BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Kebutuhan Mobilisasi 1. Definisi Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan imobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2005). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit-khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Mubarak dan Chayatin, 2007). 2. Fisiologi Pergerakan Kondisi gerakan tubuh merupakan fungsi terintegrasi dari sistem skeletal, otot skelet, dan sistem saraf. Pergerakan merupakan rangkaian antara sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Menurut Asmadi (2008), komponen sistem muskuloskeletal melibatkan tulang, otot, tendon, ligamen, kartilago dan sendi. 1. Tulang Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Fungsi tulang antara lain: i. Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot-otot tubuh. ii. Melindungi organ tubuh yang lunak, seperti otak, jantung, paru-paru, dan sebagainya. iii. Membantu pergerakan tubuh. iv. Menyimpan garam-garam mineral, seperti kalsium. v. Membantu proses hematopoiesis yaitu proses pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. 2. Otot Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan gerakan-gerakan. Otot ada tiga macam, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot rangka terdapat pada sistem skeletal dan merupakan otot yang paling berperan dalam mekanik tubuh. Otot rangka berfungsi dalam membantu pengontrolan gerakan, mempertahankan postur tubuh, dan
4 Universitas Sumatera Utara
5
menghasilkan panas. Ketiga macam otot tersebut dipersarafi oleh saraf tepi yang terdiri atas serabut motoris dan medula spinalis. 3. Tendon Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang merupakan perpanjangan dari pembungkus otot dan membentuk ujung-ujung otot yang mengikatkannya pada tulang. Tendon ini dibatasi oleh membran sinovial yang berfungsi untuk memberikan pelicin agar pergerakan tendon menjadi mudah. 4. Ligamen Ligamen adalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa yang padat, lentur, dan kuat. Ligamen berfungsi menghubungkan ujung persendian dan menjaga kestabilan. 5. Kartilago Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel yang kuat, tetapi elastis dan tidak mempunyai pembuluh darah. Zat makanan yang sampai ke sel kartilago berasal dari kapiler di perikondrium (jaringan fibrosa yang menutupi kartilago) dengan proses difusi, atau pada kartilago sendi melalui cairan sinovial. 6. Sendi Persendian memfasilitasi pergerakan dengan memungkinkan terjadinya kelenturan. Ada beberapa jenis persendian, antara lain sendi sinartroses (sendi yang tidak bergerak), sendi amfiartroses (sendi yang pergerakannya terbatas hanya satu gerakan, seperti tulang vertebrae), dan sendi diartroses (sendi yang bebas pergerakannya, seperti sendi bahu dan sendi leher). 3. Jenis Mobilitas Ada dua jenis mobilitas menurut Hidayat (2009) yaitu: a. Mobilitas Penuh Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang. b. Mobilitas Sebagian Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
Universitas Sumatera Utara
6
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu: i.
Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
ii. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf
motorik dan sensorik. 4. Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi Menurut Hidayat (2009), mobilisasi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: a. Gaya Hidup Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari. b. Proses Penyakit/ Cedera Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah. c. Kebudayaan Kemampuan melakukan mobilitas dapat
juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai
contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas. d. Tingkat Energi Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup. e. Usia dan Status Perkembangan Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
Universitas Sumatera Utara
7
5. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Hidayat (2009) mengatakan bahwa pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan immobilitas adalah sebagai berikut: 1. Riwayat Keperawatan Sekarang Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan immobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan immobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas. 2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovascular, trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medula spinalis), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal(infark miokard,gagal jantung kongestif), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernafasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia), riwayat pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia, dan lain-lain. 3. Kemampuan Fungsi Motorik dan Fungsi Sensorik Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis. 4. Kemampuan Mobilitas Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut: Tingkat Aktivitas/ Mobilitas Tingkat 0 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4
Kategori Mampu merawat diri sendiri secara penuh. Memerlukan penggunaan alat. Memerlukan bantuan atau pengawas orang lain. Memerlukan bantuan, pengawas orang lain, dan peralatan. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan.
