BAB II PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengann Masalah kebutuhan Dasar Gangguan mobilisasi fisik didefenisikan oleh sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik (Kim et al, 1995). Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama pengguanaan alat bantu eksternal (mis, gips atau traksi rangka), pembatasan gerakan volunteer atau kehilangan fungsi motorik. Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda (Perry dan Potter, 1994). Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak dan juga didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keter batasan gerak fisik baik aktif dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh (Kim et al, 1995). Imobilitas dapat mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang abnormal dan patologis seperti perubahan sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem repirasi, sistem urinari dan endokrin, sistem integument, sistem neourosensori, perubahan metabolism dan nutrisi, perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi dan intelektual (Kozier & Erb, 1987). Immobilisasi merupakan suatu kondisi yang relatif yang dapat dialami setiap individu dengan tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya. Masalah immobilisasi dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara psikologis, immobilitas dapat menyebabkan penurunan motivasi, kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah, dan perubahan konsep diri. Selain itu, kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian antara
4 Universitas Sumatera Utara
emosi dan situasi, perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan dengan perilaku menarik diri dan apatis (Murbarak & Chayatin, 2008). Immobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya (Aziz, 2009). Mobilisasi adalah kondisi dimana dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kozier, 1989). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2006). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan unutuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (Murbarak & Chayatin, 2008). Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas, guna mempertahankan kesehatannya (Aziz, 2009). Berdasarkan jenisnya, menurut (Aziz, 2009) mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu: 1.
Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan tidak jelas dan mampu bergerak secara bebas tanpa adanya gangguan pada bagian tubuh.
5 Universitas Sumatera Utara
2.
Mobilisasi sebahagian Mobilisasi sebahagian adalah ketidakmampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas dan aktif karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilisasi sebahagian terbagi atas dua jenis, yaitu: a.
Mobilisasi sebahagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang tidak menetap. Hal tersebut dinamakan sebagai batasan yang bersifat reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya: adanya dislokasi pada sendi atau tulang.
b.
Mobilisasi sebahagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap, Contohnya: terjadinya kelumpuhan karena stroke, lumpuh karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
1. Pengkajian Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien (Harsono, 2008). B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peingkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klienstroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma (Harsono, 2008). Pada klien dengan tingkat kesadaran comos mentis, pengkajian inspeksi pernafasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Askultasi tidak didapatkan
bunyi nafas tambahan
(Harsono, 2008).
6 Universitas Sumatera Utara
B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg) (Harsono, 2008).
B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian sistem lainnya (Harsono, 2008). Pengkajian Tingkat Kesadaran. Kualitas kesadaran klien meruakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensiitf untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pengkajian Fungsi Serebral. Dalam Harsono, 2008 pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer. a.
Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, eksresi wajah dan aktifitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b.
Fungsi intelektual. Didaptkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemamuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan bahasa. Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke ) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
7 Universitas Sumatera Utara
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancer. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Apraksia (Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha menyisir rambutnya. d.
Lobus frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mugkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
e.
Hemisfer. Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat berhati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.
Pengkajian Saraf Kranial. Dalam Harsono, 2008 pemeriksaan ini meliputi pmeriksaan saraf cranial I-XII. a. Saraf I. biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hunbungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
8 Universitas Sumatera Utara
c. Saraf III, IV dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoiderus internus dan eksternus. e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris dan otot wajah tertarik pada bagian sisi yang sehat. f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal. Pengkajian Sistem Motorik. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN berhilangan, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak (Harsono, 2008). a. Inspeksi umum. Didaptkan hemiplegia (paralisis pada salah sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas. c. Tonus Otot. Didapatkan meningkatkan. d. Kekuatan Otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0. e. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparase dan hemiplegia. Pengkajian Refleks. Pemeriksaan reflex terdiri atas pemeriksaan reflex profunda dan pemeriksaan reflex patologis (Judith, 2011).
9 Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan Refleks Profunda. Pengekutukan pada tendon, ligamentum atau periusteum derajat reflex pada respons normal Pemeriksaan Refleks Patologis. Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis (Judith, 2011). Gerakan involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka (Wahid, 2005). Pengkajian Sistem Sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual (Judith, 2011). Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan
posisi
dan
gerakan
bagian
tubuh)
serta
kesulitan
dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius (Judith, 2011). B4 (Bladder) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementera karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena control motorik dam postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateteritasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas (Harsono, 2008). B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas (Harsono, 2008).
10 Universitas Sumatera Utara
B6 (Bone) Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain (Harsono, 2008).
2. Analisa Data
Data subjektif : Data subjektif yang sering dijumpai pada pasien stroke adalah pada pasien stroke yang masih memiliki kemampuan komunikasi biasanya mengeluh nyeri di bagian kepala, di daerah tubuh yang menonjol akibat decubitus serta di bagian tertentu lainnya, pasien juga sering mengeluh sulit mengunyah dan menelan karena disebabkan kerusakan neuromuskuler, akibat kesulitan mengunyah dan menelan nafsu makan pasien jadi berkurang. Pada pasien yang kehilangan kemampuan berkomunikasi, keluarga pasien sering mengeluh tentang kebersihan pasien (Wahid, 2005).
