anwar (Kaswani, 1999:3) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu; perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output dari tiap sektor atau subsektor serta perubahan teknik produksi. Dilain pihak, Basri (Kasnawi,1999:3) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah. d. Kualitas Tenaga Kerja. Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja. e. Fasilitas Modal Dalam prakteknya faktor- faktor produksi, baik SDM maupun bukan SDM, seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang dan jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor- faktor produksi yang lain konstan, maka semakin
Universitas Sumatera Utara
besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktor- faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah. 2.7. Ivestasi 2.7.1. Pengertian Investasi Investasi (investment) dapat didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net addition to existing capital stock). Istilah lain dari investasi adalah akumulasi modal (capital accumulation) atau pembentukan atau penanaman modal (capital formation). Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan, penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang- barang modal dan perlengkapan- perlengkapan produksi atau menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dala perekonomian. Para pelaku investasi adalah pemerintah, swasta dan kerja sama antara pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah umumnya dilakukan tidak
maksud
dengan mendapatkan keuntungan, tetapi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit, dan sebagainya. Bagi swasta lebih tertarik pada jenis investasi yang di tujukan untuk memperoleh laba yang biasanya didorong karena adanya pertambahan pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
Ciri- ciri dari barang- barang investasi adalah: 1. Memiliki manfaat yang umurnya lebih dari satu tahun. Misalnya, tanah, mesin, gedung dan kendaraan. 2. Nilainya relatif besar dibandingkan dengan nilai output yang dihasilkan. 3. Manfaat dari penggunaan barang tersebut dapat dirasakan untuk jangka waktu yang panjang. 2.7.2. Teori Investasi Di dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (1936), John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas konsep efisien marjinal kapital (Marginal Efficiency of Kapital/ MEC). Sebagai suatu defenisi kerja, Marginal Efficiency of Kapital/ MEC adalah tingkat diskonto (discount rate) yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan. Teori Neo Klasik tentang investasi (Neoclasical Theory of Investment) ini merupakan teori akumulasi kapital optimal. Menurut teori ini, stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output. Harga jasa kapital pada gilirannya bergantung pada harga barang- barang modal, tingkat harga dan perlakuan pajak atas pendapatan perusahan. Jadi, menurut teori ini perubahan didalam output akan mengubah atau mempengaruhi stok kapital
Universitas Sumatera Utara
yang diinginkan dan juga investasi. Teori Neo Klasik mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan faktor penentu dari investasi yang diinginkan. 2.7.3. Pembagian Investasi Berdasarkan kekhususan tertentu dari kegiatannya, investasi dibagi dalam kelompok: 1. Investasi Baru Yaitu investasi bagi pembuatan sistem produksi baru, baik sebagai bagian dari usaha baru untuk produksi baru ataupun perluasan produksi, tetapi harus menggunakan sisitem produksi baru. 2. Investasi Peremajaan Investasi jenis ini umumnya hanya digunakan untuk mengganti barangbarang kapital lama dengan yang baru, tetapi masih dengan kapasitas produksi dan ongkos produksi yang sama dengan alat yang digantikannya. 3. Investasi Rasionalisasi Pada kelompok investasi ini peralatan lama diganti oleh yang baru tetapi dengan ongkos produksi yang lebih murah, walaupun kapasitas sama dengan yang digantikannya. 4. Investasi Perluasan Dalam perluasan kelompok investasi ini peralatannya baru sebagai pengganti yang lama, kapasitasnya lebih besar sedangkan ongkos produksi masih sama.
Universitas Sumatera Utara
5. Investasi Moderenisasi Investasi jenis ini digunakan untuk memproduksi barang baru yang memang proses barunya, atau memproduksi barang lama dengan proses yang baru. 6. Investasi Diversifikasi Investasi ini untuk memperluas program produksi perusahaan tertentu, sesuai dengan program diversifikasi usaha korporasi yang bersangkutan. Di Indonesia, Investasi dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, antara lain: 1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak- hak dan benda- benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut, dapat secara perseorangan dan atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut ketentuan Undang- Undang penanaman modal. 2. Penanaman Modal Asing (PMA). Yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing (PMA) hanyalah meliputi Penanaman Modal Asing secara langsung berdasarkan Undang- Undang No.1 Tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam
Universitas Sumatera Utara
arti pemilik modal secara langsung menaggung resiko dari penanaman modal tersebut. Pengertian modal asing adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. Kesimpulannya, pemasukan modal asing diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, dalam membanguan dan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas. Modal asing tidak hanya membawa uang dan mesin, tetapi juga teknik. 2.7.4. Fungsi Investasi Kurva yang menunjukkan perkaitan diantara tingkat investasi dan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi. Bentuk investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Garis sejajar dengan sumbu datar. 2. Bentuk garisnya naik dari sisi bawah keatas sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investaasi). Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi autonomi (autonomous investment), dan fungsi investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh (induced investment). Kedua fungsi investasi tersebut seperti digambarkan didalam
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5, yaitu sejajar dengan sumbu datar, dan satu lagi bentuknya naik dari kiri bawah ke sebelah kanan atas. Apabila faktor- faktor lainnya yang tidak ada kaitannya dengan pendapatan nasional tidak mengalami perubahan, maka tingkat investasi akan tetap sama besarnya pada berbagai tingkat pendapatan nasional. investasi yang demikian seperti digambarkan pada Gambar 2.5 (A) , dinamakan investasi autonomi (autonomous investment). Didalam perekonomian dimana ciri- ciri perkataan diantara investasi dan pendapatan nasional adalah seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5 (B) , yang menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan nasional, maka makin tinggi pula tingkat investasi. Investasi yang bercorak demikian dinamakan investasi terpengaruh (induced investment). Investasi
Investasi
Pendapatan Nasional
Pendapatan Nasional
A. Investasi Autonomi
B. Investasi Terpengaruh
Gambar 2.5 Fungsi Investasi Autonomi dan Fungsi Investasi Terpengaruh Sumber: Teori Pertumbuhan Ekonomi (Boediono, 2002)
Universitas Sumatera Utara