Universitas Sumatera Utara
8
5. Kemampuan Rentang Gerak Pengkajian mobilisasi pasien berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan, dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran tubuh. Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagittal, frontal, dan transversal tubuh. Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti: kepala (leher spinal servikal), bahu, siku, lengan, jari-tangan, ibu jari, pergelangan tangan, pinggul, dan kaki(lutut, telapak kaki, jari kaki). Gerak Sendi Bahu Abduksi: Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas. Siku Fleksi: Angkat lengan bawah kearah depan dan ke arah atas menuju bahu. Pergelangan tangan Fleksi: Tekuk jari-jari tangan kearah bagian dalam lengan bawah. Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi. Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin. Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas. Adduksi: Tekuk pergelangan tangan kearah kelingking, telapak tangan menghadap ke atas. Tangan dan jari Fleksi: Buat kepala tangan. Ekstensi: Luruskan jari. Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin. Abduksi: Kembangkan jari tangan. Adduksi: Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi.
Derajat Rentang Normal 180
150
80-90 80-90 70-90 0-20
30-50
90 90 30 20 20
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas Pengkajian intoleransi yang berhubungan dengan perubahan pada sistem pernafasan, antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thoraks, adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat repirasi dan sistem kardiovaskuler seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
Universitas Sumatera Utara
9
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi Dalam pengkajian kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan: Skala 0 1
Persentase Kekuatan Normal 0 10
2
25
3
50
4
75
5
100
Karakteristik Paralisis sempurna. Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat. Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan. Gerakan yang normal melawan gravitasi. Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dengan melawan tahanan minimal. Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh.
8. Perubahan Psikologis Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas dan immobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain. 2. Analisa Data Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data Fokus adalah data tentang perubahanperubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2005). Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi pasien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit (initial assessment), selama pasien dirawat secara terus-menerus (ongoing
Universitas Sumatera Utara
10
assessment),serta pengkajian ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment) (Potter & Perry, 2005). Tujuan Pengumpulan Data : 1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien. 2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien. 3. Untuk menilai keadaan kesehatan pasien. 4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah berikutnya. Tipe Data : 1.
Data Subjektif Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan
kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu (Potter & Perry, 2005). 2. Data Objektif Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005). Dan terdiri dari tiga karakteristik data sebagai berikut: a. Lengkap Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut: Apakah tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja? Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis? Bagaimana respon pasien mengapa tidak mau makan (Potter & Perry, 2005). b.
Akurat dan Nyata Perawat harus berpikir secara akurat dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa
yang didengar, dilihat, diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang mungkin meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “pasien selalu diam dan sering menutup mukanya dengan kedua tangannya. Perawat berusaha mengajak pasien berkomunikasi, tetapi pasien selalu diam dan tidak menjawab pertanyaan perawat. Jika
Universitas Sumatera Utara
11
keadaan pasien tersebut ditulis oleh perawat bahwa pasien depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku pasien dan bukan data yang aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan kondisi pasien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian (Potter & Perry, 2005). c. Relevan Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang harus dikumpulkan. Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tetapi singkat dan jelas (Potter & Perry, 2005). Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah pasien merupakan data fokus terhadap masalah pasien dan sesuai dengan situasi khusus berdasar sumber data terdiri dari: i. Sumber data primer Pasien adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan pasien (Potter & Perry, 2005). ii. Sumber data sekunder Informasi dapat diperoleh melalui orang terdekat pada pasien seperti, orang tua, suami atau istri, anak, dan teman pasie. Jika pasien mengalami gangguan keterbatasan dalam berkomunikasi atau kesadaran yang menurun, misalnya pasien dalam kondisi tidak sadar (Potter & Perry, 2005). iii. Sumber data lainnya a.
Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya. Catatan kesehatan terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung rencana tindakan perawatan (Potter & Perry, 2005). b.
Riwayat penyakit Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit yang
diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk menentukan rencana tindakan keperawatan (Potter & Perry, 2005). c. Konsultasi Terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosa medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosa (Potter & Perry, 2005).
Universitas Sumatera Utara
12
d. Hasil pemeriksaan diagnostik Seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan masalah kesehatan pasien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat digunakan membantu mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan (Potter & Perry, 2005). e. Perawat lain Jika pasien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat pasien sebelumnya (Potter & Perry, 2005). f. Kepustakaan Data dasar pasien yang komprehensif, perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah pasien (Potter & Perry, 2005). 3.
