BAB II PENGELOLAAN KASUS
2.1 Konsep Dasar Nyeri 2.1.1 Defenisi Nyeri Nyeri merupakan fenomena yang multidimensi, karena itulah sulit untuk memberikan batasan yang pati terhadap nyeri. Sensasi nyeri yang dilaporkan tiap individu berbeda-beda, hal inilah yang menyebabkan pengertian nyeri dari masing-masing individu berbeda pula. Individu A yang tertusuk paku akan melaporkan nyeri yang berbeda dibandingkan individu B yang merasakan nyeri karena tersandunh batu, bahkan individu A dan B yang sama-sama tertusuk paku akan menghasilkan respon dan persepsi yang berbeda pula terhadap nyeri (Prasetyo, 2010). Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak disamakan satu dengan lainnya. Hal tersebut dapat menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada pasien. Nyeri diartika berbeda-beda antar individu, bergantung pada persepsinya. Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidakmenyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Bagaimanapun, tidak mudah untuk memberikan batasan terhadap nyeri, yang jelas nyeri merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang hanya dapat diungkapkan oleh individu yang mengalaminya(bersifat subjektif) dan persepsinya berbeda antara satu orang dengan yang lainnya (Prasetyo, 2010). Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri akut biasanya berlangsung secara singkat, misalnya nyeri pada patah tulang atau pembedahan abdomen. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala-gejala antara lain: respirasi meningkat, percepatan jantung, tekanan darah meningkat, dan palor. Respon seseorang terhadap nyeri bervariasi. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan pasien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan. Nyeri juga
dinyatakan sebagai nyeri somatogenik atau psikogenik. Nyeri
somatogenik merupakan nyeri secara fisik, sedangkan nyeri psikogenik merupakan nyeri psikis atau mental.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sifat Nyeri Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Mahon, 1994). Menurut McCaffery (1980) : ”nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri.” Mahon menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri, yaitu: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan (Mahon 1994). Nyeri melelahkan dan menuntut energi seseorang. Nyeri dapat menganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan (Mahon, 1994). Nyeri tidak dapat diukur secara objektif, seperti dengan menggunakan sinarX atau pemeriksaan darah. Walaupun tipe nyeri tertentu menimbulkan tanda dan gejala yang dapat diprediksi, seringkali perawat hanya mengkaji nyeri dengan mengacu pada kata-kata dan perilaku klien. Hanya klien yang mengetahui apakah terdapat nyeri dan seperti apa nyeri tersebut. Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi nyeri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan berubah. Misalnya, seseorang yang kakinya terkilir menghindari aktivitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada kakinya untuk mencegah cedera lebih lanjut. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy dan McVicar, 1992). Nyeri mengarah pada penyebab ketidakmampuan. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, lebih banyak orang mengalami penyakit kronik, dengan nyeri merupakan suatu gejala yang umum.
2.1.3 Fisiologi Nyeri
Nyeri selalu di kaitkan dengan adanya stimulus(rangsang nyeri) dan receptor. Reseptor yang di maksud adalah nosiceptor,yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulu-stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik (Prasetyo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan,gesekan,ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas,dingin. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan,jepitan,atau metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan tertentu. Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkanakibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik (Asmadi, 2008).
2.1.4
Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan, yaitu berdasarkan pada
tempat, sifat, berat ringannya, dan waktu (Asmadi, 2008). a. Nyeri berdasarkan tempatnya : -
Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tuubuh misalnya pada kulit, mukosa.
-
Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pad organ-organ tubuh visceral.
-
Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda,bukan daerah asal nyeri.
-
Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya : -
Incidental pain, yaitu nyeri timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
-
Stedy pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama.
Universitas Sumatera Utara
-
Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya: -
Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
-
Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
-
Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan -
Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
-
Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terusmenerus tersa makin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan (Asmadi, 2010). Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis Karakteristik Awitan Durasi Respon otonom
Respon psikologis
Nyeri Akut Mendadak Durasi singkat (kurang dari enam bulan) Takikardia,tekanan darah meningkat, pucat, lembab, berkeringat, dilatasi pupil meningkat, Cemas, gelisah, dan terjadi ketegangan otot
Nyeri Kronis Terus menerus/intermittent Durasi lama (lebih dari enam bulan) Tidak dapat repon otonom, penurunan tekanan darah, bradikardia, kulit kering, panas, dan pupil kontriksi Depresi, putus asa, mudah tersinggung/marah, menarik diri
Sumber : Prasetyo, 2010
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut:
1. Faktor Fisiologi Berbagai Faktor fisiologi yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi berbagai faktor, yaitu umur, jenis kelamin dan kelelahan a. Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Usia juga mempengaruhi persepsi nyeri seseorang yaitu anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Pada orang dewasa nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering sama dengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat harus teliti melihat di mana sumber nyeri yang dirasakan pasien (Prasetyo, 2010).
