19
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1
Manajemen
2.1.1
Pengertian Manajemen Manajemen adalah suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Manajemen tidak hanya dilakukan oleh suatu perusahaan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari seperti mengatur diri sendiri, keluarga, kelompok atau organisasi lainnya. Dengan manajemen yang baik maka setiap kegiatan dalam proses mencapai tujuan bisa berjalan secara efektif dan efisien. Untuk lebih jelasnya berikut definisi manajemen menurut beberapa ahli : Menurut G.R. Terry dalam buku Hasibuan (2009:2), Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam buku Hasibuan (2009:3), Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian. Selanjutnya menurut Nickels dan McHugh (1997) dalam buku Sule dan Saefullah (2010:6), Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian,
19
20
pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya.
2.2
Manajemen Pemasaran
2.2.1
Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh
para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan menetapkan laba serta memiliki peranan dalam memuaskan kebutuhan pelanggan dan keinginan konsumen dengan penyediaan produk melalui perencanaan. Berhasil
tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung pada
keahlian mereka di bidang pemasaran, produksi, keuangan, maupun bidang lain. Untuk lebih mengetahui dan paham mengenai pengertian pemasaran, maka berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi pemasaran yang telah dipopulerkan oleh para ahli pemasaran yang berbeda-beda meskipun sebenarnya memiliki maksud yang sama. Menurut Doyle (2000) dalam buku Ujang Sumarwan, et al (2011:31), Pemasaran adalah proses manajemen untuk mencari keuntungan maksimal bagi pemegang saham dengan mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk membangun hubungan kepercayaan dengan pelanggan melalui cara penciptaan nilai pelanggan yang tinggi dan keunggulan diferensiasi secara berkelanjutan.
21
Kemudian menurut American Marketing Association (AMA) dalam buku Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. Selanjutnya menurut Stanton (1995) dalam buku Husein Umar (2010:31), Pemasaran adalah keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan merencanakan, menetukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang potensial. Sedangkan menurut William J. Shultz (1961) dalam buku Buchari Alma (2011:2), Pemasaran adalah usaha/kegiatan yang menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Dari beberapa definisi diatas menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu usaha atau kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen, untuk memuaskan kebutuhan konsumen baik yang aktual maupun yang potensial.
22
2.2.2
Pengertian Manajemen Pemasaran Pemasaran yang baik bukanlah sebuah kebetulan, melainkan hasil dari
perencanaan dan pelaksanaan yang cermat. Pemasaran merupakan seni sekaligus ilmu, ada ketegangan yang terus-menerus antara sisi terformulasikannya dan sisi kreatifnya sehingga dengan demikian dibutuhkan suatu wadah manajemen pemasaran untuk menangani kegiatan tersebut. Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi manajemen pemasaran menurut para ahli: Menurut Kotler dan Amstrong (1999:11) dalam buku Buchari Alma (2011:130), Manajemen
pemasaran
adalah
kegiatan
menganalisa,
merencanakan,
mengimplementasi, dan mengawasi segala kegiatan (program), guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kemudian menurut Ben M. Enis dalam Buchari Alma (2011:130), Marketing management is the process of increasing the effectiveness and or efficiency by wich marketing activities are perfrmed by individuals or organizations. Manajemen pemasaran adalah proses untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau oleh perusahaan. Selanjutnya menurut Kotler dan Keller (2009:5), Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan
pelanggan
dengan
menciptakan,
mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
menghantarkan,
dan
23
Sedangkan menurut Sule dan Saefullah (2010:14), Manajemen pemasaran adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen, dan bagaimana cara pemenuhannya dapat diwujudkan. Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah proses penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas dari kegiatan pemasaran serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
2.3
Kualitas Pelayanan
2.3.1
Pengertian Jasa Berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian jasa menurut para ahli:
Pengertian jasa menurut William J. Stanton (1981:529) dalam buku Buchari alma (2011:243):
Service are those separately identifitable, essentially intangible activities that provide want-satisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a productor another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods. However, when such use is required, there is no transfer of the title (permanent ownership) to these tangible goods. Jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak.
24
Kemudian menurut Vlarie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner (2000:3) dalam buku Buchari Alma (2011:243):
Broad definition is one that defines services “include all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides added value in form (such as convenience, amusement, timeliness, comfort, or health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser. Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud. Selanjutnya menurut Kotler (2004) dalam buku Rambat Lupiyoadi (2014:7), Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan kepemilikan apa pun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak. Sedangkan menurut Kotler (1996:467) dalam buku Nasution (2010:75), Jasa (service) adalah aktifitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apa pun, produksinya mungkin terikat atau tidak pada produk fisik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jasa adalah sesuatu yang sifatnya tidak berwujud, tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun, hanya bisa dirasakan manfaatnya dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat).