Rumusan Masalah Diagnosa keperawatan pada gangguan mobilisasi fisik harus aktual dan potensial
berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian dimana perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter & Perry, 2006). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi (NANDA dalam Potter & Perry, 2006) yaitu: 1. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengankesejajaran tubuh yang buruk dan penurunan mobilisasi. 2. Risiko cedera yang berhubungan denganketidaktepatan mekanika tubuh, ketidaktepatan posisi dan ketidaktepatan pemindahan yang buruk. 3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan statis sekresi paru dan ketidaktepatan posisi tubuh. 4. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan pengembangan paru, penumpukan sekresi paru dan ketidaktepatan posisi tubuh. 5. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pola nafas tidak simetris, penurunan pengembangan paru dan penumpukan sekresi paru. 6. Gangguan integritas kulit atau risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, tekanan permukaan kulit, dan gaya gesek. 7. Gangguaneliminasi urine yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, risiko infeksi dan retensi urin.
Universitas Sumatera Utara
13
8. Risiko infeksi yang berhubungan dengan statisnya sekresi paru, kerusakan integritas kulit, dan statisnya urine. 9. Inkontinensia total yang berhubungan dengan perubahan pola eliminasi dan keterbatasan mobilisasi. 10. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pengurangan tingkat aktivitas dan isolasi sosial. 11. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan pengurangan tingkat aktivitas dan isolasi sosial. 12. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi dan ketidaknyamanan. 4. Perencanaan Berdasarkan diagnosa keperawatanhambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak maka intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh diatas (NANDA dalam Potter & Perry, 2006) adalah: Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala.
1. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari.
2. Kaji kekuatan otot/kemampuan fungsional mobilitas sendi dengan menggunakan (skala kekuatan otot 0-5) secara teratur.
2. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan otot/mobilitas sendi pasien sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM).
3. Monitor tanda-tanda vital. 4. Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya jika bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. 5. Instruksi/bantu pasien melakukan latihan ROM pasif/aktif secara konsisten. 6. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
3. Kelumpuhan otot mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas. 4. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. 5. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur dan meningkatkan pemulihan fungsi kekuatan
Universitas Sumatera Utara
14
7. Melibatkan pasien dalam perawatan untuk mengurangi depresi dan kebosanan yang berkaitan dengan terapi mobilisasi ROM. 8. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (fisioterapi)/ okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
otot dan sendi. 6. Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri pasien sehari-hari. 7. Peran pasien mendukung motivasi diri untuk menikmati pengobatan dan perawatan diberikan.
9. Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan rentang gerak mobilisasi (ROM) sesuai dengan 8. Mendukung peningkatan jadwal pengobatan dan perawatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas fungsional dan pada pasien. mencegah kontraktur.
9. Peran keluarga sangat menbantu peningkatan kesehatan pasien dalam mobilisasi fisik di rumah sakit dan atau dirumah.
B. Pengkajian Pasien di Rumah Sakit Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal praktek mahasiswa di rumah sakit, pada tanggal 2 Juni 2014 mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Ny. O. Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan dan secara lengkap terdapat di lampiran 1. 1. Biodata Seorang perempuan Ny.O, berusia 60 tahun dan belum menikah, agama Kristen Katolik. Ny. O bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan terakhir SLTA, yang beralamat di Teluk Gong Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Pada tanggal 17 Mei 2014 dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan nomor rekam medik 00.92.60.44. Pasien tidak pernah dioperasi dan didiagnosa skizofrenia. 2. Keluhan Utama Pasien tidak dapat berjalan dan tidak diketahui penyebabnya. 3. Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien tidak dapat berjalan diakibatkan oleh kelemahan ektremitas bawah secara tiba-tiba dan tidak diketahui penyebabnya. Hal-hal yang memperbaikinya pasien dibawa terapi 3 kali
Universitas Sumatera Utara
15