b. Jenis kelamin Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri (Gil, 1990). Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin (misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama). Toleransi nyeri sejak lama telah menjdi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan faktor yang unik bagi setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelmain (Prasetyo, 2010).
c. Kelelahan Kelelahan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Prasetyo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Sosial Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari perhatian, pengalaman nyeri sebelumnya, serta keluarga dan dukungan keluarga. a. Perhatian Seseorang yang memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun (Gil, 1990). Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase (Potter & Perry, 2005).
b. Pengalaman nyeri sebelumnya Hal ini juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh dan menderita nyeri yang berat, maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2005).
c. Keluarga dan dukungan keluarga Seorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau melindunginya. Walaupun nyeri masih ada, kehadiran keluarga atau teman-teman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan (Prasetyo, 2010). Misalnya, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan individu yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya (Mubarak & Chayatin, 2007).
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Spiritual Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry, 2009).
4. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari kecemasan dan koping individu. a. Kecemasan Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas (Prasetyo, 2010) b. Koping individu Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi nyeri. Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang dirasakanya. Oleh karena itu, koping apsien sangat penting untuk diperhatikan (Potter & Perry, 2009).
5. Faktor Budaya Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari makna nyeri dan suku. a. Makna Nyeri Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya (Prasetyo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
b. Kebudayaan Begitu juga dengan kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Prasetyo, 2010). 2.1.7 Penilaian Nyeri Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan ketenangan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan. Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori. Tabel 2.2 Skala Nyeri Menurut Hayward Skala 0 1-3 4-6 7-9
Keterangan Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
10
Sedangkan skala nyeri McGill (McGill scale) mengukur intensitas nyeri dengan menggunakan lima angka, yaitu : 0 = tidak nyeri 1 = Nyeri ringan 2 = Nyeri sedang 3 = Nyeri berat 4 = Nyeri sangat berat 5 = Nyeri hebat
Universitas Sumatera Utara
Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan berkomunikasi.
Gambar 2.1 Skala FACES
2.2 Asuhan Keperawatan dan Nyeri 2.2.1 Pengkajian Nyeri Pengkajian nyeri yang tepat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok, dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi. Walaupun pengkajian nyeri merupakan aktivitas yang paling umum dilakukan perawat, pengkajian nyeri merupakan salah satu pengkajian yang sulit dilakukan. Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Penting untuk menginterpretasi secara cermat tanda-tanda nyeri mengingat komponen fisik dan psikologis dari suatu nyeri mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri. Saat mengkaji nyeri, perawat harus sensitif terhadap tingkat kenyamanan klien. Apabila nyeri bersifat akut atau parah, ada kemungkinan klien dapat memberi penjelasan yang terinci tentang pengalaman nyerinya secara keseluruhan. Selama episode nyeri akut, tindakan perawat yang utama adalah mengkaji perasaan klien, menetapkan respon fisiologi klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri, tingkat keparahan, dan kualitas nyeri. Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif, perilaku dari pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri tersebut atau konteks nyeri tersebut (NIH. 1986; McGuire, 1992). Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi pengkajian data subjektif dan data objektif. 1. Data Subjektif a. Intensitas (skala) nyeri Karakteristik nyeri yang paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering diminta untuk mendeskripsikan nyeri
Universitas Sumatera Utara
sebagai nyeri ringan, sedang, atau parah. Namun, makna istilah tersebut berbeda bagi klien dan perawat. Skala deskriptif merupakan pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale) merupakan sebuah garis yang terdiri dari lima kata pendeskripsi yaitu “tidak nyeri, sampai nyeri tidak tertahankan”. Skala Penilaian Numerik (Numerical Rating Scale) lebih digunakan sebagai alat pengganti deskripsi kata yang menggunakan skala 0-10 dimana 0 mengindikasikan adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri yang sangat hebat. b. Karakteristik nyeri Laporan tunggal klien tentang nyeri yang dirasakan merupakan indikator tunggal yang paling dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun yang berhubungan dengan ketidaknyamanan (NIH, 1986). Pengkajian karakteristik nyeri antara lain; awitan dan durasi (kapan, berapa lama, terjadi pada waktu yang sama atau tidak, kekambuhan nyeri), lokasi nyeri, irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri), dan kualitas nyeri (seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti ditekan). c. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.
d. Efek nyeri terhadap klien Apabila klien mengalami nyeri maka perawat perlu mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon verbal (meringis, menangis), gerakan wajah dan tubuh (meringis sambil mengguling ke kanan, melindungi area nyeri), interaksi sosial klien, dan aktivitas klien. Pada aktivitas sehari-hari nyeri menyebabkan klien kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin. Seperti pada kehidupan sehari-hari, misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai. e. Kekhawatiran klien tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai maslah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Smeltzer & Bare, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2. Data Objektif Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien terhadap nyeri. Menurut Taylor (1997), respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan sebagai : a. Respons Perilaku Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat diobservasi. Klien yang mengalami nyeri akan menangis, merapatkan gigi, mengepalkan tangan, melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas, menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini beragam dari waktu ke waktu (Berger, 1992). b. Respons Fisiologik Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil, berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah (Berger, 1992). Respon fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada klien tidak sadar (Smeltzer & Bare, 2001). c. Respons Afektif Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada klien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai nyeri kronis (Taylor, 1997).