25
2.3.2
Karakteristik Jasa Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dari barang.
Karakteristik jasa menurut Fandy Tjiptono (2008:136) yaitu: 1. Intangibility Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu obyek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance), atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya bisa dikonsumsi tetapi tidak dimiliki. Meskipun sebagian besar jasa dapat berkaitan dan didukung oleh produk fisik misalnya telepon dalam jasa telekomunikasi, pesawat dalam jasa angkutan udara, makanan dalam jasa restoran. Esensi dari apa yang dibeli pelanggan adalah kinerja yang diberikan oleh produsen kepadanya. Jasa bersifat intangible, maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Konsep intengible pada jasa memiliki dua pengertian (Berry dalam Enis dan Cox, 1988), yaitu: 1) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa. 2) Sesuatu yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah. Dengan demikian, orang tidak dapat menilai kualitas jasa sebelum ia merasakannya/mengkonsumsinya sendiri. Bila pelanggan membeli suatu jasa, ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan yang bersangkutan tidak lantas memiliki jasa yang dibelinya. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidakpastian, para pelanggan akan memperhatikan tandatand atau bukti kualitas jasa tersebut. Mereka akan menyimpulkan kualitas jasa dari tempat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan-bahan
26
komunikasi (communication materials), simbol, dan harga yang mereka amati. Oleh karena itu, tugas pemasar jasa adalah “manage the evidence” dan “tangiblize the intangible” (Livitt, 1981). Dalam ini , pemasar jasa menghadapi tantangan untuk memberikan bukti-bukti fisik dan perbandingan pada penawaran abstraknya. 2. Inseparability Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa di lain pihak, umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Kedua pihak mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikan jasa (contactpersonnel) merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci keberhasilan bisnis jasa ada pada proses rekrutmen., kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya. 3.
Variability Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variabel bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli dengan variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih. Dalam hal ini penyedia jasa dapat melakukan tiga tahap dalam pengendalian kualitasnya: 1) Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik. 2) Melakukan standardisasi proses pelaksanaan jasa (service-performance
27
process). Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyiapkan suatu cetak biru (blue-print) jasa yang menggambarkan peristiwa dan proses jasa dalam suatu diagram alur, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut. 3) Membantu kepuasan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan, survei pelanggan, dan comparison shopping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat, dideteksi dan dikoreksi. 4. Perishability Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi kereta api yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik seorang dokter, akan berlalu/hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan di waktu yang lain. Hal ini tidak menjadi masalah bila permintaannya tetap karena mudah untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya. Bila permintaan berfluktuasi, berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan kapasitas menganggur (saat permintaan sepi) dan pelanggan tidak terlayani dengan risiko mereka kecewa/beralih ke penyedia jasa lainnya (saat permintaan puncak).
2.3.3
Klasifikasi Jasa Jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria-kriteria. Lovelock
(1992) dalam buku Fandy Tjiptono (2008:134) melakukan klasifikasi lima kriteria, yaitu: 1. Berdasarkan sifat tindakan jasa Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat tindakan jasa (tangible actions dan intangible action), sedangkan sumbu horisontalnya adalah penerima jasa
28
(manusia dan benda). 2. Berdasarkan hubungan dengan pelanggan Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri dari atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan tipe hubungan antara perusahaan jasa dan pelanggannya (hubungan keanggotaan dan tak ada hubungan formal), sedangkan sumbu horisontalnya adalah sifat penyampaian jasa (penyampaian secara berkesinambungan dan penyampaian diskret). 3. Berdasarkan tingkat customization dan judgment dalam penyampaian jasa Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan tingkat customization karakteristik jasa (tinggi dan rendah), sedangkan sumbu horisontalnya adalah tingkat judgment yang diterapkan oleh contact personnel dalam memenuhi kebutuhan pelanggan industrial (tinggi dan rendah). 4. Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sejauh mana penawaran jasa menghadapi masalah sehubungan dengan terjadinya permintaan puncak (permintaan puncak dapat melampaui penawaran), sedangkan sumbu horisontalnya adalah tingkat fluktuasi permintaan sepanjang waktu (tinggi dan rendah). 5. Berdasarkan metode penyampaian jasa Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat interaksi antara pelanggan dan perusahaan jasa (pelanggan mendatangi perusahaan jasa; perusahaan jasa
29
mendatangi pelanggan; serta pelanggan dan perusahaan jasa melakukan transaksi melalui surat atau media elektronik), sedangkan sumbu horisontalnya adalah ketersediaan outlet jasa (single site dan multiple sites).