seminggu ke fisioterapi. Pasien mengatakan kakinya sulit digerakkan dan pasien tidak dapat berjalan. Lokasinya di bagian kaki kanan pasien dan tidak menyebar. Pasien dapat mengangkat kakinya dengan kekuatan otot derajat 3 dan waktunya tidak dapat diukur karena kaki pasien mengalami hambatan mobilisasi sejak masuk rumah sakit. 4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pasien tidak memiliki penyakit serius yang pernah dialaminya. Namun, pasien pernah mengalami kecelakaan sepeda motor. Pasien langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan dan dirawat di rumah sakit kurang lebih dua hari. Pasien tidak pernah dioperasi. Pasien memiliki riwayat alergi terhadap seafood seperti udang dan kepiting. Pasien tidak mengingat lagi imunisasi apa yang pernah diberikan kepadanya. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Saat dilakukan pengkajian ditemukan bahwa ayah pasien memiliki riwayat hipertensi dan ibu pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus. Saudara kandung dari pasien tidak memiliki gangguan penyakit seperti yang dialami oleh pasien. Anggota keluarga pasien juga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Pasien memiliki penyakit keturunan yang ada dari kedua orangtuanya yang sudah meninggal yaitu Hipertensi dan Diabetes Melitus. 6. Riwayat Obstetrik Pasien belum menikah sehingga tidak memiliki riwayat obstetrik. 7. Riwayat Keadaan Psikososial Pasien kurang mengerti tentang penyakit yang dialaminya. Pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya, dan memiliki kemauan untuk sembuh serta bisa bekerja kembali. Di keluarganya pasien berperan sebagai anak dan selama sakit sebagian besar aktivitas pasien dibantu oleh perawat. Pasien juga merasa diperhatikan oleh perawat di ruangan. Keadaan emosi pasien saat ini labil. Orang yang berarti bagi pasien adalah kedua orangtuanya. Hubungan pasien dengan keluarganya tampaknya kurang baik, karena pasien tidak pernah dikunjungi oleh anggota keluarganya. Hubungan pasien dengan orang lain cukup baik dan tidak ada hambatan bagi pasien selama berhubungan dengan orang lain. Pasien menganut agama Kristen Katolik dan kegiatan ibadah pasien selama sakit berdoa. 8. Status Mental Dari hasil pengkajian didapat tingkat kesadaran pasein kompos mentis, penampilan tidak rapi, pembicaraan lambat, alam perasaan sedih, afek datar dan interaksi selama wawancara kontak mata pasien kurang.
Universitas Sumatera Utara
16
9. Pemeriksaan Fisik Secara umum didapati pasien sadar, lemah, dan tidak dapat berjalan sehingga pasien terbaring di tempat tidur dan aktivitasnya dibantu oleh perawat dengan suhu tubuh 36,5ºC, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernafasan 20 kali/ menit, skala nyeri 3 (110), tinggi badan 155cm dan berat badan 65Kg. Dalam melakukan pengkajian dilakukan juga pemeriksaan Head to toe untuk memperoleh data pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dalam pemeriksaan kepala dan rambut didapati bentuk kepala bulat dan simetris, ubun-ubun tidak ada benjolan. Penyebaran rambut merata dan keadaan rambut sedikit lengket karena rambut pasien jarang dicuci. Pada pemeriksaan wajah, warna kulit pasien putih dengan struktur wajah oval dan simetris. Mata lengkap dan simetris, palpebra merah muda , lembab, konjungtiva merah muda, sklera putih, pupil isokor dan coklat muda, kornea dan iris bening, ketajaman penglihatan baik tekanan bola mata baik. Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung simetris, posisi septum nasi di tengah, lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak ada pernafasan menggunakan cuping hidung. Bentuk daun telinga normal dan simetris, ukuran telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga paten dan bersih, ketajaman pendengaran baik. Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati bahwa bibir lembab dan simetris, pasien menggunakan gigi palsu, keadaan lidah kurang bersih, pita suara baik. Posisi trachea medial, tidak ada pembesaran kelenjar thiroid, suara normal. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena jugularis, denyut nadi karotis teraba. Pada pemeriksaan integumen kebersihan integumen tampak kurang bersih karena pasien tidak dapat berjalan. Akral hangat, warna kulit putih, ada kemerahan di bagian punggung dan luka pada kaki, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, kelembaban kulit baik, dan tidak ada kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan payudara dan ketiak didapat ukuran dan bentuk payudara simetris, tidak ada benjolan, payudara berwarna putih, areola berwarna coklat, tidak ada produksi ASI, aksilla dan clavicula normal, tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan thoraks/dada normal, simetris, pernafasan (frekuensi, irama) 20 kali / menit dan tidak ada tanda kesulitan saat bernafas. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada tampak normal, suara perkusi resonan dan saat auskultasi suara nafas vesikuler dan tidak ada suara tambahan. Pada pemeriksaan jantung tidak didapati cianosis, pulsasi teraba, suara dullnes saat perkusi, bunyi jantung normal, tidak ada bunyi tambahan. Abdomen terlihat normal, simetris, tidak ditemukan benjolan dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan kelamin tidak ada kelainan pada genitalia dan anus.