2.2.2 Penetapan Diagnosa Diagnosa yang akurat dibuat hanya setelah pengkajian lengkap semua variabel. Dalam contoh diagnosa nyeri, perawat dapat mengkaji perilaku klien yang menarik diri dari komunikasi, postur tubuh kaku, klien mengeluh, ungkapan verbal ketidaknyamanan klien. Perawat harus dapat menyeleksi pola data untuk mengidentifikasi nyeri sebagai diagnosa yang tepat. Diagnosa keperawatan harus berfokus pada sifat khusus nyeri untuk membantu perawat mengidentifikasi jenis intervensi yang paling berguna untuk menghilangkan nyeri
Universitas Sumatera Utara
dan meminimalkan efek intervensi itu pada gaya hidup dan fungsi klien. Nyeri yang berhubungan dengan trauma fisik melawan nyeri yang berhubungan dengan proses melahirkan membutuhkan intervensi yang sangat berbeda. Identifikasi yang akurat pada faktor terkait memastikan pemilihan terapi keperawatan yang sesuai. Menurut NANDA (2003), diagnosa keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah : 1. Nyeri akut 2. Nyeri kronis Saat menuliskan pernyataan diagnostik, perawat harus menyebutkan lokasinya secara jelas, misalnya: nyeri pada pergelangan kaki kanan. Lebih lanjut, nyeri dapat memengaruhi banyak aspek pada fungsi individu, sehingga nyeri tidak hanya menjadi masalah tetapi dapat menjadi etiologi untuk diagnosa keperawatan yang lain. Diagnosa keperawatan menurut NANDA yang dapat terjadi terkait dengan masalah nyeri adalah : 1. Nyeri yang berhubungan dengan: − Cedera fisik atau trauma − Penurunan suplai darah ke jaringan − Proses melahirkan normal 2. Nyeri kronik yang berhubungan dengan: − Jaringan parut − kontrol nyeri yang tidak adekuat 3. Ansietas yang berhubungan dengan : − Nyeri yang tidak hilang 4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan: − Nyeri maligna kronik 5. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan: − Nyeri kronik 6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan: − Nyeri muskuloskeletal − Nyeri insisi
2.2.3
Perencanaan Untuk
setiap
diagnosa
keperawatan
yang
telah
teridentifikasi,
perawat
mengembangkan rencana keperawatan untuk kebutuhan klien. Hasil akhir yang diharapkan
Universitas Sumatera Utara
dan tujuan perawatan diseleksi berdasarkan pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Terapi yang tepat dipilih berdasarkan pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Terapi yang tepat dipilih berdasarkan pada faktor-faktor terkait yang menyebabkan nyeri atau masalah kesehatan klien. Misalnya, nyeri yang berhubungan dengan nyeri insisi akut berespons terhadap analgesik, sedangkan nyeri yang berhubungan dengan kontraksi persalinan dini dapat dikurangi dengan latihan relaksasi. Saat mengembangkan rencana perawatan, perawat menyeleksi prioritas berdasarkan tingkat nyeri klien dari efeknya pada kondisi klien. Untuk nyeri akut dan berat, adalah penting untuk melakukan upaya untuk menghilangkan nyeri sesegera mungkin. Analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan cepat dan menurunkan kesempatan nyeri mengalami perburukan. Setelah nyeri yang klien rasakan hilang, perawat merencanakan terapi lain, seperti relaksasi atau aplikasi panas untuk meningkatkan efek analgesik. Perawat memberi asuhan keperawatan pada klien yang mengalami nyeri, tujuan berorientasi pada klien dapat mencakup hal-hal berikut: 1. Klien menyatakan merasa sehat dan nyaman 2. Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri 3. Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini 4. Klien menjelaskan faktor-faktor penyebab ia merasa nyeri 5. Klien menggunakan terapi yang diberikan di rumah dengan aman.