Data objektif : Data objektif yang sering dijumpai pada pasien stroke adalah peningkatan tekanan intracranial,gangguan perfusi jaringan otak, gangguan eliminasi uri dan alvi, gangguan psikologis, gangguan penglihatan, peningkatan tekanan darah dan tanda vital lainnya, mengalami kerusakan neuromuscular, keadaan umum pasien sering terlihat kotor, tidak terawat dan lemah, akibat tirah baring yang lama pada pasien stroke sering dijumpai decubitus atau peradangan pada tubuh yang menonjol, penurunan kesadaran, penurunan kemampuan komunikasi, serta penurunan kemampuan mobilisasi. Kelemahan neuromuskuler dapa menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan nutrisi dan elektrolit (Wahid, 2005).
11 Universitas Sumatera Utara
3. Rumusan Masalah Diagnosa keperawatan mengidentifikasi perubahan kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian. Analisan menampilkan kelompok data yang mengindentifikasikan ada atau risiko terjadi masalah . Saat mengindentifikasi diagnosan
keperawatan,
perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter & Perry, 2006) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh (NANDA dalam Potter & Perry, 2006) yaitu: 1.
Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak.
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
3.
Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan fraktur/trauma.
4.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan
bergerak
,
keterbatasan
rentang
gerak,
penurunan
kekuatan/kontrol otot. 5.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat
6.
cedera serebrovaskuler
Gangguan eliminasi bowel (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder.
7.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat stroke.
8.
Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu tempat orang, perubahan dalam respon terhadap rangsangan.
9.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan dengan kerusakan artikulasi,
tidak
dapat
berbicara,tidak
mampu
memahami
bahasa
tertulis/ucapan.
12 Universitas Sumatera Utara
10.
Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas.
11.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yanf dtandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.
12.
Nyeri kepala berhubungan dengan penurunan darah ke jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial
4. Perencanaan Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap pasien yang bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang alktual maupun beresiko. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko pasien, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangannya pasien, tingkat kesehatan, dan gaya hidup. Perencanaan perawatan juga termasuk pemahaman kebutuhan pasien untuk mempertahankan fungsi motoric dan kemandirian. Perawat dan pasien bekerja sama membuat cara-cara untuk mempertahankan keterliabatan pasien dalam asuhan keperawatan dan mencapai kesejajaran tubuh dana mobilisasi yang optimal dimana pasien berada di rumah sakit ataupun di rumah (Potter & Perry, 2006). Pasien berisiko bahaya dikaitkan ketidaktepatan kesejajaran tubuh dan gangguan mobilisasi, membutuhkan cara keperawatan langsung melalui pemberian posisi secara actual atau potensial serta kebutuhan mobilisasi. Potter & Perry (2006) Rencana asuhan keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan berikut ini: 1.
Menunjukkan tingkat mobilisasi ditandai dengan indikator tingkat ketergantungan fisik individu (0-4) yaitu: mampu merawat diri sendiri secara penuh, memerlukan penggunaan alat, memerlukan bantuan atau pengawas orang lain, memerlukan bantuan, pengawas orang lain, dan
13 Universitas Sumatera Utara
peralatan, Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan 2.
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
3.
Mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat
4.
Mencapai kembali kesejajaran tubuh yang tepat ataupun pada tingkat optimal
5.
Mengurangi
cedera
pada
sistem
kulit
dan
musculoskeletal
dan
keridaktepatan mekanika atau kesejajaran 6.
Mencapai ROM penuh atau optimal
7.
Mencegah kontraktur
8.
Mempertahankan kepatenan jalan napas
9.
Mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal
10.
Memobilisasi sekresi jalam napas
11.
Mempertahankan fungsi kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, sistem perkemihan
12.
Meningkatkan toleransi aktivitas
13.
Mencapai pola eliminasi normal
14.
Mempertahankan pola tidur normal
15.
Mencapai sosialisasi
16.
Mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri
17.
Mencapai stimulasi fisik dan mental
18.
Memperbaiki gangguan psikologis dan koping individu yang efektif
14 Universitas Sumatera Utara
Sebagai intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh diatas (NANDA dalam Potter & Perry, 2006) yaitu: Dx . 1 Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dan nilai GCS = 15 sesuai dengan kemampuannya secara mandiri setiap hari Kriteria Hasil : - Pasien dapat melakukan latihan rentang gerak pada sendi/ ektremitas yang lumpuh secara mandiri - Bergerak sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan minimal pada tingkat yang realistis - Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik dan kekuatan otot Intervensi : 1. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala 2. Kaji
kekuatan
otot/kemampuan
fungsional
mobilitas
sendi
dengan
menggunakan (skala kekuatan otot 0-5)secara teratur 3. Monitor tanda-tanda vital 4. Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya jika bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu 5. Instruksi/bantu pasien melakukan latihan ROM pasif/aktif secara konsisten 6. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya 7. Melibatkan pasien dalam perawatan untuk mengurangi depresi dan kebosanan yang berkaitan dengan terapi mobilisasi ROM 8. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (fisioterapi)/ okupasi dan atau rehabilitasi spesialis
15 Universitas Sumatera Utara
9. Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan rentang gerak mobilisasi (ROM) sesuai dengan jadwal pengobatan dan perawatan pada pasien Rasional: 1. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari 2. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan otot/mobilitas sendi pasien sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM) 3. Kelumpuhan otot mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas 4. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan 5. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur dan meningkatkan pemulihan fungsi kekuatan otot dan sendi 6. Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri pasien sehari-hari 7. Peran pasien mendukung motivasi diri untuk menikmati pengobatan dan perawatan diberikan 8. Mendukung peningkatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas fungsional dan mencegah kontraktur 9. Peran keluarga sangat menbantu peningkatan kesehatan pasien dalam mobilsasi fisik di rumah sakit dan atau dirumah Dx. 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Kriteria
Hasil
:
-
Mempertahankan
fungsi
posisi
dengan
tidak
hadirnya/pembatasan kontraktur. -
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
-
Mendemonstrasikan
tehnik/
perilaku
yang
memungkinkan melakukan aktivitas.