Universitas Sumatera Utara
17
Pada pemeriksaan muskoloskeletal (kesimetrisan, kekuatan otot, edema) otot tampak simetris, tidak ada edema, namun pasien mengalami penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah. Fungsi motorik, pasien tidak dapat berjalan. Pasien dapat merasakan sentuhan, getaran, panas dingin dan tajam tumpul. 10. Pola Kebiasaan Sehari-hari Pasien biasa makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam), selama dirawat rumah sakit pasien tampak selera makan, tidak terdapat nyeri ulu hati, memiliki alergi makanan seafood seperti udang dan kepiting dan tidak ada mual dan muntah. Jumlah makanan satu piring jenis makanan biasa, pasien tidak memisahkan diri saat makan. Biasanya pasien minum sekitar 1,5 liter tiap hari. Tidak ada kesulitan menelan saat makan dan minum. 11. Perawatan Diri Tubuh pasien tampak kurang bersih, mulut berbau dan jarang disikat. Kuku kaki dan tangan pasien kurang bersih. 12. Pola Kegiatan/ Aktivitas Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi dan ganti pakaian secara umum aktivitas pasien dibantu oleh perawat, tingkat ketergantungannya 3 yaitu membutuhkan bantuan dari orang lain peralatan/ alat bantu. Selama dirawat di rumah sakit pasien merasa kesulitan dalam beribadah namun, pasien masih mau berdoa. 13. Pola Eliminasi Pola BAB pasien 1 kali/ 2 hari dengan karakteristik feses lunak dan tidak ada perdarahan. Pasien BAK menggunakan kateter dengan karakteristik urine kuning terang dan pasien tidak ada kesulitan dalam BAK. Tidak ada riwayat penyakit batu ginjal/ kandung kemih dan juga penggunaan diuretik.
C. Analisa Data dan Rumusan Masalah Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 2 Juni 2014 dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari analisa data yang dilkukan ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu: hambatan mobilitas fisik, defisit perawatan diri, dan kerusakan integritas kulit. Secara lengkap terdapat pada lampiran 2.
Universitas Sumatera Utara
18
D. Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai masalah yaitu data subjek dan data objek yang telah di kaji. Dari hasil perumusan diperoleh tiga diagnosa yaitu: 1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ekstremitas bawah ditandai dengan pasien tidak dapat berjalan, terbaring lemah di tempat tidur, dan secara umum aktivitas pasien sebagian besar dibantu oleh perawat dengan tingkat mobilisasi 3, kekuatan otot derajat 2, TD: 130/90 mmHg, HR: 80x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,5ºC. 2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan pasien tampak kurang bersih, mulut berbau dan gigi jarang disikat, lidah kurang bersih, kuku kaki dan tangan kurang bersih, rambut bau. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama ditandai dengan punggung pasien tampak merah dan ada luka di bagian kaki kanan pasien.
E. Perencanaan Keperawatan dan Rasional Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dari data yang diperoleh dilakukan analisa dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. Pada saat itu juga perawat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk memberi asuhan keperawatan kepada Ny. O. Perencanaan keperawatan dan rasional dari setiap diagnosa dapat dilihat di tabel berikut: Tabel 2.1 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ekstremitas bawah ditandai dengan pasien tidak dapat berjalan, terbaring lemah di tempat tidur, dan secara umum aktivitas pasien sebagian besar dibantu oleh perawat dengan tingkat mobilisasi 3, kekuatan otot derajat 2, TD: 130/90, HR: 80x/ menit, RR: 20x/ menit, T: 36,5ºC.