2.2.4
Implementasi Sifat nyeri dan sejauh mana nyeri tersebut mempengaruhi kesejahteraan individu
menentukan pilihan terapi penanganan nyeri. Terapi nyeri membutuhkan pendekatan yang individual, yang mungkin lebih dibandingkan dengan masalah klien yang lain. Klien dan perawat harus menjadi rekan kerja dalam melakukan upaya mengontrol nyeri. Perawat memberi dan memantau terapi yang diprogramkan dokter untuk penghilang nyeri dan penggunaan tindakan penghilang nyeri yang mandiri sehingga melengkapi terapi diprogramkan dokter. Pengobatan klien seringkali merupakan cara menghilangkan nyeri yang paling berhasil, khususnya apabila klien pernah mengalami nyeri. Umumnya terapi yang paling aman atau terapi yang membutuhkan tindakan invasif minimal yang dilakukan pertama kali. Apabila ada keraguan mengenai terapi keperawatan, maka perawat harus berkonsultasi dengan dokter.
Universitas Sumatera Utara
A. TINDAKAN NYERI NONFARMAKOLOGIS Ada sejumlah terapi nonfarmakologis yang mengurangi resepsi dan persepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan perawatan nyeri akut. Tindakan nonfarmakologis mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilakukognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi klien rasa pengendalian yang lebih besar. Agens-agens fisik bertujuan memberi rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah respons fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang terkait dengan imobilisasi. Beberapa tindakan nonfarmakologis yaitu: 1.
Distraksi Sistem aktivasi retikular menghambat stimulus yang menyakitkan jika sesorang menerima masukan sensori yang cukup ataupun berlebihan. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorphin. Individu yang merasa bosan atau diisolasi hanya memikirkan nyeri tersebut dengan lebih akut. Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Namun, distraksi bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung beberapa menit, misalnya selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja analgesik.
2.
Hipnosis Diri Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan holistik, hipnosis-diri menggunakan sugesti-diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisikondisi yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka (Edelman dan Mandel, 1994). Hipnosis-diri sama dengan melamun. Konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stress karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.
3. Mengurangi Persepsi Nyeri Salah satu cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah mencegah stimulus nyeri. Hal ini terutama penting bagi klien imobilisasi atau tidak mampu merasakan sensasi ketidaknyamanan. Nyeri juga dapat diatasi dengan mengantisipasi kejadian yang menyakitkan. Upaya ini hanya membutuhkan suatu pertimbangan sederhana tentang rasa tidak nyaman yang klien alami dan sedikit waktu ekstra dalam upaya menghindari situasi yang menyebabkan nyeri. Misalnya, klien yang mengalami artritis lutut, maka perawat terlebih dulu memastikan adanya tempat duduk yang tinggi di kamar mandi untuk menghindari fleksi ekstrem lutut.Hal ini dapat meminimalkan rasa tidak nyaman.
Universitas Sumatera Utara
4. Stimulasi Kutaneus Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Masase, mandi air hangat, kompres es, merupakan langkah-langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri. Teori Gate-Control mengatakan bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta A berdiameter kecil. Gerbang sinap mengatakan transmisi impuls nyeri. Meek (1993) mengatakan bahwa sentuhan dan masase merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas system saraf otonom. Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi. 5. Relaksasi dan Teknik Imajinasi Klien dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi-afektif dengan melakukan relaksasi dan teknik imajinasi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi dapat digunakan, saat individu sehat atau sakit. Teknik relaksasi tersebut merupakan upaya pencegahan untuk membantu agar tubuh sehat kembali dan beregenerasi setiap hari dan merupakan alternatif terhadap alkhohol. Merokok, atau makan berlebihan (Asmadi, 2008)
B. TINDAKAN TERAPI NYERI FARMAKOLOGIS Beberapa agen farmakologis digunakan untuk menangani nyeri. Semua agen tersebut memerlukan resep dokter. Keputusan perawat, dalam menggunakan obat-obatan dan penatalaksanaan klien yang menerima terapi farmakologis, membantu dalam upaya memastikan penanganan nyeri yang mungkin dilakukan. 1. Penatalaksanaan Nyeri Akut Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang menjalani pembedahan dan prosedur medis, dan kepada klien yang nerupakan korban akibat trauma.AHCPR (1992) telah menetapkan suatu bagan alur terapi nyeri untuk penanganan pascaoperasi. Pedoman yang diberikan juga diterapkan pada klien yang sedang dalam proses pemulihan dari prosedur dan trauma medis yang menyakitkan. Pendekatan sistemik memungkinkan tenaga kesehatan berespon cepat terhadap ketidaknyamanan yang klien alami. Tim perawatan kesehatan berkolaborasi untuk menemukan kombinasi terapi yang paling baik bagi klien.
Universitas Sumatera Utara
2. Analgesik Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan anlgesik markotik, dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan. Perawat harus mengetahui obat-obatan yang tersedia untuk menghilangkan nyeri dan efek-efek farmakologi obat-obatan tersebut.