2.3.4
Pengertian Kualitas Sebenarnya ada beberapa definisi yang berhubungan dengan kualitas, tetapi
secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas atau mutu adalah karakteristik dari suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh melalui pengukuran serta melalui perbaikan yang berkelanjutan. Menurut American Society for cuality control (Kotler 2000:57) dalam buku Fajar Laksana (2008:89) dalam Mayantoko (2013), Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, yang memenuhi keinginan pelanggan, dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk. Kemudian menurut philip Kotler dan Keller Kevin Lane (2007:180) dalam Rahmatriana (2013), Kualitas adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Selanjutnya menurut ISO 9000 dalam buku Rambat Lupiyoadi (2014:212), Kualitas adalah perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang menentukan dan menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik tersebut memenuhi kebutuhannya.
30
Sedangkan menurut Garvin dan Davis (1994) dalam buku Nasution (2010:3), kualitas
adalah
suatu
kondisi
dinamis
yang
berhubungan
dengan
produk,
manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
2.3.5
Pengertian Pelayanan Berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian pelayanan menurut para ahli:
Menurut Kotler (dalam Lukman, 2000:8) dalam buku Daryanto dan Setyobudi (2014:135) dalam Rahmatriana (2013), Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya menurut Buchari Alma (2011:243):
Pelayanan adalah jasa atau layanan yang diberikan kepada konsumen dalam hubungan dengan produk tertentu. Misalnya layanan menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan konsumen, mencari pesanan, mengatasi keluhankeluhan, perbaikan-perbaikan reparasi, melayani pembeli di toko untuk pramuniaga dan sebagainya. Sedangkan menurut Gronroos (1990:27) dalam buku Daryanto dan Setyobudi (2014:135) dalam Rahmatriana (2013):
Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkai aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah konsumen/pelanggan.
31
Dari pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) sebagai interaksi antara konsumen dengan karyawan yang disediakan oleh perusahaan pemberi layanan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah seperti pertanyaanpertanyaan yang diajukan konsumen/pelanggan.
2.3.6
Pengertian Kualitas Pelayanan Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi kualitas pelayanan menurut para
ahli : Menurut Tjiptono (2006:59) dalam Maharani (2010) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Selanjutnya menurut Parasuraman, et al., dalam Purnama (2006:19) dalam Normasari, et al., mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Sedangkan menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1988) dalam buku Bilson Simamora (2001:180) dalam Rahmatriana (2013), Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Berdasarkan definisi menurut para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen.
32
2.3.7
Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Rambat Lupiyoadi (2014:216) mengemukakan bahwa dalam salah satu
studi mengenai kualitas layanan oleh Parasuraman (1988) yang melibatkan 800 pelanggan (yang terbagi dalam emapt perusahaan) berusia 25 tahun ke atas, disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi kualitas layanan, sebagai berikut : 1. Berwujud (tangibles), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari layanan yang diberikan oleh para pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang dan lainlain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya. 2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan sesuai dengan dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, layanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Ketanggapan (responsivenes), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan layanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Jaminan dan kepastian (assurance), yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain
33
komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). 5. Empati (empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan mereka.
2.4
Citra Perusahaan
2.4.1
Pengertian Citra Setiap perusahaan mempunyai citra yang disadari atau tidak telah melekat pada
perusahaan tersebut. Tidak sedikit barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan begitu kuat citranya di benak konsumennya. Citra tidak datang dengan sendirinya melainkan dibentuk oleh masyarakat, dari upaya komunikasi dan keterbukaan perusahaan dalam usaha membangun citra positif yang diharapkan. Untuk lebih jelasnya berikut ini ada beberapa definisi citra menurut para ahli: Menurut Buchari Alma (2002:317), Citra adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang sesuatu. Kemudian menurut Rhenald Kasali (2003:28) dalam Suwandi (2009), Citra adalah kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Selanjutnya menurut Freank jefkins dalam buku Soleh Soemirat dan Elvinaro (2004:114) dalam Pranomo (2012), citra adalah kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan menurut Steinmetz dalam buku Siswanto Sutojo (2004:1), Citra adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan, benda atau organisasi.
34
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa citra adalah kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengalaman seseorang atau individu tentang sesuatu.
