6
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Toeretis 2.1.1
Hakekat Pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial Menurut Wardani (2008 : 8.17) Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki
kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multi dimensional, bahkan cross-disipliner. Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cukupan materinya semakin meluas seiring dengan kompleksitas dan rumitnya masalah sosial. Mata pelajaran IPS merupakan kajian yang bersifat terpadu dari berbagai ilmu yang memerlukan kajian secara terintegritasi dari disiplin-disiplin ilmu sosial. Pemberian mata pelajaran di SD diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga Negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and value) yang dapat digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan serta memecahkan masalah pribadi. Wahab, (2007 : 3.8) konsep IPS adalah suatu pengertian yang mencerminkan suatu pengetahuan sosial, konsep tentang fenomena atau gejala atau benda. IPS juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat di mana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan
6
7
terjadi di lingkungan sekitarnya. Wardani (2008: 8.17-8.18) mengemukakan bahwa pengembangan IPS SD harus memperhatikan hal-hal berikut : a) Pembelajaran IPS SD hendaknya mengembangkan kemampuan memahami berbagai fenomena sosial yang meliputi kemelekwacanaan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap mengenai; kebudayaan, ruang dan waktu, kontuitas dan perubahan, interaksi antar manusia dengan lingkungan dan interaksi sosial serta kelangkaan, produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. b) Pembelajaran IPS di SD hendaknya mengembangkan komunikasi sosial yakni keterampilan menangkap, mengemas, dan menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dilingkungan siswa dalam bentuk gagasan baik konsep, keterampilan, nilai, prinsip, norma, maupun sikap sosial. c) Pembelajaran IPS di SD hendaknya mengembangkan kemampuan dasar dalam memecahkan masalah sosial yang meliputi kemampuan dalam merasakan adanya masalah, mengidentifikasi masalah, mencari informasi untuk memecahkan masalah, mengeksplorasi pemecahan masalah dan memilih alternative yang layak. d) Pembelajaran
IPS
di
SD
hendaknya
mengembangkan
kemampuan
membiasakan diri peka, tanggap, dan adaptif tetapi kritis terhadap lingkungan sekitar guna memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam serta mengembangkan kehidupan yang sejahtera dan harmonis dalam kebinekaan. Disamping itu, Wahab (2007 : 1.7 ) mengemukakan ada lima tujuan pembelajaran IPS yakni :
8
a) IPS mempersiapkan siswa untuk studi lanjut dibidang sosial sciences jika ia nantinya masuk keperguruan tinggi. b) IPS bertujuan mendidik kewarganegaraan yang baik c) IPS yang hakikatnya merupakan suatu kompromi antara 1 dan 2 tersebut di atas d) IPS mempelajari closed areas atau masalah-masalah sosial yang pantang untuk dibicarakan dimuka umum e) IPS bertujuan sebagai pembinaan warga negara Indonesia atas dasar moral pancasila/UUD 1945 dan sikap sosial yang rasional dalam kehidupan. Berdasarkan beberapa kajian teori di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang tidak hanya menyajikan konsep-konsep semata namun pula mampu membina dan mengarahkan peserta didik untuk untuk memiliki kesadaran dan tanggung yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dan yang terpenting adalah menjadi warga negara serta warga masyarakat yang tahu akan hak dan kewajibannya. 2.1.2
Hakekat Hasil Belajar Berbicara mengenai hasil belajar, tentunya kita harus mengetahui
sebelumnya mengenai definisi belajar itu sendiri. Menurut Thorndike (dalam Uno, 2005 : 7) mengemukakan belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) atau jelasnya perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau non konkret (tidak bisa
9
diamati). Sedangkan Watson (dalam Uno, 2005 : 7) mengemukakan bahwa stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku “yang bisa diamati” (observable) dengan kata lain mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi. Menurut pandangan Good dan Brophy (dalam Uno, 2007 : 15) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan tingkah laku sebagai hasil dar pengalaman itu sendiri. Sedangkan menurut Oemar H. (www.sarjanaku.com//pengertian dan definisi belajara menurut para ahli) belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Siddik,dkk (2009 :1.3) belajar adalah suatu aktifitas yang disengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya mampu melakukan sesuatu , menjadi mampu melakukan sesuatu itu atau anak yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Sedangkan menurut Slameto (2010: 3) mengungkapkan ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar yaitu: 1. Perubahan terjadi secara sadar, berarti bahwa seseorang akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya 2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, perubahan yang terjadi didalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis
10
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh Sesutu yang lebih baik dari sebelumnya 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, berarti tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Menurut Driscoll (dalam Uno, 2007 :195) mengemukakan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam belajar, yaitu 1). Belajar adalah suatu perubahan yang menetap dalam kinerja seseorang, dan 2). Hasil belajar yang muncul dalam diri siswa merupakan akibat atau hasil interaksi siswa dengan lingkungannya. Lanjutnya dapat diartikan bahwa apabila siswa belajar maka hasil belajar dapat dilihat dari kemampuannya melakukan sesuatu kegiatan baru yang bersifat menetap daripada yang dilakukan sebelumnyasebagai akibat interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebagai proses perubahan tingkah laku dari setiap individu yang diperoleh dari serangkaian interaksi dengan lingkungannya dalam artian belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu dapat bergantung pada proses
11
belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Selanjutnya setelah peserta didik melakukan aktifitas belajar, maka melihat berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran dapat digunakan suatu ukuran berupa hasil belajar. Menurut siddik (2009 : 1-5) mengemukakan hasil belajar akan nampak pada perubahan perilaku individu yang belajar. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar diklasifikasikan menjadi 3 domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomorik. Domain kognitif meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektual manusia. Domain afektif berkaitan dengan perilaku daya rasa atau emosional manusia. Domain psikomotorik berkaitan dengan perilaku dalam bentuk keterampilan-keterampilan motorik (gerakan pisik). Menurut Gagne (dalam suprijono, 2009
: 5-6) mengemukakan hasil
belajar berupa : a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani
12
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Di sisi lain, Uno (2007 :195) mengemukakan bahwa ada tiga ciri orang mempelajari suatu objek atau hasil belajar, yaitu (1) adanya objek (pengetahuan, sikap, atau keterampilan) yang menjadi tujuan untuk dikuasai; (2) terjadinya proses berupa interaksi antara seseorang dengan lingkungannya atau sumber belajar (orang, media), baik melalui pengalaman langsung atau belajar berpatisipasi dengan berbuat sesuatu maupun pengalaman pengganti; (3) terjadinya perubahan perilaku baru sebagai akibat mempelajari suatu objek tertentu. Lanjutnya pula Uno (2007 :196) mengatakan hasil belajar adalah sebagai perubahan dalam kapabilitas (kemampuan tertentu) sebagai akibat belajar. Jenkins dan Uwin menyatakan bahwa hasil akhir dari belajar adalah suatu pernyataan yang menunjukkan tentang apa yang mungkin dapat dikerjakan siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya. Mengacu dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses perubahan tingkah laku peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar selain dapat diukur dengan angka atau huruf, juga dapat dilihat dari perubahan tingkah laku peserta didik. Relevansinya dengan pembelajaran IPS adalah diukur dari angka yaitu hasil belajar yang ingin dicapai berupa nilai yang telah di tetapkan sedangkan perubahan tingkah laku yaitu perubahan peserta didik kearah yang terhadap lingkungan sosialnya.
13
2.2 Hakekat Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match 2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match Millis (dalam Suprijono, 2009 : 45) berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinka seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Suprijono (2009 : 46) mengemukakan model pembelajaran ialah pola digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Sedangkan menurut Maufur (2009 : 14) mengemukakan bahwa salah satu tujuan penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Berdasar pengalaman, tanpa model pembelajaran yang nyata guru seringkali mengembangkan pola pembelajaran yang hanya didasarkan pada pengalaman masa lalu dan intuisinya. Menurut Suprijono (2009 : 54) ada beberapa istilah untuk menyebut pembelajaran berbasis sosial yaitu yaitu pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan pembelajaran kolaboratif. Dalam menentukan model pembelajaran kooperatif guru lebih berperan sebagai fasilatator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung. Pembelajaran kooperatif adalah konsep lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.. Sedangkan menurut Rusman (2012 : 203) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.