16 Universitas Sumatera Utara
Intervensi: 1. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu. 2. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif 3. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan. 4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. 5. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
Rasional : 1. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan. 2. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. 3. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas. 4. Menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh. 5. Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat. Dx. 3 Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan fraktur/trauma. Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman nyeri terpenuhi. Kriteria hasil : Pasien dapat mengekspresikan rasa nyeri yang minimal, ekspresi wajah pasien rilek. Intervensi : 1. Pertahankan imobilisasi pada bagian yang patah dengan cara bed rest, gips, spalek, traksi 2. Meninggikan dan melapang bagian kaki yang fraktur
17 Universitas Sumatera Utara
3. Evaluasi rasa nyeri, catat tempat nyeri, sifat, intensitas, dan tanda-tanda nyeri non verbal 4. Kolaborasi dalam pemberian analgetik Rasional : 1. Mengurangi rasa nyeri dan mencegah dis lokasi tulang dan perluasan luka pada jaringan. 2. Meningkatkan aliran darah, mengurangi edema dan mengurangi rasa nyeri. 3. Mempengaruhi penilaian intervensi, tingkat kegelisahan mungkin akibat dari presepsi/reaksi terhadap nyeri. 4. Diberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. Dx.
4
Kerusakan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot. Tujuan: klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah, dengan Kriteria hasil: - Ekstremitas tidak tampak lemah - Ekstremitas yang lemah dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri - Ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri Intervensi: 1. Jelaskan pada pasien akibat dari terjadinya imobilitas fisik 2. Ubah posisi pasien tiap 2 jam 3. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang sakit 4. Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang tidak sakit 5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien 6. Observasi kemampuan mobilitas pasien
18 Universitas Sumatera Utara
Rasional : 1. Imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot menjadi kaku sehingga penting diberikan latihan gerak. 2. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan 3. Gerakan aktif memberikan dan memperbaiki massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. 4. Mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan 5. Peningkatan kemampuan daam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi 6. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan gerak pasien setelah di lakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
Dx. 5 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat
cedera serebrovaskuler
Tujuan: Pasien tetap menunjukan pemenuhan nutrisi selama dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan berat badan, HB dan albumin dalam batas normal HB: 13,4 – 17,6 dan Albumin: 3,2 - 5,5 g/dl. Intervensi : 1. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi klien 2. Kaji kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan 3. Letakkan kepala lebih tinggi pada waktu selama & sesudah makan 4. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan di atas bibir / bawah dagu jika dibutuhkan 5. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral atau memberi makanan melalui NGT 6. Observasi keadaan, keluhan dan asupan nutrisi
19 Universitas Sumatera Utara
Rasional : 1. Nutrisi yang adekuat membantu meningkatkan kekuatan otot 2. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien 3. Memudahkan klien untuk menelan 4. Membantu
dalam melatih kembali sensoro dan meningkatkan kontrol
muskuler 5. Membantu memberi cairan dan makanan pengganti jika klien tidak mampu memasukan secara peroral. 6. Mengetahui
keberhasilan tindakan dan untuk menentukan intervensi
selanjutnya
Dx. 6 Gangguan eliminasi bowel (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat stroke ditandai pasien belum BAB selama 4 hari, teraba distensi abdomen. Tujuan: Pasien mampu memenuhai eliminasi alvi dengan Kriteria
hasil: - Pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar dengan menggunakan obat - Konsistensi feses lembek - Tidak teraba distensi abdomen
Intervensi: 1. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi. 2. Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang mengandung serat. 3. Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak ada kontraindikasi. 4. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laksatif, supositoria, enema)
20 Universitas Sumatera Utara
Rasional : 1. Konstipasi disebabkan oleh karena penurunan peristaltic usus. 2. Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler 3. Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler 4. Aktivitas fisik membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic 5. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
Dx. 7 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat stroke. Tujuan: pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan Kriteria hasil: - Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka - Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka - Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka. Intervensi: 1. Anjurkan untuk melakukan latihan mobilisasi 2. Ubah posisi tiap 2 jam 3. Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi 4. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas pada kulit. Rasional : 1. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah 2. Menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol 3. Mempertahankan keutuhan kulit 4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler
21 Universitas Sumatera Utara
Dx. 8 Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu tempat orang, perubahan dalam respon terhadap rangsangan. Tujuan : Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan Kriteria hasil: - Adanya perubahan kemampuan yang nyata - Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat dan orang Intervensi: 1. Tentukan kondisi patologis klien 2. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi 3. Latih klien untuk melihat suatu objek dengan telaten dan seksama 4. Observasi respon prilaku klien seperti menanggis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat Rasional : 1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan 2. Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien 3. Agar klien tidak kebinggungan dan lebih konsentrasi 4. Untuk mengetahui keadaan emosi klien.