2.4.2
Pengertian Citra Perusahaan Setiap perusahaan, secara sadar maupun tidak, pasti mempunyai sebuah citra di
masyarakat. Citra itu dapat berperingkat baik, sedang, maupun buruk. Dampak peringkat citra yang berbeda antar perusahaan dalam suatu industri ikut mempengaruhi keberhasilan mereka dalam kegiatan bisnis dan pemasaran produknya. Hal ini dikarenakan persepsi konsumen terhadap citra perusahaan dapat memberi pengaruh pada kecenderungan perilaku konsumen. Citra perusahaan tidak bisa direkayasa, untuk itu, perusahaan perlu mengkomunikasikan secara jelas tentang perusahaan yang diharapkan, sehingga dapat mengarahkan masyarakat dalam mencitrakan perusahaan secara positif. Untuk lebih jelasnya berikut ini ada beberapa definisi citra perusahaan dari pendapat para ahli. Menurut Kotler dan Amstrong (2006: 299) dalam Perdananingtyas (2013), Citra perusahaan adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu perusahaan. Selanjutnya menurut Bill Canton dalam Soleh dan Elvinaro (2005:111) dalam Perdananingtyas (2013), Citra perusahaan adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap suatu perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi. Sedangkan menurut Katz dalam Soleh dan Elvinaro (2005: 111) dalam Perdananingtyas (2013), Citra perusahaan adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite atau suatu aktivitas.
35
Dari beberapa definisi di atas menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa citra perusahaan adalah kesan, perasaan, dan gambaran seseorang terhadap suatu perusahaan, kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi.
2.4.3
Manfaat Citra Perusahaan Pada saat ini banyak pihak yang berpendapat bahwa citra perusahaan atau
Corporate Image merupakan sesuatu yang penting bagi masa depan perusahaan. Hal ini dikarenakan manfaat citra perusahaan dapat dinikmati perusahaan pada saat mengalami masa jaya maupun pada saat-saat kritis. Siswanto Sutojo (2004:3) mengemukakan bahwa manfaat citra perusahaan yang baik dan kuat ialah untuk: 1. Memberi daya saing menengah dan panjang yang mantap (min and long term sustainable competitive position). 2. Menjadi perisai selama krisis (an insurance for adverse times). 3. Menjadi daya tarik eksekutif handal (attracting the best executives available). 4. Meningkatkan efektivitas strategi pemasaran (increasing the effectiveness of marketing instruments). 5. Penghematan biaya operasional (cost savings).
2.4.4
Komponen Citra Perusahaan Konsumen menilai citra perusahaan tidak hanya berdasarkan kualitas fungsional
saja, tetapi juga didasarkan pada atribut psikologis yang dicerminkan oleh perusahaan tersebut. Menurut Nguyen dan Leblanc (2002:58) menjelaskan bahwa terdapat dua komponen dasar citra perusahaan, yaitu sebagai berikut:
36
1. Komponen fungsional, dimana komponen fungsional berkaitan dengan atribut yang dapat diukur dengan mudah. 2. Komponen emosional berkaitan dengan dimensi psycological, yaitu perasaan dan sikap konsumen terhadap perusahaan, yang didasarkan pada pengalaman konsumen saat berinteraksi dengan perusahaan dan atribut informasi yang menggambarkan citra perusahaan tersebut. Dengan kata lain, citra dibentuk berdasarkan pengalaman yang dialami konsumen terhadap produk atau jasa perusahaan, yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan untuk mengambil keputusan. Pengalaman yang baik dari konsumen atas penggunaan produk yang dihasilkan perusahaan akan menghasilkan persepsi yang baik terhadap citra perusahaan tersebut, dan pada saat itulah akan terbentuk apa yang disebut citra korporasi atau citra perusahaan.
2.4.5
Proses Pembentukan Citra Perusahaan Proses terbentuknya citra perusahaan berlangsung pada beberapa tahapan.
Pertama, objek mengetahui (melihat atau mendengar) upaya yang dilakukan perusahaan dalam membentuk citra perusahaan. Kedua, memperhatikan upaya perusahaan tersebut. Ketiga, setelah adanya perhatian obyek mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan tersebut. Keempat terbentuknya citra perusahaan pada obyek yang kemudian tahap kelima citra perusahaan yang terbentuk akan menentukan perilaku obyek sasaran dalam hubungannya dengan perusahaan. Upaya perusahaan sebagai sumber informasi terbentuknya citra perusahaan memerlukan keberadaan secara lengkap. Informasi yang lengkap dimaksudkan sebagai informasi yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan obyek sasaran. Rhenald
37
Kasali (2006:105) mengemukakan bahwa pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna.