Hari/
No.
tanggal
Dx
Perencanaan Keperawatan
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dengan kemampuannya secara mandiri setiap hari. Kriteria Hasil: 1. Pasien dapat melakukan latihan rentang gerak pada sendi/ ektremitas yang lumpuh secara mandiri. 2. Bergerak sendiri di tempat tidur atau memerlukan
Universitas Sumatera Utara
19
bantuan minimal pada tingkat yang realistis. 3. Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik. Rencana Tindakan Rasional Senin/ 2 Juni 2014
Dx 1
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 04) secara berkala. 2. Kaji kekuatan otot/kemampuan fungsional mobilitas sendi dengan menggunakan (skala kekuatan otot 0-5)secara teratur . 3. Monitor tanda-tanda vital. 4. Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
5. Dukung latihan ROM aktif. 6. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya. 7. Gunakan ahli terapi fisik (fisioterapi) sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas perawatan pasien. 8. Susun rencana spesifik, seperti menempatkan pasien di tempat tidur atau kursi, cara-cara memindahkan/ mengubah posisi pasien, jumlah personil yang dibutuhkan untuk memobilisasi pasien dan peralatan eliminasi yang diperlukan (misal, pispot). 9. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan atau meningkatkan atau meningkatkan mobilitas sendi dan otot.
1. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari. 2. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan otot/mobilitas sendi pasien sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM). 3. Kelumpuhan otot mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas. 4. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. 5. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur dan meningkatkan pemulihan fungsi kekuatan otot dan sendi. 6. Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri pasien sehari-hari. 7. Mendukung
Universitas Sumatera Utara
20
10. Dukung pasien/ keluarga untuk memandang keterbatasan dengan realistis. 11. Berikan penguatan positif selama aktivitas. 12. Berikan analgesik sebelum memulai aktivitas. 13. Letakkan matras/ tempat tidur teraupetik dengan benar.
peningkatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas fungsional dan mencegah kontraktur.
8. Mencegah terjadinya cedera dan membantu memandirikan pasien.
14. Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar. 15. Letakkan tombol pengubah posisi tempat tidur dan lampu pemanggil dalam jangkauan pasien. 16. Letakkan pada posisi terapeutik (misal, hindari penempatan puntung amputasi pada posisi fleksi; tinggikan bagian tubuh yang terkena, jika diperlukan; imobilisasi atau sangga bagian tubuh yang terkena, jika diperlukan).
Tabel 2.2 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan pasien tampak kurang bersih, mulut berbau dan gigi jarang disikat, lidah kurang bersih, kuku kaki dan tangan kurang bersih, rambut bau. Hari/
No.
tanggal
Dx
Perencanaan Keperawatan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan personal hygiene pada pasien terpenuhi. Kriteria Hasil: 1. Pasien akan mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene mulut. 2. Pasien mampu membersihkan dan mengeringkan tubuh.
Universitas Sumatera Utara
21
3. Pasien mampu melakukan perawatan mulut. Intervensi Rasional Senin/ 2 Juni 2014
Dx 2
1. Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu. 2. Kaji membran mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari. 3. Kaji kondisi kulit saat mandi. 4. Pantau adanya perubahan kemampuan fungsi. 5. Pantau kebersihan kuku, berdasarkan kemampuan perawatan diri pasien. 6. Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi dan hygiene mulut. 7. Tawarkan pengobatan nyeri sebelum mandi. 8. Gunakan ahli fisioterapi dan terapi kerja sebagai sumber-sumber dalam merencanakan aktivitas perawatan pasien. 9. Dukung kemandirian dalam melakukan mandi dan hygiene mulut, bantu jika diperlukan. 10. Berikan pendidikan kesehatan tentang kebersihan diri pada pasien. 11. Berikan bantuan sampai pasien mampu secara penuh untuk melakukan perawatan diri. 12. Libatkan keluarga dalam penentuan rencana. 13. Rujuk pasien dan keluarga ke layanan sosial untuk perawatan dirumah.
1. Untuk mempersiapkan alat bantu. 2. Mengetahui data dasar dalam melakukan intervensi. 3. Mengetahui adanya luka. 4. Memandirikan pasien. 5. Agar kuku psdien bersih. 6. Meningkatkan pengetahuan pasien. 7. Menghindari resiko infeksi. 8. Memberikan kenyamanan pada pasien. 9. Memandirikan pasien. 10. Menambah pengetahuan pasien.