Dx . 9 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan dengan kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara,tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan. Tujuan : Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan Kriteria hasil: - Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi - Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Intervensi 1. Berikan metode alternatif komunikasi misalnya bahasa isyarat 2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
22 Universitas Sumatera Utara
3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak” 4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien 5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi 6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan bicara Rasional : 1. Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien 2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain 3. Mengurangi kecemasan dan kebinggunan pada saat berkomunikasi 4. Mengurangi rasa isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif 5. Member semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi 6. Melatih klien berbicara secara mandiri dengan baik dan benar.
Dx . 10 Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas. Tujuan : klien mampu mengontrol urine setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan Kriteria hasil: - Klien melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia - Tidak ada distensi bladder Intervensi: 1. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering 2. Ajarkan membatasi masukan cairan selama malam 3. Ajarkan tehnik untuk mencetuskan refleks berkemih ( rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal) 4. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan 5. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikit 2000cc perhari bila tidak ada kontraindikasi)
23 Universitas Sumatera Utara
Rasional : 1. Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih 2. Melatih dan membantu penggosongan kandung kemih 3. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urien sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih 4. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran kemih dan batu ginjal.
Dx. 11 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yanf dtandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan: Pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan Kriteria hasil: - Pasien dan keluarga tahu tentang penyakit yang diderita. - Pasien dan keluarga mau berperan serta dalam tindakan keperawatan. Intervensi: 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga. 2. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita. 3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Rasional : 1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiki pasien dan keluarga dan kebenaran informasi yang didapat. 2. Penjelasan tentang kondisi yang sedang dialami dapat membantu menambah wawasan pasien dan keluarga.
24 Universitas Sumatera Utara
3. Agar pasien dan keluarga mengetahui tujuan dari setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Dx . 12 Nyeri kepala berhubungan dengan penurunan darah ke jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial Tujuan: - Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien menyatakan nyeri hilang dengan spasme terkontrol - Pasein mampu melakukan aktivitas seperti biasanya Kriteria hasil: - Skala nyeri 5-0 - Wajah pasien tampak rileks dan maampu istirahat/tidur dengan tenang Intervensi : 1. Kaji skala nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10), karakteristiknya (misal: berat, berdenyut, konstan), lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan kepala 2. Monitor tanda-tanda vital 3. Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperti: ekpresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernapasan, tekanan darah 4. Ajarkan teknik relaksasi nyeri tarik napas dalam dan imajinasi terbimbing 5. Modifikasi lingkungan yang tenang dan nyaman 6. Kolaborasi pemberian terapi farmakologi obat analgesik 7. Ajarkan keluarga pasien untuk melakukan teknik relaksasi pada pasienAjarkan keluarga pasien untuk melakukan teknik relaksasi pada pasien Rasional: 1. Mengetahui skala nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakter nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dri terapi yang diberikan. 2. Perubahan vital sign menunjukkan pola sensasi nyeri pada pasien
25 Universitas Sumatera Utara
3. Tanda nyeri merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami. Sakit kepala mungkin bersifat akutatau kronis, jadi manifestasi fisiologis bisa muncul/tidak 4. Teknik relaksasi dapat menuimalisasi nyeri 5. Lingkungan yang tenang mempengaruhi persepsi nyeri yang dialami pasien lebih sedikit 6. Analgesik dapat memenurunkan nyeri 7. Peran keluraga pasien dapat mendukung menimalisasi nyeri 5. Implementasi Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat mengangkat pasien dengan benar, menggunakan teknik posisi tepat, dan memindahkan pasien dengan aman dari tempat tidur ke kursi atau dari tempat tidur ke brankar. Prosedur –prosedur tersebut digambarkan dalam bagian ini sebagai prinsip mekanika tubuh yang diperlukan untuk menjaga atau memperbaiki kesejajaran tubuh. Terdapat beberapa teknik dalam implementasi mobilisasi pasien yaitu: mempertahankan kesejajaran tubuh terdapat teknik mengangkat, teknik mengubah posisi, teknik memindahkan, memobilisasi sendi terdapat latihan rentang gerak, berjalan (Potter & Perry, 2006). Asuhan keperawatan harus meningkatkan kesehatan pasien dan mengurangi immoblisasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri semampunya. Implementasi keperawatan harus diatur untuk mencegah dan menimalkan bahaya tersebut. Pasien sangat memerlukan perubahan posisi setiap 2 jam dan latihan ROM (Potter & Perry, 2006).
6. Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan pada pasien yang terganggu kesejajaran tubuh dan mobilisasi berdasarkan kriteria hasil setiap tujuan keperawatan. Dengan mempertahankan kesejajaran tubuh yang baik dan mobilisasi akan meningkatkan kemandirian dan mobilisasi sendinya tidak
adekuat harus mendapat bantuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pendekatan yang baik pada masalah
26 Universitas Sumatera Utara
kesejajaran tubuh dan mobilisasi sendi adalah pencegahan yang dimulai pada awal perencanaan keperawatan (Potter & Perry, 2006). Untuk mengevaluasi hasil dan respons dari asuhan keperawatan, perawat mengukur efektivitas semua intervensinya. Tujuan dan kriteria hasil adalah kemampuan pasien mempertahankan atau meningkatkan kesejajaran tubuh dan mobilisasi sendi. Perawat mengevaluasi intervensi khusus yang diciptakan untuk mendukung kesejajaran tubuh, meningkatkan mobilisasi, dan melindungi pasien bahaya imoblisasi. Pasien dan kelurga pasien diajarkan untuk mencegah risiko kesejajaran tubuh yang akan datang juga mengevaluasi bahaya imobilisasi. Terakhir, perawat mencari kebutuhan pasien dan keluarga untuk tambahan pelayanan pendukung (mis. Rumah palayanan kesehatan, terapi fisik, dan konseling) dan mengawali proses rujukan (Potter & Perry, 2006).