2.4.6
Dimensi Citra Perusahaan Setiap perusahaan pasti mempunyai citra di mata publiknya, citra tersebut
dapat dipersepsikan berbeda oleh setiap orang tergantung pada persepsi yang dilihat mereka mengenai apa yang mereka rasakan terhadap citra perusahaan tersebut. Citra itu dapat berdampak positif dan negatif. Menurut Shirley Harrison (2007:71) dimensi Citra Perusahaan ada empat, antara lain : 1. Personality (Kepribadian), yakni keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami oleh lingkungan di luar perusahaan, misalnya keyakinan pada perusahaan, dan tingkat tanggungjawab sosial. 2. Reputation (Reputasi), yakni keyakinan seseorang terhadap perusahaan berdasarkan pengalaman pribadi atau orang lain atas jasa atau produk perusahaan, misalnya keamanan pelayanan yang diberikan perusahaan, kenyamanan ketika menggunakan pelayanan pada jasa perusahaan tersebut. 3. Values/Ethics (Nilai/Etika), yakni nilai-nilai dan filosofi yang dianut perusahaan, misalnya keramahan pelayanan, gaya kerja, dan komunikasi baik internal perusahaan maupun interaksi dengan pihak luar. 4. Corporate identity (Identitas Korporat), yakni identitas dalam nama, simbol, logo, warna dan ritual untuk memunculkan perusahaan, merek dan kepentingan perusahaan.
38
2.5
Kepuasan Pelanggan
2.5.1
Pengertian Kepuasan Pelanggan Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi kepuasan pelanggan menurut para
ahli: Menurut Kotler dalam Fandy Tjiptono (2008:24) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Kemudian menurut Engel, et al dalam Fandy Tjiptono (2008:24), Kepuasan pelanggan adalah evaluasi purnabeli dimana alternative yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Selanjutnya menurut Band (1971:79) dalam Nasution (2010:49), Kepuasan pelanggan adalah perbandingan antara kualitas dari barang atau jasa yang dirasakan dengan keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan. Sedangkan menurut Kotler (1997) dalam Rambat Lupiyoadi (2013:228), Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan di mana sesorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk jasa yang diterima dengan yang diharapkan. Dari beberapa definisi menurut para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan harapan dan hasil yang dirasakan setelah pemakaian produk atau jasa.
2.5.2
Teori Kepuasan Pelanggan Pelanggan atau konsumen yang secara kontinu dan berulang kali datang ke
suatu tempat yang sama untuk menggunakan produk atau jasa dapat dikatakan bahwa mereka merasa puas akan produk atau jasa yang telah diberikan oleh perusahaan.
39
Adanya perasaan yang lebih yang dirasakan ketika sesuatu hasrat atau keinginan yang diharapkannya tercapai. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja hasil yang dirasakan. Berdasarkan perspektif psikologi, terdapat dua model kepuasan pelanggan, yaitu model kognitif dan model afektif. 1. Model Kognitif Pada model ini, penilaian pelanggan didasarkan pada perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang dipandang ideal untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dari atribut yang sebenarnya. Beberapa model kognitif yang cukup sering dijumpai, antara lain: 1) The Expectancy Disconfirmation Model Berdasarkan model yang dikemukakan oleh Oliver ini, kepuasan pelanggan di tentukan oleh dua variabel kognitif, yakni harapan prapembelian (prepurchase expectations) yaitu keyakinan kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa dan disconfirmation, yaitu perbedaan antara harapan prapembelian dan persepsi purnabeli (post-purchase perception). Para pakar mengidentifikasi tiga pendekatan dalam mengkonseptualisasikan harapan prapembelian (Tse dan Wilton, 1988; Engel et al., 1990), yaitu : a. Equitable performance (normative performance), yaitu penilaian normatif yang mencerminkan kinerja yang seharusnya diterima seseorang atas biaya dan usaha yang telah dicurahkan untuk membeli dan menggunakan suatu produk atau jasa.
40
b. Ideal performance, yaitu tingkat kinerja optimum atau ideal yang diharapkan oleh seorang konsumen. c. Expected performance, yaitu tingkat kinerja yang diperkirakan atau yang paling diharapkan/disukai konsumen (what the performance probably will be). Tipe ini yang paling banyak digunakan dalam penelitian dalam penelitian kepuasan/ketidakpuasan pelanggan. Penilaian kepuasan/ketidakpuasan berdasarkan model expectancy discinfirmation ada tiga jenis, yaitu: positive disconfirmation (bila kinerja melebihi yang diharapkan), simple disconfirmation (bila keduanya sama), dan negative disconfirmation (bila kinerja lebih buruk daripada yang diharapkan). Kesulitan pada model ini adalah belum ditemukannya konseptualisasi yang pasti mengenai standar perbandingan dan disconfirmation constructs (Tse dan Wilton, 1988). 2) Equity Theory Menurut teori ini, sesorang akan puas bila rasio hasil (outcome) yang diperolehnya dibandingkan dengan input yang digunakan dirasakan fair atau adil. Dengan kata lain kepuasan terjadi bila konsumen merasakan bahwa rasio hasil terhadap inputnya proporsional terhadap rasio yang sama (outcome dibanding input) yang diperoleh orang lain (Oliver dan DeSarbo, 1988). 3) Atribution Theory Teori ini dikembangkan dari hasil karya Weiner (1971, dalam Oliver dan DeSarbo, 1988; Engel et al., 1990). Teori ini menyatakan bahwa ada tiga dimensi (penyebab) yang menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu hasil