Ada tiga jenis analgesik, yaitu: a. Non-narkotik dan obat antiinflamai nonsteroid (NSAID) Jenis ini umumnya untuk menghilangkan nyeri ringan dan sedang, seperti nyeri yang terkait dengan artritis, prosedur pengobatan gigi, dan bedah minor. b. Analgesik narkotik atau opiat Analgesik opiat atau narkotik umumnya diresepkan untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pascaoperasi dan nyeri maligna. c. Obat tambahan (adjuvan) Adjuvan seperti seperti sedatif, anticemas, dan relaksan otot meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri, seperti depresi dan mual. Sedatif seringkali diresepkan untuk penderita nyeri kronik. 3. Analgesik Dikontrol Pasien Klien menerima keuntungan, apabila ia mampu mengontrol terapi nyeri. Sistem pemberian metode yang aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri pascaoperasi, dan nyeri traumatik. ADP merupakan pompa infus yang dapat dibawa (diatur komputer), yang didalamnya terdapat ruang tempat spuit atau merupakan alat khusus yang dirancang, seperti pengatur dosis yang menggunakan jam tangan yang diperlengkapi pengaturan dini pemberian obat dalam dosis kecil yang tidak melebihi dosis yang dianjurkan.
Universitas Sumatera Utara
B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 2.3 Pengkajian I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. N
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 55 tahun
Agama
: Kriaten
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Dusun I kab. Labuhan Batu Utara
Tanggal Masuk RS
: 30- 05-2014
No. Register
:00927354
Ruangan/kamar
: Ruang XIV Asoka II Wanita
Golongan darah
:B
Tanggal Pengkajian
: 02-06-2014
Tanggal operasi
:-
Diagnosa Medis
: Gastritis
II. KELUHAN UTAMA Klien mengeluhkan rasa nyeri ulu hati, yang dialami sejak 1 bulan yang bersifat hilang timbul, tersa ditusuk-tusuk, disayat, disertai mual dan muntah
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A. Provocative/ Palliative 1. Apa penyebabnya : Nyeri timbul secara tiba-tiba yang disebabkan karena asam lambungnya naik 2. Hal-hal apa yang memperbaiki keadaan : Keadaan pasien membaik apabila diberi obat anti nyeri . B. Quantity/Quality 1. Bagaimana dirasakan : Pasien merasakan nyerinya tajam seperti ditusuktusuk C. Bagaimana dilihat: Wajah pasien tampak pucat , khawatir akan penyakit yang dialaminya
Universitas Sumatera Utara
D. Region 1. Dimana lokasinya : di perut sebelah kiri bagian bawah 2. Apakah menyebar : Nyeri menyebar ke ulu hati E. Severity : Keadaan ini mengganggu aktivitas pasien, pasien kehilangan peran nya sebagai seorang ibu yang biasanya mengurus semua pekerjaan rumah kini menjadi sebaliknya pasien hanya bisa dibantu oleh anak dan keluarga terdekatnya. F. Time
: Keluhan ini dirasakan pasien jika pasien terlambat makan perut terasa
nyeri dan biasanya dirasakan ± 1 menit nyerinya hilang timbul dengan frekuensi 2-3 kali dalam sehari
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU 1. Penyakit yang pernah dialami : Pasien belum pernah mengalami hal ini, klien mengalami ini baru dalam 1 bulan ini 2. Pengobatan/tindakan yang dilakukan : tidak pernah 3. Pernah dirawat/dioperasi : Pasien tidak pernah dirawat/ dioperasi sebelumnya. 4. Lama dirawat
: Tidak pernah dirawat.
5. Alergi
: Pasien tidak memiliki alergi.
6. Imunisasi
: Lengkap
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orangtua
: Ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
Ayah klien juga tidak memiliki riwayat penyakit serius. B. Saudara kandung
: Pasien memiliki lima saudara kandung.
Kelima saudara pasien tidak mengalami penyakit serius. C. Penyakit keturunan yang ada
: tidak ada penyakit keturunan.
D. Anggota keluarga yang meninggal : Suami dari klien meninggal. E. Penyebab meninggal
: Sakit
Universitas Sumatera Utara
VI.
RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya : Pasien mengatakan penyakitnya pasti sembuh. B. Konsep diri : − Gambaran diri
: Pasien merasa tubuhnya tetap seperti biasa.
− Ideal diri
: Pasien mengatakan malu karena aktivitasnya harus selalu dibantu.
− Harga diri
: Pasien merasa malu karena aktivitasnya harus selalu dibantu oleh anak-anaknya.
− Peran diri
: Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang kini berperan menjadi seorang kepala keluarga semenjak meninggalnya suami pasien
− Identitas
: Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
C. Keadaan emosi
: Emosi pasien terkontrol dengan baik.