27 Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
I.
BIODATA
IDENTITAS PASIEN
I.
Nama
: Ny. M
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 67 tahun
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pendidikan
: Tamat SD
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Jl. Turi Gg Salim no.14 Medan
Tanggal Masuk RS
: 15 Juni 2013
No. Register
: 00.56.34.33
Ruangan/kamar
: RA4 Neurologi
Golongan darah
:-
Tanggal pengkajian
: 17 Juni 2013
Tanggal operasi
:-
Diagonsa Medis
: Stroke Hemoragik
KELUHAN UTAMA Pasien tidak bisa menggerakkan ektremitas dextra inferior dan superior.
28 Universitas Sumatera Utara
II.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A. Provocative/palliative 1. Apa penyebabnya
:
Pasien mengalami stroke sejak 2 hari yang lalu, disebabkan oleh saat pasien jatuh dari kamar mandi. 2. Hal – hal yang memperbaiki keadaan : Tidak ada hal yang bisa memperbaiki keadaan pasien.
B. Quantity/Quality 1. Bagaimana dirasakan
:
Pasien tidak dapat merasakan ekstremitas dextra inferior dan superior. 2. Bagaimana dilihat
:
Pasien tampak terbaring lemas di temat tidur.
C. Region 1. Dimana lokasinya
:
Pasien tidak bisa menggerakkan ektremitas dextra inferior dan superior 2. Apakah menyebar
:
Tidak
D. Severity
:
Iya. Akibatnya pasien tidak bisa melakukan aktifitas.
E. Time
:
Pasien tidak bisa menggerakkan ektrmitas dextra setiap saat.
29 Universitas Sumatera Utara
III.
RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami
:
Hipertensi B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan : Tidak ada C. Pernah dirawat/operasi
:
Tidak pernah D. Lamanya dirawat
:
Tidak pernah E. Alergi
:
Tidak ada riwayat alergi F. Imunisasi
:
Pasien hanya ingat mendapatkan imunisasi polio dan campak pada saat kecil
IV.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang tua
:
Ayah pasien pernah menderita hipertensi. B. Saudara Kandung
:
Tidak ada riwayat penyakit C. Penyakit keturunan yang ada
:
Hipertensi D. Anggota keluarga yang meninggal
:
Ayah dan ibu E. Penyebab meninggal
:
Tidak diketahui penyebab meninggalnya.
V.
RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya : Pasien yakin bahwa penyakit stroke yang dialami akan sembuh.
30 Universitas Sumatera Utara
B. Konsep diri -
Gambaran diri
:
Pasien merasakan bahwa ia adalah seorang ibu dari ketiga anaknya dan seorang istri dari suaminya. -
Ideal diri
:
Pasien mengharakan menjadi istri dan ibu yang lebih baik. -
Harga diri
:
Pasien tidak mengalami gangguan harga diri, terlihat dari kunjungan keluarga, pasien tidak tampak menyembunyikan diri. -
Peran diri
:
Sewaktu belum sakit pasien berperan sebagai orang tua dan seorang istri, setelah sakit pasien tidak mampu berperan apa-apa. -
Identitas
:
Pasien bereran sebagai seorang istri dan seorang ibu. C. Keadaan emosi
:
Menurut hasil wawancara dengan suaminya, semenjak sakit pasien sering merasa sedih akan keadaannya. D. Hubungan sosial -
Orang yang berarti
:
Keluarga -
Hubungan dengan keluarga
:
Baik -
Hubungan dengan orang lain : Baik
-
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
E. Spiritual -
:
Nilai dan keyakinan
:
Percaya dengan ajaran agama islam -
Keigatan ibadah
:
Sholat (Pasien melakukan ibadah di tempat tidur)
31 Universitas Sumatera Utara
VI.
PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum Pasien
terlihat tidak bersih karena kurang perhatian dari keluarga
pasien dan terlihat lemas.
B. Tanda-tanda vital -
Suhu tubuh
-
Tekanan darah : 150/110 mmHg
-
Nadi
: 86x/menit
-
Pernapasan
: 20x/menit
-
Tinggi badan : 162 cm
-
Berat
: 37,6◦C
: 54 kg
C. Pemeriksaan head to toe Kepala -
Bentuk
: simetris dan oval
-
Ubun- ubun
: tepat ditengah
-
Kulit kepala
: kecoklatan dan kotor
Rambut -
Penyebaran dan keadaan rambut : merata, putih
-
Bau
: agak berbau karena jarang di bersihkan
-
Warna kulit
: kecoklatan
Wajah -
Warna kulit
: sawo matang
-
Struktur
: oval, simetris
Mata -
Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap , normal, simetris,
-
Palpebra
: tidak ptosis
-
Konjungtiva dan sklera
:
konjuntiva(tidak
anems)
dan
sklera(tidak icterus) -
Pupil
: reflek terhadap cahaya normal.
-
Cornea dan iris
: cornea bening.