41
(outcome), sehingga dapat ditentukan apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak memuaskan. Ketiga dimensi tersebut adalah: a. Stabilitas atau variabilitas. Apakah faktor penyebabnya sementara atau permanen? b. Locus of causality. Apakah penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external attribution) atau dengan pemasaran (internal attribution)? Internal attribution dikaitkan dengan kemampuan dan usaha yang dilakukan pemasar. Sedangkan external attribution dihubungkan dengan berbagai faktor seperti tingkat kesulitan atau tugas (task difficulity) dan faktor keberuntungan. c. Cotrollability. Apakah penyebab tersebut berbeda dalam kendali kemauannya sendiri ataukah dihambat oleh faktor luar yang tidak dapat dipengaruhi. 2. Model Afektif Model afektif menyatakan bahwa penilaian pelanggan individual terhadap suatu produk atau jasa tidak semata-mata berdasarkan perhitungan
rasional,
namun juga berdasarkan perhitungan rasional, namun juga berdasarkan kebutuhan subyektif, aspirasi dan pengalaman. Fokus model afektif ini dititikberatkan pada tingkat aspirasi, perilaku belajar (learning behaviour), emosi, perasaan spesifik (apresiasi, kepuasan, keengganan, dan lain-lain), suasana hati (mood), dan lain-lain. Maksud dari fokus ini adalah agar dapat dijelaskan dan diukur tingkat kepuasan dalam suatu kurun waktu (longitudinal).
42
2.5.3
Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (1996) dalam Fandy Tjiptono (2008:34), ada empat metode
untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Sistem Keluhan dan Saran Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. 2. Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan dengan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. 3. Lost Customer Analysis Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. 4. Survey Kepuasan Pelanggan Survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode survei ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sebagai berikut :
43
1) Directly reported satisfactio Melakukan pengukuran secara langsung melalui pertanyaan tentang tingkat kepuasan pelanggan. 2) Derived dissatisfaction Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan. 3) Problem analysis Pelanggan diminta untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa dan memberikan saran-saran perbaikan. 4) Importance-performance analysis Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.
2.5.4
Dimensi Kepuasan Pelanggan Gerson (2012:61) dalam Mayantoko (2013) menjelaskan bahwa ada lima
dimensi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Kecepatan
pelayanan;
dilihat
dari
kecepatan
memberikan
tanggapan,
penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. 2. Keramahan karyawan; dilihat dari perilaku sopan santun, tutur kata, penampilan yang menarik. 3. Pengetahuan karyawan; mampu menjelaskan dengan memuaskan, memberikan advokasi dan alternative solusi. 4. Jumlah pelayanan yang tersedia; yaitu rasio-rasio tempat pelayanan dengan yang dilayani atau rasio jumlah aparat dengan yang dilayani.
44
5. Tampilan formalitas; dilihat dari ketersediaan sarana pendukung, kerapihan dan kenyamanan tempat kerja.
2.6
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangatlah penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan penelitian ini. Kegunaannya adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya. Berikut ini akan dijelaskan hasil yang relevan dengan penelitian pengaruh kualitas pelayanan terhadap citra perusahaan serta dampaknya pada kepuasan pelanggan. 1.
Sylvia Prastyowati (2010) dalam judul Pengaruh Kualitas Pelayanan Customer Service terhadap Citra Perusahaan (Studi Eksplanatif Kuantitatif terhadap Pelanggan Grapari Telkomsel Yogyakarta). Dalam penelitian ini terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan Customer Service terhadap citra perusahaan secara langsung sebesar 26,6% variabel kualitas pelayanan mempengaruhi pembentukan citra perusahaan, sebesar 73,4% terdapat faktor lainnya yang memiliki kekuatan hubungan yang sangat kuat untuk membentuk citra perusahaan. Secara keseluruhan, penelitian ini menggambarkan bahwa kualitas pelayanan sebagai bagian dari perusahaan, mempunyai pengaruh terhadap pembentukan citra perusahaan baik secara langsung maupun melalui variabel antara sebagai variabel yang menjembatani antara kualitas pelayanan dengan citra
perusahaan.
Namun,
pengaruh
dari
kualitas
pelayanan
dalam
pembentukan citra perusahaan masih tergolong rendah (dibawah 50%), maka terdapat faktor lain yang lebih mempengaruhi pembentukan citra perusahaan.
45
2.