D. Hubungan sosial − Orang yang berarti : orang yang berarti bagi pasien yaitu adalah anakanaknya. − Hubungan dengan keluarga :Pasien berhubungan baik dengan orangtua, anak dan cucunya. − Hubungan dengan orang lain : Pasien berinteraksi dengan baik dengan orang lain, misalnya perawat. − Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Pasien tidak memiliki hambatan berhubungan dengan orang lain. E. Spiritual −
Nilai dan keyakinan : Pasien mau berdoa agar penyakitnya sembuh.
−
Kegiatan ibadah
: Pasien tidak melakukan kegiatan ibadah selain berdoa di tempat tidur
VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum
: Pasien tampak lemas berbaring di tempat tidur
B. Tanda-tanda vital − Suhu tubuh
: 37, 6o C
− Tekanan darah
: 120/80 mmHg
− Nadi
: 80 kali/ menit
Universitas Sumatera Utara
− Pernafasan
: 20 kali/ menit
− Skala nyeri
:6
− TB
: 155cm
− BB
: 60kg
C. Pemeriksaan Head to toe Kepala dan Rambut -
Bentuk
: simetris
-
Ubun-ubun
: normal
-
Kulit Kepala
: kurang bersih.
-
Penyebaran rambut
: Rambut lebat dan tersebar merata
-
Bau
: Tidak berbau
-
Warna kulit
: Sawo matang.
Rambut
Wajah -
Warna kulit
: Coklat
-
Struktur wajah
: Simetris
Mata -
Kelengkapan dan kesimetrisan
: Jumlah lengkap dan simetris
-
Palpebra
: Tidak ada kelainan
-
Konjungtiva dan sklera
: Tidak pucat. tidak ikterik
-
Pupil
: diameter pupil normal, respon terhadap
cahaya baik. -
Cornea dan iris
: cornea tidak ada kelainan, iris berwarna
coklat. -
Visus
: tidak dilakukan pemeriksaan visus
-
Tekanan bola mata
: tidak dilakukan pemeriksaan .
Hidung -
Tulang hidung dan posisi septum nasi : letak normal di medial.
-
Lubang hidung
: lubang hidung lengkap dan bersih.
-
Cuping hidung
: cuping hidung normal.
Telinga -
Bentuk telinga
: bentuk normal.
-
Ukuran telinga
: ukuran telinga normal.
Universitas Sumatera Utara
-
Lubang telinga
: lubang telinga bersih.
-
Ketajaman pendengaran : dapat mendengar dengan baik.
Mulut dan faring -
Keadaan bibir
: bentuk bibir normal, lembab.
-
Keadaan gusi dan gigi
: gusi dan gigi terlihat bersih.
-
Keadaan lidah
: lidah bersih.
Leher -
Posisi trachea
: Posisi trachea normal di medial.
-
Thyroid
: Tidak ada tampak kelainan.
-
Suara
: suara bersih dan jelas.
-
Kelenjar limfe
: Tidak ada tampak pembengkakan.
-
Vena jugularis
:Tidak ada tampak pembesaran vena jugularis.
-
Denyut nadi karotis
: Denyut teraba normal. Pemeriksaan integument
-
Kebersihan
: Kulit bersih
-
Kehangatan
: Kulit hangat
-
Warna
: Sawo Matang
-
Turgor
: kembali 1 detik
-
Kelembaban
: Lembab
-
Kelainan pada kulit
: tidak ada kelainan pada kulit.
Pemeriksaan thoraks/ dada -
Inspeksi thoraks
:Thoraks simetri, tidak ada kelainan bentuk.
-
Pernafasan
:Frekuensi 20x/menit, irama reguler.
-
Tanda kesulit bernafas :Tidak ada kesulitan bernafas,
Pemeriksaan paru -
Palpasi getaran suara
:Terasa simetris kanan dan kiri
-
Perkusi
:Sonor
-
Auskultasi
:Vesikuler
Pemeriksaan jantung -
Inspeksi
: Tidak tampak kelainan, atau pembesaran
-
Palpasi
: Tidak teraba pembesaran.
-
Perkusi
: Dullnes
Universitas Sumatera Utara
-
Auskultasi
: Denyut jantung terdengar normal, 80x/menit
Pemeriksaan abdomen -
Inspeksi
: Abdomen simetris
-
Palpasi
: Abdomen teraba soepel, tidak ada distensi.
-
Perkusi
: Tympani
-
Auskultasi
: Terdengar suara peristaltic normal
Pemeriksaan kelamin
: Tidak dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan musculoskeletal :Kekuatan otot normal, simetris kanan dan kiri, tidak ada oedem. Pemeriksaan neurologi
:Tidak dilakukan pemeriksaan khusus secara keseluruhan terlihat normal.
Fungsi motorik
: Fungsi motorik normal.
Fungsi sensorik
: Fungsi sensorik normal, dapat mengidentifikasi sentuhan dengan baik.
Refleks
: Semua refleks normal.
VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI 1. Pola makan dan minum -
Frekuensi makan : 3 kali/ hari.
-
Nafsu makan
: selera makan.
-
Nyeri ulu hati
: ada nyeri ulu hati
-
Alergi
: tidak ada alergi.
-
Mual dan muntah : Pasien mengalami muntah sebelum dibawa ke rumah sakit.
-
Waktu pemberian makan
: pagi 07.00, siang 12.00, malam 18.00
-
Jumlah dan jenis makan
:
Rata-rata
setengah
piring,
jenis
makanan yaitu makanan lunak -
Waktu pemberian cairan/minum : setiap pasien haus.
-
Masalah makan dan minum
: Pasien tidak mengalami masalah
2. Perawatan diri -
Kebersihan tubuh
:kebersihan tubuh terpenuhi karena klien
dibantu anaknya untuk mandi. -
Kebersihan gigi dan mulut
: gigi dan mulut tampak bersih.
-
Kebersihan kuku kaki dan tangan : kuku tampak bersih.
Universitas Sumatera Utara
3. Pola kegiatan -
Aktivitas klien
: Pasien beraktivitas di tempat tidur dan
dibantu oleh keluarga. -
Aktivitas ibadah klien
: Pasien tidak melakukan ibadah selama
dirawat 4. Pola eliminasi 1. BAB -
Pola BAB
: Pasien biasanya BAB dua hari sekali
-
Karakter feses
: lembek
-
Riwayat perdarahan : tidak pernah perdarahan
-
BAB terahir
: dua hari yang lalu
-
Diare
: tidak mengalami diare
2. BAK -
Pola BAK
: 3-4 kali sehari
-
Karakter urin
: kuning
-
Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK : tidak ada nyeri/ kelainan saat BAK
-
Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tidak ada riwayat penyakit ginjal
-
Upaya mengatasi masalah: Tidak ada masalah
Universitas Sumatera Utara
2.4 Analisa Data No. 1.
Data
Masalah
Penyebab
Keperawatan
DS = klien mengeluhkan nyeri Iritasi mukosa lambung
Nyeri
pada ulu hati
DO = skala nyeri 6 klien
tampak
meringis
menahan nyeri klien
tampak
memegangi
bagian bawah perutnya klien tampak gelisah 2.
DS= pasien mengatakan kurang Kurang mengerti
tentang
informasi Kurang pengetahuan
proses tentang penyakitnya
penyakit, penyebab dan terapi apa yang harus dilakukan DO= pasien tampak bingung pasien
sering
bertanya
mengenai penyakitnya 3.
DS = pasien mengeluh mual dan Muntah berlebihan
Kecemasan
muntah DO= pasien tampak cemas, lemas, pucat
2.5 Rumusan Masalah MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman nyeri 2. Kurang pengetahuan 3. Cemas
Universitas Sumatera Utara
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri b/d iritasi mukosa lambung d/d klien meringis menahan nyeri, dengan skala nyeri 6 2. Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurang
informasi
tentang
penyakitnya(faktor penyebab dan terapi diet) ditandai dengan pasien sering bertanya mengenai penyakitnya 3. Kecemasan b/d adanya nyeri dan muntah berlebihan d/d pasien tampak pucat dan lemah
2.6 Perencanaan Keperawatan dan Rasional Hari / Tanggal Selasa 03 - 06
No.Dx 1
Perencanaan Keperawatan
Rasional
Tujuan: Nyeri berkurang/hilang
-2014 Kriteria hasil : a. Pasien
melaporkan
nyeri
berkurang b. Skala nyeri menurun 0-3 c. Pasien tampak tenang d. Tanda-tanda vital normal e. Pasien
dapat
melakukan
aktivitas sesuai kemampuan Misalnya, makan Rencana Keperawatan: a. Kaji
nyeri,
lokasi
nyeri,
karakteristik
nyeri,
skala
nyeri
b. Kaji tanda-tanda vital klien.
a. Berguna dalam pengawasan keefektifan
obat,
dan
kemajuan penyembuhan.
b. Mengetahui keadaan umum klien melalui tanda-tanda vital.
Universitas Sumatera Utara
c. Beri posisi nyaman pada klien
c. Memberikan pada
kenyamanan
klien
mengurangi
untuk
nyeri
yang
dirasakan
d. Ajarkan
tehnik
relaksasi
nafas dalam pada saat nyeri
d. Membantu
mengurangi
ketegangan akibat nyeri
berlangsung. e. Membantu e. Beri kesempatan klien untuk menceritakan keluhannya.
f. Beri kesempatan klien untuk istirahat
pada
saat
nyeri
menurunkan
stress klien dalam keadaan sakit.
f. Memulihkan
kekuatan
tubuh
berkurang. g. Anjurkan
keluarga
untuk
g. Menurunkan
stress
klien
berbincang dengan klien pada
dan
saat sedang tidak nyeri.
mengalihkan perhatian dari
membantu
klien
rasa nyeri. h. Beri analgesik(ranitidin dan ketorolak) sesuai program. Selasa/ 03-06-
2
h. Untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri.