32 Universitas Sumatera Utara
Hidung -
Tulang hidung dan posisi septum nasi: normal dan simetris
-
Lubang hidung : normal, simetris dan terdapat rambut hidung
-
Cuping hidung : tidak pterdapat pernafasan cuping idung
Telinga -
Bentuk telinga
: normal, simetris
-
Ukuran telinga
: normal
-
Lubang telinga
: cukup bersih dan normal
Mulut dan faring -
Keadaan bibir
-
Keadaan gusi dan gigi :
: mukosa kering dan pucat Gigi terlihat menguning, beberapa gigi
sudah tanggal dikarenakan faktor usia, tidak ada pendarahan pada gusi. -
Keadaan lidah
: kotor tidak terawat
Leher -
Posisi trachea
: normal, simetris, tegak lurus terhadap dada
-
Thyroid
: tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid
-
Suara
: normal
-
Kelenjar limfe
: -
-
Vena jugularis
: teraba, kuat dan teratur
-
Denyut nadi karotis
: teraba, kuat, teratur
Pemeriksaan integumen -
Kebersihan
: kulit pasien tampak kotor.
-
Warna
: Kecoklatan, sawo matang
-
Turgor
: < 3 detik
-
Kelembaban
: kering
-
Warna luka
: memerah pada sekeliling peradangan
-
Kelainan pada kulit
:
terdapat kerusakan kulit pada bagian
punggung dan ektremitas bagian bawah
33 Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan thoraks/dada -
Inspeksi thoraks
-
Pernafasan
: normal
Frekuensi : 20x/menit Irama -
: teratur
Tanda kesulitan bernafas
: tidak ada
Pemeriksaan paru -
Palpasi getaran suara : merata, teraba keseluruh tangan
-
Perkusi
-
Auskultasi (suara nafas,suara ucapan,suara tambahan) :
: Resonan
Pemeriksaan jantung -
Inspeksi
: tidak ada pembengkakan
-
Palpasi
: tidak ada kelainan
-
Perkusi
: dullness
-
Auskultasi
:
bunyi jantung ( lup-dup) dan frekuensi
(86x/menit) Pemeriksaan abdomen -
Inspeksi (bentuk, benjolan)
: simetris, tidak ada benjolan
-
Auskultasi
: peristaltik usus 8x/menit, tidak ada
suara tambahan Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya -
Genitalia( rambut pubis, lubang uretra ) : terdapat rambut pubis, normal
-
Anus dan perineum ( lubang anus , kelainan anus, perineum )
:
normal Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas Otot simetris sumbu tubuh, tidak ada tanda-tanda sianosi pada ekstremitas, kekuatan otot ektremitas dextra 1, tidak ada tandatanda edema.
34 Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan neurologi -
Nervus Olfaktoris/N I Pasien mampu mengidentifikasi bau dengan baik
-
Nervus Optikus/ N I Pasien cukup mampu membaca hingga jarak 1 meter
-
Nervus Okulomotoris/N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI Mampu menggerakkan bola mata dengan baik
-
Nervus Trigeminus/N V Pasien mampu membedakan panas/dingin , tajam/tumpul, getaran pada ekstremitas sinistra.
-
Nervus Fasialis/N VII Pasien tidak mampu menggerakkan otot wajah.
-
Nervus Vestibulocochlearis/N VIII Pasien cukup mampu mendengar dengan baik dari jarak 1m dengan menggunakan detik jam tangan.
-
Nervus Glossopharingeus/N IX, Vagus/N X Pasien
kehilangan
kemampuan
menelan,
mengunyah
dan
membuka mulut sebagian -
Nervus Aksesorius/N XI Pasien hanya mampu menggerakkan bahu sebelah kiri
-
Nervus Hipoglossus/N XII Kekuatan otot lidah pasien lemah, hanya mampu menjulurkan lidah sebentar Fungsi motorik Pasien tidak bisa menggerakkan ekstremitas dextra superior dan inferior. Refleks
-
Reflek Bisep Ka -, ki +
-
Relek Trisep Ka-, ki +
-
Reflek Brachioradialis
35 Universitas Sumatera Utara
Ka-, ki + -
Reflek Patelar Ka-, ki +
-
Reflek Tendon achiles Ka-, ki +
-
Reflek Plantar -
VII.
POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI A. Pola makan dan minum -
Frekuensi makan/hari : 3x/hari
-
Nafsu/ selera makan : Nafsu makan pasien berkurang.
-
Nyeri ulu hati
: tidak ada nyeri ulu hati
-
Alergi
: tidak ada alergi pada makanan
-
Mual dan muntah
:
mual
muntah
selama
fase
akut
(peningkatan TIK) -
Waktu pemberian makan : pagi(07.00), siang(12.00), sore(18.00)
-
Jumlah dan jenis makanan : Porsi normal, M2( bubur )
-
Waktu pemberian cairan/minum : 4-6gelas/hari
-
Masalah makan dan minum : pasien mengalami kesulitan dalam menelan
B. Perawatan diri / personal hygiene -
Kebersihan tubuh
:
baju pasien tampak lusuh dan
badan pasien tampak kotor -
Kebersihan gigi dan mulut
: gigi pasien tampak kuning,
mukosa mulut tampak kering dan lidah tampak kotor. -
Pemeliharaan kuku
: kuku pasien tidak terurus dan kotor
36 Universitas Sumatera Utara
C. Pola kegiatan/aktivitas Kegiatan
Mandiri
Sebahagian
Total
Mandi
Makan
BAB
BAK
Ganti pakaian
-
Pasien ibadah di tempat tidur, ny.M sering memainkan tasbih sambil berdzikir di tempat tidur, terkadang memakai mukenah dibantu oleh suaminya.