Ade Nena Supriatin (2011) dalam judul Analisis Kepuasan Konsumen Berdasarkan Variabel Fasilitas, Harga dan Citra Perusahaan. Berdasarkan model penelitian kepuasan konsumen dengan menggunakan metode regresi serta hasil perhitungan diketahui koefisien Beta Standar dari variabel fasilitas berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan konsumen adalah sebesar 17,56%, sedangkan untuk variabel harga mempengaruhi secara langsung terhadap kepuasan konsumen sebesar 35,81%, dan untuk variabel citra perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan konsumen secara langsung sebesar 46,62%.
3.
Dian Puji Mariyanto (2010) dalam judul Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Kasus PT NAV Karaoke Keluarga Manyar Kertoarjo Surabaya). Dalam penelitian ini variabel yang mempunyai pengaruh yang dominan adalah variabel Tangibles (X1) dengan thitung 4,532 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000 sedangkan pengaruh yang paling kecil adalah variabel Emphaty (X5) dengan thitung sebesar 3,031 dan tingkat signifikasi sebesar 0,003.
4.
Nofri Mayantoko (2013) dalam judul Pengaruh Experiental Marketing dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan. Dalam penelitian ini pengaruh parsial Experiental Marketing (X1) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) adalah 28,3%. Sedangkan pengaruh parsial Kualitas Pelayanan (X2) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) adalah 58,2%. Karena 58,2% > 28,3%, maka dapat dinyatakan bahwa Kualitas Pelayanan lebih banyak memberikan kontribusi terhadap Kepuasan Pelanggan dibandingan Experiental Marketing.
46
Pengaruh secara simultan Experiental Marketing (X1) dan Kualitas Pelayanan (X2) terhadap kepuasan Pelanggan (Y) sebesar 67,2%, nilai sig. (0,000) < α (0,05). Dengan demikian H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa Experiental Marketing (X1) dan Kualitas Pelayanan (X2) memiliki pengaruh terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) sebesar 67,2%, sedangkan sisanya 32,8% merupakan kontribusi variabel lain (ε) yang tidak diteliti.
Untuk membandingkan persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan hasil peneliti, maka dibuat tabel penelitian terdahulu sebagaimana dijelaskan pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul 1 Sylvia Prastyowati 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan Customer Service terhadap Citra Perusahaan (Studi Eksplanatif Kuantitatif terhadap Pelanggan Grapari Telkomsel Yogyakarta). (Tesis)
Hasil Penelitian Dalam penelitian ini terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan Customer Service terhadap citra perusahaan secara langsung sebesar 26,6% variabel kualitas pelayanan mempengaruhi pembentukan citra perusahaan, sebesar 73,4% terdapat faktor lainnya yang memiliki kekuatan hubungan yang sangat kuat untuk membentuk citra perusahaan.
Persamaan Metode pengumpulan data dengan kuesioner Teknik sampling
Perbedaan Obyek Penelitian
47
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No 2
3
Judul Ade Nena Supriatin 2011. Analisis Kepuasan Konsumen Berdasarkan Variabel Fasilitas, Harga, dan Citra Perusahaan (Studi Kasus TMBOOKSTORE Depok). (Jurnal)
Dian Puji Mariyanto 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Kasus PT NAV Karaoke Keluarga Manyar Kertoarjo Surabaya). (Skripsi)
Hasil Penelitian Berdasarkan model penelitian kepuasan konsumen dengan menggunakan metode regresi serta hasil perhitungan diketahui koefisien Beta Standar dari variabel fasilitas berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan konsumen adalah sebesar 17,56%, sedangkan untuk variabel harga mempengaruhi secara langsung terhadap kepuasan konsumen sebesar 35,81%, dan untuk variabel citra perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan konsumen secara langsung sebesar 46,62%. Dalam penelitian ini Variabel yang mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kepuasan konsumen adalah variabel Tangibles (X1) dengan thitung 4,532 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000 sedangkan pengaruh yang paling kecil adalah variabel Emphaty (X5) dengan thitung sebesar 3,031 dan tingkat signifikasi sebesar 0,003.