14
Dalam hal ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membentuk sesame anggota kelompok untuk belajar. (Maufur 2010 : 102-103) Model pembelajaran make a match (mencari pasangan) pertama kali dikembangkan oleh Lorn Curran, dalam mencari variasi mode berpasangan. Dengan memakai media kartu soal dan jawaban, setiap siswa diajak memikirkan jawaban dari soal yang dipegang. Sedangkan pada siswa yang lain harus memikirkan soal dari jawaban yang diterima sekaligus mencari pasangan masing-masing atas soal dari jawaban kartunya. Metode ini mendidik siswa untuk bergerak cepat dan tangkas selain juga harus berpikir cerdik untuk memperoleh jawaban dari tugas yang diberikan. Strategi dalam mencari pasangan yang cocok inilah ukuran kecerdasan siswa dalam mengerjakan tugas. Berdasarkan uraian di atas model pembelajaran kooperatif tipe make a match sebenarnya merupakan salah satu model pembelajran yang digunakan untuk
memperkuat
pemahaman
siswa
melalui
kegiatan
belajar
yang
menyenangkan. 2.2.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match Maufur (2010 : 102) Mengemukakan langkah-langkah Make a Match sebagai berikut : a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topic yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban b) Setiap siswa mendapat satu buah kartu c) Tiap siswa memikirkan jawaban soal dari kartu yang dipegang
15
d) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunya kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) e) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin f) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya g) Demikian seterusnya h) Kesimpulan tua atau penutup 2. 3. Materi Pembelajaran Perkembangan Teknologi Produksi 2. 3.1. Pengertian Teknologi Produksi Teknolologi produksi meliputi alat dan cara yang digunakan manusia untuk menciptakan barang dan jasa. Masyarakat pada masa lalu sudah dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. 2. 3. 2. Jenis-jenis Teknologi untuk Berproduksi Masa Lalu dan Masa Kini 1. Bidang pertanian Ketika ilmu pengetahuan berkembang, maka berkembang pula ilmu Teknologi. Teknologi mengalami kemajuan yang pesat. Alat-alat yang memudahkan pekerjaan manusia banyak ditemukan. Dengan alat yang lebih modern, pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat, ringan dan hasilnya pun lebih banyak. Tetapi meskipun sekarang telah ditemukan berbagai alat yang lebih modern, masyarakat kini masih menggunakan teknologi yang sangat sederhana. (dalam Hernawan dkk : 2007 : 44). Teknologi untuk produksi bahan makanan:
16
a) Penggunaan alat untuk menggarap tanah, semula menggunakan tenaga kerbau kini menggunakan traktor b) Penggunaan alat untuk memotong padi, semula menggunakan ani-ani, kini menggunakan arit c) Penggunaan alat untuk mengolah padi menjadi beras, semula menggunakan lesung dan alu, kini menggunakan alat penggilingan padi 2. Teknologi pertambangan Kegiatan pertambangan membutuhkan alat-alat untuk mengeluarkan bahan tambang dan memisahkannya dari batuan lainnya. Teknologi pertambangan dewasa ini semakin canggih tiak lagi menggunakan kekuatan tangan manusia. Misalnya, mesin bor, mesin mengeruk, bahan peledak, dan mesin penyulingan. Bahkan perkembangan teknologi satelit mampu memperkirakan letak minyak bumi dan batubara dalam lapisan bumi sehingga tidak perlu melakukan percobaan pengeboran. (dalam Feryanto dan Haryanto : 32) 3. Teknologi industri Dibandingkan dengan kegiatan produksi lain, perkembangan teknologi inustri terbilang paling cepat. Terlebih dengan berkembangnya teknologi komputer dan robot. Komputer berperan mengendalikan sistem pekerjaan, sedangkan robot yang menjalankannya. 2. 4.
Kajian Penelitian Relevan Penelitian yang sejenis dengan penelitian yang dilakukan tentang
Meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perkembangan teknologi produksi
17
melalui model make a match pada pembelajaran IPS di kelas IV SDN 57 Dumbo Raya Kota Gorontalo adalalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Danil Tilola pada tahun 2012 dengan judul penelitian “Meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perjuangan para tokoh di masa Belanda melalui model pembelajaran tipe Student Team-Achievement Division (STAD) di kelas IV SD Inpres Kayubulan. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan kolaborasi antara peneliti dan guru mata pelajaran IPS SD Inpres Kayubulan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Inpres Kayubulan yang berjumlah 21 siswa dan objek penelitian adalah hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS melalui metode cooperative learning tipe student team-achievement division (STAD). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi. Observasi ini untuk menunjukan data kualitatif tentang hasil belajar siswa. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif pada hasil belajar siswa.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode cooperative learning tipe STAD pada siswa kelas IV dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa hasil belajar siswa pada kondisi awal berdasarkan hasil observasi adalah 50%. Pada kondisi awal ini semua siswa memiliki tingkat hasil belajar yang sama. Setelah diberikan tindakan siklus I, hasil belajar siswa meningkat menjadi 62%. Pada siklus I ini sebagian besar siswa masih memiliki hasil belajar yang rendah. Sedangkan pada siklus II, hasil belajar siswa meningkat menjadi 84%. Pada siklus II ini seebagian besar siswa telah memiliki hasil belajar yang tinggi. Dari
18
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode cooperative learning tipe student team-achievement division (STAD) pada materi perjuangan para tokoh di masa Belanda dapat mingkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Inpres Kayubulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan di atas, maka relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: persamaannya penelitian yang dilakukan oleh Danil Tilola dengan peneliti terletak pada hasil belajar siswa. Sedangkan perbedaannya terletak pada model pembelajaran. Penelitian Danil Tilola menggunakan model STAD pada materi Perjuangan di masa Belanda sedangkan penelitian ini menitik beratkan pada model Make-a Match pada materi perkembangan teknologi produksi. 2.5 Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Jika guru menggunakan Make a Match pada materi perkembangan teknologi produksi, maka hasil belajar siswa pada materi perkembangan teknologi produksi akan meningkat”. 2. 6 Indikator Kinerja Indikator keberhasilan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : jika hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS materi perkembangan teknologi produksi dapat meningkat 75%, maka penelitian ini dinyatakan berhasil.