D. Pola eliminasi 1. BAB -
Pola BAB
: 1-2x/hari
-
Karakter feses
: encer, kuning, berbau khas
-
Riwayat pendarahan : -
-
BAB terakhir
:-
-
Diare
: tidak ada riwayat diare
2. BAK -
Pola BAK
-
Karakter urine : kuning, berbau khas
-
Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak
-
Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada riwayat
: Ny.M memakai kateter 750 -1000cc/hari
penyakit -
Penggunaan diuretik
: tidak
-
Upaya mengatasi masalah
: -
37 Universitas Sumatera Utara
ANALISA DATA Data
Etiologi
Masalah
DS : -
Peningkatan
DO :
hemiparase
Gangguan mobilitas fisik
Pasien mengalami gangguan
Peningkatan tekanana
mobilitas, GCS 8,
intra cranial
pasien mengalami kerusakan
Kerusakan
nueromuskular, pasien
neuromuskuler
tidak
mampu
Gangguan mobilitas
menggerakkan ektremitas
fisik
dextra
superior inferior.
DS : -
Peningkatan
DO :
hemiparase
Pasien
tampak
kotor, baju terlihat
Peningkatan tekanan
lusuh dan kotor,
intra cranial
kuku
pasien
panjang dan kotor, mukosa
bibir
kering,
keadaan
gusi kotor
Kurang perawatan diri
dan
lidah
Kerusakan neuromuscular
Gangguan mobilitas fisik
Kelemahan dan penurunan kekuatan otot
38 Universitas Sumatera Utara
Penurunan kemampuan perawatan diri
Defisit perawatan diri
DS : -
Peningkatan
Resiko
DO :
hemiparase
kulit, decubitus
GCS
8,
bedrest
rusaknya
integritas
pasien total
di
tempat tidur, segala
Peningkatan tekanan
aktifitas di bantu
intra cranial
oleh suami yang menyebabkan terdapat peradangan paha
Kerusakan pada
neuromuskuler
sebelah
kanan, warna luka memerah
di
sekeliling
luka
Kerusakan mobilitas fisik dan kekuatan otot
peradangan
Resiko rusaknya integritas kulit, decubitus
39 Universitas Sumatera Utara
MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan mobilitas fisik 2. Kurang perawatan diri 3. Gangguan integritas kulit, decubitus
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan
mobilitas
neuromuscular
ditandai
fisik
berhubungan
dengan
dengan peningkatan
kerusakan
hemiparase
pada
ekstremitas kanan,GCS 8 (E4M1V3), kekuatan otot ektremitas dextra 1. 2. Kurang perawatan diri berhungungan dengan kelemahan, gangguan neuromuscular, kekuatan otot depresi ditandai dengan keadaan umum pasien yang kotor, mukosa mulut kering, keadaan gigi dan lidah tidak terawatt, pakaian serta laken tidak terawatt serta kuku pasien panjang dan kotor. 3. Gangguan
integritas
kulit,
decubitus
berhubungan
dengan
ketidakmampuan mobilisasi ditandai dengan terdapat kerusakan kulit pada bagian punggung dan ektremitas bagian bawah, kekuatan otot extremitas dextra 1,warna luka kemerahan.
40 Universitas Sumatera Utara
PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL No.
Diagnosa
Perencanaan keperawatan
Keperawatan 1.
Gangguan
Tujuan :
mobilitas
fisik Setelah dilakukan tindakan perawatan diharakan
berhubugan
pasien menunjukan peningkatan gerakan yang
dengan
aktif.
kerusakan neuromuscular
Kriteria hasil :
ditandai dengan - mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian peningkatan
tubuh yang terkena atau kompensasi
hemiparase pada -
mendemonstrasikan teknik/perilaku yang
ektremitas
memungkinkan melakukan aktifitas
kanan
- mempertahankan integritas kulit
Intervensi - Kaji
Rasional kemampuan
fungsional/
secara
-
luasnya
Mengidentifikasi kekuatan/kelemahandan
kerusakan awaldan dengan
dapat
memberikan informasi pemulihan.
cara yang teratur. - Ubah posisi minimal setiap 2
-
jam, dan jika memungkinkan bisa
lebih
diletakkan
sering dalam
Menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.
jika posisi
bagian yang terganggu. - Melakukan ROM aktif pada
-
pasien - Letakkan
Agar sendi-sendi ektremitas pasien tidak kaku.
pada
posisi
-
Membantu
mempertahankan
telungkup satu kali atau dua
ekstensi pinggul fungsional;tetapi
kali sehari jika pasien dapat
kemungkinan akan meningkatkan
mentoleransinya.
ansietas
terutama
kemampuan
pasien untuk bernafas.
41 Universitas Sumatera Utara
- Tempatkan bantal dibawah aksila
untuk
-
melakukan
Mencegah abduksi bahu dan fleksi siku.
abduksi pada tangan. - Berikan tempat tidurdengan
-
Meningkatkan badan
distribusi yang
merata
matras bulat (seperti egg
berat
crate matress),tempat tidur
tekanan
air,flotasi atau tempat tidur
tertentudan
membantu
khusus sesuai indikasi.
untukmencegah
kerusakan
pada
menurunkan tulang-tulang
kulit/terbentuknya decubitus.