Persamaan Metode pengumpulan data dengan kuesioner
Perbedaan Obyek penelitian X1 dan X2
Teknik sampling
Metode pengumpulan data dengan kuesioner
Obyek Penelitian
48
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No 4
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Pengaruh parsial Experiental Metode Obyek penelitian Marketing (X1) terhadap pengumpulan Variabel X1 Kepuasan Pelanggan (Y) data dengan adalah 28,3%. Sedangkan kuesioner pengaruh parsial Kualitas Menggunakan Pelayanan (X2) terhadap metode Path Kepuasan Pelanggan (Y) Analysis adalah 58,2%. Karena 58,2% > 28,3%, maka dapat dinyatakan bahwa Kualitas Pelayanan lebih banyak memberikan kontribusi terhadap Kepuasan Pelanggan dibandingan Experiental Marketing. Sumber: Sylvia Prastyowati 2010, Ade Nena Supriatin 2011, Dian Puji Mariyanto 2010, Nofri Mayantoko 2013
2.7
Judul Nofri Mayantoko 2013. Pengaruh Experiental Marketing dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan. (Skripsi)
Kerangka Pemikiran Suatu kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah teridentifikasi sebagai masalah riset. Secara teoritis dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependennya yang telah ditetapkan. Berdasarkan kajian beberapa variabel, yaitu kualitas pelayanan, citra perusahaan dan kepuasan pelanggan perlu dikembangkan suatu kerangka pemikiran secara keterkaitan hubungan antar variabel independen yaitu kualitas pelayanan dan variabel dependennya yaitu citra perusahaan dan kepuasan pelanggan.
49
1.
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Citra Perusahaan Citra perusahaan dapat menjadi akar untuk semua pengalaman yang akan
dikonsumsi konsumen, dan kualitas pelayanan adalah fungsi dari pengalaman konsumen tersebut (Kristen et al., 2000). Lebih jauh, persepsi konsumen mengenai kualitas pelayanan secara langsung mempengaruhi persepsi konsumen terhadap citra perusahaan. Sumber: Mila Astria Kirana 2010. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Citra Perusahaan terhadap Intensi Membeli serta Dampaknya pada loyalitas Pelanggan pada Sari Salon & Days Spa, Bintaro Jaya Sektor 1, Jakarta. (Tesis)
2.
Pengaruh Citra Perusahaan terhadap Kepuasan Pelanggan Citra perusahaan sangat penting untuk perusahaan jasa dan untuk perusahaan
yang sebagian besar penilaian pelanggannya ditentukan oleh layanan yang diterima. Ketika jasa sulit untuk mengevaluasi, citra perusahaan diyakini menjadi penting faktor yang mempengaruhi persepsi kualitas, evaluasi kepuasan pelanggan dengan pelayanan, dan loyalitas pelanggan (Andreassen et al., 1997). Citra perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, faktor interaksi manusia seperti pulic relation maupun advertising dan Phisical Image yang mampu memberikan penilaian yang baik dalam membangun kepuasan pelanggan. Citra perusahaan adalah pendorong utama kepuasan pelanggan sehingga pengelola perusahaan harus berupaya memaksimalkan kepuasan pelanggan dengan membangun citra perusahaan yang kuat dengan meningkatkan kualitas layanan (Andreassen et al, 1997). Sumber: Ni Putu Cempaka Dharmadewi Atmaja 2011. Pengaruh Kewajaran Harga, Citra Perusahaan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pengguna Jasa Penerbangan Domestik Garuda Indonesia di Denpasar. (Tesis)
50
3.
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan Kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan.
Menurut
Zeithaml
dan
Bitner
(1996)
dalam
Rambat
Lupiyoadi
(2014:228)
mengemukakan bahwa faktor utama penentu kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan. Pelayanan yang baik memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang hubungan ini dapat memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka, dengan demikian perusahaan dapat meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Sehinggan kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang telah memberikan kualitas pelayanan yang memuaskan. Sumber: Rambat Lupiyoadi (2014:228)
Berikut adalah alur pikir Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Citra Perusahaan serta Dampaknya pada Kepuasan Pelanggan.
51
Mila Astria Kirana (2010) Kualitas Pelayanan (X)
Citra Perusahaan (Y)
Dimensi Tangibles (Berwujud) Reliability (Keandalan) Responsiveness (Ketanggapan) Assurance (Jaminan) Empathy (Empati)
Dimensi Personality (Keperibadian) Reputation (Reputasi) Values/Ethics (Nilai/Etika) Corporate Identity (Identitas Korporat)
Sumber: Rambat Lupiyoadi (2014:216)
Sumber: Shirley Harrison (2007:71)
Rambat Lupiyoadi (2014)
Ni Putu Cempaka Dharmadewi Atmaja (2011)
Kepuasan Pelanggan (Z)
Dimensi Kecepatan Pelayanan Keramahan Karyawan Pengetahuan Karyawan Jumlah Pelayanan yang Tersedia Tampilan Formalitas Sumber: Gerson (2012:61) dalam Mayantoko (2013) Gambar 2.1 Paradigma Penelitian Sumber: Kajian dari berbagai sumber 2014
52
2.8
Hipotesiss Sesuai dengan Kerangka Pemikiran, maka penulis memiliki hipotesis yaitu: 1. Terdapat pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Citra Perusahaan pada Diva Family Karaoke Karawang. 2. Terdapat pengaruh Citra Perusahaan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Diva Family Karaoke Karawang. 3. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Diva Family Karaoke Karawang.