Tujuan: Informasi kesehatan terpenuhi
2014 Kriteria hasil: a. Pasien mampu menjelaskan kembali
pendidikan
kesehatan yang diberikan b. Pasien melaksanakan
termotivasi penjelasan
yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
Rencana Keperawatan: a. Melibatkan keluarga dalam penerimaan informasi.
a. Keluarga/orang perlu
terdekat
dilibatkan
dalam
pemenuhan informasi untuk mendukung dan membantu perawatan.
b. Anjurkan
untuk
makan
teratur
b. Perawat
menjelaskan
penyebab
makan
tidak
teratur.
c. Dorong klien untuk berobat apabila penyakit kambuh
d. Jelaskan
teknik
aktivitas
selama perawatan di rumah
e. Beri
masukkan
sumber-
sumber tertulis/ gambar
c. Untuk
menghindari
penyakit bertambah parah
d. Hindari
pekerjaan
yang
melelahkan.
e. Memberi
referensi
pascapulang mendukung pada
untuk upaya
perawatan
klien
diri
di
rumah.
Selasa / 03-06-
3
Tujuan: Cemas berkurang
2014 Kriteria Hasil: a. Pasien tampak tenang tidak gelisah b. Pasien mampu menunjukkan pengendalian diri terhadap cemas c. Pasien mampu menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
lokasi nyeri d. Pasien dapat rileks dan tidur/ istirahat dengan baik
Rencana Keperawatan a. Kaji
tingkat
kecemasan
pasien
a. Mengetahui
seberapa
tinggi tingkat kecemasan pasien
b. Kaji penyebab yang menjadi terjadinya kecemasan
b. Memudahkan menentukan untuk tingakat
intervensi mengurangi kecemasan
pasien
c. Beri dorongan kepada pasien untuk
mengungkapkan
c. Mengurangi
tingkat
kecemasan pasien
pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas
d. Beri penguatan positif ketika
d. Mendorong pasien untuk
pasien mampu meneruskan
melakukan aktivitas dan
aktivitas
mengalihkan kecemasan
sehari-hari
dan
aktivitas lainnya meskipun
pasien
mengalami cemas
Universitas Sumatera Utara
2.7 Implementasi dan Evaluasi Hari/tanggal
No.Dx
Implementasi Keperawatan
Selasa
1
a. Mengkaji
03-06-2014
nyeri,
Evaluasi (SOAP)
lokasi S=
nyeri, karakteristik nyeri,
pasien
melaporkan
nyerinya berkurang
skala nyeri klien. O= Tanda-tanda vital: TD= 130/90mmHg
b. Mengkaji tanda-tanda vital
HR= 80x/menit
pasien.
RR= 20x/menit c. Mengajarkan
tehnik
T= 37,2 oC Skala nyeri 6
relaksasi nafas dalam.
Klien d. Mendengarkan
klien
menceritakan keluhannya.
pucat. A=
sebagian
dan
ketorolak) sesuai program.
03-06-2014
masalah teratasi
analgesik(ranitidin
2
meringis
kesakitan, wajah tampak
e. Memberikan
Selasa
tampak
P= intervensi dilanjutkan.
a. Melibatkan keluarga dalam S= penerimaan informasi.
Keluarga
klien
mengatakan tidak tau penyebab
b. Menganjurkan
untuk
klien dan bagaimana
makan teratur c. Mendorong
perawatan yang harus klien
dilakukan dirumah.
untuk
berobat apabila penyakit
O=Keluarga mendengarkan
kambuh d. Menjelaskan
penyakit
teknik
aktivitas selama perawatan di rumah
dan
memahami
informasi
yang
diberikan
perawat. A=
masalah
sebagian
teratasi. e. Memberikan
masukkan
P= intervensi dilanjutkan
Universitas Sumatera Utara
sumber-sumber
tertulis/
gambar
Selasa 3
03-06-2014
a. Mengkaji
tingkat S = Pasien mengatakan
kecemasan pasien
cemas nya berkurang
b. Mengkaji penyebab yang O= pasien tampak lebih menjadi
terjadinya tenang dan tidak gelisah
kecemasan A=
masalah
teratasi
c. Memberi dorongan kepada sebagian pasien
untuk
mengungkapkan dan
perasaan
pikiran P= intervensi dilanjutkan untuk
mengeksternalisasikan ansietas d. Memberi penguatan positif ketika
pasien
meneruskan sehari-hari
mampu aktivitas
dan
lainnya
aktivitas meskipun
mengalami cemas
Universitas Sumatera Utara