42 Universitas Sumatera Utara
- Mulailah melakukan latihan
- Meminimalkan
atrofi
otot,
rentang gerak aktif dan pasif
meningkatkan sirkulasi, membantu
pada semua ekstremitas saat
mencegah kontraktur. Menurunkan
masuk. Anjurkan melakukan
resiko terjadinya hiperkalsiura dan
latihan
osteoporosisjika masalah utamanya
seperti
latihan
quadrisep/gluteal,
meremas
adalah pendarahan.
bola karet, melebarkan jarijari dan kaki/telapak. - Posisikan lutut dan panggul
- Mempertahankan posisi fungsional
dalam posisi ekstensi. - Pertahankan posisi
kaki
netral
- Mencegah rotasi eksternal pada
dalam dengan
pinggul.
gulungan/bantalan trokanter. - Bantu
untuk - Membantu
mengembangkan
dalam
melatih
keseimbangan duduk seperti
saraf,
meningkatkan
meninggikan bagian kepala
propriosetik dan motorik.
jaras
respons
tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunaka kekuatan
tangan
untuk
menyokong berat badan dan kaki
yang
memindahkan
kuat kaki
untuk yang
sakit.
43 Universitas Sumatera Utara
No.
Diagnosa
Perencanaan Keperawatan
Keperawatan 2.
Kurang
Tujuan :
perawatan
diri Setelah
dilakukan pasien
tindakan ataupun
keperawatan
berhubungan
diharapkan
keluarga
pasien
dengan
mampu melakukan tindakan personal hygine.
kelemahan, gangguan
Kriteria hasil :
neuromuscular,
- Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup
kekuatan
otot
depresi ditandai dengan
untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. - Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri. - Mengidentifikasi sumber pribadi memberikan
kehilagan kemampuan
bantuan sesuai kebtuhan.
melakukan kegiatan secara mandiri Intervensi
Rasional
- Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan
-
(dengan
Membantu
dalam
mengantisipasi/merencanakan
meggunakan skala 0-4) untuk
pemenuhan
melakukan kebutuhan sehari-
individual.
kebutuhan
secara
hari. - Sadari
perilaku/aktifitas
-
Dapat
menunjukan
kebutuhan
impulsive karena gangguan
intervensi
dan
pengawasan
dalam mengambil keputusan.
tambahan
untuk
meningkatkan
keamanan pasien. - Lakukan oral hygine pada pasien
jika
mulut
pasien
-
Agar kebutuhan personal hygine pasien terpenuhi.
kotor.
44 Universitas Sumatera Utara
-
Berikan umpan balik yang positif
- Meningkatkan
untuk setiap usaha
yang
dilakukan
Kaji
makna
diri. Meningkatkan kemandirian
atau
dan
keberhasilannya. -
perasaan
mendorong
pasien
untuk
berusaha secara kontiniu.
kemampuan
pasien
- Mungkin
mengalami gangguan
untuk berkomunikasi tentang
saraf kandung kemih, tidak dapat
kebutuhannya
mengatakan kebutuhannya pada
untuk
menghindari dan kemampuan
fase
untuk menggunakan urinal,
biasanya
dapat
bedpan.
kembali
fungsi
kamar
Bawa
pasien
mandi
ke
pemulihan
dengan
perkembangan
teratur/interval waktu tertentu
penyembuhan.
untuk
akut,
tetapi
mengontrol ini
sesuai proses
meningkatkan
berkemih
jika
memungkinkan. -
Identifikasi defekasi
kebiasaan
sebelumnya
- Mengkaji perkembangan program
dan
latihan(mandiri)
dan
membantu
kembalikan pada kebiasaan
dalam pencegahan konstipasi dan
pola normal tersebut.Kadar
sembelit
makanan
yang
berserat,
panjang).
anjurkan
untuk
minum
banyak
dan
(pengaruh
jangka
tingkatkan
aktifitas. -
Potong
kuku
pasien
jika
kotor dan panjang
-
Agar kebutuhan personal hygine pasien terpenuhi.
45 Universitas Sumatera Utara
No.
Diagnosa
Perencanaan Keperawatan
Keperawatan 3.
Kerusakan integritas
Tujuan : kulit, Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
decubitus
diharapkan luka decubitus pada pinggul pasien
berhubungan
dapat diobati.
dengan ketidakmampuan Kriteria hasil : mobilisasi
-
Luka decubitus hilang
ditandai dengan
-
Kemampuan mobilitas pasien meningkat
GCS 10, pasien
-
Kerusakan
stroke
kulit
pada
pasien
berkurang.
Intervensi -
integritas
Rasional
Observasi daerah yang terkena
-
Jaringan yang mengalami edema
termasuk warna, edema, atau
lebih mudah mengalami trauma
tanda
atau kerusakan integritas kulit
lain
dari
gangguan
sirkulasi -
Kaji tingkat
kebersihan kulit
-
Mempertahankan keutuhan kulit
-
Mengurangi resiko integritas kulit
-
Mengurangi
dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit\
-
Kolaborasi dengan keluarga pasien tentang latihan ROM
-
Mengubah posisi pasien setia 2 jam sekali
-
Melakukan ROM pada pasien
Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol
kerusakan
jaringan kulit -
-
resiko
Melatih sendi-sendi pasien agar tidak kaku
-
Titik-titik tekanan pada daerah
46 Universitas Sumatera Utara
secara
teratur.
Lakukan
yang menonjol paling beresiko
massase secara hati-hati pada
untuk
terjadinya
daerah kemerahan dan berikan
perfusi/iskemia.
alat bantu seperti bantalan
sirkulasi
lunak kulit sesuai kebutuhan.
bantalan
dan
kerusakan
penurunan Stimulasi memberikan
membantu
mecegah
kulit
dan
berkembangnya decubitus.
47 Universitas Sumatera Utara