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 2.3 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama ditandai dengan punggung pasien tampak merah dan ada luka di bagian kaki kanan pasien. Hari/
No.
tanggal
Dx
Perencanaan Keperawatan
Tujuan: pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan Kriteria hasil: 1. Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka. 2. Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka. 3. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka. Intervensi Rasional Senin/ 2 Juni 2014
Dx 3
1. Kaji adanya faktor risiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit. 2. Ganti posisi setiap 1 sampai 2 jam secara teratur. 3. Pantau kulit dari adanya: ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang berlebihan, serta area kemerahan dan rusak. 4. Jaga kebersihan kulit dan hindari trauma dan panas pada kulit. 5. Identifikasi sumber penekanan dan friksi (misalnya, gips, tempat tidur, dan pakaian). 6. Gunakan kasur penurun tekanan. 7. Hindari pemijatan di atas penonjolan tulang. 8. Kaji tingkat keterbatasan kemampuan untuk pindah atau bergerak di tempat tidur. 9. Gunakan terknik yang benar dalam mengubah posisi, memindahkan, dan memiringkan. 10. Berikan posisi dengan bantal untuk menaikkan
1. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah. 2. Menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol. 3. Mempertahankan keutuhan kulit. 4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler.
Universitas Sumatera Utara
23
titik penekanan dari tempat tidur. 11. Gunakan alat pengangkat daripada menarik pasien saat pemindahan dan pengubahan posisi.
F. Implementasi dan Evaluasi Dari perencanaan yang dilakukan maka didapat hasil sebagai berikut (secara lengkap terdapat pada lampiran 3). Diagnosa pertama yaitu hambatan mobilisasi fisik, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala, mengkaji kekuatan otot/kemampuan fungsional mobilitas sendi dengan menggunakan (skala kekuatan otot 0-5) secara teratur, memonitor tanda-tanda vital, mengubah posisi minimal setiap 2 jam, mendukung latihan ROM aktif pada kaki kanan pasien, menginstruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya, menggunakan ahli terapi fisik (fisioterapi) sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas perawatan pasien, menyusun rencana spesifik, seperti menempatkan pasien di tempat tidur atau kursi, cara-cara memindahkan/ mengubah posisi pasien, jumlah personil yang dibutuhkan untuk memobilisasi pasien dan peralatan eliminasi yang diperlukan (misal, pispot). Setelah di evaluasi selama perawatan masalah untuk diagnosa pertama teratasi sebagian, pasien sudah dapat melakukan latihan rentang gerak pada sendi/ ektremitas yang lumpuh secara mandiri namun, belum menunjukkan peningkatan mobilisasi dan bergerak sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan minimal pada tingkat yang realistis. Diagnosa kedua defisit perawatan diri, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji pola kebutuhan personal hygiene pasien, mencuci rambut pasien menggunakan shampo, membantu pasien menggosok gigi dan mengajarkan pasien cara menggosok gigi yang benar, membantu pasien mengganti pakaian, membantu pasien dalam menjaga kebersihan badannya dengan cara memandikan pasien, memberikan pendidikan kesehatan tentang kebersihan diri pada pasien. Dari tindakan yang dilakukan masalah teratasi sebagian, dapat dilihat rambut pasien bersih dan wangi, gigi bersih, mulut wangi dan segar, kulit bersih dan tidak lengket, dan pasien merasakan segar pada tubuhnya. Namun pasien belum dapat melakukannya dengan mandiri.
Universitas Sumatera Utara
24
Diagnosa ketiga yaitu kerusakan integritas kulit, tindakan yang dilakukan pasien adalahmengkaji adanya faktor risiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit, mengganti posisi setiap 1 sampai 2 jam secara teratur, memantau kulit dari adanya: ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang berlebihan, serta area kemerahan dan rusak, menjaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin menghindari trauma dan panas pada kulit. Dari tindakan yang dilakukan masalah teratasi sebagian pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, masih ada tandatanda kemerahan atau luka.
Universitas Sumatera Utara